Monday, October 1, 2018

Cerita Silat Serial Jodoh Si Mata Keranjang Jilid 19



























            Cerita Silat Kho Ping Hoo
      Serial Jodoh Si Mata Keranjang

                 Jilid 19



Yang paling kaget sampai mukanya berubah pucat adalah Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa ketika mereka mengenal orang yang datang itu karena pemuda itu bukan lain adalah Hay Hay!

Melihat pemuda itu, Mayang menjerit sambil terisak dan lari menghampiri Hay Hay, langsung meloncat dan merangkul leher pemuda itu.

“Hay-koko……. Hay-ko…… uuuuuhuhu-huuuuu……. Hay-kooo…..!” Ia menangis tersedu-sedu di dada kakaknya itu.

Hay Hay mengelus kepala adiknya penuh kasih sayang.
“Sssttt, Mayang adikku yang manis, dimana kegagahanmu? Hentikan tangismu, Mayang dan ceritakan apa yang terjadi.”

Dia lalu mengangkat muka dan bertemu pandang dengan Kui Hong. Keduanya beradu pandang mata, dua pasang sinar mata bertaut sejenak dan keduanya tersipu.

“Hay-ko…..!”

Kui Hong berbisik hampir tidak bersuara, akan tetapi bibirnya jelas menyebut nama pemuda itu.

“Hong-moi, kulihat mati-matian engkau melindungi Mayang adikku. Terima kasih! Akan tetapi apa yang telah terjadi? Ini si iblis betina dari Pek-lian-kauw kembali telah mengacau dan kenapa Ki Liong bahkan menyerang Mayang, bukan melindungi? Dan siapa pula kakek yang gagah ini?” Hay Hay bertanya.

Ki Liong merasa gentar bukan main dan diapun cepat berkata kepada Hek Tok Siansu,
“Suhu, inilah yang bernama Tang Hay, yang suhu cari-cari!” katanya.

Mendengar keterangan itu, Hek Tok Siansu terkejut, akan tetapi juga girang. Diam-diam dia lalu menggerakkan kekuatan sihirnya dan berkata dengan suara yang mengandung wibawa.

“Omitohud…… kiranya engkau yang bernama Tang Hay? Orang muda, engkaulah yang telah menewaskan dua orang saudara pinceng yang bernama Janghau Lama dan Pat Hoa Lama di Tibet?”

Hay Hay mengamati kakek itu dan dia menjawab,
“Kalau yang Lo-cian-pwe maksudkan tiga orang pendeta Lama yang memberontak kepada Dalai Lama itu, memang benar bahwa aku pernah bertentangan dengan mereka. Aku tidak membunuh siapapun, dan kalau ada yang tewas dalam pertandingan, maka itu sudahlah wajar. Yang bersalah akhirnya pasti akan kalah dan terhukum perbuatannya sendiri. Mengapa Lo-cian-pwe masih merasa penasaran?”

“Omitohud, engkau orang muda yang sombong. Kematian tiga orang saudara kami itu harus dibalas. Kim Mo Siankouw sudah membalas kematian Gunga Lama, dan sekarang, engkau harus menebus kematian Janghau Lama dan Pat Hoa Lama.”

“Kalau Lo-cian-pwe membela yang bersalah, berarti bahwa Lo-cian-pwe juga menyeleweng dari kebenaran!”

Kakek itu tertawa.
“Ha-ha, sungguh menyenangkan sekali bertemu dengan orang yang sudah lama kucari-cari. Menggembirakan sekali bertemu dengan orang-orang muda yang berkepandaian. Nah, orang-orang muda, mari kita bergembira, tertawa dengan gembira, ha-ha-ha-ha!!”

Suara tawanya sernakin lama semakin kuat dan mengandung getaran hebat, Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa sudah ikut tertawa. Mayang sendiri cepat mengerahkan ilmunya. Dari gurunya ia memang menerima ilmu yang menolak kekuatan sihir, maka ia dapat bertahan. Kui Hong juga tergetar hebat dan dengan segera mengerahkan sin-kang untuk menolak, namun tetap saja mulutnya membentuk senyum lebar.

"Bagus, tertawalah Lo-cian-pwe. Tertawalah sepuasmu biar kulihat!" kata Hay Hay, tentu saja dengan mengerahkan kekuatan sihirnya untuk melawan.

Akhirnya, yang tertawa bergelak adalah kakek itu sendiri, diiringi suara tawa Ki Liong dan Bi Hwa! Melihat kenyataan ini, Hek Tok Siansu terkejut. Dia mempergunakan sihir agar para lawan itu tertawa dan pemuda itu dia kuasai. Tidak tahunya sekarang malah dia sendiri yang tertawa dan tidak dapat dihentikan Cepat dia merendahkan tubuhnya, seperti katak hendak meloncat dan mengerahkan tenaga dari dalam perut sehingga terdengar bunyi berkokok seperti katak. Akan tetapi dia berhasil menghentikan tawanya dan otomatis Ki Liong dan Bi Hwa juga berhenti tertawa. Wajah dua orang itu menjadi pucat.

"Tang Hay, hari ini, pinceng Hek Tok Siansu akan membuat perhitungan denganmu! Bersiaplah untuk menebus kematian saudara-saudaraku!” kakek itu membentak.

Hay Hay tersenyum.
"Kalau Lo-cianpwe tetap hendak membela yang bersalah, dan ingin menyusul mereka, silakan!"

Hek Tok Siansu yang sudah marah sekali, segera memutar kedua lengannya dan dia sudah menyerang Hay Hay dengan ilmu pukulannya yang ampuh, yaitu pukulan Gelombang Samudera yang amat dahsyati Hay Hay mengenal ilmu pukulan ampuh, maka diapun mengerahkan tenaga dan menyambut dengan kedua tangannya

“Dess....... !!" keduanya terpental ke belakang.

Ternyata tenaga mereka seimbang. Hal ini mengejutkan Hek Tok Siansu dan diapun semakin penasarang tubuhnya seperti menggelundung dan ia menyerang semakin dahsyat. Hay Hay menyambutnya dan dua orang sakti ini segera bertanding.

Tiba-tiba Su Bi Hwa yang melihat betapa keadaan pihaknya tidak menguntungkan segera mengeluarkan suara bersuit nyaring. Dan bermunculanlah belasan orang tosu Pek-lian-kauw dari tempat persembunyian mereka!

Melihat ini, Kui Hong meloncat rnendekati Mayang. Mereka beradu punggung dan saling melindungi, menghadapi pengepungan Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa yang dibantu belasan orang tosu Pek-lian-kauw!

Hay Hay maklum akan kehebatan lawannya, juga ia tahu bahwa Kui Hong dan Mayang dikeroyok banyak orang. Maka, diapun cepat menggunakan ilmunya giauw-pon-poan-san, dengan langkah terputar-putar dia dapat membuat lawannya hanya membuang-buang tenaga sia-sia belaka. Hay Hay kadang-kadang meninggalkan kakek itu dan menerjang untuk membantu Kui Hong dan Mayang, membubarkan kepungan dan merobohkan satu dua orang pengeroyok. Baru dia menahan lagi kalau kakek itu mendesak, lalu menggunakan langkahnya yang ajaib itu untuk bermain kucing-kucingan. Dengan demikian, Hay Hay dapat melindungi Mayang dan Kui Hong.

Pada waktu itu, ilmu kepandaian Cia Kui Hong telah meningkat karena selama ia berada di Ci-ling-san, di bawah pengamatan ayah bundanya, ia berlatih dengan tekun sehingga saat itu, tingkat kepandaiannya sudah melebihi ayah dan ibunya. Hal ini tidak mengherankan karena gadis perkasa ini pernah digembleng sendiri oleh kakek dan neneknya, yaitu Pendekar Sadis dan isterinya di pulau Teratai Merah.

Biarpun ia harus menghadapi pengeroyokan Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa, ia tidak akan kewalahan dan mampu mengimbangi mereka berdua. Mayang sendiripun bukan gadis lemah. Akan tetapi ia telah terluka, dan para anggauta Pek-lian-kauw yang kini mengeroyok ia dan Kui Hong, berjumlah tiga belas orang dan mereka itu bukan anggauta biasa, melainkan tokoh-tokoh yang telah memiliki kepandaian tinggi.

Maka, bagaimanapun Kui Hong mengamuk, tetap saja ia harus melindungi Mayang dan kedua gadis ini tetap terdesak. Untung disitu ada Hay Hay. Dengan siasatnya kadang-kadang melawan Hek Tok Siansu, dan kalau ada kesempatan ia meloncat dan menggempur para pengeroyok kedua orang gadis itu, dan gempurannya selalu merobohkan seorang pengeroyok, maka keadaan menjadi seimbang.

Sim Ki Liong yang menyamar dengan nama Liong Ki dan Bi Hwa yang memakai nama Liong Bi, adalah dua orang yang kicik. Mereka tidak mengenal apa yang disebut budi, tidak mengenal setia kawan. Mereka hanya mementingkan diri sendiri. Kini, melihat keadaan mereka yang tidak lahan semalarri. Maka, mendengar ucapan menguntungkan mereka merasa gelisah. Mereka tahu bahwa setelah rahasia mereka kini diketahui Mayang, tidak mungkin bagi mereka kembali ke istana Menteri Cang Ku Ceng. Dalam keadaan yang gawat itu, Liong Bi berbisik kepada Liong Ki,

“Cepat, kita harus pergi dari sini agar jangan terlambat!”

Dua orang itu memang memiliki jalan pikiran yang sama, maka mendengar ucapan itu saja Liong Ki sudah dapat menangkap maksud yang terkandung di dalamnya. Dipun melihat bahwa keadaan mereka amat tidak menguntungkan dan diam-diam dia mengutuk Mayang. Gadis itulah gara-gara semua kegagalan ini. Dia sama sekali tidak mengira bahwa malam itu bukan Mayang gadis yang di perkosanya selagi terbius, melainkan Teng Cin Nio!

Dan Mayang telah mengetahui hal itu. Semua menjadi gagal! Kalau menteri Cang pulang dan mendengar akan peristiwa itu, tentu dia akan ditangkap. Habislah sudah semua cita-cita yang muluk, hancur oleh kesalahan semalam. Maka, mendengar ucapan Liong Bi, diapun mengangguk-angguk dan keduanya lalu keluar dari kalangan pertempuran, membiarkan sisa anggauta Pek-lia-kauw untuk mengeroyok Kui Hong dan Mayang.

Karena ditinggakan dua orang itu, belasan orang Pek-lian-kauw menjadi kocar-kacir melawan amukan Kui Hong dan Mayang. Beberapa orang terpelanting roboh disambar sepasang pedang Hok-mo Siang-kiam di tangan Kui Hong dan beberapa orang lagi roboh disambar pecut di tangan Mayang, walaupun pecut itu telah putus bagian ujungnya.

"Enci Hong, cepat kejar mereka, lindungi keluarga Menteri Cang!"

Mayang berseru dengan khawatir. Ia sendiri merasa tidak mampu untuk melawan dua orang lihai itu.

Mendengar itu, Kui Hong terkejut. Berbahaya sekali kalau orang-orang macam Ki Liong dan Bi Hwa itu benar-benar menyerang keluarga Menteri-Cang. Ia meloncat ke belakang dan menoleh ke arah Hay Hay yang masih bertanding dengan seru melawan Hek Tok Siansu.

Pertandingan antara dua orang itu berlangsung dengan seru. Kakek itu berusaha sekuat tenaga untuk mengalahkan Hay Hay, untuk membalas dendamnya. Dia sudah bertubi-tubi melakukan penyerangan dengan pukulan Angin Taufan, pukulan Gelombang Samudera, bahkan dia sudah menggunakan cara bergulingan seperti trenggiling, lalu mendekam dan melancarkan pukulan sakti seperti katak hendak meloncat.

Namun Hay Hay selalu dapat menghindarkan diri. Langkah-langkah ajaib giau-pouw-poan-san dapat menghindarkan sernua pukulan dan kalau sekali dua kali pemuda itu menangkis, maka keduanya terpental karena memang tenaga sinkang mereka seimbang. Hay Hay juga penasaran jarang dia berhadapan dengan lawan setangguh ini. Baru setelah dia memainkan Ciu-sian Cappek-ciang, yaitu,delapan belas jurus ilmu pukulan yang dipeiajarinya dari Ciu-sian Sin-kai, kakek gendut berkulit hitam itu terdesak mundur. Pada saat itulah Kui Hong meloncat ke belakang meninggalkan gelanggang.

"Hay-ko, kau lindungi Mayang. Aku harus melindungi keluarga Cang!” kata Kui Hong.

Melihat Kui Hong berlari cepat meninggalkan tempat itu, Hay Hay menjadi sadar. Tadi Sim Ki Liong dan wanita cantik yang dia kenal sebagai Tok-ciang Bi Moli yang pernah mengacau Cin-ling-pai telah melarikan diri. Kalau kini Kui Hong mengatakan hendak melindungi keluarga Cang, berarti kedua orang tadi mungkin merupakan ancaman bagi keluarga bangsawan itu.

Akan tetapi Mayang masih dikeroyok beberapa orang anggauta Pek-lian kauw, dan disini terdapat pula Hek Sansu yang lihai. Kalau dia pergi mengejar dan membantu Kui Hong, tentu Mayang terancarn bahaya. Tak mungkin dia rneninggalkan Mayang, apa lagi kelihatannya adiknya itu telah menderita luka-luka.

Karena mengkhawatirkan Kui Hong yang melakukan pengejaran seorang diri, juga mengkhawatirkan keadaan Mayang, Hay Hay menjadi rnarah. Dia mengerahkan seluruh tenaga saktinya, lalu mengeluarkan teriakan melengking.

Teriakan ini mengandung kekuatan sihir yang amat dahsyat sehingga Hek Tok Siansu sendiri sampai terhuyung ke belakang dan mukanya berubah pucat. Saat itu dipergunakan oleh Hay Hay untuk menyerang dengan dorongan kedua tangannya.

Saat itu tubuh Hek Tok Siansu sedang terhuyung oleh daya kekuatan lengking nyaring yang dikeluarkan Hay Hay, maka datangnya serangan ini amat dahsyat. Dia berusaha mengerahkan tenaga untuk menyambut dengan dorongan kedua tangannya pula.

“Desss….!”

Dua tenaga dahsyat bertemu dan akibatnya, tubuh Hay Hay terlempar ke atas. Dia membuat salto sampai lima kaki baru turun ke bawah. Akan tetapi kakek itu terjengkang dan dia cepat duduk bersila mengatur pernapasan dan mengusap darah dari bibirnya. Setelah itu, dia membuka mata, memandang kepada Hay Hay dengan sinar mata kagum dan tidak percaya, lalu berkata dengan lirih.

“Tang Hay, lain kali kita bertemu lagi." Dan diapun bangkit berdiri lalu berkelebat pergi dengan cepatnya.

Melihat kakek itu melarikan diri, sisa orang-orang Pek-lian-kauw tentu saja menjadi ketakutan dan merekapun lari meninggalkan kawan-kawan mereka yang terluka atau tewas.

"Koko mari cepat kita susul enci Hong. Keluarga Cang berada dalam bahaya!" kata Mayang, akan tetapi ia terhuyung karena lelah dan karena lukanya.

Tanpa membuang banyak waktu untuk bertanya, Hay Hay Ialu menyambar tubuh adiknya dan mempergunakan ilmu berlari cepat seperti terbang menuju ke kota, dan langsung pergi ke gedung Menteri Cang yang sudah dikenalnya baik itu.

Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa secepatnya meninggalkan gelanggang pertempuran yang tidak menguntungkan pihak mereka, dan cepat sekali mereka tiba di istana keluarga Menteri Cang Ku Ceng. Karena mereka adalah orang-orang kepercayaan Menteri Cang, tentu saja para pengawal juga tidak banyak bertanya melihat mereka datang nampak tergesa-gesa itu.

Keduanya langsung saja mencari Cang Hui dan Cang Sun, dengan maksud untuk menangkap mereka. Mereka telah ketahuan, rahasia mereka telah terbuka dengan munculnya Hay Hay dan Kui Hong, maka kalau mereka tidak menyandera putera puteri Menteri Cang, tentu mereka akan celaka.

Akan tetapi, mereka tidak melihat Cang Sun, hanya menemukan Cang Hui dan Teng Cin Nio yang sedang menanti pulangnya Mayang karena gadis itu tadi pergi tanpa pamit. Ketika mereka melihat munculnya orang-orang yang mereka kenal sebagai Liong Ki dan Liong Bi, keduanya terkejut, apalagi melihat sikap dua orang itu yang aneh dan tidak seperti biasanya.

Cin Nio sendiri belum menduga bahwa Liong Ki yang memperkosa dirinya malam itu, akan tetapi ia memang sudah tidak suka melihat sikap pemuda itu yang kadang-kadang memandang kepadanya dengan sinar mata kurang ajar. Lebih-lebih Cang Hui. Ia pernah dirayu oleh pemuda itu, maka ia merasa tidak suka kepada Liong Ki.

"Di mana Mayang?" tanya Cang Hui ketika melihat mereka berdua menghampirinya. Ia dan Cin Nio sedang duduk di taman bunga. "Kemana ia pergi? Sejak tadi aku tidak melihatnya." Cin Nio sendiri hanya memandang dan tidak bicara sesuatu.

Liong Ki dan Liong Bi mendekat, dan Liong Ki berkata,
"Mayang telah dicelakai orang jahat. Kalianpun akan celaka kalau tidak cepat pergi dari sini. Mari, kami akan melindungi kalian." katanya sambil mendekati Cang Hui.

"Pergi? Kemana? Aku tidak mau. Pula, bahaya apa yang mengancam?"

Akan tetapi, secepat kilat Sim Ki Liong telah menerjang dan menotoknya, hampir berbareng dengan yang dilakukan Su Bi Hwa kepada Cin Nio. Biarpun dua orang gadis itu pernah berlatih silat dengan tekun di bawah bimbingan Mayang, namun dibandingkan dengan dua orang itu, mereka kalah jauh. Pula, penyerangnya itu tidak mereka duga-duga sama sekali sehingga mereka tidak sempat mengelak, menangkis maupun berteriak.

Sesuai dengan rencana yang mereka atur ketika lari tadi, keduanya tanpa banyak cakap lagi memondong kedua orang gadis yang sudah lemas dan tidak mampu bergerak maupun bersuara itu, dan membawanya lari menuju ke belakang dimana terdapat beberapa buah kereta keluarga dan banyak kuda-kuda yang pilihan.

Melihat dua orang kepercayaan majikan mereka itu memasang dua ekor kuda di depan sebuah kereta, lalu memapah dua orang siocia mereka kedalam kereta dan menjalankan kereta keluar dari situ, para pelayan hanya memandang dengan melongo, tidak berani menegur atau banyak bertanya. Mereka, hanya mengira bahwa agaknya dua orang nona mereka itu tiba-tiba terserang penyakit lumpuh dan dua orang kepercayaan itu tentu akan membawa mereka mencari tabib dalam keadaan tergesa-gesa.

Akan tetapi ketika kereta tiba di pintu gerbang belakang, dari mana kereta-kereta dari istana itu biasanya keluar, lima orang penjaga pintu gerbang menghadang di tengah jalan dan mengangkat tangan memberi isyarat agar kereta dihentikan.

"Minggir!” bentak Sim Ki Liong. "Apakah kalian tidak melihat bahwa aku yang membawa kereta keluar.”

"Maaf, Taihiap. Akan tetapi kami mendengar bahwa Cang Siocia dan Tang Siocia kau bawa dalam kereta. Kami harus mempertanggung jawabkan ini. Hendak dibawa kemana mereka itu dan mengapa? Apa yang terjadi denga mereka, Taihiap?"

“Keparat, kalian tidak percaya kepadaku? Minggir!” bentak Sim Ki Liong yang tidak mau membuang banyak waktu.

Sementara itu tanpa banyak cakap lagi Su Bi Hwa menggerakkan tangan lima kali. Lima orang penjaga itu menjerit dan roboh, tewas karena yang memasuki tubuh mereka adalah jarum-jarum beracun yang disambitkan Su Bi Hwa. Sim Ki Liong ,segera melarikan dua ekor kuda yang menarik kereta keluar dari situ dengan cepat.

Para penjaga lain yang melihat lima orang rekan mereka tewas, segera berteriak-teriak dan gegerlah seisi istana. Apalagi, ketika Nyonya Cang mendengar bahwa puteri dan keponakannya dilarikan oleh dua orang kepercayaan itu, ia mejadi bingug karena tidak tahu apa yang telah terjadi. Rasanya, sukar diterima dugaan bahwa dua orang kepercayaan itu menculik dan melarikan dua orang gadis itu. Untuk apa diculik?

Selagi semua orang kebingungan karena pada waktu itu Menteri Cang tidak berada di rumah, muncullah Cang Sun yang ketika peristiwa itu terjadi sedang keluar istana dan berkunjung ke rumah seorang sahabatnya. Tentu saja dia menjadi terkejut sekali mendengar bahwa liong Ki dan Liong Bi melarikan Cang Hui dan Cin Nio dengan sebuah kereta. Dia memang mulai curiga kepada dua orang itu, apalagi mengingat sikap Liong Bi yang selalu berusaha merayunya.

"Pengawal, cepat kerahkan pasukan pengawal dan mengejar kereta itu!” kata Cang Sun dengan gelisah.

Selagi semua orang sibuk, muncullah Kui Hong!
"Nona Cia…….. ah, nona Cia…….!”

Nyonya Cang merangkul Cia Kui Hong dan menangis.
"Mereka melarikan Cang Hui dan Cin Nio….”

Sementara itu, Cang Sun juga tertegun melihat munculnya gadis yang selama ini, sebelurn dia bertemu Mayang.

"Nona Kui Hong....... !” katanya, disambungnya cepat-cepat, "Nona, kau harus menolong Hui-moi dan Ci-moi. Mereka berdua dilarikan Liong Ki dan Liong Bi dengan kereta!"

"Mereka itu dua orang penjahat besar yang kejam! Aku akan mengejar mereka!” kata Kui Hong dan iapun melompat dan berlari cepat meninggalkan rumah itu.

Di pintu gerbang, ia rnendapat keterangan dari penjaga bahwa kereta itu dilarikan ke arah barat. Pantas saja ia tadi tidak berternu karena ia masuk kota melalui pintu gerbang selatan. Melihat seekor kuda milik para penjaga, ia lalu berkata.

“Aku pinjam kuda kalian sebentar!”

Para penjaga sudah mengenal Kui Hong yang mereka kagumi ketika gadis itu dahulu pernah tinggal di rumah Menteri Cang. Mereka tahu bahwa gadis itu lihai sekali, bahkan kabarnya menjadi ketua Cin-ling-pai.

“Silakan, nona!”

Kui Hong membalapkan kudanya melakukan pengejaran. Akan tetapi karena kereta itu sudah jauh meninggalkan pintu gerbang kota raja, karena memang kedua orang itu memilih kuda terbaik sehingga kedua kuda itu berlari cepat sekali. Namun, jejak kereta itu jelas dan Kui Hong terus melakukan pengejaran.

"Hong-moi, perlahan dulu....... !”

Suara itu terdengar jelas sekali walaupun lirih, seolah-olah yang bersuara itu berbisik di dekat telinganya. Tahulah ia bahwa itu adalah suara Hay Hay dan bahwa orang yang selama ini selalu tak pernah meninggalkan hatinya itu mempergunakan ilmu mengirim suara dari jarak jauh yang hanya dapat di lakukan orang yang memiliki tenaga sakti yang amat kuat. Ia menahan kudanya dan menengok. Benar saja. Bayangan itu seperti terbang saja datang dari belakang, cepatnya bukan main. Ia harus mengakui bahwa ia sendiri tidak rnungkin dapat menandingi ilmu berlari cepat Hay Hay.

Memang seorang diantara guru Hay Hay, yaitu See-thian La-rna adalah seorang ahli gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang sukar dicari bandingnya. Dan agaknya Hay Hay telah menguasai ilmu-ilrnu peninggalan para gurunya dengan baik bahkan mungkin gurunya sendiri lebih baik dibandingkan setelah pemuda ini mendapat gemblengan dari Song Lojing seorang sakti yang menyempurnakan semua ilmunya.

"Hay-ko bagaimana dengan mereka tadi?"

"Hek Tok Siansu melarikan diri, orang-orang Pek-lian-kauw juga lari. Mayang berada di rumah Cang Taijin."

"Hay-ko, kenapa engkau menahanku? Bukankah kita harus cepat mengejar dan menyusul kereta itu?" Ia menunjuk ke depan dan kereta itu kini nampak sudah jauh.

"Hong-moi, kita harus berhati-hati menghadapi dua iblis itu. Kalau kita mengejar seperti ini dan mampu menyul, mereka akan memperguakan dua orang gadis itu sebagai sandera dan kalau mereka mengancam dua orang gadis bangsawan itu, apa yang dapat kita lakukan?"

Kui Hong mengangguk.
"Lalu apa yang harus kita lakukan?"

"Kita harus menyamar sebagai dua orang perampok yang menghadang perjalanan mereka, menutupi muka dengan saputangan. Kalau mereka mengira kita perampok, tentu mereka akan menyerang dan kesempatan itu untuk menyelamatkan dua orang gadis tawanan itu."

"Engkau benar, Hay-ko. Mari kita cepat menyamar dan megejar."

Kui Hong Ialu menggunakan saputangan menutupi mukanya dari bawah mata ke bawah, dan membungkus rambut kepalanya dengan kain pula sehingga sukarlah mengenal ketua Cin-ling-pai ini. Hay Hay juga menggunakan saputangan lebar menutupi mukanya, mengacaukan rambutnya sehingga riap-riapan.

"Hong-moi, sembunyikan sepasang pedangmu agar tidak dikenal." kata Hay Hay, dan Kui Hong cepat menyimpan sepasang pedang di balik bajunya yang longgar.

Kemudian, gadis itu menatap wajah Hay Hay yang sudah tertutup saputangan. Mereka hanya saling beradu pandang mata Sejenak sinar mata mereka bertaut lalu dengan suara menggetar Kui Hong berkata.

“Hay-ko, betapa banyaknya yang ingin kubicarakan denganmu. Akan tetapi waktunya tidak ada. Kelak saja kalau sudah selesai urusan ini Mari kita kejar mereka!"

Iapun melompat ke atas punggung kudanya dan membalapkan kuda kedepan mengerahkan gin-kangnya Hay Hay juga melesat cepat mengejar kuda itu.

Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa rnerasa lega. Memang semua cita-cita mereka hancur dan gagal, dan mereka tidak mungkin menjadi orang kepercayaan Menteri Cang, akan tetapi setidaknya mereka dapat menyelamatkan diri. Dengan adanya Cang Hui dan Cin Nio sebagai sandera, takkan ada orang yang berani menggannggu mereka, apalagi menyerang mereka.

Dan kini Ki Liong masih mempunyai harapan tipis, yaitu dengan menyandera Cang Hui, mungkin Menteri Cang akan mengalah demi keselamatan puterinya dan akan suka menerimanya sebagai mantu. Mengingat betapa dia pernah berjasa dan menjadi orang kepercayaan Menteri Cang, dan mengingat pula bahwa bangsawan tinggi itu tentu akan menjaga nama baik keluarganya daripada aib, besar kemungkinan niatnya itu akan terkabul.

Kini kereta itu telah tiba di luar kota raja, mendekati kaki sebuah bukit dan hati mereka sudah merasa senang. Dua orang gadis yang mereka tawan masih rebah setengah duduk dalam keadaan lemas tak mampu bergerak di dalam kereta. Ki Liong memegang kendali, dan Bi Hwa duduk di sampingnya sambil mengawasi dua orang tawanan mereka.

“Aih, engkau mau enak sendiri saja." kata Bi Hwa bersungut-sungut, "Kita menculik dua orang gadis, hanya akan menyenangkan engkau saja. Aku tentu hanya akan menjadi penonton yang panas perut."

Ki Liong tertawa dan mengelus dagu perempuan yang duduk di sampingnya.
“Ah, engkau ini masih mempunyai cemburu? Ha-ha, jangan berpendapat sepicik itu, Bi Hwa. Kalau tadi ada Cang Sun, tentu akan kuculik pula pemuda itu untukmu. Yang penting bukan kesenangan, melainkan keselamatan kita lebih dahulu. Dengan adanya mereka, kita akan selamat. Siapa tahu, kelak Cang Taijin akan mau menerimaku sebagai mantu. Kalau hal itu terjadi, tentu aku tidak akan melupakan engkau, manis."

Tiba-tiba mereka menjadi tegang dan memandang ke depan. Ada dua orang yang mukanya tertutup sapu tangan menghadang di depan. Dua orang itu mengangkat tangan ke atas memberi isyarat untuk berhenti. Dari pakaian mereka, dapat diketahui bahwa mereka adalah seorang pria dan seorang wanita. Akan tetapi baik Ki Liong maupun Bi Hwa tidak mengenal mereka karena wajah mereka tertutup saputanga, bahkan wanita itu kepalanya dikerudungi, dan yang pria rambutnya riap-riapan. Karena tidak ingin kuda yang menarik kereta ketakutan dan sukar dikendalikan, terpaksa Liong menahan kedua ekor kuda yang sudah kelelahan itu.

“Heii, kalian mau apa?" bentaknya penuh wibawa. “Minggir!"

"Kalian yang cepat turun dan serahkan kereta dan kuda kepada kami." kata pria bertopeng yang rambutnya riap-riapan.

Suaranya parau dan dalam. Tahulah Ki Liong dan Bi Hwa bahwa mereka berhadapan dengan dua orang perampok yang hendak merampas kereta dan kuda. Mereka marah bercampur geli.

"Hemm, kalian sudah bosan hidup!" bentak Su Bi Hwa dan tangannya bergerak.

Jarum-jarum beracun meluncur menjadi sinar hitam kehijauan menyambar ke arah kedua orang perampok itu. Akan tetapi, kini kemarahan dua orang itu berubah menjadi kekagetan dan keheranan. Dua orang "perampok" itu menggerakkan tangan mengibas dan semua jarum itu runtuh oleh hawa pukulan dari tangan mereka! Kibasan seperti itu hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang memiliki sin-kang (tangan sakti) yang kuat.

"Keparat, kalian benar-benar ingin mampus!"

Bi Hwa hendak melompat turun, akan tetapi tiba-tiba Ki Liong memegang pergelangan tangannya.

"Jangan turun, jaga dan todong kedua orang tawanan kita.” Bisiknya.

Bi Hwa adalah seorang wanita yang berpengalaman dan cerdik, maka seketika, iapun sadar, dan pedang yang tadinya sudah ia cabut untuk “menghajar” kedua orang perampok itu, kini sebaliknya ia todongkan kearah dua orang tawanan yang sudah tidak berdaya.

Ki Liong yang masih di bagian depan kereta memegang kendali kuda, kini tertawa bergelak,

"Ha-ha-ha-ha, Kui Hong dan Hay Hay, kalian kira aku begitu tolol untuk dapat kalian tipu? Jangan kalian bergerak, karena begitu kalian bergerak, nona Cang Hui dan Teng Cin Nio akan kami bunuh!"

Tentu saja Hay Hay dan Hui Hong terkejut bukan main. Tak mereka sangka bahwa Ki Liong demikian cerdiknya sehingga tidak dapat mereka pancing meninggalkan dua tawanannya. Mereka merasa tidak ada gunanya lagi menyamar, rnaka mereka merenggut lepas sapu tangan penutup kepala dan muka.

"Ki Liong, engkau iblis cerdik," kata Hay Hay, suaranya tenang saja walaupun didalam hatinya, dia merasa khawatir. "Bagaimana engkau dapat mengenal kami?"

"Heh-heh, Hay Hay, kau kira aku begitu bodoh? Ingat, sudah lama aku mengenal Kui Hong. Aku pernah tergila-gila kepadanya, dan aku ingat benar bentuk dan sinar matanya, ingat akan bentuk tubuhnya. Siapa lagi, kalau bukan ia yang dapat meruntuhkan jarum-jarum Tok-ciang Bi-Moli semudah itu? Dan yang pria tentu saja engkau, karena tadi kalian yang menentang kami. Nah, mudah sekali, bukan? Dan kalian yang bodoh. Jangan bergerak kalau menghendaki dua orang nona itu tidak mampus lebih dulu!"


cerita silat online karya kho ping hoo


Hay Hay menahan nafas, merasa tidak berdaya. Mengunakan sihir? Dia tahu bahwa Ki Liong terlalu lihai untuk dikuasai dengan sihir, karena tentu pemuda itu sudah siap siaga. Dan Su Bi Hwa adalah seorang tokoh Pek-lian-kauw, tentu saja ahli sihir dan kalau mereka berdua sudah siap siaga menjaga diri, sukarlah menguasai mereka dengan sihirnya. Berbahaya, tentu pedang di tangan iblis betina itu akan membunuh kedua orang gadis tawanan itu.


Selagi Hay Hay merasa bingung, dan tak berdaya, tiba-tiba Kui Hong mengeluarkan suara mengejek.

"Huh, engkau iblis berrnuka manusia, srigala berkedok domba, engkau jahanam busuk dan terkutuk Sim Ki Liong! Kau kira dapat menggertak kami dengan menyandera kedua gadis bangsawan itu? Bunuhlah mereka kalau engkau mau membunuh, akan tetapi ingat, kalau engkau dan siluman itu membunuh mereka, aku dan Hay-ko akan menangkap kalian dan engkau tentu masih ingat bahwa aku adalah cucu Pendekar Sadis! Dan engkau lebih mengetahui bahwa kakekku yang pernah menjadi gurumu itu dijuluki Pendakar Sadis bukan sekedar omong kosong. Aku juga tahu bagaimana caranya menyiksa kalian sesadis-sadisnya sebelum kalian mampus sehingga kalian akan mati seribu kali!”

Mendengar ancaman ini, meremang bulu tengkuk Ki Liong dan Bi Hwa. Mereka yakin bahwa kalau sedang marah, bukan tidak mungkin ancaman ketua Cin-ling-pai itu akan dilaksanakan!

Ki Liong dan Bi Hwa saling lirik dan muka mereka berubah agak pucat mendengar ancaman Kui Hong itu. Mereka berdua maklum bahwa kalau mereka membunuh dua orang gadis tawanan, pasti mereka harus melawan Kui Hong dan Hay Hay, dan mereka tahu bahwa mereka tidak akan menang. Kalau mereka tertawan dan ketua Cin-ling-pai, cucu Pendekar Sadis itu melaksanakan ancamannya, wah, sungguh rnengerikan sekali membayangkan derita siksaan yang akan mereka alami.

Diam-diam Hay Hay kagum kepada Kui Hong. Gadis pujaan hatinya itu telah mempergunakan siasat yang tepat sekali. Gertak dilawan dengan gertakan yang lebih hebat lagi! Dia tahu bahwa dalam keadaan bingung dan ragu, bisa saja dua orang manusia sesat itu menjadi nekat dan benar-benar membunuh dua orang gadis bangsawan, maka diapun cepat bicara dengan suara yang juga mengandung ejekan.

"Nah, kalian sudah mendengar sendiri ancaman cucu Pendekar Sadis! Aku sendiri hanya akan menyaksikan dari jauh karena aku pasti tidak tega melihat siksaan yang hanya dapat terjadi di neraka! Bagaimanapun juga, akhirnya kedua orang tawanan kalian mati kalian bunuh, dan kalian mati disiksa pangcu (ketua) dari Cin-ling-pai. Nah, bagaimana kalau kita biarkan kalian berempat tetap hidup?

Dalam keadaan panik dan bingung, ucapan Hay Hay itu merupakan pegangan harapan terakhir bagi Sim Ki Liong.

"Aku setuju! Cia Kui Hong, aku menawarkan penukaran nyawa kami berdua dengan nyawa dua orang tawanan kami."

Kui Hong tersenyum mengejek.
"Kalau menurut kata hatiku, aku tidak mungkin sudi melepaskanmu untuk kedua kalinya, Ki Liong. Dahulu, Mayang memohon dan mintakan ampun bagimu karena ia tertarik dan terbujuk rayuanmu. Karena mengira bahwa engkau akan berubah dan kembali ke jalan benar, aku membiarkan engkau pergi. Ternyata engkau malah mengkhianati Mayang! Karena Mayang tidak berada disini, biarlah kakaknya yang mengambil keputusan. Hay-ko, terserah kepadamu apa yang harus kita lakukan terhadap dua iblis ini."

Hay Hay bersikap acuh dan acuh dan suaranya sambil lalu saja ketika dia bertanya,
"Sim Ki Liong, mengadakan perjanjian dengan orang seperti engkau sungguh merugikan diri sendiri karena engkau adalah seorang pengkhianat yang tidak suka memegang janji. Nah, tawaran penukaran yang kau maksudkan itu bagaimana? Jelaskan, nona Cia Kui Hong dan aku akan mempertimbangkannya. Akan tetapi awas, kalau engkau bertindak curang apa yang diancamkan nona Cia Kui Hong tadi pasti akan menjadi kenyataan."

Sikap dan suara Hay Hay juga seperti orang yang tidak begitu memperdulikan nasib kedua gadis bangsawan itu sehingga Sim Ki Liong dan Siu Bi Hwa merasa kalah angin. Kalau saja yang mereka hadapi itu bukan Kui Hong dan Hay Hay, pikir mereka, kalau yang mereka hadapi itu Menteri Cang, pasti menteri itu tidak bersikap acuh seperti ini, tentu akan memperhatikan apa yang mereka tuntut dan memenuhinya tanpa banyak berbantah lagi. Akan tetapi, dua orang ini tidak dapat mereka gertak dan agaknya tidak perduli apakah mereka akan membunuh dua orang gadis itu atau tidak. Sebaliknya merekalah yang terancam!

"Kui Hong dan Hay Hay, kalau kalian mau berjanji tidak akan menyerang kami, dan membiarkan kami pergi dari sini, maka kami pun akan menyerahkan dua orang gadis di dalam kereta ini kepada kalian. Kami percaya akan janji kalian, terutama sekaii janji yang keluar dari mulut ketua Cin-ling-pai. Kalau kalian tidak mau, apa boleh buat, dua orang nona ini akan kami bunuh, kemudian melawan kalian mati-matian mengadu nyawa. Bagaimanapun juga, kami sudah untung membunuh dua orang gadis tawanan ini."

Hay Hay pura-pura meragu lalu bertanya, sambil menoleh kepada Kui Hong,
“Bagaimana pendapatmu, Pangcu (ketua)? Rasanya sayang membiarkan dua ekor tikus busuk ini pergi, setelah kita dengan mudah akan dapat menangkapnya dan menyeretnya ke depan Menteri Cang, atau rnembunuh mereka disini seperti dua ekor tikus. Bagaimana pendapatmu dengan penawaran mereka itu?"

Kui Hong juga memperlihatkan sikap ragu-ragu.
"Hemm, akupun merasa sayang kalau harus melepaskan dua iblis busuk yang layak mampus ini. Akan tetapi, bagaimanapun juga, nyawa mereka tidak ada harganya. Dua orang nona itu jauh lebih berharga. Biarlah untuk sekali ini kita mengalah dan membiarkan mereka pergi, akan tetapi lain kali kita tidak akan mengampuni mereka lagi."

"Nah, Cia Kui Hong, sebagai ketua Cin-ling-pai, berjanjilah bahwa engkau dan Hay Hay tidak akan menyerang kami dan membiarkan kami pergi." kata Sim Ki Liong, diam-diam merasa girang sekali.

Bagi dia dan Bi Hwa pada saat itu, yang paling penting adalah kebebasan dan keselamatan mereka. Yang lain-lain tidak ada artinya. Kalau mereka masih hidup, tentu mereka akan dapat bercita-cita lagi, mengejar segala macam kesenangan lagi.

Kui Hong mengangguk.
"Baik sekali ini aku berjanji akan membiarkan kalian pergi, akan tetapi lain kali kita bertemu lagi, aku pasti tidak akan mengampuni kalian. Nah, pergilah cepat!”

Setelah rnendengar janji Kui Hong, Sim Ki Liong memandang dengan wajah berseri dan ia menjadi berani. Dia yakin bahwa orang seperti Cia Kui Hong, sampai matipun tidak akan sudi melanggar janjinya.

"Bi Hwa, tinggalkan mereka!” katanya kepada Su Bi Hwa.

Biarpun hatinya ragu dan khawatir, akan tetapi Bi Hwa percaya kepada Ki Liong dan melihat Ki Liong melompat turun dari kereta, iapun meninggalkan dua orang tawanan itu.

Ki Liong tersenyum dan berkata kepada Kui Hong.
"Nah Kui Hong, ambillah mereka dan biarkan kami membawa kereta itu. Atau kalian tukar dengan dua ekor kuda kalian, bukankah kalian masih untung sebuah kereta dalam penukaran ini?"

Kui Hong menudingkan telunjuknya ke arah bekas suhengnya itu.
"Sim Ki Liong manusia iblis tak tahu malu. Kalau engkau dan iblis betina ini mau pergi, cepatlah pergi dari sini sebelum aku kehilangan kesabaranku dan lupa diri, lupa janji! Semua kuda dan kereta ini milik Menteri Cang, kalian hanya mencuri. Nah, cepat menggelinding pergi dari sini!”

Ki Liong menyeringai, hatinya panas sekali, akan tetapi dia tidak berdaya. Kalau dia tidak terima, apakah yang dapat dia lakukan? Marah dan menyerang mereka? Kalau begitu, jelas diluar perjanjian dan berarti dia mencari penyakit, bahkan mungkin saja mencari mati. Karena merasa betapa Kui Hong sudah diikat janji, maka untuk melampiaskan kemarahan hatinya, diapun berseru marah.

"Cia Kui Hong, aku tidak akan melupakan penghinaan ini. Ingat baik-baik, sekali waktu engkau akan terjatuh ke tanganku dan engkau akan membayar semua hutangmu kepadaku berikut bunganya!”

Setelah berkata demikian, diapun memberi isyarat kepada Bi Hwa dan mereka berdua membalikkan tubuh dan berlari cepat meninggalkan tempat itu.

"Hemm, ingin sekali aku memukul pecah kepala yang isinya pikiran busuk itu!” kata Hay Hay.

"Sabarlah, yang paling penting kita menyelamatkan Cang Siocia." kata Kui Hong sambil mendekati kereta.

Melihat Cang Hui dan Cin Nio dalam keadaan lemas tertotok, Kui Hong menggerakkan jari tangannya membebaskan mereka dari pengaruh totokan. Begitu dapat menggerakkan tubuhnya, Cang Hui lalu merangkul Kui Hong sambil menangis.

"Enci Hong.........!!”

Kui Hong menepuk-nepuk pundak Cang Hui.
"Tenangkan hatimu, Nona. Engkau tidak diganggu oleh iblis itu, bukan?"

Cang Hui mengerti apa yang dimaksudkan Kui Hong dan ia menggeleng kepala,
"Aku tidak tahu apa yang telah terjadi, enci Hong. Mereka itu tiba-tiba saja datang dan menotok lalu menculik kami. Aku tidak tahu apa yang telah terjadi dengan Mayang dan mengapa pula mereka berdua yang selama ini diperlakukan dengan baik oleh ayah, kini berbalik menculik aku dan Cin Nio."

Kui Hong mengerutkan alisnya,
"Nona Cang, agaknya engkau belum mengenal betul siapa mereka tadi?"

"Tentu saja aku mengenal mereka. Mereka telah diterima sebagai pembantu dan pengawal keluarga kami oleh ayah. Mereka kakak beradik bernama Liong Ki dan Liong Bi!” kata Cang Hui heran.

Kui Hong menghela napas panjang dan menggeleng-geleng kepala.
"Rumah ayahmu telah kemasukan dua orang manusia iblis yang amat jahat, Nona. Akan tetapi panjang ceritanya dan nanti kita bicara dalam perjalanan pulang. Kami akan mengantar kalian pulang. Siapakah nona ini?" tanya Kui Hong menunjuk kepada Cin Nio.

Ketika ia berada di istana Menteri Cang dahulu, Cin Nio belum berada disana maka ia tidak mengenalnya.

"Ia adalah saudara misanku bernama Tan Cin Nio dan tinggal bersama kami. Dan siapakah pendekar ini?" Cang Hui memandang kepada Hay Hay, juga Cin Nio memandang.

"Aku, ji-wi Sio-cia (nona berdua)? Namaku Tang Hay akan tetapi panggil saja aku Hay Hay. Ah, sekarang aku mengerti mengapa Sim Ki Liong yang jahat itu menculik kalian. Kiranya kalian adalah dua orang nona bangsawan yang cantik jelita bagaikan dua tangkai bunga yang sedang mekar merekah dengan harumnya.......”

"Ihhhh.......”

Cang Hui terkejut mendengar ucapan yang Memuji dan merayu itu, dan ia menoleh kepada Kui Hong dengan sinar mata bertanya-tanya mengapa Kui Hong berkawan dengan pria yang kurang ajar itu!

Kui Hong tersenyum.
“Saudara Tang Hay atau Hay Hay ini adalah seorang pendekar yang dikenal baik oleh ayahmu. Jangan kaget melihat dan mendengar sikapnya yang seperti merayu karena memang julukannya adalah Pendekar Mata Keranjang! Akan tetapi hatinya bersih. Hay-ko, jagalah sikap dan kata katamu agar tidak mengejutkan nona Cang dan nona Teng.”

Hay Hay tersenyum. Girang hatinya mendengar ucapan Kui Hong tadi karena ucapan itu jelas membuktikan bahwa Kui Hong telah mengenalnya dan tidak akan merasa cemburu kalau dia memuji-muji kecantikan wanita dengan sejujurnya.

"Ji-wi Sio-cia, harap ji-wi sudi memaafkan kalau sikapku tidak berkenan di hati ji-wi. Dua orang dara seperti jiwi yang anggun seperti bidadari, tentu memiliki belas kasihan seperti bidadari pula dan sudi memaafkan seorang hamba rendah macam diriku.”

Cang Hui adalah seorang gadis yang lincah jenaka dan selalu gembira. Biarpun baru saja terbebas dari ancaman yang lebih mengerikan daripada maut, namun kini setelah mendengar keterangan Kui Hong tentang Hay Hay dan mendengar ucapannya yang terakhir itu, mau tidak mau ia terkekeh geli.

"Aduh, setiap orang gadis harus berhati-hati sekali menjaga diri kalau bertemu dengan Tai-hiap ini! Kalau tidak hati-hati tentu akan mudah jatuh bangun!”

Hay Hay menjadi semakin gembira. Kiranya puteri Menteri Cang Ku Ceng ini seorang gadis yang lincah jenaka.

"Maaf, Siocia. Apanya yang jatuh bangun itu?"

"Apanya? Tentu saja hatinya!" kata Cang Hui. "Enci Hong, sekarang ceritakan, apa artinya kata-katamu, tentang diri Liong Ki dan Liong Bi tadi?”

"Mari kita naik kereta. Hay-ko, engkau yang menjadi kusir." kata Kui Hong.

Hay Hay tertawa dan mereka semua naik ke dalam kereta. Tiga orang itu duduk di dalam dan Hay Hay duduk di depan, di tempat kusir. Dua ekor kuda itu memang kuda pilihan, dan kuda yang tadi dituggangi Kui Hong diikat di belakang kereta.

Dalam perjalanan kernbali ke kota raja itulah Kui Hong memberi penjelasan kepada Cang Hui dan Cin Nio tentang dua orang yang selama ini dipercaya oleh keluarga Cang itu.

"Orang yang kalian kenal sebagai Liong Ki itu sebetulnya bernama Sim Ki Liong, dan dia sebetulnya adalah murid dari kakekku, akan tetapi telah menyeleweng dan tidak diakui lagi bahkan menjadi musuh besarku. Dia pengkhianat, curang dan licik, seorang yang berbahaya sekali karena dia pandai bersikap seperti seorang pendekar budiman. Dia pernah membantu gerakan pemberontak yang telah dihancurkan. Dia amat jahat dan palsu. Untunglah bahwa engkau dapat terlepas dari tangannya, Nona."

Tiba-tiba Teng Cin Nio menangis. Gadis ini merasa betapa jantungnya seperti ditusuk-tusuk ketika mendengar ucapan Kui Hong. Ia telah menjadi korban kejahatan Sim Ki Liong! Hanya Mayang seorang yang tahu akan peristiwa itu, dan hanya karena bujukan Mayang sampai hari ini ia masih hidup, karena aib itu membuat ia ingin bunuh diri saja.

"Enci Cin, kenapa engkau menangis?” tanya Cang Hui. "Sepatutnya kita bersukur telah terbebas dari tangan dua orang manusia iblis itu.”

"Adik Hui, aku teringat akan Mayang. Kalau mereka itu demikian jahatnya, kenapa Mayang datang bersama mereka ke rumah keluarga Cang? Kenapa Mayang mau berdekatan dengan mereka, padahal kita mengetahui benar bahwa Mayang adalah seorang gadis yang baik?"

"Ah, hal itu memang perlu dijelaskan agar tidak salah sangka." kata Kui Hong. “Memang Nona benar kalau mengatakan bahwa Mayang adalah seorang gadis yang baik dan gagah perkasa. Bagaimana tidak akan demikian kalau ia adalah adik dari Pendekar Mata Keranjang ini?"

“Aihh, Hong-moi, kenapa engkau suka sekaili menyebut mata keranjang? Engkau bisa membuat aku benar-benar merasa mata keranjang!”

"Memang kau mata keranjang, habis disuruh mengatakan apa? Akan tetapi aku sekarang tahu bahwa seluruh pria di dunia ini, bahkan seluruh mahluk jantan di dunia ini, semua mata keranjang! Hanya ada yang kecil. ada yang besar kadarnya, ada yang jujur seperti engkau, ada yang pura-pura, ada yang kasar dan ada yang halus, ada yang mampu mengendalikan diri dan ada yang menjadi hamba nafsunya."

"Enci Kui Hong, kalau memang Mayang seorang pendekar wanita yang perkasa, kenapa ia ikut-ikutan, menyelundup kedalam keluarga Cang?" Kini Cin Nio mendesak, marasa penasaran.

"Karena Mayang pernah terpikat dan jatuh cinta kepadanya, itulah sebabnya. Ketika aku akan membunuhnya dalam pertempuran menghancurkan pemberontak, Mayang mintakan ampun untuknya, karena Mayang berharap agar Ki Liong dapat sadar dari kesesatannya. Dan entah bagaimana Mayang dapat bergaul pula dengan Tok-ciang Bi Moli Su Bi Hwa, dan mau saja diajak menyusup ke dalam keluarga Cang. Hal itu tentu ada sebabnya dan nanti Mayang dapat menjelaskan kepada kita. Mungkin Mayang tidak tahu siapa sebenarnya iblis betina yang memakai nama Liong Bi itu. Kemudian, agaknya ia mengetahui juga rahasia mereka dan karenanya ia menentang mereka yang dibantu pula oleh Hek Tok Siansu, seorang datuk yang lihai."

"Kakek itu diakui guru oleh mereka, bahkan mereka mengajak kakek itu menghadap ayah!” kata Cang Hui terkejut.

"Sungguh berbahaya sekali. Untung sekarang rahasia mereka telah diketahui dan mereka tidak akan mungkin berani lagi muncul di rumah keluarga Cang." kata Kui Hong. "Hampir saja Mayang menjadi korban ketika dikeroyok oleh dua orang iblis itu, ketika aku dan kemudian Hay-koko ini muncul dan membantu Mayang.”

"Aku yakin bahwa Mayang tentu mempunyai alasan yang kuat kenapa ia dapat datang bersama mereka menghadap ayah." kata Cang Hui. "Dimana sekarang Mayang dan bagaimana keadaannya?"

"Ia menderita luka, akan tetapi agaknya tidak parah dan sekarang telah berada di rumah keluargamu, Siocia. Tadi ia dilindungi kakaknya dan diantar kesana."

Kereta telah tiba di pekarangan gedung tempat tinggal keluarga Cang. Tentu saja mereka disambut dengan penuh kegembiraan, bukan saja oleh Cang Sun, ibunya dan Mayang, bahkan semua pengawal merasa gembira dan lega karena tadi mereka tentu saja merasa khawatir dan tentu mereka akan mendapat hukuman berat dari Menteri Cang kalau sampai terjadi sesuatu atas diri Cang Siocia.

Sebelum mereka itu tiba, lebih dahulu Mayang dan Cang Sun telah bicara dari hati ke hati. Melihat tadi Mayang diantar oleh Hay Hay dalam keadaan luka-luka, tentu saja Cang Sun merasa khawatir sekali dan cepat-cepat dia memanggil tabib yang pandai untuk mengobati luka-luka yang diderita Mayang. Akan tetapi luka-luka itu tidak berat dan tak lama kemudian Mayang telah diajak bicara empat mata oleh Cang Sun, di ruangan sebelah dalam.

Tak seorangpun pelayan diperbolehkan mendekat dan setelah duduk berhadapan berdua saja, Cang Sun mengamati waiah gadis yang di cintanya itu dan dengan nada suara khawatir dia mengajukan pertanyaan kepada Mayang apa yang sesungguhnya terjadi.

“Engkau tentu mengerti segalanya, dan ceritakan mengapa Liong Ki dan Liong Bi melakukan perbuatan menculik Hui-moi dan Cin-moi.”

Mayang menundukkan mukanya sampai beberapa saat lamanya. Kemudian, ketika ia mengangkat muka memandang, Cang Sun semakin khawatir. Wajah gadis itu agak pucat dan pandang matanya demikian sayu minta di kasihani.

“Kongcu, sekarang saatnya aku menceritakan segalanya secara terus terang kepadamu. Sungguh tugas ini amat menakutkan hatiku, kongcu, karena besar kemungkinan setelah kongcu mendengar keteranganku, kongcu akan membenciku. Aku telah melakukan kesalahan besar sekali diluar kesadaranku, dan kesalahanku ini hampir saja mencelakakan keluargamu, bahkan kini kita masih belum tahu bagaimana nasib adik Hui dan adik Cin.” Suara Mayang terdengar gemetar penuh perasaan sesal.

“Mayang, ceritakanlah. Aku bukan anak kecil, aku sudah dewasa dan aku dapat mempertimbangkan persoalan dengan adil. Apalagi engkau mengatakan tadi bahwa kesalahan itu kau buat di luar kesadaranmu, itu saja sudah menghapus sebagian besar dari kesalahanmu, kalau memang ada. Ceritakanlah.”

Berceritalah Mayang. Semua ia ceritakan dari permulaan. Sejak ia menyelamatkan Sim Ki Liong sehingga tidak sampai dibunuh oleh Cia Kui Hong karena ia merasa kasihan kepada Ki Liong, karena iapun membalas cinta pemuda itu dan mengharapkan pemuda itu akan dapat kembali ke jalan benar. Betapa ia dan Ki Liong melakukan perjalanan dan di tengah jalan bertemu dengan Su Bi Hwa yang tidak dikenalnya dan yang diakui sebagai seorang sahabat lama oleh Ki Liong.

“Aku sempat melihat perbuatan mereka terhadap Kongcu. Aku tegur mereka dan mereka menyatakan bahwa mereka melakukan itu agar dapat memperoleh Kedudukan dan pekerjaan yang baik agar dipercaya oleh keluarga Kongcu. Mulai saat itu aku sudah merasa curiga dan tidak suka, akan tetapi karena menyangka bahwa mereka memang ingin mencari kedudukan yang pantas, akupun menahan diri. Mereka mempergunakan nama palsu dan mengaku sebagai kakak beradik agar tidak menimbulkan kecurigaan. Aku yang bodoh, dapat saja mereka tipu dan aku sama sekali tidak mempunyai prasagka buruk terhadap mereka, hanya curiga. Akan tetapi, mereka membuat jasa, mereka nampakya setia kepada ayah Kongcu, bahkan mereka merobohkan orang-orang jahat yang hendak membunuh ayah Kongcu. Baru sekarang aku mengerti bahwa para pembunuh itu tentulah kawan-kawan mereka karena Su Bi Hwa itu adalah seorang tokoh Pek-lian-kauw.”

Cang Sun terbelalak.
"Orang Pek-lian-kauw? Betapa berbahayanya...... !”

“Aku sama sekali tidak tahu dan mereka kelabui, Kongcu. Sampai akhirnya aku menyadari bahwa mereka bukan orang baik-baik, bahwa Sim Ki Liong tidak dapat kembali ke jalan benar, bahkan semakin jahat. Maka aku lalu mengambil keputusan untuk menentangnya, untuk membongkar rahasia mereka. Namun, aku terjebak dan dikepung, dikeroyok dua oleh mereka. Karena merasa bahwa rahasia buruk mereka telah kuketahui dan mereka tidak aman lagi, mereka berusaha untuk membunuhku. Aku melawan mati-matian akan tetapi karena mereka berdua memang lihai, aku sudah terluka ketika muncul enci Kui Hong.”

Cang Sun mengangguk.
“Sukurlah, ia tadi kesini dulu lalu kami minta ia suka menolong Hui-moi dan Cin-moi. Jadi engkau sudah mengenal Kui Hong?”

"Mengenal enci Hong? Ah, Cang-kongcu, bukan hanya mengenal, akan tetapi kami adalah sahabat baik dan lebih dari itu, enci Hong adalah calon kakak iparku.”

"Ehh? Calon kakak iparmu?” Can Sun menegas karena tidak mengerti.

“Ia akan berjodoh dengan kakakku."

"Siapakah kakakmu, Mayang?"

"Kongcu mengenal dia dengan baik Dia adalah yang mengantarku kesini tadi."

Sepasang mata Cang Sun terbelalak.
"Tang-taihiap? Si Pendekar Mata Keranjang? Aih, jadi engkau ini adiknya?”

“Adik seayah berlainan ibu, Kongcu."

Cang Sun mengangguk-angguk. Pemuda bangsawan ini sudah mendengar banyak tentang diri Tang Hay, Tang Hay adalah anak dari jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) Ang-hong-cu (Si Kumbang Merah) yang amat jahat dan keji. Akan tetapi, Tan Hay tidak menuruni watak jahat itu walaupun menuruni sifat mata keranjangnya, bahkan Ang-hong-cu roboh dikalahkan Tang Hay sendiri. Jadi Mayang inipun anak dari mendiang Ang-hong-cu? Dia dapat menduga bahwa seperti juga para wanita lain, ibu Mayang tentu juga menjadi korban dari Si Kumbang Merah.

"Teruskan ceritamu, Mayang.”

Melihat betapa pemuda itu hanya kelihatan kaget dan heran, tidak marah kepadanya, Mayang berani melanjutkan.

“Dengan bantuan enci Hong, kami berdua dapat mendesak dua orang jahat itu.Akan tetapi kiranya mereka memang sudah membuat persiapan, karena segera muncul Hek Tok Siansu.......”

“Pendeta yang mereka perkenalkan sebagai guru mereka itu?"

"Sama sekali bukan guru mereka, Kongcu. Hek Tok Siansu itu lihai bukan main dan kemunculannya membuat enci Hong dan aku kembali terancam. Akan tetapi, Tuhan tidak membiarkan orang-orang jahat merajalela terus. Muncul kakakku Tang Hay. Setelah kami melawan, diperkuat oleh Hay-koko. Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa yang licik dan pengecut itu Ialu melarikan diri. Aku mengkhawatirkan keselamatanmu, Kong-cu, maka aku minta enci Hong melakukan pengejaran kesini.......”

"Keselamatanku'?" Cang Sun bertanya heran.

"Kongcu, sejak mereka tinggal disini, Su Bi Hwa itu berusaha untuk memikatmu dan Sim Ki Liong berusaha memikat adik Cang Hui. Tentu mereka bermaksud agar mereka dapat menjadi mantu ayahmu. Aku mengkhawatirkan keselamatanmu, Kongcu dan juga adik Hui. Karena Kongcu sedang tidak berada di rumah, maka tadi yang diculik adalah adik Hui dan adik Cin."

"Hemm, nona Cia Kui Hong datang kesini dan kami minta ia pergi mengejar dua orang adikku yang diculik itu. Lalu bagaimana lanjutannya dengan pertempuran setelah nona Kui Hong pergi melakukan pengejaran?"

"Kakakku dapat mendesak dan mengalahkan Hek Tok Siansu. Kakek itu melarikan diri dan sisa orang-orang Pek-liankauw yang megeroyok juga melarikan diri. Hay-koko lalu membawa aku kesini dan setelah kini dia dan enci Hong yang melakukan pengejaran, aku yakin bahwa adik Hui dan adik Cin akan dapat diselamatkan."

Setelah gadis ini berhenti bercerita, Cang Sun mengangguk-angguk.
"Ceritamu sungguh menarik sekali, Mayang.

"Menarik? Apakah Kongcu…… tidak....... marah dan benci kepadaku setelah mendengar ceritaku tadi?"

Mayang memandang dengan muka terangkat. Sepasang mata sipit dan jeli itu memandang penuh selidik, mulut yang kecil itu agak terbuka penuh ketegangan dan alisnya berkerut mengandung kegelisahan.

Cang Sun tersenyum dan menggeleng kepalanya perlahan.
"Kenapa harus membencimu, Mayang? Tidak, aku tidak membencimu, tidak marah kepadamu."

"Tapi….. tapi aku…… aku telah menipumu, tidak berterus terang, aku bahkan seperti melindungi dua orang penjahat keji yang membahayakan keluarga Cang."

Kembali Cang Sun menggeleng kepalanya,
"Engkau melakukan hal itu tanpa kau sadari, Mayang. Dan kejujuranmu bahkan mengagumkan hatiku. Engkau sungguh polos, engkau selalu mempunyai niat baik. Aku tidak membencimu, bahkan semakin menyayangmu, Mayang.”

Mayang menelan isaknya, seperti tidak percaya kepada pendengarannya sendiri. Tadinya ia membayangkan bahwa Cang Sun tentu akan marah kepadanya, akan membencinya dan cintanya akan hilang, seperti cintanya terhadap Liong Ki yang bukan hanya lenyap, bahkan berubah menjadi kebencian setelah ia melihat Liong Ki tidak kembali ke jalan benar bahkan menjadi amat jahat. Adakah cinta kasih diantara manusia yang tanpa syarat, tanpa pamrih?

Kiranya cinta kasih tanpa syarat dan tanpa pamrih tidak akan mungkin dapat ditemui diantara manusia yang selalu menjadi permainan nafsu daya rendah. Dan apapun yang dikemudikan nafsu, selalu pasti mempunyai pamrih demi kesenangan dan pemuasan nafsu itu sendiri, dan manusia menjadi alat, menjadi hamba nafsu.

"Tapi……. tapi, Kongcu…….” saking herannya Mayang berkata gagap.

Cang Sun memegang kedua tangan gadis itu dan menggenggamnya.
"Sudahlah, Mayang. Aku tetap cinta padamu, dan agaknya sekarang tiba saatnya aku mendapatkan jawaban dan kepastian darimu. Maukah engkau menjadi isteriku, Mayang?"

Inilah saat yang dinanti-nanti Mayang sejak ia mulai menanggalkan cintanya terhadap Ki Liong, sejak ia mendengar pengakuan cinta dari Cang Su. Akan tetapi, ia membutuhkan kekuatan dan iapun membalas genggaman kedua tangan pemuda bangsawan itu sebelum menjawab. Ia mengangkat muka dan mereka saling pandang.

"Kongcu…….. orang sehina dan serendah aku ini tentu saja merasa mendapat anugerah besar sekali mendengar pinanganmu. Akan tetapi, maafkan aku, Kongcu. Terpaksa sekali aku harus mengatakan bahwa aku hanya dapat menerima pinanganmu untuk menjadi isterimu, kalau Kongcu suka memenuhi sebuah permintaanku."

Cang Su mengamati wajah gadis itu seperti mengamati sesuatu yang lucu.
"Eh? Engkau, mempunyai syarat, Mayang? Sudah sepantasnya seorang gadis pilihan seperti engkau mengajukan syarat dalam perjodohan. Nah, katakan, apakah syarat itu? Mudah-mudahan tidak terlalu sulit bagiku untuk memenuhinya."......
























Terima kasih telah membaca Serial ini.

No comments:

Post a Comment

Cerita Silat Kho Ping Hoo Serial Pendekar Budiman Jilid 12

   Cerita Silat Kho Ping Hoo Serial Pendekar Budiman             Jilid 12