Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Pedang Pusaka Naga Putih
Jilid 10
Hong Ing
sudah merasa lemas. Sejam lebih kedua orang ita beradu pedang dan Hong Ing tak
berdaya apa-apa. Maksud hatinya hendak memilah tapi ia tak berani sembarangan
maju. Maka diam-diam ia mulai merasa menyesal akan perbuatannya dan dengan tak
disengaja dari kedua matanya mengalir air mata yang membanjiri kedua pipinya.
Tiba-tiba ia merasa sebuah tangan yang kuat meraba lengannya dengan sentuhan
halus dan terdengar suara beibisik,
"Cici
Hong Ing kenapa menangis? Mereka tak bertempur sungguh-sungguh, jangan kau
khawatir."
Mendengar
kata-kata ini. Hong Ing menjadi demikian girang hingga ia lupa untuk
mengherankan Un Kiong yang tiba-tiba itu. Ia pegang lengan pemuda itu dengan
keras.
"Benar-benarkah
mereka berkelahi tidak sungguh-sungguh!”
Senyum manis
terbayang di wajah Un Kiong yang tampan itu. "Mereka hanya bermain-
main!"
Setelah
hatinya tenang kembali, barulah Hong Ing ingat betapa mesranya ia saling
berpegangan lengan dengan Un Kiong. Cepat-cepat ia melepaskan tangannya dan
mundur dua langkah lalu tunduk kemalu-maluan.
Memang Un
Kiong berkata benar. Biarpun keduanya merasa penasaran dan ingin sekali menang,
namun mereka menjaga benar agar pedang mereka jangan sampai saling melukai.
Pernah ujung pedang Pek-Liong Pokiam menyambar leher Pauw Lian yang halus, tapi
sebelum menyentuh kulitnya, pedang itu telah dirobah gerakannya ke atas hingga
sebaliknya hanya merobek kain pengikat rambut saja.
Sedangkan
ketika ujung Ouw-liong Pokiam menyambar dan hampir menembus jantung dalam dada
kiri Han Liong, pedang itu ditahan demikian rupa oleh Pauw Lian hingga
akibatnya hanya merobek baju Han Liong di bagian bahu kiri saja.
Un Kiong
yang sejak tadi dengan diam-diam menonton pula, dapat melihat hal ini. Kemudian
ia melihat betapa Hong Ing tiba-tiba menangis. Biarpun tadinya ia merasa malu
bertemu dengan gadis itu karena kata-kata gurunya tadi, namun melihat gadis
yang telah mencuri hatinya itu menangis, ia tak dapat menahan hatinya dan
datang menghampiri lalu menghiburnya!
Pada saat
itu, tiba-tiba dari bawah Gunung Beng-san terdengar suara hiruk-pikuk dari kaki
kuda dan teriakan-teriakan orang banyak. Mendadak Un Kiong melihat suhunya,
Khouw Sin Ek melayang turun dari scbuah pohon dan berkata,
"Un
Kiong, hati-hatilah, rombongan pahlawan kaisar dan penghuni Istana putih datang
menyerbu!" Kemudian Khouw Sin Ek melompat pergi ke arah tempat bermalam
para tamu.
Un Kiong
terkejut. "Cepat! Suruh mereka berhenti bertempur," katanya kepada
Hong Ing.
Hong Ing
melompat ke dekat dua gulungan sinar yang masih saling belit-membelit itu dan
berteriak, "Pauw cici! Han-ko! Berhentilah! Musuh datang menyerbu!"
Tapi Han
Liong dan Pauw Lian tak memperdulikannya hingga Hong Ing menjadi bingung sampai
membanting-bantingkan kakinya karena suara gemuruh dari bawah makin keras.
Terpaksa ia lari dan menarik-narik lengan Un Kiong,
"Wan
Kongcu, tolonglah, kau pisahkan mereka!”
"Mudah
saja, tapi kau harus penuhi permintaanku."
"Baik-baik,
lekas katakan," kata Hong Ing tak sabar.
"Yaitu,
jangan kau sebut aku kongcu."
"Habis
bagaimana?"
"Sebut
aku koko."
"Aduh!
Ya, apa boleh buat," jawab Hong Ing yang pikirnya bahwa pada saat seperti
itu ia tak perlu banyak berbantah. "Koko, lekas kau pisahkan mereka. Musuh
sudah dekat!"
"Baik."
Tapi sebelum Un Kiong bergerak, dari balik sebuah pohoh lain keluarlah bayangan
seorang orang tua dengan gesitnya.
"Han
Liong! Pauw Lian! Cukuplah main-main ini! Berhentilah kalian!” Seruan ini
nyaring dan berpengaruh, hingga Han Liong dan Pauw Lian tak berani
membantahnya. Mereka melompat mundur dan menyimpan pedang serta membuka kedok
masing-masing.
"Maaf
suhu!" kata Han Liong dan menjura kepada orang tua yang ternyata bukan
lain adalah Pauw Kim Kong sendiri!
"Siokhu!"
kata Pauw Lian kemalu-maluan. "Musuh datang menyerbu, kalian enak-enak dan
main-main saja!" guru dan paman itu menegur, tapi mulutnya tersenyum
maklum hingga Pauw Lian makin memerah mukanya. "Siaplah kalian semua.
Tempat kita diserbu lawan. Aku hendak membuat persiapan di dalam." Dan
pergilah orang tua itu.
Han Liong
lebih banyak memikirkan keadaan Pauw Lian dari pada keadaan musuh yang datang
menyerbu. Melihat Hong Ing dan Un Kiong berdiri di situ, ia membentak adiknya.
"Ing-moi!
Sakarang akuilah terus terang, semua ini adalah gara-garamu, bukan?"
Hong Ing
tertawa. "Kau tidak kuat menahan godaan? Jangan marah, siapa suruh kau
dulu menggodaku?" Kamudian ia menghampiri Pauw Lían dan memeluknya, “Cici,
memang aku telah membohong, Han-ko tidak pernah bilang apa-apa. Ia tidak
sombong, cuma-cuma..."
"Cuma
apa !" bentak Han Liong gemas.
"Cuma
sekarang agak... agak galak! Jangan galak-galak, Han-ko, kau bikin takut soso
(kakak ipar) saja!"
"Ada-ada
saja! So-so yang mana?" teriak Han Liong marah.
"Yang
mana lagi? Tentu yang akan datang. Eh, ya sekarang aku mengaku terus terang,
cici Pauw Lian tak pernah bilang apa-apa padaku!”
“Sudah
kuduga, Kau pikir semua orang senakal engkau?"
"Adik
Ing, kenapa kau suka menggoda orang saja?” Pauw Lian ikut menegur.
"Aduh,
sekarang aku dikeroyok dua! Cici, sebenarnya aku ingin sekali lagi melihat Ilmu
pedang kalian, maka aku gunakan akal ini. Juga sekalian aku hendak membalas
godaan kalian padaku dulu."
"Godaan?
Siapa yang menggoda?” tanya Pauw Lian yang kini hendak membalas pula,
"memang kau dan Tan Kongcu cocok benar, selalu bersama dan tampak rukun
sekali. Aku bukannya menggoda sembarangan, tapi ini kenyataan."
Han Liong
tertawa. "Nah, itu baru betul!”
Kini Un
Kiong tampil ke depan. “Saudara Han Liong dan Pauw Siocia. Kalian menggoda Hong
Ing cici boleh saja, tapi aku jangan dibawa-bawa!"
Han Liong
dan Pauw Lian saling pandang dan tertawa mendengar lagak dan seruan Un Kiong
yang seperti kanak-kanak, karena Un Kiong yang sengaja berlagak seperti ketika
ia menjadi pemuda tolol, hingga Hong Ing mendengar dan melihat lagaknya jadi
teringat lagi akan Un Kiong si tolol dulu, maka ia tak dapat menahan gelinya.
"Karena
kalian sebut-sebut namaku, terpaksa akupun hendak membalas. Hong Ing cici, aku
buka rahasia mereka sekarang. Tadi mereka bertempur biar kelihatan sengit,
sebenarnya mereka saling sayang menyayangi dan menjaga jangan sampai saling
luka melukai!"
Kini Hong
Ing dan Ui Kiong yang menertawakan mereka, sedangkan Pauw Lian dan Han Liong
yang terbuka rahasianya hanya menundukkan muka kemaluan.
Pada saat
itu musuh telah menyerbu naik, dan di pintu gerbang yang dipasang didepan telah
penuh dengan musuh yang bertemu dengan pihak tuan rumah. Han Liong mengajak
kawan-kawannya menyusul ke sana.
Ketika
melihat rombongan yang datang itu, Un Kiong merasa terkejut sekali karena
romborgan itu dipimpin oleh orang-orang kepercayaan Co Thaikam dan para
pahlawan kaisar, termasuk ayahnya sendiri! Yang membuat ia heran adalah kedua
golongan ini yang sekarang dapat bekerja sama. Ini sungguh hebat dan berbahaya.
Melihat Un
Kiong berada di situ, untuk sesaat mata Tan Cianbu memandang penuh kagum dan
sayang, tapi ia segera membuang muka dan tak mau memandangnya. Tapi Kui Lan,
murid Loh-san sam-moli, yang genit dan memang 'ada hati' terhadap pemuda tolol
itu, segera maju menghampiri dan berkata,
"Eh,
Tan Siangkong, kau berada di sini? Apa kau diculik oleh gerombolan pengacau
ini? Biar, nanti aku balaskan sakit hatiumu. Mari, ikut dengan kami!"
Berkata
begini, Kui Lan si muka hitam itu ulurkan tangannya dengan lemah lembut untuk
menarik tangan Un Kiong. Tapi ternyata ia rasakan tangan Un Kiong keras dan tak
dapat disentakkan! Ia mengerahkan tenaga, namun tetap tak dapat ia menarik
pemuda itu. Sementara itu, dengan hati sebal Un Kiong mengerahkan tenaganya dan
berseru,
"Pergi
kau!"
Tangannya
disentakkannya dan Kui Lan terlempar ke atas setinggi setombak lebih dan kalau
tidak Biauw Niang-niang segera mengulurkan tangan menangkapnya, tentu ia akan
terbanting kebawah.
Semua orang
yang kenal Un Kiong, kecuali ayahnya sendiri kini sudah tahu akan rahasia
anaknya, merasa sangat heran melihat ketangkasan dan kepandaian pemuda tolol
itu. Pauw Kim Kong, sebagai tuan rumah, melangkah maju dan menjura kepada para
pemimpin rombongan sambil berkata,
"Selamat
datang, cuwi enghiong. Sungguh merupakan satu kehormatan besar sekali bahwa
cuwi sudi menginjak tempat tinggalku yang buruk dan kotor ini."
Rombongan
itu terdiri dari dua golongan. Golongan pertama terdiri dari tiga puluh lebih
pahlawan kaisar yang dipimpin oleh Tan Cianbu serta empat orang kawannya, yakni
pahlawan-pahlawan pilihan yang kepandaian silatnya sama lihainya dengan Tan
Cianbu. Sedangkan tiga puluh orang kawannyapun terdiri dari pahlawan-pahlawan
jagoan dari Istana kaisar!
Golongan
kedua tak kalah hebatnya, bahkan lebih lihai! Golongan ini yang terdiri dari
orang-orang kepercayaan dan kaki tangan Co Thaikam, si pembesar kebiri yang
jahat, sebagian besar terdiri dari penghuni istana putih. Golongan ini dipimpin
oleh orang-orang yang begitu dilihat membuat Pan Kim Kong dan orang-orang lain
yang telah mengenalnya menjadi terkejut sekali.
Selain
Loh-san Sam-moli si Tiga Iblis Wanita dari Loh-san di situ ada pula Kek Kong
Tojin si Toya Aneh Kepala Ular, saikong yang kosen itu! Tapi ini masih belum
berapa hebat karena dua orang tua yang kelihatan alim dan yang berdiri di dekat
Kek Kong Tojin agaknya bukan orang-orang lemah dan Kek Kong Tojin sendiri
tampak sangat hormat pada mereka. Pihak tuan rumah merasa agak cemas ketika
Khouw Sin Ek maju menjura kepada Kek Kong Tojin da dua orang tua itu sambil
tertawa gelak-gelak.
"Pantas
bulan menjadi suram, rupanya kalian orang-orang tua yang sakti ikut datang
menengok kami!" Kemudian Sin-chiu Tai-hiap Khouw Sin Ek berpaling kepada
semua kawannya "Saudara-saudara, jangan berlaku kurang hormat kepada
ketiga tamu agung ini. Ini adalah Ngo-lian-posat Ang Gwat Niang-Niang, yang
tengah ini bukan lain adalah Lo Thong Sianjin, sedangkan yang ketiga adalah Kek
Kong Tojin! Mereka bertiga adalah tokoh-tokoh dan pendiri dari Ngo-lian-pai
yang tersohor!"
"Ha ha
ha! Kiranya disini ada Khouw Lojin! Pantas Gunung Beng-san menjadi makin tinggi
saja.” Kek Kong Tajin balas mengejek.
Sebenarnya
diantara semau orang yang berada di situ, baik dari pihak penyerang dan pihak
yang hendak diserang, hanya ketiga pendiri Ngo-lian-pai dan Khouw Sin Ek saja
yang boleh dibilang setingkat dan menduduki tempat tertinggi. Maka kini melihat
ketiga orang tua itu datang semua, diam-diam Khouw Sin Ek merasa khawatir juga.
Tapi ia seorang cerdik dan banyak pengalaman, maka tidak kentara kecemasannya.
Lagi pula, dengan adanya Han Liong dan Panw Lian di situ, ia mempunyai dua
orang pembantu yang kiranya takkan mengecewakan.
"Khouw
Toyu! Kalau telingaku yang tua tak salah dengar, kau bukanlah termasuk golongan
pengacau dan pemberontak, juga kau tak pernah ikut campur urusan pemerintahan.
Maka kau bukanlah musuh kami. Karena itu, pandanglah mukaku dan tinggalkanlah
gunung ini dengan damai," kota Lo Thong Sianjin.
"Ha ha
ha! Kau orang tua enak saja bicara. Memang aku biasanya tak suka campur urusan
segala macam yang tidak penting. Tapi kalau tidak salah, kalian orang orang tua
juga biasanya jarang turun gunung kalau tidak ada hal yang penting sekali. Kini
aku berada di sini sebagai tamu si Malaikat Rambut Putih, maka apa yang akan
terjadi kepada tuan rumah sekalian akan terjadi padaku sendiri."
"Hm,
bagus! Biarlah, ikut atau tidaknya Khouw Lo-enghiong tak menjadi soal,"
tiba-tiba Ang Gwat Niang-niang berkata, suaranya merdu dan nyaring. "Pauw
Kim Kong! Kau telah bersekongkol dengan pemberontak, mencuri surat-surat
penting, dan bersiap hendak memberontak. Maka, untuk menebus dosamu itu,
serahkan kepada kami beberapa orang pemberontak dengan damai."
"Hm,
mudah sekali kau bicara. Siapa yang harus diserahkan?" tanya Pauw Kim Kong
dengan suara mengejek.
Ang Gwat
Niang-niang memberi tanda kepada Biauw Niang-niang yang segera maju dan
menunjuk dengan jarinya. "Mereka ini!" Dan yang ditunjuknya ialah Han
Liong, Hong Ing, Lie Bun Tek, Pauw Lian, Siok Houw Sianseng, dan keempat guru
Han Liong!
"Eh,
eh, kenapa tidak kau tunjuk semua saja berikut aku juga?” terdengar Khouw Sin
Ek mengejek.
"Itu
lebih baik lagi, memang seharusnya semua karena tak seorangpun diantara kalian
yang bukan pemberontak!" Kek Kong Tojin berseru dan tiba-tiba ia berkata.
"Ayoh tangkap, serbu!” Ia mendahului dengan toyanya memukul kepala Khouw
Sin Ek.
Tapi
Sin-chiu Taihiap tertawa keras. "Lie Bun Tek enghiong dan Un Kiong, kalian
lawan yang ini!" Kedua orang itu segera maju dengan senjata masing-masing,
Un Kiong dengan pokiamnya dan Lie Bun Tek dengan joan-piannya. Kedua senjata
segera bergerak melawan toya kepala ular yang lihai dari saikong itu.
Ang Gwat
Niang-niang mencabut pedang dan hudtimnya. "Khouw Lojin pin-ni terpaksa
melanggar larangan membunuh!”
Kedua
senjatanya mengeluarkan angin dingin ketika menyambar ke arah Khouw Sin Ek,
tapi si Kepalan Dewa ini kembali berkelit dan melompat sambil berteriak.
Ouw-liong dan Pek-liong, kalian tidak lekas turun tangan mau tunggu apa lagi?”
Mendengar
perintah lucu ini, Han Liong dan Pauw Lian mencabut pokiam mereka dan lompat ke
depan menyambut serangan Ang Gwat Niang-niang yang gerakan-gerakannya luar
biasa dan lihai sekali.
Khouw Sin Ek
segera melompat menghadapi Lo Thong Sianjin. "Kau juga hendak turun
tangan? Silakan, biar tua sama tua!"
Lo Thong
Sianjin yang sudah lama sekali tidak pernah berkelahi, kini melihat orang-orang
bertempur segera timbul kegembiraanya. Lagi pula, ia memang sudah lama
mendengar nama Sin-chiu Taihiap, maka ia yang berwatak tak mau kalah itu, ingin
sekali mencoba kepandaian Khouw Sin Ek.
"Marilah
pinto melayanimu barang seratus jurus," katanya dan mereka berdua lalu
saling serang dengan hebat.
Sebenarnya,
Lo Thong Sianjin biasa menggunakan senjata rantai, tetapi melihat Khouw Sin Ek
hanya bertangan kosong, maka ia yang tak mau kalah itu tak sudi merendahkan
diri melawannya dengan menggunakan senjata.
Kedua jago
cabang atas yang tinggi ilmunya itu dan yang pada jaman itu sudah termasuk
tingkat tertinggi, berkelahi dengan luar biasa serunya sehingga debu dan pasir
di dekat kaki mereka berhamburan mengepul ke atas!
Memang Khouw
Sia Ek sangat cerdik, ia tahu bahwa diantara ketiga tokoh Ngo-lian-pai itu,
yang paling rendah kepandaiannya adalah Kek Kong Tojin, sedangkan yang terlihai
ilmu pedangnya adalah Ang Owat Niang-niang. Maka ia memerintahkan Lie Bun Tek
dan muridnya, Un Kiong, untuk melayani Kek Kong Tojin, sedangkan untuk melayani
ilmu pedang dan hudtim yang lihai dari Ang Gwat Niang-niang, ia tugaskan kepada
Han Liong dan Pauw Lian!
Ia maklum
pula betapa tinggi ilmu silat dan lweekang dari Lo Thong Sianjin, tokoh tertua
dari Ngo-lian-pai itu, maka ia sendirilah yang melawannya!
Sementara
itu, semua pahlawan dan Loh-san Sam-moli serta kawan-kawannya telah bertempur
melawan Pauw Kim Kong dan semua kawannya yang juga terdiri dari jagoan-jagoan
lihai. Maka Sam-moli dan Tan Cianbu serta kawan-kawannya yang menjadi pemimpin
rombongan dan berkepandaian tinggi segera berhadapan dengan Pauw Kim Kong,
Liok-tee Sin-mo Hong In, Hee Ban Kiat, Bie Kong Hosiang, Ngo-lohiap dari
Kengciu, Souw Kwan Pek si Toya Ular Dewa, Lok Twie Hwesio wakil Siauw-lim, Pek
Ciok Tojin ahli Kun-lun, Khu Bu Houw, Beng Hwa Suthai, Kok Tiang Lojin dan
lain-lain yang menjadi tamu di Beng-san.
Maka
ramailah pertempuran terjadi dipuncak Gunung Beng-san. Suara senjata beradu
disertai bentakan-bentakan marah dan teriakan-teriakan kesakitan memenuhi
udara.
Kek Kong
Tojin menggunakan tongkat kepala ularnya yang sakti untuk mengalahkan lawannya,
tapi Un Kiong dan Lie Bun Tek bukanlah lawan-lawan lemah. Ketangguhan kedua
orang ini pernah diuji oleh Kek Kong Tojin di atas genteng istana putih.
Kini
setelah, mereka bertempur dengan menggunakan senjata, sekali lagi Kek Kong
Tojin terpaksa harus mengakui kehebatan lawan yang masih muda ini. Dari
gerakan-gerakannya, Kek Kong Tojin tahu bahwa si kedok hitam dahulu bukan lain
adalah Un Kiong yang kini menggerakkan pokiamnya dengan begitu gesit dan
berbahaya. Maka ia makin marah dan memutar toyanya sehingga merupakan dinding
baja yang sukar ditembus!
Namun pedang
Un Kiong bukanlah pedang biasa, juga joan-pian Lie Bun Tek adalah sebuah
senjata pusaka yang kuat dan terbuat dari pada logam mujijat. Lagi pula, ilmu
silat kedua orang ini yang memang sudah tinggi, kini tergabung menjadi satu,
maka mereka merupakan lawan yang sangat tangguh dan berat.
Setelah
lewat tiga ratus jurus, Kek Kong yang sudah tua dan yang terlampau banyak
menghamburkan tenaga menuruti hawa nafsunya, mulai tampak lelah dan terdesak.
Yang paling
indah dilihat adalah pertempuran antara Ngo-lain Posat Ang Gwat Niang-niang
melawan Han Liong dan Pauw Lian. Kalau gerakan-gerakan pedang dan hudtim wanita
tua merupakan awan hitam bergulung-gulung naik turun dan menyelubungi kedua
anak muda itu, maka Pek-liong Pokiam dan Ouw-liong Pokiam merupakan dua naga
sakti hitam-putih yang terbang berkejar-kejaran di antara awan hitam itu.
Angin pedang
mereka bertiga bersiutan sampai tiga tombak lebih di sekeliling mereka hingga
daun-daun pohon bergerak-gerak bagaikan tertiup angin. Tubuh ketiganya telah
lenyap dari pandangan mata. Maka dapat dibayangkan betapa sengit dan
mati-matian pertempuran ini.
Diam-diam
Ang Gwat Niang-niang terkejut melihat ilmu pedang yang luar biasa dari kedua
anak muda itu. Ia akui bahwa jika ia tidak memiliki pengalaman luas dan kalau
ia tidak sudah meyakinkan Ngo-lian Kiamsut sampai semasak-masaknya, tentu ia
takkan kuat menahan kedua pedang Naga ini.
Sebaliknya
Han Liong dan Pauw Lian merasa gembira sekali karena mereka diberi kesempatan
untuk main pedang bersama lagi, maka diam-diam mereka berterima kasih kepada
Khouw Sin Ek. Kali ini, mereka lebih meresa betapa cocok kedua ilmu pedang
mereka digabungkan untuk menggempur Ngo-lian kiamsut yang mempunyai banyak tipu
kejam dan licin sekali itu.
Sementara
itu, keadaan Khouw Sin Ek dan Lo Thong Sianjin ternyata seimbang. Lo Thong
Sianjin lihai karena ilmu goloknya, sedangkan Khouw Sin Ek terkenal karena ilmu
tendangannya yang berbahaya. Maka keduanya berlaku hati-hati sekali dan
sedikitpun tak mau mengalah. Diam-diam mereka juga saling mengagumi.
Pekik
kesakitan makin sering dan makin banyak terdengar, tanda bahwa yang mendapat
luka dalam pertempuran itu makin banyak. Kui Lan telah rebah dengan luka berat
di pundaknya terkena tusukan golok Bie Kong Hosiang, sedangkan banyak pahlawan
menderita luka-luka berat. Di fihak tuan rumah, beberapa orang juga mendapat
luka dan sudah diangkat ke dalam untuk diobati.
Hong Ing
tidak ikut bertempur karena diam-diam Un liong telah memesan padanya agar
jangan ikut bertempur dan bahkan surat-surat penting yang dapat dirampasnya di
istana putih dulu, kini ia berikan kepada gadis itu untuk disimpan! Juga Han
Liong pesan kepadanya agar jangan ikut bertempur karena musuh terdiri dari
orang-orang sangat lihai.
Biarpun
merasa girang melihat perhatian mereka terutama melihat Un Kiong
mengkhawatirkan keselamatannya, namun diam-diam Hong Ing mendongkol karena merasa
di pandang rendah. Tapi ia merasa terhibur setelah mendapat kepercayaan dari Un
Kiong untuk menyimpan dan menjaga surat-surat penting itu merasa bahwa tugas
menjaga surat-surat itu bahkan lebih penting dari pada ikut bertempur melawan
musuh. Maka ia berdiam di tempat aman sambil menonton pertempuran hebat itu.
Akan tetapi,
lambat-laun ia merasa khawatir dan ngeri juga melihat betapa fihaknya terdesak
dan banyak korban yang telah jatuh. Pikirannya bekerja cepat dan ia segera
masuk ke dalam kamarnya. Di situ ia buka gulungan kertas-kertas penting itu dan
setelah cepat mencari, ia mendapatkan surat rencana pemberontakan Co Thaikam.
Surat ini ia bawa lari keluar dan matanya mencari-cari Tan Cianbu.
Akhirnya ia
mendapatkan kapten Tan itu sedang bertempur mati-matian, dikeroyok dua oleh Bie
Cauw Giok murid Pauw Kim Kong dan Bhok Kian Eng murid Liok-te Sin-mo! Permainan
golok Tan Cianbu cukup lihai dan tenaganya yang besar membuat dua orang
pengeroyoknya tak dapat mendesaknya. Hong Ing mendekati mereka dan dengan suara
keras ia berkata,
"Bie
toako dan Bhok toako, silakan berhenti sebentar! Aku ada urusan penting, biar
aku yang menghadapi Tan Cianbo ini!"
Meskipun
terheran mendengar permintaan Hong Ing, kedua jago muda itu melompat mundur dan
membiarkan Hong Ing menghadapi Tan Cianbu. Kapten itu mengenal wajah Hong Ing
sebagai gadis yang memasuki tamannya dulu, bersama dengan Un Kiong. Maka ia
tahan goloknya dan membentak.
"Kau
mau apa?"
"Tan
Lo-enghiong jangan marah dan terburu nafsu. Saya datang bukan untuk bertempur,
tapi hendak memberitahukan sesuatu yang penting sekali. Dulu saudara Un Kiong
berhasil mencuri surat-surat penting dari istana putih dan tahukah lo-enghiong
apakah yang didapatnya? Ini silakan lo-enghiong baca sendiri!"
Dengan heran
Tan-cianbu menyambut surat itu dan membacanya cepat. Mukanya menjadi pucat dan
ia hampir tak percaya kepada matanya sendiri. Ia baca lagi dan tiba-tiba ia berteriak
keras.
"Semua
pahlawan tahan senjata!"
Berulang ia
berteriak demikian hingga semua kawan-kawannya segera lompat mundur dan menahan
serangan mereka. Juga pihak kaki tangan Co Thaikam dengan sendirinya mundur
hingga sebentar saja semua orang yang sedang bertempur menghentikan
perkelahian.....
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment