Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Jodoh Si Mata Keranjang
Jilid 19
Yang paling
kaget sampai mukanya berubah pucat adalah Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa ketika
mereka mengenal orang yang datang itu karena pemuda itu bukan lain adalah Hay
Hay!
Melihat
pemuda itu, Mayang menjerit sambil terisak dan lari menghampiri Hay Hay, langsung
meloncat dan merangkul leher pemuda itu.
“Hay-koko…….
Hay-ko…… uuuuuhuhu-huuuuu……. Hay-kooo…..!” Ia menangis tersedu-sedu di dada
kakaknya itu.
Hay Hay
mengelus kepala adiknya penuh kasih sayang.
“Sssttt,
Mayang adikku yang manis, dimana kegagahanmu? Hentikan tangismu, Mayang dan
ceritakan apa yang terjadi.”
Dia lalu
mengangkat muka dan bertemu pandang dengan Kui Hong. Keduanya beradu pandang
mata, dua pasang sinar mata bertaut sejenak dan keduanya tersipu.
“Hay-ko…..!”
Kui Hong
berbisik hampir tidak bersuara, akan tetapi bibirnya jelas menyebut nama pemuda
itu.
“Hong-moi,
kulihat mati-matian engkau melindungi Mayang adikku. Terima kasih! Akan tetapi
apa yang telah terjadi? Ini si iblis betina dari Pek-lian-kauw kembali telah
mengacau dan kenapa Ki Liong bahkan menyerang Mayang, bukan melindungi? Dan
siapa pula kakek yang gagah ini?” Hay Hay bertanya.
Ki Liong
merasa gentar bukan main dan diapun cepat berkata kepada Hek Tok Siansu,
“Suhu,
inilah yang bernama Tang Hay, yang suhu cari-cari!” katanya.
Mendengar
keterangan itu, Hek Tok Siansu terkejut, akan tetapi juga girang. Diam-diam dia
lalu menggerakkan kekuatan sihirnya dan berkata dengan suara yang mengandung
wibawa.
“Omitohud……
kiranya engkau yang bernama Tang Hay? Orang muda, engkaulah yang telah
menewaskan dua orang saudara pinceng yang bernama Janghau Lama dan Pat Hoa Lama
di Tibet?”
Hay Hay
mengamati kakek itu dan dia menjawab,
“Kalau yang
Lo-cian-pwe maksudkan tiga orang pendeta Lama yang memberontak kepada Dalai
Lama itu, memang benar bahwa aku pernah bertentangan dengan mereka. Aku tidak
membunuh siapapun, dan kalau ada yang tewas dalam pertandingan, maka itu
sudahlah wajar. Yang bersalah akhirnya pasti akan kalah dan terhukum
perbuatannya sendiri. Mengapa Lo-cian-pwe masih merasa penasaran?”
“Omitohud,
engkau orang muda yang sombong. Kematian tiga orang saudara kami itu harus
dibalas. Kim Mo Siankouw sudah membalas kematian Gunga Lama, dan sekarang,
engkau harus menebus kematian Janghau Lama dan Pat Hoa Lama.”
“Kalau
Lo-cian-pwe membela yang bersalah, berarti bahwa Lo-cian-pwe juga menyeleweng
dari kebenaran!”
Kakek itu
tertawa.
“Ha-ha,
sungguh menyenangkan sekali bertemu dengan orang yang sudah lama kucari-cari.
Menggembirakan sekali bertemu dengan orang-orang muda yang berkepandaian. Nah,
orang-orang muda, mari kita bergembira, tertawa dengan gembira, ha-ha-ha-ha!!”
Suara
tawanya sernakin lama semakin kuat dan mengandung getaran hebat, Sim Ki Liong
dan Su Bi Hwa sudah ikut tertawa. Mayang sendiri cepat mengerahkan ilmunya.
Dari gurunya ia memang menerima ilmu yang menolak kekuatan sihir, maka ia dapat
bertahan. Kui Hong juga tergetar hebat dan dengan segera mengerahkan sin-kang
untuk menolak, namun tetap saja mulutnya membentuk senyum lebar.
"Bagus,
tertawalah Lo-cian-pwe. Tertawalah sepuasmu biar kulihat!" kata Hay Hay,
tentu saja dengan mengerahkan kekuatan sihirnya untuk melawan.
Akhirnya,
yang tertawa bergelak adalah kakek itu sendiri, diiringi suara tawa Ki Liong
dan Bi Hwa! Melihat kenyataan ini, Hek Tok Siansu terkejut. Dia mempergunakan
sihir agar para lawan itu tertawa dan pemuda itu dia kuasai. Tidak tahunya
sekarang malah dia sendiri yang tertawa dan tidak dapat dihentikan Cepat dia
merendahkan tubuhnya, seperti katak hendak meloncat dan mengerahkan tenaga dari
dalam perut sehingga terdengar bunyi berkokok seperti katak. Akan tetapi dia
berhasil menghentikan tawanya dan otomatis Ki Liong dan Bi Hwa juga berhenti
tertawa. Wajah dua orang itu menjadi pucat.
"Tang
Hay, hari ini, pinceng Hek Tok Siansu akan membuat perhitungan denganmu!
Bersiaplah untuk menebus kematian saudara-saudaraku!” kakek itu membentak.
Hay Hay
tersenyum.
"Kalau
Lo-cianpwe tetap hendak membela yang bersalah, dan ingin menyusul mereka,
silakan!"
Hek Tok
Siansu yang sudah marah sekali, segera memutar kedua lengannya dan dia sudah
menyerang Hay Hay dengan ilmu pukulannya yang ampuh, yaitu pukulan Gelombang
Samudera yang amat dahsyati Hay Hay mengenal ilmu pukulan ampuh, maka diapun
mengerahkan tenaga dan menyambut dengan kedua tangannya
“Dess.......
!!" keduanya terpental ke belakang.
Ternyata
tenaga mereka seimbang. Hal ini mengejutkan Hek Tok Siansu dan diapun semakin
penasarang tubuhnya seperti menggelundung dan ia menyerang semakin dahsyat. Hay
Hay menyambutnya dan dua orang sakti ini segera bertanding.
Tiba-tiba Su
Bi Hwa yang melihat betapa keadaan pihaknya tidak menguntungkan segera
mengeluarkan suara bersuit nyaring. Dan bermunculanlah belasan orang tosu
Pek-lian-kauw dari tempat persembunyian mereka!
Melihat ini,
Kui Hong meloncat rnendekati Mayang. Mereka beradu punggung dan saling
melindungi, menghadapi pengepungan Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa yang dibantu
belasan orang tosu Pek-lian-kauw!
Hay Hay
maklum akan kehebatan lawannya, juga ia tahu bahwa Kui Hong dan Mayang
dikeroyok banyak orang. Maka, diapun cepat menggunakan ilmunya
giauw-pon-poan-san, dengan langkah terputar-putar dia dapat membuat lawannya
hanya membuang-buang tenaga sia-sia belaka. Hay Hay kadang-kadang meninggalkan
kakek itu dan menerjang untuk membantu Kui Hong dan Mayang, membubarkan
kepungan dan merobohkan satu dua orang pengeroyok. Baru dia menahan lagi kalau
kakek itu mendesak, lalu menggunakan langkahnya yang ajaib itu untuk bermain
kucing-kucingan. Dengan demikian, Hay Hay dapat melindungi Mayang dan Kui Hong.
Pada waktu
itu, ilmu kepandaian Cia Kui Hong telah meningkat karena selama ia berada di
Ci-ling-san, di bawah pengamatan ayah bundanya, ia berlatih dengan tekun
sehingga saat itu, tingkat kepandaiannya sudah melebihi ayah dan ibunya. Hal
ini tidak mengherankan karena gadis perkasa ini pernah digembleng sendiri oleh
kakek dan neneknya, yaitu Pendekar Sadis dan isterinya di pulau Teratai Merah.
Biarpun ia
harus menghadapi pengeroyokan Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa, ia tidak akan
kewalahan dan mampu mengimbangi mereka berdua. Mayang sendiripun bukan gadis
lemah. Akan tetapi ia telah terluka, dan para anggauta Pek-lian-kauw yang kini
mengeroyok ia dan Kui Hong, berjumlah tiga belas orang dan mereka itu bukan
anggauta biasa, melainkan tokoh-tokoh yang telah memiliki kepandaian tinggi.
Maka,
bagaimanapun Kui Hong mengamuk, tetap saja ia harus melindungi Mayang dan kedua
gadis ini tetap terdesak. Untung disitu ada Hay Hay. Dengan siasatnya
kadang-kadang melawan Hek Tok Siansu, dan kalau ada kesempatan ia meloncat dan
menggempur para pengeroyok kedua orang gadis itu, dan gempurannya selalu
merobohkan seorang pengeroyok, maka keadaan menjadi seimbang.
Sim Ki Liong
yang menyamar dengan nama Liong Ki dan Bi Hwa yang memakai nama Liong Bi,
adalah dua orang yang kicik. Mereka tidak mengenal apa yang disebut budi, tidak
mengenal setia kawan. Mereka hanya mementingkan diri sendiri. Kini, melihat
keadaan mereka yang tidak lahan semalarri. Maka, mendengar ucapan menguntungkan
mereka merasa gelisah. Mereka tahu bahwa setelah rahasia mereka kini diketahui
Mayang, tidak mungkin bagi mereka kembali ke istana Menteri Cang Ku Ceng. Dalam
keadaan yang gawat itu, Liong Bi berbisik kepada Liong Ki,
“Cepat, kita
harus pergi dari sini agar jangan terlambat!”
Dua orang
itu memang memiliki jalan pikiran yang sama, maka mendengar ucapan itu saja
Liong Ki sudah dapat menangkap maksud yang terkandung di dalamnya. Dipun
melihat bahwa keadaan mereka amat tidak menguntungkan dan diam-diam dia
mengutuk Mayang. Gadis itulah gara-gara semua kegagalan ini. Dia sama sekali
tidak mengira bahwa malam itu bukan Mayang gadis yang di perkosanya selagi
terbius, melainkan Teng Cin Nio!
Dan Mayang
telah mengetahui hal itu. Semua menjadi gagal! Kalau menteri Cang pulang dan
mendengar akan peristiwa itu, tentu dia akan ditangkap. Habislah sudah semua
cita-cita yang muluk, hancur oleh kesalahan semalam. Maka, mendengar ucapan
Liong Bi, diapun mengangguk-angguk dan keduanya lalu keluar dari kalangan
pertempuran, membiarkan sisa anggauta Pek-lia-kauw untuk mengeroyok Kui Hong
dan Mayang.
Karena
ditinggakan dua orang itu, belasan orang Pek-lian-kauw menjadi kocar-kacir
melawan amukan Kui Hong dan Mayang. Beberapa orang terpelanting roboh disambar
sepasang pedang Hok-mo Siang-kiam di tangan Kui Hong dan beberapa orang lagi
roboh disambar pecut di tangan Mayang, walaupun pecut itu telah putus bagian
ujungnya.
"Enci
Hong, cepat kejar mereka, lindungi keluarga Menteri Cang!"
Mayang
berseru dengan khawatir. Ia sendiri merasa tidak mampu untuk melawan dua orang
lihai itu.
Mendengar
itu, Kui Hong terkejut. Berbahaya sekali kalau orang-orang macam Ki Liong dan
Bi Hwa itu benar-benar menyerang keluarga Menteri-Cang. Ia meloncat ke belakang
dan menoleh ke arah Hay Hay yang masih bertanding dengan seru melawan Hek Tok
Siansu.
Pertandingan
antara dua orang itu berlangsung dengan seru. Kakek itu berusaha sekuat tenaga
untuk mengalahkan Hay Hay, untuk membalas dendamnya. Dia sudah bertubi-tubi
melakukan penyerangan dengan pukulan Angin Taufan, pukulan Gelombang Samudera,
bahkan dia sudah menggunakan cara bergulingan seperti trenggiling, lalu
mendekam dan melancarkan pukulan sakti seperti katak hendak meloncat.
Namun Hay
Hay selalu dapat menghindarkan diri. Langkah-langkah ajaib giau-pouw-poan-san
dapat menghindarkan sernua pukulan dan kalau sekali dua kali pemuda itu
menangkis, maka keduanya terpental karena memang tenaga sinkang mereka
seimbang. Hay Hay juga penasaran jarang dia berhadapan dengan lawan setangguh
ini. Baru setelah dia memainkan Ciu-sian Cappek-ciang, yaitu,delapan belas
jurus ilmu pukulan yang dipeiajarinya dari Ciu-sian Sin-kai, kakek gendut
berkulit hitam itu terdesak mundur. Pada saat itulah Kui Hong meloncat ke
belakang meninggalkan gelanggang.
"Hay-ko,
kau lindungi Mayang. Aku harus melindungi keluarga Cang!” kata Kui Hong.
Melihat Kui
Hong berlari cepat meninggalkan tempat itu, Hay Hay menjadi sadar. Tadi Sim Ki
Liong dan wanita cantik yang dia kenal sebagai Tok-ciang Bi Moli yang pernah
mengacau Cin-ling-pai telah melarikan diri. Kalau kini Kui Hong mengatakan
hendak melindungi keluarga Cang, berarti kedua orang tadi mungkin merupakan
ancaman bagi keluarga bangsawan itu.
Akan tetapi
Mayang masih dikeroyok beberapa orang anggauta Pek-lian kauw, dan disini
terdapat pula Hek Sansu yang lihai. Kalau dia pergi mengejar dan membantu Kui
Hong, tentu Mayang terancarn bahaya. Tak mungkin dia rneninggalkan Mayang, apa
lagi kelihatannya adiknya itu telah menderita luka-luka.
Karena
mengkhawatirkan Kui Hong yang melakukan pengejaran seorang diri, juga
mengkhawatirkan keadaan Mayang, Hay Hay menjadi rnarah. Dia mengerahkan seluruh
tenaga saktinya, lalu mengeluarkan teriakan melengking.
Teriakan ini
mengandung kekuatan sihir yang amat dahsyat sehingga Hek Tok Siansu sendiri
sampai terhuyung ke belakang dan mukanya berubah pucat. Saat itu dipergunakan
oleh Hay Hay untuk menyerang dengan dorongan kedua tangannya.
Saat itu
tubuh Hek Tok Siansu sedang terhuyung oleh daya kekuatan lengking nyaring yang
dikeluarkan Hay Hay, maka datangnya serangan ini amat dahsyat. Dia berusaha
mengerahkan tenaga untuk menyambut dengan dorongan kedua tangannya pula.
“Desss….!”
Dua tenaga
dahsyat bertemu dan akibatnya, tubuh Hay Hay terlempar ke atas. Dia membuat
salto sampai lima kaki baru turun ke bawah. Akan tetapi kakek itu terjengkang
dan dia cepat duduk bersila mengatur pernapasan dan mengusap darah dari
bibirnya. Setelah itu, dia membuka mata, memandang kepada Hay Hay dengan sinar
mata kagum dan tidak percaya, lalu berkata dengan lirih.
“Tang Hay,
lain kali kita bertemu lagi." Dan diapun bangkit berdiri lalu berkelebat
pergi dengan cepatnya.
Melihat
kakek itu melarikan diri, sisa orang-orang Pek-lian-kauw tentu saja menjadi
ketakutan dan merekapun lari meninggalkan kawan-kawan mereka yang terluka atau
tewas.
"Koko
mari cepat kita susul enci Hong. Keluarga Cang berada dalam bahaya!" kata
Mayang, akan tetapi ia terhuyung karena lelah dan karena lukanya.
Tanpa
membuang banyak waktu untuk bertanya, Hay Hay Ialu menyambar tubuh adiknya dan
mempergunakan ilmu berlari cepat seperti terbang menuju ke kota, dan langsung
pergi ke gedung Menteri Cang yang sudah dikenalnya baik itu.
Sim Ki Liong
dan Su Bi Hwa secepatnya meninggalkan gelanggang pertempuran yang tidak
menguntungkan pihak mereka, dan cepat sekali mereka tiba di istana keluarga
Menteri Cang Ku Ceng. Karena mereka adalah orang-orang kepercayaan Menteri
Cang, tentu saja para pengawal juga tidak banyak bertanya melihat mereka datang
nampak tergesa-gesa itu.
Keduanya
langsung saja mencari Cang Hui dan Cang Sun, dengan maksud untuk menangkap
mereka. Mereka telah ketahuan, rahasia mereka telah terbuka dengan munculnya
Hay Hay dan Kui Hong, maka kalau mereka tidak menyandera putera puteri Menteri
Cang, tentu mereka akan celaka.
Akan tetapi,
mereka tidak melihat Cang Sun, hanya menemukan Cang Hui dan Teng Cin Nio yang
sedang menanti pulangnya Mayang karena gadis itu tadi pergi tanpa pamit. Ketika
mereka melihat munculnya orang-orang yang mereka kenal sebagai Liong Ki dan
Liong Bi, keduanya terkejut, apalagi melihat sikap dua orang itu yang aneh dan
tidak seperti biasanya.
Cin Nio
sendiri belum menduga bahwa Liong Ki yang memperkosa dirinya malam itu, akan
tetapi ia memang sudah tidak suka melihat sikap pemuda itu yang kadang-kadang
memandang kepadanya dengan sinar mata kurang ajar. Lebih-lebih Cang Hui. Ia
pernah dirayu oleh pemuda itu, maka ia merasa tidak suka kepada Liong Ki.
"Di
mana Mayang?" tanya Cang Hui ketika melihat mereka berdua menghampirinya.
Ia dan Cin Nio sedang duduk di taman bunga. "Kemana ia pergi? Sejak tadi
aku tidak melihatnya." Cin Nio sendiri hanya memandang dan tidak bicara
sesuatu.
Liong Ki dan
Liong Bi mendekat, dan Liong Ki berkata,
"Mayang
telah dicelakai orang jahat. Kalianpun akan celaka kalau tidak cepat pergi dari
sini. Mari, kami akan melindungi kalian." katanya sambil mendekati Cang
Hui.
"Pergi?
Kemana? Aku tidak mau. Pula, bahaya apa yang mengancam?"
Akan tetapi,
secepat kilat Sim Ki Liong telah menerjang dan menotoknya, hampir berbareng
dengan yang dilakukan Su Bi Hwa kepada Cin Nio. Biarpun dua orang gadis itu
pernah berlatih silat dengan tekun di bawah bimbingan Mayang, namun
dibandingkan dengan dua orang itu, mereka kalah jauh. Pula, penyerangnya itu
tidak mereka duga-duga sama sekali sehingga mereka tidak sempat mengelak,
menangkis maupun berteriak.
Sesuai
dengan rencana yang mereka atur ketika lari tadi, keduanya tanpa banyak cakap
lagi memondong kedua orang gadis yang sudah lemas dan tidak mampu bergerak
maupun bersuara itu, dan membawanya lari menuju ke belakang dimana terdapat
beberapa buah kereta keluarga dan banyak kuda-kuda yang pilihan.
Melihat dua
orang kepercayaan majikan mereka itu memasang dua ekor kuda di depan sebuah
kereta, lalu memapah dua orang siocia mereka kedalam kereta dan menjalankan
kereta keluar dari situ, para pelayan hanya memandang dengan melongo, tidak
berani menegur atau banyak bertanya. Mereka, hanya mengira bahwa agaknya dua
orang nona mereka itu tiba-tiba terserang penyakit lumpuh dan dua orang
kepercayaan itu tentu akan membawa mereka mencari tabib dalam keadaan
tergesa-gesa.
Akan tetapi
ketika kereta tiba di pintu gerbang belakang, dari mana kereta-kereta dari istana
itu biasanya keluar, lima orang penjaga pintu gerbang menghadang di tengah
jalan dan mengangkat tangan memberi isyarat agar kereta dihentikan.
"Minggir!”
bentak Sim Ki Liong. "Apakah kalian tidak melihat bahwa aku yang membawa
kereta keluar.”
"Maaf,
Taihiap. Akan tetapi kami mendengar bahwa Cang Siocia dan Tang Siocia kau bawa
dalam kereta. Kami harus mempertanggung jawabkan ini. Hendak dibawa kemana
mereka itu dan mengapa? Apa yang terjadi denga mereka, Taihiap?"
“Keparat,
kalian tidak percaya kepadaku? Minggir!” bentak Sim Ki Liong yang tidak mau
membuang banyak waktu.
Sementara
itu tanpa banyak cakap lagi Su Bi Hwa menggerakkan tangan lima kali. Lima orang
penjaga itu menjerit dan roboh, tewas karena yang memasuki tubuh mereka adalah
jarum-jarum beracun yang disambitkan Su Bi Hwa. Sim Ki Liong ,segera melarikan
dua ekor kuda yang menarik kereta keluar dari situ dengan cepat.
Para penjaga
lain yang melihat lima orang rekan mereka tewas, segera berteriak-teriak dan
gegerlah seisi istana. Apalagi, ketika Nyonya Cang mendengar bahwa puteri dan
keponakannya dilarikan oleh dua orang kepercayaan itu, ia mejadi bingug karena
tidak tahu apa yang telah terjadi. Rasanya, sukar diterima dugaan bahwa dua
orang kepercayaan itu menculik dan melarikan dua orang gadis itu. Untuk apa
diculik?
Selagi semua
orang kebingungan karena pada waktu itu Menteri Cang tidak berada di rumah,
muncullah Cang Sun yang ketika peristiwa itu terjadi sedang keluar istana dan
berkunjung ke rumah seorang sahabatnya. Tentu saja dia menjadi terkejut sekali
mendengar bahwa liong Ki dan Liong Bi melarikan Cang Hui dan Cin Nio dengan
sebuah kereta. Dia memang mulai curiga kepada dua orang itu, apalagi mengingat
sikap Liong Bi yang selalu berusaha merayunya.
"Pengawal,
cepat kerahkan pasukan pengawal dan mengejar kereta itu!” kata Cang Sun dengan
gelisah.
Selagi semua
orang sibuk, muncullah Kui Hong!
"Nona
Cia…….. ah, nona Cia…….!”
Nyonya Cang
merangkul Cia Kui Hong dan menangis.
"Mereka
melarikan Cang Hui dan Cin Nio….”
Sementara
itu, Cang Sun juga tertegun melihat munculnya gadis yang selama ini, sebelurn
dia bertemu Mayang.
"Nona
Kui Hong....... !” katanya, disambungnya cepat-cepat, "Nona, kau harus
menolong Hui-moi dan Ci-moi. Mereka berdua dilarikan Liong Ki dan Liong Bi
dengan kereta!"
"Mereka
itu dua orang penjahat besar yang kejam! Aku akan mengejar mereka!” kata Kui
Hong dan iapun melompat dan berlari cepat meninggalkan rumah itu.
Di pintu
gerbang, ia rnendapat keterangan dari penjaga bahwa kereta itu dilarikan ke
arah barat. Pantas saja ia tadi tidak berternu karena ia masuk kota melalui
pintu gerbang selatan. Melihat seekor kuda milik para penjaga, ia lalu berkata.
“Aku pinjam
kuda kalian sebentar!”
Para penjaga
sudah mengenal Kui Hong yang mereka kagumi ketika gadis itu dahulu pernah
tinggal di rumah Menteri Cang. Mereka tahu bahwa gadis itu lihai sekali, bahkan
kabarnya menjadi ketua Cin-ling-pai.
“Silakan,
nona!”
Kui Hong
membalapkan kudanya melakukan pengejaran. Akan tetapi karena kereta itu sudah
jauh meninggalkan pintu gerbang kota raja, karena memang kedua orang itu
memilih kuda terbaik sehingga kedua kuda itu berlari cepat sekali. Namun, jejak
kereta itu jelas dan Kui Hong terus melakukan pengejaran.
"Hong-moi,
perlahan dulu....... !”
Suara itu
terdengar jelas sekali walaupun lirih, seolah-olah yang bersuara itu berbisik
di dekat telinganya. Tahulah ia bahwa itu adalah suara Hay Hay dan bahwa orang
yang selama ini selalu tak pernah meninggalkan hatinya itu mempergunakan ilmu
mengirim suara dari jarak jauh yang hanya dapat di lakukan orang yang memiliki
tenaga sakti yang amat kuat. Ia menahan kudanya dan menengok. Benar saja.
Bayangan itu seperti terbang saja datang dari belakang, cepatnya bukan main. Ia
harus mengakui bahwa ia sendiri tidak rnungkin dapat menandingi ilmu berlari
cepat Hay Hay.
Memang
seorang diantara guru Hay Hay, yaitu See-thian La-rna adalah seorang ahli
gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang sukar dicari bandingnya. Dan agaknya Hay
Hay telah menguasai ilmu-ilrnu peninggalan para gurunya dengan baik bahkan
mungkin gurunya sendiri lebih baik dibandingkan setelah pemuda ini mendapat
gemblengan dari Song Lojing seorang sakti yang menyempurnakan semua ilmunya.
"Hay-ko
bagaimana dengan mereka tadi?"
"Hek
Tok Siansu melarikan diri, orang-orang Pek-lian-kauw juga lari. Mayang berada
di rumah Cang Taijin."
"Hay-ko,
kenapa engkau menahanku? Bukankah kita harus cepat mengejar dan menyusul kereta
itu?" Ia menunjuk ke depan dan kereta itu kini nampak sudah jauh.
"Hong-moi,
kita harus berhati-hati menghadapi dua iblis itu. Kalau kita mengejar seperti
ini dan mampu menyul, mereka akan memperguakan dua orang gadis itu sebagai
sandera dan kalau mereka mengancam dua orang gadis bangsawan itu, apa yang
dapat kita lakukan?"
Kui Hong
mengangguk.
"Lalu
apa yang harus kita lakukan?"
"Kita
harus menyamar sebagai dua orang perampok yang menghadang perjalanan mereka,
menutupi muka dengan saputangan. Kalau mereka mengira kita perampok, tentu
mereka akan menyerang dan kesempatan itu untuk menyelamatkan dua orang gadis
tawanan itu."
"Engkau
benar, Hay-ko. Mari kita cepat menyamar dan megejar."
Kui Hong
Ialu menggunakan saputangan menutupi mukanya dari bawah mata ke bawah, dan
membungkus rambut kepalanya dengan kain pula sehingga sukarlah mengenal ketua
Cin-ling-pai ini. Hay Hay juga menggunakan saputangan lebar menutupi mukanya,
mengacaukan rambutnya sehingga riap-riapan.
"Hong-moi,
sembunyikan sepasang pedangmu agar tidak dikenal." kata Hay Hay, dan Kui
Hong cepat menyimpan sepasang pedang di balik bajunya yang longgar.
Kemudian,
gadis itu menatap wajah Hay Hay yang sudah tertutup saputangan. Mereka hanya
saling beradu pandang mata Sejenak sinar mata mereka bertaut lalu dengan suara
menggetar Kui Hong berkata.
“Hay-ko,
betapa banyaknya yang ingin kubicarakan denganmu. Akan tetapi waktunya tidak ada.
Kelak saja kalau sudah selesai urusan ini Mari kita kejar mereka!"
Iapun
melompat ke atas punggung kudanya dan membalapkan kuda kedepan mengerahkan
gin-kangnya Hay Hay juga melesat cepat mengejar kuda itu.
Sim Ki Liong
dan Su Bi Hwa rnerasa lega. Memang semua cita-cita mereka hancur dan gagal, dan
mereka tidak mungkin menjadi orang kepercayaan Menteri Cang, akan tetapi
setidaknya mereka dapat menyelamatkan diri. Dengan adanya Cang Hui dan Cin Nio
sebagai sandera, takkan ada orang yang berani menggannggu mereka, apalagi
menyerang mereka.
Dan kini Ki
Liong masih mempunyai harapan tipis, yaitu dengan menyandera Cang Hui, mungkin
Menteri Cang akan mengalah demi keselamatan puterinya dan akan suka menerimanya
sebagai mantu. Mengingat betapa dia pernah berjasa dan menjadi orang
kepercayaan Menteri Cang, dan mengingat pula bahwa bangsawan tinggi itu tentu
akan menjaga nama baik keluarganya daripada aib, besar kemungkinan niatnya itu
akan terkabul.
Kini kereta
itu telah tiba di luar kota raja, mendekati kaki sebuah bukit dan hati mereka
sudah merasa senang. Dua orang gadis yang mereka tawan masih rebah setengah
duduk dalam keadaan lemas tak mampu bergerak di dalam kereta. Ki Liong memegang
kendali, dan Bi Hwa duduk di sampingnya sambil mengawasi dua orang tawanan
mereka.
“Aih, engkau
mau enak sendiri saja." kata Bi Hwa bersungut-sungut, "Kita menculik
dua orang gadis, hanya akan menyenangkan engkau saja. Aku tentu hanya akan
menjadi penonton yang panas perut."
Ki Liong
tertawa dan mengelus dagu perempuan yang duduk di sampingnya.
“Ah, engkau
ini masih mempunyai cemburu? Ha-ha, jangan berpendapat sepicik itu, Bi Hwa.
Kalau tadi ada Cang Sun, tentu akan kuculik pula pemuda itu untukmu. Yang
penting bukan kesenangan, melainkan keselamatan kita lebih dahulu. Dengan
adanya mereka, kita akan selamat. Siapa tahu, kelak Cang Taijin akan mau
menerimaku sebagai mantu. Kalau hal itu terjadi, tentu aku tidak akan melupakan
engkau, manis."
Tiba-tiba
mereka menjadi tegang dan memandang ke depan. Ada dua orang yang mukanya
tertutup sapu tangan menghadang di depan. Dua orang itu mengangkat tangan ke
atas memberi isyarat untuk berhenti. Dari pakaian mereka, dapat diketahui bahwa
mereka adalah seorang pria dan seorang wanita. Akan tetapi baik Ki Liong maupun
Bi Hwa tidak mengenal mereka karena wajah mereka tertutup saputanga, bahkan
wanita itu kepalanya dikerudungi, dan yang pria rambutnya riap-riapan. Karena
tidak ingin kuda yang menarik kereta ketakutan dan sukar dikendalikan, terpaksa
Liong menahan kedua ekor kuda yang sudah kelelahan itu.
“Heii,
kalian mau apa?" bentaknya penuh wibawa. “Minggir!"
"Kalian
yang cepat turun dan serahkan kereta dan kuda kepada kami." kata pria
bertopeng yang rambutnya riap-riapan.
Suaranya
parau dan dalam. Tahulah Ki Liong dan Bi Hwa bahwa mereka berhadapan dengan dua
orang perampok yang hendak merampas kereta dan kuda. Mereka marah bercampur
geli.
"Hemm,
kalian sudah bosan hidup!" bentak Su Bi Hwa dan tangannya bergerak.
Jarum-jarum
beracun meluncur menjadi sinar hitam kehijauan menyambar ke arah kedua orang
perampok itu. Akan tetapi, kini kemarahan dua orang itu berubah menjadi
kekagetan dan keheranan. Dua orang "perampok" itu menggerakkan tangan
mengibas dan semua jarum itu runtuh oleh hawa pukulan dari tangan mereka!
Kibasan seperti itu hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang memiliki
sin-kang (tangan sakti) yang kuat.
"Keparat,
kalian benar-benar ingin mampus!"
Bi Hwa
hendak melompat turun, akan tetapi tiba-tiba Ki Liong memegang pergelangan
tangannya.
"Jangan
turun, jaga dan todong kedua orang tawanan kita.” Bisiknya.
Bi Hwa
adalah seorang wanita yang berpengalaman dan cerdik, maka seketika, iapun
sadar, dan pedang yang tadinya sudah ia cabut untuk “menghajar” kedua orang
perampok itu, kini sebaliknya ia todongkan kearah dua orang tawanan yang sudah
tidak berdaya.
Ki Liong
yang masih di bagian depan kereta memegang kendali kuda, kini tertawa bergelak,
"Ha-ha-ha-ha,
Kui Hong dan Hay Hay, kalian kira aku begitu tolol untuk dapat kalian tipu?
Jangan kalian bergerak, karena begitu kalian bergerak, nona Cang Hui dan Teng
Cin Nio akan kami bunuh!"
Tentu saja
Hay Hay dan Hui Hong terkejut bukan main. Tak mereka sangka bahwa Ki Liong
demikian cerdiknya sehingga tidak dapat mereka pancing meninggalkan dua
tawanannya. Mereka merasa tidak ada gunanya lagi menyamar, rnaka mereka
merenggut lepas sapu tangan penutup kepala dan muka.
"Ki
Liong, engkau iblis cerdik," kata Hay Hay, suaranya tenang saja walaupun
didalam hatinya, dia merasa khawatir. "Bagaimana engkau dapat mengenal
kami?"
"Heh-heh,
Hay Hay, kau kira aku begitu bodoh? Ingat, sudah lama aku mengenal Kui Hong.
Aku pernah tergila-gila kepadanya, dan aku ingat benar bentuk dan sinar
matanya, ingat akan bentuk tubuhnya. Siapa lagi, kalau bukan ia yang dapat
meruntuhkan jarum-jarum Tok-ciang Bi-Moli semudah itu? Dan yang pria tentu saja
engkau, karena tadi kalian yang menentang kami. Nah, mudah sekali, bukan? Dan
kalian yang bodoh. Jangan bergerak kalau menghendaki dua orang nona itu tidak
mampus lebih dulu!"
Hay Hay
menahan nafas, merasa tidak berdaya. Mengunakan sihir? Dia tahu bahwa Ki Liong
terlalu lihai untuk dikuasai dengan sihir, karena tentu pemuda itu sudah siap
siaga. Dan Su Bi Hwa adalah seorang tokoh Pek-lian-kauw, tentu saja ahli sihir
dan kalau mereka berdua sudah siap siaga menjaga diri, sukarlah menguasai
mereka dengan sihirnya. Berbahaya, tentu pedang di tangan iblis betina itu akan
membunuh kedua orang gadis tawanan itu.
Selagi Hay
Hay merasa bingung, dan tak berdaya, tiba-tiba Kui Hong mengeluarkan suara
mengejek.
"Huh,
engkau iblis berrnuka manusia, srigala berkedok domba, engkau jahanam busuk dan
terkutuk Sim Ki Liong! Kau kira dapat menggertak kami dengan menyandera kedua
gadis bangsawan itu? Bunuhlah mereka kalau engkau mau membunuh, akan tetapi
ingat, kalau engkau dan siluman itu membunuh mereka, aku dan Hay-ko akan
menangkap kalian dan engkau tentu masih ingat bahwa aku adalah cucu Pendekar
Sadis! Dan engkau lebih mengetahui bahwa kakekku yang pernah menjadi gurumu itu
dijuluki Pendakar Sadis bukan sekedar omong kosong. Aku juga tahu bagaimana
caranya menyiksa kalian sesadis-sadisnya sebelum kalian mampus sehingga kalian
akan mati seribu kali!”
Mendengar
ancaman ini, meremang bulu tengkuk Ki Liong dan Bi Hwa. Mereka yakin bahwa
kalau sedang marah, bukan tidak mungkin ancaman ketua Cin-ling-pai itu akan
dilaksanakan!
Ki Liong dan
Bi Hwa saling lirik dan muka mereka berubah agak pucat mendengar ancaman Kui
Hong itu. Mereka berdua maklum bahwa kalau mereka membunuh dua orang gadis
tawanan, pasti mereka harus melawan Kui Hong dan Hay Hay, dan mereka tahu bahwa
mereka tidak akan menang. Kalau mereka tertawan dan ketua Cin-ling-pai, cucu
Pendekar Sadis itu melaksanakan ancamannya, wah, sungguh rnengerikan sekali
membayangkan derita siksaan yang akan mereka alami.
Diam-diam
Hay Hay kagum kepada Kui Hong. Gadis pujaan hatinya itu telah mempergunakan
siasat yang tepat sekali. Gertak dilawan dengan gertakan yang lebih hebat lagi!
Dia tahu bahwa dalam keadaan bingung dan ragu, bisa saja dua orang manusia
sesat itu menjadi nekat dan benar-benar membunuh dua orang gadis bangsawan, maka
diapun cepat bicara dengan suara yang juga mengandung ejekan.
"Nah,
kalian sudah mendengar sendiri ancaman cucu Pendekar Sadis! Aku sendiri hanya
akan menyaksikan dari jauh karena aku pasti tidak tega melihat siksaan yang
hanya dapat terjadi di neraka! Bagaimanapun juga, akhirnya kedua orang tawanan
kalian mati kalian bunuh, dan kalian mati disiksa pangcu (ketua) dari
Cin-ling-pai. Nah, bagaimana kalau kita biarkan kalian berempat tetap hidup?
Dalam
keadaan panik dan bingung, ucapan Hay Hay itu merupakan pegangan harapan
terakhir bagi Sim Ki Liong.
"Aku
setuju! Cia Kui Hong, aku menawarkan penukaran nyawa kami berdua dengan nyawa
dua orang tawanan kami."
Kui Hong
tersenyum mengejek.
"Kalau
menurut kata hatiku, aku tidak mungkin sudi melepaskanmu untuk kedua kalinya,
Ki Liong. Dahulu, Mayang memohon dan mintakan ampun bagimu karena ia tertarik
dan terbujuk rayuanmu. Karena mengira bahwa engkau akan berubah dan kembali ke
jalan benar, aku membiarkan engkau pergi. Ternyata engkau malah mengkhianati
Mayang! Karena Mayang tidak berada disini, biarlah kakaknya yang mengambil
keputusan. Hay-ko, terserah kepadamu apa yang harus kita lakukan terhadap dua
iblis ini."
Hay Hay
bersikap acuh dan acuh dan suaranya sambil lalu saja ketika dia bertanya,
"Sim Ki
Liong, mengadakan perjanjian dengan orang seperti engkau sungguh merugikan diri
sendiri karena engkau adalah seorang pengkhianat yang tidak suka memegang
janji. Nah, tawaran penukaran yang kau maksudkan itu bagaimana? Jelaskan, nona
Cia Kui Hong dan aku akan mempertimbangkannya. Akan tetapi awas, kalau engkau
bertindak curang apa yang diancamkan nona Cia Kui Hong tadi pasti akan menjadi
kenyataan."
Sikap dan
suara Hay Hay juga seperti orang yang tidak begitu memperdulikan nasib kedua
gadis bangsawan itu sehingga Sim Ki Liong dan Siu Bi Hwa merasa kalah angin.
Kalau saja yang mereka hadapi itu bukan Kui Hong dan Hay Hay, pikir mereka,
kalau yang mereka hadapi itu Menteri Cang, pasti menteri itu tidak bersikap
acuh seperti ini, tentu akan memperhatikan apa yang mereka tuntut dan
memenuhinya tanpa banyak berbantah lagi. Akan tetapi, dua orang ini tidak dapat
mereka gertak dan agaknya tidak perduli apakah mereka akan membunuh dua orang
gadis itu atau tidak. Sebaliknya merekalah yang terancam!
"Kui
Hong dan Hay Hay, kalau kalian mau berjanji tidak akan menyerang kami, dan
membiarkan kami pergi dari sini, maka kami pun akan menyerahkan dua orang gadis
di dalam kereta ini kepada kalian. Kami percaya akan janji kalian, terutama
sekaii janji yang keluar dari mulut ketua Cin-ling-pai. Kalau kalian tidak mau,
apa boleh buat, dua orang nona ini akan kami bunuh, kemudian melawan kalian
mati-matian mengadu nyawa. Bagaimanapun juga, kami sudah untung membunuh dua
orang gadis tawanan ini."
Hay Hay
pura-pura meragu lalu bertanya, sambil menoleh kepada Kui Hong,
“Bagaimana
pendapatmu, Pangcu (ketua)? Rasanya sayang membiarkan dua ekor tikus busuk ini
pergi, setelah kita dengan mudah akan dapat menangkapnya dan menyeretnya ke
depan Menteri Cang, atau rnembunuh mereka disini seperti dua ekor tikus.
Bagaimana pendapatmu dengan penawaran mereka itu?"
Kui Hong
juga memperlihatkan sikap ragu-ragu.
"Hemm,
akupun merasa sayang kalau harus melepaskan dua iblis busuk yang layak mampus
ini. Akan tetapi, bagaimanapun juga, nyawa mereka tidak ada harganya. Dua orang
nona itu jauh lebih berharga. Biarlah untuk sekali ini kita mengalah dan
membiarkan mereka pergi, akan tetapi lain kali kita tidak akan mengampuni
mereka lagi."
"Nah,
Cia Kui Hong, sebagai ketua Cin-ling-pai, berjanjilah bahwa engkau dan Hay Hay
tidak akan menyerang kami dan membiarkan kami pergi." kata Sim Ki Liong,
diam-diam merasa girang sekali.
Bagi dia dan
Bi Hwa pada saat itu, yang paling penting adalah kebebasan dan keselamatan
mereka. Yang lain-lain tidak ada artinya. Kalau mereka masih hidup, tentu
mereka akan dapat bercita-cita lagi, mengejar segala macam kesenangan lagi.
Kui Hong
mengangguk.
"Baik
sekali ini aku berjanji akan membiarkan kalian pergi, akan tetapi lain kali
kita bertemu lagi, aku pasti tidak akan mengampuni kalian. Nah, pergilah
cepat!”
Setelah
rnendengar janji Kui Hong, Sim Ki Liong memandang dengan wajah berseri dan ia
menjadi berani. Dia yakin bahwa orang seperti Cia Kui Hong, sampai matipun
tidak akan sudi melanggar janjinya.
"Bi
Hwa, tinggalkan mereka!” katanya kepada Su Bi Hwa.
Biarpun
hatinya ragu dan khawatir, akan tetapi Bi Hwa percaya kepada Ki Liong dan
melihat Ki Liong melompat turun dari kereta, iapun meninggalkan dua orang
tawanan itu.
Ki Liong
tersenyum dan berkata kepada Kui Hong.
"Nah
Kui Hong, ambillah mereka dan biarkan kami membawa kereta itu. Atau kalian
tukar dengan dua ekor kuda kalian, bukankah kalian masih untung sebuah kereta
dalam penukaran ini?"
Kui Hong
menudingkan telunjuknya ke arah bekas suhengnya itu.
"Sim Ki
Liong manusia iblis tak tahu malu. Kalau engkau dan iblis betina ini mau pergi,
cepatlah pergi dari sini sebelum aku kehilangan kesabaranku dan lupa diri, lupa
janji! Semua kuda dan kereta ini milik Menteri Cang, kalian hanya mencuri. Nah,
cepat menggelinding pergi dari sini!”
Ki Liong
menyeringai, hatinya panas sekali, akan tetapi dia tidak berdaya. Kalau dia
tidak terima, apakah yang dapat dia lakukan? Marah dan menyerang mereka? Kalau
begitu, jelas diluar perjanjian dan berarti dia mencari penyakit, bahkan
mungkin saja mencari mati. Karena merasa betapa Kui Hong sudah diikat janji,
maka untuk melampiaskan kemarahan hatinya, diapun berseru marah.
"Cia
Kui Hong, aku tidak akan melupakan penghinaan ini. Ingat baik-baik, sekali
waktu engkau akan terjatuh ke tanganku dan engkau akan membayar semua hutangmu
kepadaku berikut bunganya!”
Setelah
berkata demikian, diapun memberi isyarat kepada Bi Hwa dan mereka berdua
membalikkan tubuh dan berlari cepat meninggalkan tempat itu.
"Hemm,
ingin sekali aku memukul pecah kepala yang isinya pikiran busuk itu!” kata Hay
Hay.
"Sabarlah,
yang paling penting kita menyelamatkan Cang Siocia." kata Kui Hong sambil
mendekati kereta.
Melihat Cang
Hui dan Cin Nio dalam keadaan lemas tertotok, Kui Hong menggerakkan jari
tangannya membebaskan mereka dari pengaruh totokan. Begitu dapat menggerakkan
tubuhnya, Cang Hui lalu merangkul Kui Hong sambil menangis.
"Enci
Hong.........!!”
Kui Hong
menepuk-nepuk pundak Cang Hui.
"Tenangkan
hatimu, Nona. Engkau tidak diganggu oleh iblis itu, bukan?"
Cang Hui
mengerti apa yang dimaksudkan Kui Hong dan ia menggeleng kepala,
"Aku
tidak tahu apa yang telah terjadi, enci Hong. Mereka itu tiba-tiba saja datang
dan menotok lalu menculik kami. Aku tidak tahu apa yang telah terjadi dengan
Mayang dan mengapa pula mereka berdua yang selama ini diperlakukan dengan baik
oleh ayah, kini berbalik menculik aku dan Cin Nio."
Kui Hong
mengerutkan alisnya,
"Nona
Cang, agaknya engkau belum mengenal betul siapa mereka tadi?"
"Tentu
saja aku mengenal mereka. Mereka telah diterima sebagai pembantu dan pengawal
keluarga kami oleh ayah. Mereka kakak beradik bernama Liong Ki dan Liong Bi!”
kata Cang Hui heran.
Kui Hong
menghela napas panjang dan menggeleng-geleng kepala.
"Rumah
ayahmu telah kemasukan dua orang manusia iblis yang amat jahat, Nona. Akan
tetapi panjang ceritanya dan nanti kita bicara dalam perjalanan pulang. Kami
akan mengantar kalian pulang. Siapakah nona ini?" tanya Kui Hong menunjuk
kepada Cin Nio.
Ketika ia
berada di istana Menteri Cang dahulu, Cin Nio belum berada disana maka ia tidak
mengenalnya.
"Ia
adalah saudara misanku bernama Tan Cin Nio dan tinggal bersama kami. Dan
siapakah pendekar ini?" Cang Hui memandang kepada Hay Hay, juga Cin Nio
memandang.
"Aku,
ji-wi Sio-cia (nona berdua)? Namaku Tang Hay akan tetapi panggil saja aku Hay
Hay. Ah, sekarang aku mengerti mengapa Sim Ki Liong yang jahat itu menculik
kalian. Kiranya kalian adalah dua orang nona bangsawan yang cantik jelita
bagaikan dua tangkai bunga yang sedang mekar merekah dengan harumnya.......”
"Ihhhh.......”
Cang Hui
terkejut mendengar ucapan yang Memuji dan merayu itu, dan ia menoleh kepada Kui
Hong dengan sinar mata bertanya-tanya mengapa Kui Hong berkawan dengan pria
yang kurang ajar itu!
Kui Hong
tersenyum.
“Saudara
Tang Hay atau Hay Hay ini adalah seorang pendekar yang dikenal baik oleh
ayahmu. Jangan kaget melihat dan mendengar sikapnya yang seperti merayu karena
memang julukannya adalah Pendekar Mata Keranjang! Akan tetapi hatinya bersih.
Hay-ko, jagalah sikap dan kata katamu agar tidak mengejutkan nona Cang dan nona
Teng.”
Hay Hay
tersenyum. Girang hatinya mendengar ucapan Kui Hong tadi karena ucapan itu
jelas membuktikan bahwa Kui Hong telah mengenalnya dan tidak akan merasa
cemburu kalau dia memuji-muji kecantikan wanita dengan sejujurnya.
"Ji-wi
Sio-cia, harap ji-wi sudi memaafkan kalau sikapku tidak berkenan di hati ji-wi.
Dua orang dara seperti jiwi yang anggun seperti bidadari, tentu memiliki belas
kasihan seperti bidadari pula dan sudi memaafkan seorang hamba rendah macam
diriku.”
Cang Hui
adalah seorang gadis yang lincah jenaka dan selalu gembira. Biarpun baru saja
terbebas dari ancaman yang lebih mengerikan daripada maut, namun kini setelah
mendengar keterangan Kui Hong tentang Hay Hay dan mendengar ucapannya yang
terakhir itu, mau tidak mau ia terkekeh geli.
"Aduh,
setiap orang gadis harus berhati-hati sekali menjaga diri kalau bertemu dengan
Tai-hiap ini! Kalau tidak hati-hati tentu akan mudah jatuh bangun!”
Hay Hay
menjadi semakin gembira. Kiranya puteri Menteri Cang Ku Ceng ini seorang gadis
yang lincah jenaka.
"Maaf,
Siocia. Apanya yang jatuh bangun itu?"
"Apanya?
Tentu saja hatinya!" kata Cang Hui. "Enci Hong, sekarang ceritakan,
apa artinya kata-katamu, tentang diri Liong Ki dan Liong Bi tadi?”
"Mari
kita naik kereta. Hay-ko, engkau yang menjadi kusir." kata Kui Hong.
Hay Hay
tertawa dan mereka semua naik ke dalam kereta. Tiga orang itu duduk di dalam
dan Hay Hay duduk di depan, di tempat kusir. Dua ekor kuda itu memang kuda
pilihan, dan kuda yang tadi dituggangi Kui Hong diikat di belakang kereta.
Dalam
perjalanan kernbali ke kota raja itulah Kui Hong memberi penjelasan kepada Cang
Hui dan Cin Nio tentang dua orang yang selama ini dipercaya oleh keluarga Cang
itu.
"Orang
yang kalian kenal sebagai Liong Ki itu sebetulnya bernama Sim Ki Liong, dan dia
sebetulnya adalah murid dari kakekku, akan tetapi telah menyeleweng dan tidak
diakui lagi bahkan menjadi musuh besarku. Dia pengkhianat, curang dan licik,
seorang yang berbahaya sekali karena dia pandai bersikap seperti seorang
pendekar budiman. Dia pernah membantu gerakan pemberontak yang telah
dihancurkan. Dia amat jahat dan palsu. Untunglah bahwa engkau dapat terlepas
dari tangannya, Nona."
Tiba-tiba
Teng Cin Nio menangis. Gadis ini merasa betapa jantungnya seperti ditusuk-tusuk
ketika mendengar ucapan Kui Hong. Ia telah menjadi korban kejahatan Sim Ki
Liong! Hanya Mayang seorang yang tahu akan peristiwa itu, dan hanya karena
bujukan Mayang sampai hari ini ia masih hidup, karena aib itu membuat ia ingin
bunuh diri saja.
"Enci
Cin, kenapa engkau menangis?” tanya Cang Hui. "Sepatutnya kita bersukur
telah terbebas dari tangan dua orang manusia iblis itu.”
"Adik
Hui, aku teringat akan Mayang. Kalau mereka itu demikian jahatnya, kenapa
Mayang datang bersama mereka ke rumah keluarga Cang? Kenapa Mayang mau
berdekatan dengan mereka, padahal kita mengetahui benar bahwa Mayang adalah
seorang gadis yang baik?"
"Ah,
hal itu memang perlu dijelaskan agar tidak salah sangka." kata Kui Hong.
“Memang Nona benar kalau mengatakan bahwa Mayang adalah seorang gadis yang baik
dan gagah perkasa. Bagaimana tidak akan demikian kalau ia adalah adik dari
Pendekar Mata Keranjang ini?"
“Aihh,
Hong-moi, kenapa engkau suka sekaili menyebut mata keranjang? Engkau bisa
membuat aku benar-benar merasa mata keranjang!”
"Memang
kau mata keranjang, habis disuruh mengatakan apa? Akan tetapi aku sekarang tahu
bahwa seluruh pria di dunia ini, bahkan seluruh mahluk jantan di dunia ini,
semua mata keranjang! Hanya ada yang kecil. ada yang besar kadarnya, ada yang
jujur seperti engkau, ada yang pura-pura, ada yang kasar dan ada yang halus,
ada yang mampu mengendalikan diri dan ada yang menjadi hamba nafsunya."
"Enci
Kui Hong, kalau memang Mayang seorang pendekar wanita yang perkasa, kenapa ia
ikut-ikutan, menyelundup kedalam keluarga Cang?" Kini Cin Nio mendesak,
marasa penasaran.
"Karena
Mayang pernah terpikat dan jatuh cinta kepadanya, itulah sebabnya. Ketika aku
akan membunuhnya dalam pertempuran menghancurkan pemberontak, Mayang mintakan
ampun untuknya, karena Mayang berharap agar Ki Liong dapat sadar dari
kesesatannya. Dan entah bagaimana Mayang dapat bergaul pula dengan Tok-ciang Bi
Moli Su Bi Hwa, dan mau saja diajak menyusup ke dalam keluarga Cang. Hal itu
tentu ada sebabnya dan nanti Mayang dapat menjelaskan kepada kita. Mungkin
Mayang tidak tahu siapa sebenarnya iblis betina yang memakai nama Liong Bi itu.
Kemudian, agaknya ia mengetahui juga rahasia mereka dan karenanya ia menentang
mereka yang dibantu pula oleh Hek Tok Siansu, seorang datuk yang lihai."
"Kakek
itu diakui guru oleh mereka, bahkan mereka mengajak kakek itu menghadap ayah!”
kata Cang Hui terkejut.
"Sungguh
berbahaya sekali. Untung sekarang rahasia mereka telah diketahui dan mereka
tidak akan mungkin berani lagi muncul di rumah keluarga Cang." kata Kui
Hong. "Hampir saja Mayang menjadi korban ketika dikeroyok oleh dua orang
iblis itu, ketika aku dan kemudian Hay-koko ini muncul dan membantu Mayang.”
"Aku
yakin bahwa Mayang tentu mempunyai alasan yang kuat kenapa ia dapat datang
bersama mereka menghadap ayah." kata Cang Hui. "Dimana sekarang
Mayang dan bagaimana keadaannya?"
"Ia
menderita luka, akan tetapi agaknya tidak parah dan sekarang telah berada di
rumah keluargamu, Siocia. Tadi ia dilindungi kakaknya dan diantar kesana."
Kereta telah
tiba di pekarangan gedung tempat tinggal keluarga Cang. Tentu saja mereka
disambut dengan penuh kegembiraan, bukan saja oleh Cang Sun, ibunya dan Mayang,
bahkan semua pengawal merasa gembira dan lega karena tadi mereka tentu saja
merasa khawatir dan tentu mereka akan mendapat hukuman berat dari Menteri Cang
kalau sampai terjadi sesuatu atas diri Cang Siocia.
Sebelum
mereka itu tiba, lebih dahulu Mayang dan Cang Sun telah bicara dari hati ke
hati. Melihat tadi Mayang diantar oleh Hay Hay dalam keadaan luka-luka, tentu
saja Cang Sun merasa khawatir sekali dan cepat-cepat dia memanggil tabib yang
pandai untuk mengobati luka-luka yang diderita Mayang. Akan tetapi luka-luka
itu tidak berat dan tak lama kemudian Mayang telah diajak bicara empat mata
oleh Cang Sun, di ruangan sebelah dalam.
Tak
seorangpun pelayan diperbolehkan mendekat dan setelah duduk berhadapan berdua
saja, Cang Sun mengamati waiah gadis yang di cintanya itu dan dengan nada suara
khawatir dia mengajukan pertanyaan kepada Mayang apa yang sesungguhnya terjadi.
“Engkau
tentu mengerti segalanya, dan ceritakan mengapa Liong Ki dan Liong Bi melakukan
perbuatan menculik Hui-moi dan Cin-moi.”
Mayang
menundukkan mukanya sampai beberapa saat lamanya. Kemudian, ketika ia
mengangkat muka memandang, Cang Sun semakin khawatir. Wajah gadis itu agak
pucat dan pandang matanya demikian sayu minta di kasihani.
“Kongcu,
sekarang saatnya aku menceritakan segalanya secara terus terang kepadamu.
Sungguh tugas ini amat menakutkan hatiku, kongcu, karena besar kemungkinan
setelah kongcu mendengar keteranganku, kongcu akan membenciku. Aku telah
melakukan kesalahan besar sekali diluar kesadaranku, dan kesalahanku ini hampir
saja mencelakakan keluargamu, bahkan kini kita masih belum tahu bagaimana nasib
adik Hui dan adik Cin.” Suara Mayang terdengar gemetar penuh perasaan sesal.
“Mayang,
ceritakanlah. Aku bukan anak kecil, aku sudah dewasa dan aku dapat
mempertimbangkan persoalan dengan adil. Apalagi engkau mengatakan tadi bahwa
kesalahan itu kau buat di luar kesadaranmu, itu saja sudah menghapus sebagian
besar dari kesalahanmu, kalau memang ada. Ceritakanlah.”
Berceritalah
Mayang. Semua ia ceritakan dari permulaan. Sejak ia menyelamatkan Sim Ki Liong
sehingga tidak sampai dibunuh oleh Cia Kui Hong karena ia merasa kasihan kepada
Ki Liong, karena iapun membalas cinta pemuda itu dan mengharapkan pemuda itu
akan dapat kembali ke jalan benar. Betapa ia dan Ki Liong melakukan perjalanan
dan di tengah jalan bertemu dengan Su Bi Hwa yang tidak dikenalnya dan yang
diakui sebagai seorang sahabat lama oleh Ki Liong.
“Aku sempat
melihat perbuatan mereka terhadap Kongcu. Aku tegur mereka dan mereka
menyatakan bahwa mereka melakukan itu agar dapat memperoleh Kedudukan dan
pekerjaan yang baik agar dipercaya oleh keluarga Kongcu. Mulai saat itu aku
sudah merasa curiga dan tidak suka, akan tetapi karena menyangka bahwa mereka
memang ingin mencari kedudukan yang pantas, akupun menahan diri. Mereka
mempergunakan nama palsu dan mengaku sebagai kakak beradik agar tidak
menimbulkan kecurigaan. Aku yang bodoh, dapat saja mereka tipu dan aku sama
sekali tidak mempunyai prasagka buruk terhadap mereka, hanya curiga. Akan
tetapi, mereka membuat jasa, mereka nampakya setia kepada ayah Kongcu, bahkan
mereka merobohkan orang-orang jahat yang hendak membunuh ayah Kongcu. Baru
sekarang aku mengerti bahwa para pembunuh itu tentulah kawan-kawan mereka
karena Su Bi Hwa itu adalah seorang tokoh Pek-lian-kauw.”
Cang Sun
terbelalak.
"Orang
Pek-lian-kauw? Betapa berbahayanya...... !”
“Aku sama
sekali tidak tahu dan mereka kelabui, Kongcu. Sampai akhirnya aku menyadari
bahwa mereka bukan orang baik-baik, bahwa Sim Ki Liong tidak dapat kembali ke
jalan benar, bahkan semakin jahat. Maka aku lalu mengambil keputusan untuk
menentangnya, untuk membongkar rahasia mereka. Namun, aku terjebak dan
dikepung, dikeroyok dua oleh mereka. Karena merasa bahwa rahasia buruk mereka
telah kuketahui dan mereka tidak aman lagi, mereka berusaha untuk membunuhku.
Aku melawan mati-matian akan tetapi karena mereka berdua memang lihai, aku
sudah terluka ketika muncul enci Kui Hong.”
Cang Sun
mengangguk.
“Sukurlah,
ia tadi kesini dulu lalu kami minta ia suka menolong Hui-moi dan Cin-moi. Jadi
engkau sudah mengenal Kui Hong?”
"Mengenal
enci Hong? Ah, Cang-kongcu, bukan hanya mengenal, akan tetapi kami adalah
sahabat baik dan lebih dari itu, enci Hong adalah calon kakak iparku.”
"Ehh?
Calon kakak iparmu?” Can Sun menegas karena tidak mengerti.
“Ia akan
berjodoh dengan kakakku."
"Siapakah
kakakmu, Mayang?"
"Kongcu
mengenal dia dengan baik Dia adalah yang mengantarku kesini tadi."
Sepasang
mata Cang Sun terbelalak.
"Tang-taihiap?
Si Pendekar Mata Keranjang? Aih, jadi engkau ini adiknya?”
“Adik seayah
berlainan ibu, Kongcu."
Cang Sun
mengangguk-angguk. Pemuda bangsawan ini sudah mendengar banyak tentang diri
Tang Hay, Tang Hay adalah anak dari jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga)
Ang-hong-cu (Si Kumbang Merah) yang amat jahat dan keji. Akan tetapi, Tan Hay
tidak menuruni watak jahat itu walaupun menuruni sifat mata keranjangnya,
bahkan Ang-hong-cu roboh dikalahkan Tang Hay sendiri. Jadi Mayang inipun anak
dari mendiang Ang-hong-cu? Dia dapat menduga bahwa seperti juga para wanita
lain, ibu Mayang tentu juga menjadi korban dari Si Kumbang Merah.
"Teruskan
ceritamu, Mayang.”
Melihat
betapa pemuda itu hanya kelihatan kaget dan heran, tidak marah kepadanya,
Mayang berani melanjutkan.
“Dengan
bantuan enci Hong, kami berdua dapat mendesak dua orang jahat itu.Akan tetapi
kiranya mereka memang sudah membuat persiapan, karena segera muncul Hek Tok
Siansu.......”
“Pendeta
yang mereka perkenalkan sebagai guru mereka itu?"
"Sama
sekali bukan guru mereka, Kongcu. Hek Tok Siansu itu lihai bukan main dan
kemunculannya membuat enci Hong dan aku kembali terancam. Akan tetapi, Tuhan
tidak membiarkan orang-orang jahat merajalela terus. Muncul kakakku Tang Hay.
Setelah kami melawan, diperkuat oleh Hay-koko. Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa yang
licik dan pengecut itu Ialu melarikan diri. Aku mengkhawatirkan keselamatanmu,
Kong-cu, maka aku minta enci Hong melakukan pengejaran kesini.......”
"Keselamatanku'?"
Cang Sun bertanya heran.
"Kongcu,
sejak mereka tinggal disini, Su Bi Hwa itu berusaha untuk memikatmu dan Sim Ki
Liong berusaha memikat adik Cang Hui. Tentu mereka bermaksud agar mereka dapat
menjadi mantu ayahmu. Aku mengkhawatirkan keselamatanmu, Kongcu dan juga adik
Hui. Karena Kongcu sedang tidak berada di rumah, maka tadi yang diculik adalah
adik Hui dan adik Cin."
"Hemm,
nona Cia Kui Hong datang kesini dan kami minta ia pergi mengejar dua orang
adikku yang diculik itu. Lalu bagaimana lanjutannya dengan pertempuran setelah
nona Kui Hong pergi melakukan pengejaran?"
"Kakakku
dapat mendesak dan mengalahkan Hek Tok Siansu. Kakek itu melarikan diri dan
sisa orang-orang Pek-liankauw yang megeroyok juga melarikan diri. Hay-koko lalu
membawa aku kesini dan setelah kini dia dan enci Hong yang melakukan
pengejaran, aku yakin bahwa adik Hui dan adik Cin akan dapat
diselamatkan."
Setelah
gadis ini berhenti bercerita, Cang Sun mengangguk-angguk.
"Ceritamu
sungguh menarik sekali, Mayang.
"Menarik?
Apakah Kongcu…… tidak....... marah dan benci kepadaku setelah mendengar
ceritaku tadi?"
Mayang
memandang dengan muka terangkat. Sepasang mata sipit dan jeli itu memandang
penuh selidik, mulut yang kecil itu agak terbuka penuh ketegangan dan alisnya berkerut
mengandung kegelisahan.
Cang Sun
tersenyum dan menggeleng kepalanya perlahan.
"Kenapa
harus membencimu, Mayang? Tidak, aku tidak membencimu, tidak marah
kepadamu."
"Tapi…..
tapi aku…… aku telah menipumu, tidak berterus terang, aku bahkan seperti
melindungi dua orang penjahat keji yang membahayakan keluarga Cang."
Kembali Cang
Sun menggeleng kepalanya,
"Engkau
melakukan hal itu tanpa kau sadari, Mayang. Dan kejujuranmu bahkan mengagumkan
hatiku. Engkau sungguh polos, engkau selalu mempunyai niat baik. Aku tidak
membencimu, bahkan semakin menyayangmu, Mayang.”
Mayang
menelan isaknya, seperti tidak percaya kepada pendengarannya sendiri. Tadinya
ia membayangkan bahwa Cang Sun tentu akan marah kepadanya, akan membencinya dan
cintanya akan hilang, seperti cintanya terhadap Liong Ki yang bukan hanya
lenyap, bahkan berubah menjadi kebencian setelah ia melihat Liong Ki tidak
kembali ke jalan benar bahkan menjadi amat jahat. Adakah cinta kasih diantara
manusia yang tanpa syarat, tanpa pamrih?
Kiranya cinta
kasih tanpa syarat dan tanpa pamrih tidak akan mungkin dapat ditemui diantara
manusia yang selalu menjadi permainan nafsu daya rendah. Dan apapun yang
dikemudikan nafsu, selalu pasti mempunyai pamrih demi kesenangan dan pemuasan
nafsu itu sendiri, dan manusia menjadi alat, menjadi hamba nafsu.
"Tapi…….
tapi, Kongcu…….” saking herannya Mayang berkata gagap.
Cang Sun
memegang kedua tangan gadis itu dan menggenggamnya.
"Sudahlah,
Mayang. Aku tetap cinta padamu, dan agaknya sekarang tiba saatnya aku
mendapatkan jawaban dan kepastian darimu. Maukah engkau menjadi isteriku,
Mayang?"
Inilah saat
yang dinanti-nanti Mayang sejak ia mulai menanggalkan cintanya terhadap Ki Liong,
sejak ia mendengar pengakuan cinta dari Cang Su. Akan tetapi, ia membutuhkan
kekuatan dan iapun membalas genggaman kedua tangan pemuda bangsawan itu sebelum
menjawab. Ia mengangkat muka dan mereka saling pandang.
"Kongcu……..
orang sehina dan serendah aku ini tentu saja merasa mendapat anugerah besar
sekali mendengar pinanganmu. Akan tetapi, maafkan aku, Kongcu. Terpaksa sekali
aku harus mengatakan bahwa aku hanya dapat menerima pinanganmu untuk menjadi
isterimu, kalau Kongcu suka memenuhi sebuah permintaanku."
Cang Su
mengamati wajah gadis itu seperti mengamati sesuatu yang lucu.
"Eh?
Engkau, mempunyai syarat, Mayang? Sudah sepantasnya seorang gadis pilihan
seperti engkau mengajukan syarat dalam perjodohan. Nah, katakan, apakah syarat
itu? Mudah-mudahan tidak terlalu sulit bagiku untuk memenuhinya."......
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment