Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Mestika Burung Hong Kemala
Jilid 06
"Pedang" Orang gila yang tidak pandai silat membawa pedang" Sungguh aneh."
"Sekarang barulah hal itu nampak aneh. Betapa bodohnya aku! Kami semua memang curiga dan dia berkata bahwa pedang itu milik kakeknya yang katanya merupakan seorang tokoh besar dunai persilatan.
Dia bilang kalau aku tidak mengembalikan pedangnya, dia akan menyiarkan di seluruh dunia persilatan bahwa pedangnya dicuri seorang gadis. ... eh, jelita dengan lesung pipit d pipi kiri...." Kim Hong agak tersipu.
"Dia memang benar!" tiba-tiba Cin Han terkejut sendiri karena suara hatinya itu begitu saja tercetus keluar.
"Apa maksudmu?" Kim Hong membelalakkan mata bertanya.
"Maksudku.... eh, bahwa dia tdak bohong... eh, dia benar karena engkau memang jelita dan lesung itu..... eh, maksudku dia memang benar aneh."
Cin Han benar-benar gagap dan salah tingkah menyadari kata-katanya yang seharusnya disimpan di hati saja menerobos keluar.
Kim Hong merasa betapa wajahnya panas. Warna kemerahan naik memenuh leher dan mukanya. Dara ini merasa heran sendiri. Kenapa mendengar pujian kacau balau itu ia tidak merasa marah bahkan menjadi tersipu malu" Padahal biasanya, kalau ada pria memuji kecantikkannya, akan dianggapnya kurang ajar lala akan marah-marah.
"Hemmm, apakah orang sintingnya sekarang menjadi dua?" katanya mengejek dan Cin Han menjadi semakin gugup.
"Ehh... ohhh...,maafkan, eh, maksudku, harap teruskan ceritamu, Hong-moi."
"Sudah kuceritakan semua keadaan diriku, Han-ko. Sekarang, sebaiknya kita membagi tugas. Aku yang berada didalam, akan siap mengawasi adikmu Kui Bi dan kalau perlu membantunya, sedangkan engkau yang berada di luar menyebar kawan-kawan untuk menyelidiki tentang pemuda sinting itu. Kita harus menemukan pusakanya yang aseli dan membiarkan Bouw Koksu mempunyai suatu rencana gelap bersama Pangeran An Kong. Aku ingin melihat mereka berdua mengadakan pertemuan rahasia."
"Itu baik sekali, Hong-moi. Aku mendengar bahwa di antara Pangeran An Kong dan ayahnya, An Lu Shan, terdapat ketegangan. Dan engkau sendiri, bagaimana mungkin engkau menentang orang yang pernah menjadi gurumu, yang memelihara dan mendidikmu sejak kecil" Maafkan kalau aku tanyakan hal ini karena aku yakin seorang gadis yang gagah perkasa seperti engkau tentu tidak akan melakukan hal-hal yang melanggar kebenaran dan keadilan."
Gadis itu menghela napas panjang."Dahulu memang Bouw Koksu memang guruku yang amat sayang kepadaku sehingga akupun sayang dan taat kepadanya. Juga dahulu Bouw Ki merupakan suhengku dan kawan bermain. Akan tetapi semenjak aku meninggalkan mereka semua kesan baik atas diri mereka terhapus.
Mereka hendak memaksa aku untuk menjadi selir Bouw Ki. Itulah sebabnya aku meninggalkan mereka dan mereka hendak memaksaku kembali, akan tetapi mucul suhu Hek-liong Kwan Bhok Cu yang menolongku. Sejak itu, aku tidak mengakui mereka sebagai guru dan suheng. Akan tetapi ketika aku bertemu Bouw Ki, sikapnya berubah dan mereka nampaknya tidak berani memaksaku, bahkan membantuku sehingga aku dapat bertemu dengan ayah kandungku."
"Ahhh! Ayah kandungmu yang melarikan diri dari Khitan itu?"
"Benar, ayahku bernama Can Bu dia adalah seorang perwira yang .. .. ah, hal inilah yang meresahkan aku. Ayahku menjadi anak buah Bouw Koksu dan agaknya dia setia pada bekas guru ku itu."
"Apakah engkau tidak dapat menyadarkannya, Hong-moi" Bukankah dahulu dia seorang perwira kerajaan Tang. Apakah dia tidak dapat melihat bahwa Bouw Koksu dan An Lu Shan hanya pemberontak yang merampas tahta kerajaan?"
"Sudah kucoba, akan tetapi agaknya tidak ada hasilnya. Sungguh hal ini sangat membingungkan hatiku. Aku harus menaati perintah suhu, yaitu membantu kerajaan Tang, akan tetapi ayah kandungku sendiri berpihak kepada An Lu Shan." Gadis itu menghela napas panjang, nampaknya bingung dan kecewa sekali.
Cin Han dapat memaklumi halnya Kalau gadis itu menaati gurunya, membelia kerajaan Tang, hal itu berarti bahwa ia akan bertentangan dengan ayah kandung sendiri. Cin Han ikut merasa penasaran dan ingin rasanya dia bertemu dengan ayah kandung gadis ini, untuk mencoba ikut menyadarkannya.
"Hong-moi, bagaimana engkau dapat bertemu dengan ayah kandungmu sedemikian mudahnya?"
Gadis itu memandang kawan barunya dengan wajah muram. "Justeru Bouw Koksu, dan puteranya yang mencarikan ayahku itu dan menemukannya. Dia ternyata seorang perwira yang berada dalam pasukan yang dipimpin suheng Bouw Ki"
"Hemm.... maafkan aku, Hong-moi bukan maksudku untuk menyinggung hatimu, akan tetapi bagaimana engkau mengetahui dengan pasti bahwa dia itu ayahmu, ayah kandungmu yang sedang kau cari ?"
Mendengar pertanyaan ini, Hong nampak terkejut."Wah, Han-ko engkau menyentuh hal yang selalu mengganggu hatiku! Aku sendiri, sejak bertemu ayah dan dia merangkulku, merasa seperti orang asing bagiku. Sering aku termenung dan menduga-duga apakah dia benar ayah kandungku, akan tetapi pikiranku membantah dan mengatakan bahwa tentu dia ayah kandungku karena hanya Bouw Koksu yang mengenalnya"
"Jadi engkau hanya percaya akan keterangan Bouw Koksu dan pengakuan orang itu" Sama sekali tidak yakin karena tidak ada bukti?"
"Tidak ada bukti memang, akan tetapi ada saksinya, yaitu bekas guruku, Bouw Hun atau Bouw Koksu."
"Hemmm...." Cin Han meraba-raba dagunya, berpikir. "Engkau dipertemukan dengan ayah kandungmu oleh Bouw koksu, dan kebetulan ayah kandungmu itu menjadi anakbuah Bouw-ciangkun. Hemm, sungguh suatu kebetulan yang luar biasa ....". Kembali dia menundukkan kepala, berpikir dan tanpa disadarinya meraba-raba dagu yang telah menjadi kebiasaannya.
Pada saat yang sama, Kim Hong juga menundukkan muka dengan alis berkerut dan gadis ini meraba-raba dan menarik-narik telinga kirinya, suatu kebiasaan kalau ia sedang berpikir keras.
Tiba-tiba Cin Han mengangkat muka dan berseru, "ahh ...!" dan pada saat yang sama gadis itupun mengangkat muka dan mengeluarkan seruan yang sama. Agaknya mereka berdua mendapatkan gagasan yang sama pada saat yang bersamaan pula.
Mereka saling pandang dan Cin Han berkata, "Hong-moi, agaknya keadakan ayahmu itu meragukan sekali, belum tentu ia itu ayah kandungmu yang sebenarnya."
"Mungkin sekali, akupun berpikir begitu. Coba katakan, Han-ko, apakah alasan keraguanmu sama dengan alasan dugaanku. "
"Menurut ceritamu tadi, ayah kandungmu menjadi tawanan di Khitan sampai bertahun-tahun, dan tentu saja telah mengenal baik Bouw Koksu yang dahulunya menjadi kepada suku. Akan tetapi kenapa Bouw Koksu dan Bouw-ciangkun tidak tahu bahwa ayah kandungmu menjadi perwira bawahan Bouw-kongcu" Mereka baru menemukan ayahmu setelah engkau datang mencarinya. Tentu mereka mengenal ayah kandungmu, sebaliknya ayahmu juga mengenal mereka."
"Tepat sekali, Han-ko. Akupun berpikir demikian. Dahulu menurut ibu kandungku, ayahku itu seorang gagah yang tidak mau tunduk, bahkan berhasil melarikan diri dari Khitan.
Kalau benar, yang diperkenalkan kepadaku itu ayah, tentu dia tidak akan sudi menjadi anak buah mereka." Kim Hong teringat akan sikapnya yang manis dan manja terhadap ayah yang telah ditemukannya itu. Kalau orang itu bukan ayahnya yang sebetulnya, berarti ia dipermainkan orang.
"Hemm, kalau benar begitu, akan kuhajar orang yang berani mempermainkan aku itu!"
"Sabarlah, Hong-moi. Sebaiknya kalau engkau pura-pura tidak mencurigainya. Pula, semua ini baru dugaan kita, belum jelas dan kita belum yakin benar.
Dengan pura-pura tidak curiga engkau akan dapat melakukan penyelidikan lebih seksama. Aku akan minta kepada Ji Siok untuk melakukan penyelidikan, dalam waktu beberapa hari ini tentu kita sudah tahu dengan pasti siapa orang yang sekarang mengaku sebagai ayahmu itu."
Kim Hong mengangguk setuju. "Sekarang aku harus pulang dulu, Han-ko. Kalau terlalu malam, tentu mereka akan mencurigai aku. Apa lagi kalau orang yang kuanggap sebagai ayahku itu adalah palsu.
Tentu dia merupakan mata-mata mereka yang memata-mataiku"
"Wah, kalau benar dugaan kita bahwa dia itu palsu, dan dia bersamamu serumah, sungguh berbahagia bagi Hong-moi"
"Akan kuperhatikan dia aku akan berhati-hati. Untung bahwa selama ini aku masih merasa asing padanya sehingga aku tidak menceritakan isi hatiku. Dia tentu menganggap bahwa aku benar-benar membantu Pangeran An Kong membantu bekas guruku Bouw Koksu."
"Bagus, tetaplah bersikap wajar sebagai anak yang baik, Hong-moi, sehingga bukan engkau yang membuka rahasia, bahkan dia sendiri yang akan terbuka kedoknya.'"
Mereka lalu berpisah, masing-masing merasakan sesuatu yang aneh terjadi dalam hatinya. Terutama sekali Cin Han. Jantungnya berdebar penuh keriangan kalau dia teringat bahwa gadis yang sejak pertemuan pertama, ketika mereka bertanding, sudah amat menarik hatinya, akan tetapi yang membuatnya kecewa karena gadis itu menjadi pembantu Bouw Koksu, kini ternyata bahwa gadis itu sama sekali tidak membantu Bouw Koksu, bahkan menentangnya, menentang An Lu Shan, dan setia kepada kerajaan Tang.
**********
Berkat usaha Gui-thaikam, kepala dayang sahabat Ji Siok yang banyak makan suapan dari hartawan itu sehingga Kui Bi dapat menyusup sebagai dayang istana, maka dapatlah Kui Bi memenuhi panggilan Pangeran An Kong untuk mengadakan pembicaraan penting di pondok kecil dalam taman istana.Percakapan rahasia itu terjadi di malam hari, antara Kui Bi yang menghadap Pangeran An Kong, dan ditemani Bouw Koksu. Hanya singkat saja percakapan mereka.
"Kui Bi, katakan terus terang bersediakah engkau kalau kusuruh mengerjakan suatu tugas penting untukku?"
"Ampun, Pangeran. Harap paduka katakan dulu, tugas apakah itu dan apapula imbalannya." kata Kui Bi dengan cerdk.
Pangeran An Kong tersenyum dan saling pandang dengan Bouw Koksu. "Sudah kukatakan padamu, aku cinta pada mu, Kui Bi, dan kalau engkau berhasil melaksanakan tugas yang kuperintahkan padamu, aku akan mengambilmu sebagai isteri."
"Akan tetapi, pernah paduka mengatakan bahwa paduka akan mengangkat hamba menjadi permaisuri kalau paduka kelak menjadi kaisar, Pangeran."
Bouw Koksu mengerutkan alisnya dan matanya bersinar marah, akan tetapi pangeran itu memberi isyarat dengan kedipan mata sehingga Guru Negara ini tidak jadi memperlihatkan kemarahan hati nya.
"Menjadi isteri berarti menjadi permaisuri, Kui Bi. Karena sekarang aku belum menjadi kaisar, maka tentu saja engkau belum dapat menjadi permaisuri ."
"Hamba akan melakukan perintah apapun dari paduka kalau paduka berjanji kelak setelah paduka menjadi kaisar, hamba diangkat menjadi permaisuri"
"Bagus! Aku berjanji, Kui Bi. Paman Bouw ini yang menjadi saksi."
"Terima kasih, Pangeran. Akan tetapi sebelum paduka menjadi Kaisar, hamba tetap menjadi dayang istana, hamba tidak berani meninggalkan tempat pekerjaan hamba. Sekarang, harap paduka jelaskan, tugas apakah yang harus hamba lakukan?"
"Tugasmu adalah membunuh Sribaginda Kaisar."
"Ihh .....!" Kui Bi pura-pura terkejut dan membelalakkkan matanya
"Bagaimana......... bagaimana mungkin Hamba hanya seorang dayang lemah..... tak mungkin hamba dapat melaksanakan..!"
"Kamipun tidak bodoh, Kui Bi. Bukan membunuh dengan kasar, engkau tidak harus menyerangnya, melainkan dengan cara halus. Engkau menyelundup ke dapur, mencampurkan bubukan merah ke dalam masakan kegemaran Sribaginda dan ketika engkau ikut melayani Sribaginda dahar, usahakan agar sayur itu dimakan olehnya. Mudah saja, bukan?"
"Akan tetapi, bagaimana mungkin Pangeran?" Pertama, hamba tidak pernah mendapat tugas melayani Sribaginda makan. Ke dua, hamba tidak akan diperbolehkan memasuki dapur sehingga tidak akan ada kesempatan untuk mencampur racun dalam makanan, dan ke tiga, hamba takut karena hamba tentu akan di tangkap dan dijatuhi hukuman berat"
Kui Bi berkata dengan meratap. Tentu saja tugas Itu malah menyenangkan hatinya karena tanpa diperintahpun ia ingin membunuh Kaisar baru yang tadinya berpangkat panglima itu.
Kalau saja tidak ada Sia-ciangkun yang melarangnya, mungkin ia sudah mengambil jalan pintas, dengan nekat mendekati dan mencoba membunuh kaisar. Kalau sekarang ia berpura-pura ketakutan, hal itu dilakukan hanya untuk melihat apakah benar-benar pangeran ini merencanakan pembunuhan terhadap ayahnya sendiri, dan apa rencana mereka, ia harus yakin bahwa ia sendiri tidak terancam bahaya dalam pelaksanaan tugas itu.
"Semua kesulitanmu itu dapat diatasi dengan mudah Kami akan mengatur agar engkau dapat diperbantukan ke dapur, kemudian ke ruangan makan melayani Kaisar, dan tentang kekhawatiranmu ditangkap, jangan khawatir. Kami yang bertanggung jawab, karena kalau Kaisar tewas, akulah yang menggantikannya dan engkau dapat kuangkat menjadi permaisuri."
"Aih, benarkah itu, Pangeran" Kalau begitu, harap berikan racun itu kepada hamba dan hamba akan melaksanakan sebaik mungkin!" katanya dengan giang.
Tiba-tiba Bouw Koksu berkata, suaranya garang penuh ancaman. "Akan tetapi ingat baik-baik, dayang. Kalau engkau membocorkan rahasia ini kepada siapa pun juga, kami berbalik akan menuduhmu sebagai mata-mata pemberontak yang akan membunuh kaisar dan engkau akan dihukum berat!'"
Kui Bi memandang ketakutan dan sambil menerima bungkusan kecil dari pangeran An Kong, dengan gemetaran ia berkata lirih, "Hamba mengerti...... hamba akan melaksanakan perintah....."
Setelah Kui Bi mengundurkan diri, Pangeran An Kong dan Bouw Koksu saling pandang. Wajah mereka berseri. "Hamba kira rencana ini akan berhasil baik, Pangeran," kata Bouw Koksu. "Selelah Kaisar tewas, paduka dapat mengangkat diri menjadi kaisar baru."
"Akan tetapi bagaimana kalau gadis tadi gagal dan perbuatan itu ketahuan?"
"Aih, itu perkara kecil. Kita tuduh ia mata-mata seperti yang hamba ancamkan tadi. Takkan ada orang yang lebih mempercayai omongan seorang dayang dari pada keterangan paduka dan hamba."
"Bagaimana kalau para pejabat tinggi menolak aku menggantikan ayah?"
"Ada Giok-hong-cu di tangan paduka, Pangeran. Mestika Burung Hong Kemala itu yang akan menentukan sebagai lambang kekuasaan seorang kaisar. Mereka pasti tidak akan ada yang berani menentang paduka kalau paduka memperlihatkan pusaka itu."
Sang pangeran mengangguk-angguk dan sambil tertawa keduanya meninggalkan taman itu. Mereka tidak tahu bahwa sejak tadi, sepasang mata yang tajam mengintai tak jauh dari pondok itu di balik semak bunga. Mata itu adalah mata Sia Su Beng, panglima muda yang tampan dan cerdik itu.
Di sudut taman itu, mereka bertemu. Sia Su Beng dan Kui Bi. Mereka bicara berbisik-bisik. Kui Bi menceritakan semua pembicaraan yang dilakukan dengan Pangeran An Kong dan Bouw koksu.
"Ah, sungguh kebetulan sekali kalau begitu!" kata Sia Su Beng. "Ini merupakan kesempatan baik sekali untuk membunuh An Lu Shan dengan aman. Sebaiknya kau laksanakan semua perintahnya membantu di dapur sampai di ruangan makan kaisar. Akan tetapi setelah engkau melihat kaisar makan sayur-beracun itu dan roboh, engkau harus cepat pergi dan memasuk taman ini."
"Kenapa begitu?"
"Bi-moi, apakah kau kira Bouw koksu demikian bodoh dan Pangeran An Kong benar-benar hendak mengangkatmu menjadi permaisuri kalau dia menjadi kaisar" Tidak, Bi-moi. Setelah engkau berhasil membantu mereka membunuh kaisar, engkau merupakan bahaya besar bagi mereka karena hanya engkau yang mengetahui rahasia mereka."
Kui Bi mengangguk. "Tentu mereka lalu akan berusaha menyingkirkan aku, bukan" Engkau benar, twako. Akupun tidak sudi menjadi isteri pangeran yang begitu jahat hendak membunuh ayah kandungnya sendiri. Kalau sudah berhasil aku akan cepat datang ke sini."
"Begitulah sebaiknya. Aku bakal menyembunyikanmu di antara pasukan mempersiapkan pakaian seragam untuk kau pakai agar engkau tidak dapat mereka temukan."
Mereka tidak lama mengadakan pertemuan itu. Mereka harus bersikap hati hati dan waspada. Lenyapnya seorang thai-kam yang tempo hari dibunuh dan dibawa keluar dari taman oleh Sia Beng menimbulkan kecurigaan para pewira istana, akan tetapi karena thaikam itu tidak meninggalkan bekas, mereka menduga bahwa diam-diam thai-kam itu melarikan diri dan minggat dari istana, mungkin melarikan barang-barang berharga dari istana.
**********
Di dalam rumah Hartawan Ji, mereka mengadakan pembicaraan yang serius malam itu.
Mula-mula Cin Han menceritakan tentang pertemuannya dengan Can Kim Hong yang ternyata bukan menjadi lawan yang berbahaya, bukan pembantu Bouw Koksu yang lihai, melainkan juga sorang pendekar wanita yang setia kepada Kerajaan Tang dan ditugaskan gurunya untuk membantu Kerajaan Tang, terutama mencari Mestika Burung Hong Kemala dan menyerahkan pusaka itu kepada baginda Kaisar Beng Ong.
"Kalau benar demikian, sungguh menyenangkan dan menguntungkan perjuangan kita," kata Hartawan Ji dengan k sikap ragu, "akan tetapi kalau ia hendak melaksanakan perintah gurunya itu, kenapa ia membiarkan saja Mestika Bung Hong Kemala terjatuh ke tangan Bouw Koksu" Kenapa tidak dirampasnya ketika mereka menemukannya?"
"Akupun tadinya meragu dan menanyakan langsung kepadanya dan aku mendapatkan keterangan yang sama sekali tidak kita sangka, paman. Menurut Kim Hong, pusaka yang ditemukan Bouw-ciangkun itu adalah Mestika Burung Hong Kemala yang palsu."
"Ahh........!!"' kata Kui Lan dan Hartawan Ji berseru kaget.
"Ketika menemukan peti berisi pusaka itu, Kim Hong melihat bahwa peti kecil itu bersih tanpa debu dan tidak basah, tanda bahwa kotak itu baru saja ditaruh orang di sana, dan ketika memasuki guha sebagai orang terdepan ia melihat tapak kaki. Maka ia mengambil kesimpulan bahwa telah ada orang yang mendahului mereka memasuki guha mengambil pusaka aselinya dan menukarnya dengan pusaka yang palsu."
"Aih, kalau begitu semakin sukar untuk mendapatkan benda itu, karena kita tidak tahu lagi siapa yang mengambilnya...." kata Kui Lan kecewa.
"Ada petunjuk dari Kim Hong. Gadis itu memang luar biasa sekali, cantik jelita, lihai sekali ilmusilatnya, cerdik bukan main, dan baik budinya, gagah perkasa......"
"Aih, aihh..... kiranya kakak sedang dimabok asmara rupanya!" kata Kui Lan sambil tersenyum.
Cin Han menyeringai. "Mungkin .. mungkin sekali, Lan-moi."
"Kongcu, petunjuk apakah yang diberikan gadis itu?"
"Ketika rombongan hendak mengambil pusaka, di tengah jalan mereka bertemu Lan-moi dan hendak menangkapnya, muncul seorang pemuda yang seperti sinting. Orang itulah yang dicurigai keeas oleh Kim Hong, karena hanya dia yang nampak ketika itu dan diapun seorang yang aneh dan mencurigakan."
"Ah, benar juga! Aku sendiri pun terheran-heran melihat betapa pemuda sinting itu mempermainkan rombongan dengan sikapnya yang gila-gilaan. Yang aneh adalah ketika buntalan pakaiannya digeledah,terdapat sebatang pedang yang baik. Bagaimana mungkin seorang gila membawa-bawa pedang" Akan tetapi ia kelihatan begitu lemah."
"Pendapatmu itu tepat sekali demikian pendapat Kim Hong, Lan-moi. Akan tetapi ia tetap curiga dan ia menduga bahwa tentu pemuda itu berpura-pura saja. Apakah engkau tidak melihat sesuatu yang aneh pada diri pemuda itu, Lan moi?".
Gadis itu menggigit-gigit bibir dan memejamkan mata, mengingat-ingat dan membayangkan kembali peristiwa ketika ia dikeroyok oleh rombongan Bouw-ciangkun itu. "Seorang pria yang masih muda, dan sinar matanya tajam mencorong, hemm ......wajahnya tampan, dan memang dia tidak pantas menjadi seorang gila."
"Nah, demikianlah, paman Ji. Sebaiknya kalau paman menyebar teman-teman kita untuk mencari pemuda yang berpura-pura gila itu. Lan-moi, engkau yang pernah melihatnya, coba gambarkan bagaimana wajah dan bentuk badannya."
"Bentuk tubuhnya sedang dan tegap mirip tubuhmu, Han-ko. Dan wajahnya.... eh, bulat cerah dan tampan, mata tanya mencorong dan mulutnya selalu mengarah senyum. Tidak nampak kegilaan pada wajahnya, hanya sikapnya yang membuat orang menganggapnya sinting. Suaranya lantang."
Ji wan-gwe mengangguk-angguk. "Tidak begitu jelas gambar itu, akan tetapi kami akan coba mencarinya."
"Aku mempunyai berita yang lebih penting lagi, Han-ko dan Paman Ji. Tadi ketika menuju ke sini, aku bertemu lembali dengan Sia Su Beng!"
Cin Han nampak kaget, "Kau maksudkan panglima yang diam-diam berpihak kepada Sribaginda Kaisar Beng Ong itu?"
"Benar, dan dia sudah tahu tentang Kui Bi di istana, dan dia berjanji akan mengamati dan melindungi Kui Bi"
Ji Wan-gwe tersenyum. "Maafkan, tongcu dan nona, aku belum memberi tahu kepada kalian tentang dia, karena memang persoalan ini harus dirahasiakan benar, jangan sampai bocor. Panglima Sia Su Beng merupakan harapan kita semua karena pada saatnya yang tepat,dlialah yang akan dapat membantu Sribaginda merebut kembali tahta kerajaan karena kedudukannya yang penting. Dia seorang panglima yang dipercaya oleh An Lu Shan, dan mengepalai pasukan besar.
Karena itu, pada saatnya yang tepat, dia dapat bergerak dari dalam dan dengan pasukannya dia dapat menguasa istana. Sukurlah kalau nona sudah mendapat penjelasan dari dia sendiri."'
"Sekarang aku minta agar Paman Ji suka membantu nona Can Kim Hong gadis itu sejak kecil ditinggalkan ayah kandungnya, dan sekarang ia dipertemukan dengan ayah kandungnya oleh Bouw Koksu. Akan tetapi, ia merasa curiga dan sangsi apakah Can Bu yang menjadi perwira di bawah perintah Panglima Bouw Koksu."
"Apa yang dapat kami bantu, kongcu?"
"Coba selidiki siapa sebenarnya orang yang mengaku bernama Can Bu perwira yang kini tinggal bersama nona Can Kim Hong itu."
Ji Wan-gwe mengangguk-angguk. Cin Han lalu berpamit kepada adiknya dan Hartawan Ji. "Lan-moi, engkau tinggal saja di sini membantu Paman Ji dan siap membantu kawan-kawan yang bergerak di kota raja. Aku sendiri akan pergi menemui Sribaginda Kasar di barat, menceritakan semua persiapan kita di sini agar pasukan beliau dapat dikerahkan untuk menyerbu dan merampas kembali tahta kerajaan."
Pada hari itu juga, pergilah Cin Han meninggalkan kota raja, menunggang kuda dan melakukan perjalanan cepat kearah Barat.
Beberapa hari kemudian, Hartawan Ji mendapat keterangan dari pembantu tentang orang yang bernama Can Bu kini tinggal bersama nona Can Kim yang membantu Bouw Koksu. Dia segera mengundang Kui Lan ke dalam ruangan tutup.
"Nona, sayang sekali Yang-kongcu telah pergi. Kami telah mendengar berita tentang orang yang mengaku sebagai ayah kandung nona Kim Hong. Benar kecurigaannya, orang itu sama sekali bukan Can Bu, bukan ayah kandung gadis itu. Namanya CiangKui, seorang perwira yang tadinya merupakan seorang perampok tunggal dan ditarik oleh Bouw Koksu menjadi pembantunya."
"Ah, kasihan Kim Hong........" kata Kui Lan. "Memang sayang sekali Han-ko telah pergi. Sebaiknya aku yang menggantikannya untuk memberitahu kepada Kim Hong."
"Tapi, itu berbahaya sekali, nona."
Kui Lan tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Tidak ada bahayanya, paman. Kim Hong sudah mengenal aku, pula, setelah aku mendengar tentang dari Han-koko, jelas bahwa ia ada teman seperjuangan kita, bukan lagi musuh."
"Maksudku, berbahaya sekali kalau sampai ketahuan Bouw Koksu, Bouw ciangkun atau anak-buah mereka."
"Aku akan berhati-hati, paman. Pula, Bouw Koksu dan Bouw-ciangkun Pun tidak tahu siapa aku. Kalau aku tidak melakukan sesuatu yang merupakan pelanggaran, tentu merekapun tidak akan mengganggu aku."
Pergilah Kui Lan pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali meninggalkan rumah Hartawan Ji dan berjalan-jalan di jalan raya menuju ke rumah gedung yang menjadi tempat tinggal Bouw koksu.
Tentu saja ia tahu benar di mana rumah itu, karena rumah itu adalah bekas rumah orang tuanya! Di rumah itulah Ia dilahirkan dan dibesarkan!
Akan tetapi, ketika ia melewati jalan raya di depan rumah gedung itu, melihat betapa rumah itu dijaga ketat Seperti penjagaan di depan istana saja. lapun mengambil jalan memutar, melalui jalan kecil di samping gedung dan mendapat kenyataan bahwa di empat sudut tempat itu terdapat sebuah gardu tinggi di mana nampak para penjaga melakukan penjagaan. Bukan main! Akan sukarlah memasuki gedung itu di siang hari.
Kui Lan berjalan-jalan mondar-mandir di depan gedung itu, mengharap Kim Hong akan keluar dari gedung dapat ia jumpai. Akan tetapi harapannya sia-sia dan terpaksa ia meninggalkan tempat itu, kembali ke rumah Hartawan Ji, mengambil keputusan untuk memasuki gedung bekas tempat tinggalnya itu malam hari untuk menemui Kim Hong.
**********
Dan malam hari itu bulan bersinar terang. Kui Lan mengenakan pakai-serba hitam sehingga gerakannya yang amat gesit itu membuat tubuhnya kelebatan dan sukar dilihat dalam bayang-bayang pohon itu ketika ia menghampiri gedung Bouw Koksu dari arah belakang.
Ia masih ingat benar bahwa di dekat pagar tembok sebelah kiri belakang tumbuh sebatang pohon yang cabang cabangnya terjulur dekat tembok sehingga memudahkan ia memasuki kebun belakang melalui pohon itu.
Ketika melihat bahwa bagian itu cukup gelap, Kui Lan mengayun tubuhnya meloncat ke atas pagar tembok. Hanya sekejap saja tubuhya hinggap di atas pagar tembok karena ia telah melanjutkan loncatannya kedalam pohon itu. Kalaupun ada penjaga di gardu atas, tentu dia tidak akan melihat jelas.
Beberapa menit lamanya Kui Lan berada di pohon itu. Setelah yakin bahwa gerakannya meloncati pagar tembok tadi tidak menimbulkan akibat apa-apa berarti tidak ada orang melihatnya, ia pun meloncat turun, ia menyelinap antara pohon dan semak di kebun itu memasuki taman mendekati rumah gedung. Hatinya terharu karena ia merasa seolah kembali ke masa kanak-kanak ketika ia bermain-main dengan kakaknya dan adiknya. Mereka seringkali bermain-main di taman dan kebun ini, bersembunyi dan saling mencari, ia mengenal setiap semak, setiap pohon di taman itu.
Akan tetapi, Kui Lan terlalu memandang ringan Bouw Koksu. Kalau Bouw Hun bekas kepala suku Khitan ini tidak memiliki kecerdikan yang tinggi, tidak mungkin dia akan dipilih An Lu Shan menjadi seorang koksu (guru negara) yang selalu mengatur siasat untuk bekas panglima yang kini menjadi kaisar.
Di antara para penjaga di gardu itu rata-rata memiliki kepandaian cukup tinggi, ada yang merasa curiga melihat kelebatnya bayangan hitam di atas pagar tembok. Akan tetapi, sesuai dengan perintah Bouw Koksu, mereka tidak membuat ribut melainkan diam-diam mereka itu mengamati bayangan itu, membayangi dan melaporkan kepada Bouw Koksu dan Bouw Ciangkun.
Maka, kedatangan Kui Lan itu telah mereka ketahui dan diam-diam Bouw Koksu bersama puteranya, para pembantunya, tidak ketinggalan Kim Hong yang mereka andalkan, telah keluar dan mengepung semak-semak di mana KuiLan bersembunyi.
Dapat dibayangkan betapa kaget-hati Kui Lan ketika tiba-tiba saja dengar bentakan orang di belakang-. "Maling kecil, keluar engkau!"
Ketika ia menoleh, ia melihat bahwa di belakangnya telah berdiri lima orang yang ia kenali sebagai Bouw-ciangkun dan Can Kim Hong, lalu seorang laki-laki besar hitam brewok yang tampak bengis dan usianya lebih dari lima puluh tahun yang ia duga tentu Bouw Koksu, bersama dua orang lagi yang berpakaian seperti panglima, Ia telah ketahuan!
Maklum bahwa ia berhadapan dengan banyak orang lihai, maka Kui Lan segera meloncat keluar dan mempergunakan gin-kangnya untuk melarikan diri. Akan tetapi, agaknya Bouw Ki tidak ingin melihat ia lolos, apalagi setelah melihat bahwa orang yang memasuki taman itu adalah gadis yang pernah mereka jumpai ketika rombongannya hendak mengambil pusaka Mestika Burung Hong Kemala.
"Kejar! Tangkap!" teriaknya dan mereka semua, termasuk Can Kim Ho berloncatan dan mengepung sehingga kembali Kui Lan terkepung lima orang itu.
"Ayah, inilah gadis yang kami temui itu ketika mengambil pusaka dahulu itu. Kita harus menangkapnya hidup-hidup!" teriak Bouw Ki.
Sejenak Kui Lan saling pandang dengan Kim Hong, kemudian iapun berseru dengan lantang, "Kim Hong, kakak Cin Han minta aku menyampaikan kepadamu. Orang yang mengaku ayah kandungmu itu adalah palsu, namanya Ciang Kui engkau telah ditipu mereka!"
Ucapan itu mengejutkan Kim Hong juga mengejutkan Bouw Hun dan Bouw Ki. Rahasia mereka telah diketahui!
"Maling betina, jangan bicara sembarangan! Engkau menghina kami dan harus mati!" bentak Bouw Koksu dan dia pun sudah menggerakkan pedangnya yang melengkung dan amat tajam.
"Singgg.. . . ,!" Dengan mudah Kui Lan mengelak karena gadis ini telah memiliki keringanan tubuh yang luar biasa, berkat gemblengan Pek Lian Nikou kepala kuil Thian-bun-tang.
Pedang yang melengkung itu menyambar luput dan pada saat itu, Bouw Ki juga sudah menyerang dengan sebatang pedang melengkung seperti yang dipegang ayahnya.
"Tranggg.....!!" Kui Lan menangkis dengan pedangnya dan Bouw Ki merasa betapa telapak tangan kanannya tergetar hebat sehingga hampir saja pedangnya terlepas.
Dua orang panglima pembantu Bouu koksu juga sudah menyerang dengan pedang mereka dan ternyata mereka itu juga lihai sehingga kini Kui Lan dikeroyok empat orang.
Namun, gadis ini tidak merasa gentar dan ia sudah memainkan ilmu pedangnya dengan ilmu Hong-in-Sin-pang (Tongkat Sakti Angin dan Awan) yang ia mainkan dengan pedang. Ilmu ini merupakan ilmu silat tinggi yang ia pelajari dari Kong Hwi Hosiang, ditambah gin-kang yang membuat tubuhnya berkelebatan amat cepatnya.
"Kim Hong, cepat bantu kami!" bentak Bouw Koksu berulang kali, akan tetapi Kim Hong masih berdiri bengong, ia terlalu kaget mendengar keterangan Kui Lan tadi bahwa laki-laki yang selama ini dianggap ayah kandungnya itu bernama Cing Kui berarti bahwa Bouw koksu telah menipunya! Iapun tidak ingin melihat adik dari Cin Han celaka tempat itu, maka tentu saja ia tidak mau membantu Bouw Koksu.
Terdengar bunyi peluit dan kentongan, tanda bahwa akan berdatangan pasukan keamanan dan tentu Kui Lan akan dikeroyok banyak orang. Kui Lan mengamuk, pedangnya bergerak bagaikan seekor naga mengamuk di angkasa dan dua orang perwira yang tadi membantu Souw Koksu, telah roboh mandi darah.
Akan tetapi, segera terdengar suara gaduh dan sedikitnya duapuluh lima orang penjaga berikut beberapa orang perwira datang mengurung lalu mengeroyok gadis perkasa itu.
Biarpun maklum bahwa ia berada dalam bahaya maut, Kui Lan tidak menjadi gentar dan ia mengambil keputusan untuk melawan sampai titik darah terakhir.
Melihat ini, Kim Hong mengeluarkan, teriakan melengking panjang dan tubuhnya sudah berkelebat dan menerjang ke arah pertempuran. Ketika kedua tangannya bergerak, nampak dua sinar bergulung-gulung dan terdengar teriakan disusul robohnya dua orang pengeroyok.
Kiranya ia sudah menggerakkan sepasang pedang kecilnya yang lihai, yang ujung nya bertali. Melihat betapa gadis yangi dicinta kakaknya itu kini membantunya, bangkit semangat Kui Lan dan iapun menggamuk semakin hebat.
"Kim Hong, engkau pengkhianat!" bentak Bouw Koksu. Pedangnya meluncur dan menyerang gadis yang pernah menjadi murid dan anak angkatnya sendiri.
"Trangggg!" Pedang itu terpental dan hampir terlepas dari tangannya ketika ditangkis pedang kiri Kim Hong.
"Engkau telah menipuku!" bentak Kim Hong.
"Tidak ada yang menipumu. Dia memang ayahmu! Gadis ini yang menipumu!" bentak pula Bouw Koksu, Tentu saja Kim Hong menjadi ragu. Ia hanya mendengar keterangan Kui Lan bahwa pria yang diperkenalkan sebagai ayahnya itu palsu, akan tetapi apa buktinya"
Sementara itu, Bouw-ciangkun yang mengepung dan mengeroyok Kui Lan sudah berteriak memerintahkan anak buahnya untuk memanggil bala bantuan,Karena Kim Hong ragu dan menghentikan gerakannya, Kui Lan kini terdesak, dikepung ketat dan dihujani senjata.
Biarpun gadis ini telah mewarisi ilmu silat yang tinggi dan hebat, namun ia masih kurang pengalaman dan pihak musuh terlampau banyak, ia sudah merobohkan enam orang pengeroyok, akan tetapi iapun menerima dua kali bacok pedang yang menyerempet paha dan pundaknya, biarpun tidak parah, namun paha dan pundaknya terluka dan berdarah!
Tiba-tiba, seorang di antara para perajurit itu, yang tadi hanya menonton sambil mengacung-acungkan pedangnya, tiba-tiba saja menyerang Bouw Ki.
Serangan pedangnya demikian cepatnya sehingga Bouw Ki hampir tertusuk lehernya dan ketika pemuda itu mengelak, pedang perajurit itu menyambar ke bawah dan pahanya terbacok sehingga terluka dan membuat dia berteriak kesakitan dan cepat meloncat ke belakang.
"Heii, gilakah kau?"." Teriak Bouw Ki. Perajurit itu tidak perduli, bahkan kini membuang topi perajuritnya dan mengamuk dengan pedangnya membantu Kui Lan, membuat pengeroyokan ketat tadi menjadi buyar.
Ketika Kui Lan memandang, jantungnya berdebar tegang karena mengenal mata yang mencorong itu bibir yang tersenyum-senyum itu. Tak salah lagi, dialah si pemuda sinting tempo hari!
"Kau?" serunya dan iapun putar pedang ke kiri, merobohkan seorang pengeroyok dengan tusukan.
"Nona, kita mundur.... cepat kau pergi dulu ke pagar tembok!" kata perajurit itu yang bukan lain adalah Souw Hui San. Pemuda ini dengan cerdik ini, tentu saja dengan cara menyogok berhasil masuk menjadi seorang prajurit penjaga keamanan di rumah Bouw Koksu. Dengan demikian akan mudah baginya untuk menyelidiki keadaan pembesar ini dan mencari rahasia yang berguna bagi perjuangan para pendukung kerajaan Tang. Melihat Kui Lan dikeroyok dia merasa bimbang. Akhirnya dia tak tahan melihat gadis yang dikaguminya itu terluka. Terpaksa dia membuka rahasia dirinya dan membantu. Dengan ilmu pedang Gobi-pai yang lihai, ia mengamuk, membuat Kui Lan tidak terhimpit lagi.
Sementara itu, melihat munculnya pemuda yang juga dikenalnya sebagai pemuda sinting Kim Hong berkelebat meninggalkan tempat itu. ia percaya bahwa pemuda yang gerakannya amat lihai itu akan mampu menolong Kui Lan sendiri cepat memasuki gedung dan menyerbu ke dalam kamar di mana ayahnya berada.
Orang yang mengaku sebagai Bu itu terkejut ketika melihat putri nya masuk ke kamar dengan sepasang mata mencorong penuh kemarahan.
"Kim Hong, apa yang terjadi," tanyanya heran.
Akan tetapi gadis itu melompat dan sekali tangannya bergerak, jari tangan kanannya telah mencengkeram pundak orang itu. Orang yang mengaku sebagai ayahnya itu terkejut karena cengkeraman itu membuat pundaknya seperti remuk rasanya.
"Ada apa kenapa kau ini?"
"Katakan, namamu Ciang Kui, kan" Hayo mengaku terus terang atau akan kuhancurkan pundakmu!"
Wajah itu berubah pucat. "Aku... aku "
"Hayo katakan terus terang bahwa kau bukan ayahku, engkau bukan Can Bu. Awas, kalau membohong akan kusiksa sampai mati!" cengkeram di pundak itu semakin kuat sehingga wajah yang pucat kini mandi peluh.
"Aku.... aku.... hanya di perintah Bouw Koksu...," akhirnya orang berterus terang.
"Keparat busuk!"
Saking marahnya Kim Hong mengerahkan tenaga sin-kang yang didapatnya dari ular hitam kepala merah. Hawa beracun yang amat dahsyat keluar dari tangannya memasuki tubuh orang itu dari pundak dan orang itu hanya menjerit satu kali lalu tewas dengan seluruh tubuhnya menjadi hitam.
Kim Hong mengangkat mayat itu berlari keluar lagi memasuki taman melihat Kui Lan dan pemuda sinting itu masih dikepung ketat walaupun keduanya sudah sampai di dekat pagar tembok. Agaknya tidak mudah bagi mereka untuk lolos karena kini sudah datang bala bantuan yang banyaknya tidak kurang dari limapuluh orang!
Kim Hong mengeluarkan suara lengking panjang dan tubuh tak bernyawa yang sudah kehitaman itu ia lontarkan ke arah Bouw Koksu dan Bouw-ciangkun yang ikut mengeroyok Kui Lan dan Hui San.
Bouw Koksu terkejut melihat sosok tubuh melayang ke arahnya. Dia nyambut dengan bacokan pedangnya tubuh itu roboh. Ketika dia melihat melalui penerargan obor yang dibawa para perajurit, dia melihat wajah Ciang Kui yang mukanya berubah menghitam matanya terbelalak.
Tahulah dia bahwa Kim Hong telah mengetahui rahasia kebohongannya.
Kim Hong mengamuk dengan sepasang pedangnya, sebentar saja sudah berhasil membuyarkan kepungan dan mendekati Kui Lan.
"Kui Lan, engkau sudah terluka, cepat keluar dari sini, aku yang menahan mereka!"
"Aku tidak mau meninggalkan engkau sendiri, Kim Hong!" kata Kui Lan tegas. Diam-diam Kim Hong kagum, senang sekali mempunyai sahabat seperti Cin Han dan Kui Lan ini, demikian gagah dan setia kawan.
"Kalau begitu, mari kita lari bersama!" katanya dan iapun mempercepat gerakan kedua pedangnya. Melihat betapa gadis perkasa itu kini membalik dan membantu musuh, anak buah Bouw Koksu yang sudah tahu akan kelihaiannya menjadi gentar.
Kepungan melonggar dan kesempatan itu dipergunakan oleh Kim Hong, Kui Lan, dan Hui San untuk meloncat ke pohon itu dan dari situ meloncat ke atas pagar tembok dan dilanjutkan meloncat keluar.
Bouw Koksu dan Bouw Ciangkun mengerahkan para perajurit untuk melakukan pengejaran, akan tetapi tiga orang itu sudah menghilang dan beberapa menit kemudian mereka bertiga sudah berada di dalam rumah Hartawan Ji, dengan aman mereka duduk di dalam ruangan rahasia di mana mereka bicara dengan Hartawan Ji. Souw Hui San tanpa diminta sudah mengeluarkan obat luka dan menolong Kui Lan yang terluka pundak dan pahanya, dibantu oleh Kim Hong yang membalut luka di paha gadis itu.
Biarpun tiga orang muda itu baru kali ini berkenalan, namun hubungan mereka sudah akrab sekali, mereka merasa cocok dan seolah sudah saling berkenalan bertahun-tahun lamanya.
Setelah luka-luka di pundak dan paha Kui Lan diobati, luka yang tidak parah, mereka duduk menghadapi meja dan sambil makan hidangan malam yang dikeluarkan pembantu Hartawan Ji, mereka bercakap-cakap.
"Kiranya benar seperti dugaanku tempo hari, engkau hanya berpura-pura sinting," kata Kim Hong kepada Sui San yang tersenyum.
"Akupun sudah merasa curiga. Mana ada orang sinting membawa-bawa pedang yang bagus?" kata pula Kui Lan.
"Dan engkau yang melemparkan pedangku membuat dahiku benjol menyempurnakan penyamaranku, nona Can Kim Hong," kata Hui San tertawa. "Dengan peristiwa benjolnya dahiku itu, Bouw ciangkun dan yang lain-lain percaya bahwa aku adalah seorang sinting, ha ha!"
"Siapakah sebenarnya engkau ini Dan mengapa engkau dapat muncul mengacau rombongan Bouw-ciangkun ketika mereka mencari pusaka, kemudian bagaimana pula tiba-tiba engkau menjadi seorang perajurit anak buah Bouw-ciangku dan tadi menolongku?"
"Wah, ceritanya panjang, nona Yang Kui Lan"
"Engkau mengenal kami semua, akan tetapi kami tidak mengenalmu! Ini tidak adil. Perkenalkan dulu dirimu baru kita bicara lagi," kata Hartawan Ji yang bagimanapun juga masih menaruh perasaan curiga kepada pemuda yang tidak dikenalnya itu.
"Paman Ji Siok, apakah paman dan semua kawan paman tidak dapat mengetahui siapa aku" Dan paman juga tidak mengenal mendiang Paman Souw Loki"'
"Souw Loki Bukankah pemilik toko yang baru saja meninggal dunia secara aneh tanpa ada yang mengetahui sebabnya itu?" Hartawan Ji memandang penuh perhatian.
"Orang muda, agaknya engkau mengetahui tentang diriku dan tentang teman-teman, akan tetapi kami belum mengetahui siapa engkau."
"Paman, dia ini jelas orang yang telah mengambil Mestika Burung Hong Kemala dan menukarnya dengan yang palsu. Tidak benarkah dugaanku itu sobat?" tanya Kim Hong.
Kini Souw Hui San tertegun dan memandang kagum. "Eh, bagaimana engkau dapat mengetahui hal itu, nona?"
"Tidak perlu bertanya, yang penting sekarang, kami telah tahu bahwa engkau yang mengambil Mestika Burung Hong Kemala, karena itu engkau harus menyerahkan kepada kami atau terpaksa kami akan menganggapmu sebagai musuh," kata pula Kim Hong.
"Bersabarlah, Kim Hong. Aku yakin bahwa saudara ini bukan seorang musuh, dan tentu dia mengambil pusaka itu dengan maksud baik. Bukankah engkau juga seperti kami, menentang pemberontak An Lu Shan dan mendukung Kerajaan Tang, sobat?" kata Kui Lan.
"Yang penting, perkenalkan dulu dirimu, orang muda," kata pula Hartawan Ji.
Souw Hui San tertawa. "Aih, kalian sungguh-sungguh mendesakku. Tiga orang dengan tiga macam tuntutan, akan tetapi hanya nona Yang Kui Lan yang bersikap baik kepadaku. Terima kasih nona"
Wajah Kui Lan menjadi kemerahan dan iapun merasa perlu untuk membela diri agar tidak disangka yang bukan bukan. "Tentu saja aku bersikap baik kepadamu, sobat, karena bukankah enkau sudah berulang kali berusaha menolongku"
Tempo hari, dengan berpura-pura sinting engkau mencegah rombongan Bouw-ciangkun mengeroyokku, kemudian tadi kalau tidak ada engkau yang menolong, mungkin aku sudah tewas di tangan mereka,"
"Baiklah, akupun tidak merasa perlu merahasiakan diriku. Namaku Souw Hui San dan mendiang Souw Lok yang ma terbunuh adalah pamanku.
Sejak kecil aku berada di pegunungan, menjadi murid para suhu di Gobi-pai. Baru beberapa bulan aku datang ke kota raja, ke rumah paman dan aku melihat bahwa paman Souw Lok yang dahulu bekerja menjadi pembantu Menteri Yang Kok Tiong, sudah berada di kota raja dan menjadi orang kaya yang membuka sebuah toko."
"Bukankah Souw Lok ikut pula dengan Menteri Yang mengawal rombongan baginda Kaisar yang mengungsi ke ba rat?" tanya Hartawan Ji yang banyak mengetahui keadaan di kota raja.
"Benar, paman menceritakan kepadaku bahwa diapun sampai ke Secuan. Akan tetapi, di tengah perjalanan itu, paman Souw Lok membantu Menteri Yang menyembunyikan Mestika Burung Hong Kemala, bahkan peta dari tempat penyimpanan itu oleh Menteri Yang diserahkan pada Paman Souw Lok dengan pesan bahwa kalau terjadi sesuatu dengan beliau, peta itu harus diserahkan kepada seorang diantara puteranya."
"Ah, agaknya ayah telah merasakan sesuatu, seolah dia telah merasa bahwa dia akan tewas dalam perjalanan itu, maka dia menyerahkan peta kepada orang kepercayaannya," kata Kui Lan dengan suara sedih.
"Mungkin juga," kata Ji Siok "Ayahmu adalah seorang yang setia kepada Kerajaan Tang, nona. Sekarang harap lanjutkan ceritamu, Souw-taihiap."
"Wah, sebutan tai-hiap (pendek besar) itu hanya membuat kepalaku mekar, paman. Sebut saja namaku, Hui San tanpa embel-embel pendekar segala macam. Nah, setelah tiba di kota raja paman Souw Lok mempunyai pendapat yang amat berani. Dia pikir bahwa biarpun kecil, terdapat kemungkinan bahwa rahasianya diketahui orang, yaitu bahwa dia telah menerima peta penyimpanan pusaka itu dari Menteri Yang. Oleh karena itu, sebaiknya kalau dia mengakuinya saja, bahkan berusaha untuk mendapatkan harta dari rahasia itu, Maka dia lalu menjual peta itu kepada Bouw Koksu."
"Ihh!" Kim Hong dan Kui Lan berseru.
"Ahh....!" Hartawan Ji juga mengeluarkan seruan kaget dan tak senang mendengar tentang pengkhianatan Souw lok itu. "Kenapa pamanmu melakukan itu ?"
"Sabar, paman, dan harap mendengarkan dulu, nona-nona yang kuhormati! Sungguh aku berani mengatakan bahwa paman bukanlah seorang pengkhianat. Dia melakukan penjualan peta itu dengan dua perhitungan.
Pertama untuk menghilangkan dugaan bahwa dia yang menetahui rahasia penyimpanan pusaka itu, dan ke dua, dan hal ini akhirnya menjerumuskannya ke tangan maut, dia ngin mendapatkan harta agar di hari tuanya dia hidup santai dan Cukup. Dia memang menjual peta Itu seharga sepuluh ribu tail kepada Bouw Koksu dan setelah menyerahkan peta dia menerima uang muka limaribu tail yang dia pergunakan membeli rumah dan membuka toko yang limaribu tail lagi akan dia terima setelah pusaka itu dapat diambil, Akan tetapi, yang dia berikan adalah peta palsu!
Diapun diam-diam membuatkan pusaka tiruan. Kemudian, ketika aku datang dan dia mengetahui bahwa aku memiliki kepandaian silat, dia menyuruh aku mengambil pusaka yang aseli dan menaruh pusaka tiruan ke dalam guha yang disebutkan dalam peta palsu itu."
"Hemm, ternyata cerdik sekali pamanmu itu, Hui San!" kini hartawan Ji memuji. Dengan perbuatan itu, selain semua orang akan tahu bahwa pusaka berada di tangan Bouw Koksu, juga dia berhasil menyembunyikan pusaka aselinya tanpa ada yang mengetahui, dan dia masih mendapatkan banyak uang lagi!"
"Sayang, paman Souw Lok tidak tahu betapa licik dan curangnya orang macam Bouw Koksu itu. Setelah semua berhasil baik dan pusaka itu dapat diambil Bouw Koksu, dia datang mengunjung paman, bukan untuk membayar yang 1ima ribu tail lagi seperti yang diharapka paman, melainkan membunuh paman untuk menutup rahasia bahwa Mestika Buru Hong Kemala berada di tangannya.
Aku datang terlambat beberapa jam saja. Akan tetapi paman masih sempat mengatakan siapa yang membunuhnya, dan suatu saat, jahanam Bouw Koksu itu pasti akan tewas di tanganku!"
Hening sejenak. Semua orang agaknya tercekam oleh kisah yang diceritakan pemuda itu.
"Ah, aku mengerti sekarang. Engkau tentu telah mendahului rombongan, mengambil pusaka aseli, lalu memasukan pusaka palsu ke dalam guha seperti disebutkan dalam peta palsu, kemudian engkau menyembunyikan pusaka itu entah dimana, dan ketika kami bertemu dengan enci Kui Lan, engkau keluar dan pura-pura sinting untuk mengganggu kami, bukankah begitu?" kata Kim Hong.
Hui San tertawa. "Ha-ha, semua itu benar. Pusaka itu memang lebih dulu aku sembunyikan dalam sebuah pohon besar. Karena melihat engkau demikian cerdik, maka aku lalu pergi dan tidak berani sembarang main-main. Orang seperti engkau terlalu berbahaya untuk dipermainkan.
Tentu saja aku tidak tahu bahwa engkau sebenarnya segolongan dan seperjuangan denganku, nona."
"Souwtoako, kalau begitu pusaka itu sekarang berada di tangan mu?" tanya Kui Lan yang agak ragu ketika menyebut pemuda itu, akan tetapi melihat sikap yang polos dan bersahaja itu, diapun menyebutnya toako, sebutan yang akrab.
Hui San tersenyum dan matanya bersinar-sinar memandang kepada Kui Lan. "Benar, non.... eh, siauw-moi (adik), boleh aku menyebutmu Lan-moi (adik Lan)" Engkau puteri Menteri dan aku anak gunung"
"Ah, perlukah kita merendahkan diri dan menggunakan banyak peraturan yang tidak layak lagi itu, twako" Kata kanlah, sekarang Mestika Burung Hong Kemala itu berada di mana?"
"Kusimpan baik-baik, Lan-moi. Andai kata aku ditawan musuh, disiksa dan dibunuh sekalipun, jangan harap
musuh akan dapat memaksa aku
menyerahkan pusaka itu kepada
mereka. Tak seorangpun akan tahu di mana pusaka itu kusembunyikan.
Akan tetapi setelah aku bertemu
dengan engkau, aku siap memenuhi
pesan mendiang Paman Souw Lok
untuk menyerahkan pusaka itu
kepada seorang diantara para putera mendiang Menteri Yang Kok Tiong.
Apakah engkau bersedia rnerima
pusaka itu dariku?"
"Ah, aku.... apa bedanya kalau berada di tanganmu, twako?"
Hartawan Ji segera berkata, "Mengapa tidak ada bedanya. Kita semua
mempunyai kesetiaan yang sama, dan tentu semua bermaksud untuk
menyerahkan pusaka itu kembali
kepada Sri baginda Kaisar.
Karena itu, kuusulkan, biar pusaka itu tetap disimpan oleh Hui San, dan
tetapi dia harus memberitahukan
tempat penyimpanannya kepada
nona Kui Lan. Kita semua sedang
berjuang, tidak tahu apakah kita akan dapat lolos dari kematian. Karena itu,
sebaiknya kalau penyimpanan itu
selalu diketahui dua rang "
"Maksudmu agar kalau yang seorang meninggal, yang lain memberi
tahukan kepada seorang sahabat lain lagi?" tanya Hui San.
"Apakah tidak sebaiknya kalau
sekarang juga diantarkan ke barat
dan serahkan kepada Sri baginda
Kaisar" Pusaka itu amat dibutuhkan
untuk mendatangkan kepercayaan
mereka yang mendukung beliau,
bukan?" tanya Kim Hong.
"Dugaanmu tadi benar. Hui San
Pusaka itu amat penting, karena itu
harus selalu kita ketahui di mana
tempat penyimpanannya. Dan saat ini tidak perlu kita antarkan ke barat,
nona Kim Hong, karena kami telah
mendengar bahwa Sri baginda
berhasil membujuk para kepala suku di barat untuk membantu pasukan beliau dengan memperlihatkan
Mestika Burung Hong Kemala.
Agaknya, Sri baginda yang kehilangan pusaka itu telah membuatkan pula
tiruannya. Jadi sekarang ada tiga
buah pusaka, dua yang palsu
dipegang Bouw Koksu dan Sri
baginda, sedangkan yang aseli kita
simpan Kalau saatnya tiba, kita akan
serahkan kepada Sri baginda Kaisar."
Semua orang merasa setuju dengan pendapat ini dan Hui San lalu
menuliskan beberapa huruf di atas
kertas, memberikan tulisan itu
kepada Kui Lan yang membacanya.
Membaca isi tulisan ini Kui Lan
tertegun. Betapa berani dan cerdiknya pemuda murid Gobi-pai itu Dia telah menyimpan pusaka itu di tempat
yang takkan pernah disangka
Siapapun juga, terutama sekali tidak oleh pihak musuh karena pusaka itu berikut petinya ditanam di bawah
pohon dekat pagar tembok di kebun belakang gedung yabg kini ditinggali Bouw Koksu Pantas pemuda itu dapat menolongnya.
Kiranya sedang mencuri masuk dan menanam pusaka itu di bawah pohon yang ia pergunakan untuk memasuki kebun pada malam hari itu. Memang kelihatan mengkhawatirkan
menyimpan pusaka di sana, akan
tetapi justeru di tempat yang begitu dekat dengan Bouw Koksu,
merupakan tempat yang aman karena tidak akan disangka, sama sekali.
Gedung itu boleh jadi dapat diserbu orang dan isinya di rampok habis, bahkan gedung itu sendiri dapat saja dibakar habis. Akan tetapi siapa yang mau mengganggu sebatang pohon di sudut kebun" ia memandang pemuda yang tersenyum itu dan mengangguk, lalu ia merobek-robek kertas itu sampai menjadi potongan kecil kecil.
Kim Hong yang teringat akan ayah kandungnya yang belum juga dapat ia temukan, segera bertanya kepada Hartawan Ji, "Paman Ji, engkau telah dapat menyelidiki dan mengetahui bahwa orang yang mengaku ayahku itu adalah palsu Dapatkah engkau menolongku memberi tahu siapa
sebenarnya ayah kandungku yang
bernama Can Bu itu dan apakah dia masih hidup" Kalau dia masih hidup, di mana dia sekarang?"
"Ketika Yang-kongcu minta kepada kami untuk menyelidiki tentang Ciang Kui yang mengaku sebagai Can Bu, dengan sendirinya kami juga
menyelidiki tentang ayah kandung
nona itu. Kami bertanya-tanya kepada para perajurit dan perwira yang dulu berada dalam satu kesatuan dengan
perwira Can Bu."
"Dan bagaimana hasilnya, paman" tanya Kim Hong penuh harap.
"Ternyata bahwa ayahmu itu, perwia Can Bu, setelah berhasil lolos dari Khitan dan kembali ke kota raja, Dia diangkat menjadi seorang panglima yang membantu Panglima Besar Kok Cu It dan tentu saja dia ikut pula mengawal Sri baginda Kaisar ke
barat. Apa lagi karena ayahmu sudah mengenal daerah barat dengan baik, maka tenaganya amat dibutuhkan Kaisar"
"Jadi ayahku mengawal Sri baginda kaisar ke barat" Jadi benar ayah
kandungku masih ada?" wajah gadis itu berseri dan matanya bersinar-
sinar. "Kalau begitu, aku akan
menyusulnya dan mencarinya ke
sana, dan aku akan membantunya
memperkuat pasukan Sribaginda"
Hartawan Ji mengangguk-angguk.
Hartawan ini dahulu sebelum An Lu Shan merebut tahta Kerajaan Tang, telah bekenja sebagai seorang
penyelidik yang cerdik. Karena itu,
dia kini dapat bekerja dengan tenang tanpa takut dikenal orang karena
dahulupun tidak ada yang tahu
bahwa dia adalah seorang perwira
tinggi yang memiliki jaringan
penyelidik.
Banyak anak buahnya disebar ke
mana-mana sehingga dia dapat
mengetahui dengan baik keadaan di dalam dan di luar istana,
"Memang sebaiknya begitu, nona
Kami kira Sri baginda membutuhkan banyak pembantu yang lihai seperti
nona dan besar sekali harapannya
nona akan dapat bertemu dengan
perwira Can Bu sana."
"Kebetulan sekali, kakakku Yang Cin Han juga baru saja berangkat ke sana, adik Kim Hong," kata Kui Lan. kalau engkau melakukan perjalanan
dengan cepat, mungkin engkau akan dapat mengejarnya dan lebih
menyenangkan kalau kalian
melakukan perjalanan bersama,
kan?"
Wajah gadis itu berubah kemerahan, akan tetapi tak dapat disangkal di
dalam hatinya ia merasa girang
sekali, Sejak tadipun ia sudah
bertanya tanya di dalam hatinya
mengapa ia tidak melihat Cin Han di
situ.
"Aku akan melakukan perjalanan
secepat mungkin," katanya dan iapun tidak menolak ketika Hartawan Ji
menyerahkan seekor kuda
kepadanya, berikut berapa potong
perak untuk bekal perjalanan. Gadis ini meninggalkan rumah gedung
Bouw Koksu tanpa membawa apapun sehingga pakaianpun hanya yang
berada di tubuhnya. Iapun menerima ketika Kui Lan memberi beberapa
potong pakaian untuknya, dan
memang bentuk tubuh mereka
seukuran.
musuh akan dapat memaksa aku
menyerahkan pusaka itu kepada
mereka. Tak seorangpun akan tahu di mana pusaka itu kusembunyikan.
Akan tetapi setelah aku bertemu
dengan engkau, aku siap memenuhi
pesan mendiang Paman Souw Lok
untuk menyerahkan pusaka itu
kepada seorang diantara para putera mendiang Menteri Yang Kok Tiong.
Apakah engkau bersedia rnerima
pusaka itu dariku?"
"Ah, aku.... apa bedanya kalau berada di tanganmu, twako?"
Hartawan Ji segera berkata, "Mengapa tidak ada bedanya. Kita semua
mempunyai kesetiaan yang sama, dan tentu semua bermaksud untuk
menyerahkan pusaka itu kembali
kepada Sri baginda Kaisar.
Karena itu, kuusulkan, biar pusaka itu tetap disimpan oleh Hui San, dan
tetapi dia harus memberitahukan
tempat penyimpanannya kepada
nona Kui Lan. Kita semua sedang
berjuang, tidak tahu apakah kita akan dapat lolos dari kematian. Karena itu,
sebaiknya kalau penyimpanan itu
selalu diketahui dua rang "
"Maksudmu agar kalau yang seorang meninggal, yang lain memberi
tahukan kepada seorang sahabat lain lagi?" tanya Hui San.
"Apakah tidak sebaiknya kalau
sekarang juga diantarkan ke barat
dan serahkan kepada Sri baginda
Kaisar" Pusaka itu amat dibutuhkan
untuk mendatangkan kepercayaan
mereka yang mendukung beliau,
bukan?" tanya Kim Hong.
"Dugaanmu tadi benar. Hui San
Pusaka itu amat penting, karena itu
harus selalu kita ketahui di mana
tempat penyimpanannya. Dan saat ini tidak perlu kita antarkan ke barat,
nona Kim Hong, karena kami telah
mendengar bahwa Sri baginda
berhasil membujuk para kepala suku di barat untuk membantu pasukan beliau dengan memperlihatkan
Mestika Burung Hong Kemala.
Agaknya, Sri baginda yang kehilangan pusaka itu telah membuatkan pula
tiruannya. Jadi sekarang ada tiga
buah pusaka, dua yang palsu
dipegang Bouw Koksu dan Sri
baginda, sedangkan yang aseli kita
simpan Kalau saatnya tiba, kita akan
serahkan kepada Sri baginda Kaisar."
Semua orang merasa setuju dengan pendapat ini dan Hui San lalu
menuliskan beberapa huruf di atas
kertas, memberikan tulisan itu
kepada Kui Lan yang membacanya.
Membaca isi tulisan ini Kui Lan
tertegun. Betapa berani dan cerdiknya pemuda murid Gobi-pai itu Dia telah menyimpan pusaka itu di tempat
yang takkan pernah disangka
Siapapun juga, terutama sekali tidak oleh pihak musuh karena pusaka itu berikut petinya ditanam di bawah
pohon dekat pagar tembok di kebun belakang gedung yabg kini ditinggali Bouw Koksu Pantas pemuda itu dapat menolongnya.
Kiranya sedang mencuri masuk dan menanam pusaka itu di bawah pohon yang ia pergunakan untuk memasuki kebun pada malam hari itu. Memang kelihatan mengkhawatirkan
menyimpan pusaka di sana, akan
tetapi justeru di tempat yang begitu dekat dengan Bouw Koksu,
merupakan tempat yang aman karena tidak akan disangka, sama sekali.
Gedung itu boleh jadi dapat diserbu orang dan isinya di rampok habis, bahkan gedung itu sendiri dapat saja dibakar habis. Akan tetapi siapa yang mau mengganggu sebatang pohon di sudut kebun" ia memandang pemuda yang tersenyum itu dan mengangguk, lalu ia merobek-robek kertas itu sampai menjadi potongan kecil kecil.
Kim Hong yang teringat akan ayah kandungnya yang belum juga dapat ia temukan, segera bertanya kepada Hartawan Ji, "Paman Ji, engkau telah dapat menyelidiki dan mengetahui bahwa orang yang mengaku ayahku itu adalah palsu Dapatkah engkau menolongku memberi tahu siapa
sebenarnya ayah kandungku yang
bernama Can Bu itu dan apakah dia masih hidup" Kalau dia masih hidup, di mana dia sekarang?"
"Ketika Yang-kongcu minta kepada kami untuk menyelidiki tentang Ciang Kui yang mengaku sebagai Can Bu, dengan sendirinya kami juga
menyelidiki tentang ayah kandung
nona itu. Kami bertanya-tanya kepada para perajurit dan perwira yang dulu berada dalam satu kesatuan dengan
perwira Can Bu."
"Dan bagaimana hasilnya, paman" tanya Kim Hong penuh harap.
"Ternyata bahwa ayahmu itu, perwia Can Bu, setelah berhasil lolos dari Khitan dan kembali ke kota raja, Dia diangkat menjadi seorang panglima yang membantu Panglima Besar Kok Cu It dan tentu saja dia ikut pula mengawal Sri baginda Kaisar ke
barat. Apa lagi karena ayahmu sudah mengenal daerah barat dengan baik, maka tenaganya amat dibutuhkan Kaisar"
"Jadi ayahku mengawal Sri baginda kaisar ke barat" Jadi benar ayah
kandungku masih ada?" wajah gadis itu berseri dan matanya bersinar-
sinar. "Kalau begitu, aku akan
menyusulnya dan mencarinya ke
sana, dan aku akan membantunya
memperkuat pasukan Sribaginda"
Hartawan Ji mengangguk-angguk.
Hartawan ini dahulu sebelum An Lu Shan merebut tahta Kerajaan Tang, telah bekenja sebagai seorang
penyelidik yang cerdik. Karena itu,
dia kini dapat bekerja dengan tenang tanpa takut dikenal orang karena
dahulupun tidak ada yang tahu
bahwa dia adalah seorang perwira
tinggi yang memiliki jaringan
penyelidik.
Banyak anak buahnya disebar ke
mana-mana sehingga dia dapat
mengetahui dengan baik keadaan di dalam dan di luar istana,
"Memang sebaiknya begitu, nona
Kami kira Sri baginda membutuhkan banyak pembantu yang lihai seperti
nona dan besar sekali harapannya
nona akan dapat bertemu dengan
perwira Can Bu sana."
"Kebetulan sekali, kakakku Yang Cin Han juga baru saja berangkat ke sana, adik Kim Hong," kata Kui Lan. kalau engkau melakukan perjalanan
dengan cepat, mungkin engkau akan dapat mengejarnya dan lebih
menyenangkan kalau kalian
melakukan perjalanan bersama,
kan?"
Wajah gadis itu berubah kemerahan, akan tetapi tak dapat disangkal di
dalam hatinya ia merasa girang
sekali, Sejak tadipun ia sudah
bertanya tanya di dalam hatinya
mengapa ia tidak melihat Cin Han di
situ.
"Aku akan melakukan perjalanan
secepat mungkin," katanya dan iapun tidak menolak ketika Hartawan Ji
menyerahkan seekor kuda
kepadanya, berikut berapa potong
perak untuk bekal perjalanan. Gadis ini meninggalkan rumah gedung
Bouw Koksu tanpa membawa apapun sehingga pakaianpun hanya yang
berada di tubuhnya. Iapun menerima ketika Kui Lan memberi beberapa
potong pakaian untuknya, dan
memang bentuk tubuh mereka
seukuran.
Setelah Kim Hong berangkat
meninggalkan kota raja dengan cara sembunyi-sembunyi, yaitu melalui
pintu gerbang selatan dengan
menyamar sebagai seorang nenek-
nenek, diantar oleh Ji Siok yang telah menyogok para penjaga agar
diperbolehkan keluar mengantar
bibinya yang tua dan sakit-sakitan ke desa maka Hui San juga
meninggalkan rumah Hartawan Ji,
Diapun menyamar karena kini dia
juga menjadi seorang buronan.
Dia menghubungi seorang
tetangganya dan minta bantuan
tetangga itu untuk menjualkan rumah dan toko pamannya. Karena
mendapatkan keuntungan besar,
tetangga itu dengan senang hati
melakukannya dan dalam waktu
beberapa hari saja rumah itu telah terjual dan Hui San mempunyai uang dua ribu tahil hasil penjualan itu. Dia pun seperti KUi Lan, tinggal, di rumah Hartawan Ji.
Pada keesokan harinya, Hartawan Ji menerima seorang tamu dan setelah tamu itu pergi, dia mengumpulkan
para pembantunya di mana hadir
pula Hui San dan Kui Lan. Dari wajah pemimpin jaringan mata-mata itu
dapat dlduga bahwa ada masalah
penting.
"Ada berita penting sekali dari Sia-ciangkun," kata hartawan itu.
"Dari toako Sia Su Beng" Berita
apakah itu, paman?" tanya Kui Lan
penuh gairah, ia tidak tahu betapa
diam diam Hui San mengerling
kepadanya dengan penuh perhatian
menatap wajahnya dalam kerlingan
itu.
"Sia-ciangkun memberi kabar bawa usaha nona Kui Bi di istana berhasil
mengadu-domba antara An Lu Shan
dan puteranya, An Kong. Bahkan
AnKong yang disebut pangeran itu
mempercayai nona Kui Bi dan minta
kepada nona Kui Bi untuk meracuni
An Lu Shan..'
"Ah, berbahaya sekali itu, Bagai mana kalau ketahuan?" kata Kui Lan,
mengkhawatirkan adiknya.
"Semua telah diatur oleh Bouw Koksu yang mendukung Pangeran An Kong.
Malam ini nona Kui Bi berhasil
diselundupkan ke dapur dan di
tunjuk sebagai seorang dayang
melayani kaisar An Lu Shan makan malam menggantikan seorang dayang lain yang sakit. Saat inilah akan
dipergunakan oleh nona Kui Bi untuk meracuni makanan yang akan
dimakan kepala pemberontak itu."
"Akan tetapi, tentu akan ketahuan dan adikku akan terancam bahaya," kata pula Kui Lan.
"Menurut pesan Sia-ciangkun, bahaya yang datang bukan dari pengikut An Lu Shan, melainkan dari Pangeran An Kong, dari Bouw Koksu yang
mendukungnya. Dari mereka inilah
datangnya bahaya yang mengancam nona Kui Bi"
"Akan tetapi bagaimana mungkin Itu, paman?"' tanya Hui San. "Bukankah
nona Yang Kui Bi hanya
melaksanakan perintah Pangeran An
Kong?"
"Itulah sebabnya, menurut Sia
ciangkun, keadaan nona Kui Bi
terancam maut. Setelah perbuatan itu dilaksanakan dan An Lu Shan mati
keracunan, tentu para pejabat tinggi
ingin mencari siapa pelakunya. Dan untuk menutupi kenyataan bahwa An Kong yang meracuni ayahnya maka tentu mereka itu akan berusaha
untuk menangkap nona Kui Bi dan
menuduh nona itu sebagai
pelakunya.
Akan tetapi harap jangan khawatir.
Sia ciangkun sudah mengatur
kesemuanya Dia yang akan
melindungi nona Kui Bi dan
menyelundupkannya keluar dan kita yang harus membantunya, menerima nona Kui Bi dan membawanya ke sini dengan cepat."
"Akan tetapi, peristiwa itu tentu akan menimbulkan geger di istana paman. Apakah tidak akan terjadi keributan yang ditimbulkan oleh mereka yang setia kepada An Lu Shan?"
"Inipun akan ditanggulangi oleh
Bouw-ciangkun yang sudah
mempersiapkan pasukannya di luar
istana, dan dibantu oleh Sia-ciangkun yang akan bergerak ke dalam istana."
Kui Lan membelalakkan matanya.
"Paman Ji, benarkah itu" Rasanya
tidak mungkin Sia-toako akan bekerja sama dengan Bouw Koksu, apa lagi membantunya."
"Nona, ini merupakan siasat Sia-
ciangkun yang baik sekali.
Menghadapi Pangeran An Kong yang didukung Bouw Koksu tidaklah
seberat kalau menghadap An Lu Shan.
Karena itu, sengaja di birkan ayah
dan anak pemberontak itu saling
hantam, dan Sia-ciangkun memang
sengaja berpihak kepada Pangeran An Kong. Kalau An Lu Shan sudah tewas, dan para pengikutnya dapat
dilumpuhkan akan kelak menghadapi Pangeran An Kong tidaklah terlalu
berat."
Kui Lan mengerti, akan tetapi tetap
saja ia mengkhawatirkan
keselamatan adiknya, ia tahu bahwa Kui Bi bermain api. Amat berbahaya tugas yang hendak dilaksanakan
adiknya malam ini. Meracuni An Lu Shan. Membayangkan saja Kui Lan
sudah merasa ngeri dan jantungnya
berdebar keras.
Bagaimana kalau ketahuan sebelum An Lu Shan makan hidangan beracun itu" Bagaimana kalau hidangan itu tidak dimakan atau dimakan orang
lain sehingga orang lain yang mati, bukan An Lu Shan" Apa yang dapat
dilakukan Kui Bi kalau sampai
ketahuan" ia tahu akan keberanian
dan kenekatan adiknya itu. Kalau
sampai ketahuan sebelum hidangan
dimakan, Kui Bi pasti akan bertindak nekat dan mencoba untuk membunuh saja An Lu Shan.
Dan tanpa bantuan, agaknya mustahil adiknya akan mampu meloloskan diri dengan selamat keluar dari istana kalau ia dikejar-kejar sebagai
pembunuh. Biarpun ia tahu di sana
terdapat Sia Su Beng pria yang
dikaguminya itu, tetap saja ia masih merasa gelisah. Ketika Ji Siok
mengatakan bahwa pertemuan
berakhir dan semua orang sudah
bangkit, ia sendiri berdiri dan
menuju ke kamarnya dengan tubuh
lemas.
**********
Karena memang sudah diatur oleh kaki tangan Bouw Koksu, maka
dengan mudah Kui Bi mendapat
kepercayaan membantu di dapur,
kemudian menggantikan seorang
dayang pelayan di ruangan makan
yang sedang sakit.
Semua ini sudah diatur oleh Bouw
Koksu, melalui kaki tangannya yang banyak terdapat di dalam istana.
Mudah sekali bagi Kui Bi untuk
mengetahui, sayur masakan yang
mana menjadi kesukaan An Lu Shan dan mudah pula ia membawa
hidangan itu menuju ke kamar
makan, menaruh bubukan racun di
dalam masakan. Racun itu tidak
mengeluarkan bau, juga tidak ada
rasanya, maka tidak akan diketahui
bahwa masakan itu mengandung
racun.
Akann tetapi ketika An Lu Shan yang berpakaian sebagai raja itu memasuki ruangan makan dan ia duduk
menghadapi semeja besar penuh
masakan yang masih mengepulkan
uap yang sedap, ditamani tiga orang selir dan lima orang dayang, hati Kui Bi berdebar juga. ia melihat selosin perajurit pengawal pribadi yang
membawa tombak, berdiri berjajar di pintu ruangan.
Dan ia tahu bahwa di luar pintu
terdapat pula banyak perajurit
pengawal. Hal Ini tidak mengejutkan hatinya karena memang sebelumnya Bouw Koksu telah memberi tahu
padanya dan mengatakan bahwa
mereka itu adalah pasukan pengawal yang telah menjadi anak buahnya!
Yang menjadi pengawal setia dari An Lu Shan hanya selosin orang
pengawal pribadi saja.
Menurut petunjuk Bouw Koksu, kalau nanti An Lu Shan sudah makan dan keracunan ia harus cepat menerobos keluar melalui pintu, kalau perlu
merobohkan para pengawal pribadi yang menghalangi dan kalau sudah tiba di luar, pasukan anak buah
Pangeran An Kong atau Bouw Koksu akan melindunginya. Akan tetapi Kui BI telah mendapat pesan dan
petunjuk lain dari panglima muda
yang di kaguminya, yaitu Sia Su Beng.
Menurut Sia Su Beng, setelah ia
berhasil, harus melarikan diri melalui jendala ruangan makan itu yang
terbuka dan tiba di taman di luar
ruangan makan, kemudian
mengambil jalan melalui atas
wuwungan menuju ke dalam taman istana yang besar. Di sana, Sia Su
Beng dan pasukannya akan
menyambut dan
menyembunyikannya.
Tentu saja ia memilih untuk menaati pesan pujaan hatinya itu, karena
menurut Sia Su Beng, kalau ia
menaati petunjuk Bouw Koksu, ia
seperti seperti burung masuk
kurungan, akan ditangkap dan besar sekali kemungkinan dituduh sebagai pembunuh tunggal An Lu Shan dan dijatuhi hukuman berat.
Ruangan makan itu luas sekali.
disudut ruangan, dekat dinding para dayang ahli musik telah memainkan yangkim dan suling, dan ada pula
yang bernyanyi dengan suara lembut dan merdu. Meja makan itu sendiri
berbentuk bundar dan An Lu Shan
duduk di atas kursi istimewa,
dikelilingi para dayang dan tiga orang selirnya duduk di kanan kiri dan
depannya.
Masakan kegemarannya ialah
masakan kaki biruang dimasak
dengan rebung (bambu muda). Inilah masakan kegemarannya ketika dia
menjadi panglima pasukan di utara, di mana terdapat banyak biruang.
Biarpun sekarang dia berada di
selatan dan kaki biruang merupakan
bahan masakan yang langka dan
karenanya mahal sekali, dia tetap
minta dicarikan kaki biruang.
Masakan inilah yang tadi oleh Kui Bi dihidangkan di atas meja, paling
dekat dengan kursi sang kaisar baru.
Dalam kesempatan ini, agar tidak
menarik perhatian, Kui Bi tidak
berdandan. ia hanya berperan
sebagai pelayan yang mengambilkan
masakan dari dapur dan ketika sang
kaisar makan bersama selirnya dan
dilayani lima orang dayang, tugasnya
hanya berdiri di samping bersama
tiga orang rekannya, dan menanti
perintah para dayang pelayan kalau-kalau dibutuhkan bumbu atau
masakan tambahan.
An Lu Shan nampak gembira ketika duduk di depan meja makan.
Perutnya rasa semakin lapar ketika
dia mencium bau masakan khas
kegemarannya yang ada paling dekat di depannya. Dia merima suguhan
arak dari selir yang duduk di sebelah kanannya, minum dengan sekali
tuang dari cawannya, kemudian
menerima sumpit yang disodorkan
selir yang berada di sebelah kirinya.
Kui Bi mengikuti semua gerakan
kaisar itu dengan jantung berdebar
tegang. Akan berhasilkah usahanya
melaksanakan perintah Pangeran An Kong" ia tidak menyesal sedikitpun
melaksanakan perintah meracuni An Lu Shan, karena andaikan tidak ada perintah itu, dengan segala
kenekatannya ia akan mencari
kesempatan untuk membunuh orang ini, orang yang telah mengakibatkan ayah ibunya meninggal,
menyebabkan keluarganya
berantakan dan Kerajaan Tang jatuh.
Agaknya perhitungan Bouw Koksu dan Pangeran An Kong memang tepat. Tanpa ia melihat ke arah masakan
lain, sepasang sumpit di tangan An Lu Shan langsung saja menuju ke arah masakan kaki biruang itu, dan
sepasang sumpit itu menjepit
sepotong daging kaki biruang, lalu
dimasukkan ke dalam mulutnya.
Nampak sedap dan nyaman sekali dia mengunyah daging kaki biruang yang bergajih itu, dan memang tukang
masak mendapat pesan dari Pangeran An Kong sendiri agar hari itu
memasak kaki biruang yang seenak-enaknya. Bahkan diapun
memerintahkan mencarikan kaki
biruang yang masih muda agar terasa lebih lunak dan lezat.
Makin tegang rasa hati Kui Bi ketika An Lu Shan terus saja makan
masakan itu dengan sumpitnya,
hanya di selingi minum arak sekali
dua kali tegukan. Agaknya tidak ada
pengaruh apa-apa dan dia makan
dengan lahapnya, belum menyentuh
masakan lain.
Timbul perasaan gelisah dalam hati Kui Bi dan ia mengingat-ingat. Tidak salahkah ia tadi menaruhkan racun
itu" Jangan-jangan ia keliru
memasukkan ke dalam masakan lain! Akan tetapi rasanya tidak mungkin ia yakin benar telah menuangkan racun itu ke dalam masakan kaki biruang
itu.
Suara mussik masih terdengar
mengiringi suara nyanyian merdu.
Tiga orang selir seperti berebut
menarik perhatian kaisar dengan
ucapan manis dan menyuguhkan
arak, ada pula yang karena desakan
kaisar mulai ikut makan. Akan tetapi
melihat betapa lahapnya kaisar
makan masakan kaki biruang,
mereka tidak berani ikut
mengambilnya.
Kalau An Lu Shan tidak
mengambilkan untuk mereka, tiga
orang selir itu tidak akan berani
lancang mengambil sendiri hidangan yang menjadi kegemaran An Lu Shan itu. Bekas panglima yang kini
mengangkat diri menjadi kaisar ini
memang terkenal galak dan keras
kalau ada orang berani mendahului
kehendaknya, apa lagi
menentangnya.
Karena itulah, ketika pangeran An
Kong mohon agar diangkat menjadi
putera mahkota, dia marah dan
membenci puteranya sendiri, karena
merasa di dahului!
"Ah, aku haus, araknya!" Kata An Lu Shan dan tiga orang selir itu seperti
berebut memegang guci arak
menuangkan arak ke dalam cawan
arak dari emas yang telah kosong. An Lu Shan mengambil cawan itu,
menuangkan isinya ke dalam
mulutnya yang ternganga dan tiba-
tiba cawan kosong itu terlepas dari
tangannya dan diapun terkulai!
"Dukk!" Kepalanya terantuk meja dan tubuhnya berkelojotan. Tiga orang selir itu menjerit, diikuti lima orang dayang dan semua orang yang berada disitu terkejut. Para pemain musik
menghentikan permainan mereka
dan dengan muka pucat mereka
memandang terbelalak ke arah
kaisar. Selosin orang pengawal
pribadi berloncatan mendekat.
Kui Bi maklum bahwa racun itu telah bekerja, lapun menyelinap dan
mendekati jendela, terus melompat keluar.
"Heii,tahan! Semua orang tidak
boleh meninggalkan tempat ini!"
seorang pengawal pribadi berteriak
dan ketika melihat Kui Bi tidak
berhenti diapun mengejar, diikuti
oleh sembilan orang pengawal lain, sedangkan dua orang tinggal di situ, menolong kaisar dan mengamati
setiap orang.
Kui Bi berlari ke dalam taman kecil di luar ruangan makan itu, dan ketika pengawal pribadi kaisar itu yang
ternyata memiliki gin-kang ynng
cukup hebat berloncatan
mengejarnya, tiba tiba Kui Bi
membalikkan tubuhnya. Tadi ia
menyambar sebatang ranting kayu
taman itu dan kini, tiba-tiba ranting itu mencuat dan dengan dahsyat
menyambut pengejarnya dengan
tusukan kearah kedua matanya.
Melihat ranting itu menusuk ke arah matanya dengan kecepatan kilat,
pengawal itu terkejut dan cepat
menggerakkan tombaknya menangkis melindungi matanya. Akan tetapi,
ilmu Hong in Sin-pang dari Kui Bi
memang helbat sekali. Ranting yang menusuk mata itu tidak menanti
sampai ditangkis tombak tahu-tahu
telah meluncur ke bawah dan
menotok dada lawan.
"Tukk!" Biarpun hanya sebatang
ranting sebesar ibu jari, akan tetapi di tangan Kui Bi menjadi senjata
ampuh.
Pengawal itu roboh dengan tubuh kaku!
Kui Bi tidak menanti lebih lama terus berloncatan melintasi taman dan
meloncat naik ke atas genteng seperti petunjuk yang didapatnya dari Sia
Beng. Di belakangnya, sembilan orang pengawal mengejar dan ternyata
mereka memang merupakan orang-orang pilihan yang memiliki
kepandaian tinggi.
Kalau yang pertama tadi sampai
dapat dirobohkan Kui Bi, karena dia
memandang rendah kepada seorang gadis dayang, apalagi kalau yang
dipergunakan menyerangnya hanya
sebatang ranting. Karena memandang rendah, dia lengah dan dapat
dirobohkan dengan sekali totokan.
Ketika melihat betapa sembilan orang pengawal itu dapat terus
mengejarnya dengan berlompatan ke atas wuwungan pula, Kui Bi
mempercepat lari dan akhirnya ia
dapat meloncat turun ke dalam taman istana, tetap dikejar oleh sembilan
orang itu.
Hati Kui Bi menjadi lega ketika lihat pasukan yang puluhan orang
banyaknya berbaris di taman itu.
Cepat ia meloncat dekat dan
tangannya segera ditarik Sia Su Beng dan ia sudah menyusup masuk ke
dalam barisan itu, tergesa-gesa ia
mengenakan pakaian seragam
perajurit yang diberikan oleh seorang prajurit, menutupi pakaian
wanitanyanya beberapa detik saja Kui Bi telah menjadi seorang di antara
pasukan itu, berpakaian perajurit
berikut topinya yang khas.
Sia Su Beng menyambut sembilan
orang pengawal pribadi kaisar itu di bawah sinar lampu-lampu gantung
taman itu dia menegur.
"Bukankah kalian ini perajurit
perajurit pengawal pribadi Yang
Mulia Kaisar" Kenapa malam-malam
berlari ke sini" Apa yang telah
terjadi?"
"Ah, kiranya Sia-ciangkun dan
pasukannya. Kenapa pula ciangkun
membawa pasukan memasuki taman istana?" pemimpin pasukan pengawal itu bertanya. Para perajurit pengawal pribadi kaisar adalah orang-orang
kepercayaan kaisar maka biarpun
hanya perajurit, mereka berani
bersikap angkuh terhadap panglima
yang berada di luar istana.
"Kami menerima perintah Bouw
Koksu untuk berjaga-jaga karena ada desas desus bahwa mata-mata musuh hendak menyerang Yang Mulia.
Apakah yang terjadi maka kalian
berlarian ke sini?"
"Kami mengejar pembunuh! Apakah pasukanmu tadi melihat seorang
gadis yang berlari ke dalam taman
ini?"
"Tidak, kami tidak melihatnya," kata Sia Su Beng.
"Mustahil," para perajurit pengawal
pribadi kaisar itu berseru heran,
'kami mengejarnya dan kami melihat jelas meloncat turun dari wuwungan dan masuk ke taman ini!"
"Hemm, apakah itu berarti kalian
tidak percaya kepada keterangan
kami" kalau begitu, silakan
menggeledah dan periksa sendiri
apakah gadis yang kalian cari itu
berada di antara kami ataukah tidak!" kata Sia Su Beng dengan suara keren.
"Maafkan kami, ciangkun. Telah
terjadi peristiwa hebat, terpaksa kami akan melakukan penggeledahan, ini tugas kami!" Sembilan orang itu lalu
menyusup-nyusup ke dalam pasukan
itu, akan tetapi tentu saja mereka
tidak menemukan seorang gadis
dayang di antara mereka.
Semua adalah pasukan yang
berpakaian seragam. Kalau ada gadis dayang, tentu akan mudah kelihatan di antara mereka yang seragam itu.
Setelah merasa yakin bahwa tidak
ada gadis yang mereka cari, mereka
kembali berhadapan dengan Sia Su
Beng.
"Sebetulnya, apa yang terjadi" Siapa
gadis dayang itu dan mengapa kalian mengejarnya?"
"la telah melarikan diri setelah
melihat Yang Mulia keracunan! Kami mencurigai ia mempunyai kaitan
dengan peristiwa itu."
"Yang Mulia keracunan" Lalu...
bagaimana keadaan beliau?" tanya
Sia Su Beng, pura-pura kaget.
"Kami tidak tahu, sekarang juga kami akan ke sana!" kata sembilan orang
itu dan merekapun berserabutan lari meninggalkan taman. Pada saat
terdengar bunyi canang dipukul
bertalu talu, tanda bahaya sehingga
seluruh isi istana menjadi gempar.
Dalam waktu beberapa menit saja
semua orang tahu bahwa kaisar telah
tewas keracunan hidangan makan
malam!
Pasukan yang dipimpin Bouw Ki telah dipersiapkan dan telah berada diluar istana, sedangkan pasukan yang di pimpin Sia Su Beng juga sudah siap dan berada di sebelah dalam,
mengepung istana dan menguasai
semua tempat.
Melihat ini, para panglima yang setia kepada An Lu Shan tidak dapat
berbuat sesuatu apa lagi karena
kematian An Lu Shan karena
keracunan makanan. Mereka hanya
dapat segera datang ke ruangan
makan dan menahan semua dayang, selir, dan thai-kam, termasuk semua juru masak yang malam itu bertugas memasak makanan dan melayani keluarga kaisar makan malam.
Ketika Bouw Koksu tergesa-gesa
datang bersama Bouw-ciangkun, juga Pangeran An Kong, dan kemudian
menyusul pula Sia Su Beng dan para
panglima dan menteri yang
memenuhi ruangan makan, tubuh
kaisar An Lu Shan sedang diperiksaa
dengan teliti oleh tiga orang tabib
istana.
Akan tetapi, semua usaha tiga orang tabib itu melalui pengurutan, tusuk jarum, dan cekokan obat anti racun sia-sia belaka karena memang ketika tiga orang tabib itu datang, An Lu Shan telah putus nyawanya. Jerit
tangis para isteri dan selir memenuhi ruangan itu, akan tetapi Bouw Koksu dengan cekatan lalu mengatur agar jenazah kaisar segera diangkat
keruangan dalam untuk dirawat
sebagaimana mestinya.
Bouw Koksu sendiri yang memeriksa para pembantu yang masih ditahan ruangan makan untuk ditanya. Akan tetapi, dia dan Bouw Ki merasa heran sekali tidak melihat Kui Bi. Dari para petugas di luar ruangan makan
mereka mendengar bahwa gadis itu tidak lari melalui pintu. Padahal
sudah direncanakan bahwa kalau ia keluar dari pintu para petugas akan menangkap dan rnenahannya.
Kemudian terdengar keterangan para pengawal pribadi kaisar bahwa gadis dayang itu melarikan diri melalui
jendela dan biarpun mereka telah
berusaha mengejarnya, namun gadis yang amat lihai itu berhasil melarikan diri. Mendengar ini, Bouw Koksu
mengerutkan alisnya. Sama sekali
tidak pernah disangkanya bahwa
dayang baru itu memiliki ilmu silat tinggi. Tentu ia lihai sekali sehingga mampu meloloskan diri dari
pengejaran para pengawal pribadi
kaisar yang lihai itu.
Karena khawatir gadis itu
membocorkan rahasia bahwa
Pangeran An Kong yang melakukan
rencana pembunuhan terhadap
ayahnya, Bouw Koksu lalu
memerintahkan para panglima untuk menangkap dayang itu. Juga Panglima Sia Su Beng diminta untuk
menggeledah seluruh kota untuk
menangkapnya.
"la pasti masih berada di kota raja.
Geledah semua rumah dan tangkap
gadis itu! Tentu ia yang membunuh
dan meracuni Sribaginda!"
perintahnya.
Semua panglima, termasuk Sia Su
Beng, meninggalkan istana. Kalau
para pangIima memerintahkan anak
buah mereka untuk melakukan
pencaharian, Sia Su Beng sendiri
cepat menuju rumah Hartawan Ji. Tak lama kemudian dia sudah berada di kamar rahasia bersama Hartawan Ji, Kui Lan, Kui Bi, dan Hui San.
Begitu melihat Sia Su Beng muncul, Kui Bi segera lari menyambutnya dan bertanya, "Twako, bagaimana"
Berhasilkah kita sesuai rencana"
Apakah dia sudah tewas?" Gadis itu
merasa tegang dan saking tegangnya, ia memegang kedua lengan panglima itu.
Sia Su Beng tersenyum dan
mengangguk. "Berhasil baik sekali, Bi-
moi Engkau memang tabah dan
cerdik. An Lu Shan telah tewas, dan
tentu An Kong yang akan mengangkat diri menjadi gantinya seperti mereka rencanakan, akan tetapi sekarang
timbul masalah baru. Engkau berada dalam bahaya, Bi-moi !"
"Hemm, aku tidak takut, twako" kata gadis itu dengan sikap gagah.
"Aku percaya engkau tidak takut akan tetapi aku yang tidak mau melihlat
engkau ditangkap. Kau tahu, Bouw
Koksu berusaha keras untuk mencari dan menangkapmu.
Tepat seperti kuduga, tentu dia ingin
menangkapmu agar dapat
menjatuhkan semua kesalahan
kepadamu, menceritakan bahwa
engkau yang meracuni kaisar
sehingga dia dan An Kong bebas dari
tuduhan."
"Akan tetapi, aku dapat membantah
dan mengatakan bahwa mereka yang menyuruhku. Aku tidak takut, twako. Selama engkau di sampingku, aku
tidak takut apapun!"
"Aku berjanji akan membantumu
dengan taruhan nyawaku, Bi-moi.
Akan tetapi sungguh tidak bijaksana
kalau harus menggunakan kekerasan melawan musuh yang jauh lebih kuat dari pada kita. Sekarang belum tiba saatnya kita lawan dengan
kekerasan.
Kita tunggu saatnya. Setidaknya
sekarang musuh yang paling
berbahaya, An Lu Shan, telah tidak
ada. Kurasa untuk menghancurkan
kekuatan Pangeran An Kong dan
Bouw kokssu bukan hal yang terlalu sulit kalau kita sudah menyusun
kekuatan."
Sejak tadi Kui Lan melihat sikap
adiknya dan sikap panglima itu dan ia merasa hatinya tertusuk. Tahulah ia bahwa adiknya amat mencinta
panglima itu dan agaknya Sia Su Beng juga rnencintai adiknya, ia harus
melepaskan harapannya, ia harus
mengalah terhadap adiknya.
"Bi-moi, ucapan Sia-ciangkun itu
benar sekali. Kita tidak boleh hanya
menggunakan kekerasan dan nekat tanpa perhitungan. Kita harus
menaati semua petunjuk Sia-ciangkun yang lebih berpengalaman dan lebih mengetahui keadaan. Katakanlah,
ciangkun, apa yang harus kami
lakukan sekarang?"
Sia S u Beng memandang kepada
Souw Hui San. Dia tentu saja
mengenal Kui Lan dan Ji Siok dan percaya kepada mereka, akan tetapi baru sekarang dia melihat pemuda
yang tersenyum-senyum itu. Melihat pandangan mata Sia Su Beng, Souw Hui San melangkah maju.
"Ciangkun, sudah lama aku
mendengar nama besarmu dan
mengagumimu. Namaku Souw Hui
San dan Paman Ji maupun nona Yang Kui Lan tentu berani menanggung
bahwa aku adalah seorang rekan
seperjuangan dan tidak perlu kau
curigai ."
"Benar sekali, Sia-ciangkun, Souw-
toako ini adalah sahabat baik yang
sudah berkali-kali menyelamatkan
nyawaku dari tangan Bouw Ki dan
kaki tangannya," kata Kui Lan.
"Kami juga berani bertanggung jawab bahwa dia adalah seorang pejuang sejati, ciangkun,"' kata pula Ji Siok.
"Dia murid Gobi-pai yang berilmu
tinggi,"tambah pula Kui Lan.
Sia Su Beng mengangguk-angguk,
"Bagus kalau begitu, hatiku lebih
tenteram karena baik Lan-moi
maupun Bi-moi mendapatkan
pengawal yang dapat di andalkan.
Malam ini juga kalian bertiga harus Keluar dari kota raja, karena mulai
besok, seluruh rumah di kota raja
akan digeledah. Bouw Koksu
bersikeras untuk menangkap Bi-moi."
"Akan tetapi, bagaimana kami dapat
keluar dari kota raja, ciangkun?"
tanya Hui San. "Dengan terjadinya
peristiwa ini, tentu Bouw Koksu akan mengerahkan pasukan untuk
menjaga semua pintu gerbang dan
akan memeriksa setiap orang yang
lewat, apa lagi yang akan ke luar
pintu gerbang."
Panglima itu menunjuk buntalan
yang tadi dibawanya dan yang
diletakan di atas meja. "Aku sengaja
membawa tiga stel pakaian tentara,
tadinya kubawakan untuk nona Yang Kui lan, Bi moi dan Paman Ji Siok
untuk mereka pakai. Aku yang akan mengatur kalian keluar kota raja
dengan aman. Aku tidak tahu bahwa
di sini terdapat Saudara Souw Hui
San."
"Ciangkun, sebaiknya kalau saya
berada di sini saja. Saya mempunyai hubungan baik dengan para panglima dan pejabat. Andaikan mereka
melakukan penggeledahan di sinipun, mereka tidak akan menemukan apa-apa. Tidak seorang pun yang dapat
menduga bahwa kedua orang nona ini pernah berada di rumah ini,
ciangkun. Karena itu, sebaiknya kalau pakaian untukku itu dipakai oleh Hui San dan saya akan tetap tinggal disini menjadi penghubung bagi para
kawan dan melihat keadaan."
"Baiklah kalau begitu, Paman Ji Akan tetapi berhati-hatilah, karena Bouw
Koksu adalah seorang yang lihai
cerdik dan kejam," kata Sia Su Beng
Sementara itu, tanpa diperintah lagi Kui Lan, Kui Bi dan Hui San sudah mengenakan pakaian tentara. Yang dipakai kedua orang gadis itu pas,
hanya kebesaran sedikit karena
memang Sia Su Beng sudah
memilihkan yang paling kecil, akan
tetapi yang dipakai Hui San agak
kekecilan, terutama di bagian dada.
Tak lama kemudian, Sia Su Beng
sudah memimpin dua losin perajurit berkuda menuju ke pintu gerbang sebelah barat. Para penjaga berikut
komandan mereka tentu saja tidak
berani menghalangi , bahkan
memberi hormat kepada Sia Su Beng, apa lagi ketika dengan singkat Sia Su Beng memberi tahu bahwa ia dan pasukannya akan melakukan
pengejaran ke luar kota terhadap
kawanan pembunuh kaisar, mereka semua bergembira karena merasa
yakin bahwa kalau langlima yang
lihai ini yang melakukan pengejaran, tentu akan berhasil.
Pasukan itu terus menjalankan kuda sampai jauh meninggalkan kota raja. Setelah malam lewat dan matahari
mulai memuntahkan cahayanya di
ufuk timur, barulah Sia Su Beng
memberi isarat agar pasukannya
berhenti dan beristirahat juga
membiarkan kuda mereka makan
dan minum. Dia sendiri mengajak Kui Lan, Kui Bi dan Hui San menjauhkan
diri dan mengajak mereka bercakap-cakap.
"Nah, sekarang kurasa kalian bertiga
sudah aman untuk melanjutkan
perjalanan ke barat, menyusul
rombongan Sri baginda Kaisar Beng
Ong di Secu-an."
"Terima kasih, ciangkun. Engkau
memang hebat dan cerdik sekali. Biar mulai sekarang aku yang akan
mengawal kedua enci adik Ini sampai
mereka tiba di Se-cuan dengan
selamat," kata Hui San penuh
semangat.
**********
"Akupun mengucapkan terima kasih kepadamu, Sia-ciangkun," kata Kui
Lan, sengaja kini menyebut ciangkun kepada panglima itu. ia tidak dapat lagi bersikap akrab kepada panglima yang pernah dikaguminya itu setelah mengetahui bahwa panglima itu
akrab sekali dengan adiknya. "Engkau telah menyelamatkan adikku, juga
berhasil membawa kami bertiga
keluar dari kota raja dengan selamat."
"Tidak, aku tidak mau pergi!" tiba-
tiba Kui Bi berkata sambil mendekati
Sia Su Beng. "Twako, bagaimana
mungkin aku pergi kalau engkau
masih tinggal di kota raja" Tidak, aku bukan pengecut yang meninggalkan
begitu saja. Aku tidak mau pergi.
Kalau engkau kembali ke kota raja,
akupun harus kembali ke sana!"
"Bi-moi, jangan bicara begitu", kata
encinya. "Kita bukan pengecut kalau
pergi dari kota raja. Kita bukan
sekedar melarikan diri karena takut
akan tetapi kita akan bergabung
dengan kakak Cin Han di sana. Sia-
ciangkun harus kembali ke kotaraja di mana dia bertugas dan kita membagi
pekerjaan yaitu kita membantu
pasukan Sribaginda dan Sia-ciangkun
membantu dari dalam."
"Benar, Bi-moi. Jasamu sudah cukup
besar dengan membunuh An Lu Shan
dan sementara ini engkau harus
meninggalkan kota raja."
"Sekali lagi tidak, twako. Aku harus
ikut engkau kembali ke kota raja
untuk membantumu. Bahaya kita
tempuh bersama. Kalau engkau tidak mau menyelundupkan aku ke dalam kota raja, aku dapat menyusup
sendiri," kata Kui Bi dengan nekat.
Gadis yang keras hati ini tahu benar bahwa kalau ia harus berpisah dari pria yang dikasihinya, hati nya akan selalu merasa sengsara karena pria itu berada di kota raja, tempat yang
amat berbahaya dengan segala
pergolakannya.
Sia Su Beng menghela napas panjang, bukan karena penyesalan, melainkan karena lega dan senang. Dia sendiri sudah jatuh cinta kepada Kui Bi dan ia sedang merencanakan cita-cita besar.
Akan lebih mantap hatinya kalau dia dekat dengan gadis yang dikasihinya, apa lagi dia membutuhkan tenaga
orang gadis perkasa seperti Kui Bi.
"Baiklah, Bi-moi. Kalau itu
kehendakmu, engkau boleh ikut aku
kembali ke kota raja dengan
menyamar sebagai perajurit."
Bukan main girangnya hati Kui Bi
sambil memegangi kedua tangan
panglima itu, ia berseru, "Koko,
terima kasih! Aku akan membantumu dengan taruhan nyawaku!" kemudian ia menghampiri dan merangkul
encinya.
"Enci Lan, kalau engkau bertemu
kakak Cin Han, ceritakan semuanya
dan bahwa aku berada di kota raja
membantu perjuangan dari dalam
bersama Sia-koko." Kemudian ia
menambahkan bisikan di dekat
telinga encinya, "Enci, aku cinta
padanya."
Kui Lan mencium pipi adiknya dan
matanya menjadi basah, ia terharu
dan juga berbahagia bahwa adiknya
telah menemukan cintanya, ia
mengenal adiknya orang yang berhati keras dan sekali jatuh cinta, ia akan
mempertahankannya mati-matian.
"Pergilah, adikku. Kita akan
berkumpul kembali dalam keadaan
yang lebih baik."
Sia Su Beng lalu membawa
pasukannya kembali. Pasukan itu kini berkurang dua orang, tinggal
duapuluh dua orang. Akan tetapi, Sia Su Beng tidak membawa pasukannya langsung pulang ke kota raja,
melainkan mengajak mereka
menyerbu sebuah bukit kecil penuh hutan yang dia tahu benar
merupakan sarang gerombolan
perampok.
Gerombolan perampok itu diserbu
dengan tiba-tiba, menjadi panik dan mencoba melakukan perlawanan.
Akan tetapi, Sia Su Beng dan Yang Kui Bi mengamuk sehingga para
perampok terdesak, banyak yang
tewas atau terluka dan sisanya
melarikan diri. Sia Su Beng menawan empat orang anggauta perampok
yang terluka dan bersama Kui Bi dia mengajak empat orang ini ke pinggir.
"Sekarang terserah kalian, masih
ingin hidup ataukah memilih mati.
Kalau ingin hidup, kalian harus
menaati perintahku setelah tiba di
kota raja," kata Sia Su Beng.
Empat orang perampok yang luka-luka ringan itu tentu sudah
menganggap bahwa mereka akan
dibunuh, kini mendengar bahwa ada harapan bagi mereka untuk tinggal hidup, tentu saja mereka cepat
menyambar harapan itu, betapapun
kecilnya.
"Kami minta hidup, ciangkun!" kata mereka.
"Baik, mulai sekarang kalau ada orang bertanya, siapa saja dia, kalian harus mengakui bahwa kalian adalah kaki tangan Bouw Koksu dan kalian
mendapat perintah dan tugas Bouw Koksu untuk membunuh kaisar."
"Wah, kalau begitu kami tentu akan dihukum berati"
"Tidak, kami yang akan
melindungimu dan membebaskan
kalian dari hukuman. Akan tetapi
kalau kalian tidak mau, sekarang juga kalian akan kami bunuh.
Bagaimana?"
Terpaksa empat orang itu
menyanggupi dan Sia Su Beng
memberi tahu apa yang harus mereka jawab kalau datang pertanyaan-
pertanyaan tentang usaha
pembunuhan kaisar An Lu Shan.
Mereka di beri tahu nama-nama kaki tangan Bok Koksu yang bekerja di
dapur dan yang menjadi dayang
sampai yang menjadi thai-kam.
Mereka harus menghafalkan semua
jawaban itu.
Dalam perjalanan menuju ke kota
raja, Sia Su Beng diam-diam
menyuruh beberapa orang
perajuritnya menguji empat orang itu, mengajukan pertanyaan di luar tahu Sia Su Beng. Ada yang bertanya
sambil menggertak dan mengancam,
ada pula yang bertanya dengan
bujukan dan janji hadiah dan
kebebasan.
Dan di antara empat orang itu,
ternyata yang tetap mengatakan
bahwa mereka adalah kaki tangan
Bouw Koksu hanya dua orang. Yang
dua orang lagi ragu-ragu dan tanpa
banyak cakap lagi, di depan dua orang yang lain, Sia Su Beng membunuh
mereka dengan pedangnya!
Hal ini tentu saja membuat dua orang anggauta perampok menjadi semakin ketakutan dan mereka bertekad
untuk menaati perintah panglima Itu, apapun yang terjadi nanti pada diri mereka.
Kui Bi dapat memaklumi kekejaman
Sia Su Beng membunuh dua orang
perampok itu karena kalau mereka
dibebaskan, mereka tentu akan
membocorkan rahasia siasat yang
sedang dilakukan Sia Beng .
Pasukan yang membawa dua
tawanan itu memasuki pintu gerbang pada sore harinya dan Sia Su Beng
segera mengundang para panglima ke markasnya. Dia mengadakan
pertemuan rahasia dengan para
panglima, baik para panglima yang
mendukung An Lu Shan maupun para panglima yang diam-diam secara
rahasia mendukung Kerajaan Tang.
Hanya para panglima yang menjadi
kaki tangan Bouw koksu dan
Pangeran An Kong saja yang tidak
diundang dalam rapat rahasia itu
Karena semua orang masih dalam
keadaan tegang dan panik dengan
kematian An Lu Shan, para panglima itu bergegas datang karena mereka
maklum bahwa tentu ada berita
penting yang akan di sampaikan
Panglima Sia Su Beng yang selain
menjadi kepercayaan An Lu Shan juga agaknya dekat dengan Bouw Koksu
itu.
"Para rekan panglima yang terhomat,
saya mengundang anda sekalian
berkumpul untuk menyampaikan
berita yang teramat penting dan juga tentu akan mengejutkan hati cu-wi
(anda) sekalian. Berita itu ada
hubungannya dengan kematian
Sribaginda yang keracunan." Dia
sengaja berhenti sebentar untuk
memberi tekanan kepada kata-
katanya tadi. Semua panglima yang
jumlahnya tujuh orang itu benar saja amat tertarik dengan gaduh mereka bertanya apa yang telah terjadi dan apakah berita itu.
"Ketika terjadi peristiwa kematian
Sribaginda kemarin malam itu, saya mendapat keterangan dari penyelidik
saya bahwa pelaku pembunuhan
dapat melarikan diri keluar kota raja.
Mereka bergabung dengan kawan-
kawan mereka, itu gerombolan
perampok di Bukit Bambu Kuning.
Saya cepat membawa dua losin
perajurit melakukan pengejaran
malam tadi juga, dan tadi kami
berhasil menyerbu, menewaskan
beberapa orang dan menawan dua
orang. Dua orang perajurit kami
gugur. Dan dari pengakuan dua orang tawanan kami itu, ternyata bahwa
mereka adalah kaki tangan Bouw
Koksu dan Pangeran An Kong. Mereka hanya menerima perintah dari kedua orang itu yang mengatur semua
rencana untuk meracuni kaisar."
"Ahhh!!" Para panglima itu
mengeluarkan seruan kaget dan juga heran.
"Bagaimana mungkin itu" Bouw
Koksu adalah seorang kepala suku
Khitan yang berjasa dan mendapat
anugerah Kaisar dengan pangkat
tertinggi, sebagai Guru Negara. Dan
Pangeran An Kong, untuk apa harus
membunuh ayahnya sendiri"
Bagaimanapun, kelak dia yang berhak menggantikan kedudukan ayahnya," beberapa orang meragu.
"Kami sendiri kalau tidak
mendengarkan tawanan anak buah
gerombolan itupun tentu tidak akan
percaya," kata Panglima Sia Su Beng.
"Akan tetapi hendaknya diingat
bahwa memang terjadi ketegangan
antara Kaisar dan Pangeran An Kong.
Pertama, urusan perebutan selir itu,
dan kedua, permintaan pangeran
yang tergesa ingin diangkat menjadi
Pangeran Mahkota. Bagaimanapun
juga, sebaiknya kalau kita bersama
mendengarkan sendiri keterangan
dua orang tawanan itu." Dia lalu
memerintahkan anak buahnya untuk menyeret kedua orang tawanan itu ke dalam ruangan rapat.
Tak lama kemudian, dua orang
tawanan itu didorong masuk dan
mereka menjatuhkan diri berlutut
dengan wajah pucat ketakutan
melihat para panglima memandang
kepada mereka dengan sinar mata
penuh selidik.
"Heii, sekarang di depan panglima,
kalian berdua harus menjawab
dengan benar, kalau tidak, kalian
akan disiksa sampai mati!" bentak
Sia-ciangkun..
"Coa-ciangkun, harap suka
mengajukan pertanyaan kepada
mereka," katanya kepada seorang
panglima tinggi besar yang terkenal
setia kepada An Lu Shan dan yang
paling meragukan keterangannya
tadi.
Coa-ciangkun adalah panglima tinggi
besar yang berwatak keras. Dia duduk menghadapi dua orang yang berlutut itu dan membentak, "Angkat muka
kalian dan pandang padaku!"
Dua orang anak buah gerombolan
perampok itu mengangkat muka
mereka memandang dan wajah
mereka ketakutan, terbayang pada
mata mereka yang terbelalak liar.
Padahal, biasanya mereka adalah
para perampok yang ganas, mudah
menyiksa dan membunuh orang
sambil tertawa. Kini nampaklah
bahwa orang-orang yang suka
berbuat kejam itu pada dasarnya
merupakan orang-orang yang
pengecut dan penakut kalau
berhadapan denggan kekuasaan yang lebih besar, kalau berada dalam
ancaman maut.
"Ampun, ampunkan kami, thai-
ciangkun...." mereka meratap.
"Ceritakan, apa yang telah kalian
lakukan sehubungan dengan
kematian Kaisar! Jawab sejujurnya
atau kupatahkan kaki tanganmu!"
Dua orang anggauta perampok itu
gemetar. Mereka memandang kepada
panglima Sia Su Beng dan panglima
ini membentak, "Hayo cepat jawab
dan ceritakan seperti yang kalian
ceritakan kepadaku!"
"Ampun, ciangkun kami.... kami hanya diperintah. Kami diperintah untuk menghubungi rekan-rekan kami di dapur istana, menyerahkan
sebungkus racun dan menaruhnya di masakan khas kegemaran Sribaginda .. . . ampun kami hanya melaksanakan perintah"
"Perintah siapa?" bentak Coa-
ciangkun.
"Perintah...perintah Bouw Koksu dan
Pangeran"
"Siapa saja rekan-rekan kalian yang
menjadi anak buah Bouw Kokso yang
bekerja di dekat Sribaginda" Jawab?" Kini Sia Su Beng yang membentak.
Dua orang itu dengan bergantian
menyebutkan nama beberapa orang
dayang, thai-kam dan juru masak
yang menjadi kaki tangan Bouw
Koksu dan diselundupkan ke dalam
istana, seperti yang telah mereka
hafalkan dari pemberitahuan Sia Su
Beng.
Para panglima menjadi marah sekali,
dan keraguan mereka menipis.
"Jahanam busuk! Kalian telah berani melaksanakan perintah Bouw Koksu dan Pangeran Untuk meracuni
Sribaginda!" Sia Su Beng membentak, dan marah sekali.
"Ampun.... hamba berdua hanya
melaksanakan perintah.... hamba
mohon ampun..."
"Keparat!" Tiba-tiba tangan Sia Su
Beng bergerak dan dua orang itu
terpelanting roboh dan tewas seketika karena kepala mereka menerima
pukulan maut panglima itu. Semua
panglima terkejut.
"Ah, kenapa engkau membunuh
mereka, Sia-ciangkun" Bukankah
mereka itu menjadi saksi dan bukti
bahwa pembunuhan itu
direncanakan oleh Bouw Kok dan
Pangeran?" Para panglima menegur
"Hemm, untuk apa menyiarkan
rahasia busuk ini kepada orang luar"
Bukankah itu hanya akan memalukan saja" Pangeran yang kita anggap
sebagai pengganti Kaisar kelak,
ternyata adalah orang anak yang tega membunuh ayah sendiri! Dan Bouw
Koksu ternyata seorang hamba yang
pengkhianat dan tidak setia.
Bagaimana kita dapat membiar berita busuk ini terdengar orang?"
"Akan tetapi besok pagi Pangeran An Kong akan mengumumkan bahwa dia menggantikan Sri baginda yang wafat menjadi Kaisar baru!" kata Coa-cian kun.
"Coa-ciangkun, haruskah kita biarkan saja hal itu terjadi" Bagaimana
mungkin kita membela seorang kaisar yang tega membunuh ayah kandung
sendiri" Kalau dia tega terhadap ayah kandung sendiri, apa lagi terhadap
kita orang-orang lain. Selama kita
dapat dipergunakan, dia bersikap
baik, akan tetapi setelah kita tidak
dibutuhkan tentu kitapun akan
dibunuh dengan kejam seperti yang
dia lakukan terhadap ayahnya."
Mendengar ucapan Sia Su Beng itu, semua panglima tertegun. Mereke
melihat betapa masa depan mereka
suram kalau pangeran An Kong
dibiarkan menjadi kaisar. Apa lagi di antara para panglima itu banyak yang berdarah Han. kalau pendukung
utama Pangeran An Kong adalah
Bouw Koksu, tentu orang Khitan ini
yang akan memegang peranan
penting dan mereka semua hanya
akan menjadi bawahannya saja.
''Kita tidak boleh membiarkan
Pangeran durhaka itu menjadi
kaisar!" akhirnya Coa-ciangkun
berkata.
Semua panglima setuju. "Lalu apa
yang harus kita lakukan, Sia-
ciangkun?"
"Kalau cu-wi ciang-kun percaya
kepadaku, serahkan saja urusan ini
kepadaku. Aku yang akan bertindak
mencegah pangeran menjadi kaisar."
"Tentu saja kami percaya kepadamu, Sia-ciangkun. Akan tetapi kalau
pasukan pendukung pangeran
menggunakan kekerasan?"
"Kita hadapi mereka. Kita harus
mempersiapkan pasukan kita secara
diam diam, membuat barisan
mengepung istana, menjaga kalau
mereka menggunakan kekerasan,"
kata Sia-ciangkun dan semua orang
setuju.
Demikianlah, Sia Su Beng dengan
cerdik sekali telah berhasil membuat
para panglima menentang pangeran
dan Bouw Koksu, dan menunjuk dia
sebagai panglima pimpinan.
**********
"Ehh" Kenapa melamun dan terima
saja memandang ke arah perginya Sia ciangkun dengan pasukannya" Wah,
kau agaknya kehilangan setelah
ditinggalkan panglima yang gagah itu, ya?" Hui San menggoda.
Kui Lan membalik dan memandang
pemuda itu dengan alis berkerut dan mata marah. "Souw-twako, aku tahu
engkau main-main, akan tetapi
jangan keterlaluan kalau main-main.
Engkau tahu sendiri betapa adikku
Kui Bi saling mencinta dengan Sia-
ciangkun, bagaimana engkau
sekarang berani menggodaku seperti
itu?"
"Maaf, seribu kali maaf, Lan-moi.. Aku aku hanya main-main. Habis, engkau nampak melamun seperti itu ih, tidak cepat-cepat kita mulai melakukan
perjalanan kita yang amat jauh ke
barat!"
Karena pemuda itu minta maaf
dengan wajah yang sungguh-sungguh menyatakan penyesalannya, Kui Lan
yang lembut hati sudah melupakan
singgungan itu. "Twako, aku tidak
akan pergi ke barat."
"Ehh ?" Wajah yang tadinya penuh
senyum itu kini terbelalak dan
melongo. "Apa maksudmu" Kenapa,.
Lan-moi?" Dalam sinar mata pemuda
itu timbul sesuatu yang membuat hati Kui Lan mengkal lagi. Pandang mata
cemburu!.
"Kenapa kau tanya" Twako,
bagaimana mungkin aku pergi dan
membiarkan adikku sendirian saja
kembali ke kota raja?"
"Aihh, bukankah kita semua sudah
membagi tugas, Lan-moi" Dan adikmu tidak kembali kesana sendirian,
melainkan bersama Sia-ciangkun
yang dicintanya. Sia-ciangkun akan
melindunginya kukira engkau tidak
perlu khawatir."
"Bukan hanya karena adikku Kui Bi
saja, twako. Juga kita tidak mungkin
pergi ke barat dengan meninggal
sesuatu yang teramat penting.
Lupakah engkau bahwa Mestika
Burung Hong Kemala masih berada di kebun rumah yang kini ditempati
Bouw Koksu" Dan hanya kita berdua
yang mengetahui tempat itu.
Bagaimana mungkin kita berdua
pergi meninggalkan pusaka itu di
sana" Tidak twako. Sebaiknya kita
membagi tugas lagi. Engkau saja ke
barat dan melapor kepada kakakku
Cin Han dan kepada Sri baginda,
sedangkan aku akan kembali ke kota
raja. Kalau ada kesempatan, aku akan mengambil Mestika Burung Hong
Kemala itu dan setelah aku
mendapatkan pusaka itu, barulah aku akan menyusul ke barat. Apa artinya
kita menghadap Sribaginda di barat kalau tanpa membawa pusaka itu?"
Hui San mengerutkan alisnya,
wajahnya yang tampan kehilangan
kecerahnya, kemudian dia
mengangguk-angguk, "engkau
memang seorang gadis yang hebat,
Lan-moi. Engkau cantik jelita,lembut, lihai dan juga cerdik bukan main. aku salut! Mari kita kembali ke kota raja.
Engkau benar sekali!"
"Kita" Maksudku, kita membagi tugas,
engkau melanjutkan perjalanan ke
barat dan aku kembali ke kota raja... "
"Tidak mungkin, Lan-moi. Aku
membiarkan engkau kembali seorang diri ke kota raja" Aku belum sinting!
Kemanapun engkau pergi, aku harus menemani, Lan-moi .... yaitu ... kalau engkau suka tentu saja. Aku tidak
ingin engkau terancam bahaya,
hidupku tidak akan beres lagi kalau kita berpisah dan aku selalu
mengkhawatirkan keselamatanmu."
Kui Lan menatap wajah pemuda itu.
Wajah yang tampan dan selalu
nampak riang, dengan senyum yang
sukar meninggalkan bibir itu, dan mata yang lalu memandang Jenaka,
wajah yang nampaknya tidak dapat
susah, tidak dapat marah dan tidak
dapat serius. Baru sekarang, atau
semenjak hatinya melepaskan Sia Su Beng karena perwira itu mencinta
dan dicinta adiknya, ia
memperhatikan pemuda ini.
"Souw-twako, kita baru saja
berkenalan, kenapa engkau begini
memperhatikan aku?"
"Baru berkenalan" Aih, Lan-moi
semenjak aku berpura-pura sinting
menganggu dahulu itu, aku sudah
mulai mengenalmu dengan baik, dan biarpun akhirnya kita belum
berkenalan, namun dalam bathinku,
engkau telah menjadi seorang
sahabatku terbaik."
"Tapi, kenapa engkau begini
memperdulikan aku,
mengkhawatirkan keselamatanku"
Kita tidak mempunyai kaitan apapun, orang lain dan tidak ada hubungan
apa-apa ..."
"Lan-moi, bukankah kita sama-sama memperjuangkan bangkitnya kembali kerajaan Tang" Kita seperjuangan!
Dan biarpun bagimu di antara kita tidak ada kaitan apapun, bagiku ada kaitannya yang erat sekali. Lan-moi,
maafkan aku kalau aku berterus-
terang kepadamu. Sejak aku
melihatmu, aku aku tahu bahwa
hidupku tidak ada artinya lagi tanpa adanya engkau di dekatku.
Aku...... agaknya seperti inilah rasanya cinta seperti yang pernah kubaca
dalam dongeng, yakni kalau boleh
aku lancang mulut mengaku cinta padamu... " dan Pemuda yang
biasanya lincah jenaka dan pandai bicara itu, kini mendadak saja
menjadi gagap gugup dan salah
tingkah, bahkan tidak berani
memandang langsung kepada gadis
itu!
Melihat ini, Kui Lan tersenyum geli.
Betapa mudahnya untuk menyukai
pemuda ini, pikirnya. Memang tidak
seperti Sia Su beng yang gagah dan
berwibawa, juga memiliki kekuasaan. Akan tetapi Souw Hui San ini tidak kalah tampan walau nampak ugal-
ugalan dan sederhana, dan juga ia
merasa yakin bahwa dalam hal ilmu silat, pemuda murid Gobi-pai ini tidak kalah lihai dibandingkan Sia Su Beng.
Akan tetapi baru saja ia seperti
kehilangan Sia Su Beng, mengalah
terhadap adiknya, bagaimana ia
dapat begitu cepat membalas cinta
seorang pemuda ini"
"Souw-twako, engkau seorang yang
gagah dan baik sekali, bahkan telah berulangkali menolongku. Terima
kasih atas perhatianmu kepadaku,
akan tetapi, twako, dalam keadaan
seperti seorang ini, di mana tugas
menanti kita bagaimana kita dapat
bicara tentang perasaan hati pribadi kita" Maafkan kalau aku belum dapat
menanggapi dan jawabmu sekarang.
Akan tetapi aku suka sekali bekerja
sama denganmu twako dan kalau
memang engkau menghedaki kita
kembali bersama ke kota raja, demi
adikku, demi pusaka itu, akupun akan merasa senang sekali."
Wajah itu menjadi segar kembali,
matanya berkilat dan bersinar-sinar,
mulutnya dihiasi senjumnya yang
gembira. "Wah, apa lagi yang
kuinginkan" Kalau engkau tidak
marah oleh ucapanku tadi, kalau
engkau membiarkan aku
menemanimu, hal itu sudah
merupakan berkah yang
membahagiakan hatiku, Lan-moi.
Engkau benar, aku yang lancang
mulut, belum tiba saatnya kita bicara tentang .... eh, itu ...! Mari kita kembali ke kota raja!"
Akan tetapi tiba-tiba mereka
menghentikan percakapan dan
memandang arah barat. Telinga
mereka menangkap derap kaki kuda yang datangnya dari arah barat. Tak
lama kemudian, jauh di depan,
muncul dari balik tikungan, tampak dua orang penunggang kuda
membalapkan kuda mereka. Debu
mengepul tinggi ketika dua ekor kuda besar itu semakin mendekat.
"Heiii.. Itu Han-koko !" kata Kui Lan.
"Benar, dan bukankah itu nona Can Kim Hong?"" teriak pula Hui San.
karena tadinya mereka sengaja
bersembunyi ke balik pohon karena curiga dan belum tahu siapa yang
datang, kini meeeka keluar dan
berteriak-teriak memanggil.
"Han-koko ! Heii, Han-koko..!!
"Nona Kim Hong .. .!" Dua orang penunggang kuda yang tadinya sudah lewat itu, mendengar panggilan
mereka dan menahan kuda yang
sedang membalap. Kuda berhenti
dengan mengangkat kedua kaki
depan keatas sambil meringkik
karena penunggangn menahan
kendali. Mereka membalik dan
melihat Kui Lan dan Hui San.
"Lan-moi ...! Saudara Hui San...!!" Cin Han berseru gembira melihat mereka berdua. Dia dan Kim Hong segera
berlompatan turun dari atas kuda,
menambatkan kuda di pohon dan
mereka lalu disambut oleh Hui Lan dan Hui San dengan gembira sekali.
Lalu keempatnya duduk di atas batu di tepi jalan itu "Eh, kenapa kalian
berdua berada di sini" Dan mana Kui Bi" Apa saja yang terjadi di kota raja?" Cin Han bertanya.
Dihujani pertanyaan itu, Kui Lan
tersenyum. "Wah, banyak sekali yang
terjadi di sana, koko. Kini Bi-moi baru
saja tadi ikut pasukan Sia-ciangkun
kembali ke kota raja dan kamipun
hendak kembali ke sana. Kau tahu,
Han-ko, Bi-moi telah berhasil
membunuh An Lu Shan!"
"Ahhh ...!!" Kim Hong dan Cin Han
berseru hampir berbareng karena
mereka terkejut dan juga gembira
mendengar berita itu.
"Bukan main adik kita itu! ia memang penuh keberanian. Ceritakan,
bagaimana terjadinya, Lan-moi?"
tanya Cin Han.
Kui Lan dan Hui San lalu
menceritakan tentang semua yang
terjadi, betapa Kui Bi berhasil
menyusup sebagai dayang, kemudian
ia malah dipergunakan oleh
Pangeran An Kong dan Bouw Koksu untuk meracuni An Lu Shan.
Kemudian mereka menceritakan
betapa mereka semua dapat
diselundupkan keluar dari kota raja dengan menyamar sebagai perajurit-perajurit dalam pasukan Sia Su Beng.
"Ah, bagus sekali kalau begitu! dan
sekarang, di mana Bi-moi" Aku ingin
memberi selamat atas
keberhasilannya!" kata Cin Han
gembira dan bangga bahwa adiknya berhasil membunuh An Lu Shan, hal ini merupakan suatu jasa yang amat besar.
"Setelah pasukan yang dipimpin Sia Su Beng sampai di sini dan kami di anjurkan pergi ke barat, Bi-moi tidak mau ikut dengan kami dan memaksa ikut Sia Su Beng kembali ke kota raja. Kau tahu, koko, adik kita itu tidak
dapat berpisah dari Sia Su Beng,
mereka saling mencinta."
Cin Han mengangguk-angguk. Dia
tidak merasa heran. Sia Su Beng
adalah seorang pemuda yang tampan dan gagah juga seorang pendekar dan seorang pejuang yang setia kepada
Kerajaan Tang. Sudah sepatutnya
kalau pemuda seperti itu
mendapatkan kasih sayang Kui Bi.
"Dan kalian hendak melakukan jalan ke barat"'" tanyanya sambil
memandang kepada Hui San.
Kui Lan memandang kepada Hui San dan pemuda ini yang menjawab
sambil tersenyum. "Tadinya memang
kami akan menyusul ke barat, akan tetapi kami berdua mengambil
keputusan untuk kembali saja ke kota raja setelah keadaan aman. Pertama, adik Kui Lan tidak tega meninggalkan adiknya di kota raja yang masih
berbahaya, dan ke dua, kami juga
tidak mungkin dapat meninggalkan Mestika Burung Hong Kemala yang
kami sembunyikan itu. Kami harus
mengambilnya dulu dan
mengeluarkannya dari kota raja."
"Kalau begitu, bagus sekali. Kami juga hendak ke kota raja. Kita haus
membantu Sia-ciangkun dan juga
adik Kui Bi," kata Cin Han.
"Koko, bagaimana sih engkau dan
enci Kim Hong dapat cepat kembali ke sini" Bagaimana keadaan di barat
sana?" tanya Kui Lan dan kini giliran
Cin Han dan Kim Hong yang
menceritakan pengalaman mereka.
"Di sana juga telah terjadi banyak hal, dan yang terpenting adalah bahwa
sekarang Sri baginda Hsuan Tsung
telah menyerahkan mahkota kepada
Pangeran Mahkota, sehingga yang
menjadi kaisar adalah Kaisar Su
Tsung. Kami telah menghadap kaisar dan bertemu dengan Panglima Kok Cu It. Kami melaporkan semua yang
telah terjadi di kota raja Biarpun
Panglima Kok Cu It juga sudah banyak mendengar laporan dari para mata-
mata yang dikirim ke sana, namun
laporan kami banyak gunanya,
terutama tentang usaha Bi-moi
menyusup ke istana untuk
membunuh An Lu Shan. Kaisar dan
panglima Kok menghargai sekali
bantuan kita.
"Bagaimana dengan kekuatan
pasukan kerajaan Tang di barat?"
tanya Hu San.
"Baik sekali, Panglima Kok Cu It dan
Kaisar telah berhasil menghimpun
kekuatan di sana. Dengan
memperlihatkan Mestika Burung
Hong Kemala, yang kita ketahui
adalah palsu akan tetap tidak
diketahui oleh para kepala suku di
barat, mereka berhasil mendapatkan bantuan rakyat berbagai suku. Baik pribumi Han sendiri, maupun suku-suku lain, dibantu pula oleh bangsa Turki bahkan ada pasukan yang
dikirim oleh kepala bangsa itu, yaitu Caliph yang mengirimkan sepasukan bangsa Arab untuk membantu
gerakan pasukan Kerajaan Tang yang hendak merebut kembali tahta
kerajaan yang telah dirampas An Lu Shan."
"Ah, bagus sekali kalau begitu, kapan
mereka bergeraki" tanya Hui San.
"Mereka sudah siap bergerak, karena itu kami diperintahkan untuk
mendahului dan mempersiapkan
bantuan bersama S ia-ciangkun"
"Enci Hong, bagaimana dengan
usahamu mencari ayah kandungmu" Apakah berhasil?" tanya Kui Lan.
Kim Hong tersenyum manis dan
mengerling kepada Cin Han. "Berkat bantuan kakakmu, aku berhasil
bertemu dengan ayah kandungku
yang aseli. Ayahku memang bernama
Can Bu dan sampai kini ia masih
seorang perwira kepercayaan
Panglima Kok Cu It."
"Wah, ayahnya seorang perwira yang
gagah perkasa, sama sekali tidak
seperti Ciang Kui yang mengaku-aku
ayahnya itu!" kata Cin Han tertawa.
"Ayahnya seorang perwira yang lihai,
juga setia kepada kerajaan. Aku ikut
merasa bangga dan kagum bertemu
dan berkenalan dengan ayahnya"......
meninggalkan kota raja dengan cara sembunyi-sembunyi, yaitu melalui
pintu gerbang selatan dengan
menyamar sebagai seorang nenek-
nenek, diantar oleh Ji Siok yang telah menyogok para penjaga agar
diperbolehkan keluar mengantar
bibinya yang tua dan sakit-sakitan ke desa maka Hui San juga
meninggalkan rumah Hartawan Ji,
Diapun menyamar karena kini dia
juga menjadi seorang buronan.
Dia menghubungi seorang
tetangganya dan minta bantuan
tetangga itu untuk menjualkan rumah dan toko pamannya. Karena
mendapatkan keuntungan besar,
tetangga itu dengan senang hati
melakukannya dan dalam waktu
beberapa hari saja rumah itu telah terjual dan Hui San mempunyai uang dua ribu tahil hasil penjualan itu. Dia pun seperti KUi Lan, tinggal, di rumah Hartawan Ji.
Pada keesokan harinya, Hartawan Ji menerima seorang tamu dan setelah tamu itu pergi, dia mengumpulkan
para pembantunya di mana hadir
pula Hui San dan Kui Lan. Dari wajah pemimpin jaringan mata-mata itu
dapat dlduga bahwa ada masalah
penting.
"Ada berita penting sekali dari Sia-ciangkun," kata hartawan itu.
"Dari toako Sia Su Beng" Berita
apakah itu, paman?" tanya Kui Lan
penuh gairah, ia tidak tahu betapa
diam diam Hui San mengerling
kepadanya dengan penuh perhatian
menatap wajahnya dalam kerlingan
itu.
"Sia-ciangkun memberi kabar bawa usaha nona Kui Bi di istana berhasil
mengadu-domba antara An Lu Shan
dan puteranya, An Kong. Bahkan
AnKong yang disebut pangeran itu
mempercayai nona Kui Bi dan minta
kepada nona Kui Bi untuk meracuni
An Lu Shan..'
"Ah, berbahaya sekali itu, Bagai mana kalau ketahuan?" kata Kui Lan,
mengkhawatirkan adiknya.
"Semua telah diatur oleh Bouw Koksu yang mendukung Pangeran An Kong.
Malam ini nona Kui Bi berhasil
diselundupkan ke dapur dan di
tunjuk sebagai seorang dayang
melayani kaisar An Lu Shan makan malam menggantikan seorang dayang lain yang sakit. Saat inilah akan
dipergunakan oleh nona Kui Bi untuk meracuni makanan yang akan
dimakan kepala pemberontak itu."
"Akan tetapi, tentu akan ketahuan dan adikku akan terancam bahaya," kata pula Kui Lan.
"Menurut pesan Sia-ciangkun, bahaya yang datang bukan dari pengikut An Lu Shan, melainkan dari Pangeran An Kong, dari Bouw Koksu yang
mendukungnya. Dari mereka inilah
datangnya bahaya yang mengancam nona Kui Bi"
"Akan tetapi bagaimana mungkin Itu, paman?"' tanya Hui San. "Bukankah
nona Yang Kui Bi hanya
melaksanakan perintah Pangeran An
Kong?"
"Itulah sebabnya, menurut Sia
ciangkun, keadaan nona Kui Bi
terancam maut. Setelah perbuatan itu dilaksanakan dan An Lu Shan mati
keracunan, tentu para pejabat tinggi
ingin mencari siapa pelakunya. Dan untuk menutupi kenyataan bahwa An Kong yang meracuni ayahnya maka tentu mereka itu akan berusaha
untuk menangkap nona Kui Bi dan
menuduh nona itu sebagai
pelakunya.
Akan tetapi harap jangan khawatir.
Sia ciangkun sudah mengatur
kesemuanya Dia yang akan
melindungi nona Kui Bi dan
menyelundupkannya keluar dan kita yang harus membantunya, menerima nona Kui Bi dan membawanya ke sini dengan cepat."
"Akan tetapi, peristiwa itu tentu akan menimbulkan geger di istana paman. Apakah tidak akan terjadi keributan yang ditimbulkan oleh mereka yang setia kepada An Lu Shan?"
"Inipun akan ditanggulangi oleh
Bouw-ciangkun yang sudah
mempersiapkan pasukannya di luar
istana, dan dibantu oleh Sia-ciangkun yang akan bergerak ke dalam istana."
Kui Lan membelalakkan matanya.
"Paman Ji, benarkah itu" Rasanya
tidak mungkin Sia-toako akan bekerja sama dengan Bouw Koksu, apa lagi membantunya."
"Nona, ini merupakan siasat Sia-
ciangkun yang baik sekali.
Menghadapi Pangeran An Kong yang didukung Bouw Koksu tidaklah
seberat kalau menghadap An Lu Shan.
Karena itu, sengaja di birkan ayah
dan anak pemberontak itu saling
hantam, dan Sia-ciangkun memang
sengaja berpihak kepada Pangeran An Kong. Kalau An Lu Shan sudah tewas, dan para pengikutnya dapat
dilumpuhkan akan kelak menghadapi Pangeran An Kong tidaklah terlalu
berat."
Kui Lan mengerti, akan tetapi tetap
saja ia mengkhawatirkan
keselamatan adiknya, ia tahu bahwa Kui Bi bermain api. Amat berbahaya tugas yang hendak dilaksanakan
adiknya malam ini. Meracuni An Lu Shan. Membayangkan saja Kui Lan
sudah merasa ngeri dan jantungnya
berdebar keras.
Bagaimana kalau ketahuan sebelum An Lu Shan makan hidangan beracun itu" Bagaimana kalau hidangan itu tidak dimakan atau dimakan orang
lain sehingga orang lain yang mati, bukan An Lu Shan" Apa yang dapat
dilakukan Kui Bi kalau sampai
ketahuan" ia tahu akan keberanian
dan kenekatan adiknya itu. Kalau
sampai ketahuan sebelum hidangan
dimakan, Kui Bi pasti akan bertindak nekat dan mencoba untuk membunuh saja An Lu Shan.
Dan tanpa bantuan, agaknya mustahil adiknya akan mampu meloloskan diri dengan selamat keluar dari istana kalau ia dikejar-kejar sebagai
pembunuh. Biarpun ia tahu di sana
terdapat Sia Su Beng pria yang
dikaguminya itu, tetap saja ia masih merasa gelisah. Ketika Ji Siok
mengatakan bahwa pertemuan
berakhir dan semua orang sudah
bangkit, ia sendiri berdiri dan
menuju ke kamarnya dengan tubuh
lemas.
**********
Karena memang sudah diatur oleh kaki tangan Bouw Koksu, maka
dengan mudah Kui Bi mendapat
kepercayaan membantu di dapur,
kemudian menggantikan seorang
dayang pelayan di ruangan makan
yang sedang sakit.
Semua ini sudah diatur oleh Bouw
Koksu, melalui kaki tangannya yang banyak terdapat di dalam istana.
Mudah sekali bagi Kui Bi untuk
mengetahui, sayur masakan yang
mana menjadi kesukaan An Lu Shan dan mudah pula ia membawa
hidangan itu menuju ke kamar
makan, menaruh bubukan racun di
dalam masakan. Racun itu tidak
mengeluarkan bau, juga tidak ada
rasanya, maka tidak akan diketahui
bahwa masakan itu mengandung
racun.
Akann tetapi ketika An Lu Shan yang berpakaian sebagai raja itu memasuki ruangan makan dan ia duduk
menghadapi semeja besar penuh
masakan yang masih mengepulkan
uap yang sedap, ditamani tiga orang selir dan lima orang dayang, hati Kui Bi berdebar juga. ia melihat selosin perajurit pengawal pribadi yang
membawa tombak, berdiri berjajar di pintu ruangan.
Dan ia tahu bahwa di luar pintu
terdapat pula banyak perajurit
pengawal. Hal Ini tidak mengejutkan hatinya karena memang sebelumnya Bouw Koksu telah memberi tahu
padanya dan mengatakan bahwa
mereka itu adalah pasukan pengawal yang telah menjadi anak buahnya!
Yang menjadi pengawal setia dari An Lu Shan hanya selosin orang
pengawal pribadi saja.
Menurut petunjuk Bouw Koksu, kalau nanti An Lu Shan sudah makan dan keracunan ia harus cepat menerobos keluar melalui pintu, kalau perlu
merobohkan para pengawal pribadi yang menghalangi dan kalau sudah tiba di luar, pasukan anak buah
Pangeran An Kong atau Bouw Koksu akan melindunginya. Akan tetapi Kui BI telah mendapat pesan dan
petunjuk lain dari panglima muda
yang di kaguminya, yaitu Sia Su Beng.
Menurut Sia Su Beng, setelah ia
berhasil, harus melarikan diri melalui jendala ruangan makan itu yang
terbuka dan tiba di taman di luar
ruangan makan, kemudian
mengambil jalan melalui atas
wuwungan menuju ke dalam taman istana yang besar. Di sana, Sia Su
Beng dan pasukannya akan
menyambut dan
menyembunyikannya.
Tentu saja ia memilih untuk menaati pesan pujaan hatinya itu, karena
menurut Sia Su Beng, kalau ia
menaati petunjuk Bouw Koksu, ia
seperti seperti burung masuk
kurungan, akan ditangkap dan besar sekali kemungkinan dituduh sebagai pembunuh tunggal An Lu Shan dan dijatuhi hukuman berat.
Ruangan makan itu luas sekali.
disudut ruangan, dekat dinding para dayang ahli musik telah memainkan yangkim dan suling, dan ada pula
yang bernyanyi dengan suara lembut dan merdu. Meja makan itu sendiri
berbentuk bundar dan An Lu Shan
duduk di atas kursi istimewa,
dikelilingi para dayang dan tiga orang selirnya duduk di kanan kiri dan
depannya.
Masakan kegemarannya ialah
masakan kaki biruang dimasak
dengan rebung (bambu muda). Inilah masakan kegemarannya ketika dia
menjadi panglima pasukan di utara, di mana terdapat banyak biruang.
Biarpun sekarang dia berada di
selatan dan kaki biruang merupakan
bahan masakan yang langka dan
karenanya mahal sekali, dia tetap
minta dicarikan kaki biruang.
Masakan inilah yang tadi oleh Kui Bi dihidangkan di atas meja, paling
dekat dengan kursi sang kaisar baru.
Dalam kesempatan ini, agar tidak
menarik perhatian, Kui Bi tidak
berdandan. ia hanya berperan
sebagai pelayan yang mengambilkan
masakan dari dapur dan ketika sang
kaisar makan bersama selirnya dan
dilayani lima orang dayang, tugasnya
hanya berdiri di samping bersama
tiga orang rekannya, dan menanti
perintah para dayang pelayan kalau-kalau dibutuhkan bumbu atau
masakan tambahan.
An Lu Shan nampak gembira ketika duduk di depan meja makan.
Perutnya rasa semakin lapar ketika
dia mencium bau masakan khas
kegemarannya yang ada paling dekat di depannya. Dia merima suguhan
arak dari selir yang duduk di sebelah kanannya, minum dengan sekali
tuang dari cawannya, kemudian
menerima sumpit yang disodorkan
selir yang berada di sebelah kirinya.
Kui Bi mengikuti semua gerakan
kaisar itu dengan jantung berdebar
tegang. Akan berhasilkah usahanya
melaksanakan perintah Pangeran An Kong" ia tidak menyesal sedikitpun
melaksanakan perintah meracuni An Lu Shan, karena andaikan tidak ada perintah itu, dengan segala
kenekatannya ia akan mencari
kesempatan untuk membunuh orang ini, orang yang telah mengakibatkan ayah ibunya meninggal,
menyebabkan keluarganya
berantakan dan Kerajaan Tang jatuh.
Agaknya perhitungan Bouw Koksu dan Pangeran An Kong memang tepat. Tanpa ia melihat ke arah masakan
lain, sepasang sumpit di tangan An Lu Shan langsung saja menuju ke arah masakan kaki biruang itu, dan
sepasang sumpit itu menjepit
sepotong daging kaki biruang, lalu
dimasukkan ke dalam mulutnya.
Nampak sedap dan nyaman sekali dia mengunyah daging kaki biruang yang bergajih itu, dan memang tukang
masak mendapat pesan dari Pangeran An Kong sendiri agar hari itu
memasak kaki biruang yang seenak-enaknya. Bahkan diapun
memerintahkan mencarikan kaki
biruang yang masih muda agar terasa lebih lunak dan lezat.
Makin tegang rasa hati Kui Bi ketika An Lu Shan terus saja makan
masakan itu dengan sumpitnya,
hanya di selingi minum arak sekali
dua kali tegukan. Agaknya tidak ada
pengaruh apa-apa dan dia makan
dengan lahapnya, belum menyentuh
masakan lain.
Timbul perasaan gelisah dalam hati Kui Bi dan ia mengingat-ingat. Tidak salahkah ia tadi menaruhkan racun
itu" Jangan-jangan ia keliru
memasukkan ke dalam masakan lain! Akan tetapi rasanya tidak mungkin ia yakin benar telah menuangkan racun itu ke dalam masakan kaki biruang
itu.
Suara mussik masih terdengar
mengiringi suara nyanyian merdu.
Tiga orang selir seperti berebut
menarik perhatian kaisar dengan
ucapan manis dan menyuguhkan
arak, ada pula yang karena desakan
kaisar mulai ikut makan. Akan tetapi
melihat betapa lahapnya kaisar
makan masakan kaki biruang,
mereka tidak berani ikut
mengambilnya.
Kalau An Lu Shan tidak
mengambilkan untuk mereka, tiga
orang selir itu tidak akan berani
lancang mengambil sendiri hidangan yang menjadi kegemaran An Lu Shan itu. Bekas panglima yang kini
mengangkat diri menjadi kaisar ini
memang terkenal galak dan keras
kalau ada orang berani mendahului
kehendaknya, apa lagi
menentangnya.
Karena itulah, ketika pangeran An
Kong mohon agar diangkat menjadi
putera mahkota, dia marah dan
membenci puteranya sendiri, karena
merasa di dahului!
"Ah, aku haus, araknya!" Kata An Lu Shan dan tiga orang selir itu seperti
berebut memegang guci arak
menuangkan arak ke dalam cawan
arak dari emas yang telah kosong. An Lu Shan mengambil cawan itu,
menuangkan isinya ke dalam
mulutnya yang ternganga dan tiba-
tiba cawan kosong itu terlepas dari
tangannya dan diapun terkulai!
"Dukk!" Kepalanya terantuk meja dan tubuhnya berkelojotan. Tiga orang selir itu menjerit, diikuti lima orang dayang dan semua orang yang berada disitu terkejut. Para pemain musik
menghentikan permainan mereka
dan dengan muka pucat mereka
memandang terbelalak ke arah
kaisar. Selosin orang pengawal
pribadi berloncatan mendekat.
Kui Bi maklum bahwa racun itu telah bekerja, lapun menyelinap dan
mendekati jendela, terus melompat keluar.
"Heii,tahan! Semua orang tidak
boleh meninggalkan tempat ini!"
seorang pengawal pribadi berteriak
dan ketika melihat Kui Bi tidak
berhenti diapun mengejar, diikuti
oleh sembilan orang pengawal lain, sedangkan dua orang tinggal di situ, menolong kaisar dan mengamati
setiap orang.
Kui Bi berlari ke dalam taman kecil di luar ruangan makan itu, dan ketika pengawal pribadi kaisar itu yang
ternyata memiliki gin-kang ynng
cukup hebat berloncatan
mengejarnya, tiba tiba Kui Bi
membalikkan tubuhnya. Tadi ia
menyambar sebatang ranting kayu
taman itu dan kini, tiba-tiba ranting itu mencuat dan dengan dahsyat
menyambut pengejarnya dengan
tusukan kearah kedua matanya.
Melihat ranting itu menusuk ke arah matanya dengan kecepatan kilat,
pengawal itu terkejut dan cepat
menggerakkan tombaknya menangkis melindungi matanya. Akan tetapi,
ilmu Hong in Sin-pang dari Kui Bi
memang helbat sekali. Ranting yang menusuk mata itu tidak menanti
sampai ditangkis tombak tahu-tahu
telah meluncur ke bawah dan
menotok dada lawan.
"Tukk!" Biarpun hanya sebatang
ranting sebesar ibu jari, akan tetapi di tangan Kui Bi menjadi senjata
ampuh.
Pengawal itu roboh dengan tubuh kaku!
Kui Bi tidak menanti lebih lama terus berloncatan melintasi taman dan
meloncat naik ke atas genteng seperti petunjuk yang didapatnya dari Sia
Beng. Di belakangnya, sembilan orang pengawal mengejar dan ternyata
mereka memang merupakan orang-orang pilihan yang memiliki
kepandaian tinggi.
Kalau yang pertama tadi sampai
dapat dirobohkan Kui Bi, karena dia
memandang rendah kepada seorang gadis dayang, apalagi kalau yang
dipergunakan menyerangnya hanya
sebatang ranting. Karena memandang rendah, dia lengah dan dapat
dirobohkan dengan sekali totokan.
Ketika melihat betapa sembilan orang pengawal itu dapat terus
mengejarnya dengan berlompatan ke atas wuwungan pula, Kui Bi
mempercepat lari dan akhirnya ia
dapat meloncat turun ke dalam taman istana, tetap dikejar oleh sembilan
orang itu.
Hati Kui Bi menjadi lega ketika lihat pasukan yang puluhan orang
banyaknya berbaris di taman itu.
Cepat ia meloncat dekat dan
tangannya segera ditarik Sia Su Beng dan ia sudah menyusup masuk ke
dalam barisan itu, tergesa-gesa ia
mengenakan pakaian seragam
perajurit yang diberikan oleh seorang prajurit, menutupi pakaian
wanitanyanya beberapa detik saja Kui Bi telah menjadi seorang di antara
pasukan itu, berpakaian perajurit
berikut topinya yang khas.
Sia Su Beng menyambut sembilan
orang pengawal pribadi kaisar itu di bawah sinar lampu-lampu gantung
taman itu dia menegur.
"Bukankah kalian ini perajurit
perajurit pengawal pribadi Yang
Mulia Kaisar" Kenapa malam-malam
berlari ke sini" Apa yang telah
terjadi?"
"Ah, kiranya Sia-ciangkun dan
pasukannya. Kenapa pula ciangkun
membawa pasukan memasuki taman istana?" pemimpin pasukan pengawal itu bertanya. Para perajurit pengawal pribadi kaisar adalah orang-orang
kepercayaan kaisar maka biarpun
hanya perajurit, mereka berani
bersikap angkuh terhadap panglima
yang berada di luar istana.
"Kami menerima perintah Bouw
Koksu untuk berjaga-jaga karena ada desas desus bahwa mata-mata musuh hendak menyerang Yang Mulia.
Apakah yang terjadi maka kalian
berlarian ke sini?"
"Kami mengejar pembunuh! Apakah pasukanmu tadi melihat seorang
gadis yang berlari ke dalam taman
ini?"
"Tidak, kami tidak melihatnya," kata Sia Su Beng.
"Mustahil," para perajurit pengawal
pribadi kaisar itu berseru heran,
'kami mengejarnya dan kami melihat jelas meloncat turun dari wuwungan dan masuk ke taman ini!"
"Hemm, apakah itu berarti kalian
tidak percaya kepada keterangan
kami" kalau begitu, silakan
menggeledah dan periksa sendiri
apakah gadis yang kalian cari itu
berada di antara kami ataukah tidak!" kata Sia Su Beng dengan suara keren.
"Maafkan kami, ciangkun. Telah
terjadi peristiwa hebat, terpaksa kami akan melakukan penggeledahan, ini tugas kami!" Sembilan orang itu lalu
menyusup-nyusup ke dalam pasukan
itu, akan tetapi tentu saja mereka
tidak menemukan seorang gadis
dayang di antara mereka.
Semua adalah pasukan yang
berpakaian seragam. Kalau ada gadis dayang, tentu akan mudah kelihatan di antara mereka yang seragam itu.
Setelah merasa yakin bahwa tidak
ada gadis yang mereka cari, mereka
kembali berhadapan dengan Sia Su
Beng.
"Sebetulnya, apa yang terjadi" Siapa
gadis dayang itu dan mengapa kalian mengejarnya?"
"la telah melarikan diri setelah
melihat Yang Mulia keracunan! Kami mencurigai ia mempunyai kaitan
dengan peristiwa itu."
"Yang Mulia keracunan" Lalu...
bagaimana keadaan beliau?" tanya
Sia Su Beng, pura-pura kaget.
"Kami tidak tahu, sekarang juga kami akan ke sana!" kata sembilan orang
itu dan merekapun berserabutan lari meninggalkan taman. Pada saat
terdengar bunyi canang dipukul
bertalu talu, tanda bahaya sehingga
seluruh isi istana menjadi gempar.
Dalam waktu beberapa menit saja
semua orang tahu bahwa kaisar telah
tewas keracunan hidangan makan
malam!
Pasukan yang dipimpin Bouw Ki telah dipersiapkan dan telah berada diluar istana, sedangkan pasukan yang di pimpin Sia Su Beng juga sudah siap dan berada di sebelah dalam,
mengepung istana dan menguasai
semua tempat.
Melihat ini, para panglima yang setia kepada An Lu Shan tidak dapat
berbuat sesuatu apa lagi karena
kematian An Lu Shan karena
keracunan makanan. Mereka hanya
dapat segera datang ke ruangan
makan dan menahan semua dayang, selir, dan thai-kam, termasuk semua juru masak yang malam itu bertugas memasak makanan dan melayani keluarga kaisar makan malam.
Ketika Bouw Koksu tergesa-gesa
datang bersama Bouw-ciangkun, juga Pangeran An Kong, dan kemudian
menyusul pula Sia Su Beng dan para
panglima dan menteri yang
memenuhi ruangan makan, tubuh
kaisar An Lu Shan sedang diperiksaa
dengan teliti oleh tiga orang tabib
istana.
Akan tetapi, semua usaha tiga orang tabib itu melalui pengurutan, tusuk jarum, dan cekokan obat anti racun sia-sia belaka karena memang ketika tiga orang tabib itu datang, An Lu Shan telah putus nyawanya. Jerit
tangis para isteri dan selir memenuhi ruangan itu, akan tetapi Bouw Koksu dengan cekatan lalu mengatur agar jenazah kaisar segera diangkat
keruangan dalam untuk dirawat
sebagaimana mestinya.
Bouw Koksu sendiri yang memeriksa para pembantu yang masih ditahan ruangan makan untuk ditanya. Akan tetapi, dia dan Bouw Ki merasa heran sekali tidak melihat Kui Bi. Dari para petugas di luar ruangan makan
mereka mendengar bahwa gadis itu tidak lari melalui pintu. Padahal
sudah direncanakan bahwa kalau ia keluar dari pintu para petugas akan menangkap dan rnenahannya.
Kemudian terdengar keterangan para pengawal pribadi kaisar bahwa gadis dayang itu melarikan diri melalui
jendela dan biarpun mereka telah
berusaha mengejarnya, namun gadis yang amat lihai itu berhasil melarikan diri. Mendengar ini, Bouw Koksu
mengerutkan alisnya. Sama sekali
tidak pernah disangkanya bahwa
dayang baru itu memiliki ilmu silat tinggi. Tentu ia lihai sekali sehingga mampu meloloskan diri dari
pengejaran para pengawal pribadi
kaisar yang lihai itu.
Karena khawatir gadis itu
membocorkan rahasia bahwa
Pangeran An Kong yang melakukan
rencana pembunuhan terhadap
ayahnya, Bouw Koksu lalu
memerintahkan para panglima untuk menangkap dayang itu. Juga Panglima Sia Su Beng diminta untuk
menggeledah seluruh kota untuk
menangkapnya.
"la pasti masih berada di kota raja.
Geledah semua rumah dan tangkap
gadis itu! Tentu ia yang membunuh
dan meracuni Sribaginda!"
perintahnya.
Semua panglima, termasuk Sia Su
Beng, meninggalkan istana. Kalau
para pangIima memerintahkan anak
buah mereka untuk melakukan
pencaharian, Sia Su Beng sendiri
cepat menuju rumah Hartawan Ji. Tak lama kemudian dia sudah berada di kamar rahasia bersama Hartawan Ji, Kui Lan, Kui Bi, dan Hui San.
Begitu melihat Sia Su Beng muncul, Kui Bi segera lari menyambutnya dan bertanya, "Twako, bagaimana"
Berhasilkah kita sesuai rencana"
Apakah dia sudah tewas?" Gadis itu
merasa tegang dan saking tegangnya, ia memegang kedua lengan panglima itu.
Sia Su Beng tersenyum dan
mengangguk. "Berhasil baik sekali, Bi-
moi Engkau memang tabah dan
cerdik. An Lu Shan telah tewas, dan
tentu An Kong yang akan mengangkat diri menjadi gantinya seperti mereka rencanakan, akan tetapi sekarang
timbul masalah baru. Engkau berada dalam bahaya, Bi-moi !"
"Hemm, aku tidak takut, twako" kata gadis itu dengan sikap gagah.
"Aku percaya engkau tidak takut akan tetapi aku yang tidak mau melihlat
engkau ditangkap. Kau tahu, Bouw
Koksu berusaha keras untuk mencari dan menangkapmu.
Tepat seperti kuduga, tentu dia ingin
menangkapmu agar dapat
menjatuhkan semua kesalahan
kepadamu, menceritakan bahwa
engkau yang meracuni kaisar
sehingga dia dan An Kong bebas dari
tuduhan."
"Akan tetapi, aku dapat membantah
dan mengatakan bahwa mereka yang menyuruhku. Aku tidak takut, twako. Selama engkau di sampingku, aku
tidak takut apapun!"
"Aku berjanji akan membantumu
dengan taruhan nyawaku, Bi-moi.
Akan tetapi sungguh tidak bijaksana
kalau harus menggunakan kekerasan melawan musuh yang jauh lebih kuat dari pada kita. Sekarang belum tiba saatnya kita lawan dengan
kekerasan.
Kita tunggu saatnya. Setidaknya
sekarang musuh yang paling
berbahaya, An Lu Shan, telah tidak
ada. Kurasa untuk menghancurkan
kekuatan Pangeran An Kong dan
Bouw kokssu bukan hal yang terlalu sulit kalau kita sudah menyusun
kekuatan."
Sejak tadi Kui Lan melihat sikap
adiknya dan sikap panglima itu dan ia merasa hatinya tertusuk. Tahulah ia bahwa adiknya amat mencinta
panglima itu dan agaknya Sia Su Beng juga rnencintai adiknya, ia harus
melepaskan harapannya, ia harus
mengalah terhadap adiknya.
"Bi-moi, ucapan Sia-ciangkun itu
benar sekali. Kita tidak boleh hanya
menggunakan kekerasan dan nekat tanpa perhitungan. Kita harus
menaati semua petunjuk Sia-ciangkun yang lebih berpengalaman dan lebih mengetahui keadaan. Katakanlah,
ciangkun, apa yang harus kami
lakukan sekarang?"
Sia S u Beng memandang kepada
Souw Hui San. Dia tentu saja
mengenal Kui Lan dan Ji Siok dan percaya kepada mereka, akan tetapi baru sekarang dia melihat pemuda
yang tersenyum-senyum itu. Melihat pandangan mata Sia Su Beng, Souw Hui San melangkah maju.
"Ciangkun, sudah lama aku
mendengar nama besarmu dan
mengagumimu. Namaku Souw Hui
San dan Paman Ji maupun nona Yang Kui Lan tentu berani menanggung
bahwa aku adalah seorang rekan
seperjuangan dan tidak perlu kau
curigai ."
"Benar sekali, Sia-ciangkun, Souw-
toako ini adalah sahabat baik yang
sudah berkali-kali menyelamatkan
nyawaku dari tangan Bouw Ki dan
kaki tangannya," kata Kui Lan.
"Kami juga berani bertanggung jawab bahwa dia adalah seorang pejuang sejati, ciangkun,"' kata pula Ji Siok.
"Dia murid Gobi-pai yang berilmu
tinggi,"tambah pula Kui Lan.
Sia Su Beng mengangguk-angguk,
"Bagus kalau begitu, hatiku lebih
tenteram karena baik Lan-moi
maupun Bi-moi mendapatkan
pengawal yang dapat di andalkan.
Malam ini juga kalian bertiga harus Keluar dari kota raja, karena mulai
besok, seluruh rumah di kota raja
akan digeledah. Bouw Koksu
bersikeras untuk menangkap Bi-moi."
"Akan tetapi, bagaimana kami dapat
keluar dari kota raja, ciangkun?"
tanya Hui San. "Dengan terjadinya
peristiwa ini, tentu Bouw Koksu akan mengerahkan pasukan untuk
menjaga semua pintu gerbang dan
akan memeriksa setiap orang yang
lewat, apa lagi yang akan ke luar
pintu gerbang."
Panglima itu menunjuk buntalan
yang tadi dibawanya dan yang
diletakan di atas meja. "Aku sengaja
membawa tiga stel pakaian tentara,
tadinya kubawakan untuk nona Yang Kui lan, Bi moi dan Paman Ji Siok
untuk mereka pakai. Aku yang akan mengatur kalian keluar kota raja
dengan aman. Aku tidak tahu bahwa
di sini terdapat Saudara Souw Hui
San."
"Ciangkun, sebaiknya kalau saya
berada di sini saja. Saya mempunyai hubungan baik dengan para panglima dan pejabat. Andaikan mereka
melakukan penggeledahan di sinipun, mereka tidak akan menemukan apa-apa. Tidak seorang pun yang dapat
menduga bahwa kedua orang nona ini pernah berada di rumah ini,
ciangkun. Karena itu, sebaiknya kalau pakaian untukku itu dipakai oleh Hui San dan saya akan tetap tinggal disini menjadi penghubung bagi para
kawan dan melihat keadaan."
"Baiklah kalau begitu, Paman Ji Akan tetapi berhati-hatilah, karena Bouw
Koksu adalah seorang yang lihai
cerdik dan kejam," kata Sia Su Beng
Sementara itu, tanpa diperintah lagi Kui Lan, Kui Bi dan Hui San sudah mengenakan pakaian tentara. Yang dipakai kedua orang gadis itu pas,
hanya kebesaran sedikit karena
memang Sia Su Beng sudah
memilihkan yang paling kecil, akan
tetapi yang dipakai Hui San agak
kekecilan, terutama di bagian dada.
Tak lama kemudian, Sia Su Beng
sudah memimpin dua losin perajurit berkuda menuju ke pintu gerbang sebelah barat. Para penjaga berikut
komandan mereka tentu saja tidak
berani menghalangi , bahkan
memberi hormat kepada Sia Su Beng, apa lagi ketika dengan singkat Sia Su Beng memberi tahu bahwa ia dan pasukannya akan melakukan
pengejaran ke luar kota terhadap
kawanan pembunuh kaisar, mereka semua bergembira karena merasa
yakin bahwa kalau langlima yang
lihai ini yang melakukan pengejaran, tentu akan berhasil.
Pasukan itu terus menjalankan kuda sampai jauh meninggalkan kota raja. Setelah malam lewat dan matahari
mulai memuntahkan cahayanya di
ufuk timur, barulah Sia Su Beng
memberi isarat agar pasukannya
berhenti dan beristirahat juga
membiarkan kuda mereka makan
dan minum. Dia sendiri mengajak Kui Lan, Kui Bi dan Hui San menjauhkan
diri dan mengajak mereka bercakap-cakap.
"Nah, sekarang kurasa kalian bertiga
sudah aman untuk melanjutkan
perjalanan ke barat, menyusul
rombongan Sri baginda Kaisar Beng
Ong di Secu-an."
"Terima kasih, ciangkun. Engkau
memang hebat dan cerdik sekali. Biar mulai sekarang aku yang akan
mengawal kedua enci adik Ini sampai
mereka tiba di Se-cuan dengan
selamat," kata Hui San penuh
semangat.
**********
"Akupun mengucapkan terima kasih kepadamu, Sia-ciangkun," kata Kui
Lan, sengaja kini menyebut ciangkun kepada panglima itu. ia tidak dapat lagi bersikap akrab kepada panglima yang pernah dikaguminya itu setelah mengetahui bahwa panglima itu
akrab sekali dengan adiknya. "Engkau telah menyelamatkan adikku, juga
berhasil membawa kami bertiga
keluar dari kota raja dengan selamat."
"Tidak, aku tidak mau pergi!" tiba-
tiba Kui Bi berkata sambil mendekati
Sia Su Beng. "Twako, bagaimana
mungkin aku pergi kalau engkau
masih tinggal di kota raja" Tidak, aku bukan pengecut yang meninggalkan
begitu saja. Aku tidak mau pergi.
Kalau engkau kembali ke kota raja,
akupun harus kembali ke sana!"
"Bi-moi, jangan bicara begitu", kata
encinya. "Kita bukan pengecut kalau
pergi dari kota raja. Kita bukan
sekedar melarikan diri karena takut
akan tetapi kita akan bergabung
dengan kakak Cin Han di sana. Sia-
ciangkun harus kembali ke kotaraja di mana dia bertugas dan kita membagi
pekerjaan yaitu kita membantu
pasukan Sribaginda dan Sia-ciangkun
membantu dari dalam."
"Benar, Bi-moi. Jasamu sudah cukup
besar dengan membunuh An Lu Shan
dan sementara ini engkau harus
meninggalkan kota raja."
"Sekali lagi tidak, twako. Aku harus
ikut engkau kembali ke kota raja
untuk membantumu. Bahaya kita
tempuh bersama. Kalau engkau tidak mau menyelundupkan aku ke dalam kota raja, aku dapat menyusup
sendiri," kata Kui Bi dengan nekat.
Gadis yang keras hati ini tahu benar bahwa kalau ia harus berpisah dari pria yang dikasihinya, hati nya akan selalu merasa sengsara karena pria itu berada di kota raja, tempat yang
amat berbahaya dengan segala
pergolakannya.
Sia Su Beng menghela napas panjang, bukan karena penyesalan, melainkan karena lega dan senang. Dia sendiri sudah jatuh cinta kepada Kui Bi dan ia sedang merencanakan cita-cita besar.
Akan lebih mantap hatinya kalau dia dekat dengan gadis yang dikasihinya, apa lagi dia membutuhkan tenaga
orang gadis perkasa seperti Kui Bi.
"Baiklah, Bi-moi. Kalau itu
kehendakmu, engkau boleh ikut aku
kembali ke kota raja dengan
menyamar sebagai perajurit."
Bukan main girangnya hati Kui Bi
sambil memegangi kedua tangan
panglima itu, ia berseru, "Koko,
terima kasih! Aku akan membantumu dengan taruhan nyawaku!" kemudian ia menghampiri dan merangkul
encinya.
"Enci Lan, kalau engkau bertemu
kakak Cin Han, ceritakan semuanya
dan bahwa aku berada di kota raja
membantu perjuangan dari dalam
bersama Sia-koko." Kemudian ia
menambahkan bisikan di dekat
telinga encinya, "Enci, aku cinta
padanya."
Kui Lan mencium pipi adiknya dan
matanya menjadi basah, ia terharu
dan juga berbahagia bahwa adiknya
telah menemukan cintanya, ia
mengenal adiknya orang yang berhati keras dan sekali jatuh cinta, ia akan
mempertahankannya mati-matian.
"Pergilah, adikku. Kita akan
berkumpul kembali dalam keadaan
yang lebih baik."
Sia Su Beng lalu membawa
pasukannya kembali. Pasukan itu kini berkurang dua orang, tinggal
duapuluh dua orang. Akan tetapi, Sia Su Beng tidak membawa pasukannya langsung pulang ke kota raja,
melainkan mengajak mereka
menyerbu sebuah bukit kecil penuh hutan yang dia tahu benar
merupakan sarang gerombolan
perampok.
Gerombolan perampok itu diserbu
dengan tiba-tiba, menjadi panik dan mencoba melakukan perlawanan.
Akan tetapi, Sia Su Beng dan Yang Kui Bi mengamuk sehingga para
perampok terdesak, banyak yang
tewas atau terluka dan sisanya
melarikan diri. Sia Su Beng menawan empat orang anggauta perampok
yang terluka dan bersama Kui Bi dia mengajak empat orang ini ke pinggir.
"Sekarang terserah kalian, masih
ingin hidup ataukah memilih mati.
Kalau ingin hidup, kalian harus
menaati perintahku setelah tiba di
kota raja," kata Sia Su Beng.
Empat orang perampok yang luka-luka ringan itu tentu sudah
menganggap bahwa mereka akan
dibunuh, kini mendengar bahwa ada harapan bagi mereka untuk tinggal hidup, tentu saja mereka cepat
menyambar harapan itu, betapapun
kecilnya.
"Kami minta hidup, ciangkun!" kata mereka.
"Baik, mulai sekarang kalau ada orang bertanya, siapa saja dia, kalian harus mengakui bahwa kalian adalah kaki tangan Bouw Koksu dan kalian
mendapat perintah dan tugas Bouw Koksu untuk membunuh kaisar."
"Wah, kalau begitu kami tentu akan dihukum berati"
"Tidak, kami yang akan
melindungimu dan membebaskan
kalian dari hukuman. Akan tetapi
kalau kalian tidak mau, sekarang juga kalian akan kami bunuh.
Bagaimana?"
Terpaksa empat orang itu
menyanggupi dan Sia Su Beng
memberi tahu apa yang harus mereka jawab kalau datang pertanyaan-
pertanyaan tentang usaha
pembunuhan kaisar An Lu Shan.
Mereka di beri tahu nama-nama kaki tangan Bok Koksu yang bekerja di
dapur dan yang menjadi dayang
sampai yang menjadi thai-kam.
Mereka harus menghafalkan semua
jawaban itu.
Dalam perjalanan menuju ke kota
raja, Sia Su Beng diam-diam
menyuruh beberapa orang
perajuritnya menguji empat orang itu, mengajukan pertanyaan di luar tahu Sia Su Beng. Ada yang bertanya
sambil menggertak dan mengancam,
ada pula yang bertanya dengan
bujukan dan janji hadiah dan
kebebasan.
Dan di antara empat orang itu,
ternyata yang tetap mengatakan
bahwa mereka adalah kaki tangan
Bouw Koksu hanya dua orang. Yang
dua orang lagi ragu-ragu dan tanpa
banyak cakap lagi, di depan dua orang yang lain, Sia Su Beng membunuh
mereka dengan pedangnya!
Hal ini tentu saja membuat dua orang anggauta perampok menjadi semakin ketakutan dan mereka bertekad
untuk menaati perintah panglima Itu, apapun yang terjadi nanti pada diri mereka.
Kui Bi dapat memaklumi kekejaman
Sia Su Beng membunuh dua orang
perampok itu karena kalau mereka
dibebaskan, mereka tentu akan
membocorkan rahasia siasat yang
sedang dilakukan Sia Beng .
Pasukan yang membawa dua
tawanan itu memasuki pintu gerbang pada sore harinya dan Sia Su Beng
segera mengundang para panglima ke markasnya. Dia mengadakan
pertemuan rahasia dengan para
panglima, baik para panglima yang
mendukung An Lu Shan maupun para panglima yang diam-diam secara
rahasia mendukung Kerajaan Tang.
Hanya para panglima yang menjadi
kaki tangan Bouw koksu dan
Pangeran An Kong saja yang tidak
diundang dalam rapat rahasia itu
Karena semua orang masih dalam
keadaan tegang dan panik dengan
kematian An Lu Shan, para panglima itu bergegas datang karena mereka
maklum bahwa tentu ada berita
penting yang akan di sampaikan
Panglima Sia Su Beng yang selain
menjadi kepercayaan An Lu Shan juga agaknya dekat dengan Bouw Koksu
itu.
"Para rekan panglima yang terhomat,
saya mengundang anda sekalian
berkumpul untuk menyampaikan
berita yang teramat penting dan juga tentu akan mengejutkan hati cu-wi
(anda) sekalian. Berita itu ada
hubungannya dengan kematian
Sribaginda yang keracunan." Dia
sengaja berhenti sebentar untuk
memberi tekanan kepada kata-
katanya tadi. Semua panglima yang
jumlahnya tujuh orang itu benar saja amat tertarik dengan gaduh mereka bertanya apa yang telah terjadi dan apakah berita itu.
"Ketika terjadi peristiwa kematian
Sribaginda kemarin malam itu, saya mendapat keterangan dari penyelidik
saya bahwa pelaku pembunuhan
dapat melarikan diri keluar kota raja.
Mereka bergabung dengan kawan-
kawan mereka, itu gerombolan
perampok di Bukit Bambu Kuning.
Saya cepat membawa dua losin
perajurit melakukan pengejaran
malam tadi juga, dan tadi kami
berhasil menyerbu, menewaskan
beberapa orang dan menawan dua
orang. Dua orang perajurit kami
gugur. Dan dari pengakuan dua orang tawanan kami itu, ternyata bahwa
mereka adalah kaki tangan Bouw
Koksu dan Pangeran An Kong. Mereka hanya menerima perintah dari kedua orang itu yang mengatur semua
rencana untuk meracuni kaisar."
"Ahhh!!" Para panglima itu
mengeluarkan seruan kaget dan juga heran.
"Bagaimana mungkin itu" Bouw
Koksu adalah seorang kepala suku
Khitan yang berjasa dan mendapat
anugerah Kaisar dengan pangkat
tertinggi, sebagai Guru Negara. Dan
Pangeran An Kong, untuk apa harus
membunuh ayahnya sendiri"
Bagaimanapun, kelak dia yang berhak menggantikan kedudukan ayahnya," beberapa orang meragu.
"Kami sendiri kalau tidak
mendengarkan tawanan anak buah
gerombolan itupun tentu tidak akan
percaya," kata Panglima Sia Su Beng.
"Akan tetapi hendaknya diingat
bahwa memang terjadi ketegangan
antara Kaisar dan Pangeran An Kong.
Pertama, urusan perebutan selir itu,
dan kedua, permintaan pangeran
yang tergesa ingin diangkat menjadi
Pangeran Mahkota. Bagaimanapun
juga, sebaiknya kalau kita bersama
mendengarkan sendiri keterangan
dua orang tawanan itu." Dia lalu
memerintahkan anak buahnya untuk menyeret kedua orang tawanan itu ke dalam ruangan rapat.
Tak lama kemudian, dua orang
tawanan itu didorong masuk dan
mereka menjatuhkan diri berlutut
dengan wajah pucat ketakutan
melihat para panglima memandang
kepada mereka dengan sinar mata
penuh selidik.
"Heii, sekarang di depan panglima,
kalian berdua harus menjawab
dengan benar, kalau tidak, kalian
akan disiksa sampai mati!" bentak
Sia-ciangkun..
"Coa-ciangkun, harap suka
mengajukan pertanyaan kepada
mereka," katanya kepada seorang
panglima tinggi besar yang terkenal
setia kepada An Lu Shan dan yang
paling meragukan keterangannya
tadi.
Coa-ciangkun adalah panglima tinggi
besar yang berwatak keras. Dia duduk menghadapi dua orang yang berlutut itu dan membentak, "Angkat muka
kalian dan pandang padaku!"
Dua orang anak buah gerombolan
perampok itu mengangkat muka
mereka memandang dan wajah
mereka ketakutan, terbayang pada
mata mereka yang terbelalak liar.
Padahal, biasanya mereka adalah
para perampok yang ganas, mudah
menyiksa dan membunuh orang
sambil tertawa. Kini nampaklah
bahwa orang-orang yang suka
berbuat kejam itu pada dasarnya
merupakan orang-orang yang
pengecut dan penakut kalau
berhadapan denggan kekuasaan yang lebih besar, kalau berada dalam
ancaman maut.
"Ampun, ampunkan kami, thai-
ciangkun...." mereka meratap.
"Ceritakan, apa yang telah kalian
lakukan sehubungan dengan
kematian Kaisar! Jawab sejujurnya
atau kupatahkan kaki tanganmu!"
Dua orang anggauta perampok itu
gemetar. Mereka memandang kepada
panglima Sia Su Beng dan panglima
ini membentak, "Hayo cepat jawab
dan ceritakan seperti yang kalian
ceritakan kepadaku!"
"Ampun, ciangkun kami.... kami hanya diperintah. Kami diperintah untuk menghubungi rekan-rekan kami di dapur istana, menyerahkan
sebungkus racun dan menaruhnya di masakan khas kegemaran Sribaginda .. . . ampun kami hanya melaksanakan perintah"
"Perintah siapa?" bentak Coa-
ciangkun.
"Perintah...perintah Bouw Koksu dan
Pangeran"
"Siapa saja rekan-rekan kalian yang
menjadi anak buah Bouw Kokso yang
bekerja di dekat Sribaginda" Jawab?" Kini Sia Su Beng yang membentak.
Dua orang itu dengan bergantian
menyebutkan nama beberapa orang
dayang, thai-kam dan juru masak
yang menjadi kaki tangan Bouw
Koksu dan diselundupkan ke dalam
istana, seperti yang telah mereka
hafalkan dari pemberitahuan Sia Su
Beng.
Para panglima menjadi marah sekali,
dan keraguan mereka menipis.
"Jahanam busuk! Kalian telah berani melaksanakan perintah Bouw Koksu dan Pangeran Untuk meracuni
Sribaginda!" Sia Su Beng membentak, dan marah sekali.
"Ampun.... hamba berdua hanya
melaksanakan perintah.... hamba
mohon ampun..."
"Keparat!" Tiba-tiba tangan Sia Su
Beng bergerak dan dua orang itu
terpelanting roboh dan tewas seketika karena kepala mereka menerima
pukulan maut panglima itu. Semua
panglima terkejut.
"Ah, kenapa engkau membunuh
mereka, Sia-ciangkun" Bukankah
mereka itu menjadi saksi dan bukti
bahwa pembunuhan itu
direncanakan oleh Bouw Kok dan
Pangeran?" Para panglima menegur
"Hemm, untuk apa menyiarkan
rahasia busuk ini kepada orang luar"
Bukankah itu hanya akan memalukan saja" Pangeran yang kita anggap
sebagai pengganti Kaisar kelak,
ternyata adalah orang anak yang tega membunuh ayah sendiri! Dan Bouw
Koksu ternyata seorang hamba yang
pengkhianat dan tidak setia.
Bagaimana kita dapat membiar berita busuk ini terdengar orang?"
"Akan tetapi besok pagi Pangeran An Kong akan mengumumkan bahwa dia menggantikan Sri baginda yang wafat menjadi Kaisar baru!" kata Coa-cian kun.
"Coa-ciangkun, haruskah kita biarkan saja hal itu terjadi" Bagaimana
mungkin kita membela seorang kaisar yang tega membunuh ayah kandung
sendiri" Kalau dia tega terhadap ayah kandung sendiri, apa lagi terhadap
kita orang-orang lain. Selama kita
dapat dipergunakan, dia bersikap
baik, akan tetapi setelah kita tidak
dibutuhkan tentu kitapun akan
dibunuh dengan kejam seperti yang
dia lakukan terhadap ayahnya."
Mendengar ucapan Sia Su Beng itu, semua panglima tertegun. Mereke
melihat betapa masa depan mereka
suram kalau pangeran An Kong
dibiarkan menjadi kaisar. Apa lagi di antara para panglima itu banyak yang berdarah Han. kalau pendukung
utama Pangeran An Kong adalah
Bouw Koksu, tentu orang Khitan ini
yang akan memegang peranan
penting dan mereka semua hanya
akan menjadi bawahannya saja.
''Kita tidak boleh membiarkan
Pangeran durhaka itu menjadi
kaisar!" akhirnya Coa-ciangkun
berkata.
Semua panglima setuju. "Lalu apa
yang harus kita lakukan, Sia-
ciangkun?"
"Kalau cu-wi ciang-kun percaya
kepadaku, serahkan saja urusan ini
kepadaku. Aku yang akan bertindak
mencegah pangeran menjadi kaisar."
"Tentu saja kami percaya kepadamu, Sia-ciangkun. Akan tetapi kalau
pasukan pendukung pangeran
menggunakan kekerasan?"
"Kita hadapi mereka. Kita harus
mempersiapkan pasukan kita secara
diam diam, membuat barisan
mengepung istana, menjaga kalau
mereka menggunakan kekerasan,"
kata Sia-ciangkun dan semua orang
setuju.
Demikianlah, Sia Su Beng dengan
cerdik sekali telah berhasil membuat
para panglima menentang pangeran
dan Bouw Koksu, dan menunjuk dia
sebagai panglima pimpinan.
**********
"Ehh" Kenapa melamun dan terima
saja memandang ke arah perginya Sia ciangkun dengan pasukannya" Wah,
kau agaknya kehilangan setelah
ditinggalkan panglima yang gagah itu, ya?" Hui San menggoda.
Kui Lan membalik dan memandang
pemuda itu dengan alis berkerut dan mata marah. "Souw-twako, aku tahu
engkau main-main, akan tetapi
jangan keterlaluan kalau main-main.
Engkau tahu sendiri betapa adikku
Kui Bi saling mencinta dengan Sia-
ciangkun, bagaimana engkau
sekarang berani menggodaku seperti
itu?"
"Maaf, seribu kali maaf, Lan-moi.. Aku aku hanya main-main. Habis, engkau nampak melamun seperti itu ih, tidak cepat-cepat kita mulai melakukan
perjalanan kita yang amat jauh ke
barat!"
Karena pemuda itu minta maaf
dengan wajah yang sungguh-sungguh menyatakan penyesalannya, Kui Lan
yang lembut hati sudah melupakan
singgungan itu. "Twako, aku tidak
akan pergi ke barat."
"Ehh ?" Wajah yang tadinya penuh
senyum itu kini terbelalak dan
melongo. "Apa maksudmu" Kenapa,.
Lan-moi?" Dalam sinar mata pemuda
itu timbul sesuatu yang membuat hati Kui Lan mengkal lagi. Pandang mata
cemburu!.
"Kenapa kau tanya" Twako,
bagaimana mungkin aku pergi dan
membiarkan adikku sendirian saja
kembali ke kota raja?"
"Aihh, bukankah kita semua sudah
membagi tugas, Lan-moi" Dan adikmu tidak kembali kesana sendirian,
melainkan bersama Sia-ciangkun
yang dicintanya. Sia-ciangkun akan
melindunginya kukira engkau tidak
perlu khawatir."
"Bukan hanya karena adikku Kui Bi
saja, twako. Juga kita tidak mungkin
pergi ke barat dengan meninggal
sesuatu yang teramat penting.
Lupakah engkau bahwa Mestika
Burung Hong Kemala masih berada di kebun rumah yang kini ditempati
Bouw Koksu" Dan hanya kita berdua
yang mengetahui tempat itu.
Bagaimana mungkin kita berdua
pergi meninggalkan pusaka itu di
sana" Tidak twako. Sebaiknya kita
membagi tugas lagi. Engkau saja ke
barat dan melapor kepada kakakku
Cin Han dan kepada Sri baginda,
sedangkan aku akan kembali ke kota
raja. Kalau ada kesempatan, aku akan mengambil Mestika Burung Hong
Kemala itu dan setelah aku
mendapatkan pusaka itu, barulah aku akan menyusul ke barat. Apa artinya
kita menghadap Sribaginda di barat kalau tanpa membawa pusaka itu?"
Hui San mengerutkan alisnya,
wajahnya yang tampan kehilangan
kecerahnya, kemudian dia
mengangguk-angguk, "engkau
memang seorang gadis yang hebat,
Lan-moi. Engkau cantik jelita,lembut, lihai dan juga cerdik bukan main. aku salut! Mari kita kembali ke kota raja.
Engkau benar sekali!"
"Kita" Maksudku, kita membagi tugas,
engkau melanjutkan perjalanan ke
barat dan aku kembali ke kota raja... "
"Tidak mungkin, Lan-moi. Aku
membiarkan engkau kembali seorang diri ke kota raja" Aku belum sinting!
Kemanapun engkau pergi, aku harus menemani, Lan-moi .... yaitu ... kalau engkau suka tentu saja. Aku tidak
ingin engkau terancam bahaya,
hidupku tidak akan beres lagi kalau kita berpisah dan aku selalu
mengkhawatirkan keselamatanmu."
Kui Lan menatap wajah pemuda itu.
Wajah yang tampan dan selalu
nampak riang, dengan senyum yang
sukar meninggalkan bibir itu, dan mata yang lalu memandang Jenaka,
wajah yang nampaknya tidak dapat
susah, tidak dapat marah dan tidak
dapat serius. Baru sekarang, atau
semenjak hatinya melepaskan Sia Su Beng karena perwira itu mencinta
dan dicinta adiknya, ia
memperhatikan pemuda ini.
"Souw-twako, kita baru saja
berkenalan, kenapa engkau begini
memperhatikan aku?"
"Baru berkenalan" Aih, Lan-moi
semenjak aku berpura-pura sinting
menganggu dahulu itu, aku sudah
mulai mengenalmu dengan baik, dan biarpun akhirnya kita belum
berkenalan, namun dalam bathinku,
engkau telah menjadi seorang
sahabatku terbaik."
"Tapi, kenapa engkau begini
memperdulikan aku,
mengkhawatirkan keselamatanku"
Kita tidak mempunyai kaitan apapun, orang lain dan tidak ada hubungan
apa-apa ..."
"Lan-moi, bukankah kita sama-sama memperjuangkan bangkitnya kembali kerajaan Tang" Kita seperjuangan!
Dan biarpun bagimu di antara kita tidak ada kaitan apapun, bagiku ada kaitannya yang erat sekali. Lan-moi,
maafkan aku kalau aku berterus-
terang kepadamu. Sejak aku
melihatmu, aku aku tahu bahwa
hidupku tidak ada artinya lagi tanpa adanya engkau di dekatku.
Aku...... agaknya seperti inilah rasanya cinta seperti yang pernah kubaca
dalam dongeng, yakni kalau boleh
aku lancang mulut mengaku cinta padamu... " dan Pemuda yang
biasanya lincah jenaka dan pandai bicara itu, kini mendadak saja
menjadi gagap gugup dan salah
tingkah, bahkan tidak berani
memandang langsung kepada gadis
itu!
Melihat ini, Kui Lan tersenyum geli.
Betapa mudahnya untuk menyukai
pemuda ini, pikirnya. Memang tidak
seperti Sia Su beng yang gagah dan
berwibawa, juga memiliki kekuasaan. Akan tetapi Souw Hui San ini tidak kalah tampan walau nampak ugal-
ugalan dan sederhana, dan juga ia
merasa yakin bahwa dalam hal ilmu silat, pemuda murid Gobi-pai ini tidak kalah lihai dibandingkan Sia Su Beng.
Akan tetapi baru saja ia seperti
kehilangan Sia Su Beng, mengalah
terhadap adiknya, bagaimana ia
dapat begitu cepat membalas cinta
seorang pemuda ini"
"Souw-twako, engkau seorang yang
gagah dan baik sekali, bahkan telah berulangkali menolongku. Terima
kasih atas perhatianmu kepadaku,
akan tetapi, twako, dalam keadaan
seperti seorang ini, di mana tugas
menanti kita bagaimana kita dapat
bicara tentang perasaan hati pribadi kita" Maafkan kalau aku belum dapat
menanggapi dan jawabmu sekarang.
Akan tetapi aku suka sekali bekerja
sama denganmu twako dan kalau
memang engkau menghedaki kita
kembali bersama ke kota raja, demi
adikku, demi pusaka itu, akupun akan merasa senang sekali."
Wajah itu menjadi segar kembali,
matanya berkilat dan bersinar-sinar,
mulutnya dihiasi senjumnya yang
gembira. "Wah, apa lagi yang
kuinginkan" Kalau engkau tidak
marah oleh ucapanku tadi, kalau
engkau membiarkan aku
menemanimu, hal itu sudah
merupakan berkah yang
membahagiakan hatiku, Lan-moi.
Engkau benar, aku yang lancang
mulut, belum tiba saatnya kita bicara tentang .... eh, itu ...! Mari kita kembali ke kota raja!"
Akan tetapi tiba-tiba mereka
menghentikan percakapan dan
memandang arah barat. Telinga
mereka menangkap derap kaki kuda yang datangnya dari arah barat. Tak
lama kemudian, jauh di depan,
muncul dari balik tikungan, tampak dua orang penunggang kuda
membalapkan kuda mereka. Debu
mengepul tinggi ketika dua ekor kuda besar itu semakin mendekat.
"Heiii.. Itu Han-koko !" kata Kui Lan.
"Benar, dan bukankah itu nona Can Kim Hong?"" teriak pula Hui San.
karena tadinya mereka sengaja
bersembunyi ke balik pohon karena curiga dan belum tahu siapa yang
datang, kini meeeka keluar dan
berteriak-teriak memanggil.
"Han-koko ! Heii, Han-koko..!!
"Nona Kim Hong .. .!" Dua orang penunggang kuda yang tadinya sudah lewat itu, mendengar panggilan
mereka dan menahan kuda yang
sedang membalap. Kuda berhenti
dengan mengangkat kedua kaki
depan keatas sambil meringkik
karena penunggangn menahan
kendali. Mereka membalik dan
melihat Kui Lan dan Hui San.
"Lan-moi ...! Saudara Hui San...!!" Cin Han berseru gembira melihat mereka berdua. Dia dan Kim Hong segera
berlompatan turun dari atas kuda,
menambatkan kuda di pohon dan
mereka lalu disambut oleh Hui Lan dan Hui San dengan gembira sekali.
Lalu keempatnya duduk di atas batu di tepi jalan itu "Eh, kenapa kalian
berdua berada di sini" Dan mana Kui Bi" Apa saja yang terjadi di kota raja?" Cin Han bertanya.
Dihujani pertanyaan itu, Kui Lan
tersenyum. "Wah, banyak sekali yang
terjadi di sana, koko. Kini Bi-moi baru
saja tadi ikut pasukan Sia-ciangkun
kembali ke kota raja dan kamipun
hendak kembali ke sana. Kau tahu,
Han-ko, Bi-moi telah berhasil
membunuh An Lu Shan!"
"Ahhh ...!!" Kim Hong dan Cin Han
berseru hampir berbareng karena
mereka terkejut dan juga gembira
mendengar berita itu.
"Bukan main adik kita itu! ia memang penuh keberanian. Ceritakan,
bagaimana terjadinya, Lan-moi?"
tanya Cin Han.
Kui Lan dan Hui San lalu
menceritakan tentang semua yang
terjadi, betapa Kui Bi berhasil
menyusup sebagai dayang, kemudian
ia malah dipergunakan oleh
Pangeran An Kong dan Bouw Koksu untuk meracuni An Lu Shan.
Kemudian mereka menceritakan
betapa mereka semua dapat
diselundupkan keluar dari kota raja dengan menyamar sebagai perajurit-perajurit dalam pasukan Sia Su Beng.
"Ah, bagus sekali kalau begitu! dan
sekarang, di mana Bi-moi" Aku ingin
memberi selamat atas
keberhasilannya!" kata Cin Han
gembira dan bangga bahwa adiknya berhasil membunuh An Lu Shan, hal ini merupakan suatu jasa yang amat besar.
"Setelah pasukan yang dipimpin Sia Su Beng sampai di sini dan kami di anjurkan pergi ke barat, Bi-moi tidak mau ikut dengan kami dan memaksa ikut Sia Su Beng kembali ke kota raja. Kau tahu, koko, adik kita itu tidak
dapat berpisah dari Sia Su Beng,
mereka saling mencinta."
Cin Han mengangguk-angguk. Dia
tidak merasa heran. Sia Su Beng
adalah seorang pemuda yang tampan dan gagah juga seorang pendekar dan seorang pejuang yang setia kepada
Kerajaan Tang. Sudah sepatutnya
kalau pemuda seperti itu
mendapatkan kasih sayang Kui Bi.
"Dan kalian hendak melakukan jalan ke barat"'" tanyanya sambil
memandang kepada Hui San.
Kui Lan memandang kepada Hui San dan pemuda ini yang menjawab
sambil tersenyum. "Tadinya memang
kami akan menyusul ke barat, akan tetapi kami berdua mengambil
keputusan untuk kembali saja ke kota raja setelah keadaan aman. Pertama, adik Kui Lan tidak tega meninggalkan adiknya di kota raja yang masih
berbahaya, dan ke dua, kami juga
tidak mungkin dapat meninggalkan Mestika Burung Hong Kemala yang
kami sembunyikan itu. Kami harus
mengambilnya dulu dan
mengeluarkannya dari kota raja."
"Kalau begitu, bagus sekali. Kami juga hendak ke kota raja. Kita haus
membantu Sia-ciangkun dan juga
adik Kui Bi," kata Cin Han.
"Koko, bagaimana sih engkau dan
enci Kim Hong dapat cepat kembali ke sini" Bagaimana keadaan di barat
sana?" tanya Kui Lan dan kini giliran
Cin Han dan Kim Hong yang
menceritakan pengalaman mereka.
"Di sana juga telah terjadi banyak hal, dan yang terpenting adalah bahwa
sekarang Sri baginda Hsuan Tsung
telah menyerahkan mahkota kepada
Pangeran Mahkota, sehingga yang
menjadi kaisar adalah Kaisar Su
Tsung. Kami telah menghadap kaisar dan bertemu dengan Panglima Kok Cu It. Kami melaporkan semua yang
telah terjadi di kota raja Biarpun
Panglima Kok Cu It juga sudah banyak mendengar laporan dari para mata-
mata yang dikirim ke sana, namun
laporan kami banyak gunanya,
terutama tentang usaha Bi-moi
menyusup ke istana untuk
membunuh An Lu Shan. Kaisar dan
panglima Kok menghargai sekali
bantuan kita.
"Bagaimana dengan kekuatan
pasukan kerajaan Tang di barat?"
tanya Hu San.
"Baik sekali, Panglima Kok Cu It dan
Kaisar telah berhasil menghimpun
kekuatan di sana. Dengan
memperlihatkan Mestika Burung
Hong Kemala, yang kita ketahui
adalah palsu akan tetap tidak
diketahui oleh para kepala suku di
barat, mereka berhasil mendapatkan bantuan rakyat berbagai suku. Baik pribumi Han sendiri, maupun suku-suku lain, dibantu pula oleh bangsa Turki bahkan ada pasukan yang
dikirim oleh kepala bangsa itu, yaitu Caliph yang mengirimkan sepasukan bangsa Arab untuk membantu
gerakan pasukan Kerajaan Tang yang hendak merebut kembali tahta
kerajaan yang telah dirampas An Lu Shan."
"Ah, bagus sekali kalau begitu, kapan
mereka bergeraki" tanya Hui San.
"Mereka sudah siap bergerak, karena itu kami diperintahkan untuk
mendahului dan mempersiapkan
bantuan bersama S ia-ciangkun"
"Enci Hong, bagaimana dengan
usahamu mencari ayah kandungmu" Apakah berhasil?" tanya Kui Lan.
Kim Hong tersenyum manis dan
mengerling kepada Cin Han. "Berkat bantuan kakakmu, aku berhasil
bertemu dengan ayah kandungku
yang aseli. Ayahku memang bernama
Can Bu dan sampai kini ia masih
seorang perwira kepercayaan
Panglima Kok Cu It."
"Wah, ayahnya seorang perwira yang
gagah perkasa, sama sekali tidak
seperti Ciang Kui yang mengaku-aku
ayahnya itu!" kata Cin Han tertawa.
"Ayahnya seorang perwira yang lihai,
juga setia kepada kerajaan. Aku ikut
merasa bangga dan kagum bertemu
dan berkenalan dengan ayahnya"......
BERSAMBUNG KE JILID 07
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment