Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Pedang Pusaka Naga Putih
Jilid 11
TIDAK hanya
pihak penyerbu, pihak tuan rumah juga merasa heran. Bahkan ketiga tokoh
Ngo-lian-pai juga menghentikan serangan masing-masing. Dengan surat di tangan
dan tindakan kaki tetap dan sikap mengancam Tan Cianbu menghampiri ketiga tokoh
Ngo-lian-pai.
"Cuwi
silakan baca ini dan lihat betapa jahat dan palsunya orang-orang yang cuwi
bela!"
Lo Thong
mengambil surat itu dan sehabis membacanya ia memberikan surat itu kepada Ang
Gwat Niang-niang dengan wajah merah padam. Pertapa wanita itu membaca dengan
tenang tapi sehabis membaca surat itu ia berpaling kepada ketiga muridnya
dengan mata berapi.
"Biauw
Niang, apa artinya ini? Kalian hendak memberontak dan membantu perbuatan
terkutuk? Jadi kau sudah tipu gurumu sendiri untuk memusuhi para hohan ini?”
Suara ini
merdu dan nyaring tapi di dalamnya mengandung kebengisan hebat hingga Biauw
Niang menjadi gemetar ketakutan.
"Subo...
teecu tidak... tidak berani berbuat begitu. Yang membawa rencana dan
berhubungan langsung dengan Co Taijin adalah Kek Kong susiok!"
Ang Gwat
Niang-niang memandang Kek Kong Tojin dengan mata mengandung pertanyaan dan tuntutan.
Tapi yang dipandang hanya tertawa lalu berkata,
"Suci,
apakah suci takut menghadapi penjahat-penjahat ini? Kalau takut dan tidak mau
membantu, silakan suci dan suheng pulang kembali ke gunung saja, biar aku
menghadapinya sendiri!"
"Kek
Kong, kau tersesat!" Lo Thong Sianjin membentak.
"Biauw
Niang, kalian bertiga membuat malu gurumu. Mulai saat ini kalian bukanlah anak
murid Ngo-lian-pai lagi!"
"Cuwi,
maafkan pin-ni yang tertipu," kata Ang Owat Niang-niang sambil menjura
kepada pihak tuan rumah, kemudian ia tersenyum kepada Han Liong dan Pauw Lian,
"Kalian Pek Liong dan Ouw-Liong sungguh gagah. Giok Ciu dan Sin Wan
beruntung sekali bisa mendapat murid seperti kailan. Kalau bertemu kedua guru
kalian, sampaikan salamku kepada mereka!" Kemudian sekali berkelebat, Ang
Gwat Niang-niang lenyap dari pandangan, hanya masih terdengar suaranya
memanggil, "Ayoh, suheng!”
Lo Thong
tertawa sambil menjura kepada Khouw Sin Ek dan berkata dengan suara tak puas.
"Aku telah berkenalan dengan kepalan dewa, tapi sayang belum kenyang kita
mengadu kepalan terpaksa harus berakhir sampai disini. Khouw Lojin, kalau ada
kesempatan jangan lupa padaku untuk mencoba dan melanjutkan pertempuran
ini."
"Ha ha
ha! Lo Thong toyu, kau serakah sekali. Baik-baik! Lain kali kalau ada
kegembiraan pasti aku mengunjungi gunungmu."
Lo Thong
menjura lagi lalu melompat pergi menyusul sumoinya.
Sementara
itu, karena tidak dapat menahan marahnya lagi, Tan Cianbu berteriak
memerintahkan kawan-kawannya, "Serbu pemberontak dan penghianat-penghianat
ini!"
Goloknya
terayun membacok Kek Kong Tojin yang menangkisnya dengan toyanya. Un Kiong
melompat mendekati ayahnya. “Ayah biarkanlah aku menghajar imam yang jahat
ini!"
Tan Cianbu
maklum bahwa anaknya mempunyai kepandaian yang lebih tinggi darinya, maka ia
tertawa dan berkata, "Hati-hati, Un Kiong!" Lalu ia pimpin
kawan-kawannya berbalik menghantam Cek Kong Tojin dan kawan-kawannya!
Sebaliknya,
pihak Han Liong dan kawan-kawannya menjadi bingung karena musuh telah saling
gempur sesamanya. Tapi tiba-tiba Han Liong berkata, "Telah diputuskan
untuk membasmi para durna dulu. Nah, mereka inilah kaki tangan durna. Ayoh
bantu Tan Cianbu!”
Lie Bun Tek
segera terjun lagi dalam pertempuran, membantu Un Kiong, sedangkan Han Liong
dan Pauw Lian menyerang ketiga siluman wanita dengan sengit. Juga Hong Ing
tidak mau tinggal diam. Ia memutar siang-kiamnya dan maju melabrak musuh.
Tetapi beberapa orang dari fihak tuan rumah yang tidak mau ikut campur urusan
orang lain tinggal diam saja menjadi penonton.
Keadaan
kedua fihak tidak seimbang maka sebentar saja korban yang berjatuhan di fihat
Kek Kong Tojin memenuhi tempat itu. Pek-liong Pokiam dan Ouw-liong Pokiam
mengamuk dengan hebatnya dan di mana saja pedang warna hitam dan putih
berkelebat, maka pasti ada yang korban jatuh tanpa dapat menjerit lagi.
Ketika Han
Liong dan Pausw Lian sedang mengamuk hebat dan merasa gembira melihat hasilnya,
tiba-tiba ada angin bertiup keras dan Han Liong dan Pauw Lian merasa ada tenaga
raksasa yang menahan pedang mereka!
Mereka
terkejut sekali tetapi tak dapat menahan tarikan itu sehingga dalam sekejap
mata kedua pokiam itu terlepas dari tangan dan terbang entah ke mana! Selagi
mereka terheran-heran, dari atas melayang sehelai kertas putih. Han Liong
segera memungutnya dan bersama Pauw Lian membacanya.
Alangkah
terkejut mereka dan tiba-tiba saja mereka merasakan seluruh muka panas karena
malu. Han Liong dan Pauw Lian memandang sekeliling. Juga mereka yang sedang
bertempur, semua berdiri terheran-heran dengan mulut ternganga karena semua
senjata mereka dengan tiba-tiba saja lenyap dari tangan mereka tanpa mereka
ketahui siapa yang merampasnya!
Hanya Khouw
Sin Ek saja yang menjura ke arah barat dan berkata keras, "Siansu dan
Suthai, terima kasih atas bantuan kalian. Silakan singgah di tempat kami yang
kotor!"
Tiba-tiba
dari jauh terdengar suara yang keras bergema, "Khouw Toyu, ada kau orang
tua, kami tak perlu khawatir, semua pasti selesai. Maafkan kami mengganggu dan
tak dapat mampir. Selamat tinggal!”
Khouw Sin Ek
hanya geleng-geleng kepala dan menghela napas! Han Liong dan Pauw Lian berlutut
dan menyebut 'Suhu!'
Hanya Khouw
Sin Ek saja yang dapat melihat gerakan Kam Hong Siansu dan Kui Giok Cu Suthai
yang datang berdua dan merampas semua senjata dari mereka yang sedang
bertempur. Bahkan Kam Hong Siansu telah meninggalkan sepucuk surat kepada Han
Liong dan Pauw Lian! Melihat hal itu, Khouw Sin Ek menghampiri kedua anak muda
itu dan bertanya.
"Surat
apakah yang kalian terima? Pesanan Siansu?"
Sambil
menundukkan kepala Han Liong memberikan surat kepada Khouw Sin Ek yang
membacanya:
Han Liong!
Sudah terlampau banyak darah mengalir. Hentikanlah pertempuran. Belum waktunya
menggulingkan kekuasaan yang memerintah. Tiba saatnya akan runtuh sendiri. Pek
Liong sudah bertemu Ouw Liong, maka kami minta kembali. Sebagai gantinya kau
mendapat Pauw Lian dan dia mendapat kau. Kami memberi doa restu, jadilah kalian
suami isteri yang bahagia dan bijaksana. Terima kasih kepada Khouw toyu yang
telah sudi menjadi perantara!
Tertanda Kam
Hong Siansu Kui Giok Ciu Suthai.
Khouw Sin Ek
tertawa geli tiada terhingga. "Ah, sungguh pintar orang tua itu!"
Kemudian ia berpaling kepada semua orang. "Hai, cuwi yang terhormat. Kami
sebagai tuan rumah di gunung ini mengharap hendaknya agar cuwi jangan membikin
kotor tempat ini dengan pertumpahan darah selanjutnya! Para enghiong yang
merasa tertipu oleh biang keladi pemberontakan dan sudah menjadi sadar, harap
kembali ke tempat masing-masing dan mengubah kekeliruan masing-masing. Para
pahlawan yang setia kepada negara harap mengurus hal ini melalui saluran
tertentu. Dan kau, Kek Kong, dengan ketiga muridmu, kalau ingin selamat
hentikanlah kesesatanmu, karena kalau tidak, biar kali ini lolos dari bencana,
pasti lain kali akan mengalami mala petaka!"
"Kau
sombong, Khouw lojin. Memang, kuakui bahwa kali ini kami kalah. Orangmu telah
dapat merampas senjata kami. Tapi lain kali tentu aku hendak membalas hormat
padamu!"
Kemudian
saikong itu menggandeng tangan ketiga keponakan muridnya itu dan membawa mereka
lari turun gunung. Semua orang bubar sambil membawa kawan-kawan mereka yang
terluka dan terbinasa. Tapi Khouw Sin Ek menahan Tan Cianbu yang memang telah
dikenalnya baik.
"Khouw
lo-enghiong. Sekarang aku mengerti mengapa Un Kiong berlaku demikian
ketolol-tololan, tentu ini adalah kau orang tua yang mengajarnya!" kata
Tan Cianbu sambil tertawa.
Khouw Sin Ek
tertawa. "Tapi, bagaimana pendapatmu tentang puteramu? Puaskah kau
melihatnya?"
"Terima
kasih atas didikanmu kepadanya, Khouw lo-enghiong," jawab Tan Cianbu.
"Tidak
cukup dengan terima kasih saja, cianbu. Sekarang aku hendak memajukan diri
menjadi perantara untuk perjodohan Un Kiong."
"Perjodohan?
Ia masih sangat muda!"
"Tidak
terlalu muda untuk mendapat jodoh yang cocok dan baik."
"Siapakah
nona yang kau puji-puji itu?"
"Bukan
lain ialah nona Lie Hong Ing yang memberimu surat tanda pemberontakan
tadi."
"O
dia...??"
Memang
semenjak bertemu di taman dan melihat kegagahan sikap gadis itu dan
kecantikannya. Tan Cianbu sudah merasa suka, maka ia segera menyatakan
persetujuannya hingga Khouw Sin Ek menjadi girang sekali. Han Liong segera
ditemui dan ketika diminta pendapatnya, Han Liong hanya mengangguk sambil
tersenyum girang.
"Memang
mereka berdua itu jodoh masing-masing. Kalau bukan saudara Un Kiong, siapa lagi
yang sanggup menundukkan Hong Ing?"
Ketika Hong
Ing diberitahu oleh Pauw Lian yang mendapat tugas menyampaikan kepada gadis
ini, Hong Ing menghujani tubuh Pauw Lian dengan cubitan sehingga Pauw Lian
mengaduh-aduh dan lari. Hong Ing mengejarnya, tapi Pauw Lian berteriak,
"Tan
Kongcu... Tan Kongcu... tolong aku, Ing-moi nakal sekali...!"
Terpaksa
Hong Ing cepat-cepat bersembunyi didalam kamar sendiri, takut kalau-kalau Un
Kiong benar-benar muncul pada saat itu!
Sementara
itu, perjodohan antara Han Liong dan Pauw Lian tak menemui kesulitan. Kedua
guru masing-masing sudah setuju, kedua orang yang bersangkutan juga setuju,
sedangkan pada waktu itu, semua guru dan bibi Han Liong pun berada di situ pula
dan mereka bahkan menerima warta ini dengan girang sekali. Adapun Pauw Lian,
karena ia yatim piatu, maka cukup diwakili oleh Pauw Kim Kong yang menjadi
keluarga satu-satunya.
***************
Demikianlah,
sebulan kemudian, di Beng-san dilangsungkan perkawinan dua pasang mempelai, Tan
Un Kiong dengan Lie Hong Ing, dan Si Han Liong dengan Pauw Lian. Ketika upacara
dilangsungkan, tiada hentinya mereka berempat saling goda sehingga menambah
keramaian dan kemesraan pesta itu.
Selanjutnya,
Hong Ing tinggal dengan suaminya di rumah mertuanya yang telah meletakkan
jabatan dan pulang ke kampung, sedangkan Han Liong dan isterinya tinggal di Kam
hong-san atas permintaan guru-guru dan bibinya. Biarpun kedua pokiam telah
ditarik kembali oleh gurunya masing-masing, namun mereka berdua terus berlatih
ilmu pedang Pek liong Kiamsut dan Ouw-Liong Kiamsut, bahkan mereka berusaha
menggabungkan kedua ilmu pedang ini.
Hidup mereka
penuh kebahagiaan karena sebagai bengcu Han Liong dikenal oleh seluruh hohan di
kalangan kang-ouw yang datang mengunjungi, juga mereka sering turun gunung
untuk mengunjungi sahabat-sahabatnya.
Hong Ing pun
hidup bahagia dengan suaminya yang sangat menyintainya, dan dari Un Kiong, Hong
Ing mendapat bimbingan ilmu silat tinggi sehingga ia memperoleh kemajuan pesat
sekali. Seperti juga Han Liong suami isteri, Un Kiong suami isteri ini juga
sering melakukan perjalanan mengunjungi sahabat-sahabat untuk meluaskan
pengalaman dan dimana saja mereka tak pernah lupa mengeluarkan tangan dan
menggunakan kepandaian mereka untuk membantu fihak lemah yang tertindas dan
membasmi orang-orang jahat yang mengacaukan rakyat jelata.
Sesuai
dengan petunjuk Kam Hong Siansu, untuk sementara Han Liong dan kawan-kawannya
menghentikan gerakan mereka sambil menanti suasana melihat keadaan pemerintah.
Yo Leng In atau Yo Toanio, bibi Han Liong, ikut keponakannya tinggal di
Kam-hong-san dan janda ini melewati sisa hidupnya dengan menumpang dan ikut
merasakan kebahagiaan hidup Han Liong dan Pauw Lian.
Hampir
sebulan sekali atau lebih sering lagi, kalau tidak Han Liong dan isterinya
mengunjungi kampung Un Kiong yang tidak jauh dari Kam hong-san, tentu Un Kiong
dan Hong Ing yang naik ke Kam-hong-san untuk mengunjungi kakaknya yang tercinta
itu, di mana pada tiap pertemuan mereka mengobrol dengan gembira-ria!
T A M A T
***** Sahabat Karib.com *****
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment