Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Gelang Kemala
Jilid 09
"Lee Cin, aku ayahmu. Tegakah engkau membunuh ayahmu sendiri?" Souw Tek Bun kembali berkata dengan lembut.
Pada saat itu terdengar teriakan me-lengking . dan muncullah Ang-tok Mo-li dengan gerakan cepat sehingga yang nampak hanya bayangannya berkelebat, bayangan merah dan tahu-tahu ia sudah berdiri di depan Souw Tek Bun, di dekat , puterinya.
"Lee Cin, jangan hiraukan dia, jangan dengarkan omongannya! Hayo cepat gerakkan pedangmu untuk membunuhnya!
Cepat!" seru Ang-tok Mo-li dengan suara memerintah.
Melihat munculnya subonya dan mendengar perintah itu, Lee Cin mengangkat tangan kanannya, siap menusukkan pedangnya ke dada yang bidang itu. Akan tetapi ketika ia melihat wajah yang gagah dan tenang itu, dengan senyum halus, tiba-tiba tangannya terkulai lagi.
"Subo... subo... benarkah apa yang diceritakannya tadi, bahwa Subo adalah ibuku dan dia adalah ayahku?"
"Lee Cin, tidak usah banyak cakap. Bunuhlah dia, sekarang juga!" kembali wanita berpakaian merah itu mendesak. "Bu Siang, engkau boleh membenciku, akan tetapi kenapa engkau demikian membenci anakmu sendiri, menyuruhnya membunuh ayah kandungnya?" kata Souw Tek Bun penuh penyesalan.
"Baiklah, kalau begitu biarkah aku sendiri yang membunuh kalian ayah dan anak!" Ang-tok Mo-li sudah mencabut kebutan merahnya dan meloncat tinggi untuk menyerang Souw Tek Bun dan Lee Cin.
Pada saat itu nampak sinar kilat ber-kelebat menangkis kebutan merah itu dan Ang-tok Mo-li terkejut karena sebagian bulu kebutannya putus! Ketika ia meloncat turun dan memandang,ternyata Thian Lee telah berdiri di depannya.
Kiranya kembali pemuda itu yang me-nandinginya! Hati Ang-tok Mo-li marah bukan main akan tetapi ia pun tahu bahwa ia tidak akan mampu menandingi pemuda yang amat lihai ini.
Apalagi di situ terdapat Souw Tek Bun yang tidak boleh dipandang ringan. la lalu mendengus dan membalikkan tubuhnya.
"Lee Cin, mari kita pergi!" la mengajak muridnya.
Lee Cin memandang subonya dengan sinar mata lain dan menjawab, suaranya juga terdengar ketus, "Tidak, engkau... jahat! Aku ingin ikut ayahku!"
Mendengar ini, Ang-tok Mo-li melon-cat dan terdengar lengkingnya. Sementara itu, Souw Tek Bun merasa girang sekali mendengar ucapan Lee Cin dan dia pun merangkul gadis itu
sambil ber-kata, "Lee Cin, anakku....!" ''
"Ayah... " Keduanya berangkulan dan keduanya merasa betapa hati mereka penuh dengan kebahagiaan.
Kini Lee Cin percaya sepenuhnya bahwa pria itu memang ayah kandungnya. Hal ini diperkuat
oleh sikap Ang-tok Mo-li tadi. la pun merasa me-nyesal sekali akan sikap Ang-tok Mo-li.
Selama ini ia merasakan kasih sayang Ang-tok Mo-li kepadanya dan baru ia tahu bahwa subonya itu sesungguhnya adalah ibu kandungnya. Akan tetapi alangkah kejam ibu kandungnya itu yang sengaja menyuruh ia melakukan pembunuhan terhadap ayah kandungnya sendiri!
Jelas perbuatan ibunya itu didorong oleh perasaan benci yang mendalam, dan kekejaman yang luar biasa. Pantas saja ayahnya tidak mau menikah dengan ibu-nya karena ibunya memang merupakan seorang iblis betina yang keji.
Sebalik-nya,ayahnya adalah seorang pendekar budiman, seorang bengcu yang terhormat! Karena itu, tidak
sukar baginya untuk memilih, yaitu memilih ayahnya. Apalagi baru saja tadi ibunya bahkan hendak membunuhnya, bersama ayahnya pula.
Andaikata tidak ada Thian Lee, kalau ayahnya tidak melawan, mungkin saja mereka berdua akan tewas di tangan Ang-tok Mo-li yang kejam.
Setelah melepaskan keharuan hati mereka, Lee Cin lalu memperkenalkan Thian Lee kepada ayahnya, "Ayah, pemuda ini adalah Thian Lee, seorang sahabatku."
Thian Lee cepat memberi hormat kepada orang tua itu. "Locianpwe, telah lama saya mendengar nama besar Lo-cianpwe, terimalah hormat saya."
Souw Tek Bun sejak tadi merasa kagum dan heran melihat munculnya pemuda ini.
Gerakannya demikian cepat, pedangnya bergerak sedemikian lihainya ketika menangkis kebutan, bahkan Ang-tok Mo-li sendiri kelihatan gentar menghadapi pemuda ini.
"Orang muda, baru saja engkau telah menyelamatkan kami ayah dan anak," katanya memuji.
"Eh, Thian Lee! Jadi engkau tadi membayangiku naik ke puncak ini?" Lee Cin menegur Thian Lee, agak marah walaupun baru saja ia diselamatkan.
"Tidak, Lee Cin. Aku memang sengaja mendaki bukit ini karena aku ingin bertemu dengan Souw-locianpwe."
"Ah, engkau hendak bertemu dengan aku, orang muda. Ada keperluan apakah engkau hendak bertemu dengan aku dan siapa yang menunjukkan tempat ini padamu?"
"Saya mendapat petunjuk dari kakak Locianpwe sendiri, yaitu Souw pangcu, Ketua Kim-liong-pang di Pao-ting."
"Ah, dari Can-toako, Bagaimana keadaan Can-toako sekarang" Apakah perkumpuJannya mendapat kemajuannya?" Souw Tek Bun bertanya dengan nada suara gembira.
"Heee! Jadi kiranya Souw-pangcu itu masih kakak Ayah sendiri" Kalau begitu aku merasa girang sekali pernah membantunya menghadapi pengacauan orang-orang jahat!" seru Lee Cin dan ia segera mencentakan pengalamannya ketika membantu Kim-liong-pang menghadapi musuh-musuh yang terlalu tangguh bagi perkumpulan itu.
Souw Tek Bun mendengarkan cerita anaknya dengan girang, lalu dia mengajak Lee Cin dan Thian Lee untuk bicara di dalam pondoknya.
Thian Lee lalu menje-laskan maksud
kedatangannya. "Mendiang ayah saya bernama Song Tek Kuw dan masih saudara dari Supek Souw Can." "Ah, aku pernah mendengar tentang kegagahan sepak terjang ayahmu itu, Thian Lee," kata Souw Tek Bun dengan ramah dan akrab. "Lalu, apa maksud dari kunjunganmu ini?"
Thian Lee juga bercerita tentang per-golakan yang terjadi di kota raja dan tentang penyelidikannya terhadap Pangeran Tua yang mengumpulkan banyak orang kang-ouw. Juga dia menceritakan penyelidikan yang dilakukan oleh Lauw Tek betapa agaknya Pangeran Tua mempunyai niat untuk memberontak.
"Karena gerakan itu mengenai orang-orang kang-ouw yang akan diperalat oleh Pangeran Tua,maka saya datang berkunjung untuk melaporkan dan mohon nasihat Locianpwe sebagai
bengcu."
"Thian Lee, mendiang ayahmu adalah adik seperguruan dari kakakku, karena itu di antara kita adalah orang sendiri, maka jangan menyebut aku Locianpwe, cukup dengan paman saja."
"Baik, dan terima kasih, Paman Souw".
"Sebetulnya urusan di kota raja Itu sudah banyak aku mendengar dari kawan-kawan, bahkan sempat kumintakan nasihat dari Im Yang Sengcu Ketua Kun-lun-pai dan Hui Sian Hwesio wakil Ketua Siauw-lim-pai.
Kami semua sudah setuju untuk menentang orang-orang kangouw yang hendak membantu pemberontakan itu, dan masing-masing menjaga para anggauta
sendiri agar jangan ada yang terjebak dan ikut gerakan yang tidak baik itu.
Dan kebetulan sekali engkau datang kepadaku, Thian Lee. Aku melihat engkau seorang pemuda yang
memiliki kemampuan tinggi sehingga Ang-tok Mo li sendiri agaknya jerih melawanmu."
"Wah, Ayah tidak tahu! Thian Lee ini memang lihai bukan main. Subo... eh... Ibu... Ang-tok Mo-Li pernah bertanding melawan Thian Lee dan ia kalah. Bukan itu saja. Mungkin Ayah
tidak percaya. Akan tetapi belum lama ini di kaki Bukit Hong-san aku bertemu dengan Thian-te Mo-ong...."
Terkejutlah Souw Tek Ekiw "Datuk besar yang juga disebut Iblis Selatan itu".
"Benar, Ayah. Tadinya aku bertemu dengan tiga orang tokoh sesat yang dulu mengganggu Kim-liong-pang, dan aku bersama Thian Lee pernah mengusir me-reka. Mereka bertiga
mengenalku dan se-gera mengeroyokku. Akan tetapi muncul Thian-te Mo-ong dan tiga orang
itu lalu dibunuhnya dengan mudah sekali.'
"Aku tidak heran. Ilmu kepandaian Thian-te Mo-ong sebagai seorang dari Empat Datuk Besar memang hebat." "Setelah membunuh tiga orang tokoh sesat itu, Thian-te Mo-ong hendak memaksa aku menjadi muridnya. Aku tidak mau, akan tetapi dia memaksaku dan ke-tika aku melawan, dia menotokku.
Lalu muncullah Thian Lee membebaskan aku. Wah, kalau saja Ayah menonton pertandlngan itu, antara. Thian L-ee dan Thian-te Mo-ong. Hebat dan seru bukan main, Ayah.
Dan akhirnya. Datuk besar itu harus mengakui keunggulan ilmu kepandaian Thlan Lee dan
dia melarikan diri." Souw Tek Bun menjadi bengong saking kagum dan herannya. Kalau bukan puterinya yang bercerita, bagaimana mungkin dia dapat percaya bahwa seorang
pemuda seperti Thian Lee itu mampu mengalahkan Thian-te Mo-ong, seorang di antara Empat Datuk Besar?"
"Luar biasa!" akhirnya dia berseru setelah menghela napas panjang. "Masih begini muda sudah dapat menandingi bahkan mengalahkan seorang di antara Empat Datuk Besar!
Mengagumkan sekali dan sulit untuk dipercaya! Thian Lee, kalau boleh aku mengetahui,siapakah nama gurumu yang mulia dan sakti?"
"Suhu adalah seorang pertapa di Hi-malaya yang sama sekali tidak terkenal. Beliau lebih suka mengasingkan diri dan tidak ingin dlperkenalkan namanya karena itu harap Paman maafkan kalau saya tidak dapat menyebut namanya."
Bengcu itu mengangguk-angguk. la mengerti bahwa di dunla persilatan banyak terdapat orang-orang sakti yang lebih suka mengasingkan diri dan menyembunyikan namanya. Bahkan nama besar pendekar sakti yang tadinya amat terkenal di dunia persilatan seperti Pendekar Super Sakti dan kedua isterinya yang saktl pula, lebih suka mengasingkan diri dan tidak ada orang mengetahui di mana adanya.
Hanya dikabarkan bahwa mereka mengasingkan diri di Pulau Es, sebuah tempat yang penuh rahasia pula dari tidak ada orang lain tahu di mana
letaknya. Dia pun tidak mendesak lebih jauh untuk menanyakan di mana dan siapa guru pemuda itu. "Sekarang lebih mantap hatiku untuk menugaskan engkau membantu pemerintah dalam mencegah terjadinya pemberontakan, Thian Lee.
Menurut berita yang kuterima, Pangeran Tua itu mengumpulkan tokoh-tokoh kang-ouw dengan niat untuk menyingkirkan para pangeran
yang tidak menyetujui dan menentang maksud jahatnya.
Akan tetapi sebetulnya hal itu
tidaklah terlalu dikhawatirkan. Bukankah di istana Kaisar terkumpul pula banyak jagoan yang berilmu tinggi" Bah-kan seorang di antara Empat Datuk Be-sar, yang paling tekenal, yaitu Pak-thian-ong Dorhai, kini juga menjadi seorang penasihat Kaisar, bukan?"
"Ah, justeru Pak-thian-ong itu yang berbahaya. Saya melihat dia pun berada di istana Pangeran Tua." "Benarkah itu?" Souw Tek Bun berseru kaget.
"Benar, Paman. Ketika itu, pada suatu malam saya hendak melakukan penyelidikan di rumah Pangeran Tua. Mendadak saya melihat berkelebatnya bayangan orang dan kiranya ia adalah
puteri Pangeran Tang Gi Su yang bernama Tang Cin Lan.
Gadis itu dengan beraninya masuk
ke istana itu untuk menantang seorang di antara jagoan yang berada di situ bernama Liok-te Lo-mo.
Nah, pada saat itulah muncul Pak-thian-ong menandingi gadis itu. Melihat keadaan berbahaya, saya lalu menyelamatkan gadis puteri pangeran itu dan melarikannya keluar."
Thian Lee, gadis itu nampaknya gagah perkasa juga, sampai ia berani memasuki istana Pangeran Tua. Berarti memasuki guha harimau'" seru Lee Cin kagum.
"Memang ia seorang yang gagah perkasa, murid dari Pek 1 Lokai," jawab Thian Lee.
"Wah, pantas saja ia gagah perkasa. Aku mengenal Pek I Lokai sebagai seorang tokoh yang berilmu tinggi. Bahkan Empat Datuk Besar juga tidak berani sembarangan menghadapi dia.
Dan kalau gadis itu berani, juga tidak terlalu mengherankan. Selain sebagai murid Pek I Lokai tentu ia lihai sekali, juga ayahnya, Pengeran Tang Gi Su, adalah se-orang pejabat tinggi yang dipercaya benar oleh Sri Baginda Kaisar.
Para pejabat tinggi juga takut kepadanya karena dia adalah seorang pengawas para pejabat tidak segan-segan akan bertindak kalau ada
pejabat yang menyeleweng. Dia adalah adik dari Pangeran Tua yang bernama Tang Gi Lok."
"Agaknya Paman mengetahui banyak tentang para pangeran dikota raja," kata Thian Lee kagum. "Sekarang engkau jangan terlalu lama di sini, Thian Lee. Kebalilah ke kota raja dan aku akan memberimu ?dua buah surat. Yang pertama untuk seorang panglima bernama Gui Tiong In.
Gui-ciangkun ini dahulu juga seorang pendekar yang berjuluk Hok-liong-kiam (Pedang Penakluk Naga) dan dialah yang mewakili kerajaan hadir ketika diadakan pemilihan bengcu.
Surat yang ke dua adalah untuk dihaturkan kepada Sri Baginda Kaisar sendiri."
Thian Lee terkejut. Membawa surat untuk Kaisar" Agaknya Souw-pangcu melihat kekagetan pemuda itu.
"Jangan khawatir, Thian Lee. Lebih dulu serahkan suratku untuk Gui-ciangkun itu.
Dialah yang akan membawamu menghadap Kai-sar dan menyerahkan suratku.
Kaisar adalah seorang yang amat bijaksana dan beliau menghormati orang-orang dunia persilatan.
Setelah engkau menghadap Sri Baginda Kaisar, selanjutnya engkau hanya memenuhi perintahnya saja."
"Baiklah, Paman," kata Thian Lee.
"Ayah, aku akan ikut Thian Lee. Aku dapat membantunya dalam pekerjaan yang berbahaya itu," kata Lee Cin.
Souw Tek Bun sudah dapat menyelami watak puterinya ini, maka dia pun
tidak melarangnya karena dalam suara gadis itu sudah terkandung tekad yang pasti dan tidak mungkin dapat dibantah.
Selain itu, dia pun maklum akan kelihaian puterinya sehingga pantas
kalau membantu ThianLee. "Bagus, aku girang sekali kalau engkau juga membaktikan dirimu kepada Sri Baginda Kaisar.
Akan tetapi engkau jangan sembrono dan melakukan tindakan sendiri, Lee Cin. Karena engkau menjadi pembantu Thian Lee, dalam segala hal engkau harus menurut apa yang
dikata-kan oleh Thian Lee."
"Jangan khawatir, Ayah. Aku akan menjadi pembantu yang taat!" kata gadis itu dengan girang. Di dalam hatinya, Thian Lee sebetulnya kurang setuju di-bantu oleh Lee Cin yang
suka bertindak ugal-ugalan, akan tetapi untuk menolak tentu saja dia merasa sungkan,terutama sekali terhadap Souw Tek Bun yang kini menjadi ayah Lee Cin.
Demikianlah, setelah dua buah surat itu ditulis oleh bengcu itu, pada hari itu juga Thian Lee bersama Lee Cin menuruni kembali Pegunungan Hong-san dan melakukan perjalanan
kembali ke kota raja.
Di sepanjang perjalanan dari Hong-san ke kota raja yang memakan waktu beberapa hari itu,Lee Cin memperlihatkan perasaan hatinya kepada Thian Lee dalam sikap dan pelayanan.
la selalu memperlihatkan perhatiannya, dan di waktu mereka makan, ia yang memilihkan
warung makan, bahkan kalau terpaksa harus menyediakan makanan sendiri di perjalanan yang
jauh dari kota atau du-sun, ia mencari binatang hutan dan di-panggangnya.
la memilihkan daging yang paling enak untuk Thian Lee. Bahkan ia menyediakan dirinya untuk mencucikan pakaian Thian Lee yang kotor.
Semua sikap yang manis ini sungguh membuat Thian Lee merasa terharu sekali. Kalau saja hatinya tidak terikat oleh Cin Lan yang membuatnya tak
pernah dapat melupakannya, agaknya tidak terlalu sukar baginya untuk menanggapi kasih sayang yang diperlihatkan seorang gadis seperti Lee Cin.
Akan tetapi kini dia sudah hampir
merasa yakin bahwa dia mencinta Cin Lan. Buktinya, tak pernah dia dapat melupakan dan dia amat merindukannya.
Sungguh bodoh, kadang dia memaki diri sendiri. Bagainana dia dapat
mengharapkan seorang gadis puteri pangeran" seorang gadis bangsawan tinggi yang kaya raya" Sedangkan dia itu apa" Miskin dan sebatang kara, tidak memiliki apa-apa yang patut
dibanggakan.
Baru ayah gadis itu saja sudah memandang rendah kepadanya. Dia tahu betapa bodohnya untuk jatuh cinta kepada puteri pangeran? akan tetapi agaknya hatinya tidak menurut.
Hatinya selalu merindukan gadis bangsawan itu. Sebetulnya Lee Cin lebih pantas baginya. Lee Cin juga seorang gadis petualang, biarpun kini menjadi puteri bengcu, namun
ayahnya pun hanya seorang pertapa yang hidup sederhana.
Mereka berdua sama-sama
petualang di dunia kang-ouw, tidak seperti Cin Lan yang hidup di dalam sebuah istana!
Cinta asmara memang sesuatu yang aneh. Tidak mengenal siapa saja, dapat diserangnya.
Tidak mengenal waktu, tem-pat atau keadaan. Dalam keadaan bagai-manapun orang dapat
jatuh cinta. Kalau sudah jatuh cinta, maka tidak ada lagi harta, kedudukan, atau bahkan rupa.
Bagi seorang yang mencinta, segalanya yang ada pada diri orang yang dicinta itu selalu baik,
selalu indah dan menarik.
Kalau menurut perhitungan, Thian Lee semestinya memilih Lee Cin daripada Cin Lan.
Banyak hal yang mendorongnya memilih Lee Cin, kalau menurutkan akal sehat, Lee Cin
keadaannya cocok dengan dirinya, sama-sama orang kecil yang bukan hartawan bukan bangsawan, sama-sama petualang kang-ouw. Juga Lee Cin tidak kalah cantik jelitanya
dibandingkan Cin Lan. Lebih dari itu, Lee Cin mencintanya. Mau apa lagi"
Akan tetapi,hatinya yang sudah tertusuk panah asmara itu lebih memilih Cin Lan.
Padahal menurut perhitungan akal, tidaklah mungkin bagi dia untuk mempersunting Cin Lan.
Gadis itu puteri pangeran, puteri bangsawan yang kaya raya, dan lebih dari itu, gadis itu pun belum tentu mau kepadanya, belum tentu mencinta-nya, bahkan rasanya tidak mungkin seorang puteri pangeran dapat jatuh cinta kepada seorang yatim piatu miskin seperti dia!
Kini, dalam perjalanan ke kota raja sikap Lee Cin jelas sekali memperlihatkan cintanya
kepadanya. Dia merasa kasihan sekali kepada Lee Cin dan merasa berkewajiban untuk menghentikan sikap itu.
Dia harus mengaku terus terang kepada Lee Cin, bukan saja bahwa dia tidak mencinta Lee Cin melainkan suka sebagai seorang sahabat saja.
Lebih lagi, dla harus mengaku terus terang bahwa dia mencinta gadis lain. Kalau hal ini tidak segera dia lakukan,
maka siap Lee Cin akan terus seperti itu dan hal ini merupakan gangguan besar sekali baginya. Benar? dia harus mengaku terus terang!
Mereka tiba di sebuah bukit kecil yang sunyi. Matahari telah naik tinggi dan mereka sejak pagi telah melakukan perjalanan mendaki bukit-bukit yang melelahkan.
"Kita beristirahat sebentar, Lee Cin."
"Ah, lelahkah engkau, Thian Lee" Kalau begitu, sebaiknya kita beristirahat dulu. Itu di sana
ada pohon yang teduh, kita mengaso di sana," kata Lee Cin dan mereka menuju ke bawah pohon yang memberi keteduhan itu.
"Ini ada batu yang licin dan bersih, Thian Lee. Kau duduklah di sini!" kata pula Lee Cin sambil menyapu sebuah batu besar dengan tangannya.
Thian Lee menghela napas lalu duduk di atas batu itu.
"Lee Cin, engkau selalu bersikap manis
dan penuh perhatian selama beberapa hari ini kepadaku. Kenapa engkau begini baik kepadaku, Lee Cin?" Thian Lee bertanya dan sudah siap untuk bicara terus terang.
"Masih perlukah engkau bertanya lagi, Thian Lee" Aku cinta padarnu, itulah sebabnya.
Haruskah kujawab lagi" Engkau tentu sudah mengetahui akan perasaan hatiku kepadamu,Thian Lee," kata Lee Cin seolah menegur.
Keterlaluan pemuda itu, pikirnya. Masih bertanya lagi tentang sikap baiknya!
Thian Lee menghela napas. "Lee Cin, aku tahu dan karena itulah maka aku minta penjelasan darimu. Semua ini harus kauhentikan, Lee Cin.
Bersikaplah wajar saja, sebagai seorang sahabat biasa. Ketahuilah bahwa aku hanya suka kepadamu, bukan mencinta. Aku suka dan
kagum kepadamu, rasa suka seorang sahabat, Lee Cin.
Engkau harus tahu benar akan hal
ini." Lee Cin menatap wajah pemuda itu dan tersenyum manis. "Engkau sudah mengatakan hal itu dan aku cukup mengerti, Thian Lee. Akan tetapi aku tidak putus asa.
Dari kesukaanmu itulah aku harapkan dapat berkembang menjadi rasa cinta, demikian kuharapkan, Thian Lee. Siapa tahu pada suatu saat engkau akan benar-benar merasa cinta kepadaku seperti perasaanku
kepadamu." Thian Lee menggeleng kepala.
"Tidak mungkin, Lee Cin. Tidak mungkin aku jatuh cinta
kepadamu atau kepada gadis manapun juga, karena aku...."
"Karena mengapa?" Lee Cin mengejar dengan alis berkerut.
"Karena aku sudah memiliki seorang pilihan hati, aku telah mencinta seorang gadis maka tidak mungkin aku mencinta gadis lain. Tidak mungkin aku mencintamu dan ini harus kukatakan terus terang agar jangan engkau dipermainkan oleh harapanmu yang takkan tercapai.
Maafkan aku, Lee Cin."
Thian Lee melihat betapa sepasang mata yang indah itu terbelalak dan muka itu berubah pucat sekali. Dia tidak tega melihat ini dan ia menundukkan mukanya agar jangan terlihat olehnya wajah yang diselimuti kedukaan, kekecewaan dan keputus-asaan itu.
Tiba-tiba tangan Lee Cin bergerak ke arah pundak Thian Lee. Dan begitu jari tangannya menotok jalan darah di kedua pundak, tiba-tiba saja tubuh Thian Lee menjadi lemas terkulai
dan dia rebah miring di atas batu itu.
Bagaimana Thian Lee yang demikian lihai itu sampai dapat tertotok dengan mudah" Sebetulnya Thian Lee dapat merasakan gerakan tangan Lee
Cin tadi, akan tetapi sama sekali dia tidak menyangka bahwa Lee Cin hendak menotoknya.
Kalaupun Lee Cin menotoknya, dia pun akan dapat melindungi tubuhnya dengan kekebalan sin-kangnya. Sama sekali dia tidak tahu dan tidak menduga bahwa Lee Cin menotoknya
dengan ilmu It-yang-ci! Ilmu totokan It-yang-ci yang dipelajari Lee Cin dari In Kong Thaisu Ketua Siauw-li-pai itu memang merupakan ilmu yang luar biasa sekali.
Biarpun Lee Cin belum sempurna benar melatih ilmu itu, namun daya to-tokannya sudah sehebat itu sehingga Thian Lee yang tangguh dapat juga di-buat tidak berdaya dan, roboh lemas di atas batu.
"Hayo katakan siapa perempuan itu membentak Lee Cin kepada Thian Lee.
Thian Lee memandang kepada Lee Cin dengan mata penuh penyesalan. Tak disangkanya Lee Cin akan berbuat begitu. "Lee Cin, apa yang kaulakukan ini" Cepat bebaskan totokanmu," katanya sabar dan tenang.
"Tidak, engkau telah menghancurkan harapanku. Engkau orang yang tidak tahu dicinta orang,tak mengenal budi! Hayo katakan siapa perempuan itu kepadaku!
"Hemm, kalau kuberltahukan, engkau mau apa?" tanya Thian Lee.
"Mau apa" Mau membunuhnya! Tidak ada perempuan lain di dunia ini yang boleh memilikimu!" bentak Lee Cin.
"Hem, aku akan melindunginya dan mencegahnya," kata Thian Lee.
"Boleh kau coba! Hayo cepat katakan kepadaku, siapa namanya dan di mana tempat tinggal perempuan itu!"
"Aku tidak akan memberitahukan ke-'padamu, Lee Cin," kata Thian Lee dengan sikapnya yang masih tenang.
Diam-diam dia mencoba menggerakkan hawa tenaga saktinya di bawah pusar, namun belum juga berhasil. Totokan itu memang istimewa, membuat seluruh tubuhnya
tak dapat digerakkan, kecuali mulut dan matanya.
"Kalau tidak kau beritahukan, aku akan membunuhmu! Kalau aku tidak dapat memilikimu,seluruh wanita di dunia ini pun tidak akan dapat nnemilikimu!" Setelah berkata demikian,sekali tangannya bergerak, ia telah melolos pedang yang dibuat sabuk melilit pinggangnya.
"Singgg....!" Pedang itu telah meno-dong dada Thlan Lee. "Thian Lee, sekali lagi aku bertanya. Maukah engkau melupakan perempuan itu dan berjodoh dengan aku?"
"Tidak, Lee Cin!"
"Kalau begitu, matilah engkau!" Pedang itu ia tusukkan, akan tetapi tepat pada saat ujung pedang sudah menyentuh baju Thlan Lee, gerakan itu dihentikan dan Lee Cin mengeluh.
"Lee Cin, engkau tidak akan mampu melakukan ini. Engkau bukan seorang wanita jahat,jangan berpura-pura menjadi wanita sesat yang kejam.
Engkau tidak seperti ibumu, melainkan lebih menuruni watak gagah dari ayahmu!" kata Thian Lee, sedikit pun tidak merasa gentar
walaupun tadi nyawanya telah bergantung pada sehelai rambut.
"Ihhh....!" Lee Cin kemball mengeluh, kemudian ia memejamkan matanya dan menahan napas. Tiba-tiba pedangnya diangkatnya tinggi-tinggi dan ia memben-tak, "Matilah kau,
Thian Lee!" Pedang itu menyambar dengan kuat dan cepatnya ke bawah dengan sebuah bacokan.
"Crakkk!" Batu itu terbelah dan tubuh Thian Lee terguling ke atas tanah karena batu itu terbelah dua tepat di samping tubuhnya. Kiranya pada saat terakhir, Lee Cin bukan membacok
tubuh Thian Lee melainkan membacok batu itu.
Thian Lee kini rebah telentang dan dia dapat melihat betapa gadis itu menu-tupi mata dengan kedua tangannya sambil menangis tersedu. Dia merasa kasihan sekali.
"Lee Cin, maafkan aku...." katanya lirih dan ucapan ini membuat Lee Cin menangis semakin sedih, sampai terisak-isak.
"Lee Cin, aku tahu bahwa engkau seorang gadis yang baik sekali. Seandainya aku belum jatuh
cinta kepada seorang gadis lain, kiranya tidak ada gadis yang leblh baik darimu bagiku, Lee Cin. Engkau gadis yang cantik, berilmu tinggi, dan berbudi baik. Percayalah, kelak eng-kau akan mendapatkan jodoh seorang pemuda yang jauh lebih baik dariku, terutama sekali pemuda yang dapat mencintamu sepenuh hatinya.
Engkau akan menemukan jodohmu
sendiri, Lee Cin." Pada saat itu, Thian Lee merasa ada gerakan di tan-tian (bawah pusar),maka dia lalu menekan hawa sakti itu ke atas untuk membebaskan totokan pada dirinya.
Lee Cin masih terisak dan menurunkan kedua tangan, menyimpan pedangnya. "Thian Lee,
aku... aku benci padamu. Aku tidak mau lagi bersamamu!" la memandang dan terbelalak melihat betapa pemuda itu sudah bangkit duduk.
"Kau... kau sudah bebas dari totokan?"
"Kebetulan saja aku mampu menembus totokanmu dan membebaskannya, Lee Cin." Hal itu
sebetulnya dapat terjadi karena Lee Cin masih kurang sempurna melatih ilmu barunya, belum memperoleh tenaga yang tepat sehingga totokannya juga kurang mengandung tenaga yang
diperlukan.
"Aku... aku benci padamu!" kata lagi Lee Cin sambil mengusap air matanya.
"Percayalah kepadaku, Lee Cin. An-daikata engkau tadi jadi membunuhku, engkau akan
benci sekali kepada dirimu sendiri."
"Huh!" Lee Cin membuang muka lalu meloncat pergi meninggalkan pemuda itu. Thian Lee menarik napas panjang dan sampai lama dia duduk di atas batu yang terbelah dua oleh pedang
Lee Cin tadi. Dia termenung.
Hubungan antara pria dan wanita memang membutuhkan
kejujuran. Apa yang dia lakukan tadi sudah benar. Kalau dia tidak berterus terang, berarti dia memelihara harapan Lee Cin, harapan yang akhirnya akan sia-sia belaka dan membuat gadis itu kelak akan menjadi lebih sedih lagl.
Dan dia pun harus berterus terang kepada Cin Lan. Ya, benar! Dalam urusan cinta dia harus jujur. Mengapa merasa rendah diri" Dalam kesempatan pertama, kalau dia bertemu dengan Cin Lan, dia akan mengakui cintanya! Mungkin juga dia akan mengalami dan merasakan
seperti apa yang dialami dan dirasakan Lee Cin.
Mungkin cintanya akan ditolak gadis
bangsawan itu dan itu lebih baik daripada merahasiakannya, daripada mengharapharapkan hal yang belum tentu. Dia akan mengaku cinta kepada Cin Lan!
Keputusan hatinya ini mendatangkan semangat kepadanya dan mengusir kegundahannya oleh urusan dengan Lee Cin tadi. Dia lalu bangkit dan melanjutkan perjalanannya ke kota raja.
Tidak sukar bagi Thian Lee untuk menemukan di mana tempat tinggal Gui-ciangkun atau Gui Tiong In. Nama pang-lima ini sudah terkenal sekali di kota raja, sebagai seorang panglima
yang sudah banyak jasanya dalam menumpas pemberontakan yang terjadi di daerah-daerah perbatasan.
Setelah menemukan alamat Gui-ciangkun, Thian Lee lalu datang berkunjung.
Kepada para petugas keamanan dia memberitahukan siapa namanya dan apa kepentingannya hendak bertemu Gui-ciangkun. Dia mengatakan bahwa dia membawa berita dari Souw-
bengcu.
Begitu mendengar bahwa ada seorang utusan dari Souw-bengcu minta mengha-dap, Gui-ciangkun segera menemui Thian Lee di sebuah kamar tamu yang tertutup. Setelah bertemu,
Thian Lee memberi hormat dan memandang panglima itu dengan kagum.
Seorang panglima yang gagah berwibawa, berusia lima puluh tahun lebih. Sebaliknya, Gui-ciangkun juga
mengamati tamunya dan merasa heran bahwa Souw-bengcu mengutus seorang yang masih begitu muda untuk menemuinya.
"Ciangkun, saya Song Thian Lee di utus oleh Souw-bengcu untuk menghadap Ciangkun," kata Thian Lee memperkenalkan dirinya.
"Duduklah, Song-sicu dan katakanlah, pesan apa yang harus kau sampaikan kepadaku," kata Gui-ciangkun mempersilakan tamunya duduk.
Thian Lee mengeluarkan sampul surat pertama yang ditujukan kepada panglima itu, yang diterima oleh tuan rumah lalu dibacanya.
Wajah panglima itu nampak serius ketika dia membaca surat itu dan isinya tentu amat penting karena dia mengulang pembacaannya.
Setelah selesai membaca, dia berkata kepada Thian Lee dan pandangannya terhadap pemuda itu sudah berbeda. "Song-taihiap, saya sudah membaca banyak keterangan Souw-bengcu tentang diri dan kemampuan Tai-hiap, dan tentang pergolakan yang sedang terjadi di kota raja.
Memang disini sedang terjadi pembunuhan-pembunuhan aneh terhadap beberapa orang pangeran dan pejabat tinggi. Kalau benar apa yang dikemuka-kan bengcu ini, sungguh merupakan malapetaka besar. Dalam suratnya, Souw-bengcu menyebutkan bahwa engkau mem-bawa sepucuk suratnya untuk dihaturkan Sri Baginda Kaisar, benarkah?"
"Benar, Ciangkun. Suratnya ada pada saya".
"Baik, kalau begitu, mari sekarang juga engkau kuhadapkan Sri Baginda. Urusan ini terlalu penting dan berbahaya untuk ditunda-tunda lebih lama lagi."
Demikianlah, Thian Lee lalu diajak Gui-ciangkun untuk menghadap Sri Baginda Kaisar.
Sebagai seorang panglima kepercayaan, tidak ada kesukaran bagi Gui-ciangkun untuk menghadap Kaisar sewaktu-waktu.
Mendengar bahwa Gui-ciangkun mohon menghadap bersama seorang pemuda, Kaisar Kian Liong dapat menduga bahwa tentu panglimanya itu membawa berita yang amat penting. Kalau tidak penting, tidak mungkin panglimanya itu
berani mengganggunya.
Dia lalu memerintahkan pengawal untuk membawa kedua orang itu
menghadapnya di taman bunga, di mana Kaisar itu sedang mencari angin. Hawa udara pada siang hari itu memang panas. Dia menyuruh para selir dan dayang yang tadi melayani dan menemaninya untuk pergi menjauh karena dia dapat menduga bahwa panglima itu tentu akan
membicarakan sesuatu yang teramat penting dan yang tidak selayaknya didengarkan para selir dan dayang.
Juga para pengawal pribadinya diharuskan menunggu dan ber-jaga di luar pondok taman itu. Gui-ciangkun dan Thian Lee dibawa oleh para pengawal ke pondok dalam ta-man itu.
Thian Lee sebelumnya telah diberitahu oleh Gui-ciangkun tentang tata-cara menghadap Kaisar,
maka ketika dia melihat Gui-ciangkun menjatuhkan diri berlutut, dia pun berlutut di samping panglima itu.
Daun pintu terbuka dan muncullah Kaisar. Thian Lee hanya me-lihat ujung sepasang sepatu yang indah dan ujung celana dari sutera halus. Dia tetap menundukkan mukanya dengan sikap hormat.
"Gui-ciangkun dan kau orang muda, kami ijinkan untuk bangkit dan masuk-lah!" terdengar suara yang lembut namun berwibawa. Thian Lee menanti sampai Gui-ciangkun menghaturkan terima kasih dan bangkit, baru dia pun ikut bangkit, dengan kepala tetap ditundukkan. Mereka melangkah masuk, berdiri dengan sikap hormat menanti Kaisar itu duduk.
"Kalian boleh mengambil tempat duduk".
Barulah kedua orang itu berani duduk. Memang sikap Kaisar Kian Liong berbeda dengan kaisar-kaisar lain. Kalau berhadapan dengan orang kepercayaannya atau orang-orang dunia persilatan, dia menyuruh mereka duduk di kursi sehingga dia dapat mengajak mereka bicara
dengan enak, dapat menatap wajah mereka.
Hanya dalam sidang pertemuan resmi saja para ponggawa berlutut. Setelah mengambil tempat duduk, sekilas Thian Lee berani memandang wajah itu. Biarpun hanya sekilas, dia telah dapat melihat gambaran dari Kai-sar yang amat terkenal sebagai kaisar yang bijaksana itu.
Kaisar itu sudah tua, tentu ada. enam puluh tahun usianya, namun
masih nampak sehat dan lebih muda dari usianya. Sepasang matanya tajam seperti dapat
menembus ke dalam lubuk hati yang dipandangnya.
"Nah, Gui-ciangkun, berita apakah yang kau bawa dan siapa pula orang muda ini?". Kaisar bertanya kepada Gui Ciangkun.
"Mohon ampun, Yang Mulia. Hamba berani menghadap tanpa diperintah. Hamba hendak menghadapkan pemuda ini yang bernama Song Thian Lee dan dia adalah utusan dari Souw-
bengcu untuk menyampaikan sepucuk surat, dihaturkan kepada Paduka".
"Hemm, Souw-bengcu" Song Thian Lee, cepat serahkan surat dari Souw-bengcu itu kepada kami." "Baik, Yang Mulia," kata Thian Lee dan dia lalu mengeluarkan surat itu, maju berlutut dan sambil berlutut menyerahkan surat.
Setelah surat diterima oleh Kaisar, dia lalu mundur dan duduk lagi di atas kursinya.
Kaisar membaca surat dari Souw-bengcu itu. Alisnya berkerut dan setelah selesai membacanya, dia lalu memandang kepada Thian Lee, lalu berkata, "Song Thian Lee, yakin
benarkah engkau akan apa yang kau bicarakan dengan Souw-bengcu tentang Pangeran Tua itu" Bahwa dia telah mengumpulkan orang-orang kang-ouw dengan niat buruk?"
"Hamba belum mendapatkan buktinya Yang Mulia. Akan tetapi melihat banyak tokoh sesat berkumpul di sana, kemudian melihat kenyataan bahwa orang-orang yang mencoba untuk
membunuh Pangeran Tang Gi Su ketika hamba mengejar melarikan diri ke dalam tempat tinggal Pangeran Tua, maka hamba merasa yakin."
"Kami telah menyerahkan urusan itu untuk diselidiki dan ditanggulangi oleh Pangeran Tang Gi Su. Akan tetapi sampai sekarang belum ada perkembangannya, sementara itu
pembunuhan-pembunuhan masih terus berlangsung.
Baiklah, engkau kuangkat menjadi
panglima dan kutugaskan untuk membantu Pangeran Tang Gi Su melakukan penyelidikan sampai menemukan buktinya dan menghancurkan komplotan gelap ini, Song Thian Lee.
"Ampunkan kalau hamba berani memberi peringatan agar Paduka menjaga diri baik-baik dan
berhati-hati terhadap Pak thian-ong Dorhai yang kabarnya telah menduduki jabatan penting di
istana, Yang Mulia."
"Hemm, Dorhai telah menjadi seorang penasihat kami. Mengapa engkau berkata demikian?"
"Karena hamba pernah melihat dia berada di rumah Pangeran Tua, bahkan dia berusaha untuk
menangkap puteri Pangeran Tang Gi Su." Dengan singkat namun jelas Thian Lee lalu menceritakan pengalamannya ketika dia menolong Cin Lan dari tangan Pak-thian-ong Dorhai.
Mendengar laporan ini, Sri Baginda Kaisar mengerutkan alisnya. "Ahhh, betapa sulitnya mengukur isi hati orang-orang itu!
Diberi anugerah kedudukan malah hendak memukul dari belakang. Song Thian Lee, engkau bersama Gu ciangkun hubungilah Pangeran Tang Gi Su dan bekerja sama dengannya untuk menghancurkan komplotan ini kalau memang benar ada di dalam waktu yang secepat-cepatnya.
Song Thian Lee, pangkatmu sekarang menjadi panglima muda keamanan istana dan kau kutugaskan untuk membantu Gu-ciangkun dan Pangeran Tang Gi Su.
Nah, berangkatlah kalian dan cepat lakasanakan tugas kalian dengan baik."
Thian Lee berlutut dan menghaturkan terima kasih. Gui-ciangkun lalu mendapat perintah untuk mengatur pemberian perlengkapan pakaian panglima muda bagi Thlan Lee.
Keduanya lalu mengundurkap, diri dan keluar dari istana.
"Selamat, Song-ciangkun!" Setelah tiba di luar istana, Gui-ciangkun memberi, selamat kepada rekannya yang masih muda. "Engkau beruntung sekali.
Agaknya Sri Baginda Kaisar telah
sangat mempercayai surat Souw-bengcu sehingga tanpa, menguji lagi beliau telah menganugerahkan kedudukan panglima muda kepadamu" Biarlah nanti aku yang mengatur persediaan perlengkapan untukmu."
"Hal itu tidak perlu tergesa-gesa, Gui-ciangkun. Kalau aku bertugas melakukan penyelidikan,bagiku leblh leluasa kalau aku berpakaian biasa saja. Kelak saja kalau keadaan sudah aman,baru aku akan mengenakan pakaian panglima muda itu." Gui Ciangkun mengangguk angguk.
"Akan tetapi, setidaknya engkau harus memegang surat tanda pangkatmu. Biar nanti kubuatkan, agar setiap saat dapat kau pergunakan dan perlihatkan kepada para pejabat lain."
"Harap Ciangkun pulang lebih dulu. Aku ingin menemui seorang sahabatku bernama Lauw Tek. Pendekar inilah yang banyak membantuku dalam menyelidiki gerakan yang dilakukan Pangeran Tua dan dia kini masih selalu menanti berita dariku di sebuah kuil tua," kata Thian Lee.
Gui-ciangkun menyetujui.
"Kalau sudah selesai, cepat engkau datang ke rumahku karena engkau harus segera mengadakan hubungan dengan Pangeran Tang Gi Su. Untuk itu aku akan memberi surat perkenalan kepadamu."
Thian Lee mengangguk dan jantungnya berdebar. Dia tentu saja sudah mengenal Pangeran Tang Gi Su karena sudah pernah bertemu dan membayangkan dia akan berkunjung ke istana pangeran itu membuat jantungnya berdebar tegang karena hal itu berarti bahwa dia akan
bertemu dengan Tang Cin Lan!
Hari telah sore ketika dia memasuki kuil di mana biasanya Lauw Tek berada. Kuil itu biasanya menjadi tempat pertemuan mereka. Dan benar saja, Lauw Tek teiah berada di situ
dan agaknya telah lama menunggunya.
"Ah, engkau sudah kembali, Song-te" Bagaimana kabarnya dengan bengcu" Sudahkah engkau bertemu dengannya?" seru. Lauw Tek gembira melihat sahabatnya itu. Dia tahu
bahwa Thian Lee berkunjung ke Hong-san, bahkan dia pun menganjurkan pemuda itu menghubungi bengcu.
"Sudah, Lauw-twako. Sudah kuceritakan semua kepadanya bahkan aku mendengar banyak dari bengcu." Thian Lee menceritakan pengalamannya bertemu dengan Souw Tek Bun.
Akan tetapi dia tidak bercerita tentang Lee Cin. Dia menceritakan betapa dia membawa surat untuk Gui-ciangkun dan untuk Kaisar, dan betapa kini oleh Kaisar dia diangka menjadi panglima
muda dan ditugaskan melakukan penyelidikan dan menanggulangi komplotan pemberontak itu.
"Wah, engkau memang patut menjadi panglima, Song-te. Dan aku girang sekali kalau engkau dapat memberantas komplotan pemberontak."
"Aku harus menghubungi Pangeran Tang Gi Su, karena kaisar telah menye-rahkan tugas membongkar komplotan itu kepada Pangeran Tang Gi Su."
"Bagus! Pangeran Tang Gi Su adalah seorang di antara para pejabat yang baik dan adil.
Dengan bekerja sama yang baik tentu kalian akan mampu membongkarnya."
"Akan tetapi kami membutuhkan bantuan, Lauw-twako. Sebagai penyelidik, engkaulah yang
berjasa dan yang lebih dahulu mengetahui tentang Pangeran Tua.
Karena itu, mari ikutlah denganku meng-hadap Pangeran Tang Gi Su."
Setelah dibujuk, akhirnya Lauw Tek menyatakan bersedia membantu dan menghadap Pangeran Tang Gi Su.
Demi-kianlah, pada keesokan harinya, dengan berbekal surat dari Gui-
ciangkun, Thian Lee mengajak Lauw Tek untuk berkun-jung ke rumah Pangeran Tang Gi Su.
Ketika Pangeran Tang Gi Su keluar menemui dua orang tamu yang minta bertemu dengan dia,pangeran ini nampak terkejut memandang kepada Thian Lee.
"Kau...." Bukankah engkau... pemuda yang malam hari itu telah mengusir pembunuh....?"
Thian Lee cepat memberi hormat. "Benar sekali, Taijin. Saya adalah Song Thian Lee. Akan tetapi kedatanganku sekali ini adalah melaksanakan perintah Sri Baginda Kaisar dan ini saya membawa surat pengantar dari Panglima Gui Tiong In." Thian Lee lalu mengeluarkan sepucuk surat dari Gui-ciangkun dan menyerahkan kepada pangeran itu yang masih nampak
terkejut dan heran.
Ketika Pangeran Tang Gi Su membaca isi surat pengantar Gui-ciangkun
yang dikenalnya dengan amat akrab, dia semakin terkejut dan membelalakkan kedua matanya,
kemudian memandang kepada Thian Lee.'
"Ah, Song-ciangkun! Kiranya engkau telah diangkat sendiri oleh Sri Bagind untuk menjadi panglima muda keamanan istana?"
"Benar, Taijin. Dan saya ditugaskan bekerja sama dengan Taijin untuk membasmi komplotan pemberontak."
"Akan tetapi kenapa engkau tidak mengenakan pakaian panglima?"
"Saya hendak menjadi penyelidik, tentu tidak leluasa kalau mengenakan pakaian seperti itu."
Pangeran Tang Gi Su mengangguk-angguk dan memandang kagum. Pemuda yang tadinya pelayan rumah makan itu telah menjadi panglima muda, di angkat sendlri oleh Kaisar!
Akan tetapi, mengingat akan kepandaiannya yang tinggi, memang pantas dia menjadi panglima.
"Persoalannya tidaklah sedemikian mudahnya, akan tetapi,.. siapakah temanmu ini?"
"Maaf, Taijin. Tadi belum sempat memperkenalkan. Dia ini bernama Lauw Tek, seorang pendekar yang juga menentang pemberontakan. Dialah yang pertama kali memberitahu
kepada saya tentang adanya orang-orang kang-ouw di rumah Pangeran Tua.
Lauw-twako ini seorang penyelidik yang ulung, maka saya bawa menghadap Taijin, barangkali Taijin
berkenan mempergunakan tenaganya."
Pangeran Tang Gi Su mengangguk-angguk. "Baik, makin banyak pembantu semakin baik.
Mulai sekarang, engkau membantuku melakukan penyelidikan, Lauw Tek."
"Saya siap melaksanakan perintah Taijin," kata Lauw Tek dengan sikap gagah.
"Tadi Taijin mengatakan persoalannya tidaklah sedemikian mudahnya, apa maksud Taijin?"tanya Thian Lee. "Maksudku mengenai Pangeran Tua.
Sejak dahulu, kakak tiriku itu memang seorang yang cerdik dan selalu berhati-hati. Biarpun kita sudah yakin bahwa semua pembunuhan itu
dilakukan oleh orang-orang kang-ouw yang dikumpulkan di rumahnya, akan tetapi apa artinya kalau kita tidak mempunyai bukti.
Dia pandai sekali berpura-pura dan
menyembunyikan semua bukti. Kita harus dapat menemukan bukti tentang komplotan pemberon-tak itu.
Sri Baginda Kaisar tentu juga tidak ?setuju kalau kita turun tangan
menyerbu ke sana tanpa adanya bukti nyata."
"Saya mempunyal akal, Taijin. Di sana, di antara para tokoh kang-ouw, terdapat pula seorang tokoh yang berjuluk Liok-te Lo-mo. Orang ini dahulu pernah saya kenal dengan baik, oleh karena itu, saya akan menemuinya dan ''saya akan menggabungkan diri dengan mereka
membantu Pangeran Tua. Kalau saya sudah berhasil menyelundup ke sana dan mengetahui semua rahasianya, tentu akan mudah bagi Taijin untuk turun tangan."
"Sebuah siasat yang baik sekali!" seru Pangeran Tang Gi Su. "Akan tetapi apakah tidak teramat berbahaya" Bagaimana kalau dia mengetahui bahwa engkau adalah seorang
panglima muda?" "Tidak ada yang mengetahui akan pengangkatan saya itu kecuali Gui-ciang-kun, Taijin.
Saat ini belum ada orang lain mengetahuinya. Saya yakin siasat itu akan berhasil."
"Baiklah kalau begitu, kita hanya menanti hasil usahamu itu."
Setelah pertemuan itu selesai, Thian Lee memohon diri dan Lauw Tek ditinggal di rumah Pangeran Tang karena sejak saat itu dia telah diterima menjadi pembantu pangeran dan diberi tempat tinggal di belakang.
Ketika Thian Lee keluar dari ruangan dalam dan hendak keluar, tiba-tiba terdengar seruan halus, "Song-twako....!"
Dia menengok dan berhadapan dengan Cin Lan! Thian Lee merasa seluruh tubuhnya gemetar dan jantungnya berdebar penuh keharuan dan ketegangan. Gadis itu nampak demikian cantik jelita sehingga dia seperti terpesona dan tidak mampu mengeluarkan kata apa pun.
"Twako, engkau Song Thian Lee, bukan" Lupakah engkau kepadaku" Aku Cin Lan!"
"Nona, bagaimana aku dapat lupa kepadamu" Tak sedikit pun aku pernah lupa kepadamu!"
"Hemm, engkau sudah lupa, menyebut aku nona. Lupakah engkau bahwa namaku Cin Lan?"
"Maaf, Lan-moi... aku... rasanya tidak pantas orang seperti aku...."
"Sudahlah, aku paling tidak senang kalau engkau sudah merendahkan diri seperti ini. Aku tadi mendengar bahwa Ayah menerima dua orang tamu. Kiranya engkaukah tamunya?"
"Benar, aku dan seorang lagi yang bernama Lauw Tek. Kini Lauw-twako telah diterima menjadi pembantu ayahmu sedangkan aku... aku mempunyai tugas lain yang amat penting."
"Lee-ko, ada keperluan apa sajakah engkau berkunjung kepada ayahku" Dan bagaimana Ayah menerimamu" Aku masih merasa amat menyesal sekali kalau teringat sikap Ayah dahulu itu kepadamu. Engkau tentu dapat memaafkan, bukan?"
"Hemm, hal itu sudah lama kulupa-kan. Sekarang ayahmu bukan saja menerimaku dengan baik, bahkan kami telah bekerja sama...."
"Bekerja sama" Dalam hal apa?"
"Bekerja sama untuk menyelidiki dan menumpas pemberontak...."
Cin Lan sudah menyambar tangan Thian Lee. "Ssttt, mari kita bicara di dalam, Lee-ko. Di sini dapat terdengar orang lain. 'Marilah, ikut denganku."
Sebetulnya Thian Lee merasa tidak enak dan takut kalau-kalau Pangeran Tua akan merasa tidak senang, akan tetapi gadis itu telah menarik tangannya se-hingga terpaksa dia
mengikutinya.
Ter-nyata Cin Lan membawanya ke taman bunga. Taman bunga itu luas dan di tengahnya terdapat kolam ikan dan beberapa buah bangku.
"Nah, klta duduk dan bercakap-cakap di sini. Tentu tidak akan terdengar orang lain. Kita dapat melihat keadaan seke-liling dan akan tahu kalau ada orang mendekat," kata Cin Lan.
Keduanya duduk di bangku taman, bersanding.
"Aku khawatir ayah ibumu akan marah melihat aku duduk bersamamu di sini, Lan-moi."
"Tidak ada yang akan marah kepadaku, Lee-ko. Biarlah aku yang akan bertanggung jawab.
Nah, sekarang ceritakan bagaimana engkau sampai dapat bekerja sama dengan Ayah dalam menghadapi komplotan pemberontak. Ayah memang ditugaskan oleh Sri Baginda Kaisar untuk menyelidiki pembunuhan-pembunuhan itu dan membongkar rahasia komplotan. Dan
bagaimana engkau sampai dapat diteri-ma Ayah untuk bekerja sama?"
"Aku membawa surat perkenalan dari Gui-ciangkun untuk ayahmu, dan ayahmu menerimaku.
Bahkan ayahmu juga menerima seorang kenalanku, Lauw Tek men-jadi pembantunya."
"Aku girang sekali, Lee-ko. Kau tahu, semenjak kepergianmu malam itu, setelah engkau menolong kami dan sikap Ayah yang begitu merendahkanmu, aku selalu merasa bersedih.
Aku telah berusaha mencarimu, akan tetapi di rumah makan itu mereka mengatakan bahwa engkau telah keluar dari sana. Tahu-tahu sekarang engkau telah muncul di sini, bahkan
bekerja sama dengan ayahku!
Betapa girang rasa hatiku, Lee-ko!" Sinar mata gadis itu demikian mesra memandangnya sehingga Thian Lee merasakan hatinya tergetar. Benarkah
pandangannya itu"
Benarkah sinar mata gadis memandang mesra kepadanya" Apakah ini merupakan tanda bahwa gadis itu pun suka kepadanya"
Seberkas cahaya harapan menerangi
hatinya. Dia pun menatap wajah gadis itu dan terpesona.
Rambut yang hitam panjang itu
digelung ke atas dan anak rambut yang berjuntai dan melingkar-lingkar di dahi dan pelipis amatlah manisnya.
Alisnya hitam melengkung menambah indahnya sepasang mata yang
tajam dan penuh gairah hidup.
Hldungnya mancung dan yang paling menarik adalah mulutnya. Bibir yang selalu merah segar dengan lesung pipit di sebelah kiri.
Kulit lehernya begitu putih halus tanpa cacat. Tubuh yang padat berisi, pinggang ramping dan leher yang
panjang itu. "Lee-ko, kenapa engkau diam saja?"
Thian Lee seolah baru sadar dan se-perti ditarik kembali ke alam nyata.
"Ehh... ahhh... tidak apa-apa, Lan-mol," katanya gagap, "Lee-ko, engkau belum menanggapi kata - kataku tadi.
Katakanlah betapa girang rasa hatiku
bertemu dengan eng-kau di sini dan mendengar engkau bekerja sama dengan Ayah. Apakah engkau tidak senang bertemu denganku, Lee-ko?"
"Wah, senang sekali, Lan-moi. Sudah... lama aku merindukan pertemuan ini...." Dia terkejut sendiri, merasa kelepasan bicara menyatakan isi hatinya.
"Benarkah, Lee-ko" Aku pun rindu sekali kepadamu. Telah berulang kali engkau menolongku, bahkan menyelamatkan nyawaku, akan tetapi pertemuan kita selalu demikian
singkat.
Aih, tak dapat kulupakan untuk pertama kali engkau menolongku dari ancaman racun ular di Pulau Ular Emas yang telah menggigitku, aku bahkan mencurigaimu. Entah apa
jadinya dengan diriku yang roboh pingsan karena keracunan kalau bukan engkau yang datang melatihku menyalurkan hawa beracun itu.
Kemudian, kembali engkau menyelamatkan aku di
rumah Pangeran Tua ketika aku terancam oleh jagoan-jagoan di sana. Aku tentu telah
tertawan kembali kalau engkau tidak membawaku lari.
Dan engkau memakai kedok sehingga
aku tidak mengenalimu. Akhirnya, ketika Ayah diserang orang-orang jahat, kembali engkau
muncul dan mernbantu kami. Budlmu terlampau besar untuk dapat kulupakan saja, Lee-ko."
"Sudahlah, Lan-moi, harap jangan bicara tentang budi. Aku dengar senang hati membantumu,
dan keberanianmu sungguh mengagumkan hatiku. Sejak pertama kali, melihat engkau
membela gurumu dengan mati-matian mencciri sian-tho, aku sudah kagum sekali kepadamu.
Kernudian engkau berani menyerbu ke dalam rumah Pangeran Tua, seperti memasuki sarang harimau. Aku kagum sekali".
"Aku berhutang budi kepada guruku Pek I Lokai yang budiman. Siapa lagi kalau bukan aku yang mencarikan obatnya ketika Suhu terluka parah" Dan berkat obat sin-tho itu, juga berkat pertolonganmu, Suhu telah sembuh kembali. Tidak perlu engkau memujiku, Lee-ko, akan tetapi engkaulah yang patut dipuji, berulang kali menyelamatkan aku yang tadi-nya sama sekali tidak kau kenal.
Maka aku girang sekali engkau kini bekerja sama dengan Ayah. Oh ya,
tadi kau katakan bahwa engkau mempunyai tugas yang amat penting. Apakah itu" Apakah ada " hubungannya dengan kerja sama itu, Ko-ko?"
"Sebetulnya hal ini merupakan rahasia, akan tetapi kepadamu akan kujelaskan semuanya,Lan-moi. Untukmu tidak ada rahasia apa pun yang kusimpan. Memang ada hubungannya dengan kerja sama ini.
Ayahmu dan aku telah bersepakat bahwa dalam keadaan sekarang ini
kami tidak mampu berbuat apa pun terhadap Pangeran Tua karena tidak ada bukti. Karena itu kami harus dapat mencari buktinya dan satu-satunya jalan adalah menyelundup masuk ke dalam sarang musuh dan menjadi pembantunya. Akulah yang akan menyelundup ke sana dan
bekerja kepada musuh."
"Ah, itu berbahaya sekali! Aku tidak setuju, Lee-ko! Engkau bisa celaka kalau berada diantara komplotan itu. Di sana terdapat banyak orang lihail', Cin Lan berseru dengan khawatir.
"Aku dapat menjaga diri, Lan-moi."
"Akan tetapi kalau engkau ketahuan, bagaimana mungkin engkau dapat lolos dari sana" Tidak,harus dicari jalan lain. Suruh saja lain anggauta penyelidik yang menyelundup ke sana.
Jangan engkau! Kalau terjadi malapetaka menimpamu bagaimana....?"
Melihat sikap gadis itu yang tiba-tiba wajahnya berubah pucat penuh ke-khawatiran, jantung dalam dada Thian Lee berdebar keras. Tak salahkah penglihatannya" Gadis itu khawatir kalau-kalau dia celaka!
Thian Lee teringat, pikirnya. Justeru inilah saat terbaik baginya untuk
berterus terang, seperti si-kap yang diperlihatkannya kepada Lee Cin. Dia tidak boleh membiarkan hatinya selalu dalam keraguan.
"Lanmoi, kenapa engkau mengkhawa-tirkan diriku" Kenapa engkau begitu memperhatikan diriku?" Ditanya demikian, tiba-tiba Cin Lan menundukkan mukanya dan suaranya ter-dengar lirih, "Aku... aku tidak ingin melihat engkau celaka, Lee-ko, aku... tidak ingin kehilangan engkau...."
Mendengar ini, Thian Lee merasa betapa seluruh tubuhnya gemetar. Dia duduk mendekat dan memegang kedua tangan gadis itu. "Lan-moi, mungkinkah ini" Mungkinkah engkau juga mencintaku seperti aku mencintaimu?"
"Sebetulnya hal ini merupakan rahasia, akan tetapi kepadamu akan kujelaskan semuanya,Lan-moi. Untukmu tidak ada rahasia apa pun yang kusimpan. Memang ada hubungannya dengan kerja sama ini.
Ayahmu dan aku telah bersepakat bahwa dalam keadaan sekarang ini
kami tidak mampu berbuat apa pun terhadap Pangeran Tua karena tidak ada bukti. Karena itu kami harus dapat mencari buktinya dan satu-satunya jalan adalah menyelundup masuk ke dalam sarang musuh dan menjadi pembantunya. Akulah yang akan menyelundup ke sana dan
bekerja kepada musuh."
"Ah, itu berbahaya sekali! Aku tidak setuju, Lee-ko! Engkau bisa celaka kalau berada diantara komplotan itu. Di sana terdapat banyak orang lihail', Cin Lan berseru dengan khawatir.
"Aku dapat menjaga diri, Lan-moi."
"Akan tetapi kalau engkau ketahuan, bagaimana mungkin engkau dapat lolos dari sana" Tidak,harus dicari jalan lain. Suruh saja lain anggauta penyelidik yang menyelundup ke sana.
Jangan engkau! Kalau terjadi malapetaka menimpamu bagaimana....?"
Melihat sikap gadis itu yang tiba-tiba wajahnya berubah pucat penuh ke-khawatiran, jantung dalam dada Thian Lee berdebar keras. Tak salahkah penglihatannya" Gadis itu khawatir kalau-kalau dia celaka!
Thian Lee teringat, pikirnya. Justeru inilah saat terbaik baginya untuk
berterus terang, seperti si-kap yang diperlihatkannya kepada Lee Cin. Dia tidak boleh membiarkan hatinya selalu dalam keraguan.
"Lanmoi, kenapa engkau mengkhawa-tirkan diriku" Kenapa engkau begitu memperhatikan diriku?" Ditanya demikian, tiba-tiba Cin Lan menundukkan mukanya dan suaranya ter-dengar lirih, "Aku... aku tidak ingin melihat engkau celaka, Lee-ko, aku... tidak ingin kehilangan engkau...."
Mendengar ini, Thian Lee merasa betapa seluruh tubuhnya gemetar. Dia duduk mendekat dan memegang kedua tangan gadis itu. "Lan-moi, mungkinkah ini" Mungkinkah engkau juga mencintaku seperti aku mencintaimu?"
Kepala ttu semakin menunduk akan tetapi Cin Lan tidak menarik kedua ta-ngannya yang digenggam Thian Lee. "En-tahlah, Lee-ko... aku tidak tahu... hanya semenjak pertemuan kita
pertama kali itu, aku... aku tidak dapat melupakanmu apalagi setelah disusul pertemuan berikutnya." "Lan-moi, engkau juga tidak pernah meninggalkan hatiku sejak pertemuan kita yang pertama.
Hanya.. aku meragu.... mungkinkah aku seorang pemuda yatim piatu yang miskin dapat...."
"Sssttt....!" Cin Lan mengangkat tangan kanan dan menutupi mulut pemuda itu. "Jangan
teruskan kata-kata seperti itu!"
Mereka saling pandang dan dapat saling menangkap sinar kasih dalam mata masing-masing.
"Akan tetapi, Lan-moi, engkau puteri pangeran sedangkan aku...."
"Sudahlah, Lee-ko. Kau anggap aku ini orang macam apa" Aku tidak memandang harta atau kedudukan, melainkan pribadinya dan aku amat kagum dan menghormati pribadimu."
Thian Lee kenibali menggenggam kedua tangan yang mungil itu. "Lan-moi engkau sungguh membuat aku merasa berbahagia sekali!"
"Engkau juga membuat aku berbahagia, Lee-ko."
Akan tetapi mereka cepat saling melepaskan tangan mereka ketika mendengar suara orang menghampiri tempat itu. Ketika mereka bangkit dan memandang, ternyata yang datang adalah Pangeran Tang Gi Su sendiri.
Tentu saja Thian Lee merasa rikuh dan tidak enak sendiri Akan tetapi pangeran itu tidak kelihatan marah, hanya menegur heran.
"Eh, Song-ciangkun, engkau masih berada di sini?"
"Ayah, engkau menyebut dia ciang-| kun?" kata Cin Lan dengan heran sekali.
"Tentu saja. Bahkan Sri Baginda Kai-sar sendiri yang mengangkatnya menjadi panglima muda keamanan istana!"
Cin Lan memandang Thian Lee dan menegur, "Lee-ko, kenapa tidak kau ceritakan hal ini kepadaku?" "Ah, Lan-moi, akn baru saja diangkat dan hal itu bahkan masih dirahasiakan agar tugasku sebagai penyelidiki dapat iberhasil dengan baik."
"Ayah, kenapa harus Lee-ko yang menyelundup kesana" Hal itu berbahaya sekali. Kenapa tidak menyuruh saja penyelidik yang lain?" kata Cin Lan kepada ayahnya.
"Hal itu adalah atas kehendak Song-ciangkun sendiri, Cin Lan," kata ayahnya.
"Benar, adik Cin Lan. Memang seyo-gianya aku yang melakukannya sendiri agar berhasil.
Jangan khawatir, aku mempunyai cara yang baik. Kau tentu tahu Liok-te Lo-mo yang pernah kau tantang itu, bukan" Nah, ketika aku masih kecil dia itu pernah menjadi guruku. Me-lalui
dia, aku dapat dengan mudah masuk ke sana menjadi pembantu dan dapat mengetahui semua rahasia mereka."
"Akan tetapi kalau ketahuan, bisa berbahaya sekali, Lee-ko. Kalau saja aku dapat menyertaimu, tentu dapat membantu kalau engkau terancam bahaya."
"Ah, tentu saja tidak mungkin, Lan-moi. Engkau sudah dikenal mereka. Aku dapat menjaga diri dan mari kita membagi tugas, Lan-moi. Nanti kalau saatnya sudah tlba, yaitu kalau tiba
saatnya pasukan menyerbu ke sana, engkau boleh membantu untuk memperkuat penyerbuan mengingat di sana banyak orang kang-ouw yang menjadi kaki tangan Pangeran Tua.
Kita bekerja sama, engkau dari luar dan aku dari dalam. Akan tetapi sebelum saatnya tiba, harap engkau jangan sekali-kali berkunjung ke sarang harimau yang berbahaya itu."
"Song-ciangkun berkata benar, Cin Lan. Kita menunggu saja tanda darinya dan aku yakin dia akan dapat menjaga dirinya baik-baik. Kalau dia sudah diangkat menjadi panglima oleh Sri Baglnda Kaisar, hal itu menunjukkan bahwa dia tentu memiliki kemampuan untuk itu."
Thian Lee lalu memberi hormat dan berkata, "Nah, aku berangkat sekarang. Harap jangan lupa menyuruh Lauw-twako menanti saya di tempat pertemuan kami yang biasa, Taijin.
Dengan demikian, akan lebih mudah saya mengirim berita, dan tidak menimbulkan kecurigaan." "Baik, Ciangkun. Semua telah kuatur dengan baik.
Selamat bekerja," kata Pangeran Tang Gi Su. "Lee-ko, berhati-hatilah dan jagalah dirimu baik-baik," kata Cin Lan dengan suara agak gemetar karena hatinya gelisah memikirkan keselamatan pria yang dicintanya itu.
"Jangan khawatir, Lan-moi," kata Thian Lee dan setelah memberi hormat sekali lagi, dia pun meninggalkan tempat itu, diikuti pandang mata Cin Lan.
Sejak tadi Pangeran Tang Gi Su mengamati puterinya yang memandang ke arah perginya Thian Lee dan kini seperti tenggelam dalam lamunan. Kemudian dia duduk di dekat puterinya dan memanggil.
"Cin Lan?.,.!" Gadis itu seperti baru diseret turun ke dunia nyata dan dipandangnya wajah ayahnya dengan
kaget. "Ya, Ayah...." katanya.
Pangeran itu tersenyum dan memegang pundak puterinya. "Kini aku mengerti mengapa engkau dapat akrab dengan pemuda itu. Ternyata dia seorang pemuda yang gagah berani dan tentu memiliki ilmu kepandaian tinggi.
Kalau tidak begitu, tidak mungkin Sri Baginda Kaisar memberinya anugerah pangkat yang penting dan memberi tugas untuk membantu aku membongkar rahasia komplotan pemberontakan,"
"Dia memang memiliki ilmu yang tinggi, Ayah. Aku sendiri sudah tiga kali melihat kehebatannya. Pertama kali ketika aku terkena gigitan ular berbisa dan keracunan, dia menolongku dan mengajarkan aku untuk mengendalikan hawa sin-kang yang kacau ditubuhku.
Kemudian kedua kalinya ketika aku berhadapan dengan orang-orang kang-ouw dirumah Pangeran Tua dan dalam bahaya, dia menolongku dan dapat dengan cepatnya mernbawa aku lari dari tempat berbahaya itu. Dan ke tiga, ketika malam-malam itu dia menolong Ayah dari ancaman orang jahat yang hendak membunuh Avah "
"Hemm, agaknya engkau kagum sekali kepadanya, Anakku."
Wajah Cin Lan berubah kemerahan akan tetapi dengan suara tegas ia berkata, "Aku memang kagum sekali kepadanya, Ayah."
"Dan agaknya engkau tertarik kepada-nya."
Jawaban Cin Lan mengandung tantangan, seolah ia menantang ayahnya jika ayahnya menentang. "Aku memang tertarik sekali kepadanya!"
Pangeran Tang Gi Su mehghela napas panjang.
Bagaimanapun, setelah mendapat kenyataan bahwa Thian Lee telah diangkat menjadi seorang panglima muda ke-amanan istana, tentu saja
hatinya tidak-lah begitu benar membiarkan anaknya bergaul dengan pemuda itu. Tidak seperti ketika mendengar bahwa pemuda itu hanya seorang pelayan rumah makan!
"PenoJakanmu atas pinangan putera Pangeran Bian Kun dulu itu memang benar, Cin Lan.
Untung aku pun belum menerimanya. Sekarang, melihat gelagatnya bahwa Bian Hok amat dekat hubungannya dengan Tang Boan, aku khawatir Pangeran Bian Kun terlibat pula dalam
komplotan itu.
"Ayah, aku menolaknya karena sejak dahulu aku tahu bahwa Bian Hok bukanlah orang baik.
Dan aku menilai orang yang akan menjadi jodohku bukan dari harta maupun pangkatya,melainkan dari pribadinya."
"Dan menurut penilaianmu, kepribadian Thian Lee itu baik?"
"Dia seorang yang gagah perkasa, berbudi luhur dan memiliki harga diri yang tinggi, juga rendah hati, Ayah." "Dan dia cinta padamu?"
"Demikianlah, Ayah," katanya malu-malu.
"Bagus, mudah-mudahan saja pilihan hatimu itu tidak keliru. Aku tidak akan menghalangimu,Cin Lan." "Terima kasih, Ayah," jawab gadis itu dengan gembira bukan main dan di dalam hatinya ia berterima kasih telah menda-patkan seorang ayah tiri yang baik dan amat menyayangnya.
Ketika Thian Lee berkunjung ke istana Pangeran Tua, dia dihadang di pintu gerbang oleh pasukan penjaga yang ber-sikap galak.
"Kau siapa, orang nnuda, dan ada keperluan apakah datang ke tempat ini?" bentak kepala penjaga dengan bengis. "Maafkan saya," jawab Thian Lee sambil memberi hormat. "Nama saya Song Thian Lee.
Saya adalah murid dari Liok-te Lo-mo. Mendengar bahwa Suhu berada di sini, maka saya menyusul dan saya ingin bertemu dengan Suhu Liok-te Lo-mo."
Mendengar pengakuan pemuda itu, kepala jaga menjadi berkurang kegalakannya, "Hemm,kau tunggu di sini sebentar, kami akan melapor ke dalam."
Tak lama kemudian muncullah Liok-te Lo-mo dan Thian Lee masih menge-nalnya dengan baik walaupun kini usia datuk sesat itu sudah semakin tua. Kakek itu memandang Thian Lee
dari kaki sampai kepala, kemudian berseru, "Thian Lee....! Engkau bocah bernama Thlan Lee dulu itu?"
Thian Lee lalu menjatuhkan diri berlutut "Suhu, apakah Suhu sudah lupa kepada teecu" Teecu sendiri tidak pernah dapat melupakan budi kebaikan Suhu, maka mendengar bahwa Suhu berada di tempat ini teecu lalu datang mencari Suhu."
"Thian Lee, apakah selama ini engkau sudah mempelajari banyak ilmu silat?"
"Berkat blmbingan Suhu yang pertama kali, teecu sudah mempelajari banyak macam ilmu silat." "Kau pelajari dari Jeng-ciang-kwi?"
"Dari dia dan dari lain-lain guru pula, Suhu."
"Hemm, lalusekarang engkau mencari, aku ada keperluan apakah?"
"Suhu terus terang saja aku sedang berada dalam kesulitan. Aku tidak mempunyai pekerjaan tetap yang menjanjikan masa depan yang baik.
Ketika aku mendengar berita di dunia kang-ouw bahwa Suhu berada di sini dan bekerja di sini, aku bergegas mencari Suhu dengan maksud minta pertolongan Suhu agar aku diperbolehkan bekerja di sini pula. Suhu, teecu akan bekerja sebaik mungkin."
Liok-te Lo-mo memandang pemuda itu penuh perhatian dan mengangguk-angguk. "Akan tetapi tidak mudah untuk bekerja di sini, Thian Lee. Engkau harus memiliki kepandaian tinggi dan keberanian besar untuk dapat bekerja membantu Pangeran Tua."
"Jangan khawatir, Suhu. Teecu sudah mempeiajari banyak macam ilmu silat yang tinggi, dan dalam hal keberanian, teecu disuruh melakukan apa pun akan kulaksanakan dengan sebaiknya. Kalau perlu teecu dapat diuji!"
"Hemm... hemmm... kalau begitu mari ikut denganku," katanya dan dia meng-ajak Thian Lee pergi ke sebuah ruangan yang cukup luas di bangunan samping. Ruangan itu adalah sebuah
lian-bu-thia (ruangan berlatih silat).
"Aku ingin mengujimu lebih dahulu sebelum menghadapkanmu kepada Pangeran."
"Baik, Suhu. Silakan!"kata Thian Lee dengan sikap tenang.
Liok-te Lo-mo lalu bergerak memukul dengan kedua tangannya bergantian dan Thian Lee maklum bahwa bekas gurunya ini memiliki sin-kang panas dingin yang dilatlhnya dengan api
dan es. Maka dia pun lalu mengimbangi, menangkis dengan mengerahkan kedua tenaga yang
berlawanan itu.
"Duk! Duk!" Ketika dua pasang lengan -itu bertemu, Liok-te Lo-mo terkejut sekali karena dia merasakan betapa bekas murid ini memiliki tenaga yang mampu mengimbanginya! Dia menjadi tidak ragu-ragu lagi dan segera menyerang dengan tenaga sepenuhnya. Akan tetapi,kakek itu sudah berusia sekitar delapan puluh tahun, tenaganya sudah banyak berkurang.
Seandainya tenaganya masih sepenuh dahulu saja dia tidak akan mampu menandingi Thian Lee, apalagi dalam ke-adaannya yang sudah lemah seperti sekarang. Thian Lee dapat mengimbangi dan menghadapi semua serangannya dengan baik, mengelak dan kadang menangkis.
Setiap kali dia menangkis kakek itu terhuyung ke belakang.
Melihat betapa muridnya tidak pernah membalas namun dia sama sekali tidak mampu menyentuh tubuh muridnya, Liok-te Lo-mo menjadi kagum dan juga heran sekali.
Muridnya telah menjadi seorang yang demikian lihainya.
"Mari kita mencoba dengan senjata!" katanya dan Liok-te Lo-mo sudah melolos sabuk rantainya yang merupakan sen-jatanya yang ampuh.
"Teecu tidak berani mengangkat senjata terhadap Suhu, biar teecu melayani rantai Suhu dengan tangan kosong saja!" kata Thian Lee. Tentu saja kakek itu menjadi semakin terkejut.
Muridnya itu berani melawannya yang bersenjata sabuk rantai dengan tangan kosong"
Padahal dengan senjata pun, masih jarang ada orang yang akan mampu metawan sabuk rantainya. Hatinya merasa penasaran dan dia segera menyerang dengan dahsyat. Akan tetapi dengan kelincahan kakinya, Thian Lee dapat mengelak dari semua serangan yang datang secara bertubi-tubi. Bahkan kadang Thian Lee berani menangkis sambaran rantai itu dengan tangannya!
Hal ini tentu saja membuat Liok-te Lo-mo terkejut dan terheran-heran. Akan
tetapi rasa penasaran mem-buat dia menyerang terus sampai pertandingan itu berlarigsung lima puluh jurus lebih dan keringatnya mulai membasahi badannya.
Pada saat rantai itu menyambar lagi dari kanan, Thian Lee memutar tangan kanannya dan menangkap rantai itu sehingga tidak mampu bergerak lagi. Betapapun Liok-te Lo-mo berusaha melepaskan rantainya, namun dia tidak sanggup dan pada saat itu Thian Lee berkata,
"Maaf, Suhu. Sudah cukup, harap Suhu tidak menyerang lagi." Dan dia melepaskan rantainya.
"Bagaimana pendapat Suhu, apakah teecu sudah memperoleh kemajuan dalam ilmu silat dan pantas untuk mengabdi di sini?"'
Liok-te Lo-mo menyimpan rantainya dan menghela napas panjang. "Hebat, engkau telah maju dengan pesat sekali, Thian Lee. Pangeran tentu akan girang kalau engkau dapat membantu.
Mari, mari kuajak engkau menghadap Pangeran."
Akan tetapi pada saat itu terdengar suara orang, "Ha-ha, sungguh hebat pemuda ini. Dan sejak tadi Yang Mulia Pangeran telah melihatnya, Lo-mo!"
Tentu saja Thian Lee sudah sejak tadi mengetahui kehadiran mereka di luar lian-bu-thia, akan tetapi dia pura-pura terkejut dan bersama Liok-te Lo-mo memutar tubuh.
Melihat bahwa yang datang adalah Pangeran Tua bersama Pak-thian-ong Dorhai dan beberapa orang tokoh kang-ouw, Liok-te Lo-mo segera memberi hormat,
"Kebetulan sekali Paduka datang, ka-rena hamba memang bermaksud mengajak murid hamba ini menghadap Paduka," kata Liok-te Lo-mo membanggakan muridnya.
Dia merasa bahwa dia sendiri tidak mampu menandingi Thian Lee maka dia merasa bangga mengaku pemuda itu sebagai muridnya! Pangeran Tua memandang Thian Lee penuh perhatian. Tadi Pak-thian-ong su-dah berkata kepadanya ketika mereka menonton pertandingan itu bahwa pemuda itu lihai sekali, bahkan lebih lihai diban-dingkan Liok-te Lo-mo!
"Liok-te Lo mo siapakah pemuda ini?" tanya Pangeran dan dia lalu duduk di atas kursi dalam lian-bu-thia itu. Liok-te Lo-mo berdiri dengan sikap hormat dan memperkenalkan. "Yang Mu-lia, pemuda ini bernama Song Thian Lee dan dahulu dia adalah murid hamba.
Kemudian dia merantau untuk
memperdalam ilmunya dan sekarang dia mencari hamba di sini dengan membawa ilmu kepandaian yang tinggi sekali.
Dia mohon untuk mengabdikan dirinya kepada Paduka dan hamba percaya dia akan menjadi pembantu yang baik dan dapat diandalkan."
Beberapa lama Pangeran Tua menatap wajah Thian Lee penuh selidiki. Pemuda" itu bersikap tenang walaupun jantungnya berdebar tegang. Pangeran Tua yang sudah berusia enam puluh lima tahun lebih itu memiliki mata seperti mata elang, begitu tajam penuh selidik. Dia harus
berhati-hati sekali berhadapan de-ngan seorang dengan mata seperti itu.
"Song Thian Lee," katanya dengan suara parau dan berwibawa. "Benarkah engkau ingin mengabdi kepadaku?" "Benar sekali, Yang Mulia," kata Thian Lee. Hening sejenak dan mata elang itu tetap menatap
wajah Thian Lee penuh selidik dan tiba-tiba Pangeran Tua bertanya dengan suara membentak,
"Kenapa engkau hendak mengabdi kepadaku, Thian Lee?"
Thian Lee memang sudah waspada dan siap sedia maka dia tidak menjadi terkejut atau gugup.
Dengan tenang saja dia memandang wajah pangeran itu dan menjawab, "Karena Suhu Liok-te Lo-mo bekerja di sini, maka hamba ingin pula bekerja di sini, Yang Mulia."
"Engkau sudah tahu apa yang harus kau kerjakan di sini?"
"Belum, Yang Mulia. Suhu belum sem-pat menceritakan kepada hamba. Akan tetapi apa pun perintah Yang Mulia kepada hamba, akan hamba laksanakan sebaiknya."
"Benarkah" Andaikata kami mengutusmu pergi membunuh seorang musuh kami, sanggupkah
engkau melakukannya?"
Tentu saja Thian Lee tidak terkejut mendengar akan tetapi dia bersikap seolah tertegun juga,hal yang sudah sepatutnya kalau orang disuruh melakukan pekerjaan membunuh!
"Kalau memang Paduka menghendaki kematian seorang musuh, tentu saja hamba sanggup mengerjakannya!" jawabnya lantang dan pasti.
"Paduka harap jangan ragu-ragu mengutus murid hamba ini, Pangeran. Dia seorang murid yang baik dan patuh, serta telah memiliki ilmu kepandaian yang boleh di andalkan!" kata Liok-te Lo-mo bangga.
"Kalau begitu, berani engkau bersumpah setia kepada kami, Thian Lee?" tanya pula Sang Pangeran yang mulai percaya karena di situ terdapat Liok-te Lo-mo yang seolah menjadi
penanggung ja-wab atas kesetiaan dan kemampuan pemuda, itu.
"Tentu saja hamba? berani bersumpah," kata Thian Lee.
Pangeran Tua tersenyum. "Tidak usah bersumpah, karena kami tidak percaya kepada sumpah.
Malam ini kami memberi tugas pertama kepadamu, untuk menguji sampai di mana kemampuanmu." "Hamba siap melaksanakan, Yang Mulia!"
Pak-thian-ong Dorhai lalu memotong, "Yang Mulia, bagaimana kalau dia ditugaskan untuk menyelesaikan pembunuhan atas diri Pangeran Tang Gi Su yang tempo hari gagal dilakukan?"
Diam-diam Thian Lee terkeJut bukan main, akan tetapi dia bersikap tenang saja. Sang Pangeran itu mengangguk-angguk. "Dialah penghalang satu-satunya yang harus lebih dulu lenyap.
Koksu (Penasihat Negara), persiapkan pertemuan dengan semua pembantu, kita mengadakan rapat darurat untuk mengatur persiapan sehubungan dengan rencana penyerangan terhadap Pangeran Tan Gi Su!"
"Baiklah, Yang Mulia." Pangeran itu lalu meninggalkan lian-bu-thia, dan Pak-thian-ong Dorhai berkata kepada Liok-te Lo-mo, suaranya memerintah,
"Lo-mo, kau urus muridmu ini dan bawa hadir dalam rapat yang, akan diadakan di ruangan rapat." "Baik, Koksu," jawab Liok-te Lo-mo dengan sikap hormat.
Maka semakin yakinlah hati Thian Lee bahwa Pak-thian ong yang sudah mendapat kedudukan sebagai Koksu ini memang diam-diam bersekongkol dengan Pangeran Tua.
Ketika akhirnya Thian Lee diajak masuk ke dalam ruangan belakang di mana diadakan rapat,hatinya berdebar tegang. Tak disangkanya akan demikian mudahnya dia berhasil melakukan penyelidikan. Memang sudah diperhitungkannya bahwa bekas gurunya itu yang akan men- .
jadi jalan baginya untuk menyelundup ke dalam istana Pangeran Tua, akan tetapi tidak disangkanya dalam waktu sehari saja dia sudah diajak dalam suatu rapat rahasia!
Dan di dalam rapat yang diadakan pada malam hari itu, hadir pula semua anggauta komplotan itu! Selain Koksu Pak-thian-ong Dorhai, terdapat pula be-berapa orang pangeran yang
berpihak kepada' Pangeran Tua, termasuk Pangeran Bian Kun yang diwakili puteranya, Bian Hok.
Dan ada pula dua orang panglima besar yang agaknya sudah dapat dibujuk untuk mempersiapkan pemberontakan! Di samping Liok-te Lo-mo terdapat pula belasan orang
tokoh kang-ouw yang berilmu tinggi.
Setelah rapat dibuka oleh Pangeran Tang Gi Lok, Pangeran ini segera mem-perkenalkan Thian Lee kepada semua orang. "Ketahuilah bahwa kami telah mendapatkan seorang.pembantu baru, yaitu murid Liok-te Lo-mo yang memiliki kemampuan tinggi sehingga dia sanggup untuk melakukan pembunuhan atas diri Pangeran Tang Gi Su."
Mendengar ini semua orang memandang kepada Thian Lee, dan pemuda itu merasa jantungnya berdebar tegang. Bagaimana kalau ada yang mengenalnya, terutama sekali orang yang pernah me-nyerbu rumah Pangeran Tang Gi Su dan yang pernah dilawannya dalam membantu pangeran itu dahulu"
Andaikata tiga orang itu berada di situ dan mengenal-nya, dia. akan menyangkal keras. Akan tetapi untung baginya bahwa setelah gagal melakukan pembunuhan atas diri Pangeran Tang Gi Su, tiga orang kang-ouw itu lalu dipecat oleh Pangeran Tua.
"Besok malam Thian Lee akan mela-kukan pembunuhan itu. Matinya Pangeran Tang Gi Su merupakan awal gerakan kita. Begitu usaha Thian Lee berhasil, pada keesokan malamnya
lagi, kita harus mulai bergerak. Kau, Liok-te Lo-mo, bersama dua orang pembantu membunuh Pangeran Kian Tek.
Dan kau, Hek-tung Kai-ong, engkau bersama anak buahmu harus
berhasil membunuh Pangeran Kian Tung." Pangeran Tua lalu mem-bagi-bagi tugas untuk membunuhi pange-ran-pangeran dan pejabat yang menen-tangnya.
Semua orang dibagi dalam tujuh kelompok untuk melakukan tujuh pem-bunuhan, sehari setelah Thian Lee berhasil membunuh Pangeran Tang Gi u! Tentu saja semua ini dicatat di dalam hati oleh Thian Lee.
"Kalau semua itu berhasil, biarlah Kaisar aku sendiri yang akan menangani-nya!" kata Pak-thian-ong Dorhai dengan suaranya yang besar dan berat, "Kalau Kaisar sudah tewas, maka selanjutnya adalah menjadi wewenang Paduka untuk bertindak, Pangeran."
"Kalau semua itu berhasil, aku akan bergerak, didukung oleh pasukan Ban-ciangkun dan Tung Ciangkun menguasai istana," kata Pangeran Tua dan dua orang panglima itu
mengangguk setuju. Mereka ramai membicarakan rencana siasat gerakan besar itu, dan akhirnya Pangeran Tua
berkata kepada Thian Lee, "Thian Lee, semua rencana ini akan berhasil hanya kalau usahamu berhasil.
Karena itu, engkau harus bekerja dengan baik dan besok malam harus berhasil membunuh Pangeran Tang Gi Su."
"Akan hamba laksanakan dan hamba tanggung pasti berhasil baik!" kata Thian Lee dengan nada sombong
"Hemm, kalau aku menjadi engkau, aku tidak akan seyakin itu, Thian Lee," kata Pak-thian-ong. "Ketahuilah bahwa pernah kami mengusahakan pembunuhan atas diri pangeran itu, akan tetapi gagal. Dia memiliki seorang puteri yang lihai sekali dan semenjak usaha pembunuhan yang gagal itu, Pangeran Tang Gi Su menyuruh pasukan melakukan penjagaan di rumahnyas ecara ketat sekali."
"Akan tetapi aku percaya bahwa muridku Thian Lee akan berhasil melakukan tugas itu!"kata Liok-te Lo-mo sambil mengangguk-anggukkan kepala dengan bangga.
"Thian Lee, kalau engkau membutuhkan bantuan dalam tugasmu itu, katakanlah dan kami akan mengerahkan bantuan secukupnya," kata Pangeran Tua.
"Tidak perlu, Yang Mulia. Banyak orang bahkan akan menyulitkan bahkan mungkin menggagalkan usaha itu. Hamba akan bertindak seorang diri saja," kata Thian Lee penuh kepercayaan kepada diri sendiri.
"Bagus! Aku pun akan bersikap seperti Thian Lee kalau menerima tugas seperti itu. Pembantu hanya akan membuatku tidak leluasa bergerak. Thian Lee engkau seorang pemuda yang gagah berani.
Biarlah aku memberimu selamat dengan beberapa cawan arak!" Setelah berkata demikian, Pak-thian-ong memegang secaWan arak dengan tangan kirinya lalu mengambil guci arak dengan tangan kanan.
Dituangkan arak dari guci itu ke dalam cawan arak sampai penuh sekali, hampir meluber, akan tetapi tidak sam-pai tumpah dan arak di cawan itu seperti berubah menjadi benda keras atau seperti telah berubah menjadi es yang membeku!
Dia menjulurkan tangannya dan menyerahkan cawan itu kepada Thian Lee sebagai ucapan selamat, ditonton oleh semua orang dengan pandang mata kagum karena mereka maklum
bahwa Koksu ini mendemonstrasikan sin-kangnya yang membuat arak menjadi beku!
Akan tetapi Thian Lee menerima cawan arak itu dengan tenang saja dan ketika cawan arak berada di tangannya, arak itu mencair kembali akan tetapi tetap tidak tumpah, kemudian diminumnya sekali tengguk.
Pak-thian-ong tertawa. "Bagus, terimalah secawan lagi!" Dan kini, ketika dia menuangkan arak dari guci itu ke dalam cawan, terdengar suara dan arak dalam cawan itu bergolak seperti mendidih, bahkan mengeluarkan uap!
Inilah sin-kang panas dan demikian kuatnya sin-kang itu sehingga arak dalam cawan itu, sampai mendidih.
Thian Lee menerimanya pura-pura tidak tahu betapa cawan dan arak itu panas sekali.
Begitu cawan terpegang olehnya, arak itu terhenti mendidih dan ketika dia membalikkan cawan, arak di dalamnya tidak tumpah seolah telah membeku menjadi es yang melekat pada cawan, Dari keadaan panas mendidih arak berubah menjadi dingin membeku! Kemudian Thian Lee membalikkan lagi cawan arak dan minum arak itu yang menjadi cair kembali seperti biasa.
"Terima kasih, Koksu," kata Thian Lee dengan sikap sederhana, Pak-thian-ong Dorhai terbelalak dan tersenyum.
"Hebat, kepandaianmu hebat juga, orang muda. Aku yakin sekarang bahwa engkau akan berhasil melaksanakan tugasmu yang berat!"
Tentu saja Pangeran Tua menjadi gembira sekali. Kalau Koksu sudah memuji, berarti bahwa pemuda itu memang berilmu tinggi dan besar harapan ctta-citanya akan terkabul.
Kalau,Pangeran Tang Gi Su yang dianggapnya paling ber-bahaya itu telah terbunuh, dan semua pangeran yang dikehendaki kematiannya sudah pula ditewaskan, maka selanjutnya
persoalannya akan lebih mudah.
Dia sendiri lalu memberi selamat kepada Thian Lee dengan secawan arak dan setelah rapat pertemuan mengatur rencana siasat itu selesai, pertemuan dilanjutkan dengan pesta.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi se-kali Thian Lee sudah berpamit kepada Liok-te Lo-mo, dan berkata, "Suhu, tugas teecu malam ini tidaklah mudah, karena itu pagi ini juga teecu akan
melakukan penyelidlkan terhadap penjagaan di gedung Pangeran Tang Gi Su agar malam nanti tidak sampai menjadi gagal."
Tentu saja Liok-te Lo-mo setuju sekali dan demikianlah, Thian Lee lalu keluar dari istana Pangeran Tua dan berjalan-jalan berkeliaran di kota raja.
Dia sengaja melakukan ini untuk melihat apakah ada yang membayanginya. Setelah, merasa yakin bahwa tidak ada yang membayanginya, dia lalu menyusup masuk ke dalam kuil tua di mana Lauw Tek telah menantinya.
Di dalam ruangan kuil yang tersembunyi, Thian Lee lalu bercakap-cakap dengan Lauw Tek. Dia menceritakan seluruh rencana siasat yang akan dijalankan oleh Pangeran Tua dan minta Laiw Tek mencatat nama semua pangeran yang terancam pembunuhan pada keesokan malamnya.
Juga tentang rencana Koksu yang akan membunuh Kaisar kalau usaha
pembunuhan atas diri Pangeran Tang Gi Su berhasil.
"Lalu apa yang harus dilakukan oleh Pangeran Tang?" tanya Lauw Tek, ter-kejut bukan main mendengar laporar? tentang rencana siasat yang amat jahat dari Pangeran Tua itu.
"Kita belum dapat bertindak dan perlu bukti. Karena itu, malam nanti aku akan menyusup kedalam gedung Pangeran Tang Gi Su, dan ketika aku keluar, kerahkan pasukan untuk
menangkapku, akan tetapi membiarkan aku lolos lalu kabarkan bahwa Pangeran Tang Gi Su terbunuh!
Dan sejak malam nanti, Pangeran Tang harus menyembunyikan diri, dan boleh menaruh sebuah peti mati untuk mengelabui orang. Dengan demikian, tentu Pangeran Tua
akan percaya, benar bahwa aku telah berhasil membunuh Pangeran Tang dan rencana mereka tentu akan dilanjutkan.
Nah, ketika para orang kang-ouw itu menyerbu rumah para pangeran
dan menteri itu, pasanglah perangkap sehingga mereka semua tertangkap.
Bukan itu saja,pada malam hari itu juga, ketika para orang kang-ouw me-nyerbu rumah para pangeran, kerahkan pasukan untuk mengepung istana Pangeran Tua, juga kerahkan pasukan menangkap Ban-ciangkun dan Tung-ciangkun, jangan memberi kesempatan kedua panglima itu,
menggerakkan anak buah mereka.
Juga semua komplotan yang telah kusebut namanya tadi harap dicatat benar-benar dan besok malam dilakukan penangkapan secara serentak untuk menggagalkan semua rencana mereka.
Nah, sudahkah jelas, Lauw-twako?"
"Sudah....!" jawab Lauw Tek dengan suara gemetar. "Wah, urusan ini demikian gawat membuat aku menjadi gugup. Baiklah, kuulangi semua keteranganrnu tadi untuk dilaporkan kepada Pangeran Tang, kalau-kalau ada yang kulupakan."
Lauw Tek lalu mengulang semua yang dikemukakan Thian Lee tadi.
"Bagus, engkau telah ingat semuanya Twako. Dan jangan lupa minta kepada Pangeran Tang agar pagi hari ini juga pergi menghadap Kaisar dan membicarakan rencana siasat yang diatur Pangeran Tua itu agar Kaisar juga dapat ber-siap-siap menjaga diri dan melakukan penangkapan atas diri Koksu Pak-thia-ong.
Ingat, sesudah malam nanti Pangeran Tang Gi Su harus menyembunyikan, dirinya karena dia dikabarkan tewas."
"Baik, Song-ciangkun. Akan kulaksana-kan sebaik-baiknya," kata Lauw Tek.
Thian Lee lalu meninggalkan kuil tua itu dari belakang sehingga tidak kelihatan oleh orang lain. Dia tidak berani berkunjung ke rumah Pangeran Tang Gi Su karena hal ini kalau diketahui mata-mata Pangeran Tua tentu akan menimbulkan kecurigaan.
Ketika dia sedang berjalan dekat pintu gerbang sebelah selatan, dia melihat Lee Cin menunggang kuda keluar dari pintu gerbang itu. Karena ia sedang membawa tugas berat dan tidak ingin sepak terjangnya hari itu diketahui orang maka dia tidak berani memanggil, hanya ikut keluar dari
pintu gerbang untuk mengetahui ke mana gadis itu pergi dan apa pula yang hendak dikerjakan.
Dia ingin menemui Lee Cin karena bantuan gadis itu sangat dibutuhkan pada waktu yang gawat itu. Kalau Lee Cin suka membantu Cin Lan dalam menghadapi para pemberontak, tentu para pemberon-tak itu akan lebih mudah ditangkap ketika mereka
menyerbu rumah para pangeran.
Apakah yang sedang dilakukan Lee Cin di kota raja" Seperti kita ketahui gadis ini meninggalkan Thian Lee dengan hati yang hancur karena pemuda itu terus terang menyatakan tidak membalas cintanya bahkan telah mencinta gadis lain.
Untuk menghibur hatinya ia pergi ke kota raja. Tadinya, kehancuran hatinya membuat ia ingin sekali mengamuk ke rumah Pangeran Tua akan tetapi ia teringat akan pesan ayahnya betapa bahayanya kalau ia
melakukan hal itu.
Ketika ia tiba di kota raja, ia membeli seekor kuda dan berkeliaran di kota
raja menunggang kuda, kadang melewati rumah Pangeran Tua. Ketika tadi ia sekali lagi melewati istana itu, ia melihat beberapa orang pengemis yang memegang tongkat hitam
berada di sekitar istana itu.
Agaknya para anggauta Hek-tung Kai-pang itu mengenalinya karena mere-ka segera membayanginya. Lee Cin tersenyum seorang diri, teringat akan gelang kemala yang pernah dirampasnya dari seorang anggauta Hek-tung Kai-pang sehingga mereka itu ber-usaha untuk memintanya
kembali darinya.
Sekarang agaknya mereka itu mengenalnya dan membayanginya, tentu karena urusan gelang kemala itu. Karena merasa dibayangi terus, Lee Cin lalu membelokkan kudanya keluar dari pintu gerbang sebelah selatan kota raja. la tidak ingin membuat keributan di kota raja dan kalau mereka itu hendak mencari keributan, biarlah hal itu terjadi di luar kota raja, pikirnya.
Rombongan pengemis yang membayanginya menjadi semakin banyak dan ketika ia keluar dari kota raja, jumlah mereka sudah ada tiga puluh orang!
Sete-lah tiba di jalan yang sunyi di
luar kota raja, Lee Cin sengaja menghentikan kudanya dan menanti mereka yang membayanginya itu dengan senyum mengejek.
Hatinya sedang kecewa dan kesal, maka kalau ada orang-orang yang mencari keributan, tentu saja ia akan meladeni! Bahkan ia sendiri akan mencari keributan.
Tak lama kemudian, tiga puluh orang anggauta Hek-tung Kai-pang yang dipimpin oleh empat orang tokohnya sudah mengepungnya. "Heii, kalian ini para pengemis apakah hendak minta
sumbangan dariku" Majulah, aku mempunyai beberapa pukulan dan tendangan untuk dibagi-bagikan pada kalian!"
Seorang pemimpin Hek-tung Kai-pang maju dan berkata dengan suara lantang, "Nona,sesungguhnya kami tidak ingin mencari keributan dengan Nona.
Akan tetapi, harap Nona berlaku adil dan mengembalikan sebuah gelang kemala yang dulu Nona rampas dari
seorang anggauta kami.
Ketahuilah, Nona, bahwa gelang itu bukan milik kami dan harus dikembalikan kepada pemiliknya."
Ucapan itu mengingatkan Lee Cin kepada Thian Lee, kepada siapa gelang kemala itu ia berikan.
Juga mengingatkan bahwa gelang kemala itu adalah tanda pertunangan Thian Lee dengan orang lain. Hal ini menambah kejengkelannya.
"Gelang kemala itu milik siapa aku tidak peduli dan aku tidak dapat me-ngembalikannya kepada kalian. Habis, kalian mau apa?"
Setelah berkata demi-kian, Lee Cin melompat dari atas kuda-nya, berjungkir balik tiga kali dan turun di depan pemimpin para pengemis itu.
"Nona, kami hanya minta hak kami, kalau Nona tidak mau memberikan, terpaksa kami menggunakan kekerasan."
"Menggunakan kekerasan" Apa maksud kalian?"
"Menangkap Nona untuk kami bawa kepada ketua kami agar mendapat pengadilan!"
"Hemm, kalian ini jembel-jembel busuk tak tahu diri. Biarlah kuberi kalian pembagian pukulan agar puas!" bentak Lee Cin. Para pengemis itu lalu mengeroyoknya dan karena mereka semua menggunakan tongkat hitam yang terbuat dari besi, Lee Cin melompat ke belakang dan mencabut pedangnya.
Nampak sinar merah berkelebat ketika Pedang Ular Merah telah berada di tangannya. Para pengemis maju menyerang dan Lee Cin menggerakkan pedangnya menangkis sam-bil membagi tamparan tangan kiri dan tendangan-tendangan kedua
kakinya.
Tingkat kepandaian gadis ini jauh lebih tinggi dari para pengeroyoknya, maka sebentar saja beberapa orang telah roboh terpelanting.
Pada saat pengeroyokan sedang berlangsung dengan ramainya tiba para pengeroyok itu menjadi kacau karena di antara mereka itu, tanpa terkena serangan Lee Cin, sudah berjatuhan sendiri disambar kerikil-kerikil kecil yang entah dari mana datangnya.
Suasana menjadi kacau apalagi ketika empat orang pimpinan itu pun roboh disambar batu kecil yang tepat mengenai jalan darah mereka dan
membuat mereka lumpuh beberapa detik lamanya.
Lee Cin sendiri merasa heran ketika tiba-tiba para pengeroyoknya itu melarikan diri cerai-berai meninggalkannya, seolal takut kepada
sesuatu.
la pun melihat tadi banyak pengeroyok roboh padahal ia tidak atau belum menyerang mereka yang masih jauh darinya.
Sebagai seorang ahli silat yang pandai, ia pun dapat menduga bahwa ia tentu telah mendapat bantuan orang pandai, apalagi ia melihat adanya banyak batu kecil berserakan di tempat itu.
"Lee Cin....!" Thian Lee muncul setelah para pengeroyok tadi sudah tidak tampak lagi.
Lee Cin menengok dan mengerutkan alisnya. Kini ia mengerti. "Ah, kiranya engkau yang membantuku" Aku tidak membutuhkan bantuanmu, Thian Lee!"
"Aku tahu bahwa engkau tidak akan kalah oleh mereka. Akan tetapi aku ingin mereka segera pergi karena aku ingin bicara penting denganmu, Lee Cin."
"Tentang apa?" ia mengusir harapan yang timbul sekilas mengenai perasaan hati Thian Lee.
"Tentang tugasku yang diberikan oleh ayahmu, Lee Cin. Maukah engkau membantuku"
Seperti kau ketahui, ayahmu memberikan surat kepadaku untuk disam-paikan kepada Gui-ciangkun dan kepada Sri Baginda Kaisar. Nah, surat-surat itu sudah kusampaikan dan kini aku ditugaskan oleh Kaisar untuk membantu Pangeran Tang Gi Su membongkar komplotan
pemberontak."
"Hemm, bantuan apa yang dapat kau berikan kepadaku," tanya Lee Cin ragu. Bagaimanapun juga, pemuda ini menerima tugas dari ayahnya dan membantu pemuda ini berarti membantu ayahnya pula.
Dengan panjang lebar Thian Lee lalu menceritakan semua pengalamannya sampai dia menyelundup ke dalam istana Pangeran Tua dan mendapat kepercayaar? sebagai pembantu
Pangeran Tua sehingga dia dapat mengetahui semua rahasia rencana siasat pangeran yang hendak memberontak itu.
Betapa pangeran itu hendak membunuh para pangeran dan pejabat setia, kemudian membunuh Kai-sar dan menguasai tahta kerajaan.
"Ih, betapa jahatnya!" seru Lee Cin kaget. "Bagaimana aku dapat
membantunya".
"Pangeran Tua memiliki banyak pembantu lihai, maka makin banyak di pihak kita yang memiliki
kepandaian bekerja sama, lebih baik lagi.
Pangeran Tang Gi Su memang akan
mengerahkan kekuatan pasukan, akan tetapi tanpa bantuan orang-orang pandai, aku khawatir para pemberontak dan penjahat itu akan dapat melarikan diri. Karena itu, aku minta engkau suka membantu menghadapi para penyerbu itu dan terserah kepada Pangeran Tang Gi Su
engkau hendak diminta membantu dan melindungi pangeran yang mana.
Engkau temuilah Tang Cin Lan, dan engkau bekerja-samalah dengannya."'
"Hemmm, siapa itu Tang Cin Lan?"
"la puteri Pangeran Tang Gi Su, se-orang puteri pangeran akan tetapi juga seorang pendekar wanita murid Pek I Lokai yang lihai.
Pergilah ke rumah Pangeran Tang Gi Su, temui pangeran itu atau temui Tang Cin Lan, katakan kepada mereka bahwa aku yang menyuruhmu
membantu mereka, tentu mereka akan menerimamu dengan senang hati dan memberimu tugas yang penting untuk menghadapi komplotan pemberontak itu."
"Hemm, mengapa aku harus menuruti perintahmu?" kata Lee Cin dengan sikap angkuh.
"Karena engkau adalah puteri Paman "Souw Tek Bun yang menjadi bengcu. Kalau Paman Souw sendiri berada di sini pasti beliau akan membantu. Kini yang berada di sini adalah engkau, maka sudah sepatutnya engkau mewakili ayahmu membantu penindasan pemberontak ini, Lee Cin."
Lee Cin merasa terdesak. la tentu saja suka mewakili ayahnya dan ia me-mang tahu bahwa pemuda ini bertugas karena permintaan ayahnya yang menyerahkan surat untuk Kaisar.
"Baiklah, akan tetapi kalau keluarga pangeran itu tidak menerimaku dengan baik, aku tidak sudi membantu mereka."
"Mereka itu bangsawan, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang baik dan dapat menghargai orang-orang gagah. Katakan saja bahwa aku yang memintamu agar berkunjung kepada mereka untuk membantu menghadapi kaki tangan Pangeran Tua, pasti mereka akan menerimamu dengan senang hati."
Thian Lee lalu memberi keterangan di mana letak rumah Pangeran Tang Gi Su. Setelah mengetahui letak rumah itu dengan jelas Lee Cin lalu pergi
menunggang kudanya, kembali ke kota raja. Thian Lee juga kembali ke kota raja dan dia langsung saja pergi ke istana Pangeran Tua. hati-nya lega karena dia telah mengatur dan Pangeran Tang tentu telah mempersiap-kan segalanya.
Lee Cin membalapkan kudanya sehihgga sebentar saja dara perkasa ini sudah memasuki kota raja dari pintu gerbang selatan.
la lalu menjalankan kudanya perlahan mencari rumah Pangeran Tang.
Setelah tiba di depan rumah itu, ia melompat turun dari kudanya dan menuntun kuda itu memasuki pekarangan! yang luas dari rumah itu.
Beberapa orang petugas jaga segera
menghampirinya. "Maaf, Nona. Siapakah Nona dan ada keperluan apakah memasuki pekarangan ini?" tanya kepala jaga dengan sikap hormat.'
"Aku ingin bertemu dengan Pangeran Tang Gi Su atau puterinya, Nona Tang Cin Lan. Katakan bahwa aku datang dengan keperluan yang amat penting!"
Tentu saja para penjaga itu tidak berani membiarkan Sang Pangeran keluar karena mereka sudah menerima perintah agar melakukan penjagaan ketat semenjak ada penyerangan terhadap pangeran itu.
Akan tetapi mereka tahu betapa lihainya puteri pangeran sehingga
sebaiknya kalau gadis yang tidak mereka kenal ini dihadapkan kepada Tang-siocia itu.
"Baik,silakan ikut kami, Nona dan biarkan kuda Nona di sini, akan ada yang mengurusnya," kata kepala jaga dan Lee Cin mengangguk, lalu mengikuti kepala jaga itu menuju ke sebuah ruangan tamu di samping depan bagian rumah besar.
"Silakan Nona menanti sebentar, kami hendak melaporkan kedatangan Nona kepada Tang-siocia." Kembali Lee Cin mengangguk sambil duduk di atas kursi yang terukir indah.
Kepala jaga itu pergi meninggalkannya dan tidak lama kemudian, pintu sebelah dalam terbuka dan muncullah seorang gadis cantik dari dalam rumah.
Melihat munculnya gadis ini, Lee Cin
bangkit dan memandang penuh perhatian. Dua orang gadis itu berdiri berhadapan dan saling pandang dengan mata penuh selidik. Lee Cin kagum melihat gadis itu. Tubuhnya ramping dengan leher panjang dan kulit leher dan tangannya nampak putih mulus.
Rambutnya hitam panjang digelung ke atas, dengan anak rambut melingkar-lingkar di dahi dan pelipis. Alisnya
melengkung dan sepasang matanya tajam penuh keberanian. Hidungnya mancung dan mulutnya kecil dengan bibir penuh dan merah segar menantang.
Mulut itu menjadi manis sekali karena adanya lesung pipit di sebelah kiri. Seorang gadis yang cantik jelita.
Sementara itu, Cin Lan juga memandang kagum. Gadis di depannya itu mengenakan pakaian
berkembang berani. Mukanya berbentuk bulat telur. Mulutnya kecil mungil dan hidungnya mancung agak berjungkat ke atas sehingga nampak lucu menggemaskan.
Juga di kedua pipinya terdapat lesung pipit yang menambah kemanisannya. Karena gadis itu nampak masih muda sekali, maka Cin Lan menaksir bahwa ia lebih tua satu dua tahun dibandingkan gadis itu, yang kecantikan-nya nampak liar, seperti setangkai bunga mawar hutan yang banyak durinya.
"Engkau siapakah, adik yang baik?" tanya Cin Lan ramah.
"Bukankah engkau yang bernama Tang Cin Lan, murid Pek I Lokai?" Lee Cin balas bertanya. Cin Lan merasa heran bagaimana gadis asing ini sudah mengenalnya, bahkan mengenal gurunya pula.
"Benar sekali, bagaimana engkau bisa mengetahuinya" Siapakah engkau, adik yang manis?"
"Namaku Souw Lee Cin, dan ayahku adalah Bengcu Souw Tek Bun."
Cin Lan terkejut juga mendengar ini. Tentu saja ia sudah mendengar akan nama Bengcu Souw Tek Bun.
"Ah, kira-nya puteri Bengcu. Silakan duduk, Adik Lee Cin. Katakan, apa
keperluanmu berkunjung ini" Adakah sesuatu yang dapat kubantu?"
Sikap manis dari Cin Lan menyenangkan hati Lele Cin dan ia segera duduk.
Pantas Thian Lee memuji-muji gadis ini. Memang seorang gadis yang ramah pikirnya.
"Aku datang berkunjung karena disuruh oleh Thian Lee. Kau mengenal Thian Lee, Enci?"
Wajah Cin Lan seketika berubah kemerahan ketika mendengar nama kekasihnya disebut-sebut. "Tentu aku mengenalnya. Engkau disuruh ke sini oleh Lee-koko" Adakah dia mengirim
pesan atau berita?" Biarpun masih muda, akan tetapl Lee Cin sudah pandai menilai orang dari sikapnya.
Gadis ini menyebut Thian Lee dengan Lee-ko, dan ketika mendengar nama Thian Lee disebut,wajahnya menjadi kemerahan dan sinar matanya bersinar-sinar, dan ketika bertanya tentang Thian Lee, nampaknya demikian tegang.
Ah, seperti ia sendiri, gadis bangsawan ini juga mencinta Thian Lee!
"Dia tidak mengirim berita apa pun, hanya menyuruh aku datang ke sini menghadap Pengeran Tang Gi Su atau puterinya yang bernama Tang Cin Lan, dan menyatakan bahwa aku ingin
membantu menghadapi komplotan pemberontak yang hendak membunuhi banyak pangeran.
Aku akan membantu menangkapi mereka." Ucapan ini mengandung suara yang nadanya sombong sekali sehingga Cin Lan tersenyum.
Gadis ini tinggi hati, pikirnya, akan tetapi kalau kedatangannya ini atas permintaan Thian Lee, sudah pasti gadis ini memiliki kepandaian tinggi. Apalagi mengingat bahwa ia puteri beng-cu
"Engkau tahu apa tentang pemberontakan, Adik Lee Cin?"
Thian Lee sudah menceritakan semuanya kepadaku." Lalu ia mengulang apa yang didengarnya dari Thian Lee. Mendengar ini, Cin Lan tidak ragu lagi. Gadis ini tentu dipercaya sepenuhnya oleh Thian Lee sehingga semua rahasia itu telah diceritakan kepadanya.
"Ah, kiranya engkau sudah mengetahui segalanya. Mari, Adik Cin, mari kita ke dalam!" la lalu memegang tangan Lee Cin dan ditariknya gadis itu untuk bersama-sama memasuki
rumah besar menuju ke lian-bu-thia yang berada di belakang rumah.
"Eh, Enci Cin Lan. Apa maksudmu membawaku ke sini?"
"Kau maafkan aku, Adik Cin. Sama sekali bukan aku tidak percaya kepadamu. Akan tetapi yang kita hadapi adalah lawan-lawan. yang amat lihai. Oleh karena itu, sebelum menerimamu aku harus lebih dulu menguji kepandaianmu agar engkau tidak sampai menderita celaka kalau
berhadapan dengan mereka."
"Bagus! Engkau hendak mengujiku. Kebetulan aku pun ingin sekali menguji kepandaianmu yang begitu dipuji-puji oleh Thian Lee. Marilah!" Lee Cin sudah melompat ke tengah ruangan silat itu dan memasang kuda-kuda dengan gaya yang manis sekali. Cin Lan tersenyum, lalu mengambil sebatang tongkat dari rak senjata.
"Adik Lee Cin, dalam menghadapi para penjahat itu mereka tentu menggunakan senjata,maka kuminta engkau keluarkanlah senjata andalanmu dan mari kita main-main sebentar."
la melintangkan tongkatnya di depan dada dan sekali putar, tongkat itu mengeluarkan angin berdesir. Melihat ini Lee Cin dapat menduga bahwa Cin Lan tentu mahir sekali memainkan
tongkat itu, apalagi mengingat bahwa ia adalah murid Pek I Lokai yang tingkat kepandaiannya sudah menyamai tingkat kepandaian para datuk.
Gurunya sendiri, atau lebih tepat ibu kandungnya, sudah sering bercerita kepadanya tentang kelihaian Pek I Lokai.
Maka,tanpa ragu lagi ia pun melolos Pedang Ular Merah dari pinggangnya.
Cin Lan kagum melihat betapa pedang yang biasa dipakai sebagai sabuk itu sudah berada ditangan Lee Cin dan mengeluarkan cahaya kemerahan.
"Bagus'. Nah, sambutlah serangan tongkatku, Adik Lee Cin!"
Cin Lan sudah maju menggerakkan tongkatnya dan dengan ilmu tongkat Hok-mo-tung ia menyerang dengan gerakan cepat dan kuat sekali. Lee Cin yang gudah menduga akan kelihaian Cin Lan, segera memutar pedangnya melindungi diri dan menangkis.
Terdengar suara nyaring berulang kali ketika pedang bertemu tongkat dan keduanya merasa betapa telapak tangan mereka tergetar.
Lee Cin bertanding dengan sungguh-sungguh, setelah menangkis ia pun balas menyerang,sehingga terjadilah pertandingan yang hebat dan indah dipandang.
Sinar pedang berbaur dengan sinar tongkat yang bergulung-gulung sehingga sukarlah diikuti pandang mata siapa yang lebih unggul di antara dua orang gadis cantik itu.
Terdengar suara tongkat berdesir-desir diiringi suara pedang berdesingan. Setelah lewat hampir seratus jurus, keduanya masih belum
ada yang leblh unggul! Lee Cin lalu mulai meng-gerakkan tangan kirinya untuk membantu pedangnya dengan totokan It-yang-ci.
Cin Lan terkejut ketika tiba-tiba ada angin menyambar dari jari tangan kiri Lee Cin. la melompat ke belakang dan memutar tongkat sambil berseru,
"Tahan, Adik Lee Cin. Sudah cukup!" katanya gembira. "Hebat, ilmu kepandaianmu benar hebat! Aku mengaku kalah."
"Ah, Enci Lan. Engkau yang hebat. Ilmu tongkatmu sungguh mengagumkan, Engkau tidak
kalah sama sekali." "Sekarang aku telah yakin akan kemampuanmu. Tadi pun sebetulnya aku telah percaya
karena kalau sampai Lee-koko yang, menyuruhmu ke sini untuk membantu kami, tentu engkau lihai sekali. Akan tetapi aku ingin yakin dan sekarang aku tidak ragu lagi. Mari kuhadapkan kepada Ayah, Adik Lee Cin."
Sambil menggandeng tangan Lee Cin, Cin Lan mengajaknya mengunjungi ayah-nya yang berada di tempat tersembunyi dalam gedung itu.
Lee Cin melihat betapa. ternpat itu terjaga ketat dan berlapis-lapis sehingga akan sukarlah bagi siapa saja yang hendak membunuh Sang Pangeran.
Ketika memasuki ruangan itu, Lee Cin melihat seorang laki-laki berusia hampir enam puluh tahun duduk seorang diri. Orang ini kelihatan tenang dan berwibawa sekali.
"Cin Lan, ada urusan apa engkau masuk ke sini" Dan Nona ini siapakah mengapa engkau ajak ke sini?" "Maaf, Ayah. Karena kedatangan adik inilah maka aku membawanya menghadap Ayah.
Namanya Souw Lee Cin, Ayah. la adalah puteri dari Bengcu Souw Tek Bun dan ia datang atas permintaan Lee-koko untuk membantu kita. Dan aku sudah mengujl kemampuannya,
Ayah. Wah, ia hebat sekali, lihai dan pantas menjadi pembantu karena aku sendiri pun tidak mampu mengalahkannya!"
Pangeran itu nampak gembira mendengar laporan puterinya. Dia memandang kepada Lee Cin dengan sinar mata kagum lalu berkata,
"Selamat datang, Nona Souw! Makin besarlah hati kami dengan kedatangan Nona yang hendak membantu kami! Aku tahu bahwa ayahmu
adalah seorang pendekar perkasa yang setia dan dipercaya oleh, Sri Baginda Kaisar."
"Taijin, aku datang karena diminta oleh Thian Lee dan mudah-mudahan saja aku tidak akan mengecewakan kalian di sini. Aku siap menanti perintah untuk melindungi Pangeran yang mana."
"Ayah Lee-koko telah menceritakan semuanya kepada Adik Lee Cin sehingga tidak ada rahasia baginya. la sudah tahu akan semua rencana siasat yang hendak dilakukan Pangeran Tua."
"Bagus, kalau begitu. Akan tetapi, kami telah mengatur siasat untuk melin-dungi semua calon korban dan memasang jebakan untuk menangkap para pembunuh itu.
Sebaliknya kita menunggu munculnya Thian Lee yang malam ini ditugaskan musuh untuk membunuhku. Kita
tanyakan kepadanya saja ke mana kalian berdua akan ditugaskan.
Untuk sementara ini, harap Nona Souw suka bersama Cin Lan tinggal di dalam rumah ini dan jangan membuat gerakan keluar agar tidak menimbulkan kecurigaan kepada pihak musuh."
Sambil bergandeng tangan kedua orang gadis itu mengundurkan diri dan tak lama kemudian mereka sudah asyik bercakap-cakap dalam kamar Cin Lan. Keduanya segera menjadi akrab karena banyak persamaan antara kedua orang gadis ini, sama-sama terbuka dan keras.
Malam ini sunyi sekali. Malam tanpa bulan bintang karena langit tertutup awan gelap. Didalam kegelapan malam itu nampak dua sosok bayangan manusla berkelebat cepat sekali mendekati gedung tempat tinggal Pangeran Tang Gi Su.
Biarpun Thian Lee sudah meyakinkan hati Pangeran Tua bahwa dia sanggup membunuh Pangeran Tang Gi Su seorang diri saja tanpa bantuan, tetap saja Pangeran Tua merasa sangsi
dan dia mengutus Liok-te Lo-mo untuk mengawani Thian Lee.
Agak lama kedua orang ini mendekam di balik semak tak jauh dari tembok yang mengelilingi rumah Pangeran Tang Gi Su untuk melihat keadaan. Penjagaan ketat sekali dan setiap beberapa menit sekali nampak belasan orang peronda berjalan di dekat tembok mengelingi tembok pagar yang tinggi.
"Suhu, penjagaan ketat sekali. Kalau kita berdua yang masuk ke dalam akan lebih mudah ketahuan musuh.
Sebaiknya Suhu menanti di sini biarkan aku masuk melakukan tugas itu.
Percayalah, pasti berhasil kalau aku bergerak seorang diri. Lebih mudah bersembunyi kalau masuk seorang diri dan Suhu menanti di Sini sampai aku keluar."
Liok-te Lo-mo yang sudah tahu akan kelihaian bekas muridnya ini mengangguk. "Akan tetapi hati-hatilah. Aku mendengar penjagaan di dalam gedung itu ketat sekali sejak serangan
pertama itu gagal."
"Jangan khawatir, Suhu. Aku pasti berhasil!" kata Thian Lee dan dia menggunakan penutup muka dari sutera hitam, kemudian berkelebat ke depan mendekati pagar tembok.
Dia membiarkan serombongan peronda lewat, setelah mereka lewat, tubuhnya melayang naik ke atas pagar tembok dengan kecepatan luar biasa sehingga kalau ada yang kebetulan lewat tentu hanya mengira bahwa itu bayangan pohon saja. Liok-te Lo-mo yang mengintai dari balik......
pertama kali itu, aku... aku tidak dapat melupakanmu apalagi setelah disusul pertemuan berikutnya." "Lan-moi, engkau juga tidak pernah meninggalkan hatiku sejak pertemuan kita yang pertama.
Hanya.. aku meragu.... mungkinkah aku seorang pemuda yatim piatu yang miskin dapat...."
"Sssttt....!" Cin Lan mengangkat tangan kanan dan menutupi mulut pemuda itu. "Jangan
teruskan kata-kata seperti itu!"
Mereka saling pandang dan dapat saling menangkap sinar kasih dalam mata masing-masing.
"Akan tetapi, Lan-moi, engkau puteri pangeran sedangkan aku...."
"Sudahlah, Lee-ko. Kau anggap aku ini orang macam apa" Aku tidak memandang harta atau kedudukan, melainkan pribadinya dan aku amat kagum dan menghormati pribadimu."
Thian Lee kenibali menggenggam kedua tangan yang mungil itu. "Lan-moi engkau sungguh membuat aku merasa berbahagia sekali!"
"Engkau juga membuat aku berbahagia, Lee-ko."
Akan tetapi mereka cepat saling melepaskan tangan mereka ketika mendengar suara orang menghampiri tempat itu. Ketika mereka bangkit dan memandang, ternyata yang datang adalah Pangeran Tang Gi Su sendiri.
Tentu saja Thian Lee merasa rikuh dan tidak enak sendiri Akan tetapi pangeran itu tidak kelihatan marah, hanya menegur heran.
"Eh, Song-ciangkun, engkau masih berada di sini?"
"Ayah, engkau menyebut dia ciang-| kun?" kata Cin Lan dengan heran sekali.
"Tentu saja. Bahkan Sri Baginda Kai-sar sendiri yang mengangkatnya menjadi panglima muda keamanan istana!"
Cin Lan memandang Thian Lee dan menegur, "Lee-ko, kenapa tidak kau ceritakan hal ini kepadaku?" "Ah, Lan-moi, akn baru saja diangkat dan hal itu bahkan masih dirahasiakan agar tugasku sebagai penyelidiki dapat iberhasil dengan baik."
"Ayah, kenapa harus Lee-ko yang menyelundup kesana" Hal itu berbahaya sekali. Kenapa tidak menyuruh saja penyelidik yang lain?" kata Cin Lan kepada ayahnya.
"Hal itu adalah atas kehendak Song-ciangkun sendiri, Cin Lan," kata ayahnya.
"Benar, adik Cin Lan. Memang seyo-gianya aku yang melakukannya sendiri agar berhasil.
Jangan khawatir, aku mempunyai cara yang baik. Kau tentu tahu Liok-te Lo-mo yang pernah kau tantang itu, bukan" Nah, ketika aku masih kecil dia itu pernah menjadi guruku. Me-lalui
dia, aku dapat dengan mudah masuk ke sana menjadi pembantu dan dapat mengetahui semua rahasia mereka."
"Akan tetapi kalau ketahuan, bisa berbahaya sekali, Lee-ko. Kalau saja aku dapat menyertaimu, tentu dapat membantu kalau engkau terancam bahaya."
"Ah, tentu saja tidak mungkin, Lan-moi. Engkau sudah dikenal mereka. Aku dapat menjaga diri dan mari kita membagi tugas, Lan-moi. Nanti kalau saatnya sudah tlba, yaitu kalau tiba
saatnya pasukan menyerbu ke sana, engkau boleh membantu untuk memperkuat penyerbuan mengingat di sana banyak orang kang-ouw yang menjadi kaki tangan Pangeran Tua.
Kita bekerja sama, engkau dari luar dan aku dari dalam. Akan tetapi sebelum saatnya tiba, harap engkau jangan sekali-kali berkunjung ke sarang harimau yang berbahaya itu."
"Song-ciangkun berkata benar, Cin Lan. Kita menunggu saja tanda darinya dan aku yakin dia akan dapat menjaga dirinya baik-baik. Kalau dia sudah diangkat menjadi panglima oleh Sri Baglnda Kaisar, hal itu menunjukkan bahwa dia tentu memiliki kemampuan untuk itu."
Thian Lee lalu memberi hormat dan berkata, "Nah, aku berangkat sekarang. Harap jangan lupa menyuruh Lauw-twako menanti saya di tempat pertemuan kami yang biasa, Taijin.
Dengan demikian, akan lebih mudah saya mengirim berita, dan tidak menimbulkan kecurigaan." "Baik, Ciangkun. Semua telah kuatur dengan baik.
Selamat bekerja," kata Pangeran Tang Gi Su. "Lee-ko, berhati-hatilah dan jagalah dirimu baik-baik," kata Cin Lan dengan suara agak gemetar karena hatinya gelisah memikirkan keselamatan pria yang dicintanya itu.
"Jangan khawatir, Lan-moi," kata Thian Lee dan setelah memberi hormat sekali lagi, dia pun meninggalkan tempat itu, diikuti pandang mata Cin Lan.
Sejak tadi Pangeran Tang Gi Su mengamati puterinya yang memandang ke arah perginya Thian Lee dan kini seperti tenggelam dalam lamunan. Kemudian dia duduk di dekat puterinya dan memanggil.
"Cin Lan?.,.!" Gadis itu seperti baru diseret turun ke dunia nyata dan dipandangnya wajah ayahnya dengan
kaget. "Ya, Ayah...." katanya.
Pangeran itu tersenyum dan memegang pundak puterinya. "Kini aku mengerti mengapa engkau dapat akrab dengan pemuda itu. Ternyata dia seorang pemuda yang gagah berani dan tentu memiliki ilmu kepandaian tinggi.
Kalau tidak begitu, tidak mungkin Sri Baginda Kaisar memberinya anugerah pangkat yang penting dan memberi tugas untuk membantu aku membongkar rahasia komplotan pemberontakan,"
"Dia memang memiliki ilmu yang tinggi, Ayah. Aku sendiri sudah tiga kali melihat kehebatannya. Pertama kali ketika aku terkena gigitan ular berbisa dan keracunan, dia menolongku dan mengajarkan aku untuk mengendalikan hawa sin-kang yang kacau ditubuhku.
Kemudian kedua kalinya ketika aku berhadapan dengan orang-orang kang-ouw dirumah Pangeran Tua dan dalam bahaya, dia menolongku dan dapat dengan cepatnya mernbawa aku lari dari tempat berbahaya itu. Dan ke tiga, ketika malam-malam itu dia menolong Ayah dari ancaman orang jahat yang hendak membunuh Avah "
"Hemm, agaknya engkau kagum sekali kepadanya, Anakku."
Wajah Cin Lan berubah kemerahan akan tetapi dengan suara tegas ia berkata, "Aku memang kagum sekali kepadanya, Ayah."
"Dan agaknya engkau tertarik kepada-nya."
Jawaban Cin Lan mengandung tantangan, seolah ia menantang ayahnya jika ayahnya menentang. "Aku memang tertarik sekali kepadanya!"
Pangeran Tang Gi Su mehghela napas panjang.
Bagaimanapun, setelah mendapat kenyataan bahwa Thian Lee telah diangkat menjadi seorang panglima muda ke-amanan istana, tentu saja
hatinya tidak-lah begitu benar membiarkan anaknya bergaul dengan pemuda itu. Tidak seperti ketika mendengar bahwa pemuda itu hanya seorang pelayan rumah makan!
"PenoJakanmu atas pinangan putera Pangeran Bian Kun dulu itu memang benar, Cin Lan.
Untung aku pun belum menerimanya. Sekarang, melihat gelagatnya bahwa Bian Hok amat dekat hubungannya dengan Tang Boan, aku khawatir Pangeran Bian Kun terlibat pula dalam
komplotan itu.
"Ayah, aku menolaknya karena sejak dahulu aku tahu bahwa Bian Hok bukanlah orang baik.
Dan aku menilai orang yang akan menjadi jodohku bukan dari harta maupun pangkatya,melainkan dari pribadinya."
"Dan menurut penilaianmu, kepribadian Thian Lee itu baik?"
"Dia seorang yang gagah perkasa, berbudi luhur dan memiliki harga diri yang tinggi, juga rendah hati, Ayah." "Dan dia cinta padamu?"
"Demikianlah, Ayah," katanya malu-malu.
"Bagus, mudah-mudahan saja pilihan hatimu itu tidak keliru. Aku tidak akan menghalangimu,Cin Lan." "Terima kasih, Ayah," jawab gadis itu dengan gembira bukan main dan di dalam hatinya ia berterima kasih telah menda-patkan seorang ayah tiri yang baik dan amat menyayangnya.
Ketika Thian Lee berkunjung ke istana Pangeran Tua, dia dihadang di pintu gerbang oleh pasukan penjaga yang ber-sikap galak.
"Kau siapa, orang nnuda, dan ada keperluan apakah datang ke tempat ini?" bentak kepala penjaga dengan bengis. "Maafkan saya," jawab Thian Lee sambil memberi hormat. "Nama saya Song Thian Lee.
Saya adalah murid dari Liok-te Lo-mo. Mendengar bahwa Suhu berada di sini, maka saya menyusul dan saya ingin bertemu dengan Suhu Liok-te Lo-mo."
Mendengar pengakuan pemuda itu, kepala jaga menjadi berkurang kegalakannya, "Hemm,kau tunggu di sini sebentar, kami akan melapor ke dalam."
Tak lama kemudian muncullah Liok-te Lo-mo dan Thian Lee masih menge-nalnya dengan baik walaupun kini usia datuk sesat itu sudah semakin tua. Kakek itu memandang Thian Lee
dari kaki sampai kepala, kemudian berseru, "Thian Lee....! Engkau bocah bernama Thlan Lee dulu itu?"
Thian Lee lalu menjatuhkan diri berlutut "Suhu, apakah Suhu sudah lupa kepada teecu" Teecu sendiri tidak pernah dapat melupakan budi kebaikan Suhu, maka mendengar bahwa Suhu berada di tempat ini teecu lalu datang mencari Suhu."
"Thian Lee, apakah selama ini engkau sudah mempelajari banyak ilmu silat?"
"Berkat blmbingan Suhu yang pertama kali, teecu sudah mempelajari banyak macam ilmu silat." "Kau pelajari dari Jeng-ciang-kwi?"
"Dari dia dan dari lain-lain guru pula, Suhu."
"Hemm, lalusekarang engkau mencari, aku ada keperluan apakah?"
"Suhu terus terang saja aku sedang berada dalam kesulitan. Aku tidak mempunyai pekerjaan tetap yang menjanjikan masa depan yang baik.
Ketika aku mendengar berita di dunia kang-ouw bahwa Suhu berada di sini dan bekerja di sini, aku bergegas mencari Suhu dengan maksud minta pertolongan Suhu agar aku diperbolehkan bekerja di sini pula. Suhu, teecu akan bekerja sebaik mungkin."
Liok-te Lo-mo memandang pemuda itu penuh perhatian dan mengangguk-angguk. "Akan tetapi tidak mudah untuk bekerja di sini, Thian Lee. Engkau harus memiliki kepandaian tinggi dan keberanian besar untuk dapat bekerja membantu Pangeran Tua."
"Jangan khawatir, Suhu. Teecu sudah mempeiajari banyak macam ilmu silat yang tinggi, dan dalam hal keberanian, teecu disuruh melakukan apa pun akan kulaksanakan dengan sebaiknya. Kalau perlu teecu dapat diuji!"
"Hemm... hemmm... kalau begitu mari ikut denganku," katanya dan dia meng-ajak Thian Lee pergi ke sebuah ruangan yang cukup luas di bangunan samping. Ruangan itu adalah sebuah
lian-bu-thia (ruangan berlatih silat).
"Aku ingin mengujimu lebih dahulu sebelum menghadapkanmu kepada Pangeran."
"Baik, Suhu. Silakan!"kata Thian Lee dengan sikap tenang.
Liok-te Lo-mo lalu bergerak memukul dengan kedua tangannya bergantian dan Thian Lee maklum bahwa bekas gurunya ini memiliki sin-kang panas dingin yang dilatlhnya dengan api
dan es. Maka dia pun lalu mengimbangi, menangkis dengan mengerahkan kedua tenaga yang
berlawanan itu.
"Duk! Duk!" Ketika dua pasang lengan -itu bertemu, Liok-te Lo-mo terkejut sekali karena dia merasakan betapa bekas murid ini memiliki tenaga yang mampu mengimbanginya! Dia menjadi tidak ragu-ragu lagi dan segera menyerang dengan tenaga sepenuhnya. Akan tetapi,kakek itu sudah berusia sekitar delapan puluh tahun, tenaganya sudah banyak berkurang.
Seandainya tenaganya masih sepenuh dahulu saja dia tidak akan mampu menandingi Thian Lee, apalagi dalam ke-adaannya yang sudah lemah seperti sekarang. Thian Lee dapat mengimbangi dan menghadapi semua serangannya dengan baik, mengelak dan kadang menangkis.
Setiap kali dia menangkis kakek itu terhuyung ke belakang.
Melihat betapa muridnya tidak pernah membalas namun dia sama sekali tidak mampu menyentuh tubuh muridnya, Liok-te Lo-mo menjadi kagum dan juga heran sekali.
Muridnya telah menjadi seorang yang demikian lihainya.
"Mari kita mencoba dengan senjata!" katanya dan Liok-te Lo-mo sudah melolos sabuk rantainya yang merupakan sen-jatanya yang ampuh.
"Teecu tidak berani mengangkat senjata terhadap Suhu, biar teecu melayani rantai Suhu dengan tangan kosong saja!" kata Thian Lee. Tentu saja kakek itu menjadi semakin terkejut.
Muridnya itu berani melawannya yang bersenjata sabuk rantai dengan tangan kosong"
Padahal dengan senjata pun, masih jarang ada orang yang akan mampu metawan sabuk rantainya. Hatinya merasa penasaran dan dia segera menyerang dengan dahsyat. Akan tetapi dengan kelincahan kakinya, Thian Lee dapat mengelak dari semua serangan yang datang secara bertubi-tubi. Bahkan kadang Thian Lee berani menangkis sambaran rantai itu dengan tangannya!
Hal ini tentu saja membuat Liok-te Lo-mo terkejut dan terheran-heran. Akan
tetapi rasa penasaran mem-buat dia menyerang terus sampai pertandingan itu berlarigsung lima puluh jurus lebih dan keringatnya mulai membasahi badannya.
Pada saat rantai itu menyambar lagi dari kanan, Thian Lee memutar tangan kanannya dan menangkap rantai itu sehingga tidak mampu bergerak lagi. Betapapun Liok-te Lo-mo berusaha melepaskan rantainya, namun dia tidak sanggup dan pada saat itu Thian Lee berkata,
"Maaf, Suhu. Sudah cukup, harap Suhu tidak menyerang lagi." Dan dia melepaskan rantainya.
"Bagaimana pendapat Suhu, apakah teecu sudah memperoleh kemajuan dalam ilmu silat dan pantas untuk mengabdi di sini?"'
Liok-te Lo-mo menyimpan rantainya dan menghela napas panjang. "Hebat, engkau telah maju dengan pesat sekali, Thian Lee. Pangeran tentu akan girang kalau engkau dapat membantu.
Mari, mari kuajak engkau menghadap Pangeran."
Akan tetapi pada saat itu terdengar suara orang, "Ha-ha, sungguh hebat pemuda ini. Dan sejak tadi Yang Mulia Pangeran telah melihatnya, Lo-mo!"
Tentu saja Thian Lee sudah sejak tadi mengetahui kehadiran mereka di luar lian-bu-thia, akan tetapi dia pura-pura terkejut dan bersama Liok-te Lo-mo memutar tubuh.
Melihat bahwa yang datang adalah Pangeran Tua bersama Pak-thian-ong Dorhai dan beberapa orang tokoh kang-ouw, Liok-te Lo-mo segera memberi hormat,
"Kebetulan sekali Paduka datang, ka-rena hamba memang bermaksud mengajak murid hamba ini menghadap Paduka," kata Liok-te Lo-mo membanggakan muridnya.
Dia merasa bahwa dia sendiri tidak mampu menandingi Thian Lee maka dia merasa bangga mengaku pemuda itu sebagai muridnya! Pangeran Tua memandang Thian Lee penuh perhatian. Tadi Pak-thian-ong su-dah berkata kepadanya ketika mereka menonton pertandingan itu bahwa pemuda itu lihai sekali, bahkan lebih lihai diban-dingkan Liok-te Lo-mo!
"Liok-te Lo mo siapakah pemuda ini?" tanya Pangeran dan dia lalu duduk di atas kursi dalam lian-bu-thia itu. Liok-te Lo-mo berdiri dengan sikap hormat dan memperkenalkan. "Yang Mu-lia, pemuda ini bernama Song Thian Lee dan dahulu dia adalah murid hamba.
Kemudian dia merantau untuk
memperdalam ilmunya dan sekarang dia mencari hamba di sini dengan membawa ilmu kepandaian yang tinggi sekali.
Dia mohon untuk mengabdikan dirinya kepada Paduka dan hamba percaya dia akan menjadi pembantu yang baik dan dapat diandalkan."
Beberapa lama Pangeran Tua menatap wajah Thian Lee penuh selidiki. Pemuda" itu bersikap tenang walaupun jantungnya berdebar tegang. Pangeran Tua yang sudah berusia enam puluh lima tahun lebih itu memiliki mata seperti mata elang, begitu tajam penuh selidik. Dia harus
berhati-hati sekali berhadapan de-ngan seorang dengan mata seperti itu.
"Song Thian Lee," katanya dengan suara parau dan berwibawa. "Benarkah engkau ingin mengabdi kepadaku?" "Benar sekali, Yang Mulia," kata Thian Lee. Hening sejenak dan mata elang itu tetap menatap
wajah Thian Lee penuh selidik dan tiba-tiba Pangeran Tua bertanya dengan suara membentak,
"Kenapa engkau hendak mengabdi kepadaku, Thian Lee?"
Thian Lee memang sudah waspada dan siap sedia maka dia tidak menjadi terkejut atau gugup.
Dengan tenang saja dia memandang wajah pangeran itu dan menjawab, "Karena Suhu Liok-te Lo-mo bekerja di sini, maka hamba ingin pula bekerja di sini, Yang Mulia."
"Engkau sudah tahu apa yang harus kau kerjakan di sini?"
"Belum, Yang Mulia. Suhu belum sem-pat menceritakan kepada hamba. Akan tetapi apa pun perintah Yang Mulia kepada hamba, akan hamba laksanakan sebaiknya."
"Benarkah" Andaikata kami mengutusmu pergi membunuh seorang musuh kami, sanggupkah
engkau melakukannya?"
Tentu saja Thian Lee tidak terkejut mendengar akan tetapi dia bersikap seolah tertegun juga,hal yang sudah sepatutnya kalau orang disuruh melakukan pekerjaan membunuh!
"Kalau memang Paduka menghendaki kematian seorang musuh, tentu saja hamba sanggup mengerjakannya!" jawabnya lantang dan pasti.
"Paduka harap jangan ragu-ragu mengutus murid hamba ini, Pangeran. Dia seorang murid yang baik dan patuh, serta telah memiliki ilmu kepandaian yang boleh di andalkan!" kata Liok-te Lo-mo bangga.
"Kalau begitu, berani engkau bersumpah setia kepada kami, Thian Lee?" tanya pula Sang Pangeran yang mulai percaya karena di situ terdapat Liok-te Lo-mo yang seolah menjadi
penanggung ja-wab atas kesetiaan dan kemampuan pemuda, itu.
"Tentu saja hamba? berani bersumpah," kata Thian Lee.
Pangeran Tua tersenyum. "Tidak usah bersumpah, karena kami tidak percaya kepada sumpah.
Malam ini kami memberi tugas pertama kepadamu, untuk menguji sampai di mana kemampuanmu." "Hamba siap melaksanakan, Yang Mulia!"
Pak-thian-ong Dorhai lalu memotong, "Yang Mulia, bagaimana kalau dia ditugaskan untuk menyelesaikan pembunuhan atas diri Pangeran Tang Gi Su yang tempo hari gagal dilakukan?"
Diam-diam Thian Lee terkeJut bukan main, akan tetapi dia bersikap tenang saja. Sang Pangeran itu mengangguk-angguk. "Dialah penghalang satu-satunya yang harus lebih dulu lenyap.
Koksu (Penasihat Negara), persiapkan pertemuan dengan semua pembantu, kita mengadakan rapat darurat untuk mengatur persiapan sehubungan dengan rencana penyerangan terhadap Pangeran Tan Gi Su!"
"Baiklah, Yang Mulia." Pangeran itu lalu meninggalkan lian-bu-thia, dan Pak-thian-ong Dorhai berkata kepada Liok-te Lo-mo, suaranya memerintah,
"Lo-mo, kau urus muridmu ini dan bawa hadir dalam rapat yang, akan diadakan di ruangan rapat." "Baik, Koksu," jawab Liok-te Lo-mo dengan sikap hormat.
Maka semakin yakinlah hati Thian Lee bahwa Pak-thian ong yang sudah mendapat kedudukan sebagai Koksu ini memang diam-diam bersekongkol dengan Pangeran Tua.
Ketika akhirnya Thian Lee diajak masuk ke dalam ruangan belakang di mana diadakan rapat,hatinya berdebar tegang. Tak disangkanya akan demikian mudahnya dia berhasil melakukan penyelidikan. Memang sudah diperhitungkannya bahwa bekas gurunya itu yang akan men- .
jadi jalan baginya untuk menyelundup ke dalam istana Pangeran Tua, akan tetapi tidak disangkanya dalam waktu sehari saja dia sudah diajak dalam suatu rapat rahasia!
Dan di dalam rapat yang diadakan pada malam hari itu, hadir pula semua anggauta komplotan itu! Selain Koksu Pak-thian-ong Dorhai, terdapat pula be-berapa orang pangeran yang
berpihak kepada' Pangeran Tua, termasuk Pangeran Bian Kun yang diwakili puteranya, Bian Hok.
Dan ada pula dua orang panglima besar yang agaknya sudah dapat dibujuk untuk mempersiapkan pemberontakan! Di samping Liok-te Lo-mo terdapat pula belasan orang
tokoh kang-ouw yang berilmu tinggi.
Setelah rapat dibuka oleh Pangeran Tang Gi Lok, Pangeran ini segera mem-perkenalkan Thian Lee kepada semua orang. "Ketahuilah bahwa kami telah mendapatkan seorang.pembantu baru, yaitu murid Liok-te Lo-mo yang memiliki kemampuan tinggi sehingga dia sanggup untuk melakukan pembunuhan atas diri Pangeran Tang Gi Su."
Mendengar ini semua orang memandang kepada Thian Lee, dan pemuda itu merasa jantungnya berdebar tegang. Bagaimana kalau ada yang mengenalnya, terutama sekali orang yang pernah me-nyerbu rumah Pangeran Tang Gi Su dan yang pernah dilawannya dalam membantu pangeran itu dahulu"
Andaikata tiga orang itu berada di situ dan mengenal-nya, dia. akan menyangkal keras. Akan tetapi untung baginya bahwa setelah gagal melakukan pembunuhan atas diri Pangeran Tang Gi Su, tiga orang kang-ouw itu lalu dipecat oleh Pangeran Tua.
"Besok malam Thian Lee akan mela-kukan pembunuhan itu. Matinya Pangeran Tang Gi Su merupakan awal gerakan kita. Begitu usaha Thian Lee berhasil, pada keesokan malamnya
lagi, kita harus mulai bergerak. Kau, Liok-te Lo-mo, bersama dua orang pembantu membunuh Pangeran Kian Tek.
Dan kau, Hek-tung Kai-ong, engkau bersama anak buahmu harus
berhasil membunuh Pangeran Kian Tung." Pangeran Tua lalu mem-bagi-bagi tugas untuk membunuhi pange-ran-pangeran dan pejabat yang menen-tangnya.
Semua orang dibagi dalam tujuh kelompok untuk melakukan tujuh pem-bunuhan, sehari setelah Thian Lee berhasil membunuh Pangeran Tang Gi u! Tentu saja semua ini dicatat di dalam hati oleh Thian Lee.
"Kalau semua itu berhasil, biarlah Kaisar aku sendiri yang akan menangani-nya!" kata Pak-thian-ong Dorhai dengan suaranya yang besar dan berat, "Kalau Kaisar sudah tewas, maka selanjutnya adalah menjadi wewenang Paduka untuk bertindak, Pangeran."
"Kalau semua itu berhasil, aku akan bergerak, didukung oleh pasukan Ban-ciangkun dan Tung Ciangkun menguasai istana," kata Pangeran Tua dan dua orang panglima itu
mengangguk setuju. Mereka ramai membicarakan rencana siasat gerakan besar itu, dan akhirnya Pangeran Tua
berkata kepada Thian Lee, "Thian Lee, semua rencana ini akan berhasil hanya kalau usahamu berhasil.
Karena itu, engkau harus bekerja dengan baik dan besok malam harus berhasil membunuh Pangeran Tang Gi Su."
"Akan hamba laksanakan dan hamba tanggung pasti berhasil baik!" kata Thian Lee dengan nada sombong
"Hemm, kalau aku menjadi engkau, aku tidak akan seyakin itu, Thian Lee," kata Pak-thian-ong. "Ketahuilah bahwa pernah kami mengusahakan pembunuhan atas diri pangeran itu, akan tetapi gagal. Dia memiliki seorang puteri yang lihai sekali dan semenjak usaha pembunuhan yang gagal itu, Pangeran Tang Gi Su menyuruh pasukan melakukan penjagaan di rumahnyas ecara ketat sekali."
"Akan tetapi aku percaya bahwa muridku Thian Lee akan berhasil melakukan tugas itu!"kata Liok-te Lo-mo sambil mengangguk-anggukkan kepala dengan bangga.
"Thian Lee, kalau engkau membutuhkan bantuan dalam tugasmu itu, katakanlah dan kami akan mengerahkan bantuan secukupnya," kata Pangeran Tua.
"Tidak perlu, Yang Mulia. Banyak orang bahkan akan menyulitkan bahkan mungkin menggagalkan usaha itu. Hamba akan bertindak seorang diri saja," kata Thian Lee penuh kepercayaan kepada diri sendiri.
"Bagus! Aku pun akan bersikap seperti Thian Lee kalau menerima tugas seperti itu. Pembantu hanya akan membuatku tidak leluasa bergerak. Thian Lee engkau seorang pemuda yang gagah berani.
Biarlah aku memberimu selamat dengan beberapa cawan arak!" Setelah berkata demikian, Pak-thian-ong memegang secaWan arak dengan tangan kirinya lalu mengambil guci arak dengan tangan kanan.
Dituangkan arak dari guci itu ke dalam cawan arak sampai penuh sekali, hampir meluber, akan tetapi tidak sam-pai tumpah dan arak di cawan itu seperti berubah menjadi benda keras atau seperti telah berubah menjadi es yang membeku!
Dia menjulurkan tangannya dan menyerahkan cawan itu kepada Thian Lee sebagai ucapan selamat, ditonton oleh semua orang dengan pandang mata kagum karena mereka maklum
bahwa Koksu ini mendemonstrasikan sin-kangnya yang membuat arak menjadi beku!
Akan tetapi Thian Lee menerima cawan arak itu dengan tenang saja dan ketika cawan arak berada di tangannya, arak itu mencair kembali akan tetapi tetap tidak tumpah, kemudian diminumnya sekali tengguk.
Pak-thian-ong tertawa. "Bagus, terimalah secawan lagi!" Dan kini, ketika dia menuangkan arak dari guci itu ke dalam cawan, terdengar suara dan arak dalam cawan itu bergolak seperti mendidih, bahkan mengeluarkan uap!
Inilah sin-kang panas dan demikian kuatnya sin-kang itu sehingga arak dalam cawan itu, sampai mendidih.
Thian Lee menerimanya pura-pura tidak tahu betapa cawan dan arak itu panas sekali.
Begitu cawan terpegang olehnya, arak itu terhenti mendidih dan ketika dia membalikkan cawan, arak di dalamnya tidak tumpah seolah telah membeku menjadi es yang melekat pada cawan, Dari keadaan panas mendidih arak berubah menjadi dingin membeku! Kemudian Thian Lee membalikkan lagi cawan arak dan minum arak itu yang menjadi cair kembali seperti biasa.
"Terima kasih, Koksu," kata Thian Lee dengan sikap sederhana, Pak-thian-ong Dorhai terbelalak dan tersenyum.
"Hebat, kepandaianmu hebat juga, orang muda. Aku yakin sekarang bahwa engkau akan berhasil melaksanakan tugasmu yang berat!"
Tentu saja Pangeran Tua menjadi gembira sekali. Kalau Koksu sudah memuji, berarti bahwa pemuda itu memang berilmu tinggi dan besar harapan ctta-citanya akan terkabul.
Kalau,Pangeran Tang Gi Su yang dianggapnya paling ber-bahaya itu telah terbunuh, dan semua pangeran yang dikehendaki kematiannya sudah pula ditewaskan, maka selanjutnya
persoalannya akan lebih mudah.
Dia sendiri lalu memberi selamat kepada Thian Lee dengan secawan arak dan setelah rapat pertemuan mengatur rencana siasat itu selesai, pertemuan dilanjutkan dengan pesta.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi se-kali Thian Lee sudah berpamit kepada Liok-te Lo-mo, dan berkata, "Suhu, tugas teecu malam ini tidaklah mudah, karena itu pagi ini juga teecu akan
melakukan penyelidlkan terhadap penjagaan di gedung Pangeran Tang Gi Su agar malam nanti tidak sampai menjadi gagal."
Tentu saja Liok-te Lo-mo setuju sekali dan demikianlah, Thian Lee lalu keluar dari istana Pangeran Tua dan berjalan-jalan berkeliaran di kota raja.
Dia sengaja melakukan ini untuk melihat apakah ada yang membayanginya. Setelah, merasa yakin bahwa tidak ada yang membayanginya, dia lalu menyusup masuk ke dalam kuil tua di mana Lauw Tek telah menantinya.
Di dalam ruangan kuil yang tersembunyi, Thian Lee lalu bercakap-cakap dengan Lauw Tek. Dia menceritakan seluruh rencana siasat yang akan dijalankan oleh Pangeran Tua dan minta Laiw Tek mencatat nama semua pangeran yang terancam pembunuhan pada keesokan malamnya.
Juga tentang rencana Koksu yang akan membunuh Kaisar kalau usaha
pembunuhan atas diri Pangeran Tang Gi Su berhasil.
"Lalu apa yang harus dilakukan oleh Pangeran Tang?" tanya Lauw Tek, ter-kejut bukan main mendengar laporar? tentang rencana siasat yang amat jahat dari Pangeran Tua itu.
"Kita belum dapat bertindak dan perlu bukti. Karena itu, malam nanti aku akan menyusup kedalam gedung Pangeran Tang Gi Su, dan ketika aku keluar, kerahkan pasukan untuk
menangkapku, akan tetapi membiarkan aku lolos lalu kabarkan bahwa Pangeran Tang Gi Su terbunuh!
Dan sejak malam nanti, Pangeran Tang harus menyembunyikan diri, dan boleh menaruh sebuah peti mati untuk mengelabui orang. Dengan demikian, tentu Pangeran Tua
akan percaya, benar bahwa aku telah berhasil membunuh Pangeran Tang dan rencana mereka tentu akan dilanjutkan.
Nah, ketika para orang kang-ouw itu menyerbu rumah para pangeran
dan menteri itu, pasanglah perangkap sehingga mereka semua tertangkap.
Bukan itu saja,pada malam hari itu juga, ketika para orang kang-ouw me-nyerbu rumah para pangeran, kerahkan pasukan untuk mengepung istana Pangeran Tua, juga kerahkan pasukan menangkap Ban-ciangkun dan Tung-ciangkun, jangan memberi kesempatan kedua panglima itu,
menggerakkan anak buah mereka.
Juga semua komplotan yang telah kusebut namanya tadi harap dicatat benar-benar dan besok malam dilakukan penangkapan secara serentak untuk menggagalkan semua rencana mereka.
Nah, sudahkah jelas, Lauw-twako?"
"Sudah....!" jawab Lauw Tek dengan suara gemetar. "Wah, urusan ini demikian gawat membuat aku menjadi gugup. Baiklah, kuulangi semua keteranganrnu tadi untuk dilaporkan kepada Pangeran Tang, kalau-kalau ada yang kulupakan."
Lauw Tek lalu mengulang semua yang dikemukakan Thian Lee tadi.
"Bagus, engkau telah ingat semuanya Twako. Dan jangan lupa minta kepada Pangeran Tang agar pagi hari ini juga pergi menghadap Kaisar dan membicarakan rencana siasat yang diatur Pangeran Tua itu agar Kaisar juga dapat ber-siap-siap menjaga diri dan melakukan penangkapan atas diri Koksu Pak-thia-ong.
Ingat, sesudah malam nanti Pangeran Tang Gi Su harus menyembunyikan, dirinya karena dia dikabarkan tewas."
"Baik, Song-ciangkun. Akan kulaksana-kan sebaik-baiknya," kata Lauw Tek.
Thian Lee lalu meninggalkan kuil tua itu dari belakang sehingga tidak kelihatan oleh orang lain. Dia tidak berani berkunjung ke rumah Pangeran Tang Gi Su karena hal ini kalau diketahui mata-mata Pangeran Tua tentu akan menimbulkan kecurigaan.
Ketika dia sedang berjalan dekat pintu gerbang sebelah selatan, dia melihat Lee Cin menunggang kuda keluar dari pintu gerbang itu. Karena ia sedang membawa tugas berat dan tidak ingin sepak terjangnya hari itu diketahui orang maka dia tidak berani memanggil, hanya ikut keluar dari
pintu gerbang untuk mengetahui ke mana gadis itu pergi dan apa pula yang hendak dikerjakan.
Dia ingin menemui Lee Cin karena bantuan gadis itu sangat dibutuhkan pada waktu yang gawat itu. Kalau Lee Cin suka membantu Cin Lan dalam menghadapi para pemberontak, tentu para pemberon-tak itu akan lebih mudah ditangkap ketika mereka
menyerbu rumah para pangeran.
Apakah yang sedang dilakukan Lee Cin di kota raja" Seperti kita ketahui gadis ini meninggalkan Thian Lee dengan hati yang hancur karena pemuda itu terus terang menyatakan tidak membalas cintanya bahkan telah mencinta gadis lain.
Untuk menghibur hatinya ia pergi ke kota raja. Tadinya, kehancuran hatinya membuat ia ingin sekali mengamuk ke rumah Pangeran Tua akan tetapi ia teringat akan pesan ayahnya betapa bahayanya kalau ia
melakukan hal itu.
Ketika ia tiba di kota raja, ia membeli seekor kuda dan berkeliaran di kota
raja menunggang kuda, kadang melewati rumah Pangeran Tua. Ketika tadi ia sekali lagi melewati istana itu, ia melihat beberapa orang pengemis yang memegang tongkat hitam
berada di sekitar istana itu.
Agaknya para anggauta Hek-tung Kai-pang itu mengenalinya karena mere-ka segera membayanginya. Lee Cin tersenyum seorang diri, teringat akan gelang kemala yang pernah dirampasnya dari seorang anggauta Hek-tung Kai-pang sehingga mereka itu ber-usaha untuk memintanya
kembali darinya.
Sekarang agaknya mereka itu mengenalnya dan membayanginya, tentu karena urusan gelang kemala itu. Karena merasa dibayangi terus, Lee Cin lalu membelokkan kudanya keluar dari pintu gerbang sebelah selatan kota raja. la tidak ingin membuat keributan di kota raja dan kalau mereka itu hendak mencari keributan, biarlah hal itu terjadi di luar kota raja, pikirnya.
Rombongan pengemis yang membayanginya menjadi semakin banyak dan ketika ia keluar dari kota raja, jumlah mereka sudah ada tiga puluh orang!
Sete-lah tiba di jalan yang sunyi di
luar kota raja, Lee Cin sengaja menghentikan kudanya dan menanti mereka yang membayanginya itu dengan senyum mengejek.
Hatinya sedang kecewa dan kesal, maka kalau ada orang-orang yang mencari keributan, tentu saja ia akan meladeni! Bahkan ia sendiri akan mencari keributan.
Tak lama kemudian, tiga puluh orang anggauta Hek-tung Kai-pang yang dipimpin oleh empat orang tokohnya sudah mengepungnya. "Heii, kalian ini para pengemis apakah hendak minta
sumbangan dariku" Majulah, aku mempunyai beberapa pukulan dan tendangan untuk dibagi-bagikan pada kalian!"
Seorang pemimpin Hek-tung Kai-pang maju dan berkata dengan suara lantang, "Nona,sesungguhnya kami tidak ingin mencari keributan dengan Nona.
Akan tetapi, harap Nona berlaku adil dan mengembalikan sebuah gelang kemala yang dulu Nona rampas dari
seorang anggauta kami.
Ketahuilah, Nona, bahwa gelang itu bukan milik kami dan harus dikembalikan kepada pemiliknya."
Ucapan itu mengingatkan Lee Cin kepada Thian Lee, kepada siapa gelang kemala itu ia berikan.
Juga mengingatkan bahwa gelang kemala itu adalah tanda pertunangan Thian Lee dengan orang lain. Hal ini menambah kejengkelannya.
"Gelang kemala itu milik siapa aku tidak peduli dan aku tidak dapat me-ngembalikannya kepada kalian. Habis, kalian mau apa?"
Setelah berkata demi-kian, Lee Cin melompat dari atas kuda-nya, berjungkir balik tiga kali dan turun di depan pemimpin para pengemis itu.
"Nona, kami hanya minta hak kami, kalau Nona tidak mau memberikan, terpaksa kami menggunakan kekerasan."
"Menggunakan kekerasan" Apa maksud kalian?"
"Menangkap Nona untuk kami bawa kepada ketua kami agar mendapat pengadilan!"
"Hemm, kalian ini jembel-jembel busuk tak tahu diri. Biarlah kuberi kalian pembagian pukulan agar puas!" bentak Lee Cin. Para pengemis itu lalu mengeroyoknya dan karena mereka semua menggunakan tongkat hitam yang terbuat dari besi, Lee Cin melompat ke belakang dan mencabut pedangnya.
Nampak sinar merah berkelebat ketika Pedang Ular Merah telah berada di tangannya. Para pengemis maju menyerang dan Lee Cin menggerakkan pedangnya menangkis sam-bil membagi tamparan tangan kiri dan tendangan-tendangan kedua
kakinya.
Tingkat kepandaian gadis ini jauh lebih tinggi dari para pengeroyoknya, maka sebentar saja beberapa orang telah roboh terpelanting.
Pada saat pengeroyokan sedang berlangsung dengan ramainya tiba para pengeroyok itu menjadi kacau karena di antara mereka itu, tanpa terkena serangan Lee Cin, sudah berjatuhan sendiri disambar kerikil-kerikil kecil yang entah dari mana datangnya.
Suasana menjadi kacau apalagi ketika empat orang pimpinan itu pun roboh disambar batu kecil yang tepat mengenai jalan darah mereka dan
membuat mereka lumpuh beberapa detik lamanya.
Lee Cin sendiri merasa heran ketika tiba-tiba para pengeroyoknya itu melarikan diri cerai-berai meninggalkannya, seolal takut kepada
sesuatu.
la pun melihat tadi banyak pengeroyok roboh padahal ia tidak atau belum menyerang mereka yang masih jauh darinya.
Sebagai seorang ahli silat yang pandai, ia pun dapat menduga bahwa ia tentu telah mendapat bantuan orang pandai, apalagi ia melihat adanya banyak batu kecil berserakan di tempat itu.
"Lee Cin....!" Thian Lee muncul setelah para pengeroyok tadi sudah tidak tampak lagi.
Lee Cin menengok dan mengerutkan alisnya. Kini ia mengerti. "Ah, kiranya engkau yang membantuku" Aku tidak membutuhkan bantuanmu, Thian Lee!"
"Aku tahu bahwa engkau tidak akan kalah oleh mereka. Akan tetapi aku ingin mereka segera pergi karena aku ingin bicara penting denganmu, Lee Cin."
"Tentang apa?" ia mengusir harapan yang timbul sekilas mengenai perasaan hati Thian Lee.
"Tentang tugasku yang diberikan oleh ayahmu, Lee Cin. Maukah engkau membantuku"
Seperti kau ketahui, ayahmu memberikan surat kepadaku untuk disam-paikan kepada Gui-ciangkun dan kepada Sri Baginda Kaisar. Nah, surat-surat itu sudah kusampaikan dan kini aku ditugaskan oleh Kaisar untuk membantu Pangeran Tang Gi Su membongkar komplotan
pemberontak."
"Hemm, bantuan apa yang dapat kau berikan kepadaku," tanya Lee Cin ragu. Bagaimanapun juga, pemuda ini menerima tugas dari ayahnya dan membantu pemuda ini berarti membantu ayahnya pula.
Dengan panjang lebar Thian Lee lalu menceritakan semua pengalamannya sampai dia menyelundup ke dalam istana Pangeran Tua dan mendapat kepercayaar? sebagai pembantu
Pangeran Tua sehingga dia dapat mengetahui semua rahasia rencana siasat pangeran yang hendak memberontak itu.
Betapa pangeran itu hendak membunuh para pangeran dan pejabat setia, kemudian membunuh Kai-sar dan menguasai tahta kerajaan.
"Ih, betapa jahatnya!" seru Lee Cin kaget. "Bagaimana aku dapat
membantunya".
"Pangeran Tua memiliki banyak pembantu lihai, maka makin banyak di pihak kita yang memiliki
kepandaian bekerja sama, lebih baik lagi.
Pangeran Tang Gi Su memang akan
mengerahkan kekuatan pasukan, akan tetapi tanpa bantuan orang-orang pandai, aku khawatir para pemberontak dan penjahat itu akan dapat melarikan diri. Karena itu, aku minta engkau suka membantu menghadapi para penyerbu itu dan terserah kepada Pangeran Tang Gi Su
engkau hendak diminta membantu dan melindungi pangeran yang mana.
Engkau temuilah Tang Cin Lan, dan engkau bekerja-samalah dengannya."'
"Hemmm, siapa itu Tang Cin Lan?"
"la puteri Pangeran Tang Gi Su, se-orang puteri pangeran akan tetapi juga seorang pendekar wanita murid Pek I Lokai yang lihai.
Pergilah ke rumah Pangeran Tang Gi Su, temui pangeran itu atau temui Tang Cin Lan, katakan kepada mereka bahwa aku yang menyuruhmu
membantu mereka, tentu mereka akan menerimamu dengan senang hati dan memberimu tugas yang penting untuk menghadapi komplotan pemberontak itu."
"Hemm, mengapa aku harus menuruti perintahmu?" kata Lee Cin dengan sikap angkuh.
"Karena engkau adalah puteri Paman "Souw Tek Bun yang menjadi bengcu. Kalau Paman Souw sendiri berada di sini pasti beliau akan membantu. Kini yang berada di sini adalah engkau, maka sudah sepatutnya engkau mewakili ayahmu membantu penindasan pemberontak ini, Lee Cin."
Lee Cin merasa terdesak. la tentu saja suka mewakili ayahnya dan ia me-mang tahu bahwa pemuda ini bertugas karena permintaan ayahnya yang menyerahkan surat untuk Kaisar.
"Baiklah, akan tetapi kalau keluarga pangeran itu tidak menerimaku dengan baik, aku tidak sudi membantu mereka."
"Mereka itu bangsawan, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang baik dan dapat menghargai orang-orang gagah. Katakan saja bahwa aku yang memintamu agar berkunjung kepada mereka untuk membantu menghadapi kaki tangan Pangeran Tua, pasti mereka akan menerimamu dengan senang hati."
Thian Lee lalu memberi keterangan di mana letak rumah Pangeran Tang Gi Su. Setelah mengetahui letak rumah itu dengan jelas Lee Cin lalu pergi
menunggang kudanya, kembali ke kota raja. Thian Lee juga kembali ke kota raja dan dia langsung saja pergi ke istana Pangeran Tua. hati-nya lega karena dia telah mengatur dan Pangeran Tang tentu telah mempersiap-kan segalanya.
Lee Cin membalapkan kudanya sehihgga sebentar saja dara perkasa ini sudah memasuki kota raja dari pintu gerbang selatan.
la lalu menjalankan kudanya perlahan mencari rumah Pangeran Tang.
Setelah tiba di depan rumah itu, ia melompat turun dari kudanya dan menuntun kuda itu memasuki pekarangan! yang luas dari rumah itu.
Beberapa orang petugas jaga segera
menghampirinya. "Maaf, Nona. Siapakah Nona dan ada keperluan apakah memasuki pekarangan ini?" tanya kepala jaga dengan sikap hormat.'
"Aku ingin bertemu dengan Pangeran Tang Gi Su atau puterinya, Nona Tang Cin Lan. Katakan bahwa aku datang dengan keperluan yang amat penting!"
Tentu saja para penjaga itu tidak berani membiarkan Sang Pangeran keluar karena mereka sudah menerima perintah agar melakukan penjagaan ketat semenjak ada penyerangan terhadap pangeran itu.
Akan tetapi mereka tahu betapa lihainya puteri pangeran sehingga
sebaiknya kalau gadis yang tidak mereka kenal ini dihadapkan kepada Tang-siocia itu.
"Baik,silakan ikut kami, Nona dan biarkan kuda Nona di sini, akan ada yang mengurusnya," kata kepala jaga dan Lee Cin mengangguk, lalu mengikuti kepala jaga itu menuju ke sebuah ruangan tamu di samping depan bagian rumah besar.
"Silakan Nona menanti sebentar, kami hendak melaporkan kedatangan Nona kepada Tang-siocia." Kembali Lee Cin mengangguk sambil duduk di atas kursi yang terukir indah.
Kepala jaga itu pergi meninggalkannya dan tidak lama kemudian, pintu sebelah dalam terbuka dan muncullah seorang gadis cantik dari dalam rumah.
Melihat munculnya gadis ini, Lee Cin
bangkit dan memandang penuh perhatian. Dua orang gadis itu berdiri berhadapan dan saling pandang dengan mata penuh selidik. Lee Cin kagum melihat gadis itu. Tubuhnya ramping dengan leher panjang dan kulit leher dan tangannya nampak putih mulus.
Rambutnya hitam panjang digelung ke atas, dengan anak rambut melingkar-lingkar di dahi dan pelipis. Alisnya
melengkung dan sepasang matanya tajam penuh keberanian. Hidungnya mancung dan mulutnya kecil dengan bibir penuh dan merah segar menantang.
Mulut itu menjadi manis sekali karena adanya lesung pipit di sebelah kiri. Seorang gadis yang cantik jelita.
Sementara itu, Cin Lan juga memandang kagum. Gadis di depannya itu mengenakan pakaian
berkembang berani. Mukanya berbentuk bulat telur. Mulutnya kecil mungil dan hidungnya mancung agak berjungkat ke atas sehingga nampak lucu menggemaskan.
Juga di kedua pipinya terdapat lesung pipit yang menambah kemanisannya. Karena gadis itu nampak masih muda sekali, maka Cin Lan menaksir bahwa ia lebih tua satu dua tahun dibandingkan gadis itu, yang kecantikan-nya nampak liar, seperti setangkai bunga mawar hutan yang banyak durinya.
"Engkau siapakah, adik yang baik?" tanya Cin Lan ramah.
"Bukankah engkau yang bernama Tang Cin Lan, murid Pek I Lokai?" Lee Cin balas bertanya. Cin Lan merasa heran bagaimana gadis asing ini sudah mengenalnya, bahkan mengenal gurunya pula.
"Benar sekali, bagaimana engkau bisa mengetahuinya" Siapakah engkau, adik yang manis?"
"Namaku Souw Lee Cin, dan ayahku adalah Bengcu Souw Tek Bun."
Cin Lan terkejut juga mendengar ini. Tentu saja ia sudah mendengar akan nama Bengcu Souw Tek Bun.
"Ah, kira-nya puteri Bengcu. Silakan duduk, Adik Lee Cin. Katakan, apa
keperluanmu berkunjung ini" Adakah sesuatu yang dapat kubantu?"
Sikap manis dari Cin Lan menyenangkan hati Lele Cin dan ia segera duduk.
Pantas Thian Lee memuji-muji gadis ini. Memang seorang gadis yang ramah pikirnya.
"Aku datang berkunjung karena disuruh oleh Thian Lee. Kau mengenal Thian Lee, Enci?"
Wajah Cin Lan seketika berubah kemerahan ketika mendengar nama kekasihnya disebut-sebut. "Tentu aku mengenalnya. Engkau disuruh ke sini oleh Lee-koko" Adakah dia mengirim
pesan atau berita?" Biarpun masih muda, akan tetapl Lee Cin sudah pandai menilai orang dari sikapnya.
Gadis ini menyebut Thian Lee dengan Lee-ko, dan ketika mendengar nama Thian Lee disebut,wajahnya menjadi kemerahan dan sinar matanya bersinar-sinar, dan ketika bertanya tentang Thian Lee, nampaknya demikian tegang.
Ah, seperti ia sendiri, gadis bangsawan ini juga mencinta Thian Lee!
"Dia tidak mengirim berita apa pun, hanya menyuruh aku datang ke sini menghadap Pengeran Tang Gi Su atau puterinya yang bernama Tang Cin Lan, dan menyatakan bahwa aku ingin
membantu menghadapi komplotan pemberontak yang hendak membunuhi banyak pangeran.
Aku akan membantu menangkapi mereka." Ucapan ini mengandung suara yang nadanya sombong sekali sehingga Cin Lan tersenyum.
Gadis ini tinggi hati, pikirnya, akan tetapi kalau kedatangannya ini atas permintaan Thian Lee, sudah pasti gadis ini memiliki kepandaian tinggi. Apalagi mengingat bahwa ia puteri beng-cu
"Engkau tahu apa tentang pemberontakan, Adik Lee Cin?"
Thian Lee sudah menceritakan semuanya kepadaku." Lalu ia mengulang apa yang didengarnya dari Thian Lee. Mendengar ini, Cin Lan tidak ragu lagi. Gadis ini tentu dipercaya sepenuhnya oleh Thian Lee sehingga semua rahasia itu telah diceritakan kepadanya.
"Ah, kiranya engkau sudah mengetahui segalanya. Mari, Adik Cin, mari kita ke dalam!" la lalu memegang tangan Lee Cin dan ditariknya gadis itu untuk bersama-sama memasuki
rumah besar menuju ke lian-bu-thia yang berada di belakang rumah.
"Eh, Enci Cin Lan. Apa maksudmu membawaku ke sini?"
"Kau maafkan aku, Adik Cin. Sama sekali bukan aku tidak percaya kepadamu. Akan tetapi yang kita hadapi adalah lawan-lawan. yang amat lihai. Oleh karena itu, sebelum menerimamu aku harus lebih dulu menguji kepandaianmu agar engkau tidak sampai menderita celaka kalau
berhadapan dengan mereka."
"Bagus! Engkau hendak mengujiku. Kebetulan aku pun ingin sekali menguji kepandaianmu yang begitu dipuji-puji oleh Thian Lee. Marilah!" Lee Cin sudah melompat ke tengah ruangan silat itu dan memasang kuda-kuda dengan gaya yang manis sekali. Cin Lan tersenyum, lalu mengambil sebatang tongkat dari rak senjata.
"Adik Lee Cin, dalam menghadapi para penjahat itu mereka tentu menggunakan senjata,maka kuminta engkau keluarkanlah senjata andalanmu dan mari kita main-main sebentar."
la melintangkan tongkatnya di depan dada dan sekali putar, tongkat itu mengeluarkan angin berdesir. Melihat ini Lee Cin dapat menduga bahwa Cin Lan tentu mahir sekali memainkan
tongkat itu, apalagi mengingat bahwa ia adalah murid Pek I Lokai yang tingkat kepandaiannya sudah menyamai tingkat kepandaian para datuk.
Gurunya sendiri, atau lebih tepat ibu kandungnya, sudah sering bercerita kepadanya tentang kelihaian Pek I Lokai.
Maka,tanpa ragu lagi ia pun melolos Pedang Ular Merah dari pinggangnya.
Cin Lan kagum melihat betapa pedang yang biasa dipakai sebagai sabuk itu sudah berada ditangan Lee Cin dan mengeluarkan cahaya kemerahan.
"Bagus'. Nah, sambutlah serangan tongkatku, Adik Lee Cin!"
Cin Lan sudah maju menggerakkan tongkatnya dan dengan ilmu tongkat Hok-mo-tung ia menyerang dengan gerakan cepat dan kuat sekali. Lee Cin yang gudah menduga akan kelihaian Cin Lan, segera memutar pedangnya melindungi diri dan menangkis.
Terdengar suara nyaring berulang kali ketika pedang bertemu tongkat dan keduanya merasa betapa telapak tangan mereka tergetar.
Lee Cin bertanding dengan sungguh-sungguh, setelah menangkis ia pun balas menyerang,sehingga terjadilah pertandingan yang hebat dan indah dipandang.
Sinar pedang berbaur dengan sinar tongkat yang bergulung-gulung sehingga sukarlah diikuti pandang mata siapa yang lebih unggul di antara dua orang gadis cantik itu.
Terdengar suara tongkat berdesir-desir diiringi suara pedang berdesingan. Setelah lewat hampir seratus jurus, keduanya masih belum
ada yang leblh unggul! Lee Cin lalu mulai meng-gerakkan tangan kirinya untuk membantu pedangnya dengan totokan It-yang-ci.
Cin Lan terkejut ketika tiba-tiba ada angin menyambar dari jari tangan kiri Lee Cin. la melompat ke belakang dan memutar tongkat sambil berseru,
"Tahan, Adik Lee Cin. Sudah cukup!" katanya gembira. "Hebat, ilmu kepandaianmu benar hebat! Aku mengaku kalah."
"Ah, Enci Lan. Engkau yang hebat. Ilmu tongkatmu sungguh mengagumkan, Engkau tidak
kalah sama sekali." "Sekarang aku telah yakin akan kemampuanmu. Tadi pun sebetulnya aku telah percaya
karena kalau sampai Lee-koko yang, menyuruhmu ke sini untuk membantu kami, tentu engkau lihai sekali. Akan tetapi aku ingin yakin dan sekarang aku tidak ragu lagi. Mari kuhadapkan kepada Ayah, Adik Lee Cin."
Sambil menggandeng tangan Lee Cin, Cin Lan mengajaknya mengunjungi ayah-nya yang berada di tempat tersembunyi dalam gedung itu.
Lee Cin melihat betapa. ternpat itu terjaga ketat dan berlapis-lapis sehingga akan sukarlah bagi siapa saja yang hendak membunuh Sang Pangeran.
Ketika memasuki ruangan itu, Lee Cin melihat seorang laki-laki berusia hampir enam puluh tahun duduk seorang diri. Orang ini kelihatan tenang dan berwibawa sekali.
"Cin Lan, ada urusan apa engkau masuk ke sini" Dan Nona ini siapakah mengapa engkau ajak ke sini?" "Maaf, Ayah. Karena kedatangan adik inilah maka aku membawanya menghadap Ayah.
Namanya Souw Lee Cin, Ayah. la adalah puteri dari Bengcu Souw Tek Bun dan ia datang atas permintaan Lee-koko untuk membantu kita. Dan aku sudah mengujl kemampuannya,
Ayah. Wah, ia hebat sekali, lihai dan pantas menjadi pembantu karena aku sendiri pun tidak mampu mengalahkannya!"
Pangeran itu nampak gembira mendengar laporan puterinya. Dia memandang kepada Lee Cin dengan sinar mata kagum lalu berkata,
"Selamat datang, Nona Souw! Makin besarlah hati kami dengan kedatangan Nona yang hendak membantu kami! Aku tahu bahwa ayahmu
adalah seorang pendekar perkasa yang setia dan dipercaya oleh, Sri Baginda Kaisar."
"Taijin, aku datang karena diminta oleh Thian Lee dan mudah-mudahan saja aku tidak akan mengecewakan kalian di sini. Aku siap menanti perintah untuk melindungi Pangeran yang mana."
"Ayah Lee-koko telah menceritakan semuanya kepada Adik Lee Cin sehingga tidak ada rahasia baginya. la sudah tahu akan semua rencana siasat yang hendak dilakukan Pangeran Tua."
"Bagus, kalau begitu. Akan tetapi, kami telah mengatur siasat untuk melin-dungi semua calon korban dan memasang jebakan untuk menangkap para pembunuh itu.
Sebaliknya kita menunggu munculnya Thian Lee yang malam ini ditugaskan musuh untuk membunuhku. Kita
tanyakan kepadanya saja ke mana kalian berdua akan ditugaskan.
Untuk sementara ini, harap Nona Souw suka bersama Cin Lan tinggal di dalam rumah ini dan jangan membuat gerakan keluar agar tidak menimbulkan kecurigaan kepada pihak musuh."
Sambil bergandeng tangan kedua orang gadis itu mengundurkan diri dan tak lama kemudian mereka sudah asyik bercakap-cakap dalam kamar Cin Lan. Keduanya segera menjadi akrab karena banyak persamaan antara kedua orang gadis ini, sama-sama terbuka dan keras.
Malam ini sunyi sekali. Malam tanpa bulan bintang karena langit tertutup awan gelap. Didalam kegelapan malam itu nampak dua sosok bayangan manusla berkelebat cepat sekali mendekati gedung tempat tinggal Pangeran Tang Gi Su.
Biarpun Thian Lee sudah meyakinkan hati Pangeran Tua bahwa dia sanggup membunuh Pangeran Tang Gi Su seorang diri saja tanpa bantuan, tetap saja Pangeran Tua merasa sangsi
dan dia mengutus Liok-te Lo-mo untuk mengawani Thian Lee.
Agak lama kedua orang ini mendekam di balik semak tak jauh dari tembok yang mengelilingi rumah Pangeran Tang Gi Su untuk melihat keadaan. Penjagaan ketat sekali dan setiap beberapa menit sekali nampak belasan orang peronda berjalan di dekat tembok mengelingi tembok pagar yang tinggi.
"Suhu, penjagaan ketat sekali. Kalau kita berdua yang masuk ke dalam akan lebih mudah ketahuan musuh.
Sebaiknya Suhu menanti di sini biarkan aku masuk melakukan tugas itu.
Percayalah, pasti berhasil kalau aku bergerak seorang diri. Lebih mudah bersembunyi kalau masuk seorang diri dan Suhu menanti di Sini sampai aku keluar."
Liok-te Lo-mo yang sudah tahu akan kelihaian bekas muridnya ini mengangguk. "Akan tetapi hati-hatilah. Aku mendengar penjagaan di dalam gedung itu ketat sekali sejak serangan
pertama itu gagal."
"Jangan khawatir, Suhu. Aku pasti berhasil!" kata Thian Lee dan dia menggunakan penutup muka dari sutera hitam, kemudian berkelebat ke depan mendekati pagar tembok.
Dia membiarkan serombongan peronda lewat, setelah mereka lewat, tubuhnya melayang naik ke atas pagar tembok dengan kecepatan luar biasa sehingga kalau ada yang kebetulan lewat tentu hanya mengira bahwa itu bayangan pohon saja. Liok-te Lo-mo yang mengintai dari balik......
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment