Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Siluman Goa Tengkorak
Jilid 05
PENDEKAR
SADIS telah berdiri di sana sambil bertolak pinggang dan menentang pandangan
matanya dengan senyum mengejek dan mata mencorong penuh kemarahan! Maka dapat
dibayangkan betapa kaget hati Siluman Goa Tengkorak ketika melihat pendekar
ini.
"Ahh,
Ceng-taihiap...!" katanya dengan suara yang ramah sekali, suara yang
mengandung kekuatan sihir untuk menundukkan lawan. "Aku selalu memegang
janji, tidak membunuh engkau atau Toan-lihiap..."
"Bagus,
memang engkau tidak melanggar janji. Dan aku pun tidak akan membunuhmu, hanya
ingin menangkapmu dan menyerahkanmu kepada para tosu Hong-kiam-pang dan
Bu-tong-pai."
"Pengkhianat
kau!" bentak Sian-su dan dia pun telah menerjang dan memukulkan tangan
kanannya ke arah kepala Thian Sin.
"Darrrrr...!"
Thian Sin terkejut
juga saat melihat sinar terang disertai bunyi ledakan ketika ada benda
menghantam dinding di belakangnya. Pukulan Sian-su tadi dielakkannya dan
ternyata Sian-su itu tidak hanya memukul, akan tetapi juga melepaskan sesuatu
dari kepalan tangannya ke arah kepalanya yang akhirnya membentur dinding dan
meledak, membuat dinding itu berlubang sebesar kepala orang. Kalau benda itu
mengenai kepalanya dan meledak, tentu kepalanya yang akan pecah!
Sian-su
sudah menerjang lagi dengan penuh kemarahan dan karena tangan kirinya masih
memeluk peti hitam, dia mempergunakan pukulan tangan kanan secara beruntun dua
kali dibantu oleh tendangan kakinya satu kali.
"Dukk!
Dukk! Desss...!"
Thian Sin
sengaja menangkis dua kali pukulan serta satu kali tendangan itu sambil dia
mengerahkan tenaga keras lawan keras. Tubuhnya tergetar oleh pertemuan tenaga
itu, akan tetapi juga Sian-su terdorong ke belakang sampai dua langkah dan
terhuyung. Thian Sin tersenyum mengejek.
"Ha-ha-ha,
Siluman Goa Tengkorak! Sekarang keluarkanlah semua kepandaianmu. Mari kita
lihat siapa di antara kita yang lebih kuat!"
Siluman itu
hanya menggeram dan sekarang dia sudah menerjang lagi karena Thian Sin
menghalang di depannya. Tangan kanannya bukan memukul melainkan mencengkeram,
dan melihat betapa gerakan tangan itu berputar dan disertai bunyi suara
mencicit nyaring, maka tahulah Thian Sin bahwa lawannya menggunakan ilmu
pukulan yang amat keji, dan mungkin merupakan tok-ciang (tangan beracun). Akan
tetapi, tentu saja Pendekar Sadis tidak takut, bahkan sedikit pun tidak gentar
menghadapi cengkeraman ini.....
Diam-diam
dia sudah merasa heran sekali kenapa lawannya tetap memeluk peti hitam itu,
padahal dalam pertemuan tenaga tadi saja siluman itu tentu sudah maklum bahwa
tenaga siluman itu kalah kuat. Kalau bukan peti yang isinya amat berharga tentu
siluman itu akan melepaskan peti itu supaya bisa menyerang dengan leluasa dan
mempergunakan seluruh kepandaiannya.
"Wuttttt...!
Plakk...!"
Tangan yang
mencengkeram ke arah ubun-ubun itu dielakkan oleh Thian Sin, akan tetapi
dibiarkan mengenai pundaknya dan dia telah menyambutnya dengan pengerahan
tenaga Thi-khi I-beng!
"Aihhh...!"
Sian-su memekik terkejut bukan main ketika cengkeramannya yang mengenai pundak
itu mengakibatkan tenaganya langsung membanjir keluar, tersedot oleh kekuatan
yang amat dahsyat dan pada saat itu, petinya telah terampas oleh Thian Sin.
"Thi-khi
I-beng...!" serunya dan tiba-tiba tenaga cengkeramannya itu menghilang dan
pada saat itu, dua jari tangan kirinya mencuat ke depan, ke arah kedua mata
Thian Sin.
Memang hebat
juga ketua Jit-sian-kauw ini. Agaknya dia sudah mengenal Thi-khi I-beng dengan
baik dan tahu bagaimana caranya untuk menghadapinya. Dia telah menghentikan
aliran tenaga sinkang-nya sehingga tidak sampai tersedot lagi dan jari tangan
kirinya yang menusuk ke arah sepasang mata lawan itu tentu saja tidak dapat
dihadapi dengan Thi-khi I-beng, karena sinkang yang bagaimana hebat pun tak
mungkin dapat disalurkan melalui biji mata!
Thian Sin
maklum akan berbahayanya serangan lawan itu, maka dia pun sudah meloncat ke
belakang sambil membawa peti hitam. Tetapi gerakannya itu memberikan kesempatan
kepada lawannya untuk meloncat ke kiri dan tiba-tiba saja siluman itu lenyap di
belakang sebuah tiang besar.
"Siluman
keparat, hendak lari ke mana engkau?" Thian Sin membentak sambil mengejar,
namun di balik tiang ini tidak ada apa-apanya dan siluman itu lenyap tanpa
meninggalkan jejak.
Thian Sin
menjadi penasaran bukan main. Ia merasa yakin sekali bahwa siluman itu tidak
meninggalkan tempat itu melalui lain jalan. Tadi hanya terlihat meloncat ke
belakang tiang ini dan lenyap. Maka dia pun segera menggerakkan tangan kanannya
menampar ke arah tiang sambil mengerahkan tenaga.
"Brakkkkk...!"
Tiang yang
amat tebal itu, yang tebalnya dua kali ukuran manusia, pecah berantakan dan
kiranya di sebelah dalam tiang itu berlubang dan tiang itu adalah tiang palsu,
bukan balok kayu melainkan papan yang dibentuk seperti tiang dan di dalamnya
berlubang. Sesudah pecah berantakan, nampak lubang itu turun ke bawah.
Thian Sin
maklum bahwa itulah jalan rahasia yang baru dilalui oleh lawannya, maka tanpa
ragu-ragu lagi sambil masih mengempit peti hitam itu, dia pun meloncat ke dalam
lubang yang ternyata tidak seberapa dalam itu. Dia sampai di sebuah ruangan
bawah dan terus meloncat ke arah pintu yang membawanya ke sebuah ruangan lain
yang penuh dengan cermin.
Cemin-cermin
kecil yang bersambung-sambung itu mencerminkan dirinya menjadi banyak sekali.
Setiap kali dia bergerak, Thian Sin melihat semua bayangannya itu turut
bergerak sehingga dia merasa seakan sedang dikepung oleh banyak sekali orang,
ada tiga puluh banyaknya dan semua merupakan bayangannya sendiri. Akan tetapi
sebagai seorang ahli silat, tentu saja gerakan-gerakan itu membuatnya terkejut
dan waspada.
Setelah
yakin bahwa semua bayangan itu adalah bayangannya sendiri, barulah dia berani
melanjutkan langkahnya, meneliti serta memeriksa cermin-cermin yang berupa
pintu-pintu tanpa kunci itu. Tentu saja gerakannya ketika memeriksa
cermin-cermin itu diikuti terus oleh semua bayangannya.
Tiba-tiba
Thian Sin meloncat ke kiri dan tujuh buah pisau terbang menyambar lewat, tapi
salah satu sempat menyerempet bahunya, merobek baju dan melukai kulitnya. Dia
cepat menengok dan mencari-cari dengan matanya, akan tetapi yang ikut
bergerak-gerak hanya bayangan-bayangannya saja. Tak ada bayangan orang lain.
Dia segera berhenti bergerak dan matanya saja yang melirik ke sana ke mari, ke
dalam cermin-cermin itu. Namun yang nampak hanya dirinya sendiri.
Tadi dia
merasa sukar untuk menangkap gerakan orang yang menyambitkan hui-to (pisau
terbang) karena pandang matanya terpengaruh oleh semua gerakan bayangannya
sendiri sehingga kalau ada bayangan orang lain, tentu gerakan orang itu dapat
menyelinap dan tersembunyi oleh gerakan semua bayangannya sendiri itu. Thian
Sin menjadi penasaran dan marah. Peti hitam itu ditaruhnya ke depan, menghantam
ke arah pintu bercermin di depannya sambil mengerahkan tenaga.
"Brakkkk...!"
Cermin itu
hancur berkeping-keping dan di balik cermin terdapat dinding bata yang kuat. Akan
tetapi pada saat dia memukul tadi, dia sempat melihat sinar berkelebatan dari
arah kanannya dan cepat dia menggulingkan tubuhnya. Kembali tujuh batang hui-to
lewat dan karena dia tahu bahwa yang menyerangnya secara menggelap itu dari
kanan datangnya, dia pun lalu menubruk ke kanan, ke arah cermin.
"Brakkk...!"
Cermin-cermin ini pun hancur akan tetapi di belakangnya tidak terdapat siapa
pun kecuali dinding batu.
Kini Thian
Sin mengerti. Apa bila dia diam saja sehingga semua bayangannya turut diam, maka
lawan tidak bergerak. Akan tetapi jika tubuhnya bergerak dan semua bayangannya
tentu saja juga bergerak, kesempatan ini dipergunakan oleh lawannya untuk turun
tangan karena gerakannya tentu akan kabur dengan gerakan semua bayangan itu.
Maka kini dia pura-pura bergerak lagi namun diam-diam dia memperhatikan
sekelilingnya.
Benar saja,
sekarang dari arah kirinya dia melihat bayangan lain, bukan bayangan dirinya
sendiri. Begitu melihat bayangan yang lain dari pada bayangannya sendiri, Thian
Sin lalu memekik dan tubuhnya mencelat ke kiri, kedua kakinya menendang dengan
dahsyatnya ke arah cermin di mana tadi dia melihat gerakan yang bukan
bayangannya.
"Bresssss...!"
Terdengar suara orang mengaduh dan daun pintu di balik cermin itu pecah
berantakan.
Thian Sin
melihat berkelebatnya orang yang meloncat ke depan dan melarikan diri. Cepat
dia menyambar peti hitam dan melakukan pengejaran, akan tetapi Sian-su, orang
itu yang biar pun sudah terkena tendangannya akan tetapi ternyata masih terlalu
kuat untuk roboh itu, telah lenyap lagi melalui jalan rahasia yang tidak
diketahuinya. Karena merasa tidak mampu mengejar lawan yang menggunakan jalan
rahasia itu, dan juga mengkhawatirkan keadaan orang-orang Bu-tong-pai yang
menghadapi keroyokan banyak orang, dengan hati kecewa Thian Sin lalu berjalan
kembali ke tempat semula.
"Thian
Sin...!"
Ternyata Kim
Hong yang memanggilnya dan gadis ini pun membawa sebuah peti hitam yang serupa
benar dengan peti yang dibawanya.
"Apa
yang kau bawa itu?" Thian Sin bertanya.
"Kurampas
dari Siok Cin Cu, tosu keparat pembantu ketua siluman itu. Dia telah kubunuh
dan peti ini berisi harta yang agaknya hendak dilarikannya. Dan peti di
tanganmu itu?"
"Kurampas
dari Sian-su, sayang dia dapat melarikan diri melalui jalan rahasia yang tidak
kukenal. Entah apa isinya..." Thian Sin menurunkan peti itu kemudian
membuka tutupnya dan mereka memandang silau.
"Hemmm,
isinya sama dengan isi peti ini," kata Kim Hong. "Agaknya siluman itu
bersama pembantunya telah bersiap-siap hendak melarikan diri sambil membawa
harta benda hasil kejahatan mereka, masing-masing membawa satu peti penuh
perhiasan."
"Sudahlah,
mari kita bantu orang-orang Bu-tong-pai menghadapi para anak buah siluman
itu..."
"Kau
bantulah mereka. Aku sendiri akan membebaskan para gadis yang ditawan sebelum
terjadi sesuatu yang buruk terhadap mereka," jawab Kim Hong.
"Baik,
dan sebaiknya engkau bawa kedua peti ini bersamamu. Engkau tentu masih ingat
bagaimana untuk membebaskan orang dari pengaruh sihir dan bius?"
Gadis itu
menganggukkan kepalanya. "Menotok dua belas Keng-siang-meh dan mengurut
tujuh Ki-keng-meh, lalu mengguyur mereka dengan air dingin."
Thian Sin
mengangguk dan mengelus dagu kekasihnya. "Bagus, engkau memang hebat. Nah,
aku pergi dulu..." Dia pun lalu lari meninggalkan tempat itu untuk keluar
membantu lima orang tokoh Bu-tong-pai yang tengah dikeroyok oleh banyak anak
buah Siluman Goa Tengkorak dan para tamunya itu.
Kim Hong
juga meninggalkan tempat itu, membawa kedua buah peti hitam yang diikatnya
menjadi satu menggunakan tirai sutera yang terdapat di ruangan itu lantas
pergilah dia ke ruangan dalam untuk mencari gadis-gadis yang dia duga tentu
dikumpulkan dalam suatu tempat.
Dugaan gadis
ini memang tepat. Dia menemukan hampir empat puluh orang wanita yang rata-rata
masih muda dan cantik-cantik, dengan wajah yang pucat dan pandangan mata
kosong, duduk berkumpul di sebuah ruangan besar. Ada empat orang bertopeng
menjaga di depan ruangan, membawa golok dan memandang beringas ketika dia
datang membawa dua buah peti hitam itu.
Empat orang
penjaga ini segera mengenalnya sebagai gadis tawanan yang memberontak dan
melarikan diri, maka tanpa banyak cakap lagi mereka sudah menerjang maju.
Melihat berkelebatnya empat batang golok itu, Kim Hong menggerakkan tangan yang
memegang sutera pengikat dua peti hitam. Cahaya hitam yang lebar melayang,
menyambut keempat batang golok itu dan gerakan ini diikuti oleh kedua kaki Kim
Hong yang menendang empat kali beruntun.
Akibatnya,
empat batang golok yang bertemu dengan peti-peti hitam itu terlempar, disusul
tubuh empat orang itu yang terlempar pula, membentur dinding dan terbanting
roboh, tak mampu bangun kembali karena ketika menendang tadi, Kim Hong
mengerahkan tenaga pada kedua kakinya dan sekali tendang saja remuklah isi
perut empat orang itu.
Kim Hong
mendorong daun pintu ruangan itu hingga terbuka dan puluhan orang gadis itu
memandang kepadanya dengan sinar mata ketakutan. Beberapa orang di antara
mereka bahkan maju dengan sikap menantang.
"Siapa
kamu? Tidak boleh ada orang yang masuk ke sini kecuali ada ijin dari
Sian-su!" kata salah seorang di antara mereka.
Kim Hong
mengangkat muka memandang. Dia tahu bahwa gadis yang usianya baru tujuh belas
tahun lebih ini, yang berwajah amat cantik, adalah kekasih Sian-su atau
setidaknya merupakan gadis yang paling disuka oleh ketua siluman itu. Akan
tetapi, di balik sikapnya yang genit dan binal, juga pandang mata gadis itu
kosong dan sayu tanda bahwa gadis ini penuh oleh hawa jahat atau sihir yang
mempengaruhi, dan wajahnya yang pucat itu pun menandakan bahwa dia telah banyak
terkena obat bius. Semua gerakannya itu tak wajar dan gadis ini pun telah
kehilangan kepribadiannya.
"Siapakah
engkau?" Kim Hong bertanya dengan suara mengandung wibawa.
Akan tetapi
gadis itu tidak terlihat takut, malah melangkah maju sambil mengangkat dagu
dengan sikap tinggi hati. "Aku bernama Thio Siang Ci dan aku adalah murid
terkasih dari Sian-su. Pergilah sebelum aku memanggil pengawal dan
menangkapmu!"
Kim Hong
tersenyum dan menurunkan dua buah peti yang dibawanya, lalu tiba-tiba saja
tubuhnya bergerak ke depan. Akan tetapi dia kecelik kalau menyangka bahwa gadis
itu sebagai murid dan kekasih Sian-su tentu lihai ilmu silatnya. Kiranya gadis
itu sama sekali tidak pandai ilmu silat, dan sama sekali tidak dapat menangkis
atau mengelak ketika dia menotoknya menjadi lumpuh seketika.
Terdengar
jeritan-jeritan kaget dan marah dari para wanita itu. Akan tetapi Kim Hong
tidak peduli dan cepat menggerakkan jari-jari tangannya menotok jalan darah di
tempat-tempat tertentu pada tubuh Thio Siang Ci itu, lalu mengurut jalan darah
Ki-keng-meh.
Gadis itu
nampak tertidur pulas dan Kim Hong lalu melompat dan mengambil sepanci air yang
berada di sudut ruangan, lalu menyiramkan air itu pada kepala Thio Siang Ci.
Gadis itu adalah pengantin yang telah diculik oleh Silumah Goa Tengkorak, yaitu
puteri dari Thio Ki, kembang dusun Ban-ceng.
Pada malam
dia menjadi pengantin bersama The Si Kun, muncul siluman itu membunuh suaminya
kemudian menculiknya. Siluman itu, atau Sian-su, tertarik akan kecantikannya
sehingga semenjak malam itu, di bawah pengaruh sihir dan bius, Thio Siang Ci
menjadi kekasihnya.
Begitu
kepala dan mukanya terguyur air dingin, Thio Siang Ci gelagapan, terbangun dan
seperti baru sadar dari mimpi buruk. Dia bangkit dan memandang ke sekitarnya.
Pandang matanya yang sudah tidak kosong lagi itu terbelalak, mukanya pucat
ketakutan melihat ke arah banyak gadis yang kini sudah serentak bangkit dengan
marah itu.
"Di
mana aku...? Apa... apa yang terjadi...?" Dan agaknya dia teringat, sebab
tiba-tiba dia mendekap mukanya dengan kedua tangan, kemudian menangis
mengguguk, memanggil-manggil ayahnya.
Sementara
itu, gadis-gadis yang hampir empat puluh orang banyaknya itu sudah bangkit
berdiri. Sebagian dari mereka yang berwatak pemberani, karena terdorong oleh
kesetiaan mereka yang tidak wajar terhadap Sian-su, langsung maju hendak
menyerang Kim Hong dengan cakaran dan gebukan.
Kim Hong
maklum bahwa mereka itu adalah wanita-wanita tidak berdosa yang kehilangan
kepribadiannya, maka dia pun cepat bergerak berkelebatan di antara mereka dan
robohlah mereka itu satu demi satu karena sudah tertotok oleh pendekar wanita
sakti ini. Yang lain-lain, yang ketakutan, kini berlutut dan tidak berani
melawan.
Kim Hong
lalu bekerja dengan sibuk dan cepat, menotoki wanita-wanita itu dan mengurut
jalan darah mereka. Kemudian dia mengguyur kepala mereka dengan air yang
diambilnya dari kamar mandi sehingga ruangan itu menjadi becek dan basah.
Akan tetapi
kini keadaan dan suasana menjadi berubah sama sekali. Wanita-wanita yang telah
sadar akan dirinya itu lalu menangis sehingga suasana menjadi riuh rendah
dengan tangis mereka, seolah-olah di tempat itu terdapat perkabungan.
Kim Hong
adalah seorang pendekar wanita yang memiliki kekerasan hati seperti pria dan
tak mengenal kecengengan lagi. Maka, melihat wanita-wanita menangis dengan
cengeng ini, hatinya terasa mengkal dan dia pun sudah bangkit bediri lantas
berkata dengan suara nyaring,
"Kalian
semua diamlah, jangan menangis! Apa lagi yang perlu kalian tangisi? Kalian
telah terseret ke tempat neraka ini, baik melalui bujukan beracun mau pun
diculik, dan kalian hidup di dalam cengkeraman pengaruh ilmu sihir dan obat
bius. Akan tetapi hari ini, aku Toan Kim Hong bersama sahabatku Ceng Thian Sin
datang untuk membasmi gerombolan siluman ini dan membebaskan kalian. Lekaslah
berkemas dan bawa barang-barang kalian masing-masing, kita akan keluar dari
neraka ini dan kalian akan kembali kepada keluarga kalian masing-masing!"
Mendengar
ucapan ini, bermacam-macam sambutan para wanita itu. Ada yang menangis
mengguguk, ada yang tersenyum-senyum gembira, dan ada pula yang ketakutan
karena meragukan apakah keluarga mereka akan sudi menerima mereka kembali. Dan
sebagian besar adalah mereka yang menangis ketakukan dengan penuh keraguan dan
kegelisahan ini.
Agaknya Kim
Hong maklum pula akan hal ini, maka dia pun segera berkata lagi. "Jangan
khawatir, kami akan menjelaskan kepada keluarga kalian! Dan andai kata keluarga
kalian begitu kejam untuk tidak menerima kalian kembali, kalian tetap akan
mampu hidup sendiri karena kami akan membagi-bagikan semua harta peninggalan
Siluman Goa Tengkorak ini di antara kalian sehingga kehidupan kalian akan
terjamin!"
Ucapan ini
tentu saja merupakan hiburan bagi mereka. Kemudian, dengan dipimpin oleh Thio
Siang Ci, mereka semua menjatuhkan diri berlutut di hadapan kaki Kim Hong
sambil menghaturkan terima kasih sehingga bersimpang-siurlah ucapan terima
kasih mereka.
"Sudah...
sudahlah, aku tidak mempunyai cukup waktu untuk segala macam upacara ini!"
Kim Hong menggerak-gerakkan tangan dengan sikap hilang sabar. "Di luar
masih terjadi pertempuran dan aku harus membantu untuk membasmi para siluman
itu. Marilah, cepat, kita harus keluar dari sini!"
Sekarang
para wanita itu sibuk berkemas, lantas mereka pun berbondong-bondong keluar
meninggalkan ruangan itu, mengikuti Kim Hong yang mengajak mereka keluar ke
tempat di mana terjadi pertempuran. Bahkan dengan bantuan wanita-wanita ini,
Kim Hong dapat menghindari jebakan-jebakan rahasia.
Meski pun
tadinya para wanita ini hidup dalam keadaan tersihir dan terbius, mereka tidak
kehilangan ingatan mereka dan mereka tadinya hanya hidup seperti di dalam alam
mimpi, telah kehilangan kepribadian akibat mereka itu diberi minuman-minuman
yang di samping melumpuhkan kemauan sendiri, juga merangsang nafsu-nafsu mereka
sehingga mereka hidup seakan-akan menjadi hamba nafsu yang harus melayani
kebutuhan Sian-su, para anak buahnya dan para tamu, dan semua itu dilakukan
dengan rela sebagai bakti mereka terhadap para dewa, terutama Dewa Kematian
yang mereka puja.
Sementara
itu, di luar daerah Goa Tengkorak terjadi pula kesibukan lain. Serombongan
orang yang memegang pedang, dengan muka marah sekali berbondong-bondong menuju
ke balik tebing Goa Tengkorak. Jumlah mereka ada tiga puluh orang, semuanya
adalah orang-orang yang bersikap gagah dan dipimpin oleh dua orang tosu. Mereka
ini adalah orang-orang Hong-kiam-pang yang dipimpin sendiri oleh Im Yang Tosu
dan Bu Beng Tojin, ketua dan pembantu utamanya.
Seperti kita
ketahui, para murid Hong-kiam-pang dan pemimpinnya ini marah sekali ketika
mendapat kenyataan bahwa Siluman Goa Tengkorak yang sudah membunuh tujuh orang
anggota atau murid mereka itu adalah Pendekar Sadis Ceng Thian Sin. Dan
kemarahan mereka semakin memuncak pada saat Pendekar Sadis ditolong oleh
seorang bertopeng tengkorak lainnya dan bersama siluman itu melarikan diri.
Tentu saja mereka melakukan pengejaran dengan berpencar. Akan tetapi mereka
kehilangan jejak Pendekar Sadis dan temannya di luar daerah Goa Tengkorak.
Karena dua
orang pemimpin mereka mampu berlari lebih cepat dan dalam pengejaran itu
meninggalkan mereka, maka mereka kehilangan dua orang pimpinan itu sehingga
mereka termangu-mangu menanti di depan deretan Goa Tengkorak, tidak tahu harus
berbuat apa karena mereka tidak dapat menemukan jalan masuk dari goa-goa itu.
Sesudah
matahari naik tinggi dan mereka menanti dengan kesabaran yang hampir habis,
tiba-tiba muncullah Bu Beng Tojin memanggul tubuh Im Yang Tosu yang terluka!
Tentu saja para murid Hong-kiam-pang menjadi terkejut sekali. Akan tetapi hati
mereka menjadi lega ketika melihat bahwa luka yang diderita oleh Im Yang Tosu
itu tidaklah hebat, hanya luka kulit daging saja karena pundak kanannya
tertusuk sebuah pisau. Bu Beng Tojin tadi memanggulnya karena ketua
Hong-kiam-pang ini jatuh pingsan!
"Pinto
mencari-cari hingga ke belakang tebing, akan tetapi pinto kehilangan jejak
siluman-siluman itu," kata Bu Beng Tojin menceritakan kepada murid-murid
Hong-kiam-pang.
"Agaknya
suheng juga mencari sampai di sana dan entah apa yang terjadi, tahu-tahu aku
mendapatkan suheng sudah menggeletak pingsan dengan sebuah pisau yang tertancap
di pundaknya. Maka pinto lalu cepat-cepat membawanya ke sini untuk
merawatnya." Bu Beng Tojin sendiri yang merawat luka Im Yang Tosu dan
akhirnya ketua Hong-kiam-pang ini siuman.
Dia mengeluh
dan bangkit duduk, lalu teringat akan apa yang terjadi dan menarik napas
panjang. "Ahh... Pendekar Sadis yang menyamar sebagai siluman itu sungguh
berbahaya sekali...," katanya.
"Apa
yang telah terjadi, suheng? Aku menemukan suheng dalam keadaan pingsan di situ,
lalu suheng kubawa ke sini untuk dirawat."
Im Yang Tosu
memandang kepada pembantunya itu. "Untung sute datang, dan agaknya musuh
langsung lari sehingga tidak sempat membunuhku ketika melihat sute datang. Aku
mengejar sampai ke balik tebing dan melihat bayangan memasuki semak-semak
belukar kemudian lenyap. Aku telah memeriksa dan mencari akan tetapi tak
berhasil menemukan sesuatu. Pada saat aku mulai menjadi bosan mencari dan
hendak pergi, aku mendengar suara dari balik batu karang. Cepat aku mendekati
dan ternyata ada rumpun alang-alang yang terkuak dan di balik rumpun
alang-alang ini terdapat sebuah lubang. Pada saat itu ada bayangan berkelebat
di sebelah dalam lubang yang gelap dan tiba-tiba saja ada pisau menyambar. Aku
kurang cepat mengelak sehingga pisau itu mengenai pundakku. Karena lukanya
hanya luka daging, tidak mungkin aku roboh karena itu, akan tetapi tiba-tiba
aku mencium bau keras dan aku pun tidak ingat apa-apa lagi. Agaknya iblis itu
menggunakan racun atau obat bius...!"
Bu Beng
Tojin bangkit berdiri sambil mengepal tinju mendengar penuturan suheng-nya ini.
Mukanya merah padam, dan dia kelihatan marah sekali. "Sungguh keterlaluan
Pendekar Sadis itu! Kita harus membuat perhitungan, sekarang juga! Aku pun
sudah melihat lubang itu, suheng, dan agaknya lubang itulah jalan yang menuju
ke dalam sarang mereka! Mari kita serbu sekarang juga!"
"Tapi,
susiok, bukankah suhu sudah terluka sehingga perlu beristirahat?" bantah
seorang murid.
"Aku
tidak apa-apa, luka ini tidak ada artinya. Mari kita serbu dan basmi iblis
kejam itu!" Im Yang Tosu juga berkata marah, bangkit semagatnya oleh sikap
pembantunya.
Demikianlah,
mereka berdua segera memimpin tiga puluh orang murid Hong-kiam-pang itu, berbondong-bondong
pergi menuju ke balik tebing Goa Tengkorak. Karena dua orang pimpinan
Hong-kiam-pang itu sekarang sudah menemukan jalan tembusan rahasia, yang berupa
terowongan yang membawa mereka ke sarang Jit-sian-kauw, maka mereka dapat
memasuki terowongan itu dengan sikap hati-hati sekali.
"Bagaimana
pun juga, kita harus berhati-hati," kata Bu Beng Tojin sesudah mereka
mulai memasuki terowongan dan dia berjalan paling depan. "Orang yang sudah
mampu melukai suheng, biar pun secara menggelap, tentulah amat berbahaya."
Pada
sepanjang jalan terowongan, mereka menemukan jebakan-jebakan yang sudah tak
bekerja akibat rusak sehingga beberapa kali Bu Beng Tojin mengeluarkan seruan
marah, "Keparat, sungguh jebakan yang kejam sekali!" terdengar dia
berkata.
Mereka
melanjutkan perjalanan dan akhirnya tibalah mereka di pusat sarang gerombolan
itu dan begitu mereka berloncatan keluar dari mulut terowongan, mereka lalu
tercengang memandang ruangan itu. Pendekar Sadis berdiri di tengah-tengah
ruangan bersama lima orang gagah dari Bu-tong-pai, dan di sekeliling ruangan
yang luas itu nampak berserakan tubuh orang-orang yang memakai jubah dan topeng
tengkorak! Ada pula yang berpakaian biasa, yaitu para tamu yang sedang membantu
gerombolan itu menghadapi orang-orang Bu-tong-pai yang dibantu oleh Thian Sin!
Ketika Thian
Sin meninggalkan Kim Hong dan berlari keluar, dia melihat betapa lima orang
Bu-tong-pai itu masih mengamuk. Akan tetapi mereka terkurung rapat dan mulai
terdesak. Untunglah di situ ada Liang Hi Tojin, yaitu tokoh ke dua dari
Bu-tong-pai yang permainan pedangnya hebat bukan main sehingga untuk sementara,
berkat kelihaian Liang Hi Tojin, kepungan itu masih dapat dibendung dan belum
ada orang Bu-tong-pai yang terluka biar pun mereka telah lelah sekali dan sibuk
mempertahankan diri.
Pada saat
Thian Sin hendak maju, tiba-tiba ada orang yang merangkul kakinya. Thian Sin
cepat menatap ke bawah. Orang itu adalah seorang pemuda yang mengenakan pakaian
mewah. Agaknya dia tidak turut bertempur, akan tetapi sudah keserempet senjata
tajam karena pahanya terluka dan dia kelihatan ketakutan setengah mati.
"Maafkan
aku... ampunkan aku... ah, taihiap, ampunkan aku dan kelak aku akan memberi
taihiap uang sebanyak yang kau minta. Emas, perak, apa saja... asalkan taihiap
bersedia membawa aku keluar dari tempat ini..." Dan orang itu lalu
menangis ketakutan.
Thian Sin
mengenal orang ini sebagai seorang di antara para tamu, yaitu pemuda mewah yang
dia lihat menerima janda Cia Kok Heng pada saat janda muda itu diangkat menjadi
anggota baru, kemudian janda itu oleh Sian-su diberikan kepada pemuda mewah ini
yang menggaulinya secara tidak tahu malu. Kini dia dapat menduga bahwa tentu
ada apa-apa di antara pemuda kaya ini dengan Sian-su dan bukan tidak mungkin
janda itu diculik oleh gerombolan Siluman Goa Tongkorak atas pesanan pemuda
ini.
"Ampun
sih mudah! Akan tetapi akuilah apakah benar engkau yang memesan janda Kok Heng
itu untuk kau perkosa?" Pemuda itu memang pemuda bangsawan dan hartawan
she Phang dari Tai-goan.
Pada saat
itu dia berada dalam ketakutan yang luar biasa, maka mendengar ucapan itu,
tanpa pikir panjang lagi dia pun langsung mengaku saja. Pokoknya, apa pun yang
pernah dilakukannya akan diakui tanpa malu-malu lagi asalkan dia dibebaskan dan
tidak dibunuh.
Hatinya
telah ketakutan sekali melihat betapa orang-orang Bu-tong-pai itu mengamuk dan
membunuhi banyak orang berkedok tengkorak dan begitu Thian Sin muncul, dia pun
telah mengenalnya sebagai pemuda yang diperkenalkan sebagai Pendekar Sadis,
maka walau pun dengan merangkak-rangkak, dia menghampiri dan minta ampun.
"Benar,
taihiap... tapi ampunkan saya..."
"Desss...!"
Tendangan
yang dilakukan oleh Thian Sin tepat mengenai dagu pemuda she Phang itu. Tulang
rahangnya patah-patah dan pemuda itu menangis melolong-lolong. Thian Sin telah
menghampiri dengan langkah lebar dan sekali dia menurunkan kaki kanannya, dia
sudah menginjak pecah kepala orang she Phang itu seperti orang menginjak kepala
ular saja.
Kemudian
Thian Sin terjun ke dalam arena perkelahian dan begitu dia terjun, tentu saja
keadaan menjadi berubah sama sekali. Setiap gerakan kaki tangannya pasti
disusul oleh teriakan mengerikan karena ada seorang pengeroyok yang terjengkang
dan tewas. Dalam beberapa gebrakan saja dia telah merobohkan enam orang
pengeroyok. Hal ini tentu saja membuat para anak buah gerombolan itu menjadi
sangat gentar, akan tetapi sebaliknya membuat lima orang Bu-tong-pai tambah
bersemangat.
Demikianlah,
saat rombongan orang-orang Hong-kiam-pang sampai di tempat itu, mereka hanya
melihat Pendekar Sadis beserta lima orang Bu-tong-pai, ada pun semua anggota
gerombolan Siluman Goa Tengkorak berikut para tamu yang ikut membantu mereka
telah rebah malang melintang, ada yang tewas dan ada pula yang luka-luka.
"Pendekar
Sadis, iblis jahat, kau harus menebus kematian murid-murid kami!" Im Yang
Tosu yang memandang marah kepada pendekar itu langsung meloncat ke depan.
Akan tetapi
Thian Sin meloncat ke belakang dan berkata dengan suara nyaring. "Im Yang
Tosu, sabarlah dan dengarlah dulu penjelasanku!"
Akan tetapi
tiba-tiba Bu Beng Tojin telah menggerakkan pedangnya dan menyerang Thian Sin
dengan dahsyat sambil berteriak, "Tak usah banyak cerewet lagi,
dosa-dosamu sudah bertumpuk!"
Serangan
tosu itu dahsyat bukan kepalang, akan tetapi Thian Sin dapat mengelak dengan
sigapnya tanpa membalas, melainkan berseru, "Tahanlah, totiang...!"
"Ceng
Thian Sin, dosamu sudah bertumpuk, kini mau bicara apa lagi? Pinto sendiri yang
menangkapmu sebagai Siluman Goa Tengkorak, dan dalam tawanan kami engkau sudah
ditolong oleh seorang anggota gorombolon Siluman Goa Tengkorak! Kini engkau
masih mau pura-pura lagi ?" Berkata demikian, Bu Beng Tojin dengan
kemarahan meluap-luap telah menerjang lagi dengan pedangnya, mengirim serangan
maut yang amat berbahaya.
Agaknya
kakek pendeta ini benar-benar sakit hati karena kematian tujuh orang muridnya,
maka kini dia menyerang bagaikan orang yang mata gelap. Kembali Thian Sin
mengelak cepat sehingga pedang itu bercuit lewat di atas kepalanya.
"Tahan
dan biarkan aku bicara dulu, totiang!" Thian Sin berseru.
"Sute,
biarlah kita dengar apa yang hendak dikatakan Pendekar Sadis alias Siluman Goa
Tengkorak ini!" kata Im Yang Tosu.
"Perlu
apa mendengarkan ucapannya yang palsu, suheng? Bukankah baru saja dia telah
melukai dan nyaris membunuh suheng?" bentak Bu Beng Tojin yang tak dapat
menahan kemarahannya, sepasang matanya berapi-api dan mukanya merah sekali.
"Susiok,
suhu minta kita mendengarkan dia bicara dulu. Untuk menyerangnya nanti juga
masih belum terlambat," kata seorang murid Im Yang Tosu dan
saudara-saudaranya telah mengurung Pendekar Sadis dengan pedang terhunus.
"Tidak
perlu bicara lagi dengan iblis kejam ini!" bentak Bu Beng Tojin yang telah
kembali menerjang dan menyerang Thian Sin.
Pendekar ini
mendongkol bukan main, akan tetapi karena dia teringat bahwa kemarahan tokoh ke
dua dari Hong-kiam-pang ini adalah karena sakit hati mengingat muridnya tewas
di tangan Siluman Goa Tengkorak, maka dia pun berusaha menahan kedongkolan
hatinya dan mengelak ke kiri dengan cepat. Akan tetapi, tiba-tiba ada angin
bercuitan dan sinar terang menyambar dari kiri.
"Siancai,
dosamu memang terlalu banyak, Pendekar Sadis!" itulah suara Im Yang Tosu
yang sudah menyerangnya, terbangun semangatnya oleh kemarahan sute-nya.
Murid
Hong-kiam-pang juga mulai bergerak menyerang Thian Sin. Tentu saja pendekar ini
terkejut sekali dan cepat dia melempar tubuh ke belakang, berjungkir balik
menghindarkan sambaran pedang Im Yang Tosu yang amat lihai.
"Trang-trang-trang...!"
Ketika Bu
Beng Tojin menyerang kembali, tiba-tiba pedangnya bertemu dengan pedang di
tangan Liang Hi Tojin, tokoh ke dua dari Bu-tong-pai. Keduanya merasa betapa
tangan mereka tergetar dan dengan hati terkejut Bu Beng Tojin segera melompat
ke belakang, memeriksa pedangnya yang ternyata tidak rusak, kemudian dia
menudingkan pedangnya kepada Liang Hi Tojin.
"Bagus!
Apakah pendeta Bu-tong-pai sekarang berpihak kepada gerombolan penjahat?!"
bentaknya.
"Siancai!
Bu Beng toyu dari Hong-kiam-pang, hendaknya bersikap tenang dan sabar dulu.
Setiap persoalan dapat dibicarakan dan siapa yang bersalah wajib dihukum. Akan
tetapi pinto sendiri sangat ingin tahu kenapa justru Ceng-taihiap yang dituduh
sebagai Siluman Goa Tengkorak, padahal dia yang telah membasmi gerombolan
ini?"
"Toyu
harap jangan mudah tertipu oleh kelicikannya!" Bu Beng Tojin berseru marah
sekali. "Sejak dahulu siapa yang tidak mendengar nama Pendekar Sadis yang
amat kejam? Dan sekarang, pinto sendiri yang menangkap basah, ketika dia
berpakaian dan bortopeng sebagai Siluman Goa Tengkorak. Agaknya dengan licik
dia telah bersandiwara, menipu toyu dan kawan-kawan dari Bu-tong-pai,
berpura-pura memusuhi Siluman Goa Tengkorak. Lebih baik toyu bantu kami untuk
menangkapnya!" Berkata demikian, Bu Beng Tojin sudah hendak menyerang
lagi.
Suasana
menjadi tegang karena para murid Hong-kiam-pang kembali terpengaruh oleh ucapan
susiok mereka, bahkan Im Yang Tosu juga memandang kepada Liang Hi Tojin dengan
mata bersinar marah.
"Betapa
pun juga, kami dari Hong-kiam-pang semua menyaksikan bahwa memang benar
Pendekar Sadis pernah kami tangkap sebagai Siluman Goa Tengkorak lantas
dibebaskan oleh seorang anggota gerombolan penjahat ini!" katanya.
Pada saat
itu pula, tiba-tiba pintu sebelah dalam terbuka dan muncullah Kim Hong yang
membawa dua buah peti hitam diikuti oleh empat puluh orang gadis-gadis muda
cantik yang masih kelihatan berduka itu. Gadis ini cepat meloncat ke depan
ketika melihat Thian Sin dikurung oleh orang-orang Hong-kiam-pang karena dia
sempat mendengar ucapan Im Yang Tosu tadi.
"Tahan...!"
serunya dengan nyaring sehingga semua orang menengok dan memandang kepadanya.
"Memang akulah orangnya yang telah menolongnya dari tangan orang-orang
Hong-kiam-pang yang haus darah dan yang ceroboh sekali dalam tindakan mereka!
Kami memang sudah menyamar sebagai anggota gerombolan Siluman Goa Tengkorak,
akan tetapi hal itu kami lakukan untuk dapat membasmi gerombolan ini seperti
yang telah kami lakukan hari ini!"
"Bohong!"
Tiba-tiba Bu Beng Tojin berseru marah. "Gadis ini adalah teman baik
Pendekar Sadis, tentu saja dia hendak membelanya! Kalau toh mereka berdua memang
menentang gerombolan ini, agaknya hanya ingin merampas harta kekayaannya saja.
Buktinya, benda apakah yang dibawa oleh nona ini?" Bu Beng Tojin menunjuk
dengan pedangnya ke arah dua peti hitam yang dibawa oleh Kim Hong itu.
Gadis itu
tersenyum. "Totiang, agaknya engkau terlampau curiga dan memandang bahwa
orang-orang lain kecuali para pendeta adalah orang-orang jahat belaka. Tanyakan
saja pada gadis-gadis ini, siapa yang membebaskan mereka dari cengkeraman
Siluman Goa Tengkorak kalau bukan kami? Dan mengenai dua peti ini, memang
isinya adalah harta benda yang amat banyak!" Berkata demikian, Kim Hong
sengaja membuka dua peti hitam itu dan semua orang terbelalak memandang kepada
dua peti yang isinya penuh dengan benda-benda yang berkilauan, emas perak serta
batu-batu permata yang harganya sukar dinilai.
Melihat ini,
Liang Hi Tojin mengerutkan alisnya dan memandang kepada Pendekar Sadis.
"Taihiap, pinto sendiri tidak mengerti, apa artinya peti berisi harta
itu?"
Sebelum
Thian Sin menjawab, dan memang pendekar ini masih bingung dan belum siap
menjawab pertanyaan ini, Kim Hong telah berkata nyaring.
"Totiang,
harta kami ada puluhan kali lebih banyak dari pada isi kedua peti ini. Apa
artinya harta ini bagi kami berdua? Kami memang sengaja merampasnya dari tangan
Siluman Goa Tengkorak serta pembantunya yang agaknya hendak melarikan dua buah
peti harta ini keluar sarang. Dan kami sudah mengambil keputusan mengenai harta
ini. Gadis-gadis ini sudah banyak menderita, mereka diculik dan dibujuk oleh
gerombolan jahat. Sekarang mereka akan kami pulangkan ke keluarga masing-masing
dan semua harta ini akan kami bagi-bagi untuk mereka, juga untuk keluarga Tujuh
Pendekar Tai-goan yang telah tewas. Bagaimana pendapatmu, Liang Hi Tojin?"
"Siancai...
sungguh merupakan pikiran yang bagus sekali!" Liang Hi Tojin memuji.
"Ceng-taihiap, harap maafkan keraguan pinto tadi." Tokoh Bu-tong-pai
ini menjura kepada Thian Sin yang hanya tersenyum sambil memandang ke arah
kekasihnya dengan rasa kagum dan terima kasih.
"Dan
bagaimana dengan pendapat para pimpinan dari Hong-kiam-pang?" Kini Thian
Sin bertanya kepada Im Yang Tosu dan Bu Beng Tojin.
"Kalau
memang benar seperti apa yang pinto dengar tadi, memang tepat sekali jika harta
itu dibagi-bagi kepada bekas para korban," jawab Im Yang Tosu.
"Dan
bagaimana pendapatmu, Bu Beng Totiang?" Thian Sin bertanya kepada Bu Beng
Tojin yang masih kelihatan marah dan penasaran itu.
Pendeta ini
mengerutkan kedua alisnya. "Kami adalah orang-orang yang mengutamakan
kebenaran dan selalu akan menentang kejahatan. Kalau memang benar Pendekar
Sadis bukan Siluman Goa Tengkorak, tentu saja kami pun setuju. Akan tetapi kami
masih tidak mengerti bagaimana sebagai orang yang menentang Siluman Goa
Tengkorak, Pendekar Sadis memakai pakaian anggota gerombolan itu dan menyerang
kami, bahkan tadi sudah melukai suheng!" Sepasang mata pendeta ini
memandang dengan penuh tantangan dan rasa penasaran. Thian Sin tersenyum.
"Itu
tidak aneh, totiang. Ketika itu aku dalam keadaan tertawan dan terbius oleh
Siluman Goa Tengkorak dan agaknya aku sengaja diberi pakaian dan topeng anggota
gerombolan mereka. Kemudian mereka sengaja menyerahkan aku pada pihak
Hong-kiam-pang yang mendendam kepada Siluman Goa Tengkorak atas kematian tujuh
orang muridnya."
"Tapi
kenapa engkau menyerang pinto?" Bu Beng Tojin bertanya, mendesak
penasaran. "Pinto sendiri yang menawanmu, disaksikan oleh semua anak murid
Hong-kiam-pang!"
"Huh,
kalau saja dia dalam keadaan sadar mana mungkin engkau mampu menawannya?"
Tiba-tiba Kim Hong berkata dengan suara galak dan dingin.
Akan tetapi
Thian Sin mengangkat tangan memberi isyarat agar kekasihnya itu menahan
kemarahannya. "Bu Beng totiang, telah kukatakan bahwa aku dalam keadaan
tidak sadar dan terbius. Kalau aku kelihatan menyerangmu, hal itu tentu hanya
akal dari Siluman Goa Tengkorak saja untuk mengelabui mata orang-orang
Hong-kiam-pang. Ingat, siluman itu adalah seorang yang mahir mempergunakan ilmu
sihir! Dan tentang orang yang melukai Im Yang totiang, aku sama sekali tidak
melakukannya karena aku dan Kim Hong sedang sibuk menyerbu ke dalam sarang
gerombolan ini. Agaknya tentulah siluman itu pula yang melakukannya, mungkin
ketika hendak melarikan diri, ketahuan oleh Im Yang totiang dan menyerangnya."
Im Yang Tosu
mengangguk-angguk. "Sute, agaknya keterangan dari Ceng-taihiap itu betul
semua. Sayang bahwa siluman itu tidak dapat berhadapan dengan pinto
sendiri."
Dia lantas
menoleh ke kanan kiri, melihat semua orang bertopeng tengkorak itu malang melintang.
"Apakah taihiap sudah berhasil merobohkan siluman itu yang menjadi kepala
gerombolan?"
"Sayang,
dia berhasil meloloskan diri, totiang. Akan tetapi aku bertekad untuk
mencarinya terus dan baru berhenti kalau sudah dapat membekuknya."
Dengan disaksikan
oleh Liang Hi Tojin, Im Yang Tosu dan Bu Beng Tojin, Kim Hong dan Thian Sin
membagi-bagikan harta benda itu kepada para gadis bekas korban gerombolan. Juga
bagian untuk Cia Liong dan Cia Ling, lalu diserahkan kepada Im Yang Tosu untuk
mengurus dan menyerahkannya.
Semua gadis
itu lalu diantarkan oleh para anggota Hong-kiam-pang untuk dikembalikan ke
tempat tinggal masing-masing. Sebelum mereka meninggalkan tempat itu, mereka
semua berlutut dan menangis, menghaturkan terima kasih kepada Thian Sin dan Kim
Hong.
"Im Yang
totiang," kata Thian Sin. "Mengingat bahwa mendiang saudara Cia Kong
Heng adalah seorang murid Kun-lun-pai sebelum menjadi anggota Hong-kiam-pang,
maka aku harap totiang sudi menaruh kasihan terhadap putera serta puterinya dan
dapat menyuruh orang mengantarkan mereka ke Kun-lun-pai supaya menjadi murid di
sana. Harta bagian mereka dapat dipergunakan untuk perawatan mereka, juga untuk
bekal mereka sesudah dewasa karena mereka sudah kehilangan ayah bunda."
Im Yang Tosu
mengangguk-angguk, kemudian mereka semua pergi meninggalkan tempat itu. Thian
Sin membakar sarang itu dan menghancurkan semua benda, termasuk tempat pemujaan
yang juga menjadi tempat maksiat atau pesta-pesta cabul itu.
***************
Sampai hampir
sebulan lamanya Thian Sin serta Kim Hong melakukan penyelidikan dan mencari
jejak kaburnya Siluman Goa Tengkorak, ketua dari Jit-sian-kauw. Perkumpulan itu
sendiri, yang merupakan gerombolan penjahat kejam, telah dapat dibasmi. Akan
tetapi kalau kepalanya itu masih berkeliaran, maka dunia masih terancam bahaya
besar.
Di balik
topeng tengkorak itu tersembunyi seorang manusia yang benar-benar berhati
iblis, yang loba akan harta benda dan kedudukan, yang haus dengan kesenangan
cabul, dan terutama sekali amat berbahaya karena selain ilmu silatnya tinggi,
juga pandai ilmu sihir. Karena itu sudah bulat tekad dalam hati Thian Sin dan
Kim Hong untuk mencari sampai ketemu dan membasmi Siluman Goa Tengkorak itu.
Namun
siluman itu seperti telah menghilang ditelan bumi, sama sekali tidak
meninggalkan jejak! Dan setelah menanti sebulan sambil menyelidiki dengan
teliti, siluman itu tetap saja tidak pernah terdengar beraksi.
Akan tetapi
Pendekar Sadis dan kekasihnya itu adalah dua orang pendekar yang biar pun masih
muda tapi telah memiliki pengalaman yang luas di dunia kang-ouw, terkenal
pandai dan cerdik bukan main sehingga tentu saja mereka tak tinggal diam dan
telah melakukan penyelidikan yang sangat teliti, mengambil
kesimpulan-kesimpulan disertai pertimbangan-pertimbangan yang matang.
***************
Sementara
itu, Im Yang Tosu telah menyuruh seorang muridnya untuk mengantarkan Cia Liong
dan Cia Ling ke Kun-lun-pai. Bersama mereka dibawakan pula bagian harta mereka
untuk bekal kelak kalau mereka sudah dewasa.
Dan pada
suatu hari, kurang lebih sebulan semenjak gerombolan Siluman Goa Tengkorak
ditumpas, Hong-kiam-pang mengadakan pesta. Karena Pendekar Sadis serta
kekasihnya masih tinggal di sebuah hotel di Tai-goan, mereka berdua pun
menerima undangan.
Selain untuk
merayakan hari ulang tahun ketua Im Yang Tosu yang sudah genap berusia tujuh
puluh tahun, pesta yang diadakan oleh Hong-kiam-pang itu juga untuk mengadakan
sedikit perubahan dalam susunan pengurus perkumpulan itu. Im Yang Tosu merasa
telah terlalu tua untuk menjadi ketua Hong-kiam-pang dan kedudukannya sebagai
ketua akan diserahkan kepada Bu Beng Tojin.
Hal ini
sebenarnya adalah wajar saja karena bukankah selama ini Bu Beng Tojin sudah
menjadi pembantu utama dari ketua itu? Akan tetapi, menurut desas-desus orang
luaran, tentu akan terjadi perdebatan seru karena Hong-kiam-pang dianggap
sebagai cabang dari Kun-lun-pai, sedangkan Bu Beng Tojin sama sekali bukanlah
murid Kun-lun-pai, biar pun hal ini bukan berarti bahwa dia asing akan ilmu silat
dari Kun-lun-pai. Tokoh ini memang seorang ahli dalam berbagai macam ilmu
silat, termasuk pula ilmu silat Kun-lun-pai, dan karena inilah maka Im Yang
Tosu percaya dan kagum kepadanya.
Karena
Hong-kiam-pang adalah sebuah perkumpulan silat yang cukup ternama di daerah
Tai-goan, maka di dalam kesempatan itu banyak juga tokoh-tokoh kang-ouw dan
jago-jago silat yang datang berkunjung untuk menghaturkan selamat kepada Im
Yang Tosu yang berulang tahun dan kepada Bu Beng Tojin yang diangkat menjadi
ketua Hong-kiam-pang baru.
Sejak pagi
para tamu telah berbondong-bondong mendatangi kuil Hong-kiam-pang itu dan
mereka dipersilakan duduk di halaman samping yang luas dari rumah perkumpulan
yang ada kuilnya itu. Sebuah panggung yang tingginya hampir dua meter dan cukup
luas telah dibangun, dan dua orang pimpinan Hong-kiam-pang sudah nampak duduk
di atas kursi di panggung itu. Para anak buah Hong-kiam-pang yang gagah-gagah
dan berpakaian serba baru menyambut para tamu, ada pula yang bertugas
mengeluarkan arak serta melayani para tamu dengan sikap ramah, gagah dan
cekatan.
Thian Sin
terlihat datang sendirian dan dia disambut oleh murid kepala lalu dibawa naik
ke atas panggung melewati anak tangga, menghadap dua orang pimpinan
Hong-kiam-pang. Pendekar ini memberi hormat lalu memberi selamat kepada Im Yang
Tosu dan berkata, "Semoga Im Yang totiang diberkahi usia panjang oleh
Thian dan selalu sehat lahir batin."
Im Yang Tosu
mengucapkan terima kasih dan Bu Beng Tojin mengerutkan alisnya karena pendekar
itu sama sekali tidak memberi selamat kepadanya. Walau pun secara resmi dia
belum diangkat dan pengangkatan itu akan dilakukan nanti, akan tetapi seperti
para tamu lain, tentu pendekar ini sudah mendengar akan pengangkatannya dan
banyak yang sudah memberi selamat. Maka dia pun diam saja dan hanya memandang
kepada pendekar ini dengan alis berkerut.
Thian Sin
maklum pula akan sikap ini dan dia hanya tersenyum melihat tosu yang keras hati
ini dan yang agaknya tak pernah dapat melenyapkan kebenciannya terhadap
dirinya. Dia lalu dipersilakan duduk pada bagian kursi kehormatan, yaitu
belasan buah kursi yang berderet di tepi panggung.
Di kursi
kehormatan ini terdapat pula Thian To Sinjin, tokoh Kun-lun-pai yang mewakili
perkumpulan itu menghadiri pesta yang diadakan oleh Hong-kiam-pang. Thian To
Sinjin ini adalah seorang tosu Kun-lun-pai tingkat tiga dan usianya sudah lebih
dari enam puluh tahun, sikapnya tenang dan ramah. Dia pun sudah mengenal baik
Thian Sin, maka begitu pemuda ini duduk di dekatnya, dia sudah menegur ketika
pendekar itu memberi hormat.
"Selamat
bertemu, Ceng-taihiap. Kenapa taihiap hanya datang sendirian saja, dan mana
Toan-lihiap?"
Hanya orang
yang sudah kenal baik dan akrab saja yang berani menanyakan isteri atau kekasih
seperti yang baru diucapkan oleh tokoh Kun-lun-pai kepada Thian Sin itu. Thian
Sin tersenyum dan menjawab lirih,
"Dia
nanti tentu datang, locianpwe. Mungkin ada sedikit urusan yang membuatnya
datang terlambat."
Thian Sin
memang seorang pendekar yang berwatak halus dan sangat pandai membawa diri
sebagai orang yang terpelajar. Terhadap para tokoh tua, dia tidak segan-segan
untuk menyebutnya dengan sebutan locianpwe untuk mengangkat serta menghormati
tokoh itu dan merendahkan diri sendiri, walau pun tingkat kepandaiannya tidak
kalah oleh tokoh ini.
Setelah
waktu yang ditentukan tiba dan para tamu sudah memenuhi tempat itu, Im Yang
Tosu lalu bangkit berdiri. Tosu tua ini masih memiliki suara yang nyaring pada
waktu dia menghaturkan selamat datang dan terima kasih kepada para tamu yang
telah memenuhi undangan Hong-kiam-pang, juga mengucapkan selamat kepadanya yang
sudah berusia tujuh puluh tahun.
Kemudian dia
melanjutkan dengan pengumuman yang sudah dinanti-nanti oleh beberapa orang
dengan hati berdebar. "Cu-wi yang terhormat, pinto telah berusia tujuh
puluh tahun maka telah tiba saatnya bagi pinto untuk mengundurkan diri dan
hanya tekun bersemedhi. Akan tetapi, Hong-kiam-pang yang dapat dibilang masih
muda harus hidup terus. Namun sebuah perkumpulan tak mungkin hidup tanpa
pimpinan dan setelah pinto mengundurkan diri, maka pinto akan menyerahkan
pimpinan Hong-kiam-pang kepada sute pinto, yaitu Bu Beng Tojin."
Tiba-tiba
nampak kegelisahan di antara para murid Hong-kiam-pang.
"Suhu...!"
Im Yang Tosu
menoleh dengan alis berkerut. Seorang laki-laki berusia empat puluh tahun yang
bersikap gagah telah naik ke atas panggung, lalu memberi hormat kepada Im Yang
Tosu.
"Suhu,
bukan sekali-kali teecu bermaksud kurang sopan dan membantah keputusan suhu.
Akan tetapi teecu mewakili para murid suhu yang juga menjadi murid Kun-lun-pai
untuk menyatakan suara hati kami."
Im Yang Tosu
kelihatan tidak senang, sebab itu dia membentak, "Sui Lok, apa maksudmu
mengganggu pernyataanku?"
"Suhu,
perkumpulan kita adalah cabang dari Kun-lun-pai dan suhu sendiri adalah seorang
tokoh Kun-lun-pai sebagai pendiri Hong-kiam-pang. Kami maklum bahwa susiok Bu
Beng Tojin memiliki ilmu kepandaian yang tinggi dan menjadi pembantu dan
kepercayaan suhu. Akan tetapi, mengingat bahwa susiok Bu Beng Tojin bukanlah
murid Kun-lun-pai, maka kami merasa berat untuk menerima beliau sebagai
ketua..."
"Sui
Lok, apakah engkau menganggap bahwa kedudukan ketua itu sebaiknya dioperkan
kepadamu saja?" Tiba-tiba saja Bu Beng Tojin sudah bangkit dan mendekati
suheng-nya sambil memandang kepada murid keponakan itu dengan sinar mata marah.
"Walau pun suheng merupakan tokoh Kun-lun-pai, tapi Hong-kiam-pang adalah
sebuah perkumpulan yang bebas dan juga terlepas dari induk perkumpulan mana
pun. Katakanlah bahwa Ilmu Hong-kiam-sut memiliki sumber dari Kun-lun-pai, akan
tetapi ilmu itu terus dikembangkan dan sama sekali bukan cabang dari
Kun-lun-pai. Suheng telah memilihku, dan aku sendiri selama bertahun-tahun
telah mengurus Hong-kiam-pang. Seorang ketua haruslah anggota perkumpulan dan
hendak kulihat, siapakah di antara para anggota Hong-kiam-pang yang lebih mahir
Ilmu Pedang Hong-kiam-sut dari pada aku. Yang merasa lebih pandai, silakan
maju!"
"Tapi
susiok..." Sui Lok yang mewakili saudara-saudara seperguruannya itu masih
hendak membantah, akan tetapi Im Yang Tosu segera menengahi.
"Sui
Lok dan semua murid-muridku, hendaknya tak ada yang membantah apa yang telah
menjadi keputusanku. Ketahuilah bahwa di dalam hal mengembangkan ilmu pedang
kita, sute Bu Beng Tojin sudah banyak membantu dan memberi saran. Pinto
sendiri, sebagai pencipta dan pendiri Hong-kiam-pang, belum tentu mampu
menandinginya dalam hal ilmu pedang perkumpulan kita. Nah, siapa lagi yang
lebih pantas memimpin Hong-kiam-pang kecuali dia? Tentang Kun-lun-pai,
agaknya... pendapat sute memang benar. Tadinya kita menganggap perkumpulan kita
sebagai cabang dari Kun-lun-pai hanya karena mengingat bahwa pinto adalah
seorang murid Kun-lun-pai. Namun mengingat bahwa para anggota dan murid
Hong-kiam-pang terdiri dari bermacam-macam aliran, maka tidaklah tepat jika
dikatakan bahwa Hong-kiam-pang adalah cabang Kun-lun-pai."
Mendengar
betapa pendiri Hong-kiam-pang sendiri agaknya berkeras membela Bu Beng Tojin,
para murid Hong-kiam-pang menjadi gelisah dan bingung, ada pun Sui Lok sendiri
segera menoleh ke arah Thian Sin yang duduk di dekat Thian To Sinjin dan dia
melihat pendekar itu masih tersenyum-senyum tenang saja.
"Suhu,
karena di sini juga terdapat supek Thian To Sinjin sebagai wakil Kun-lun-pai,
maka biarlah teecu mohon petunjuk kepada beliau saja!" akhirnya Sui Lok
berkata dengan suara nyaring.
Para tamu
yang mendengar perbantahan itu tak ada yang berani turut mencampuri, akan
tetapi diam-diam mereka merasa tegang dan gembira karena dapat menduga bahwa di
dalam pengangkatan ketua baru ini agaknya terdapat suatu kericuhan atau mungkin
juga perebutan kekuasaan. Karena Sui Lok tadi menyebut namanya, sekarang seluruh
mata ditujukan kepada tokoh Kun-lun-pai itu.
"Siancai...!
Kami sebagai tamu sebenarnya tidak seharusnya mencampuri urusan dalam. Akan
tetapi karena nama kami telah disebut, biarlah kami mengemukakan pendapat kami
sebagai wakil Kun-lun-pai." Kakek itu berkata lantang dengan sikap yang
gagah.
"Sebuah
perkumpulan tentu saja ditentukan oleh pendirinya, dan karena Hong-kiam-pang
didirikan oleh sute Im Yang Tosu, maka terserah kepadanya apa bila hendak
memisahkan perkumpulan ini dari Kun-lun-pai. Hanya kami peringatkan bahwa kalau
tidak mau disebut sebagai cabang Kun-lun-pai, selanjutnya sama sekali tidak
boleh menyebut-nyebut nama Kun-lun-pai dan segala sepak terjang seluruh murid
Hong-kiam-pang bukan lagi menjadi tanggung jawab Kun-lun-pai. Hanya itulah yang
perlu pinto jelaskan." Kakek itu lalu duduk kembali.
Dengan muka
merah Bu Beng Tojin lalu berkata, suaranya lantang, "Baik sekali! Memang
sejak dahulu tidak ada hubungan apa-apa antara Hong-kiam-pang dan Kun-lun-pai.
Kami memiliki anggaran dasar dan peraturan sendiri. Kami menerima murid-murid
dari berbagai aliran, bukan hanya dari aliran Kun-lun-pai. Nah, sebagai seorang
ketua baru, sejak detik ini juga pinto menyatakan bahwa Hong-kiam-pang bukan
cabang Kun-lun-pai dan segala sepak terjang Hong-kiam-pang tidak ada sangkut
pautnya dengan Kun-lun-pai!"
"Bu
Beng Tojin, perlahan dulu!" Tiba-tiba terdengar suara yang lebih nyaring
lagi sehingga membuat semua orang memandang, dan ternyata Thian Sin sudah
berdiri di hadapan Bu Beng Tojin dan Im Yang Tosu, di atas panggung.
Melihat
majunya pendekar ini, Sui Lok lalu cepat-cepat mengundurkan diri dan bercampur
dengan saudara-saudaranya. Semua orang menjadi makin tegang dan gembira.
Sekarang urusan menjadi makin berbelit dan banyak pihak yang tersangkut, apa
lagi mereka yang mengenal pemuda gagah itu sebagai Pendekar Sadis, menjadi
bertanya-tanya di dalam hati, apa hubungan Pendekar Sadis dengan pengangkatan
ketua Hong-kiam-pang itu.
"Pendekar
Sadis! Engkau yang banyak dibenci karena kekejaman dan sepak terjangmu, ada
urusan apakah maka engkau sebagai orang luar hendak mencampuri urusan dalam
Hong-kiam-pang kami?" Bu Beng Tojin membentak dengan mata melotot marah.
"Memang
amat banyak yang membenciku, Bu Beng Tojin, akan tetapi yang membenciku adalah
para penjahat karena aku selalu menentang kejahatan. Dan mengenai urusanku, kau
dengarkan saja." Thian Sin kemudian menghadapi Im Yang Tosu, sepasang
matanya mencorong dan suaranya mengandung getaran kuat sekali. "Im Yang
totiang, sadarlah dan ingat baik-baik, sudah sepenuh hatimukah maka totiang
mengangkat Bu Beng Tojin sebagai penggantimu, menjadi ketua baru Hong-kiampang?
Ingat baik-baik dan sadarlah!"
Semua orang
terkejut melihat kekasaran Thian Sin, kemudian melihat betapa kakek tua itu
terbelalak dan mukanya berubah pucat.
"Apa...?
Pengangkatan ketua baru? Ahh, tentu saja... hal itu tergantung kepada pemilihan
para anggota..."
"Suheng!
Bukankah suheng telah mengangkatku sebagai ketua baru? Aku Bu Beng Tojin, yang
sudah suheng tetapkan untuk menjadi ketua baru menggantikan suheng!"
Di dalam
suara Bu Beng Tojin ini juga terkandung kekuatan yang hebat. Wajah Im Yang Tosu
nampak semakin pucat dan napasnya terengah-engah.
"Ah,
ya... itu benar, sute Bu Beng Tojin yang akan menjadi ketua... tapi... tapi
tergantung kepada para anggota..." Kakek itu menjadi bimbang ragu.
"Suheng...!"
bentak Bu Beng Tojin.
"Im
Yang totiang!" Thian Sin juga berseru.
Im Yang Tosu
kelihatan semakin bingung dan pucat, bahkan tubuhnya terguncang dan tergetar,
seperti orang yang terserang demam. Pada saat itu nampak Thian To Sinjin dari
Kun-lun-pai bangkit dari kursinya, menghampiri ketua Hong-kiam-pang itu dan
menuntun tangannya.
"Sute,
engkau lelah, sebaiknya mengaso dulu."
Dan dia pun
menarik sute-nya itu kembali ke tempat duduknya. Anehnya, Im Yang Tosu
kelihatan menurut saja seperti seorang anak kecil! Tidak ada yang tahu bahwa
tadi ketua Hong-kiam-pang ini tertarik ke sana-sini di antara dua orang yang
menggunakan kekuatan sihir, yang seorang hendak mempengaruhinya dan yang
seorang hendak membebaskan tosu itu. Hanya Thian To Sinjin saja yang agaknya
dapat menduga akan hal itu, maka dia cepat menariknya kembali untuk duduk dan
beristirahat.
"Ha-ha-ha,
sebaiknya begitu. Beristirahatlah dengan tenang, Im Yang totiang dan biarkan
aku membereskan persoalan ini!" kata Thian Sin.
"Pendekar
Sadis! Engkau sebagai orang luar, sungguh tidak patut sekali jika mencampuri
urusan dalam dari Hong-kiam-pang! Engkau telah melanggar aturan sopan santun di
dunia persilatan!" Bu Beng Tojin berteriak marah.
"Bu
Beng Tojin, memang aku bukanlah anggota Hong-kiam-pang, akan tetapi aku adalah
sahabat baik Hong-kiam-pang yang tidak rela melihat Hong-kiam-pang diselewengkan."
"Mulut
busuk! Apa maksudmu?" bentak Bu Beng Tojin.
Akan tetapi
Thian Sin tidak menjawab bentakan ini melainkan menghadapi para tamu dan juga
pihak tuan rumah. "Cu-wi yang mulia, para anggota Hong-kiam-pang yang
tercinta! Kita semua tahu bahwa Hong-kiam-pang adalah perkumpulan orang-orang
gagah, para pendekar yang menentang kejahatan. Oleh karena itu, tidak
sepatutnya bila perkumpulan orang gagah ini diketuai oleh seorang penjahat
besar seperti Bu Beng Tojin ini!"
Kata-kata
ini sungguh hebat bukan kepalang. Bukan hanya semua tamu yang terbelalak,
bahkan semua anggota Hong-kiam-pang menjadi pucat wajahnya dan juga Im Yang
Tosu sendiri yang pada saat itu telah tenang kembali, cepat bangkit dari tempat
duduknya.
"Ceng-taihiap,
apa maksudmu dengan ucapan itu?" tanyanya nyaring, agaknya penasaran
mendengar pembantunya disebut penjahat besar!
Melihat
sikap suheng-nya dan para murid Hong-kiam-pang serta para tamu yang agaknya
berpihak kepadanya, walau pun dia sendiri menjadi pucat, Bu Beng Tojin segera
tertawa, "Ha-ha-ha, sekarang sudah nampak belangnya Pendekar Sadis,
menuduh dan memfitnah secara membuta tuli. Siapa bilang bahwa aku Bu Beng Tojin
yang selama ini dengan jujur memimpin Hong-kiam-pang menjadi penjahat
besar?"
Akan tetapi
Thian Sin tidak terpengaruh oleh ucapan itu. Dia masih memandang kepada semua
yang hadir. "Cu-wi yang mulia, juga Im Yang totiang yang terhormat,
biarlah aku memperkenalkan."
Dia lantas
menudingkan telunjuknya ke arah muka Bu Beng Tojin. "Inilah dia orang yang
menyebut dirinya sebagai Sian-su! Ini dia Siluman Goa Tengkorak yang sudah
memimpin gerombolan penjahat kejam yang telah kita basmi!"
Ucapan ini
bahkan lebih mengejutkan lagi.
"Ceng-taihiap,
harap engkau jangan menuduh sembarangan saja!" Im Yang Tosu bahkan
berteriak marah.
Wajah Bu
Beng Tojin sendiri tadi menjadi pucat sekali, akan tetapi dia segera mengambil
sikap tenang, bahkan tersenyum lebar.
"Ahhh,
sungguh sebuah tuduhan yang sangat menggelikan! Pinto sendiri yang membantu
membasmi gerombolan itu, bagaimana engkau dapat menuduh demikian, apakah engkau
sudah menjadi gila?"
"Ceng-taihiap,
buktikan kebenaran tuduhanmu itu!" Im Yang Tosu yang sudah bangkit berdiri
itu pun turut menuntut.
Tuduhan itu
sangat hebat baginya. Kalau tuduhan itu tidak benar, berarti Pendekar Sadis
sudah menghina Hong-kiam-pang. Dan apa bila benar, hal itu tentu merupakan
tamparan yang memalukan sekali bagi Hong-kiam-pang!
"Baik,
akan kucoba untuk membuktikan sungguh pun hal itu tidak mudah karena Siluman
Goa Tengkorak memang seorang penjahat yang amat keji, licik, curang, lihai ilmu
silatnya dan juga lihai ilmu sihirnya. Cu-wi yang mulia, ketika pertama kali
aku berkenalan dengan kejahatan siluman ini, aku melihat mendiang saudara Kwee
Siu sekarat oleh luka-lukanya sesudah bertanding melawan siluman ini. Dan
ucapan terakhir yang keluar dari mulutnya adalah sebutan susiok. Tadinya aku
tidak mengerti apa dan siapa yang dia maksudkan sampai akhirnya aku mendapat
kenyataan bahwa dia hanya mempunyai seorang susiok saja di dunia ini dan
susiok-nya adalah Bu Beng Tojin. Tentu dia sudah mengenali orang bertopeng
tengkorak yang telah membunuhnya, mengenai dari gerakan silatnya maka dia
meninggalkan sebutan susiok itu yang sayang pada waktu itu belum kuketahui
artinya."
"Huh,
tuduhan kosong! Bisa jadi Kwee Siu menyebut namaku karena hendak minta tolong
dan ingat kepadaku!" Bu Beng Tojin mencela dan semua orang juga menganggap
bahwa alasan itu terlalu lemah untuk menjadi bukti kebenaran tuduhannya bahwa
Bu Beng Tojin adalah Siluman Goa Tengkorak.
"Masih
ada bukti lain," kata pula Thian Sin. "Pada waktu aku tertawan oleh
Siluman Goa Tengkorak dalam keadaan pingsan terbius, tahu-tahu aku telah
tertawan oleh orang-orang Hong-kiam-pang dan menurut keterangan, yang menangkap
aku dalam pakaian siluman itu adalah Bu Beng Tojin. Dan hal ini jelas
menunjukkan bahwa dia adalah Siluman Goa Tengkorak itu sendiri karena kalau aku
berada dalam keadaan pingsan, bagaimana dari tangan siluman itu aku dapat
berpindah ke tangan Bu Beng Tojin? Sebaliknya, kalau aku sadar seperti yang
dikatakannya kepada murid-murid Hong-kiam-pang, agaknya tak akan begitu mudah
baginya untuk dapat menawanku! Hal itu dapat dibuktikan sendiri!"
"Huh,
alasan dan bukti apa itu? Pendekar Sadis, semua anggota Hong-kiam-pang sudah
turut menyaksikan bahwa engkau memakai jubah dan topeng tengkorak. Tentu
engkaulah Siluman Goa Tengkorak itu, dan sesudah rahasiamu ketahuan, engkau
lalu berpura-pura dan membalik untuk membersihkan diri. Cih, sungguh tak tahu
malu!" Bu Beng Tojin telah mencabut pedangnya dan hendak menyerang Thian
Sin, akan tetapi pada saat itu pula Im Yang Tosu melangkah maju dan
mencegahnya.
"Sabar
dulu, sute." Lalu kakek ini berbalik menghadapi Thian Sin.
"Ceng-taihiap, sungguh pinto tak mengerti dan merasa bingung permainan apa
yang sedang taihiap mainkan saat ini. Akan tetapi harus pinto akui bahwa semua
alasan yang taihiap ajukan tadi tidak cukup kuat untuk membuktikan kebenaran
tuduhan taihiap yang sangat berat itu. Tidak mungkin kami dapat menerima begitu
saja keterangan sepihak tanpa bukti yang mutlak atau tanpa adanya saksi yang
membenarkan keterangan taihiap tadi."
"Saksi-saksi?
Ah, totiang benar juga. Memang ada saksi yang kuat!" Thian Sin berkata.
"Inilah
saksi-saksinya!"
Tiba-tiba
saja terdengar suara merdu melengking dan semua orang menengok. Kiranya di
sudut panggung itu sudah berdiri seorang gadis yang cantik jelita dan gagah.
Kim Hong tersenyum manis kepada Bu Beng Tojin.
Tosu ini
mendengus. "Huh, saksi macam apa ini? Perempuan ini adalah Toan Kim Hong,
kekasih dari Pendekar Sadis, tentu saja ucapannya akan senada dengan pacarnya.
Siapa bisa percaya saksi macam ini?" Suaranya penuh tantangan dan sikapnya
mencemooh.
"Siluman
Goa Tengkorak, jangan takabur dahulu. Lihat, siapakah mereka ini?" Kim
Hong menggapai ke belakangnya, lantas dari anak tangga di belakang panggung
muncullah tiga orang gadis yang cantik dan yang memandang ke arah Bu Beng Tojin
dengan mata penuh kebencian.
Melihat Thio
Siang Ci, bekas kekasihnya, pengantin yang dia culik kemudian dipaksanya
menjadi kekasihnya itu, bersama dua orang gadis lain yang juga termasuk
dayang-dayang yang disukainya, wajah Bu Beng Tojin langsung berubah menjadi
pucat. Akan tetapi dia masih sempat mengejek dan mencemooh.
"Siapa
perempuan-perempuan itu? Pinto tidak mengenal segala macam pelacur!"
"Siang
Ci, Siok Lan dan Kim Tui, coba katakan, siapa pendeta itu?" Kim Hong
bertanya kepada tiga orang gadis itu dengan suara halus.
Thio Siang
Ci yang lebih dulu menjawab, telunjuk tangan kirinya yang gemetar menuding ke
arah Bu Beng Tojin dan terdengar suaranya agak gemetar akan tetapi mantap.
"Dialah Sian-su yang menculikku itu!"
"Benar,
dia itu Sian-su ketua Jit-sian-kauw!" kata Siok Lan, gadis ke dua.
"Aku
berani sumpah, dialah Sian-su!" kata Kim Tui pula.
"Bohong!
Fitnah gila! Apa buktinya?" Bu Beng Tojin berteriak marah.
"Apakah
kalian bertiga dapat mengatakan buktinya dan tandanya bahwa dia itu
Sian-su?" Kim Hong bertanya pula.
"Pada
dadanya terdapat daging tumbuh sebesar telur ayam yang berambut panjang!"
kata Siang Ci lantas menundukkan muka dan air matanya mengalir karena dia
merasa sangat malu.
"Ada
lukisan ular melingkari pinggangnya," kata pula Siok Lan yang juga
menunduk malu.
"Di
kedua pahanya ada gambar tengkorak," Kim Tui menyambung.
"Fitnah
keji! Bohong! Kalian pelacur-pelacur yang harus mampus!" Tiba-tiba Bu Beng
Tojin menggerakkan kedua tangannya dan ada empat sinar terang menyambar ke arah
Kim Hong dan tiga orang gadis itu.
Akan tetapi,
dengan gerakan lincah dan tenang Kim Hong dapat menyambut empat buah hui-to
(pisau terbang) itu dengan kedua tangannya, lalu memandang ke arah pisau-pisau
itu sambil tersenyum dan akhirnya melemparkan sebatang kepada Im Yang Tosu.
"Totiang,
bukankah pisau terbang yang pernah melukai totiang itu seperti ini dan begitu
pula cara melemparnya?" tanya Kim Hong manis.
"Jika
semua itu fitnah keji, kenapa harus mencak-mencak? Tunjukkan saja bahwa semua
keterangan itu bohong dengan memperlihatkan bagian tubuhmu yang disebut-sebut
tadi, Sian-su!" kata Thian Sin mengejek.
Im Yang Tosu
menerima pisau yang dilemparkan oleh Kim Hong, menatapnya sejenak, kemudian
dengan alis berkerut dan muka pucat dia membanting pisau itu ke atas lantai sampai
pisau itu amblas lenyap menembus papan lantai panggung. Lalu dia menghampiri Bu
Beng Tojin, memandang dengan muka pucat.
"Sute,
pinto tahu bahwa engkau pandai mempergunakan segala senjata, juga pisau itu.
Pinto sendiri masih belum percaya akan semua tuduhan itu. Karena itu, sute,
buktikanlah bahwa tuduhan itu semuanya palsu dan bohong. Buka bajumu lalu
perlihatkan dada dan pinggangmu!"
"Gila!
Suheng, apakah suheng membiarkan orang menghinaku sampai seperti ini?"
"Sute,
namanya baru penghinaan jika tuduhan itu tidak terbukti dan percayalah, pinto
tak akan tinggal diam melihat engkau dihina orang. Karena itu, bukalah
bajumu."
"Tidak,
suheng. Aku tidak sudi dihina! Orang-orang harus percaya kepadaku!"
"Sute,
kalau engkau tidak mau, terpaksa aku sendiri yang akan membukakan bajumu."
Dengan halus
ketua Hong-kiam-pang itu lantas melangkah maju dan meraba kancing baju sute-nya
untuk dibukanya. Dia memang masih belum percaya akan semua tuduhan tadi, bahkan
berharap sute-nya bersih agar nama Hong-kiam-pang juga ikut bersih. Bayangkan
saja kalau tuduhan itu benar, berarti selama bertahun-tahun ini dia mempercayai
seorang penjahat, dan namanya, juga nama Hong-kiam-pang, akan berlumur lumpur
kehinaan.
"Awas, totiang...!"
Thian Sin memperingatkan, akan tetapi sudah terlambat.
Pada saat Im
Yang Tosu menggunakan kedua tangannya untuk membuka kancing baju sute-nya,
tiba-tiba saja Bu Beng Tojin menggerakkan tangannya dan menghantam ke arah
leher suheng-nya itu. Im Yang Tosu hanya dapat miringkan tubuhnya.
"Desss...!"
Pukulan itu
tepat mengenai pundak kiri lantas tubuh kakek itu terjengkang, dari mulutnya
tersembur darah segar dan tubuhnya terkulai.
"Hemmm,
siluman jahat!" bentak Thian To Sinjin tokoh Kun-lun-pai yang cepat
meloncat ke depan menyerang Bu Beng Tojin.
Maka
terjadilah perkelahian yang seru antara Thian To Sinjin dan Bu Beng Tojin.
Pukulan mereka mengandung angin yang amat kuat sehingga terdengar suara
bercuitan dan angin menyambar-nyambar, ada pun panggung di mana mereka
bertanding itu berderak-derak dan terguncang.
Semua tamu
menjadi panik, akan tetapi karena mereka itu sebagian besar adalah ahli-ahli
silat, mereka masih tetap di tempat sambil menonton perkelahian hebat di atas
panggung itu. Sementara itu, murid-murid Hong-kiam-pang segera mengangkat tubuh
suhu mereka yang pingsan ke belakang panggung.
Bu Beng
Tojin ternyata memang hebat bukan main. Tokoh tingkat tiga dari Kun-lun-pai itu
adalah seorang yang berilmu tinggi, akan tetapi menghadapi Bu Beng Tojin, dia
pun mulai terdesak. Setiap kali lengan mereka bertemu, Bu Beng Tojin membentak
dan bentakan ini menambah tenaga pada lengannya.
Thian To
Sinjin merasa lengannya tergetar dan juga jantungnya terguncang oleh bentakan
lawan. Hanya dengan ilmu silat sakti dari Kun-lun-pai dia bisa bertahan hingga
tiga puluh jurus. Akan tetapi, karena dia terus terdesak, tiba-tiba kakek ini
menyambar tongkatnya yang tadi dia tancapkan di atas lantai. Dengan tongkat itu
Thian To Sinjin menghadapi Bu Beng Tojin!
Akan tetapi
Bu Beng Tojin mencabut pedangnya sehingga perkelahian dilanjutkan dengan lebih
seru lagi karena keduanya menggunakan senjata dan setiap serangan merupakan
serangan maut yang dahsyat. Akan tetapi, kembali Thian To Sinjin terdesak dan kini
para murid Hong-kiam-pang yang menjadi marah melihat suhu mereka terpukul,
sudah naik ke atas panggung dan melakukan pengeroyokan.
Mereka belum
yakin benar bahwa susiok mereka itu adalah Siluman Goa Tengkorak, akan tetapi
melihat susiok mereka memukul suhu mereka secara keji, mereka menjadi marah dan
segera mengeroyok. Akan tetapi, Bu Beng Tojin mengamuk dan tendangan kakinya
merobohkan empat orang murid keponakan. Melihat ini, tiba-tiba saja Thian Sin
meloncat ke depan.
"Saudara-saudara
sekalian dan locianpwe Thian To Sinjin, silakan mundur. Dia ini adalah
makananku!"
Thian To
Sinjin maklum bahwa dia tidak akan mudah menang melawan tosu siluman itu, dan
dia tahu akan kelihaian Pendekar Sadis, maka dia pun meloncat mundur diikuti
oleh semua murid Hong-kiam-pang. Kini Thian Sin berdiri berhadapan dengan Bu
Beng Tojin yang memegang pedang. Tosu itu memandang dengan mata beringas
sedangkan Thian Sin tersenyum-senyum saja.
"Nah,
Sian-su, sekarang Pendekar Sadis berhadapan satu melawan satu dengan Siluman
Goa Tengkorak! Bagaimana pun juga, aku hendak membalas budimu kemarin dulu,
yaitu aku tak akan membunuhmu, hanya akan melucuti kedokmu lalu menyerahkanmu
kepada Hong-kiam-pang!"
"Keparat
jahanam engkau!" bentak tosu itu dan pedangnya sudah membabat dahsyat.
Namun dengan
cekatan sekali Thian Sin mengelak sambil balas memukul dengan tangan kiri yang
juga dapat dielakkan oleh lawannya yang tangguh. Terjadilah perkelahian yang
amat hebat, pedang melawan tangan kosong dan gerakan mereka sedemikian cepatnya
sehingga dua bayangan tubuh itu seperti saling libat menjadi satu, sukar
diikuti pandang mata.
Para
penonton memandang kagum, namun sekaligus pandang mata mereka juga menjadi
kabur. Gulungan sinar pedang di tangan Bu Beng Tojin telah menggulung tubuh
keduanya dan hanya kadang-kadang nampak pedang, kepalan tangan atau ujung
sepatu mencuat dengan dahsyatnya. Semua orang, kecuali Kim Hong, menonton
dengan jantung berdebar tegang. Kim Hong berdiri sambil bertolak pinggang
dengan sikap tenang, bahkan bibirnya tersenyum karena dia tahu pula bahwa
kekasihnya itu tidak akan kalah.
Terdengar
lagi bentakan-bentakan aneh dari Bu Beng Tojin yang menggetarkan jantung mereka
yang mendengarnya, akan tetapi Thian Sin tidak terpengaruh sama sekali, malah
terdengar dia mengejek, "Ha-ha-ha, keluarkan semua ilmu silumanmu,
Sian-su!"
Ada lebih
lima puluh jurus mereka berdua lenyap terbungkus cahaya pedang dan tiba-tiba
saja terdengar Thian Sin mengeluarkan suara bentakan yang melengking nyaring
hingga membuat semua orang memandang pucat karena bentakan Pendekar Sadis itu
sungguh kuat sekali seperti membetot jantung. Teriakan ini disusul dengan
teriakan Bu Beng Tojin, teriakan kaget, kemudian pedangnya terlempar ke atas
lantai menjadi dua potong! Kiranya pedang itu sudah dihantam oleh tangan miring
Thian Sin yang penuh mengandung tenaga Thian-te Sin-ciang!
Akan tetapi
Bu Beng Tojin masih terus mengamuk dengan tangan kosong, dan memang kakek ini
memiliki kepandaian yang tangguh. Bagaimana pun juga, setelah dia bertangan
kosong, nampak bahwa dia bukan lawan yang terlampau berat bagi Pendekar Sadis.
Dia seperti dipermainkan saja, kadang kala pendekar itu mendorongnya dari
samping sampai dia terhuyung-huyung, lalu menjegal kakinya sehingga dia hampir
terjatuh dibarengi suara ketawa-ketawa Thian Sin yang mengejeknya.
"Brettttt...!"
Mendadak jubah Bu Beng Tojin terkoyak lebar dan robekannya berada dalam
cengkeraman tangan Thian Sin.
"Sian-su,
perlihatkan kutil di dadamu!" Thian Sin mengejek.
Semua orang
memandang dengan mata terbelalak, ingin sekali melihat apakah benar ada
tanda-tanda seperti yang disebutkan oleh ketiga orang gadis tadi pada tubuh
yang masih tertutup baju dalam itu. Tentu saja Bu Beng Tojin menjadi marah.
Matanya menjadi merah dan melotot dan gerakannya semakin liar.
"Brettttt...!"
Kini baju
dalamnya terobek, lantas terdengar semua orang mengeluarkan seruan tertahan
melihat bahwa di dada kakek itu, di antara kedua buah dadanya, terdapat
tonjolan daging sebesar telur ayam dan pada tempat itu ditumbuhi belasan helai
rambut! Dan di seputar pinggangnya yang agak gendut itu terdapat lukisan seekor
ular yang melilit pinggangnya, dengan kepala di perut.
Dengan wajah
beringas tosu siluman itu melihat ke arah dada dan perutnya dan wajahnya
berubah pucat. Terdengar suara ketawa di sana-sini dan semua murid
Hong-kiam-pang memandang dengan mata melotot.
"Celaka...
celaka...!" Im Yang Tosu yang sudah siuman dan juga sudah melihat kenyataan
ini menjadi pucat pula dan terkulai, pingsan!
"Ha-ha-ha,
kiranya memang benar bahwa engkau adalah Siluman Goa Tengkorak! Nah, sekarang
aku berani bertaruh potong leher bahwa pada kedua pahamu tentu ada gambar
tengkoraknya!" kata Thian Sin.
Bu Beng
Tojin atau Siluman Goa Tengkorak itu tidak melihat jalan lain. Bagaikan seekor
harimau yang tersudut, dia pun menubruk lagi sambil menggeram, persis seekor
harimau marah.
"Desss...!"
Tubuhnya disambut tamparan Thian Sin yang mengenai lehernya.
Kakek itu
terpelanting hingga kepalanya terasa pening, akan tetapi dia tidak tewas karena
memang Pendekar Sadis tidak ingin membunuhnya, akan tetapi hendak
menyerahkannya kepada Hong-kiam-pang. Tosu siluman itu bangkit dan menerjang
lagi.
"Bresss...!"
Kini sepatu
kaki Thian Sin yang menyambutnya dan kembali dia terjengkang. Ketika dia
bangkit, mulutnya berdarah dan bibirnya pecah.
"Thian
Sin, jangan habiskan sendiri, beri aku sedikit!" Tiba-tiba Kim Hong
berseru lantas tubuhnya berkelebat, tahu-tahu gadis manis itu telah berada di
samping Thian Sin.
Thian Sin
tersenyum dan menggelengkan kepala, namun Kim Hong mendorong dadanya sehingga
pemuda itu terpaksa melompat ke belakang, hampir jatuh dari panggung. Hal ini
memang disengaja dan para tamu tertawa gembira menyaksikan kelakar dua orang
itu.
Melihat
majunya Kim Hong, Bu Beng Tojinn menjadi nekat. Ada sedikit harapan di dalam
benaknya. Tadi dia tak berdaya menghadapi Pendekar Sadis. Akan tetapi dia
mempunyai harapan untuk mengalahkan gadis ini, kalau tidak dengan ilmu silat,
dengan ilmu sihirnya. Kalau dia dapat menundukkan, maka dia akan selamat,
pikirnya. Dia akan menggunakan gadis ini sebagai tawanan, sebagai sandera
supaya dia dapat melarikan diri! Maka begitu pening kepalanya hilang, dia sudah
menubruk ke depan, menggunakan kedua lengannya yang panjang untuk merangkul.
Semua orang
terkejut melihat ini, apa lagi karena Kim Hong bersikap tenang saja. Namun
sebelum tangan itu menyentuhnya, tanpa menggerakkan tubuh gadis itu
menggerakkan kepalanya. Seberkas sinar hitam segera menyambar ke depan ketika
gelungnya terlepas dan rambutnya yang panjang menyambar bagaikan cambuk baja.
"Plakkk!"
Rambut panjang harum itu bagaikan cambuk baja melecut muka Bu Beng Tojin.
"Aduhhhhh...!"
Tosu itu mengeluh dan matanya terpejam, pipinya berdarah seperti digaris dengan
ujung pedang saja.
Akan tetapi
Kim Hong tidak mau memberi kesempatan lagi kepadanya. Gadis ini sudah melangkah
maju dan kembali rambutnya menyambar-nyambar, melecut-lecut muka, leher dan
tubuh atas yang telanjang itu sampai kulit itu semuanya kelihatan pecah-pecah
dan merah-merah mengeluarkan darah. Sungguh hebat dan mengerikan sekali rambut
yang dipergunakan sebagai senjata ini, seperti pedang saja.
Bu Beng
Tojin menutupi mukanya dari ancaman rambut, namun tubuhnya menjadi
bulan-bulanan sepasang kaki Kim Hong. Akhirnya kakek itu terhuyung-huyung dan
tidak kuat berdiri lagi.
"Kim
Hong, jangan bunuh dia! Serahkan kepada Hong-kiam-pang!" teriak Thian Sin.
Kim Hong
tersenyum, lalu untuk terakhir kalinya kaki kirinya menendang dan tubuh tosu
siluman itu terlempar lalu jatuh berdebuk di atas lantai di depan kedua kaki Im
Yang Tosu yang duduk di atas kursinya dengan muka pucat.
Melihat
orang yang pernah menjadi sute-nya sekaligus pembantunya ini rebah terlentang
di hadapannya dengan tubuh berdarah-darah dan napas empas-empis, Im Yang Tosu
lalu membungkuk, tangan kanan kakek itu mencengkeram ke arah celana sute-nya.
"Breettttt...!"
Celana itu terobek dan nampaklah gambar dua tengkorak pada kedua paha itu.
"Keparat,
engkau Siluman Goa Tengkorak...!" teriak Im Yang Tosu dengan suara parau,
lantas tangannya menyambar pedang dan sekali pedang bergerak, dia telah
menusukkan pedang itu dengan pengerahan tenaganya ke dalam dada Bu Beng Tojin.
Tubuh itu
berkelojot, akan tetapi Im Yang Tosu juga roboh terguling dan ternyata kakek
ini juga sudah menghembuskan napas terakhir. Dia tadi menderita luka pukulan
yang hebat dan pengerahan tenaganya ketika menusuk tadi membuat dia tak kuat
bertahan sehingga nyawanya pun melayang, hal yang sebenarnya malah meringankan
penderitaan batinnya karena kakek ini tentu akan merasa malu dan menyesal
sekali kalau dia dalam keadaan hidup melihat kenyataan pahit bahwa pembantunya
adalah seorang penjahat keji.
Para murid
Hong-kiam-pang yang sudah sangat marah itu demikian berduka melihat suhu mereka
tewas. Maka puluhan batang pedang mencacah hancur tubuh Bu Beng Tojin!
Sementara
itu Thian Sin mendekati Kim Hong. Mereka berdua saling pandang dan saling
tersenyum puas. Usaha mereka menentang Siluman Goa Tengkorak sudah berhasil
baik, walau pun dalam usaha itu berkali-kali mereka nyaris celaka, bahkan
nyaris tewas pula. Mereka lalu menghadap ke arah semua orang di situ dan
membungkuk. Thian Sin berkata lantang.
"Cu-wi
yang terhormat, kami mohon diri karena kami telah menyelesaikan tugas
kami!"
Mereka
bergandeng tangan dengan mesra, lalu bersama-sama meninggalkan tempat itu,
diikuti pandang mata kagum oleh semua orang.
T A M A T
Serial Selanjutnya : Asmara Berdarah
***** Sahabat Karib.com *****
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment