Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Kemelut Kerajaan Mancu
Jilid 09
MALAM itu ia
berada di ruangan yang bersebelahan dengan kamar Kaisar, dihubungkan sebuah
pintu tembusan.
Malam itu ia mendengar suara gaduh di kamar Kaisar. Ia cepat membuka pintu tembusan dan ia dihadang dua orang Thaikam yang menyerangnya.
Malam itu ia mendengar suara gaduh di kamar Kaisar. Ia cepat membuka pintu tembusan dan ia dihadang dua orang Thaikam yang menyerangnya.
Ia berhasil merobohkan mereka dengan sambitan
Pek-hwa-ciam, akan tetapi ia terlambat menyelamatkan Kaisar. Ia melihat
bayangan Thaikam Boan Kit melarikan diri me lalui pintu. Karena ingin me lihat
keadaan Kaisar, ia tidak sempat mengejar dan ternyata ia mendapatkan Kaisar
telah tewas dengan luka-luka bacokan pada leher dan mukanya sehingga tak dapat
dikenali lagi.
Ia mencoba
untuk melakukan pengejaran namun Thaikam Boan telah lenyap, maka ia lalu
berteriak dan memanggil para prajurit pengawal dan membangunkan seluruh
penghuni istana.
"Demikianlah
apa yang terjadi malam tadi!" Thian Hwa mengakhiri ceritanya dan ia
menceritakan juga bahwa lima orang prajurit pengawal juga ditemukan mati di
taman tak jauh dari kamar Kaisar dan mereka adalah lima orang pengawal yang
malam itu bertugas jaga di depan kamar Kaisar.
Mudah diduga bahwa mereka tentu dibunuh pula
oleh Thaikam Boan Kit dan dua orang pembantunya yang tewas oleh Thian Hwa. Tentu
saja kejadian yang sesungguhnya tidak demikian.
Setelah
wajah mayat Boan Kit dirusak dengan bacokan- bacokan pedang agar tidak dapat
dikenal, mayat itu lalu diberi pakaian Kaisar yang seperti pakaian pendeta dan
dilumuri darah, kemudian mayat itu diletakkan di atas pembaringan
Kaisar.
Setelah itu, dengan kepandaiannya, Thian Hwa menyelundupkan Kaisar keluar dari
istana, bahkan keluar dari pintu gerbang kota raja. Setelah tiba di luar kota
raja, dua orang pelayan yang setia sudah menunggu lebih dulu dan Kaisar yang
mengenakan jubah pendeta Buddha dan menggunduli rambut kepalanya itu lalu pergi
menjauh dari kota raja.
Setelah itu,
baru Thian Hwa kembali ke istana dan bersama para pelayan yang setia mereka
menjerit-jerit sehingga membangunkan seluruh penghuni istana.
Tentu saja
cerita T hian Hwa ini dipercaya oleh semua orang pendengarnya, apalagi terbukti
adanya jenazah raja. Mereka tidak dapat mengenali wajah jenazah itu, akan
tetapi dari bentuk tubuhnya tidak ada yang ragu bahwa itu adalah jenazah Kaisar
Shun Chi yang sudah dirawat dan dimasukkan peti mati.
"Sudahlah,
malapetaka itu sudah terjadi. Mudah saja nanti kita berusaha untuk mengejar dan
menangkap Thaikam Boan Kit dan menghukumnya. Sekarang, yang terpenting, kita
tidak boleh membiarkan kerajaan tanpa kaisar! Hal ini dapat menimbulkan kekacauan
dan akan memancing datangnya musuh negara untuk menyerang kerajaan yang sedang lowong
tidak ada pemimpinnya. Maka, aku mengusulkan agar sekarang juga ditentukan
siapa yang berhak menggantikan kedudukan kaisar, menggantikan mendiang Ayahanda
Kaisar!" kata Pangeran Leng Kok Cun penuh semangat.
"Ah,
baik sekali itu! Aku juga akan mengusulkan begitu!" kata Pangeran Cu Kiong,
tidak kalah bersemangatnya.
Pangeran Bouw sebagai pimpinan sidang menoleh kepada Ciang Taijin, pembesar tinggi yang paling tua, usianya sudah lebih dari tujuh puluh tahun dan dia dikenal sebagai tua-tua dan penasihat di istana.
Pangeran Bouw sebagai pimpinan sidang menoleh kepada Ciang Taijin, pembesar tinggi yang paling tua, usianya sudah lebih dari tujuh puluh tahun dan dia dikenal sebagai tua-tua dan penasihat di istana.
Melihat
Pangeran Bouw menoleh dan memandang kepadanya, pejabat tinggi yang sudah tua
dan setia ini segera bangkit berdiri dan berkata dengan suaranya yang halus dan
tenang.
"Soal
pengganti kedudukan Kaisar, hal itu kami rasa tidak menjadi masalah dan tidak perlu
dibicarakan lagi. Bukankah mendiang Sribaginda Kaisar telah mengangkat seorang Pangeran
Mahkota"
Menurut hukum yang berlaku, kalau Kaisar meninggal dunia, sudah barang tentu yang menggantikan kedudukannya adalah Pangeran Mahkota, dalam hal ini Pangeran Mahkota Kang Shi!"
Menurut hukum yang berlaku, kalau Kaisar meninggal dunia, sudah barang tentu yang menggantikan kedudukannya adalah Pangeran Mahkota, dalam hal ini Pangeran Mahkota Kang Shi!"
"Akan
tetapi Ayahanda belum pernah meresmikan pengangkatannya sebagai pengganti
kedudukan Kaisar!" bantah Pangeran Leng Kok Cun. "Karena itu, aku
sebagai putera Ayahanda yang sulung, akulah yang berhak menggantikan
kedudukannya sebagai kaisar!"
"Tidak
benar dan tidak bisa!" Teriak Pangeran Cu Kiong
"Kakanda
Pangeran Leng Kok Cun, biarpun paling tua, akan tetapi merupakan putera selir
ke tujuh!
Menurut kepantasan,yang berhak menggantikan kedudukan Kaisar dilihat dari urutan kedudukan para isteri Ayahanda! Memang yang paling berhak adalah Adinda Pangeran Kang Shi karena dia adalah putera dari Ibunda perma isuri, akan tetapi dia masih terlalu kecil untuk menjadi kaisar dan memang benar,
Ayahanda belum meresmikan dia menjadi penggantinya.
Menurut kepantasan,yang berhak menggantikan kedudukan Kaisar dilihat dari urutan kedudukan para isteri Ayahanda! Memang yang paling berhak adalah Adinda Pangeran Kang Shi karena dia adalah putera dari Ibunda perma isuri, akan tetapi dia masih terlalu kecil untuk menjadi kaisar dan memang benar,
Ayahanda belum meresmikan dia menjadi penggantinya.
Urutan yang
ke dua adalah keturunan se lir ke dua, akan tetapi Ibunda selir ke dua hanya
mempunyai anak perempuan.
Maka urutan berikutnya adalah anak Ibunda yang menjadi selir ke tiga. Jadi, kalau mau menurut aturan dan kepantasan, akulah yang berhak menggantikan kedudukan kaisar!"
Maka urutan berikutnya adalah anak Ibunda yang menjadi selir ke tiga. Jadi, kalau mau menurut aturan dan kepantasan, akulah yang berhak menggantikan kedudukan kaisar!"
"Pendapat
Pangeran Cu Kiong itu tidak benar!" bentak Pangeran Leng Kok Cun.
"Pendapat
Kakanda Pangeran Leng Kok Cun lebih tidak benar lagi!" Pangeran Cu Kiong
juga membentak marah. Kedua orang pangeran ini sudah bangkit berdiri dan saling
pandang dengan mata merah melotot.
"Harap
Ananda berdua tenang!
Ketahuilah para anggota keluarga kerajaan dan para pejabat tinggi, kami telah menerima surat wasiat yang ditulis dan ditinggalkan oleh mendiang Kakanda Kaisar Shun Chi. Akan saya bacakan surat
Ketahuilah para anggota keluarga kerajaan dan para pejabat tinggi, kami telah menerima surat wasiat yang ditulis dan ditinggalkan oleh mendiang Kakanda Kaisar Shun Chi. Akan saya bacakan surat
wasiatnya."
"Nanti
dulu!" bentak Pangeran Leng Kok Cun. "Surat wasiat seharusnya
dipegang oleh orang yang dapat mewakili Ayahanda Kaisar. Pamanda Pangeran Bouw
Hun Ki tidak mempunyai kekuasaan itu!"
"Benar,
Pamanda Pangeran Bouw tidak berhak!" teriak pula Pangeran Cu Kiong.
"Aku
yang berhak!" tiba-tiba terdengar suara nyaring seorang wanita. Semua
orang memandang dan yang bicara adalah Ciu Thian Hwa. Ia sudah bangkit berdiri
dengan tegak dan sikapnya gagah sekali.
"Akulah yang menjadi wakil mendiang
Pamanda Kaisar Shun Chi, dan inilah tanda kekuasaanku!" ia mengeluarkan
Tek-pai tanda kekuasaan yang diberikan Kaisar Shun Chi itu dan melihat ini,
para pejabat tinggi cepat membungkuk untuk memberi hormat karena pemegang
Tek-pai itu seolah menjadi wakil kaisar sendiri.
Melihat ini,
Pangeran Leng Kok Cun dan Pangeran Cu Kiong diam, tidak berani membantah lagi.
Mereka memang sudah mendengar bahwa gadis liar yang berjuluk Huang-ho Sian-li
yang pernah menentang mereka dahulu itu adalah puteri Pangeran Ciu Wan Kong,
jadi masih keponakan kaisar dan juga keponakan Pangeran Bouw, bahkan masih
menjadi saudara mereka sendiri.
Mereka tahu
pula bahwa Thian Hwa telah menyelamatkan nyawa Kaisar Shun Chi ketika diserang lima
orang pembunuh dahulu, maka tidak mustahil kalau kini gadis itu membawa Tek-pai
pemberian Kaisar.
Melihat
tidak ada yang berani membantah, Thian Hwa menerima surat wasiat itu dari tangan
Pangeran Bouw Hun Ki lalu berkata dengan lantang.
"Akulah
yang menerima dari tangan mendiang Pamanda Kaisar Shun Chi, Tek-pai dan surat
wasiat ini, maka aku pula yang berhak membacanya. Siapa yang berani menentang pesan
terakhir mendiang Pamanda Kaisar Shun Chi, silakan maju, aku berhak atas nama
Kaisar untuk menghukumnya!"
Ucapan itu
demikian berwibawa dan tidak ada yang berani membantah. Pangeran Leng dan
Pangeran Cu tentu saja merasa jengkel dan marah, akan tetapi mereka maklum bahwa
kalau mereka berani membantah kenyataan ini, semua orang yang berada di situ
pasti akan menentangnya.
Melihat
tidak ada yang berani membantah, Thian Hwa lalu membaca surat wasiat itu yang
maksudnya, Kaisar Shun Chi menyatakan bahwa dia mengangkat Pangeran Mahkota
Kang Shi menjadi penggantinya, yaitu menjadi kaisar baru kalau dia sudah tidak
ada. Setelah ia selesai membacakan surat wasiat itu, Thian Hwa duduk kembali.
Kini
Pangeran Bouw Hun Ki bangkit berdiri. "Kami yakin bahwa kita semua pasti
menghormati dan mentaati perintah terakhir dari mendiang Kakanda Kaisar Shun
Chi. Nah, kini sudah dipastikan bahwa Pangeran Mahkota Kang Shi yang akan
dinobatkan menjadi Kaisar Kerajaan Ceng kita.
Pelaksanaannya
akan dilakukan setelah lewat masa perkabungan seratus hari dari kematian Kakanda
Kaisar Shun Chi,
kami kira hadirin semua merasa setuju dan tidak ada yang merasa keberatan."
kami kira hadirin semua merasa setuju dan tidak ada yang merasa keberatan."
Tiba-tiba
Pangeran Leng Kok Cun bangkit berdiri dan bicara dengan lantang.
"Paman Pangeran Bouw Hun Ki, mengingat bahwa Adinda Pangeran Kang Shi baru berusia sepuluh tahun, masih kanak-kanak, tidak mungkin dia dapat mengatur pemerintahan.
"Paman Pangeran Bouw Hun Ki, mengingat bahwa Adinda Pangeran Kang Shi baru berusia sepuluh tahun, masih kanak-kanak, tidak mungkin dia dapat mengatur pemerintahan.
Sudah tentu
dia membutuhkan seorang pendamping atau penasihat yang dapat dipercaya! Nah,
aku sebagai kakaknya yang tertua berhak untuk menjadi pendamping dan penasihatnya,
maka dalam sidang ini aku minta agar hal ini dibicarakan dan disetujui semua
yang hadir!" Mendengar ini, Pangeran Cu Kiong cepat memberi tanggapan.
"Aku tidak setuju dengan pendapat Kakanda Pangeran Leng Kok Cun! Dia sudah
terlalu tua untuk mendampingi
Adinda
Pangeran Kang Shi! Yang paling tepat untuk mendampinginya adalah aku sebagai
calon pewaris ke dua setelah Pangeran Mahkota, dan usiaku jauh lebih muda dari Kakanda
Pangeran Leng sehingga dapat bergaul lebih baik dengan Adinda Pangeran Kang
Shi." Kembali semua orang bicara sendiri, ada yang mendukung Pangeran
Leng, ada pula yang membenarkan Pangeran Cu.
Agaknya
kedua orang pangeran ini memiliki pendukung masing-masing di antara para
pejabat tinggi yang hadir.
Melihat keadaan menjadi ribut, Thian Hwa bangkit lagi dan berkata dengan nyaring. "Harap Cu-wi (Anda Sekalian) tenang! Saya sebagai pemegang kekuasaan yang diberikan mendiang Pamanda Kaisar, menyatakan bahwa perebutan kedudukan pendamping Kaisar yang baru itu tidak tepat.
Melihat keadaan menjadi ribut, Thian Hwa bangkit lagi dan berkata dengan nyaring. "Harap Cu-wi (Anda Sekalian) tenang! Saya sebagai pemegang kekuasaan yang diberikan mendiang Pamanda Kaisar, menyatakan bahwa perebutan kedudukan pendamping Kaisar yang baru itu tidak tepat.
Seorang
pendamping Kaisar seyogianya merupakan seorang yang paling dekat dengan Kaisar,
dalam hal ini Adinda Pangeran Mahkota Kang Shi. Oleh karena itu, sepantasnya
dia sendiri yang akan memilih, nanti setelah dia dinobatkan menjadi Kaisar. Dia
sendiri yang akan memilih siapa yang akan menjadi pendamping dan
penasihatnya."
Seperti
tadi, ucapan Thian Hwa itu pun tidak ada yang berani membantahnya karena ucapan
itu memang pantas dan cukup adil. Pangeran Bouw Hun Ki lalu bangkit berdiri dan
berkata.
"Kami
kira keputusan itu sudah tepat sekali. Nanti sete lah lewat perkabungan selama
seratus hari, Pangeran Mahkota Kang Shi akan dinobatkan menjadi Kaisar dan dia
yang akan memilih siapa yang menjadi pendamping dan penasihatnya.
Sekarang,
kami minta Adinda Ciu Thian Hwa sebagai pemegang Tek-pai untuk menunjuk seorang
yang akan menjadi pejabat Kaisar sementara sebelum Pangeran Mahkota dinobatkan
menjadi Kaisar."
Ciu Thian
Hwa bangkit berdiri lagi. "Mengingat bahwa selama ini yang paling dekat
dengan mendiang Pamanda Kaisar Shun Chi adalah Pamanda Pangeran Bouw Hun Ki sehingga
beliau diberi kepercayaan untuk mendidik Pangeran Mahkota, maka atas nama
Kaisar saya menunjuk Pamanda Pangeran Bouw Hun Ki untuk menjabat kedudukan
kaisar sementara!"
Pangeran
Bouw Hun Ki cepat menanggapi. "Aku tidak keberatan, akan tetapi hanya
dengan satu syarat, yaitu aku harus didampingi Ananda Ciu Thian Hwa sebagai
pemegang kuasa yang diberikan oleh mendiang Kaisar sendiri."
"Saya
menerima syarat itu. Apakah ada di antara Cu-wi yang tidak setuju?" kata
Thian Hwa. Kembali tidak ada yang berani menolak karena memang semua yang
diajukan itu masuk akal dan sesuai dengan aturan. Seorang pemegang Tek-pai
seolah menjadi pribadi Kaisar sendiri yang semua ucapannya merupakan perintah
yang tidak boleh dibantah oleh siapa pun.
Demikianlah,
persidangan itu selesai. Semua orang merasa puas dan lega, kecuali tentu saja
Pangeran Leng Kok Cun dan Pangeran Cu Kiong!
Pangeran Cu
Kiong dalam perjalanan pulang dari menghadiri persidangan, berjalan dengan
wajah muram. Tentu saja dia merasa kecewa dan penasaran sekali akan keputusan
yang diambil dalam persidangan itu bahwa selain Pangeran Kang Shi ditentukan
menjadi pengganti Kaisar dan akan dinobatkan sebagai kaisar baru dan dia yang
berwenang memilih pendamping atau penasihatnya, juga ditentukan bahwa pejabat
kaisar selama seratus hari ini adalah Pangeran Bouw Hun Ki.
Dan dia sama
sekali tidak dapat membantah karena Ciu Thian Hwa memegang Tek-pai! Dia semakin
benci kepada Huang-ho Sian-li itu! Dia pernah tertarik, bahkan pernah saling
mencinta dengan Huang-ho Sian-li, akan tetapi dia bermaksud memanfaatkan kelihaian
gadis itu untuk tujuannya merebut tahta kerajaan. Kini gadis itu, yang kemudian
ternyata puteri Pangeran Ciu Wan Kong, malah membela Pangeran Mahkota Kang Shi,
berarti menjadi musuhnya! Pangeran Cu Kiong merasa kecewa, penasaran dan marah
sekali.
Tiba-tiba
dia merasa ada gerakan orang di belakangnya dan ketika dia menengok, dia
melihat seorang wanita muda tersenyum kepadanya dan berjalan melewatinya lalu
membalik dan menghadapinya.
"Maafkan
saya, apakah Paduka yang bernama Pangeran Cu Kiong?" gadis itu bertanya, suaranya
merdu, gayanya memikat dengan sinar mata yang berkilat tajam dan bibir mungil tersenyum
manis sekali.
Pangeran Cu
Kiong mengamati gadis itu. Gadis itu sudah matang, berusia sekitar dua puluh
tiga tahun dan yang menarik adalah payung merah yang dipegang gagangnya dengan
tangan kiri dan payung itu melindungi wajahnya dari terik matahari siang itu. Bentuk
tubuhnya menarik, ramping padat dan matang, wajahnya bulat dan mata serta
mulutnya menggairahkan seperti menantang
. Bajunya
berkembang- kembang merah dengan celana sutera hijau.
Kecantikannya agak asing, tidak seperti kecantikan wanita Han, juga tidak seperti wanita Mancu, melainkan kecantikan wanita dari daerah selatan yang khas.
Pangeran Cu Kiong segera tertarik sekali melihat kecantikan yang berbeda dari wanita lain itu.
Kecantikannya agak asing, tidak seperti kecantikan wanita Han, juga tidak seperti wanita Mancu, melainkan kecantikan wanita dari daerah selatan yang khas.
Pangeran Cu Kiong segera tertarik sekali melihat kecantikan yang berbeda dari wanita lain itu.
"Benar,
aku Pangeran Cu Kiong. Engkau siapakah, Nona?" tanyanya, tertarik bukan
hanya karena kecantikan gadis itu, juga karena dari wajah dan logat bicaranya,
jelas bahwa gadis ini datang dari selatan.
"Saya
dikenal sebagai Ang-mo Niocu (Nona Payung Merah), dan saya sengaja datang
menjumpai Paduka membawa pesan dari Raja Muda Wu Sam Kwi." Cu Kiong
terkejut mendengar disebutnya nama Wu Sam Kwi. Dia memang telah beberapa
lamanya mengadakan kontak hubungan dengan Jenderal Wu Sam Kwi yang kini disebut
Raja Muda itu.
Kiranya
gadis ini seorang utusan dari Wu Sam Kwi. Kalau sampai ada orang mengetahui
bahwa dia berhubungan dengan Jenderal Wu Sam Kwi, bisa gawat dan berbahaya
baginya. Maka cepat dia berkata lirih.
"Nona,
datanglah nanti ke istanaku, jangan terlalu mencolok karena suasananya sedang
genting." Setelah berkata demikian dia cepat melanjutkan langkahnya pulang
ke gedungnya. Ang-mo Niocu, gadis cantik genit yang pernah kita jumpai ketika
ia bertemu dengan Kong Liang dan Thian Hwa itu, maklum akan ucapan Sang Pangeran,
maka ia pun cepat pergi ke lain jurusan agar tidak ada yang tahu bahwa ia tadi menghubungi
Pangeran Cu Kiong.
Sore itu
Ang-mo Niocu datang berkunjung ke gedung Pangeran Cu Kiong yang megah seperti
istana. Ia disambut oleh Thio Kwan dan Yu Kok Lun, yaitu dua orang di antara Kam-keng
Chit-sian (T ujuh Dewa dari Kam-keng).
Empat yang lain dulu telah tewas oleh Ciu
Thian Hwa dan Ui Yan Bun, sedangkan yang seorang lagi, Ciang Sun, telah pergi
meninggalkan kota raja. Dua orang jagoan pembantu Pangeran Cu Kiong itu memang
mendapat perintah dari Sang Pangeran untuk menyambut kalau gadis dari selatan,
utusan Jenderal Wu Sam Kwi itu datang berkunjung.
Thio Kwan
dan Yu Kok Lun adalah dua orang jagoan yang tidak pernah sembuh dari watak
mereka yang sombong. Baru julukan mereka saja, ketika masih bertujuh,
menunjukkan kesombongan mereka, yaitu memakai julukan Tujuh Dewa! Sejak dulu
mereka sombong dan merasa paling hebat sendiri, apalagi karena mereka menjadi
jagoan seorang pangeran.
Biarpun kini
mereka tinggal berdua, namun tetap saja mereka berkepala besar dan dengan
sendirinya mereka memandang rendah ketika me lihat bahwa utusan Jenderal Wu Sam
Kwi itu hanya seorang gadis cantik yang membawa payung merah!
Memang
Ang-mo Niocu sama sekali tidak tampak seperti seorang kang-ouw yang pandai ilmu
silat. Ia cantik manis, pakaiannya berkembang dan sama sekali tidak tampak membawa
senjata.
Begitu tiba
di pintu gerbang gedung besar yang mempunyai halaman depan luas itu, Ang-mo
Niocu dihadang dua orang jagoan ini yang sudah menunggu di gardu penjagaan
sejak tadi. Belasan orang prajurit berada dalam gardu dan hanya menonton sambil
tersenyum kagum melihat seorang gadis cantik memakai payung memasuki pintu
gerbang.
Mereka sudah
dipesan oleh dua orang jagoan itu agar diam saja dan membiarkan mereka berdua
yang menyambut tamu yang dinantikan oleh Sang Pangeran. Para prajurit itu
mengharapkan memperoleh tontonan menarik karena mereka semua maklum bahwa dua
orang jagoan itu pasti akan menggoda dan mengganggu seorang gadis cantik
seperti itu.
Thio Kwan
yang berusia sekitar lima puluh dua tahun, tinggi kurus dan mukanya pucat seperti
mayat, berdiri bertolak pinggang menghadapi Ang-mo Niocu, sedangkan temannya, Yu
Kok Lun yang berusia lima puluh tahun lebih dan bertubuh gemuk pendek bermuka hitam,
hanya tersenyum-senyum di samping rekannya.
"Apakah
Nona yang disebut Nona Payung Merah?" tanya Thio Kwan sambil tersenyum
mengejek, memandang rendah. Ang-mo Niocu mengenal laki-laki kurang ajar macam
ini. Akan tetapi ia bersabar mengingat bahwa orang-orang ini tentu anak buah
Pangeran Cu Kiong yang tadi ia jumpai di jalan dan yang menarik hatinya karena
pangeran yang masih muda itu memang tampan dan gagah sekali.
"Benar,
aku Ang-mo Niocu hendak bertemu dengan Pangeran Cu Kiong."
"Nanti
dulu, Nona. Logat bicara Nona terdengar asing.
Benarkah
menurut keterangan Pangeran Cu bahwa Nona datang dari Y unnan-hu yang berada
jauh di selatan?"
Ang-mo Niocu
mengerutkan alisnya.
Pembantu pangeran ini cerewet benar. Ia merasa tidak perlu untuk memperkenalkan diri lebih banyak terhadap Si Muka Pucat ini, maka ia cepat menjawab.
Pembantu pangeran ini cerewet benar. Ia merasa tidak perlu untuk memperkenalkan diri lebih banyak terhadap Si Muka Pucat ini, maka ia cepat menjawab.
"Benar
aku dari selatan. Jauh-jauh aku datang untuk bertemu Pangeran Cu Kiong. Cepat
kalian laporkan kepadanya."
"Aih,
Nona. Kenapa Nona jauh-jauh datang dari selatan seorang diri saja"
Nona seorang gadis yang cantik jelita begini melakukan perjalanan jauh seorang diri?" kata Yu Kok Lun yang tidak dapat menahan keinginan hatinya untuk bicara dengan gadis yang amat menarik ini. Setelah bicara, memang Ang-mo Niocu tampak menggairahkan sekali.
Nona seorang gadis yang cantik jelita begini melakukan perjalanan jauh seorang diri?" kata Yu Kok Lun yang tidak dapat menahan keinginan hatinya untuk bicara dengan gadis yang amat menarik ini. Setelah bicara, memang Ang-mo Niocu tampak menggairahkan sekali.
Sepasang bibirnya
yang berbentuk indah dan kemerahan itu seolah dapat bergerak-gerak dengan manis
dan menantang!
"Benar,
Nona. Kalau kami tahu, tentu akan kami jemput Nona di selatan sehingga Nona
dapat melakukan perjalanan bersama kami. Tentu lebih aman dan
menyenangkan!" kata Thio Kwan. Dua orang jagoan itu bersikap berani
mengganggu karena mereka memang mendapat pesan dari Pangeran Cu Kiong untuk
menguji kelihaian utusan Jenderal Wu Sam Kwi ini. Ang-mo Niocu bukan seorang
gadis yang tidak biasa bergaul dengan pria.
Kalau yang
menggodanya itu pemuda- pemuda tampan, pasti ia tidak akan marah malah menjadi gembira
sekali.
Akan tetapi digoda dua orang jagoan yang bertampang buruk, yang seorang bermuka pucat seperti mayat dan yang seorang lagi mukanya hitam seperti pantat kuali, ia menjadi marah. Akan tetapi mulutnya masih tersenyum ketika ia menjawab.
Akan tetapi digoda dua orang jagoan yang bertampang buruk, yang seorang bermuka pucat seperti mayat dan yang seorang lagi mukanya hitam seperti pantat kuali, ia menjadi marah. Akan tetapi mulutnya masih tersenyum ketika ia menjawab.
"Hemm,
diantar dan ditemani dua orang kuli pelayan macam kalian hanya akan membikin
aku ma lu karena muka kalian begitu buruk dan menjijikkan! Sudahlah, cepat
laporkan kepada Pangeran Cu Kiong bahwa aku telah datang dan ingin berjumpa
dengannya. Aku tidak ingin berurusan dengan kalian dua orang monyet jelek
ini!"
Belasan
orang prajurit pengawal yang berada dalam gardu hampir tidak dapat menahan tawa
mereka mendengar ucapan yang amat mengejek dan menghina kepada dua orang jagoan
yang biasanya bersikap sombong itu. Mereka melihat betapa dua orang itu
terbelalak mendengar ucapan gadis berpayung merah. Thio Kwan marah sekali, akan
tetapi tentu saja dia tidak berani menyerang tamu majikannya karena Pangeran Cu
hanya berpesan agar dia menguji kelihaian tamu ini.
"Pangeran
memang mengutus kami menjemputmu, akan tetapi tidak sopan kalau engkau memasuki
gedung dengan memakai payung. Serahkan payungmu!"
katanya. Ang-mo Niocu menutup payungnya yang tadinya berkembang. "Payung ini tidak boleh terlepas dari tanganku!"
katanya. Ang-mo Niocu menutup payungnya yang tadinya berkembang. "Payung ini tidak boleh terlepas dari tanganku!"
"Hemm,
terpaksa aku akan merampasnya!" Setelah berkata demikian, dengan cepat
Thio Kwan menggerakkan tangan kanannya dan dia sudah menangkap payung yang
berada di tangan kiri gadis itu. Thio Kwan adalah seorang ahli lwee-keh (ahli
tenaga dalam) yang memiliki tenaga kuat sekali. Dia merasa yakin bahwa sekali
renggut saja dia akan mampu merampas payung itu dari tangan Ang-mo Niocu.
Akan tetapi alangkah kagetnya ketika dia
merasa betapa payung itu sama sekali tidak dapat dia tarik karena seolah melekat
dan berakar pada tangan kiri gadis itu. Dia mengangkat muka memandang wajah
gadis itu dan dengan penasaran sekali dia melihat gadis itu tersenyum- senyum
dan mengedipkan mata kepadanya! Jelas bahwa gadis itu menganggap dia ringan
sekali. Maka Thio Kwan mengerahkan seluruh tenaganya untuk menarik.
Namun tetap sia-sia. Karena marah, dia lalu
menggerakkan tangan kirinya untuk mencengkeram pergelangan tangan kiri gadis
itu. Akan tetapi cepat bagaikan kilat tangan kanan Ang-mo Niocu sudah mendahuluinya
menotok ke arah tangan kanannya yang memegang payung
. Seketika
dia merasa lengan kanannya lemas dan pedangnya terlepas. Dengan marah dia melanjutkan
cengkeraman tangan kirinya, kini tidak ke arah pergelangan tangan kiri lawan,
melainkan ke arah pundaknya!
"Plakk!"
Ang-mo Niocu menangkis dan tenaga saktinya demikian kuatnya sehingga Thio Kwan
merasa lengan kirinya nyeri sampai menembus tulang.
"Pergilah!"
Ang-mo Niocu berseru dengan bentakan nyaring, kakinya mencuat ke arah perut Si
Muka Mayat.
"Bukkk...!"
Tubuh tinggi kurus itu terlempar dan masih untung Thio Kwan mampu mengatur
keseimbangan tubuhnya sehingga jatuh berjongkok, tidak sampai terbanting!
"Wah,
hebat juga engkau, Nona! Coba hadapi siang-kiam (sepasang pedang) ini!" Yu
Kok Lan sudah mencabut siang- kiam dari punggungnya karena dia hendak menguji
kelihaian gadis itu dalam bertanding senjata. "Keluarkan senjatamu!" tantangnya,
dan dia sudah memasang kuda-kuda dengan menyilangkan sepasang pedangnya di atas
kepala sehingga tampak garang dan gagah sekali.
Ang-mo Niocu
tersenyum. Kini ia dapat menduga bahwa dua orang ini agaknya memang disuruh
oleh Pangeran Cu Kiong untuk mengujinya. Pangeran itu yang mengadakan kontak
dengan Jenderal Wu Sam Kwi tentu ingin merasa yakin akan kelihaian utusan
Jenderal Wu Sam Kwi.
Maka ia pun tersenyum menghadapi Y u Kok Lun yang tampak gagah itu. Ia menudingkan payungnya yang sesungguhnya merupakan pedang ke arah lawan dan berkata.
Maka ia pun tersenyum menghadapi Y u Kok Lun yang tampak gagah itu. Ia menudingkan payungnya yang sesungguhnya merupakan pedang ke arah lawan dan berkata.
"Majulah,
aku akan melawan sepasang pedangmu dengan payungku ini."
Tentu saja
Yu Kok Lun merasa dihina dan dipandang rendah. Masa siang-kiamnya yang tersohor
sehingga dia dijuluki Siang-kiam-sian (Dewa Sepasang Pedang) hanya akan dilawan
dengan sebuah payung merah, oleh seorang gadis muda" Ini namanya
keterlaluan!
"Nona,
memalukan kalau aku dengan sepasang pedangku melawan engkau yang hanya memegang
sebuah payung.
Biarlah aku menggunakan sebelah pedangku saja!" Setelah berkata demikian Yu Kok Lun menyimpan pedang kirinya dan hanya memegang pedang kanannya.
Biarlah aku menggunakan sebelah pedangku saja!" Setelah berkata demikian Yu Kok Lun menyimpan pedang kirinya dan hanya memegang pedang kanannya.
"Terserah,
engkau mau menggunakan sebatang, dua batang, atau sepuluh batang pedang. Aku
tetap cukup menggunakan payungku ini saja!"
Yu Kok Lun
mulai marah. "Sambutlah pedangku ini!" bentaknya, dan dia pun sudah
menyerang dengan dahsyat karena dia sudah menggunakan jurus paling ampuh dan berbahaya
karena dapat menduga bahwa lawannya bukan seorang lemah.
Pedangnya berkelebat dengan jurus serangan Kilat
Menyambar Atas Kepala. Pedang yang bergerak cepat sekali itu berubah menjadi
sinar putih yang menyambar ke arah kepala Ang-mo Niocu dengan bacokan dari
atas, seolah hendak membelah kepala itu menjadi dua!
"Wuuuss...!"
Pedang itu hanya membelah udara kosong karena dengan gerakan yang ringan dan
cepat sekali Ang-mo Niocu sudah mengelak ke samping. Yu Kok Lun menjadi penasaran
melihat betapa serangannya yang dahsyat tadi dapat dielakkan dengan amat mudah
oleh gadis itu.
Pedangnya
sudah menyambar lagi, kini membabat dari samping ke arah pinggang lawan.
Pinggang yang kecil ramping itu agaknya akan dapat terbabat putus oleh sambaran
pedang yang dahsyat itu karena pedang itu digerakkan dengan jurus
Giok-tai-wi-yiauw (Sabuk Kemala Melilit Pinggang)! Serangan ke dua ini cukup
berbahaya, maka Ang-mo Niocu menggerakkan payungnya menangkis.
"Tranggg...!"
Y u Kok Lun hampir berteriak saking kagetnya ketika pedangnya hampir terlepas
dari tangannya karena terpental oleh tangkisan yang amat kuat, bahkan kini ada sinar
merah menyambar pundaknya.
Dia cepat mengelak dan "brett...!"
baju di bagian pundaknya robek tertusuk ujung payung yang runcing! Maklum bahwa
payung itu ternyata merupakan senjata yang ampuh, Yu Kong Lun yang masih merasa
penasaran cepat mencabut pedang ke dua dan kini dia menyerang dengan
menggerakkan siang-kiam itu secara cepat sekali.
Akan tetapi
semua serangannya sia-sia karena begitu gadis itumenggerakkan payungnya, payung
itu menjadi perisai yang kuat sekali. Ternyata bahwa payung itu terbuat dari
semacam kulit yang sudah diolah sedemikian rupa sehingga menjadi lentur namun
amat kuat, mampu menahan senjata tajam tanpa robek sedikit pun.
Begitu sepasang pedang menyerang, payung
berkembang dan begitu sepasang pedang lawan terpental, payung menutup dan ujung
payung itu menyerang dengan tusukan seperti sebatang pedang!
Sebentar
saja Yu Kok Lun menjadi kewalahan dan terdesak, kebingungan.
Maka Ang-mo Niocu tidak menyia-ny iakan kesempatan, selagi lawan bingung oleh serangan payung berpedang, ia mengayun kakinya dan seperti juga apa yang dirasakan Thio Kwan tadi, perut Yu Kok Lun terkena tendangan kaki Ang-mo Niocu sehingga tubuhnya terlempar dan dia jatuh berdebuk di atas tanah.
Maka Ang-mo Niocu tidak menyia-ny iakan kesempatan, selagi lawan bingung oleh serangan payung berpedang, ia mengayun kakinya dan seperti juga apa yang dirasakan Thio Kwan tadi, perut Yu Kok Lun terkena tendangan kaki Ang-mo Niocu sehingga tubuhnya terlempar dan dia jatuh berdebuk di atas tanah.
Dua orang
jagoan itu kini harus mengakui kelihaian Ang-mo Niocu, maka mereka tidak berani
ma in-ma in lagi. Thio Kwan lalu maju memberi hormat dengan mengangkat kedua
tangan di depan dada, diikuti Y u Kok Lun dan dia berkata.
"Li-hiap
(Pendekar Wanita), maafkan kami karena sesungguhnya kami diutus Pangeran Cu
Kiong untuk menguji kelihaianmu. Sekarang mari kami antarkan Li-hiap menghadap Pangeran
Cu Kiong yang sudah lama menunggu kedatanganmu."
Ang-mo Niocu
tersenyum mengejek.
"Beginikah cara Pangeran Cu Kiong menyambut utusan sahabatnya" Aku mengerti akan maksudnya mengujiku, akan tetapi yang menyebalkan adalah kalian bukan hanya menguji, akan tetapi juga menghinaku dengan kekurangajaranmu.
"Beginikah cara Pangeran Cu Kiong menyambut utusan sahabatnya" Aku mengerti akan maksudnya mengujiku, akan tetapi yang menyebalkan adalah kalian bukan hanya menguji, akan tetapi juga menghinaku dengan kekurangajaranmu.
Maka kalian perlu mendapat hajaran agar lain
kali tidak berani menggangguku! Sambut ini!" Tiba-tiba kini Ang-mo Niocu menyerang
dengan tusukan payungnya yang tertutup.
Ujungyang runcing itu meluncur dan menusuk ke arah pundak Thio Kwan.
Ujungyang runcing itu meluncur dan menusuk ke arah pundak Thio Kwan.
Orang itu terkejut dan cepat mengelak, tusukan
itu luput akan tetapi tetap saja dia roboh dan mengeluh kesakitan.
Kemudian ujung payung itu menyerang Yu Kok Lun. Ahli siang-kiam yang masih memegang pedangnya ini cepat menangkis. "Trangg...!" Payung itu tertangkis, akan tetapi anehnya, Yu Kok Lun juga terkulai roboh dan merintih sambil memegangi pundaknya.
Kemudian ujung payung itu menyerang Yu Kok Lun. Ahli siang-kiam yang masih memegang pedangnya ini cepat menangkis. "Trangg...!" Payung itu tertangkis, akan tetapi anehnya, Yu Kok Lun juga terkulai roboh dan merintih sambil memegangi pundaknya.
Ternyata
pundak kedua orang ini terkena tusukan jarum yang terasa panas dan pundak
mereka sampai lengan menjadi kaku dan lumpuh! Jarum beracun! Jarum-jarum itu keluar
dari ujung payung dan merupakan senjata rahasia yang amat ampuh dari gadis suku
Yao yang lihai ini.
Hal ini tidak mengherankan karena Ang-mo Niocu adalah murid Lam-hai Cin-jin. Datuk Selatan yang sakti.
Hal ini tidak mengherankan karena Ang-mo Niocu adalah murid Lam-hai Cin-jin. Datuk Selatan yang sakti.
"Nah,
mari antar aku menghadap Pangeran Cu Kiong!" kata
Ang-mo
Niocu. Dua orang itu bangkit dengan wajah pucat dan mereka menyeringai karena
pundak mereka terasa nyeri bukan main, panas dan ngilu, juga kaku dan lumpuh
sampai ke ujung jari tangan.
Mereka tidak
berani membantah dan mendahului menuju ke gedung besar yang megah itu. Ang-mo Niocu
mengikuti mereka dari belakang dan tetap bersikap waspada.
Siapa tahu Pangeran Cu Kiong yang tampan gagah
itu masih akan mengujinya lagi!
Akan tetapi
tidak ada rintangan lagi dan setelah mereka memasuki ruangan tamu, Pangeran Cu
Kiong bangkit dari kursinya, tersenyum ramah menyambut gadis cantik dari selatan
itu. Akan tetapi dia mengerutkan alisnya ketika melihat dua orang jagoannya
masuk dengan wajah pucat dan menyeringai kesakitan dengan sebelah tangan
tergantung lumpuh.
"Ada apa dengan kalian" Apa yang
telah terjadi?" tanyanya dan karena dua orang jagoannya menundukkan kepala
tanpa menjawab, dia memandang wajah Ang-mo Niocu dengan sinar mata bertanya.
"Pangeran, Paduka tanyakan kepada mereka berdua saja apa yang menyebabkan
mereka menderita luka."
Pangeran Cu
Kiong memandang dua orang jagoannya dan mereka berdua yang menjadi ketakutan
mengingat betapa mereka telah menggoda gadis itu sehingga menjadi marah dan
melukai mereka, lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Pangeran Cu Kiong.
"Pangeran,
hamba berdua mengaku bersalah. Hamba kalah dan terluka oleh Li-hiap
ini...," kata Thio Kwan. Pangeran Cu Kiong merasa kagum akan tetapi juga
tak senang kepada gadis itu. Memang ia lihai sekali mampu mengalahkan dua orang
jagoannya, akan tetapi mengapa harus melukai mereka sedemikian beratnya.
"Ang-mo
Niocu, mereka hanya kami suruh mengujimu, mengapa engkau melukai mereka?"
Pangeran Cu Kiong menegur, biarpun ucapannya halus.
Ang-mo Niocu
tersenyum. "Pangeran, mereka melanggar perintah Paduka, mereka bukan
sekadar menguji akan tetapi juga bersikap tidak sopan kepada saya. Karena itu saya
melukai mereka dengan Ang-tok-ciam (Jarum Racun Merah). Kalau tidak saya beri obat
pemunah, lengan mereka yang sebelah akan mati selamanya. Biar mereka tidak
berani melanggar perintah Paduka lagi!"
Gadis itu
memang cerdik. Ia menghukum dua orang itu dengan alasan karena mereka melanggar
perintah Pangeran Cu Kiong, bukan karena mereka mengganggunya. Hal ini berarti
bahwa ia bertindak untuk membela pangeran itu!Mendengar ini, hati Pangeran Cu
Kiong merasa senang dan kini dia membentak dua orang jagoannya itu.
"Hayo
cepat kalian minta ampun kepada Ang-mo Niocu!" Dua orang itu tadi
mendengar bahwa mereka terluka oleh jarum beracun, menjadi semakin panik dan
mereka lalu berlutut di depan kaki Ang-mo Niocu.
"Mohon
ampun, Li-hiap. Kasihanilah kami dan mohon diberi obat pemunahnya!" Mereka
memohon bergantian. Ang-mo Niocu memandang kepada Pangeran Cu Kiong.
"Bagaimana,
Pangeran?" Pangeran itu mengangguk.
"Berikanlah obatnya, Niocu. Bagaimanapun
juga, mereka adalah pembantu-pembantuku yang setia kepadaku."
Ang-mo Niocu
lalu menghampiri mereka, menggunakan sin- kang (tenaga sakti) menyedot dua
batang jarum itu dari pundak mereka menggunakan telapak tangannya, kemudian ia menyerahkan
dua butir pel berwarna merah kepada mereka. "Telan ini dan kalian akan
sembuh." Thio Kwan dan Yu Kok Lun cepat menerima pel itu dan langsung
menelannya. Benar saja, mereka merasa betapa kekakuan dan rasa nyeri panas di
pundak mereka berkurang.
"Sekarang
keluarlah dan pesan kepada semua prajurit jaga agar kunjungan Li-hiap ini tidak
sampai diketahui orang luar.
Kalau sampai
beritanya bocor, ini tanggung jawab kalian dan hukumannya akan berat
sekali!"
Dua orang
itu membungkuk lalu keluar dari ruangan tamu. Pangeran Cu Kiong lalu menutupkan
daun pintu sehingga mereka dapat bicara berdua dengan aman, tanpa ada yang dapat
melihat atau mendengar mereka.
"Silakan
duduk, Niocu. Sekarang lebih dulu buktikanlah bahwa engkau memang benar utusan
dari Jenderal Wu Sam Kwi," kata Pangeran Cu Kiong sambil menatap wajah
cantik itu. Ang-mo Niocu tersenyum manis sekali, tampak deretan giginya yang
putih dan rapi, lalu ia duduk dan mengeluarkan sepucuk surat dari balik bajunya
di bagian dada!
"Pangeran,
saya sengaja minta surat dari Raja Muda Wu Sam Kwi agar Paduka tidak ragu
lagi."
Pangeran Cu
Kiong menerima kertas yang masih hangat karena lama berada di dada gadis itu.
Dia memang seorang laki-laki yang sudah biasa bergaul dan merayu wanita, maka sambil
tersenyum dia mendekatkan kertas surat itu ke hidungnya, mengendusnya lalu
berkata.
"Ahh...
harumnya...!"
Ang-mo Niocu
juga bukan seorang gadis yang belum pernah dirayu orang, maka ia tidak menjadi
malu, malah senyumnya melebar dan sinar matanya berkilau karena senangnya.
"Saya simpan surat itu baik-baik agar jangan sampai dilihat orang lain,
Pangeran."
Pangeran Cu
Kiong membaca surat itu. Surat dari Wu Sam Kwi itu menyatakan bahwa pihaknya
sudah siap untuk bekerja sama dengan Pangeran Cu Kiong dan untuk memperlancar hubungan,
dia mengirim Ang-mo Niocu sebagai utusan dan gadis itu sudah diberi wewenang
penuh untuk mengatur rencana bersama Sang Pangeran. Pangeran Cu Kiong merasa kagum
dan juga heran bagaimana seorang gadis muda seperti ini sudah diberi kekuasaan
penuh oleh Jenderal atau kini Raja Muda Wu Sam Kwi!
"Niocu
(Nona), dalam surat ini Jenderal Wu Sam Kwi telah memberi kekuasaan sepenuhnya
kepadamu untuk berunding dan mengatur rencana bersamaku. Niocu, apakah
kedudukanmu di sana maka dia begitu percaya kepadamu?" Kembali gadis yang kedua
pipinya merah tanpa yanci (bedak pemerah) tersenyum manis.
Tentu saja ia tidak mau mengaku bahwa walaupun ia tidak mau dijadikan selir, namun ia adalah seorang kekasih dari Wu Kan, seorang dari para putera Raja Muda Wu Sam Kwi.
Tentu saja ia tidak mau mengaku bahwa walaupun ia tidak mau dijadikan selir, namun ia adalah seorang kekasih dari Wu Kan, seorang dari para putera Raja Muda Wu Sam Kwi.
"Pangeran,
saya adalah murid dari Lam-hai Cin-jin. Datuk Selatan yang menjabat sebagai
Koksu (Guru Negara, Penasihat) Raja Muda Wu Sam Kwi. Karena Suhu sendiri mempunyai
banyak kesibukan dan tidak mungkin terlalu lama meninggalkan jabatannya, maka
Suhu minta kepada Raja Muda Wu untuk mengirim saya dan Raja Muda Wu menyetujuinya."
Pangeran Cu
Kiong mengangguk-angguk. Dia sudah mendengar tentang kesaktian Lam-hai Cin-jin.
Tidak mengherankan kalau gadis ini demikian lihai, kiranya murid Lam-hai
Cin-jin! Dia merasa girang sekali bahwa Jenderal Wu mengirim utusan yang
merupakan seorang gadis cantik manis dan lihai ilmu s ilatnya.
"Baik,
kami dapat menerimamu sebagai utusan Raja Muda
Wu Sam Kwi.
Nah, sekarang lebih dulu kauceritakan apa kesanggupan Raja Muda Wu untuk
membantu kami dan apa pula syarat-syaratnya."
"Pangeran,
Raja Muda kami telah menerima berita dari Pangeran dan beliau setuju untuk
membantu Paduka agar dapat merebut tahta kerajaan. Beliau sudah mengambil keputusan
untuk mengirim dua orang sakti yang dapat diandalkan, yaitu Guru saya sendiri
Lam-hai Cin-jin dan Susiok-couw (Kakek Paman Guru) Ngo-beng Kui-ong (Raja Setan
Lima Nyawa) yang memiliki kesaktian tinggi. Saya kira, dengan adanya mereka
yang akan datang ke sini dalam bulan ini juga akan dapat mengalahkan semua
musuh Pangeran.
Saya juga
akan membantu Paduka sekuat tenaga."
"Hemm,
Jenderal Wu Sam Kwi bersungguh-sungguh hendak membantu kami. Padahal dia
membenci bangsa Mancu kami. Tentu bantuan itu diberikan bukan dengan percuma.
Apa imbalan yang dimintanya?" tanya pangeran itu secara langsung dan terus
terang.
"Aih,
senang bicara dengan Paduka yang terbuka dan jujur.
Menurut Raja
Muda kami, beliau hanya menghendaki agar kekuasaan beliau diakui oleh Kerajaan
Ceng dan daerah kekuasaan beliau diperluas sampai ke daerah selatan Sungai Yang-ce."
Pangeran Cu Kiong terdiam. Permintaan yang terlalu berlebihan, pikirnya.
Masa minta
perluasan daerah yang lebih besar daripada yang telah dikuasai Jenderal Wu Sam
Kwi sekarang" Akan tetapi dia membutuhkan bantuan yang amat kuat. Mudah
saja nanti menghadapi Wu Sam Kwi kalau sudah tercapai ambisinya, menjadi Kaisar
Kerajaan Ceng! Pula, kalau dia menolak, otomatis gadis itu tentu akan pergi,
bahkan akan memusuhinya.
Padahal ia
demikian cantik jelita dan sikapnya begitu menantang! Dia merasa yakin benar
bahwa tidak akan sukar untuk menikmati kesenangan bersama gadis ini! Baru pandang
mata dan senyum bibirnya itu saja sudah mengandung tantangan yang
menggairahkan.
"Baiklah,
kami menerima permintaan imbalan itu. Kalau kami sudah berhasil menjadi Kaisar
sebagai pengganti mendiang Ayahanda Kaisar, pasti permintaan itu kami penuhi!"
"Nah, sekarang sebaiknya Paduka menceritakan segala keadaan di kota raja,
siapa musuh-musuh Paduka, apa yang telah terjadi, agar kita dapat
merundingkannya dan mencari jalan terbaik, mengatur rencana yang tepat untuk
mencapai kemenangan."
Pangeran Cu
Kiong tentu saja tidak tahu apa yang terdapat dalam benak Ang-mo Niocu pada
masa itu. Dia tidak tahu bahwa gadis itu adalah pengikut Wu Sam Kwi yang setia
dan diam-diam membenci Pemerintah Ceng, yaitu Pemerintah Mancu yang menjajah
hampir seluruh daratan Cina. Ia tentu saja mendukung Wu Sam Kwi yang tidak
pernah mau takluk kepada Pemerintah Ceng, bahkan selalu bercita-cita untuk mengusir
penjajah Mancu dari tanah air.
Akan tetapi
yang dibencinya adalah Pemerintah Ceng, kalau pribadi Pangeran Cu Kiong yang
begitu gagah dan tampan, tentu saja membuat ia tertarik dan ia tidak akan
melewatkan kesempatan baik untuk bersenang-senang dengan pria muda setampan dan
segagah itu begitu saja.
Seorang pangeran lagi! Dan dari sikap dan
sinar mata pangeran itu, Ang-mo Niocu yang sudah berpengalaman itu maklum benar
bahwa ia tidak bertepuk sebelah tangan!
Pangeran Cu
Kiong membutuhkan waktu untuk yakin benar bahwa tidak ada bahayanya dia
menceritakan segala yang terjadi dan semua keadaannya kepada gadis yang baru dijumpainya
itu, walaupun ia membawa surat dari Jenderal Wu Sam Kwi. Maka ia lalu tersenyum
dan berkata.
"Niocu,
sebaiknya engkau mengaso dulu, mandi dan berganti pakaian, engkau tampak lusuh
dan lelah, maklum baru saja berkelahi. Setelah engkau mandi dan berganti pakaian,
kita makan.
Nah, setelah
itu, kita bersantai dan nanti akan kuceritakan semuanya sehingga kita berdua
dapat membuat rencana dengan lebih nyaman."
Pangeran Cu
Kiong bertepuk tangan sebagai isyarat memanggil pelayan. Dua orang pelayan wanita
memasuki ruangan tamu itu dengan cepat. Mereka masih muda-muda dengan wajah dan
bentuk tubuh cukup menarik.
"Persiapkan
sebuah kamar tamu yang terbaik untuk Nona ini. Dan layani kalau ia ingin mandi
dan berganti pakaian.
Setelah
selesai, antarkan ia ke kamar makan dan suruh para pekerja di dapur menyiapkan
pesta kecil untuk menghormati Nona ini. Nah, sekarang antarkan ia ke kamar
tamu." Dia bangkit dan berkata kepada Ang-mo Niocu.
"Silakan, Niocu. Sampai jumpa nanti di kamar makan."
"Silakan, Niocu. Sampai jumpa nanti di kamar makan."
Gadis itu
tersenyum, membungkuk sebagai penghormatan lalu mengikuti dua orang pelayan itu
dengan langkah berlenggang-lenggok lemah gemulai. Pangeran Cu Kiong mengikuti
dari belakang dengan pandang matanya dan dia tersenyum senang.
Setelah
mandi, berganti pakaian dan bersolek sehingga ia tampak semakin cantik, Ang-mo
Niocu diantar seorang pelayan memasuki ruangan makan yang luas. Di situ telah menanti
Pangeran Cu Kiong yang juga sudah mandi dan berganti pakaian sehingga tampak
tampan sekali. Mereka lalu duduk berhadapan terhalang meja yang sudah penuh
dengan hidangan masakan bermacam-macam, semua masih mengepulkan uap sehingga
baunya yang sedap membuat perut menjadi semakin lapar.
Mereka
semakin akrab dan makan minum dengan gembira. Pangeran Cu Kiong senang sekali
mendapat kenyataan bahwa gadis itu pun kuat sekali minum arak. Mereka saling menyulangi
sampai menghabiskan beberapa cawan arak dan setelah hawa arak memasuki kepala
mereka, keduanya semakin akrab, makan minum sambil tertawa-tawa gembira.
Setelah
selesai makan, Pangeran Cu Kiong mengajak gadis itu bicara di dalam ruangan
tertutup. Dia lalu mulai menceritakan semua yang telah terjadi di kota raja,
tentang gerakan Pangeran Leng Kok Cun yang menjadi saingannya paling berat.
Kemudian tentang kematian Kaisar Shun Chi yang
terbunuh oleh Thaikam Boan Kit, akan tetapi T haikam itu sempat melarikan diri
dan tidak tertangkap.
"Hemm,
mengapa Thaikam Boan membunuh Kaisar?"
"Dia
juga kaki tangan Pangeran Leng Kok Cun!" kata Pangeran Cu gemas.
"Pembunuhan sia-sia, karena sebelum mati, Ayahanda Kaisar telah meninggalkan surat wasiat kepada puteri Pamanda Pangeran Ciu Wan Kong yang bernama Ciu Thian Hwa. Bahkan Thian Hwa telah menerima Tek-pai dari Kaisar karena ia te lah menyelamatkan Kaisar dari serangan lima orang pembunuh yang juga tentu dikirim oleh Pangeran Leng.
"Pembunuhan sia-sia, karena sebelum mati, Ayahanda Kaisar telah meninggalkan surat wasiat kepada puteri Pamanda Pangeran Ciu Wan Kong yang bernama Ciu Thian Hwa. Bahkan Thian Hwa telah menerima Tek-pai dari Kaisar karena ia te lah menyelamatkan Kaisar dari serangan lima orang pembunuh yang juga tentu dikirim oleh Pangeran Leng.
Maka, setelah
Kaisar wafat, T hian Hwa yang memegang Tek-pai dapat mempengaruhi semua orang
yang terpaksa harus tunduk. Lalu menurut surat wasiat itu, Pangeran Mahkota
Kang Shi yang akan diangkat menjadi kaisar baru. Pengangkatannya akan dilakukan
setelah lewat masa perkabungan seratus hari.
Sungguh
keadaan ini tidak menguntungkan sama sekali!"
"Hemm,
gadis bernama Ciu Thian Hwa itu lihai juga. Padahal ia adalah puteri seorang
pangeran."
"Ya, ia
puteri Pamanda Pangeran Ciu Wan Kong, jadi masih terhitung saudara sepupu
dengan aku. Ia sebelumnya memang terpisah dari ayahnya dan hidup di dunia
kang-ouw sebagai seorang pendekar berjuluk Huang-ho Sian-li."
"Apa..."!"
gadis itu terkejut sekali.
"Eh"
Engkau mengenalnya, Niocu?" Ang-mo Niocu mengangguk, "Saya pernah
bertemu dengannya, Pangeran, bahkan pernah bertanding dengannya."
"Engkau
kalah...?
"Ah,
tidak mungkin saya kalah oleh Huang-ho Sian-li, Pangeran!" kata Ang-mo
Niocu bangga. "Akan tetapi sebelum kami berkelahi lebih lanjut, ada yang
melerai.
Dia itu murid Siauw-lim-pai bernama Bu Kong Liang."
Dia itu murid Siauw-lim-pai bernama Bu Kong Liang."
"Bu
Kong Liang" Hemm, dia termasuk orang yang membantu Pamanda Pangeran Bouw
Hun Ki yang melindungi Adinda Pangeran Kang Shi." Dia lalu menceritakan
tentang hasil sidang yang diadakan setelah kaisar wafat.
"Selain
Kaisar Kang Shi yang masih anak-anak itu ditetapkan menjadi kaisar menurut
surat wasiat, juga pendamping atau penasihatnya ditentukan nanti setelah Pangeran
Kang Shi menjadi kaisar. Aku berani memastikan bahwa dia akan memilih Pamanda
Pangeran Bouw yang telah melindungi dan mendidiknya sejak kecil.
Menggemaskan
sekali!" "Tenanglah, Pangeran. Mari kita melihat posisi Paduka. Jelas
sekarang bahwa di sini ada tiga pihak yang bertentangan. Pertama tentu saja
pihak Pangeran Bouw yang melindungi Pangeran Mahkota, calon kaisar baru. Pihak
ke dua adalah Pangeran Leng, dan pihak ke tiga adalah Paduka sendiri. Benarkah gambaran saya
itu?"
"Benar."
"Nah,
sekarang mari kita melihat kekuatan semua pihak. Pertama kekuatan Pangeran
Bouw. Harap Paduka gambarkan kekuatan pihak ini."
"Pangeran
Mahkota sendiri baru berusia sekitar sebelas tahun dan dia tidak ada artinya.
Pangeran Bouw Hun Ki juga seorang yang lemah, seorang sastrawan.
Mereka didukung beberapa orang panglima dengan pasukannya, akan tetapi tidak semua.
Mereka didukung beberapa orang panglima dengan pasukannya, akan tetapi tidak semua.
Akan tetapi
Pangeran Kang Shi berada dalam lindungan yang amat kuat. Isteri Paman Pangeran
Bouw adalah seorang wanita sakti, kabarnya dahulu ketika muda ia juga seorang
pendekar berjuluk Sin-hong-cu. Mereka mempunyai dua orang anak, yang pertama
bernama Bouw Kun Liong dan yang ke dua bernama Bouw Hwi Siang.
Pemuda dan
gadis saudara-saudara sepupuku ini pun amat lihai karena digembleng oleh ibu
mereka sendiri.
Selain mereka, ada pula Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa itu, dan dibantu pula oleh dua orang murid Siauw-lim-pai, yaitu Bu Kong Liang dan Gui Siang Lin. Sudah terbukti bahwa kedudukan mereka amat kuat dan tempat perlindungan Pangeran Mahkota Kang Shi sulit ditembus."
Selain mereka, ada pula Huang-ho Sian-li Ciu Thian Hwa itu, dan dibantu pula oleh dua orang murid Siauw-lim-pai, yaitu Bu Kong Liang dan Gui Siang Lin. Sudah terbukti bahwa kedudukan mereka amat kuat dan tempat perlindungan Pangeran Mahkota Kang Shi sulit ditembus."
"Lalu
bagaimana dengan kekuatan pihak Pangeran Leng Kok Cun?" "Menurut para
penyelidikku, sebetulnya kekuatan Kakanda Pangeran Leng Kok Cun tidak berapa
hebat lagi. Dia memang telah mempunyai dukungan berupa beberapa orang pejabat tinggi
dan panglima, akan tetapi kekuatannya itu rontok setelah Thaikam Bong melarikan
diri karena membunuh
Ayahanda Kaisar sehingga dia tidak lagi memiliki sekutu yang berpengaruh di dalam istana. Aku juga heran mengapa dia begitu gegabah menyuruh Boan Thaikam membunuh Kaisar.
Ayahanda Kaisar sehingga dia tidak lagi memiliki sekutu yang berpengaruh di dalam istana. Aku juga heran mengapa dia begitu gegabah menyuruh Boan Thaikam membunuh Kaisar.
Setahuku,
kini orang-orang sakti yang mendukungnya tidaklah begitu mengkhawatirkan. Mereka
hanyalah Pat-chiu Lo-mo, Hui-eng-to Phang Houw, dan Liong-bu-pangcu Louw Cin dengan
anak buahnya, para anggota Liong-bu-pang."
"Hemm,
kalau begitu, dia bukan merupakan saingan berat,
Pangeran."
Pangeran Cu Kiong menghela napas panjang. "Bagi kami dia tetap berbahaya karena
sekarang kami tidak lagi mempunyai pendukung yang kuat.
Dahulu kami mempunyai Kam-keng Chit-sian, akan tetapi kini tinggal dua orang saja, yaitu Thio Kwan dan Yu Kok Lun yang telah kaurobohkan tadi.
Dahulu kami mempunyai Kam-keng Chit-sian, akan tetapi kini tinggal dua orang saja, yaitu Thio Kwan dan Yu Kok Lun yang telah kaurobohkan tadi.
Juga para
pejabat tinggi yang mendukungku tidak sebanyak mereka yang mendukung Pangeran
Leng. Karena itulah maka kami menghubungi Jenderal Wu Sam Kwi dan mengajak bekerja
sama."
Melihat wajah
pangeran itu tampak muram, Ang-mo Niocu berkata ramah dan menghibur.
"Jangan putus asa, Pangeran. Tidak percuma Paduka mengajak kami bekerja
sama. Saya kira, hal yang terpenting bagi Paduka sekarang adalah menyingkirkan
Pangeran Leng.
Kalau dia sudah tidak menjadi penghalang lagi, maka kita dapat mencurahkan semua tenaga dan perhatian untuk menghadapi Pangeran Mahkota yang dilindungi Pangeran Bouw.
Kita tunggu saja kedatangan Suhu dan Susiok-couw. Percayalah, semua pasti beres dan akhirnya Paduka pasti akan menang dan dapat menguasai tahta
Kalau dia sudah tidak menjadi penghalang lagi, maka kita dapat mencurahkan semua tenaga dan perhatian untuk menghadapi Pangeran Mahkota yang dilindungi Pangeran Bouw.
Kita tunggu saja kedatangan Suhu dan Susiok-couw. Percayalah, semua pasti beres dan akhirnya Paduka pasti akan menang dan dapat menguasai tahta
Kerajaan
Ceng." Hati Pangeran Cu menjadi lega dan girang sekali. "Ah,
Niocu, kalau
benar kata-katamu dan aku dapat mencapai cita- citaku menjadi Kaisar
menggantikan Ayahanda, aku tidak akan melupakan jasamu yang besar dan apa pun
yang kau minta, pasti akan kupenuhi!" Mendengar ini, tentu saja Ang-mo
Niocu menjadi girang sekali.
Pangeran ini lebih gagah dan lebih tampan dibanding Wu Kongcu atau Wu Kan putera Raja Muda Wu Sam Kwi, apalagi kalau Pangeran Cu dapat menjadi kaisar, tentu kedudukannya menjadi yang paling tinggi. "Benarkah janji itu, Pangeran?""Tentu saja benar, dan janji seorang calon kaisar pasti tidak akan dilanggar. Katakan, apa yang kauminta kalau kelak perjuangan kita berhasil?"
Pangeran ini lebih gagah dan lebih tampan dibanding Wu Kongcu atau Wu Kan putera Raja Muda Wu Sam Kwi, apalagi kalau Pangeran Cu dapat menjadi kaisar, tentu kedudukannya menjadi yang paling tinggi. "Benarkah janji itu, Pangeran?""Tentu saja benar, dan janji seorang calon kaisar pasti tidak akan dilanggar. Katakan, apa yang kauminta kalau kelak perjuangan kita berhasil?"
"Maaf,
Pangeran, tentu Paduka sudah mempunyai isteri, seorang calon permaisuri,
bukan?" tanya gadis itu sambil mengerling tajam penuh arti dan tersenyum
manis. Pangeran Cu Kiong tertawa. "Ha-ha, aku belum mempunyai isteri,
hanya ada beberapa orang selir, Niocu. Apa maksudmu
menanyakan
hal itu? Wajah yang manis itu berubah kemerahan. "Aih, tidak apa- apa,
Pangeran, saya hanya... eh, saya juga belum menikah...."
"Ha-ha-ha!
Benarkah itu yang kelak kauminta itu" Engkau ingin menjadi isteriku,
menjadi calon permaisuri?"
"Seorang
manusia harus memiliki cita-cita yang tinggi, Pangeran. Kalau Paduka bercita-cita
menjadi kaisar,
Apa Salah kalau saya
juga bercita-cita menjadi permaisuri?"
Pangeran Cu
Kiong gembira sekali. Dia bangkit dan maju merangkul gadis itu dan menciumnya.
Ang-mo Niocu tidak menolak bahkan membalas dengan mesra.
"Jangan
khawatir, Niocu... eh, siapakah namamu, manis?"
"Nama
saya Yi Hong, Pangeran."
"Yi
Hong, aku berjanji bahwa kalau kelak engkau berhasil membantu aku menjadi kaisar,
engkau akan kuangkat menjadi permaisuriku. Mari kuperkenalkan dengan para selir
dan pelayan di istanaku ini, Hong-moi (Dinda Hong)!" Cu Kiong menggandeng
tangan gadis itu dengan mesra dan diajaknya masuk ke bagian dalam gedung itu.
Dia
memperkenalkan Yi Hong atau Ang-mo Niocu kepada lima orang selirnya yang kesemuanya
masih muda dan cantik, dan memperkenalkan pula kepada para pelayan dan pengawal
sebagai tunangannya! Dia memerintahkan kepada mereka semua agar menghormati dan
menaati semua perintah gadis itu.
"Semua
perintah Niocu harus ditaati seperti perintahku sendiri," katanya.
"Siapa melanggar akan dihukum berat."
"Siapa melanggar akan dihukum berat."
Diam-diam
Thio Kwan dan Yu Kok Lun menjadi terkejut sekali. Tadi mereka bersikap kurang
hormat kepada gadis itu dan untung mereka tidak menerima hukuman berat.
Tentu saja
Ang-mo Niocu Yi Hong sendiri tidak pernah menduga bahwa pangeran yang tampan
dan cerdik itu hanya hendak memanfaatkan dirinya sebagai kekasih yang menggairahkan
dan sebagai pembantu yang memiliki ilmu s ilat tinggi. Sedikit pun tidak ada
niat di hati Pangeran Cu Kiong untuk mengambil seorang gadis kang-ouw yang liar
dan kasar sepertinya, apalagi yang bersuku bangsa Yao, menjadi permaisuri kelak
kalau dia berhasil menjadi kaisar!
Belasan hari
kemudian. Suasana berkabung masih meliputi kota raja.
Dalam masa perkabungan selama seratus hari itu tidak ada penduduk yang berani mengadakan pesta dan bersenang-senang. Bahkan mereka yang hendak mengadakan perayaan pernikahan anak mereka pun terpaksa diundur sampai lewatnya masa perkabungan kematian kaisar itu.
Dalam masa perkabungan selama seratus hari itu tidak ada penduduk yang berani mengadakan pesta dan bersenang-senang. Bahkan mereka yang hendak mengadakan perayaan pernikahan anak mereka pun terpaksa diundur sampai lewatnya masa perkabungan kematian kaisar itu.
Pangeran
Leng Kok Cun, seperti juga Pangeran Cu Kiong,merasa penasaran dan marah sekali.
Semua usahanya telah gagal sama sekali. Memang, usahanya membunuh ayahnya sendiri
yang dilakukan Thaikam Boan, berhasil.
Kaisar terbunuh dan Thaikam Boan dapat
melarikan diri sehingga tidak tertawan dan tidak membongkar rahasianya, akan
tetapi hasilnya sama saja. Sama sekali tidak menguntungkan baginya.
Malah lebih payah lagi. Ternyata ayahnya meninggalkan
surat wasiat yang mengangkat Pangeran Kang Shi menjadi pengganti Kaisar! Dan
lebih celaka lagi, dia tidak dapat memaksa agar dirinya dijadikan pelindung dan
pendamping adiknya, Pangeran Kang Shi yang masih kecil itu.
Yang menjadi
halangan adalah Pangeran Bouw Hun Ki, dan tentu saja Ciu Thian Hwa! Sialan,
ayahnya sebelum mati memberi Tek-pai kepada Ciu Thian Hwa sehingga gadis itu dapat
mempengaruhi semua orang yang takut kepada pemegang Tek-pai.
Dan dia pun kembali tidak berdaya!
Kini,harapan menjadi pengganti Kaisar lenyap, bahkan harapan menjadi pendamping adiknya pun sia-sia! Dia marah sekali dan memutar otak untuk mencari jalan yang baik agar ambisinya tercapai.
Kini,harapan menjadi pengganti Kaisar lenyap, bahkan harapan menjadi pendamping adiknya pun sia-sia! Dia marah sekali dan memutar otak untuk mencari jalan yang baik agar ambisinya tercapai.
Malam itu
gelap sekali. Tidak ada bulan, ditambah adanya awan mendung membuat malam itu
gelap gulita karena tiada bintang yang tampak. Langit merupakan kehitaman pekat
dan hanya sekali-kali saja tampak cahaya halilintar disusul suara guntur yang
terdengar lapat-lapat saking jauhnya.
Pangeran
Leng Kok Cun mengadakan rapat dengan para pembantunya di ruangan tertutup dalam
gedungnya. Yang hadir adalah Pat-chiu Lo-mo, kakek berusia enam puluh tiga tahun
yang tubuhnya kurus bongkok dan mukanya buruk. Pat-chiu Lo-mo ini bernama Cio
Kiat, seorang tokoh sesat dunia kang-ouw di bagian Utara.
Senjatanya
adalah sebatang tongkat, sebuah Yang-liu-san (Kipas Cemara) dan beberapa buah
hui-to (pisau terbang) terselip di pinggangnya. Tokoh ini memang merupakan
pembantu setia sejak dulu dari Pangeran Leng dan dialah yang mencarikan
jagoan-jagoan yang mau mendukung Pangeran Leng dengan janji yang muluk-muluk kalau
usaha pangeran itu berhasil.
Orang kedua
yang hadir adalah seorang pembantu baru.Tokoh ini seorang datuk besar yang amat
lihai, berjuluk Bu-lim Sai-kong (Kakek Singa Rimba Persilatan).
Usianya sekitar enam puluh tahun, tubuhnya tinggi besar seperti raksasa, rambut kepalanya kemerahan terurai sebagian menutupi mukanya yang merah sehingga muka itu mirip muka seekor singa.
Usianya sekitar enam puluh tahun, tubuhnya tinggi besar seperti raksasa, rambut kepalanya kemerahan terurai sebagian menutupi mukanya yang merah sehingga muka itu mirip muka seekor singa.
Di
pinggangnya tergantung sebatang golok gergaji besar dan Bu-lim Sai-kong ini
selain memiliki tenaga besar dan ilmu goloknya berbahaya sekali, juga dia
memiliki tenaga besar dan ilmu goloknya berbahaya sekali, juga dia memiliki sin-kang
yang kuat dan mahir pula menggunakan ilmu sihir.
Dia amat
dihormati Pat-chiu Lo-mo yang berhasil menariknya untuk membantu Pangeran Leng
karena Pat-chiu Lo-mo yang lihai itu maklum bahwa tingkat kepandaian Si Muka
Singa ini jauh lebih kuat dan lebih tangguh daripada tingkat kepandaiannya
sendiri!
Adapun dua
orang lagi yang hadir adalah Phang Houw yang berjuluk Hui-eng-to (Golok Garuda Terbang)
karena dia terkenal dengan ilmu goloknya Hui-eng- to-hoat yang cukup dahsyat.
Tubuhnya gemuk pendek dengan wajah bundar kekanak-kanakan, akan tetapi
gerak-geriknya sombong.
Dan seorang
bertubuh tinggi kurus, usianya sebaya dengan Phang Houw, sekitar empat puluh
empat tahun. Si Tinggi Kurus ini bernama Louw Cin dan dia adalah ketua perkumpulan
Liong-bu-pang dari kota Tui-lok.
Dia pun
sudah lama bergabung dengan Pat-chiu Lo-mo, bahkan mengerahkan anak buahnya
para anggota Liong-bu-pang sebanyak kurang lebih lima puluh orang yang selalu
bersiap membantu Pangeran Leng. Louw Cin ini terkenal dengan senjata ruyung
besinya yang berduri dan tampak
menyeramkan.
Mereka
berlima duduk mengelilingi sebuah meja besar,berunding sambil minum-minum.
Pangeran Leng sudah mengambil keputusan nekat. Malam itu dia akan mengerahkan para
pembantunya untuk membunuh Pangeran Bouw Hun Ki dan Ciu Thian Hwa, karena dua
orang inilah yang merupakan penghalang utama sehingga dia tidak dapat menguasai
kerajaan dengan menjadi pendamping dan penasihat adiknya yang diangkat menjadi
kaisar, yaitu Pangeran Kang Shi yang masih kecil.
Kalau dia
dapat menjadi pelindung atau pendamping calon kaisar yang masih kanak-kanak
itu, sama saja dengan dia sendiri yang menjadi kaisar dan memimpin pemerintah.
Kalau sudah begitu, segala hal dapat dia atur sesukanya, bahkan mudah saja
untuk kemudian melenyapkan Kaisar Kang Shi yang masih kanak-kanak sehingga dia
sebagai kakaknya tentu dapat menggantikannya menjadi kaisar, apalagi kalau dia
sudah menjadi pendamping kaisar!
Perebutan
kekuasaan terjadi di mana-mana. Setiap orang memiliki keinginan untuk mendapat
kekuasaan, baik hal itu terjadi di dalam keluarga, di dalam masyarakat,
perkumpulan, perusahaan, di antara karyawan, sampai ke para pembesar dan
pejabat. Untuk memperebutkan kekuasaan, manusia dapat bertindak apa saja.
Tujuan
menghalalkan segala cara! Untuk mencapai tujuan itu, segala cara licik dan
kejam dilakukan orang. Bahkan terjadi saling bunuh antara saudara, antara
bangsa, sampai menjalar kepada perang antar bangsa.
Semua demi
memperoleh kekuasaan!
Yang menang itu berkuasa, dan yang berkuasa itu pasti benar dan senang. Jadi, memperebutkan kekuasaan itu pada hakekatnya untuk mencari kesenangan dan kesenangan biasanya bisa diperoleh dengan uang.
Yang menang itu berkuasa, dan yang berkuasa itu pasti benar dan senang. Jadi, memperebutkan kekuasaan itu pada hakekatnya untuk mencari kesenangan dan kesenangan biasanya bisa diperoleh dengan uang.
Dengan
sendirinya, permusuhan, perang, perebutan kekuasaan itu tiada lain hanyalah
memperebutkan harta karena harta mendatangkan kesenangan!
Andaikata
kekuasaan yang diperebutkan itu tidak mendatangkan uang, adakah kiranya orang
yang memperebutkannya"
Kedudukan atau kekuasaan sebagai pengurus perkumpulan sosial yang biasanya tidak mendatangkan keuntungan uang, tidak pernah diperebutkan, bahkan dia yang ditunjuk mencari berbagai alasan untuk menolaknya.
Kedudukan atau kekuasaan sebagai pengurus perkumpulan sosial yang biasanya tidak mendatangkan keuntungan uang, tidak pernah diperebutkan, bahkan dia yang ditunjuk mencari berbagai alasan untuk menolaknya.
Akan tetapi
sebuah kedudukan atau kekuasaan yang akan mendatangkan banyak uang, pasti
menjadi rebutan!
Kekuasaan dapat membuat seseorang menjadi gila kekuasaan.
Kekuasaan dapat membuat seseorang menjadi gila kekuasaan.
Merasa
dirinya paling atas dan biasanya hal ini mendatangkan ketinggian hati dan
melahirkan tindakan sewenang-wenang.
Terutama sekali, orang yang memegang kekuasaan selalu dirubung penjilat-penjilat yang ingin mendapatkan bagian dari keuntungannya berupa harta.
Terutama sekali, orang yang memegang kekuasaan selalu dirubung penjilat-penjilat yang ingin mendapatkan bagian dari keuntungannya berupa harta.
Kenyataan seperti
ini terdapat di sepanjang jaman dan terjadi pada para penguasa, sejak jaman
dahulu sampai sekarang.....
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment