Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Mestika Burung Hong Kemala
Jilid 07
"Maksumu dengan calon ayah
mertuamu, koko?" Kui Lan menggoda.
"Ihhh, Kui Lan!" Kim Ho mendengus dan mukanya berubah kemerahan.
Cin Han hanya tersenyum dan
mengeling ke arah Hui San. Biarpun dia belum jelas, namun dia dapat menduga bahwa adiknya inipun
agaknya akrab dengan pendekar
muda Gobi-pai ini. Namun, dia tahu bahwa watak Kui Lan halus dan
pendiam, tidak seperti Kui Bi, maka tidak baik menggoda adiknya yang
satu ini.
"Sudahlah, sekarang kita berempat ke kota raja, akan tetapi harus diatur
bagaimana baiknya karena setelah
terjadi peristiwa pembunuhan An Lu Shan, tentu geger di sana dan kota
raja tentu dijaga ketat," kata Cin Han.
"Memang sebaiknya kita berhati hati," kata Hui San. "Kita bersembunyi di
luar kota raja saja dan mencoba
untuk menghubungi Sia-ciangkun.
Hanya dia yang akan dapat mengatur apa yang harus kita lakukan untuk
membantunya kota raja."
"Benar, tanpa petunjuk Sia-ciangkun, sukar bagi kita untuk memasuki
kotaraja," kata Kui Lan.
Demikianlah, empat orang muda iitu lalu menunggang kuda mereka,
menuju kota raja. Akan tetapi mereka tidak langsung memasuki kota raja
yang terjaga ketat seperti yang
mereka sangka, melainkan berhenti
di dusun yang berada sekitar
duapuluh li dari kota raja.
**********
Laki-laki petani berusia Limapuluhan tahun itu tidak diganggu oleh para
penjaga di pintu gerbang ketika dia
memasuki pintu gerbang sambil
memikul dagangannya, yaitu sepikul
buah apel yang besar-besar dan
menyiarkan bau harum. Para penjaga itu hanya memungut berapa butir
buah apel sambil tertawa-tawa. Petani itu tidak perduli.
Dia sudah biasa membawa barang
dagangan buah-buahan atau sayuran ke dalam kota dan sudah biasa pula kalau ada anggauta penjaga yang
mengambil beberapa butir buah atau beberapa ikat sayuran. Akan tetapi
dia tidak diganggu dan pada pagi hari ini, hal itu amatlah di harapkan. Tidak seperti biasanya, sekali ini diam-diam jantungnya berdebar keras karena
tegangnya.
Pagi ini si petani tidak seperti
biasanya menjual buah-buahan,
melainkan membawa tugas yang
amat penting, tugas rahasia yang
kalau sampai ketahuan penjaga di
pintu gerbang kota raja, pasti akan
mengakibatkan dia dihukum siksa
sampai mati!
Dia adalah seorang petani dusun di
luar kota raja yang biasa berjualan
sayur dan buah ke kota, akan tetapi
biarpun dia hanya seorang petani
biasa, namun dalam hatinya dia setia
kepada Kerajaan Tang. Hal ini
diketahui oleh Cin Han, Hui San, Kui Lan dan Kim Hong setelah empat
orang muda ini tinggal agak lama
beberapa hari di dusun itu.
Setelah yakin bahwa A-cauw, petani itu, dapat dipercaya dan setia kepada Kerajann Tang, Cin Han lalu
menitipkan sepucuk surat kepada A-cauw dengan pesan agar surat itu
dapat disampaikan kepada Panglima Sia Su Beng. Dia harus mengunjungi
benteng dan minta bertemu dengan
panglima itu, dengan alasan bahwa
dia mempunyai laporan penting yang harus disampaikan kepada panglima itu sendiri, mengenai keamanan kota raja, dan setelah berhadapan,
menyerahkan surat titipan Cin Han itu .
Biarpun beberapa kali ada orang hendak membeli buah-buahan yang berada dalam keranjang pikulannya, A-cauw tidak menjualnya. Dengan
pikulan keranjang penuh buah, tidak akan ada yang mencurigainya
walaupun dia berjalan sampai ke
depan benteng yang dimaksudkan.
Dia sengaja menghampiri penjaga
gardu depan pintu benteng dan
menurunkan pikulannya.
"Heii, penjual buah! Jangan
menawarkan buah-buahanmu di sini, dan jangan berhenti di sini. Di
larang!"' kata seorang penjaga
kepadanya.
A-cauw mengipasi tubuhnya yang
berkeringat dengan capingnya yang
lebar dan diapun berkata dengan
sikap takut-takut akan tetapi hormat, "Saya mohon menghadap Panglima
Sia Su Beng. Harap suka
memperkenankan saya menghadap
beliau . "
Para penjaga memandangnya dengan alis berkerut. "Hemm, engkau ini
petani penjual buah, mau minta
bertemu dengan Panglima Sia"
Apakah hendak menghadiahkan dua
keranjang buah itu" Jangan macam-
macam engkau, atau kau akan di
tangkap!"
"Saya tidak berniat jahat, saya mohon
menghadap karena saya ingin
melaporkan sesuatu yang teramat
penting dan yang boleh didengar
hanya oleh bekiiau sendiri."
"Hemm, jangan mengigau kau!
Seorang petani seperti engkau ini
bagaimana dapat menghadap
Panglima" Kalau ada urusan,
laporkan saja kepada kami dan kami
yang akan meneruskan kepada
beliau. Jangan kurang ajar kau!"
Dibantah seperti itu, A-cauw tidak
menjadi gugup karena sebelumnya
dia sudah diperingatkan Cin Han
kalau kalau dibentak seperti itu.
"Harap saudara sekalian ketahui
bahwa dahulu, Panglima Sia Su Beng
adalah langganan saya, sering
membeli sayur dan buah-buahan dari saya. Saya mengenal baik beliau
dan apa yang akan saya sampaikan
ini mengenai urusan keamanan di
kota raja. Kalau kalian tidak mau
menghadapkan saya kepada beliau dan kelak beliau mengetahui, tentu
kalian akan mendapat kesalahan
besar sekali."
Digertak malah berbalik menggertak! Tentu saja kalau tidak mendapat
pelajaran dari Cin Han, seorang
petani seperti A-cauw mana berani
menggertak para perajurit penjaga"
Mendengar ucapan itu, para perajurit saling pandang dan merasa gentar
juga. Mereka semua tahu betapa
kerasnya Panglima Sia Su Beng
terhadap ketertiban, dan panglima itu memang selalu menghargai rakyat
jelata, tidak pernah congkak seperti para panglima lainnya. Oleh karena itu, dengan kasar mereka minta A-cauw menanti sebentar.
Setelah ada yang melapor, A-cauw
diperkenankan masuk. Petani itu
dengan berterima kasih berkata,
"Terima kasih atas kebaikan kalian
dan untuk membalas kebaikan itu,
silakan kalau ada yang mau
mencicipi buah apel saya. Dihabiskan
boleh!"
Dia meninggalkan keranjangnya dan tanpa diminta untuk ke dua kalinya,
para penjaga yang sedang keisengan
itu lalu menyerbu dua keranjang apel. Kawan-kawan mereka yang berada di dalam ikut-ikutan keluar dan
sebentar saja isi dua keranjang sudah
habis!
Panglima Sia Su Beng merasa heran
bukan main menerima laporan
bahwa ada seorang petani penjual
apel bernama A-cauw yang mohon
menghadap. Akan tetapi karena dia
memang mempunyai hubungan
dengan para pejuang, para
pendukung kerajaan Tang dan
menduga bahwa yang datang tentulah seorang kurir dari para pejuang yang berada di luar kota raja, maka dia
bersikap biasa saja. "Suruh dia masuk ke sini."
Ketika A-cauw memasuki ruang
tertutup itu, A-cauw berkata lirih
sekali, setelah melihat di situ tidak
ada orang lain kecuali Panglima Sia
SU Beng yang dikenalnya dari
penggambaran Cin Han kepadanya.
"Saya datang disuruh Yang-kongcu."
Sia Su Beng terkejut, melihat ke
sekeliling, lalu memberi isyarat
kepada A-cauw untuk memasuki
sebuah kamar samping di mana
mereka dapat bicara dengan lebih
bebas dan tidak khawatir di ketahui
orang lain.
A-cauw menyerahkan surat dari Cin
Han yang disimpan dengan hati-hati
di balik bajunya, Sia Su Beng
membaca surat yang tidak
ditandatangi itu. Hanya ditulis bahwa Han, Lan, San, dan Hong ingin
dijemput. Hanya itu. Andai kata surat
itu terjatuh ke tangan orang lainpun,
tentu tidak akan tahu maksudnya
karena tanpa tanda tangan juga tidak
ditujukan kepada siapapun "Di mana
mereka?" tanya Sia Su Beng.
"Di dusun sebelah timur kota
ciangkun. Duapuluh li dari sini."
"Baik, katakan aku akan segera
datang." Ketika A-cauw hendak
keluar, Sia Su Beng menahannya.
"Kalau ada yang tanya, katakan saja
bahwa engkau meelapor adanya
gerombolan mencurigakan di sebelah
selatan kota."
A-cauw mengangguk, kemudian
keluar. Dia disambut seorang petugas
jaga di luar dan penjaga ini
mengantarkannya kembali ke pintu
gerbang benteng.
"Heii, A-cauw, buah-buahan dalam
keranjang itu telah habis kami
makan!" kata kepala jaga.
"Tidak apa, ciangkun. Memang itu
untuk kalian. Terima kasih, saya
hendak pulang."
"A-cauw, apa sih yang kau laporkan
kepada komandan kami" Nampaknya
rahasia benar!"
"Ahh, sebetulnya bukan rahasia,
hanya aku takut kepada gerombolan
itu. Aku melihat gerakan
mencurigakan dari segerombolan
orang di selatan kota raja. Karena aku tahu bahwa langgananku Sia-
ciangkun adalah seorang panglima,
maka aku melaporkan hal Itu
kepadanya. Aku takut kalau
gerombolan tahu aku melaporkan,
aku akan dibunuh. Sudah, aku ingin
cepat pulang. Aku sudah mendapat
hadiah dari Sia-ciangkun ," katanya
dan diapun memikul keranjang
kosongnya meninggalkan tempat itu.
Tak lama kemudian, para penjaga
pintu gerbang benteng melihat Sia-
ciangkun memimpin kurang lebih
limapuluh orang perajuritnya
berserabutan naik kuda keluar dari
benteng. Tanpa diberi tahu sekalipun,
para penjaga itu dapat menduga
bahwa ini tentu ada hubungannya
dengan laporan A-cauw tadi dan
agaknya sang panglima hendak
memimpin sendiri pasukannya untuk
menumpas gerombolan.
Di pintu gerbang kota rajapun, para
penjaga memberi hormat kepada Sia
Su Beng yang bersama pasukannya
keluar dari pintu gerbang. Kurang
lebih limapuluh orang perajurit itu
berkuda secara tidak teratur, bukan
merupakan barisan rapi. Agaknya
mereka tergesa-gesa dan tidak
membentuk barisan sehingga
sukarlah andaikata ada yang hendak
menghitung berapa jumlah regu
perajurit itu.
Sia Su Beng sengaja keluar dari pintu gerbang selatan, akan tetapi setelah regunya meninggalkan pintu gerbang sejauh beberapa li, dia membelokkan pasukannya ke kanan, ke arah timur
kota raja! Setelah tiba di luar dusun,
empat orang muda itu sudah
menghadang di tempa sepi.
Sia Su Beng bersama seorang
perajurit yang bertubuh kecil
ramping melompat turun dari atas
kuda dan menghampiri mereka. Kui
Bi yang berpakaian perajurit itu
langsung merangkul kedua orang
kakaknya bergantian saking
girangnya dapat bertemu kembali.
"Bi-moi, kau hebat!" kata Cin Han
gembira. Kemudian kepada Sia Su
Beng dia berkata, "Ciangkun, terima
kasih atas segala kebaikanmu
terhadap kedua adikku, terutama
kepada Bi-moi."
Pasukan itu adalah orang-orang
kepercayaan Sia Su Beng, dan mereka
semua adalah orang-orang yang setia kepada kerajaan Tang. Mereka semua
mengetahui tentang rahasia Sia Su
Beng, tahu siapa empat orang muda
itu, maka mereka sengaja
menjauhkan diri, membiarka
pimpinan mereka bicara dengan para muda yang dijemput itu.
Sia Su Beng mengeluarkan empat
perangkat pakaian perajurit untuk
dipakai oleh Cin Han, Kui Lan, Hui
San dan Kim Hong. Satu-satunya cara menyelundupkan mereka ke kota raja hanyalah dengan menyamar sebagai
perajurit dan membaur dengan
pasukannya. Dan satu-satunya tempat aman bagi mereka untuk tinggal di
kota raja adalah di dalam benteng
pasukannya pula. Ji-wan-gwe sudah
menutup rumahnya karena dia selalu diawasi oleh anak buah Bouw Koksu yang mencurigainya namun tidak
menangkapnya karena tidak terdapat bukti.
"Sebaiknya kita cepat kembali ke kota raja, di sana kita dapat bicara lebih
leluasa. Di sini tidak enak kalau
sampai terlihat orang lain," kata Sia-ciangkun. Mereka berempat segera
mengenakan pakaian perajurit di luar pakaian yang menutupi tubuh
mereka, kemudian sebagai anggauta
pasukan mereka pun menunggang
kuda mereka, sengaja mereka
membaur di tengah dan pasukan itu
kembali ke kota raja melalui pintu
gerbang selatan dengan mengambil
jalan memutar .
Jauh lewat tenga hari mereka tiba
kota raja dan Sia Su Beng sudah
memerintahkan anak buahnya untuk menyebar berita bahwa mereka tidak
berhasil menangkap gerombolan
pengacau karena mereka telah
melarikan diri.
Mereka memasuki benteng dan tak
lama kemudian Sia Su Beng sudah
mengadakan pembicaraan dengan
Cin Han, Hui San, Kim Hong, Kui Lan dan Kui Bi di dalam ruangan tertutup yang merupakan ruangan rahasia di mana mereka boleh cara sebebasnya tanpa khawatir diketahui orang lain karena tempat itu dijaga oleh para
perajurit yang setia.
Empat orang muda itu menceritakan
pengalaman mereka masing-masing
yang didengarkan penuh perhatian
oleh Sia Su Beng dan Kui Bi. Ketika
mendegar penjelasan Cin Han bahwa Kaisar Beng Ong telah menyerahkan
mahkota kepada pangeran mahkota
yang kini menjadi Kaisar Su Tsung,
Sia Su Beng berkata, "Hemm, kenapa
Sri baginda begitu tergesa-gesa
menyerahkan mahkota kepada
Pangeran" Kenapa tidak menanti
sampai beliau kembali ke sini?"
"Menurut keterangan Panglima Ko Cu It, Sri baginda Beng Ong merasa amat terpukul dan selalu berduka, merasa sudah tua dan kehilangan semangat
untuk memimpin pasukan merampas kembali tahta kerajaan. Beliau sudah berusia tujuhpuluh tahun lebih,
karena itu beliau menyerahkan tahta kerajaan kepada Pangeran dan hal ini
didukung pula oleh Panglima Kok Cu It," kata Cin Han.
"Perubahan apakah yang telah terjadi di sini setelah An Lu Shan twwas?"
tanya Cin Han sambil memandang
kepada Kui Bi dengan kagum dan
bangga seolah pertanyaan itu
diajukan kepada adiknya. Akan tetapi Kui Bi memandang kepada Sia Su
Beng, menyerahkan jawabannya
kepada panglima itu.
"Banyak sekali perubahannya. Kini
para panglima sudah sepakat untuk
menolak kalau Pangeran An Kong
hendak mengangkat dirinya menjadi
kaisar menggantikan ayahnya yang
tewas. Semua panglima menyetujui
pendapatku bahwa seorang pangeran yang telah membunuh ayahnya
sendiri tidak pantas menjadi kaisar.
Tentu saja hal ini hanya kujadikan
alasan agar dia tidak naik tahta, agar
di sini kehilangan pimpinan dan aku yang berkuasa di sini,
mempersiapkan kembalinya Kerajaan Tang."
"Bagus sekali kalau begitu! Panglima
Kok Cu It juga sudah
memperhitungkan siasat ini dan
mengharapkan bantuanmu, Sia-
ciangkun," kata Cin Han.
"Akan tetapi, agaknya Pangeran An
Kong hendak nekat. Dengan
mendapat dukungan Bouw Koksu, dia sudah menentukan harinya, yaitu tiga hari lagi setelah seratus hari wafatnya ayahnya, dia hendak mengangkat diri
menjadi kaisar atas nasihat dari
Koksu.'"
"Apakah pengangkatan macam itu
dapat dianggap sah?" tanya Cin Han.
"Kalau Bouw Koksu masih dianggap sebagai Penasihat atau Guru Negara
secara sah, tentu saja pengangkatan dapat disahkan, akan tetapi kami para panglima sudah siap untuk menolak.
Bahkan para panglima sudah
menyerahkan padaku untuk menjadi pemimpin dan wakil pembicara
mereka."
'Kenapa tidak pergi membunuh saja
Bouw Koksu" Aku sanggup
melaksanakan tugas itu. Dia amat
jahat, apa lagi mengingat apa yang dia lakukan terhadap pamanku Souw Lok dan terhadap nona Kim Hong."
"Benar apa yang dikatakan Souw
twako itu," kata Kim Hong. "Aku
sanggup melaksanakan tugas
membunuh Bouw Ki kalau hal itu ada manfaatnya bagi perjuangan."
"Usaha itu memang baik, akan tetapi
tidak boleh sembrono. Bouw Koksu
adalah seorang yang cerdik dan tentu dia tahu bahwa dirinya mempunyai
banyak musuh, maka tentu dia sudah
memelihara pengawal-pengawal
tangguh, disamping dia sendiri juga lihai. Kalau memang akan diambil
tindakan itu, biarlah kita beramai
yang pergi, akan tetapi juga menanti
saat yang baik. Setidaknya kita harus mencari kesempatan. Tidak boleh
tergesa-gesa."
"Benar apa yang dikatakan oleh Yang-kongcu itu," kata Sia Su Beng sambil
mengangguk-angguk. "Juga tidak
boleh dilakukan sebelum ada
pengumuman pengangkatan diri An
Kong sebagai kaisar, karena kalau
didahului, tentu keadaan akan
berubah dan siapa tahu para
panglima berbalik dan berpihak
Kepada An Kong untuk mencari
kedudukan tinggi."
"Sebaiknya kita berempat menyamar, aku, enci Hong, Han-koko dan Souw
twako mengintai keadaan di rumah Bouw Koksu mencari kesempatan
sambil menanti sampai selesai dan
lewatnya urusan dalam istana," kata
Kui Lan.
"Eagaimana dengan Kui Bi?" tanya
Kim Hong. "Bukankah dengan
berlima, kita menjadi lebih kuat?"'
Pertanyaan Kim Hong ini hanya
untuk menghilangkan perasaan tidak
enak seolah Kui Bi seorang yang
ditinggalkan, tidak diajak.
"Tidak, Bi-moi sudah terlalu lama di
sini, oleh orang luar, kecuali oleh
anggauta pasukan yang setia
kepadaku, ia sudah dianggap sebagai seorang perajurit pengawal ku. Kalau ia muncul di luar akan menimbulkan kecurigaan, apa lagi kalau tidak
kelihatan bersama ku."
"Benar, sebaiknya kalau adikku ini
tinggal di sini saja, membantu Sia
ciangkun. Pula, jasanya sudah terlalu
besar karena keberaniannya
menyusup ke istana dan membunuh
An Lu Shan."
"Aih, Han-ko jangan terlalu memuji
dan mengulang-ulang hal itu. Aku
sendiri masih merasa malu
membunuhnya tidak dengan tangan
dan pedang, melainkan dengan racun dan sebagai kaki tangan Bouw
Koksu," kata Kui Bi.
"Selain itu, Yang-kongcu, dalam
kesempatan ini, disaksikan pula oleh
rekan seperjuangan, Bi-moi dan aku
hendak membuat pengakuan yaitu
bahwa kami berdua telah bersepakat untuk menjadi suami isteri dan
dengan resmi, aku mohon
persetujuan Yang-kongcu dan juga
Nona Yang Kui Lan sebagai saudara-
saudara tuanya."
Sikap Sia Su Beng sungguh gagah dan
jujur ketika mengucapkan kata-kata
itu. Bahkan Kui Bi sendiri yang
biasanya bersikap terbuka dan keras,
merasa tersipu dan kedua pipinya
kemerahan mendengar lamaran yang dilakukan secara terbuka itu. Hui San
yang juga memiliki watak ugal-ugalan dan terbuka, tertawa gembira dan dia segera berkata, "Bagus, bagus!
Dan sebelumnya aku mengucapkan
kiong-hi (selamat) kepada calon
sepasang mempelai yang
berbahagia!" Ucapan ini membuat Kui Bi menjadi semakin tersipu.
"Aih, Souw-twako. Pihak yang dilamar saja belum memberi jawaban, engkau sudah tergesa-gesa memberi selamat!" Kui Lan mencela sambil tersenyum
melihat ulah pria yang diam-diam
semakin menarik hatinya itu.
"Jawaban apa lagi yang dapat kami
berikan kecuali menerima pinangan
itu dengan hati dan tangan terbuka!"
kata Cin Han tersenyum. "Aku dan
adik Kui Lan sudah tahu akan
hubungan antara Bi-mol dan Sia-
ciangkun, dan Kami tentu saja
merasa bersukur dan setuju
sepenuhnya. Kami berdua mewakili
mendiang orang tua kami menerima
pinangan Sia-ciangkun dan biarlah
ciangkun yang menentukan hari
dilangsungkannya pernikahan antara
kalian."
"Ah, aku tidak akan mau
melangsungkan pernikahan sebelum
Han-Koko dan Lan-cici menikah lebih dulu atau setidaknya berbareng
dengan aku, tentu saja kalau Lan-cici sudah mempunyai calon. Kalau Han-
koko, aku tahu telah mempunyai
calon, yaitu enci Kim Hong"
Mendengar ini, semua orang
tersenyum dan Hui San segera
berkata dengan lantang, "Kalau aku
tidak dianggap terlalu lancang dan
terlalu rendah, aku mengajukan diri
sebagai calon, untuk mendampingi
adik Kui Lan dalam menempuh
kehidupan ini. Aku cinta padanya
dan kalau ia sudi menerima, aku siap untuk meminangnya."
Kembali semua orang, kecuali Kui
Lan, tersenyum mendengar
pengakuan yang jujur ini. Mereka
merasa berada antara dunia orang-
orang gagah yang tidak
membutuhkan lagi kepura-puraan.
"Bagaimana, Lan-moi" Jawablah, agar
kita semua merasa lega dan yakin.
Kalau benar engkau dapat menerima
cinta kasih saudara Souw Hui San,
biarlah kita semua, ke tiga pasangan
melangsungkan pernikahan di sini
setelah semua urusan kenegaraan ini
beres dengan berhasil baik."
Kui Lan adalah seorang wanita yang
halus perasaannya, tidak seperti Kui
Bi dan Kim Hong yang menghadapi
pembicaraan terang-terangan
tentang perjodohan mereka itu
dengan tenang saja, bahkan dapat
tersenyum gembira dan geli. Kui Lan tersipu dan tanpa berani mengangkat mukanya ia menjawab kakaknya. "Ah, urusan itu bagaimana nanti sajalah kalau sudah tiba saatnya. Bukankah
kita semua mempunyai tugas lain
yang teramat penting dan belum di
laksanakan?"
Mereka semua segera mengatur Siasat dan membuat persiapan untuk
menyamar dan melakukan
penyelidikan dilingkungan rumah
Bouw Koksu. Adapun Sia Beng juga
membuat persiapan dengan semua
panglima yang mendukungnya,
mengatur siasat apa yang akan
mereka lakukan nanti kalau Pangeran An Kong dan Bouw Koksu hendak
melaksanakan pengangkatan
pangeran itu menjadi kaisar baru.
**********
Istana berada dalam suasana meriah akan tetapi juga menegangkan.
Semua orang mengetahui belaka
bahwa akan terjadi hal-hal yang
menegangkan, karena hari itu akan
ada pengumuman dari Bouw Koksu tentang pengangkatan Pangeran An Kong menjadi kaisar, menggantikan
An Lu Shan yang tewas keracunan.
Setelah lewat seratus hari kematian kaisar, barulah Bouw Koksu berani mengundang semua menteri dan
panglima untuk berkumpul di ruang
balairung, tempat yang biasa
dipergunakan kaisar untuk
persidangan.
Sejak pagi, berdatanganlah para
pembesar tinggi, para menteri dan
panglima, dengan pakaian lengkap
sehingga nampak suasana yang
megah karena pakaiain lengkap para pembesar itu berkilauan dan
gemerlapan. Bouw-ciangkun secara
sengaja dan angkuh, datang bersama para perwiranya, semua nampak
gagah dan berwibawa, seolah dia
merasa bahwa di antara semua
panglima, dialah yang paling
berkuasa.
Hal ini juga tidak mengherankan
karena dia merasa bahwa ayahnya
adalah Guru Negara dan bahwa
ayahnya dan dia merupakan orang-
orang paling dekat dengan Pangeran
An Kong, calon kaisar! Kedudukan
tertinggi di dalam pemerintahan jelas akan terjatuh ke tangan ayahnya, dan pangkat panglima tertinggi sudah
pasti akan jatuh ke padanya!
Sia Su Beng dan para panglima yang
menjadi sekutunya nampak tenang-
tenang saja dan merekapun tidak
bergerombol, melainkan berdiri di
tempat masing-masing seperti biasa
sehingga tidak menimbulkan kesan
bahwa mereka telah bersekutu. Akan tetapi diam-diam Sia Su Beng telah
memerintahkan pasukannya untuk
mengadakan pengepungan baik di
istana maupun di markas pasukan
Bouw-ciangkun dan pasukan yang
jadi kaki tangan Pangeran An Kong
dan Bouw Koksu.
Semua telah dipersiapkan jauh hari.
sebelumnya dan karena jumlah
pasukan Sia Su Beng digabung dengan para panglima lain merupakan lebih
tiga perempat jumlah seluruh
pasukan, maka dengan sendirinya
kekuatan pasukan mereka yang
menentang pengangkatan pangeran menjadi kaisar ini amat besar kuat.
Agaknya Bouw Koksu juga sudah membuat persiapan, tidak menduga sama sekali bahwa para panglima sudah bersekutu dan mempersiapkan pasukan, menghimpun semua anak buahnya untuk siap siaga di istana, karena dia memperhitungkan bahwa kalau ada menteri dan panglima yang menentang pengangkatan pangeran menjadi kaisar, dia akan memerintahkan anak buahnya untuk melakukan penangkapan seketika itu juga. Dia mengerahkan semua tenaga sehingga rumahnya menjadi kosong, tidak ada perajurit menjaga rumah itu karena memang di anggap tidak perlu dijaga.
Keadaan ini justeru membuat empat orang muda yang setiap hari sudah melakukan pengintaian itu menjadi girang bukan main. Dengan amat mudah Kui Lan yang mengenal seluruh keadaan rumah bekas tempat tinggalnya sejak ia masih kecil menjadi penunjuk jalan dan mereka berempat akhirnya berhasil memasuki taman di belakang gedung itu. Tidak nampak seorangpun penjaga sehingga dengan mudahnya mereka melaksanakan pekerjaan mereka. Souw Hui San dan Yang Kui Lan berdua yang melakukan penggalian di bawah pohon itu, sedangkan Yang Cin Han dan Can Kim Hong melakukan penjagaan kalau-kalau ada orang lain yang melihat perbuatan mereka.
Karena dia sendiri yang menyimpan kotak kecil berisi Mestika Burung Hong Kemala itu, dengan mudah dan sebentar saja Hui San telah dapat menggali dan menemukan kembali pusaka itu. Dia memang sudah mempersiapkan sebelumnya, maka kotak itu lalu di bungkus kain kuning dan diikatkan pada tubuhnya di sebelah dalam baju, sehingga tidak nampak dari luar, hanya agak menonjol di bagian perutnya.
Sementara itu, di istana suasana menjadi semakin tegang ketika Pangeran An Kong memasuki ruangan balairung di ikuti Bouw Koksu dan beberapa orang panglima pendukungnya. Pangeran itu mengenakan pakaian yang amat mewah gemerlapan, sedangkan Bouw Koksu berjalan dengan langkah tegap dan di depannya berjalan seorang pejabat tinggi tua kurus, yaitu pejabat yang tugasnya menyimpan pakaian kebesaran kaisar. Pembesar ini membawa sebuah peti yang mudah diduga isinya, yaitu pakaian kebesaran dan mahkota kaisar!
Semua orang memberi hormat selayaknya kepada Pangeran An Kong, dan dengan sikap angkuh sang pangeran mempersilakan semua orang berdiri, sedangkan dia sendiri duduk di atas kursi gading. Kemudian dia menoleh dan mengangguk kepada Bouw Koksu yang membuka gulungan surat pengumunan dari kain sutera kuning, lalu membacanya dengan suara lantang.
"Mengingat betapa akan lemahnya sebuah pemerintah tanpa kaisar, dan mengingat pula bahwa Sri baginda Kaisar An Lu Shan telah wafat seratus hari yang lalu, maka kami, Bou Hun, sebagai Koksu yang telah diberi wewenang oleh mendiang kaisar, menimbang bahwa tidak ada yang lebih tepat untuk diangkat menjadi Kaisar baru kecuali Pangeran An Kong. Oleh karena itu, hari ini diumumkan oleh kami, disetujui pula oleh Pangeran Mahkota An Kong dan para panglima, bahwa Pangeran An Kong dinobatkan menjadi Kaisar yang baru, menggantikan mendiang Kaisar yang wafat, dengan julukan Kaisar Su Tsung. Tertanda kami, Bouw Hun, Koksu dan para panglima yang namanya tersebut di bawah ini!" Koksu lalu membacakan nama semua panglima yang hadir.
"Tidak benar dan kami tidak setuju!" terdengar suara lantang yang mengejutkan Pangeran An Kong, Bouw Koksu dan kaki tangan mereka. Semua orang menengok dan memandang kepada Panglima Sia Su Beng yang berdiri dengan tegap dan gagah, matanya mencorong memandang kepada Bouw Koksu.
"Sia-ciangkun, engkau berani membantah keputusan yang telah di setuju Pangeran Mahkota dan para panglima?"
"Kami berani membantah karena beberapa hal bertentangan dengan kenyataan. Keterangan Bouw Koksu banyak yang palsu."
"Apa" Berani engkau menuduhku sekeji itu" Katakan, mana yang palsu dan mana yang bertentangan dengan kenyataan" Katakan!" Bouw Koksu membentak.
"Dalam pengumuman tadi, Bouw Koksu mengatakan bahwa para panglima yang namanya disebutkan semua telah menyetujui pengangkatan kaisar itu. Pernyataan ini adalah bohong karena sebagian besar panglima, termasuk saya sendiri tidak menyetujui. Para rekan panglima yang tidak setuju, harap berani mengangkat tangan!" Ucapan Sia Su Beng ini disambut para panglima yang mengangkat tangan kanan mereka. Wajah Bouw Koksu dan wajah Pangeran An Kong berubah agak pucat, lalu wajah Bouw Koksu menjadi merah karena marah. Matanya melotot memandang kepada Sia Su Beng.
"Sia-ciangkun! Apa artinya ini " Engkau menggerakkan para panglima untuk menentang pengangkatan Pangeran Mahkota menjadi kaisar" Apakah ini berarti bahwa engkau hendak memberontak?"
"Sia-ciangkun, benarkah engkau hendak memberontak terhadap kami!" Pangeran An Kong juga berseru untuk menaikkan wibawanya.
Sia Su Beng tersenyum. "Maafkan hamba, Pangeran. Dan dengarlah engkau Bouw Koksu. Kami sama sekali tidak hendak memberontak, juga tidak hendak menentang Pangeran dinobatkan menjadi kaisar.
Kami hanya ingin menunda pengangkatan atau penobatan itu, karena ada suatu hal yang membuat kami merasa penasaran. Seperti kita semua mengetahu mendiang Sri baginda Kaisar tewas karena keracunan makanan. Jelas bahwa di dalam masakan beliau, ada orang menaruhkan racun. Dan kami telah mendapat keterangan bahwa dalam hal kejahatan meracuni Sri baginda.
Kaisar itu, ada dua orang dalam terdekat Sri baginda Kaisar yang terlibat!" Berkata demikian, Sia-ciangkun menatap wajah Pangeran dan Bouw Koksu yang nampak kaget dan mereka saling pandang. Jelas bahwa Pangeran menjadi pucat sekali wajahnya, dan Bouw Koksu nampak tertegun dan memandang seperti orang tidak percaya Bouw-ciangkun juga berdiri gelisah, jelas nampak dari gerakan kedua kakinya yang tidak mau diam, seolah-olah dia sudah siap untuk lari.
"Sia-ciangkun, apa yang kau katakan ini" Kami juga sudah melakukan penyelidikan dan kami tahu siapa orangnya yang melakukan perbuatan jahat meracuni Sribaginda itu!" Dua orang itu saling pandang dengan sinat mata menantang, seolah dua ekor ayam jago yang hendak berlaga.
Sia Su Beng tersenyum. "Begitukah, Bouw Koksu" Kalau benar engkau sudah mengetahui siapa orangnya yang melakukan perbuatan jahat meracuni Sri baginda, kenapa tidak kau katakan itu. Nah, katakan siapa orangnya" Asal engkau jangan menuduh aku atau para panglima ini saja!" Terdengar suara tawa mengejek di sana sini.
"Pelakunya adalah seorang dayang baru yang menaruh racun di dalam masakan kaki biruang, kemudian ia pula yang menghidangkan masakan itu kepada Sri baginda. Kalau kalian mau tahu siapa dayang itu, ia adalah Yang Kui Bi, puteri ke dua dari Mendiang Menteri Yang Kok Tiong, kakak mendiang selir Yamg Kui Hui si iblis betina!"
**********
Tamat Semua orang terkejut,
termasuk Sia Su Beng. Akan tetapi
kalau para panglima yang mendengar tuduhan itu terkejut dan tidak
percaya, Sia Su Beng benar-benar
terkejut karena tidak menyangka
bahwa Bouw Koksu benar-benar telah mengetahui hal itu! Akan tetapi, dia sengaja tertawa mengejek.
"Ha-ha-ha, Bouw Koksu, siapa mau percaya bualanmu itu" Kalau betul
seperti yang kau katakan itu, kenapa engkau tidak menangkap pembunuh itu agar ada buktinya?"
"la terlalu licik dan berhasil
meloloskan diri dari kota raja!" kata
Bouw Koksu gemas.
Kembali terdengar suara tawa Sia Su Beng. "Ha-ha-ha, bagaimana mungkin ini" Bouw Koksu yang terkenal lihai
dengan banyak sekali anak buahnya, tidak mampu menangkap seorang
gadis dayang" Cu-wi ciangkun, apakah cerita ini dapat dipercaya?"
Para panglima tertawa-tawa dan
menggeleng kepala. Melihat ini, Bouw Koksu tidak dapat menahan sabar lagi "Sia-ciangkun dan para panglima
yang telah dapat dihasut olehmu,
apakah kalian semua tetap hendak
memberontak dan menentang
penobatan Pangeran rnenjadi
Kaisar?"
"Kami tidak memberontak, tidak pula menentang penobatan, akan tetap
minta agar penobatan ditangguhkan
sampai diketahui dengan tuntas
mengenai pembunuhan terhadap Sri baginda Kaisar. Kalau Pangeran yang berdiri di belakang pembunuhan itu, dibantu oleh Bouw Koksu seperti yang telah kami dengar dengan
mempergunakan seorang dayang
maka tentu kami tidak setuju
mengangkat seorang pembunuh ayah
kandung sendiri menjadi junjungan
kami!"
"Yang Mulia Pangeran, mereka ini
hendak memberontak! Sepatutnya
mereka ditangkap! Harap paduka
memberi perintah dan hamba akan
menangkap mereka!" Bouw-ciangkun
dengan marah, memberi tanda
kepada para pendukungnya untuk
siap bergerak.
Pangeran An Kong sudah gemetar
kedua kakinya mendengar ucapan Sia Su Beng yang agaknya mengetahui
rahasia ia membunuh ayahnya.
Diapun tidak melihat jalan lain
kecuali menggunakan kekerasan. Dia
bangkit berdiri dan menudingkan
tangannya ke arah Sia Su Beng,
"Tangkap para pemberontak itu!"
Akan tetapi, Sia Su Beng
mengeluarkan suara melengking
panjang dan dari semua pintu
ruangan itu bermunculan pasukan
yang siap dengan anak panah mereka.
Tentu saja Pangeran An Kong dan
Bouw Koksu, juga Bouw Ki menjadi
pucat melihat ini.
"Pemberontakan!!!" Bouw Koksu
berseru.
"Sia-ciangkun, engkau
mernberontak!" kata pula Pangeran
An Kong.
"Pangeran, tidak ada yang
memberontak terhadap mendiang
Sribaginda kaisar! Mereka yang
merencanakan kematiannyalah yang
memberontak.. Untuk sementara ini,
demi keamanan negara, kami yang
akan memimpin dibantu oleh para
panglima. Urusan pembunuhan ini
akan kami selidiki sampai tuntas dan siapapun yang menjadi dalangnya,
akan kami seret ke pengadilan. Untuk sementara ini, semua penghuni
istana, terrnasuk paduka, pangeran,
di larang meninggalkan istana. Semua pejabat, termasuk Bouw Koksu,
dilarang meninggalkan kotaraja"
Pangeran An Kong menjadi pucat dan dengan suara lemah dia lalu
membubarkan persidangan dan
mengundurkan diri kedalam
kamarnya.
Bouw Koksu memberi isarat mata
kepada Bouw Ki dan keduanya cepat
meninggalkan istana, menuju ke
gedung mereka sendiri. Keduanya
nampak cemas dan gugup.
"Hemm, bagaimana sampai terjadi
begini?" Bouw Hun mendesis marah
kepada puteranya ketika mereka
berada di luar istana.
"Aku sudah mempersiapkan semua
pasukan, ayah, akan tetapi agaknya
diam-diam mereka juga sudah
mengepung istana ini. Lihat di sana."
Mereka melihat bahwa pasukan yang besar jumlahnya mengepung istana
dan pasukan anak buah Bouw-
ciangkun tidak nampak. Mereka itu
tadi telah dilucuti dan ditawan di
dalam benteng!
Bukan itu saja, bahkan juga benteng
pasukan Bouw Ki telah dikuasai
pasukan Sia Su Beng. Melihat ini,
Bouw Ki menjadi pucat dan dia
bersama ayahnya cepat pulang ke
gedung mereka.
"Celaka, kita terjebak!" kata Bouw
Hun. "Selagi masih ada kesempatan,
kita harus cepat meninggalkan kota
raja. Mari kita berkemas!" tergesa-
gesa nereka kembali ke gedung
tempat tinggal mereka dan baru
mereka ingat bahwa seluruh pasukan
mereka tadi dikerahkan ke istana
sehingga di rumah itu tidak tertinggal
seorangpun perajurit pengamat,
hanya tinggal para pelayan dalam
gedung saja.
"Cepatkan siapkan kereta dengan dua kuda terbaik!" perintah Bouw Koksu
kepada seorang pembantunya yang
segera lari ke istana untuk
mempersiapkan perintah
majikannya.
Ayah dan anak itu segera berkemas, mengumpulkan harta berupa emas
dalam sebuah peti dan tidak lupa
Koksu membawa pusaka yang masih
simpan, yaitu Mestika Burung Hong
Kemala dalam kotak kecil hitam itu.
Kotak ini dia bungkus dan dia ikatkan buntalan kain itu ke punggungnya.
Kemudian sambil membawa pedang
mereka, ayah dan anak ini berlari-lari menuju ke depan di mana kereta
dengan dua ekor kuda sudah
menunggu. Akan tetapi, tak nampak
seorangpun pelayan, bahkan pelayan
yang tadi mempersiapkan kereta dan
kuda juga tidak nampak. Sunyi sekali
pekarangan yang luas dari rumah
gedung yang hendak mereka
tinggalkan itu.
Ketika mereka menghampiri ke tiba-
tiba dari dalam kereta itu muncul
empat orang yang membuat ayah
dan itu memandang dengan mata
terbelalak dan muka pucat.
"Heh-heh, Bouw Koksu, hendak pergi
ke manakah?" kata Hui San san yang
sambil tersenyum lebar.
"Siapa.....siapa engkau?" bentak Bouw Koksu yang sudah merasa gelisah dan terkejut melihat Kirn Hong bersama
di antara mereka.
"Aku bernama Souw Hui San. Aku di perintah oleh arwah pamanku Souw
Lok untuk menagih nyawa kepadamu. Nah. serahkan nyawamu, Bouw
Koksu!"
Bukan main kagetnya rasa hati Bouw Hun, dan maklumlah dia bahwa dia telah terhalang dan agaknya sukar untuk dapat meloloskan diri lagi.
"Kim Hong, engkau yang pernah
menjadi muridku dan pernah kami
sayang seperti anak, balaslah budi
kami dan singkirkan pemuda ini
untuk kami!" kata Bouw Hun.
Kim Hong tersenyum mengejek.
"Bouw Hun, engkau tidak pernah
melepas budi kebaikan kepadaku,
melainkan perbuatan keji dan jahat.
Lupakah engkau
tentang penipuanmu kepadaku,
memperkenalkan Ciang Kui Sebagai
ayah kandungku" Engkau hanya
ingin memanfaatkan tenagaku,
bukan benar-benar sayang
kepadaku."
"Engkau.... engkau manusia yang tak mengenal budi!" Bouw Hun memaki dan menerjang maju dengan pedang bengkoknya, menyerang gadis itu.
Akan tetapi, sambil mengelak ke samping, sekali ia menampar sambil mengerahkan tenaganya, tubuh Bouw Hun terpelanting. Memang benar ketika masih kecil sampai dewasa, Kim Hong menjadi murid Bouw Hun.
Akan tetapi setelah dara ini menerima gemblengan Hek liong Kwan Bhok Cu, ilmu kepandaiann meningkat dengan hebat dan tentu saja kini Bouw Hun sama sekali bukan tandingannya lagi.
"Heran, mengingat bahwa engkau
pernah menjadi guruku, aku tidak
akan membunuhmu dengan
tanganku sendiri'" Setelah berkata
demikian, gadis menghadapi Bouw Ki
dan memandang dengan sinar mata marah. "Engkaulah, Bouw Ki, yang
layak mati di tanganku."
"Pengkhianat tak tahu malu!" Bouw Ki membentak dan dia menerjang gadis
itu dengan pedangnya. Kim Hong
menyambut dengan elakan, mudah
saja bagi nya untuk menghindarkan
diri dari bacokan-bacokan pedang
Bouw Ki yang di lakukan dengan
membabi-buta saking marah, gentar
dan putus asa.
Sementara itu, Hui San menghadapi
Bouw Hun dan dia mencabut
pedangnya. "Nah, sekarang mari kita
bertanding satu lawan satu untuk
menyelesaikan hutangmu kepada
mendiang Paman Souw Lok!."
Seperti juga puteranya, Bouw Hun
tidak melihat jalan keluar untuk
meloloskan diri, maka diapun
menjadi nekat dan sambil
membentak marah, dia menggunakan pedang bengkoknya untuk menyerang Hui San.
"Trang-trangg!" Dua kali
Hui San menangkis serangan Bouw
Hun ia lalu membalas dengan
tusukan pedangnya yang dapat pula dihindarkan Koksu itu dengan
tangkisan pedang bengkoknya.
Terjadilah dua buah pertandingan
yang berat sebelah, karena baik Bouw Ki pun Bouw Hun sama sekali
bukan lawan setanding dengan Kim Hong dan Hui San. Sementara itu, Cin Han dan Kui Lan hanya menjadi
penonton saja karena kedua orang
kakak beradik ini maklum bahwa
kekasih mereka tidak akan kalah.
Mereka hanya berjaga-jaga kalau
sampai kekasih mereka dikeroyok
anak buah Bouw Koksu dan Bouw
Ciangkun.
Tadi mereka berempat telah
merobohkan para pembantu Bouw
Koksu yang berada di luar gedung,
termasuk kusir kereta dan mereka
yang mempersiapkan kereta dan
kudanya di depan pintu.
Yang amat payah keadaannya dalam pertandingan itu adalah Bouw Ki.
Pemuda Khitan yang semenjak An Lu Shan berhasil dalam
pemberontakannya seolah-olah
kejatuhan bintang dan diangkat
menjadi panglima dengan pakaian
yang mentereng ini, tentu saja
mencoba untuk dapat menang dalam perkelahian itu. Akan tetapi,
harapannya ini tentu saja kosong
belaka karena dahulupun, ketika
mereka berdua masih menjadi murid Bouw Hun, di dalam latihan dia tidak pernah dapat menang melawan Kim Hong. Apa lagi setelah Kim Hong menjadi murid Hek-Hong Kwan Bhok Cu dan minum darah ular Hitam
Kepala Merah, tingkat kepandaian
gadis itu menjadi tinggi sekali,
jangankan dia, bahkan ayahnyapun
bukan tandingan Kim Hong sekarang.
Tidak seperti Hui San yang suka main-main, Kim Hong langsung saja
mendesak bekas suhengnya dengan
tekanan-tekanan yang membuat
Bouw Ki hanya manpu nengelak dan menangkis dengan pedang
bengkoknya, sama sekali tidak dapat membalas. Bouw Ki merasa gentar
sekali. Sepasang matanya yang
biasanya tajam seperti mata burung rajawali itu kini terbelalak dan liar
ketakutan, walaupun dia masih
berusaha untuk menang, dengan
sekuat tenaga setiap kali pedang di tangan Kim Hong menyambar. Ujung pedang itu sudah melukai bahu
kirinya sehingga gerakannya menjadi sernakin kaku. Dengan sisa tenaga
yang ada, ketika sinar pedang Kim
Hong meluncur kearah kepalanya, dia menggerakkan pedang bengkoknya
menangkis.
"Trakkk! !" Patahlah pedang di
tangan Bouw Ki dan di detik
berikutnya, tahu-tahu sinar pedang di tangan Kim Hong berkelebat dan
pedang itu telah menembus dada
Bouw Ki. Hanya sekejap saja,
bagaikan kilat menyambar pedang itu sudah masuk kembali ke dalam
sarung pedang yang tergantung
dipinggang gadis itu ketika tubuh
Bouw Ki terjengkang.
Dia mendekap dada kiri dengan
tangan kanan dan tewas seketika
karena jantungnya tertembus pedang.
Bouw Hun yang sedang bertanding
melawan Souw Hui San, melihat juga jatuhnya Bouw Ki. Tentu saja Bouw Hun menjadi terkejut dan duka, juga marah sekali. Dia mengeluarkan
suara gerengan seperti seekor
harimau terluka pedang bengkoknya
kini mengamuk, tetapi, karena tadi Hui San hanya main-main saja, tidak bersungguh-sungguh dan kini melihat Kim Hong telah merobohkan lawan dia lalu mempercepat gerakan
pedangnya, maka amukan pedang
bengkok di tangan Bouw Hun itu
tidak ada artinya. Ilmu pedang Gobi-pai memang indah dan juga amat
cepat gerakannya.
"Orang she Bouw, pergilah engkau
menyusul anakmu!" bentaknya dan
kini sinar pedangnya bergulung-
gulung, mengurung lawan membuat Bouw Hun menjadi bingung.
Terdengar bunyi kedua pedang itu
saling bertemu berdentangan dan
akhirnya sebuah sabetan pedang di
tangan Hui San mengakhiri
perlawanan Bouw Hun. Dia roboh
terpelanting dengan leher hampir
putus terbabat pedang. Tewaslah ayah dan anak itu. Pada saat Bouw Hun
roboh, terdengar gerakan orang dan
Sia Su Beng sudah tiba di situ,
bersama Yang Kui Bi yang masih
mengenakan pakaian perajurit,
seperti juga empat orang muda itu
yang kesemuanya menyamar sebagai perajurit.
"Bagus sekali, mereka telah dapat
ditewaskan," kata Sia Su Beng dan
lapun cepat menghampiri mayat
Bouw ki, merenggut buntalan yang
berada di punggung bekas Koksu itu
dan membuka kain buntalannya.
Ternyata berisi sebuah kotak hitam
dan ketika dibuka tutupnya, wajah
panglima itu berseri dan matanya
bersinar-sinar.
"Mestika Burung Hong Kemala!" Sia
Su Beng berseru dan diapun menutup kembali kotak itu, merapikan
buntalan dan menggantungkan
buntalan di pundaknya. Hui San dan Kui Lan. saling pandang, dan gadis itu melihat betapa pemuda itu sedikit
menggeleng kepalanya, tanda bahwa dia tidak boleh bicara tentang pusaka itu kepada Sia Su Beng. Biarpun ia
merasa heran mengapa sikap
kekasihnya seperti itu, namun Kui
Lan tidak bertanya dan juga juga
tidak bicara sesuatu. Kenapa Hui San
membiarkan Sia Su Beng tertipu dan
menyimpan pusaka palsu"
"Kakak Cin Han dan Enci Kui Lan
mulai sekarang boleh menempati
kembali rumah yang sebetulnya
memang milik keluarga Yang ini. Aku
akan menyuruh seregu perajurit
melakukan penjagaan, juga beberapa orang pelayan untuk mengatur
rumah."
Kui Bi merangkul encinya. "Enci lan, kalau saja ayah dan ibu masih ada
alangkah akan bahagianya mereka
melihat kita dapat merebut kembali
rumah kita...." Kui Bi yang biasanya
tabah dan lincah periang, itu kini
menangis di pundak encinya.
"Tenangkan hatimu, adik Bi. Biarpun sudah meninggal dunia, aku yakin mereka melihat peristiwa ini dan ikut berbahagia."
Setelah Sia Su Beng pergi bersama Kui Bi yang agaknya tidak mau berpisah dari tunangannya itu, Kui Lan, Kim Hong, Cin Han dan Hui San mulai
mengatur rumah gedung yang
merupakan temyang amat dikenal
oleh Cin Han dan Kui Lan karena di
rumah inilah mereka lahir dan
dibesarkan!
**********
Pangeran An Kong entah sudah
keberapa ratus kali berjalan hilir
mudik di dalam kamar itu, seperti
seekor harimau dalam kerangkeng.
Wajahnya yang tampan dan biasanya pesolek itu kini tak terawat, sudah
beberapa hari tidak mandi dan
bahkan tidak bergantii pakaian.
Jarang pula dia dapat makan
walaupun ada makanan dihidangkan
deh pelayan. Dia menjadi orang
tahanan. Tahanan rumah, atau lebih
tepat lagi tahanan-kamar karena dia
selalu berada di dalam kamarnya
karena rumahnya telah dijaga oleh
perajurit anak buah Panglima Sia Su
Beng. Dia tidak diperkenankan keluar dari rumah itu,
Apa lagi setelah dia mendengar
bahwa Bouw Koksu dan
Bouw Ciangkun tewas terbunuh, dan semua pasukan yang tadinya
mendukung Bouw Koksu telah
dilucuti dan ditundukan oleh
Panglima Sia Su Beng, bahkan lampir
semua panglima kini menakluk dan menyerah kepada Panglima itu,
Pangeran An Kong menjadi putus asa
dan bingung.
Pada suatu siang, ketika dia sedang
hilir mudik di dalam kamarnya
seperti seekor harimau dalam
kurungan, terdengar langkah kaki di
luar kamarnya, Pangeran An Kong
mengira ada penjaga atau pelayan
yang memasuki kamar, maka dia
sudah siap untuk memaki dan
mengusirnya.
Akan tetapi, ternyata yang masuk adalah Panglima Sia Su Beng!
Melihat munculnya musuh besar ini, An Kong segera bangkit berdiri
mengambil sikap bermusuhan,
berdiri tegak dengan membusungkan dada seperti sikap seorang atasan
menghadapi seorang bawahannya.
"Sia Ciangkun, apakah engkau datang hendak membebaskan aku?"
tanyanya dengan sikap angkuh. Di
dalam hatinya pangeran ini menaruh dendam dan andaikata dia
memperoleh kekuasaan tertinggi,
perintah pertama yang akan keluar
dari mulutnya tentulah menangkap
menghukum berat panglima yang kini berdiri di depannya itu.
"Pangeran. Kami datang untuk
mempertemukan pangeran dengan
wanita yang dulu kau suruh meracuni Sri baginda An Lu Shan." Sia Su Beng tidak memperdulikan perubahan
wajah pangeran itu yang menjadi
pucat, dan dia menoleh ke pintu. Dari pintu itu masuklah gadis cantik jelita dan membawa sebuah baki di mana
dapat sebuah cawan emas.
Pangeran An Kong terbelalak dan
mukanya menjadi semakin pucat
seolah dia melihat hantu, bukan
melihat seorang gadis yang cantik
jelita, yang dengan anggunnya
melangkah ke dalam kamar
membawa baki dengan kedua tangan
didepan dada. Baki itu menambah
indah gayanya berjalan karena ia
harus mengatur keseimbangan
langkahnya agar arak dalam cawan
itu tidak tumpah, membuat
langkahnya menjadi lenggang yang
gemulai seperti seorang penari, ia melihat Kui Bi, gadis dayang itu, yang pernah menarik hatinya, memikat
gairahnya, gadis yang kemudian ia
peralat untuk menaruh racun ke
dalam hidangan ayahnya sehingga
akhirnya ayahnya, An Lu Shan, tewas keracunan.
Dan kini gadis itu dengan lenggang
yang manis memasuki kamar
membawa baki terisi cawan.
Dengan gaya dan gerakan yang
memikat, Kui Bi , yang kini
mengenakan pakaian wanita,
meletakkan baki dengan secawan
emas arak itu ke atas meja, kemudian
ia berdiri sambil memandang
pangeran dengan senyum manis.
"Kau?"" Pangeran An Kong berseru
keras karena timbul harapan untuk
membersihkan diri dengan
menangkap pelaku pembunuhan
terhadap ayahnya Itu. "Engkau yang
membunuh Sribaginda!"
Senyum itu melebar sehingga nampak deretan gigi yang putih rapi seperti mutiara, menambah kuat daya tarik wajah gadis jelita itu. "Bukan yang
membunuhnya, melainkan engkau
yang menyuruh kaki tanganmu
sebagai dayang, pekerja dapur dan
thai-kam.
Engkaulah yang membunuh ayahmu sendiri An Kong, dan bukan orang
lain," kata Kui Bi dengan suara tenang dan kendur mengandung ejekan.
"Engkau yang membunuh, keparat!
Engkau harus ditangkap dan engkau harus mengaku!" Dalam keadaan
yang putus asa dan nekat, Pangeran
An Kong mengerahkan tenaganya dan meloncat, menubruk untuk
menangkap gadis jelita itu untuk
memaksanya mengakui sebagai
pembunuh An Lu Shan.
Namun, dia mengalami kejutan yang lebih hebat lagi. Tubrukannya luput dan kaki gadis itu menyambar dari
samping dengan amat cepatnya
hingga dia yang menguasai ilmu silat yang cukup tangguhpun tidak mampu rnenghindar lagi.
"Dukk! !" Perutnya tertendang dan
diapun terpelanting keras, tentu saja dia terkejut setengah mati dan ketika dia dapat berdiri kembali, Ia
memandang kepada Kui Bi dengan
penuh keheranan. Gadis itu
tersenyum manis dengan pandangan mata penuh ejekan padanya.
"Kau .... kau... sebenarnya siapakah?"
tanyanya gagap.
"Engkau tidak secerdik Bouw Hun
yang dapat menduga siapa aku. Aku adalah Yang Kui Bi, puteri mendiang Menteri Yang Kok Tiong. Ayah Ibuku
tewas akibat pemberontakan An Lu Shan.'"
"Ahh! !" An Kong terperangah dan
tahulah dia bahwa dia bahkan telah diperalat gadis itu yang hendak
membalas dendam kepada An Lu
Shan.
"Lebih dari itu, An Kong. ia adalah calon isteriku!" kata pula Sia Beng dan mendengar ini, An Kong menjadi
semakin putus asa.
"Sia-ciangkun, lalu kau.... kau...mau
apa" Apa artinya kalian membawa
cawan arak itu?" Dia menuding ke
arah cawan arak itu dan telunjuknya
yang menuding gemetar.
"Ada dua pilihan bagimu, An Kong.
Engkau tidak akan terluput dari
kematian, akan tetapi hukuman mati
ini ada dua macam dan boleh
kaupilih. Kalau engkau minum arak
itu, engkau akan mati tanpa
menderita badan dan hati. Akan
tetapi kalau engkau menolak, engkau akan diseret sebagai seorang penjahat besar yang telah membunuh ayah
sendiri dan engkau akan dihukum
mati didepan rakyat, akan menjadi
bahan ejekan dan penghinaan.
Sekarang, engkau tinggal memilih,"
kata Sia Su Beng.
mertuamu, koko?" Kui Lan menggoda.
"Ihhh, Kui Lan!" Kim Ho mendengus dan mukanya berubah kemerahan.
Cin Han hanya tersenyum dan
mengeling ke arah Hui San. Biarpun dia belum jelas, namun dia dapat menduga bahwa adiknya inipun
agaknya akrab dengan pendekar
muda Gobi-pai ini. Namun, dia tahu bahwa watak Kui Lan halus dan
pendiam, tidak seperti Kui Bi, maka tidak baik menggoda adiknya yang
satu ini.
"Sudahlah, sekarang kita berempat ke kota raja, akan tetapi harus diatur
bagaimana baiknya karena setelah
terjadi peristiwa pembunuhan An Lu Shan, tentu geger di sana dan kota
raja tentu dijaga ketat," kata Cin Han.
"Memang sebaiknya kita berhati hati," kata Hui San. "Kita bersembunyi di
luar kota raja saja dan mencoba
untuk menghubungi Sia-ciangkun.
Hanya dia yang akan dapat mengatur apa yang harus kita lakukan untuk
membantunya kota raja."
"Benar, tanpa petunjuk Sia-ciangkun, sukar bagi kita untuk memasuki
kotaraja," kata Kui Lan.
Demikianlah, empat orang muda iitu lalu menunggang kuda mereka,
menuju kota raja. Akan tetapi mereka tidak langsung memasuki kota raja
yang terjaga ketat seperti yang
mereka sangka, melainkan berhenti
di dusun yang berada sekitar
duapuluh li dari kota raja.
**********
Laki-laki petani berusia Limapuluhan tahun itu tidak diganggu oleh para
penjaga di pintu gerbang ketika dia
memasuki pintu gerbang sambil
memikul dagangannya, yaitu sepikul
buah apel yang besar-besar dan
menyiarkan bau harum. Para penjaga itu hanya memungut berapa butir
buah apel sambil tertawa-tawa. Petani itu tidak perduli.
Dia sudah biasa membawa barang
dagangan buah-buahan atau sayuran ke dalam kota dan sudah biasa pula kalau ada anggauta penjaga yang
mengambil beberapa butir buah atau beberapa ikat sayuran. Akan tetapi
dia tidak diganggu dan pada pagi hari ini, hal itu amatlah di harapkan. Tidak seperti biasanya, sekali ini diam-diam jantungnya berdebar keras karena
tegangnya.
Pagi ini si petani tidak seperti
biasanya menjual buah-buahan,
melainkan membawa tugas yang
amat penting, tugas rahasia yang
kalau sampai ketahuan penjaga di
pintu gerbang kota raja, pasti akan
mengakibatkan dia dihukum siksa
sampai mati!
Dia adalah seorang petani dusun di
luar kota raja yang biasa berjualan
sayur dan buah ke kota, akan tetapi
biarpun dia hanya seorang petani
biasa, namun dalam hatinya dia setia
kepada Kerajaan Tang. Hal ini
diketahui oleh Cin Han, Hui San, Kui Lan dan Kim Hong setelah empat
orang muda ini tinggal agak lama
beberapa hari di dusun itu.
Setelah yakin bahwa A-cauw, petani itu, dapat dipercaya dan setia kepada Kerajann Tang, Cin Han lalu
menitipkan sepucuk surat kepada A-cauw dengan pesan agar surat itu
dapat disampaikan kepada Panglima Sia Su Beng. Dia harus mengunjungi
benteng dan minta bertemu dengan
panglima itu, dengan alasan bahwa
dia mempunyai laporan penting yang harus disampaikan kepada panglima itu sendiri, mengenai keamanan kota raja, dan setelah berhadapan,
menyerahkan surat titipan Cin Han itu .
Biarpun beberapa kali ada orang hendak membeli buah-buahan yang berada dalam keranjang pikulannya, A-cauw tidak menjualnya. Dengan
pikulan keranjang penuh buah, tidak akan ada yang mencurigainya
walaupun dia berjalan sampai ke
depan benteng yang dimaksudkan.
Dia sengaja menghampiri penjaga
gardu depan pintu benteng dan
menurunkan pikulannya.
"Heii, penjual buah! Jangan
menawarkan buah-buahanmu di sini, dan jangan berhenti di sini. Di
larang!"' kata seorang penjaga
kepadanya.
A-cauw mengipasi tubuhnya yang
berkeringat dengan capingnya yang
lebar dan diapun berkata dengan
sikap takut-takut akan tetapi hormat, "Saya mohon menghadap Panglima
Sia Su Beng. Harap suka
memperkenankan saya menghadap
beliau . "
Para penjaga memandangnya dengan alis berkerut. "Hemm, engkau ini
petani penjual buah, mau minta
bertemu dengan Panglima Sia"
Apakah hendak menghadiahkan dua
keranjang buah itu" Jangan macam-
macam engkau, atau kau akan di
tangkap!"
"Saya tidak berniat jahat, saya mohon
menghadap karena saya ingin
melaporkan sesuatu yang teramat
penting dan yang boleh didengar
hanya oleh bekiiau sendiri."
"Hemm, jangan mengigau kau!
Seorang petani seperti engkau ini
bagaimana dapat menghadap
Panglima" Kalau ada urusan,
laporkan saja kepada kami dan kami
yang akan meneruskan kepada
beliau. Jangan kurang ajar kau!"
Dibantah seperti itu, A-cauw tidak
menjadi gugup karena sebelumnya
dia sudah diperingatkan Cin Han
kalau kalau dibentak seperti itu.
"Harap saudara sekalian ketahui
bahwa dahulu, Panglima Sia Su Beng
adalah langganan saya, sering
membeli sayur dan buah-buahan dari saya. Saya mengenal baik beliau
dan apa yang akan saya sampaikan
ini mengenai urusan keamanan di
kota raja. Kalau kalian tidak mau
menghadapkan saya kepada beliau dan kelak beliau mengetahui, tentu
kalian akan mendapat kesalahan
besar sekali."
Digertak malah berbalik menggertak! Tentu saja kalau tidak mendapat
pelajaran dari Cin Han, seorang
petani seperti A-cauw mana berani
menggertak para perajurit penjaga"
Mendengar ucapan itu, para perajurit saling pandang dan merasa gentar
juga. Mereka semua tahu betapa
kerasnya Panglima Sia Su Beng
terhadap ketertiban, dan panglima itu memang selalu menghargai rakyat
jelata, tidak pernah congkak seperti para panglima lainnya. Oleh karena itu, dengan kasar mereka minta A-cauw menanti sebentar.
Setelah ada yang melapor, A-cauw
diperkenankan masuk. Petani itu
dengan berterima kasih berkata,
"Terima kasih atas kebaikan kalian
dan untuk membalas kebaikan itu,
silakan kalau ada yang mau
mencicipi buah apel saya. Dihabiskan
boleh!"
Dia meninggalkan keranjangnya dan tanpa diminta untuk ke dua kalinya,
para penjaga yang sedang keisengan
itu lalu menyerbu dua keranjang apel. Kawan-kawan mereka yang berada di dalam ikut-ikutan keluar dan
sebentar saja isi dua keranjang sudah
habis!
Panglima Sia Su Beng merasa heran
bukan main menerima laporan
bahwa ada seorang petani penjual
apel bernama A-cauw yang mohon
menghadap. Akan tetapi karena dia
memang mempunyai hubungan
dengan para pejuang, para
pendukung kerajaan Tang dan
menduga bahwa yang datang tentulah seorang kurir dari para pejuang yang berada di luar kota raja, maka dia
bersikap biasa saja. "Suruh dia masuk ke sini."
Ketika A-cauw memasuki ruang
tertutup itu, A-cauw berkata lirih
sekali, setelah melihat di situ tidak
ada orang lain kecuali Panglima Sia
SU Beng yang dikenalnya dari
penggambaran Cin Han kepadanya.
"Saya datang disuruh Yang-kongcu."
Sia Su Beng terkejut, melihat ke
sekeliling, lalu memberi isyarat
kepada A-cauw untuk memasuki
sebuah kamar samping di mana
mereka dapat bicara dengan lebih
bebas dan tidak khawatir di ketahui
orang lain.
A-cauw menyerahkan surat dari Cin
Han yang disimpan dengan hati-hati
di balik bajunya, Sia Su Beng
membaca surat yang tidak
ditandatangi itu. Hanya ditulis bahwa Han, Lan, San, dan Hong ingin
dijemput. Hanya itu. Andai kata surat
itu terjatuh ke tangan orang lainpun,
tentu tidak akan tahu maksudnya
karena tanpa tanda tangan juga tidak
ditujukan kepada siapapun "Di mana
mereka?" tanya Sia Su Beng.
"Di dusun sebelah timur kota
ciangkun. Duapuluh li dari sini."
"Baik, katakan aku akan segera
datang." Ketika A-cauw hendak
keluar, Sia Su Beng menahannya.
"Kalau ada yang tanya, katakan saja
bahwa engkau meelapor adanya
gerombolan mencurigakan di sebelah
selatan kota."
A-cauw mengangguk, kemudian
keluar. Dia disambut seorang petugas
jaga di luar dan penjaga ini
mengantarkannya kembali ke pintu
gerbang benteng.
"Heii, A-cauw, buah-buahan dalam
keranjang itu telah habis kami
makan!" kata kepala jaga.
"Tidak apa, ciangkun. Memang itu
untuk kalian. Terima kasih, saya
hendak pulang."
"A-cauw, apa sih yang kau laporkan
kepada komandan kami" Nampaknya
rahasia benar!"
"Ahh, sebetulnya bukan rahasia,
hanya aku takut kepada gerombolan
itu. Aku melihat gerakan
mencurigakan dari segerombolan
orang di selatan kota raja. Karena aku tahu bahwa langgananku Sia-
ciangkun adalah seorang panglima,
maka aku melaporkan hal Itu
kepadanya. Aku takut kalau
gerombolan tahu aku melaporkan,
aku akan dibunuh. Sudah, aku ingin
cepat pulang. Aku sudah mendapat
hadiah dari Sia-ciangkun ," katanya
dan diapun memikul keranjang
kosongnya meninggalkan tempat itu.
Tak lama kemudian, para penjaga
pintu gerbang benteng melihat Sia-
ciangkun memimpin kurang lebih
limapuluh orang perajuritnya
berserabutan naik kuda keluar dari
benteng. Tanpa diberi tahu sekalipun,
para penjaga itu dapat menduga
bahwa ini tentu ada hubungannya
dengan laporan A-cauw tadi dan
agaknya sang panglima hendak
memimpin sendiri pasukannya untuk
menumpas gerombolan.
Di pintu gerbang kota rajapun, para
penjaga memberi hormat kepada Sia
Su Beng yang bersama pasukannya
keluar dari pintu gerbang. Kurang
lebih limapuluh orang perajurit itu
berkuda secara tidak teratur, bukan
merupakan barisan rapi. Agaknya
mereka tergesa-gesa dan tidak
membentuk barisan sehingga
sukarlah andaikata ada yang hendak
menghitung berapa jumlah regu
perajurit itu.
Sia Su Beng sengaja keluar dari pintu gerbang selatan, akan tetapi setelah regunya meninggalkan pintu gerbang sejauh beberapa li, dia membelokkan pasukannya ke kanan, ke arah timur
kota raja! Setelah tiba di luar dusun,
empat orang muda itu sudah
menghadang di tempa sepi.
Sia Su Beng bersama seorang
perajurit yang bertubuh kecil
ramping melompat turun dari atas
kuda dan menghampiri mereka. Kui
Bi yang berpakaian perajurit itu
langsung merangkul kedua orang
kakaknya bergantian saking
girangnya dapat bertemu kembali.
"Bi-moi, kau hebat!" kata Cin Han
gembira. Kemudian kepada Sia Su
Beng dia berkata, "Ciangkun, terima
kasih atas segala kebaikanmu
terhadap kedua adikku, terutama
kepada Bi-moi."
Pasukan itu adalah orang-orang
kepercayaan Sia Su Beng, dan mereka
semua adalah orang-orang yang setia kepada kerajaan Tang. Mereka semua
mengetahui tentang rahasia Sia Su
Beng, tahu siapa empat orang muda
itu, maka mereka sengaja
menjauhkan diri, membiarka
pimpinan mereka bicara dengan para muda yang dijemput itu.
Sia Su Beng mengeluarkan empat
perangkat pakaian perajurit untuk
dipakai oleh Cin Han, Kui Lan, Hui
San dan Kim Hong. Satu-satunya cara menyelundupkan mereka ke kota raja hanyalah dengan menyamar sebagai
perajurit dan membaur dengan
pasukannya. Dan satu-satunya tempat aman bagi mereka untuk tinggal di
kota raja adalah di dalam benteng
pasukannya pula. Ji-wan-gwe sudah
menutup rumahnya karena dia selalu diawasi oleh anak buah Bouw Koksu yang mencurigainya namun tidak
menangkapnya karena tidak terdapat bukti.
"Sebaiknya kita cepat kembali ke kota raja, di sana kita dapat bicara lebih
leluasa. Di sini tidak enak kalau
sampai terlihat orang lain," kata Sia-ciangkun. Mereka berempat segera
mengenakan pakaian perajurit di luar pakaian yang menutupi tubuh
mereka, kemudian sebagai anggauta
pasukan mereka pun menunggang
kuda mereka, sengaja mereka
membaur di tengah dan pasukan itu
kembali ke kota raja melalui pintu
gerbang selatan dengan mengambil
jalan memutar .
Jauh lewat tenga hari mereka tiba
kota raja dan Sia Su Beng sudah
memerintahkan anak buahnya untuk menyebar berita bahwa mereka tidak
berhasil menangkap gerombolan
pengacau karena mereka telah
melarikan diri.
Mereka memasuki benteng dan tak
lama kemudian Sia Su Beng sudah
mengadakan pembicaraan dengan
Cin Han, Hui San, Kim Hong, Kui Lan dan Kui Bi di dalam ruangan tertutup yang merupakan ruangan rahasia di mana mereka boleh cara sebebasnya tanpa khawatir diketahui orang lain karena tempat itu dijaga oleh para
perajurit yang setia.
Empat orang muda itu menceritakan
pengalaman mereka masing-masing
yang didengarkan penuh perhatian
oleh Sia Su Beng dan Kui Bi. Ketika
mendegar penjelasan Cin Han bahwa Kaisar Beng Ong telah menyerahkan
mahkota kepada pangeran mahkota
yang kini menjadi Kaisar Su Tsung,
Sia Su Beng berkata, "Hemm, kenapa
Sri baginda begitu tergesa-gesa
menyerahkan mahkota kepada
Pangeran" Kenapa tidak menanti
sampai beliau kembali ke sini?"
"Menurut keterangan Panglima Ko Cu It, Sri baginda Beng Ong merasa amat terpukul dan selalu berduka, merasa sudah tua dan kehilangan semangat
untuk memimpin pasukan merampas kembali tahta kerajaan. Beliau sudah berusia tujuhpuluh tahun lebih,
karena itu beliau menyerahkan tahta kerajaan kepada Pangeran dan hal ini
didukung pula oleh Panglima Kok Cu It," kata Cin Han.
"Perubahan apakah yang telah terjadi di sini setelah An Lu Shan twwas?"
tanya Cin Han sambil memandang
kepada Kui Bi dengan kagum dan
bangga seolah pertanyaan itu
diajukan kepada adiknya. Akan tetapi Kui Bi memandang kepada Sia Su
Beng, menyerahkan jawabannya
kepada panglima itu.
"Banyak sekali perubahannya. Kini
para panglima sudah sepakat untuk
menolak kalau Pangeran An Kong
hendak mengangkat dirinya menjadi
kaisar menggantikan ayahnya yang
tewas. Semua panglima menyetujui
pendapatku bahwa seorang pangeran yang telah membunuh ayahnya
sendiri tidak pantas menjadi kaisar.
Tentu saja hal ini hanya kujadikan
alasan agar dia tidak naik tahta, agar
di sini kehilangan pimpinan dan aku yang berkuasa di sini,
mempersiapkan kembalinya Kerajaan Tang."
"Bagus sekali kalau begitu! Panglima
Kok Cu It juga sudah
memperhitungkan siasat ini dan
mengharapkan bantuanmu, Sia-
ciangkun," kata Cin Han.
"Akan tetapi, agaknya Pangeran An
Kong hendak nekat. Dengan
mendapat dukungan Bouw Koksu, dia sudah menentukan harinya, yaitu tiga hari lagi setelah seratus hari wafatnya ayahnya, dia hendak mengangkat diri
menjadi kaisar atas nasihat dari
Koksu.'"
"Apakah pengangkatan macam itu
dapat dianggap sah?" tanya Cin Han.
"Kalau Bouw Koksu masih dianggap sebagai Penasihat atau Guru Negara
secara sah, tentu saja pengangkatan dapat disahkan, akan tetapi kami para panglima sudah siap untuk menolak.
Bahkan para panglima sudah
menyerahkan padaku untuk menjadi pemimpin dan wakil pembicara
mereka."
'Kenapa tidak pergi membunuh saja
Bouw Koksu" Aku sanggup
melaksanakan tugas itu. Dia amat
jahat, apa lagi mengingat apa yang dia lakukan terhadap pamanku Souw Lok dan terhadap nona Kim Hong."
"Benar apa yang dikatakan Souw
twako itu," kata Kim Hong. "Aku
sanggup melaksanakan tugas
membunuh Bouw Ki kalau hal itu ada manfaatnya bagi perjuangan."
"Usaha itu memang baik, akan tetapi
tidak boleh sembrono. Bouw Koksu
adalah seorang yang cerdik dan tentu dia tahu bahwa dirinya mempunyai
banyak musuh, maka tentu dia sudah
memelihara pengawal-pengawal
tangguh, disamping dia sendiri juga lihai. Kalau memang akan diambil
tindakan itu, biarlah kita beramai
yang pergi, akan tetapi juga menanti
saat yang baik. Setidaknya kita harus mencari kesempatan. Tidak boleh
tergesa-gesa."
"Benar apa yang dikatakan oleh Yang-kongcu itu," kata Sia Su Beng sambil
mengangguk-angguk. "Juga tidak
boleh dilakukan sebelum ada
pengumuman pengangkatan diri An
Kong sebagai kaisar, karena kalau
didahului, tentu keadaan akan
berubah dan siapa tahu para
panglima berbalik dan berpihak
Kepada An Kong untuk mencari
kedudukan tinggi."
"Sebaiknya kita berempat menyamar, aku, enci Hong, Han-koko dan Souw
twako mengintai keadaan di rumah Bouw Koksu mencari kesempatan
sambil menanti sampai selesai dan
lewatnya urusan dalam istana," kata
Kui Lan.
"Eagaimana dengan Kui Bi?" tanya
Kim Hong. "Bukankah dengan
berlima, kita menjadi lebih kuat?"'
Pertanyaan Kim Hong ini hanya
untuk menghilangkan perasaan tidak
enak seolah Kui Bi seorang yang
ditinggalkan, tidak diajak.
"Tidak, Bi-moi sudah terlalu lama di
sini, oleh orang luar, kecuali oleh
anggauta pasukan yang setia
kepadaku, ia sudah dianggap sebagai seorang perajurit pengawal ku. Kalau ia muncul di luar akan menimbulkan kecurigaan, apa lagi kalau tidak
kelihatan bersama ku."
"Benar, sebaiknya kalau adikku ini
tinggal di sini saja, membantu Sia
ciangkun. Pula, jasanya sudah terlalu
besar karena keberaniannya
menyusup ke istana dan membunuh
An Lu Shan."
"Aih, Han-ko jangan terlalu memuji
dan mengulang-ulang hal itu. Aku
sendiri masih merasa malu
membunuhnya tidak dengan tangan
dan pedang, melainkan dengan racun dan sebagai kaki tangan Bouw
Koksu," kata Kui Bi.
"Selain itu, Yang-kongcu, dalam
kesempatan ini, disaksikan pula oleh
rekan seperjuangan, Bi-moi dan aku
hendak membuat pengakuan yaitu
bahwa kami berdua telah bersepakat untuk menjadi suami isteri dan
dengan resmi, aku mohon
persetujuan Yang-kongcu dan juga
Nona Yang Kui Lan sebagai saudara-
saudara tuanya."
Sikap Sia Su Beng sungguh gagah dan
jujur ketika mengucapkan kata-kata
itu. Bahkan Kui Bi sendiri yang
biasanya bersikap terbuka dan keras,
merasa tersipu dan kedua pipinya
kemerahan mendengar lamaran yang dilakukan secara terbuka itu. Hui San
yang juga memiliki watak ugal-ugalan dan terbuka, tertawa gembira dan dia segera berkata, "Bagus, bagus!
Dan sebelumnya aku mengucapkan
kiong-hi (selamat) kepada calon
sepasang mempelai yang
berbahagia!" Ucapan ini membuat Kui Bi menjadi semakin tersipu.
"Aih, Souw-twako. Pihak yang dilamar saja belum memberi jawaban, engkau sudah tergesa-gesa memberi selamat!" Kui Lan mencela sambil tersenyum
melihat ulah pria yang diam-diam
semakin menarik hatinya itu.
"Jawaban apa lagi yang dapat kami
berikan kecuali menerima pinangan
itu dengan hati dan tangan terbuka!"
kata Cin Han tersenyum. "Aku dan
adik Kui Lan sudah tahu akan
hubungan antara Bi-mol dan Sia-
ciangkun, dan Kami tentu saja
merasa bersukur dan setuju
sepenuhnya. Kami berdua mewakili
mendiang orang tua kami menerima
pinangan Sia-ciangkun dan biarlah
ciangkun yang menentukan hari
dilangsungkannya pernikahan antara
kalian."
"Ah, aku tidak akan mau
melangsungkan pernikahan sebelum
Han-Koko dan Lan-cici menikah lebih dulu atau setidaknya berbareng
dengan aku, tentu saja kalau Lan-cici sudah mempunyai calon. Kalau Han-
koko, aku tahu telah mempunyai
calon, yaitu enci Kim Hong"
Mendengar ini, semua orang
tersenyum dan Hui San segera
berkata dengan lantang, "Kalau aku
tidak dianggap terlalu lancang dan
terlalu rendah, aku mengajukan diri
sebagai calon, untuk mendampingi
adik Kui Lan dalam menempuh
kehidupan ini. Aku cinta padanya
dan kalau ia sudi menerima, aku siap untuk meminangnya."
Kembali semua orang, kecuali Kui
Lan, tersenyum mendengar
pengakuan yang jujur ini. Mereka
merasa berada antara dunia orang-
orang gagah yang tidak
membutuhkan lagi kepura-puraan.
"Bagaimana, Lan-moi" Jawablah, agar
kita semua merasa lega dan yakin.
Kalau benar engkau dapat menerima
cinta kasih saudara Souw Hui San,
biarlah kita semua, ke tiga pasangan
melangsungkan pernikahan di sini
setelah semua urusan kenegaraan ini
beres dengan berhasil baik."
Kui Lan adalah seorang wanita yang
halus perasaannya, tidak seperti Kui
Bi dan Kim Hong yang menghadapi
pembicaraan terang-terangan
tentang perjodohan mereka itu
dengan tenang saja, bahkan dapat
tersenyum gembira dan geli. Kui Lan tersipu dan tanpa berani mengangkat mukanya ia menjawab kakaknya. "Ah, urusan itu bagaimana nanti sajalah kalau sudah tiba saatnya. Bukankah
kita semua mempunyai tugas lain
yang teramat penting dan belum di
laksanakan?"
Mereka semua segera mengatur Siasat dan membuat persiapan untuk
menyamar dan melakukan
penyelidikan dilingkungan rumah
Bouw Koksu. Adapun Sia Beng juga
membuat persiapan dengan semua
panglima yang mendukungnya,
mengatur siasat apa yang akan
mereka lakukan nanti kalau Pangeran An Kong dan Bouw Koksu hendak
melaksanakan pengangkatan
pangeran itu menjadi kaisar baru.
**********
Istana berada dalam suasana meriah akan tetapi juga menegangkan.
Semua orang mengetahui belaka
bahwa akan terjadi hal-hal yang
menegangkan, karena hari itu akan
ada pengumuman dari Bouw Koksu tentang pengangkatan Pangeran An Kong menjadi kaisar, menggantikan
An Lu Shan yang tewas keracunan.
Setelah lewat seratus hari kematian kaisar, barulah Bouw Koksu berani mengundang semua menteri dan
panglima untuk berkumpul di ruang
balairung, tempat yang biasa
dipergunakan kaisar untuk
persidangan.
Sejak pagi, berdatanganlah para
pembesar tinggi, para menteri dan
panglima, dengan pakaian lengkap
sehingga nampak suasana yang
megah karena pakaiain lengkap para pembesar itu berkilauan dan
gemerlapan. Bouw-ciangkun secara
sengaja dan angkuh, datang bersama para perwiranya, semua nampak
gagah dan berwibawa, seolah dia
merasa bahwa di antara semua
panglima, dialah yang paling
berkuasa.
Hal ini juga tidak mengherankan
karena dia merasa bahwa ayahnya
adalah Guru Negara dan bahwa
ayahnya dan dia merupakan orang-
orang paling dekat dengan Pangeran
An Kong, calon kaisar! Kedudukan
tertinggi di dalam pemerintahan jelas akan terjatuh ke tangan ayahnya, dan pangkat panglima tertinggi sudah
pasti akan jatuh ke padanya!
Sia Su Beng dan para panglima yang
menjadi sekutunya nampak tenang-
tenang saja dan merekapun tidak
bergerombol, melainkan berdiri di
tempat masing-masing seperti biasa
sehingga tidak menimbulkan kesan
bahwa mereka telah bersekutu. Akan tetapi diam-diam Sia Su Beng telah
memerintahkan pasukannya untuk
mengadakan pengepungan baik di
istana maupun di markas pasukan
Bouw-ciangkun dan pasukan yang
jadi kaki tangan Pangeran An Kong
dan Bouw Koksu.
Semua telah dipersiapkan jauh hari.
sebelumnya dan karena jumlah
pasukan Sia Su Beng digabung dengan para panglima lain merupakan lebih
tiga perempat jumlah seluruh
pasukan, maka dengan sendirinya
kekuatan pasukan mereka yang
menentang pengangkatan pangeran menjadi kaisar ini amat besar kuat.
Agaknya Bouw Koksu juga sudah membuat persiapan, tidak menduga sama sekali bahwa para panglima sudah bersekutu dan mempersiapkan pasukan, menghimpun semua anak buahnya untuk siap siaga di istana, karena dia memperhitungkan bahwa kalau ada menteri dan panglima yang menentang pengangkatan pangeran menjadi kaisar, dia akan memerintahkan anak buahnya untuk melakukan penangkapan seketika itu juga. Dia mengerahkan semua tenaga sehingga rumahnya menjadi kosong, tidak ada perajurit menjaga rumah itu karena memang di anggap tidak perlu dijaga.
Keadaan ini justeru membuat empat orang muda yang setiap hari sudah melakukan pengintaian itu menjadi girang bukan main. Dengan amat mudah Kui Lan yang mengenal seluruh keadaan rumah bekas tempat tinggalnya sejak ia masih kecil menjadi penunjuk jalan dan mereka berempat akhirnya berhasil memasuki taman di belakang gedung itu. Tidak nampak seorangpun penjaga sehingga dengan mudahnya mereka melaksanakan pekerjaan mereka. Souw Hui San dan Yang Kui Lan berdua yang melakukan penggalian di bawah pohon itu, sedangkan Yang Cin Han dan Can Kim Hong melakukan penjagaan kalau-kalau ada orang lain yang melihat perbuatan mereka.
Karena dia sendiri yang menyimpan kotak kecil berisi Mestika Burung Hong Kemala itu, dengan mudah dan sebentar saja Hui San telah dapat menggali dan menemukan kembali pusaka itu. Dia memang sudah mempersiapkan sebelumnya, maka kotak itu lalu di bungkus kain kuning dan diikatkan pada tubuhnya di sebelah dalam baju, sehingga tidak nampak dari luar, hanya agak menonjol di bagian perutnya.
Sementara itu, di istana suasana menjadi semakin tegang ketika Pangeran An Kong memasuki ruangan balairung di ikuti Bouw Koksu dan beberapa orang panglima pendukungnya. Pangeran itu mengenakan pakaian yang amat mewah gemerlapan, sedangkan Bouw Koksu berjalan dengan langkah tegap dan di depannya berjalan seorang pejabat tinggi tua kurus, yaitu pejabat yang tugasnya menyimpan pakaian kebesaran kaisar. Pembesar ini membawa sebuah peti yang mudah diduga isinya, yaitu pakaian kebesaran dan mahkota kaisar!
Semua orang memberi hormat selayaknya kepada Pangeran An Kong, dan dengan sikap angkuh sang pangeran mempersilakan semua orang berdiri, sedangkan dia sendiri duduk di atas kursi gading. Kemudian dia menoleh dan mengangguk kepada Bouw Koksu yang membuka gulungan surat pengumunan dari kain sutera kuning, lalu membacanya dengan suara lantang.
"Mengingat betapa akan lemahnya sebuah pemerintah tanpa kaisar, dan mengingat pula bahwa Sri baginda Kaisar An Lu Shan telah wafat seratus hari yang lalu, maka kami, Bou Hun, sebagai Koksu yang telah diberi wewenang oleh mendiang kaisar, menimbang bahwa tidak ada yang lebih tepat untuk diangkat menjadi Kaisar baru kecuali Pangeran An Kong. Oleh karena itu, hari ini diumumkan oleh kami, disetujui pula oleh Pangeran Mahkota An Kong dan para panglima, bahwa Pangeran An Kong dinobatkan menjadi Kaisar yang baru, menggantikan mendiang Kaisar yang wafat, dengan julukan Kaisar Su Tsung. Tertanda kami, Bouw Hun, Koksu dan para panglima yang namanya tersebut di bawah ini!" Koksu lalu membacakan nama semua panglima yang hadir.
"Tidak benar dan kami tidak setuju!" terdengar suara lantang yang mengejutkan Pangeran An Kong, Bouw Koksu dan kaki tangan mereka. Semua orang menengok dan memandang kepada Panglima Sia Su Beng yang berdiri dengan tegap dan gagah, matanya mencorong memandang kepada Bouw Koksu.
"Sia-ciangkun, engkau berani membantah keputusan yang telah di setuju Pangeran Mahkota dan para panglima?"
"Kami berani membantah karena beberapa hal bertentangan dengan kenyataan. Keterangan Bouw Koksu banyak yang palsu."
"Apa" Berani engkau menuduhku sekeji itu" Katakan, mana yang palsu dan mana yang bertentangan dengan kenyataan" Katakan!" Bouw Koksu membentak.
"Dalam pengumuman tadi, Bouw Koksu mengatakan bahwa para panglima yang namanya disebutkan semua telah menyetujui pengangkatan kaisar itu. Pernyataan ini adalah bohong karena sebagian besar panglima, termasuk saya sendiri tidak menyetujui. Para rekan panglima yang tidak setuju, harap berani mengangkat tangan!" Ucapan Sia Su Beng ini disambut para panglima yang mengangkat tangan kanan mereka. Wajah Bouw Koksu dan wajah Pangeran An Kong berubah agak pucat, lalu wajah Bouw Koksu menjadi merah karena marah. Matanya melotot memandang kepada Sia Su Beng.
"Sia-ciangkun! Apa artinya ini " Engkau menggerakkan para panglima untuk menentang pengangkatan Pangeran Mahkota menjadi kaisar" Apakah ini berarti bahwa engkau hendak memberontak?"
"Sia-ciangkun, benarkah engkau hendak memberontak terhadap kami!" Pangeran An Kong juga berseru untuk menaikkan wibawanya.
Sia Su Beng tersenyum. "Maafkan hamba, Pangeran. Dan dengarlah engkau Bouw Koksu. Kami sama sekali tidak hendak memberontak, juga tidak hendak menentang Pangeran dinobatkan menjadi kaisar.
Kami hanya ingin menunda pengangkatan atau penobatan itu, karena ada suatu hal yang membuat kami merasa penasaran. Seperti kita semua mengetahu mendiang Sri baginda Kaisar tewas karena keracunan makanan. Jelas bahwa di dalam masakan beliau, ada orang menaruhkan racun. Dan kami telah mendapat keterangan bahwa dalam hal kejahatan meracuni Sri baginda.
Kaisar itu, ada dua orang dalam terdekat Sri baginda Kaisar yang terlibat!" Berkata demikian, Sia-ciangkun menatap wajah Pangeran dan Bouw Koksu yang nampak kaget dan mereka saling pandang. Jelas bahwa Pangeran menjadi pucat sekali wajahnya, dan Bouw Koksu nampak tertegun dan memandang seperti orang tidak percaya Bouw-ciangkun juga berdiri gelisah, jelas nampak dari gerakan kedua kakinya yang tidak mau diam, seolah-olah dia sudah siap untuk lari.
"Sia-ciangkun, apa yang kau katakan ini" Kami juga sudah melakukan penyelidikan dan kami tahu siapa orangnya yang melakukan perbuatan jahat meracuni Sribaginda itu!" Dua orang itu saling pandang dengan sinat mata menantang, seolah dua ekor ayam jago yang hendak berlaga.
Sia Su Beng tersenyum. "Begitukah, Bouw Koksu" Kalau benar engkau sudah mengetahui siapa orangnya yang melakukan perbuatan jahat meracuni Sri baginda, kenapa tidak kau katakan itu. Nah, katakan siapa orangnya" Asal engkau jangan menuduh aku atau para panglima ini saja!" Terdengar suara tawa mengejek di sana sini.
"Pelakunya adalah seorang dayang baru yang menaruh racun di dalam masakan kaki biruang, kemudian ia pula yang menghidangkan masakan itu kepada Sri baginda. Kalau kalian mau tahu siapa dayang itu, ia adalah Yang Kui Bi, puteri ke dua dari Mendiang Menteri Yang Kok Tiong, kakak mendiang selir Yamg Kui Hui si iblis betina!"
**********
Tamat Semua orang terkejut,
termasuk Sia Su Beng. Akan tetapi
kalau para panglima yang mendengar tuduhan itu terkejut dan tidak
percaya, Sia Su Beng benar-benar
terkejut karena tidak menyangka
bahwa Bouw Koksu benar-benar telah mengetahui hal itu! Akan tetapi, dia sengaja tertawa mengejek.
"Ha-ha-ha, Bouw Koksu, siapa mau percaya bualanmu itu" Kalau betul
seperti yang kau katakan itu, kenapa engkau tidak menangkap pembunuh itu agar ada buktinya?"
"la terlalu licik dan berhasil
meloloskan diri dari kota raja!" kata
Bouw Koksu gemas.
Kembali terdengar suara tawa Sia Su Beng. "Ha-ha-ha, bagaimana mungkin ini" Bouw Koksu yang terkenal lihai
dengan banyak sekali anak buahnya, tidak mampu menangkap seorang
gadis dayang" Cu-wi ciangkun, apakah cerita ini dapat dipercaya?"
Para panglima tertawa-tawa dan
menggeleng kepala. Melihat ini, Bouw Koksu tidak dapat menahan sabar lagi "Sia-ciangkun dan para panglima
yang telah dapat dihasut olehmu,
apakah kalian semua tetap hendak
memberontak dan menentang
penobatan Pangeran rnenjadi
Kaisar?"
"Kami tidak memberontak, tidak pula menentang penobatan, akan tetap
minta agar penobatan ditangguhkan
sampai diketahui dengan tuntas
mengenai pembunuhan terhadap Sri baginda Kaisar. Kalau Pangeran yang berdiri di belakang pembunuhan itu, dibantu oleh Bouw Koksu seperti yang telah kami dengar dengan
mempergunakan seorang dayang
maka tentu kami tidak setuju
mengangkat seorang pembunuh ayah
kandung sendiri menjadi junjungan
kami!"
"Yang Mulia Pangeran, mereka ini
hendak memberontak! Sepatutnya
mereka ditangkap! Harap paduka
memberi perintah dan hamba akan
menangkap mereka!" Bouw-ciangkun
dengan marah, memberi tanda
kepada para pendukungnya untuk
siap bergerak.
Pangeran An Kong sudah gemetar
kedua kakinya mendengar ucapan Sia Su Beng yang agaknya mengetahui
rahasia ia membunuh ayahnya.
Diapun tidak melihat jalan lain
kecuali menggunakan kekerasan. Dia
bangkit berdiri dan menudingkan
tangannya ke arah Sia Su Beng,
"Tangkap para pemberontak itu!"
Akan tetapi, Sia Su Beng
mengeluarkan suara melengking
panjang dan dari semua pintu
ruangan itu bermunculan pasukan
yang siap dengan anak panah mereka.
Tentu saja Pangeran An Kong dan
Bouw Koksu, juga Bouw Ki menjadi
pucat melihat ini.
"Pemberontakan!!!" Bouw Koksu
berseru.
"Sia-ciangkun, engkau
mernberontak!" kata pula Pangeran
An Kong.
"Pangeran, tidak ada yang
memberontak terhadap mendiang
Sribaginda kaisar! Mereka yang
merencanakan kematiannyalah yang
memberontak.. Untuk sementara ini,
demi keamanan negara, kami yang
akan memimpin dibantu oleh para
panglima. Urusan pembunuhan ini
akan kami selidiki sampai tuntas dan siapapun yang menjadi dalangnya,
akan kami seret ke pengadilan. Untuk sementara ini, semua penghuni
istana, terrnasuk paduka, pangeran,
di larang meninggalkan istana. Semua pejabat, termasuk Bouw Koksu,
dilarang meninggalkan kotaraja"
Pangeran An Kong menjadi pucat dan dengan suara lemah dia lalu
membubarkan persidangan dan
mengundurkan diri kedalam
kamarnya.
Bouw Koksu memberi isarat mata
kepada Bouw Ki dan keduanya cepat
meninggalkan istana, menuju ke
gedung mereka sendiri. Keduanya
nampak cemas dan gugup.
"Hemm, bagaimana sampai terjadi
begini?" Bouw Hun mendesis marah
kepada puteranya ketika mereka
berada di luar istana.
"Aku sudah mempersiapkan semua
pasukan, ayah, akan tetapi agaknya
diam-diam mereka juga sudah
mengepung istana ini. Lihat di sana."
Mereka melihat bahwa pasukan yang besar jumlahnya mengepung istana
dan pasukan anak buah Bouw-
ciangkun tidak nampak. Mereka itu
tadi telah dilucuti dan ditawan di
dalam benteng!
Bukan itu saja, bahkan juga benteng
pasukan Bouw Ki telah dikuasai
pasukan Sia Su Beng. Melihat ini,
Bouw Ki menjadi pucat dan dia
bersama ayahnya cepat pulang ke
gedung mereka.
"Celaka, kita terjebak!" kata Bouw
Hun. "Selagi masih ada kesempatan,
kita harus cepat meninggalkan kota
raja. Mari kita berkemas!" tergesa-
gesa nereka kembali ke gedung
tempat tinggal mereka dan baru
mereka ingat bahwa seluruh pasukan
mereka tadi dikerahkan ke istana
sehingga di rumah itu tidak tertinggal
seorangpun perajurit pengamat,
hanya tinggal para pelayan dalam
gedung saja.
"Cepatkan siapkan kereta dengan dua kuda terbaik!" perintah Bouw Koksu
kepada seorang pembantunya yang
segera lari ke istana untuk
mempersiapkan perintah
majikannya.
Ayah dan anak itu segera berkemas, mengumpulkan harta berupa emas
dalam sebuah peti dan tidak lupa
Koksu membawa pusaka yang masih
simpan, yaitu Mestika Burung Hong
Kemala dalam kotak kecil hitam itu.
Kotak ini dia bungkus dan dia ikatkan buntalan kain itu ke punggungnya.
Kemudian sambil membawa pedang
mereka, ayah dan anak ini berlari-lari menuju ke depan di mana kereta
dengan dua ekor kuda sudah
menunggu. Akan tetapi, tak nampak
seorangpun pelayan, bahkan pelayan
yang tadi mempersiapkan kereta dan
kuda juga tidak nampak. Sunyi sekali
pekarangan yang luas dari rumah
gedung yang hendak mereka
tinggalkan itu.
Ketika mereka menghampiri ke tiba-
tiba dari dalam kereta itu muncul
empat orang yang membuat ayah
dan itu memandang dengan mata
terbelalak dan muka pucat.
"Heh-heh, Bouw Koksu, hendak pergi
ke manakah?" kata Hui San san yang
sambil tersenyum lebar.
"Siapa.....siapa engkau?" bentak Bouw Koksu yang sudah merasa gelisah dan terkejut melihat Kirn Hong bersama
di antara mereka.
"Aku bernama Souw Hui San. Aku di perintah oleh arwah pamanku Souw
Lok untuk menagih nyawa kepadamu. Nah. serahkan nyawamu, Bouw
Koksu!"
Bukan main kagetnya rasa hati Bouw Hun, dan maklumlah dia bahwa dia telah terhalang dan agaknya sukar untuk dapat meloloskan diri lagi.
"Kim Hong, engkau yang pernah
menjadi muridku dan pernah kami
sayang seperti anak, balaslah budi
kami dan singkirkan pemuda ini
untuk kami!" kata Bouw Hun.
Kim Hong tersenyum mengejek.
"Bouw Hun, engkau tidak pernah
melepas budi kebaikan kepadaku,
melainkan perbuatan keji dan jahat.
Lupakah engkau
tentang penipuanmu kepadaku,
memperkenalkan Ciang Kui Sebagai
ayah kandungku" Engkau hanya
ingin memanfaatkan tenagaku,
bukan benar-benar sayang
kepadaku."
"Engkau.... engkau manusia yang tak mengenal budi!" Bouw Hun memaki dan menerjang maju dengan pedang bengkoknya, menyerang gadis itu.
Akan tetapi, sambil mengelak ke samping, sekali ia menampar sambil mengerahkan tenaganya, tubuh Bouw Hun terpelanting. Memang benar ketika masih kecil sampai dewasa, Kim Hong menjadi murid Bouw Hun.
Akan tetapi setelah dara ini menerima gemblengan Hek liong Kwan Bhok Cu, ilmu kepandaiann meningkat dengan hebat dan tentu saja kini Bouw Hun sama sekali bukan tandingannya lagi.
"Heran, mengingat bahwa engkau
pernah menjadi guruku, aku tidak
akan membunuhmu dengan
tanganku sendiri'" Setelah berkata
demikian, gadis menghadapi Bouw Ki
dan memandang dengan sinar mata marah. "Engkaulah, Bouw Ki, yang
layak mati di tanganku."
"Pengkhianat tak tahu malu!" Bouw Ki membentak dan dia menerjang gadis
itu dengan pedangnya. Kim Hong
menyambut dengan elakan, mudah
saja bagi nya untuk menghindarkan
diri dari bacokan-bacokan pedang
Bouw Ki yang di lakukan dengan
membabi-buta saking marah, gentar
dan putus asa.
Sementara itu, Hui San menghadapi
Bouw Hun dan dia mencabut
pedangnya. "Nah, sekarang mari kita
bertanding satu lawan satu untuk
menyelesaikan hutangmu kepada
mendiang Paman Souw Lok!."
Seperti juga puteranya, Bouw Hun
tidak melihat jalan keluar untuk
meloloskan diri, maka diapun
menjadi nekat dan sambil
membentak marah, dia menggunakan pedang bengkoknya untuk menyerang Hui San.
"Trang-trangg!" Dua kali
Hui San menangkis serangan Bouw
Hun ia lalu membalas dengan
tusukan pedangnya yang dapat pula dihindarkan Koksu itu dengan
tangkisan pedang bengkoknya.
Terjadilah dua buah pertandingan
yang berat sebelah, karena baik Bouw Ki pun Bouw Hun sama sekali
bukan lawan setanding dengan Kim Hong dan Hui San. Sementara itu, Cin Han dan Kui Lan hanya menjadi
penonton saja karena kedua orang
kakak beradik ini maklum bahwa
kekasih mereka tidak akan kalah.
Mereka hanya berjaga-jaga kalau
sampai kekasih mereka dikeroyok
anak buah Bouw Koksu dan Bouw
Ciangkun.
Tadi mereka berempat telah
merobohkan para pembantu Bouw
Koksu yang berada di luar gedung,
termasuk kusir kereta dan mereka
yang mempersiapkan kereta dan
kudanya di depan pintu.
Yang amat payah keadaannya dalam pertandingan itu adalah Bouw Ki.
Pemuda Khitan yang semenjak An Lu Shan berhasil dalam
pemberontakannya seolah-olah
kejatuhan bintang dan diangkat
menjadi panglima dengan pakaian
yang mentereng ini, tentu saja
mencoba untuk dapat menang dalam perkelahian itu. Akan tetapi,
harapannya ini tentu saja kosong
belaka karena dahulupun, ketika
mereka berdua masih menjadi murid Bouw Hun, di dalam latihan dia tidak pernah dapat menang melawan Kim Hong. Apa lagi setelah Kim Hong menjadi murid Hek-Hong Kwan Bhok Cu dan minum darah ular Hitam
Kepala Merah, tingkat kepandaian
gadis itu menjadi tinggi sekali,
jangankan dia, bahkan ayahnyapun
bukan tandingan Kim Hong sekarang.
Tidak seperti Hui San yang suka main-main, Kim Hong langsung saja
mendesak bekas suhengnya dengan
tekanan-tekanan yang membuat
Bouw Ki hanya manpu nengelak dan menangkis dengan pedang
bengkoknya, sama sekali tidak dapat membalas. Bouw Ki merasa gentar
sekali. Sepasang matanya yang
biasanya tajam seperti mata burung rajawali itu kini terbelalak dan liar
ketakutan, walaupun dia masih
berusaha untuk menang, dengan
sekuat tenaga setiap kali pedang di tangan Kim Hong menyambar. Ujung pedang itu sudah melukai bahu
kirinya sehingga gerakannya menjadi sernakin kaku. Dengan sisa tenaga
yang ada, ketika sinar pedang Kim
Hong meluncur kearah kepalanya, dia menggerakkan pedang bengkoknya
menangkis.
"Trakkk! !" Patahlah pedang di
tangan Bouw Ki dan di detik
berikutnya, tahu-tahu sinar pedang di tangan Kim Hong berkelebat dan
pedang itu telah menembus dada
Bouw Ki. Hanya sekejap saja,
bagaikan kilat menyambar pedang itu sudah masuk kembali ke dalam
sarung pedang yang tergantung
dipinggang gadis itu ketika tubuh
Bouw Ki terjengkang.
Dia mendekap dada kiri dengan
tangan kanan dan tewas seketika
karena jantungnya tertembus pedang.
Bouw Hun yang sedang bertanding
melawan Souw Hui San, melihat juga jatuhnya Bouw Ki. Tentu saja Bouw Hun menjadi terkejut dan duka, juga marah sekali. Dia mengeluarkan
suara gerengan seperti seekor
harimau terluka pedang bengkoknya
kini mengamuk, tetapi, karena tadi Hui San hanya main-main saja, tidak bersungguh-sungguh dan kini melihat Kim Hong telah merobohkan lawan dia lalu mempercepat gerakan
pedangnya, maka amukan pedang
bengkok di tangan Bouw Hun itu
tidak ada artinya. Ilmu pedang Gobi-pai memang indah dan juga amat
cepat gerakannya.
"Orang she Bouw, pergilah engkau
menyusul anakmu!" bentaknya dan
kini sinar pedangnya bergulung-
gulung, mengurung lawan membuat Bouw Hun menjadi bingung.
Terdengar bunyi kedua pedang itu
saling bertemu berdentangan dan
akhirnya sebuah sabetan pedang di
tangan Hui San mengakhiri
perlawanan Bouw Hun. Dia roboh
terpelanting dengan leher hampir
putus terbabat pedang. Tewaslah ayah dan anak itu. Pada saat Bouw Hun
roboh, terdengar gerakan orang dan
Sia Su Beng sudah tiba di situ,
bersama Yang Kui Bi yang masih
mengenakan pakaian perajurit,
seperti juga empat orang muda itu
yang kesemuanya menyamar sebagai perajurit.
"Bagus sekali, mereka telah dapat
ditewaskan," kata Sia Su Beng dan
lapun cepat menghampiri mayat
Bouw ki, merenggut buntalan yang
berada di punggung bekas Koksu itu
dan membuka kain buntalannya.
Ternyata berisi sebuah kotak hitam
dan ketika dibuka tutupnya, wajah
panglima itu berseri dan matanya
bersinar-sinar.
"Mestika Burung Hong Kemala!" Sia
Su Beng berseru dan diapun menutup kembali kotak itu, merapikan
buntalan dan menggantungkan
buntalan di pundaknya. Hui San dan Kui Lan. saling pandang, dan gadis itu melihat betapa pemuda itu sedikit
menggeleng kepalanya, tanda bahwa dia tidak boleh bicara tentang pusaka itu kepada Sia Su Beng. Biarpun ia
merasa heran mengapa sikap
kekasihnya seperti itu, namun Kui
Lan tidak bertanya dan juga juga
tidak bicara sesuatu. Kenapa Hui San
membiarkan Sia Su Beng tertipu dan
menyimpan pusaka palsu"
"Kakak Cin Han dan Enci Kui Lan
mulai sekarang boleh menempati
kembali rumah yang sebetulnya
memang milik keluarga Yang ini. Aku
akan menyuruh seregu perajurit
melakukan penjagaan, juga beberapa orang pelayan untuk mengatur
rumah."
Kui Bi merangkul encinya. "Enci lan, kalau saja ayah dan ibu masih ada
alangkah akan bahagianya mereka
melihat kita dapat merebut kembali
rumah kita...." Kui Bi yang biasanya
tabah dan lincah periang, itu kini
menangis di pundak encinya.
"Tenangkan hatimu, adik Bi. Biarpun sudah meninggal dunia, aku yakin mereka melihat peristiwa ini dan ikut berbahagia."
Setelah Sia Su Beng pergi bersama Kui Bi yang agaknya tidak mau berpisah dari tunangannya itu, Kui Lan, Kim Hong, Cin Han dan Hui San mulai
mengatur rumah gedung yang
merupakan temyang amat dikenal
oleh Cin Han dan Kui Lan karena di
rumah inilah mereka lahir dan
dibesarkan!
**********
Pangeran An Kong entah sudah
keberapa ratus kali berjalan hilir
mudik di dalam kamar itu, seperti
seekor harimau dalam kerangkeng.
Wajahnya yang tampan dan biasanya pesolek itu kini tak terawat, sudah
beberapa hari tidak mandi dan
bahkan tidak bergantii pakaian.
Jarang pula dia dapat makan
walaupun ada makanan dihidangkan
deh pelayan. Dia menjadi orang
tahanan. Tahanan rumah, atau lebih
tepat lagi tahanan-kamar karena dia
selalu berada di dalam kamarnya
karena rumahnya telah dijaga oleh
perajurit anak buah Panglima Sia Su
Beng. Dia tidak diperkenankan keluar dari rumah itu,
Apa lagi setelah dia mendengar
bahwa Bouw Koksu dan
Bouw Ciangkun tewas terbunuh, dan semua pasukan yang tadinya
mendukung Bouw Koksu telah
dilucuti dan ditundukan oleh
Panglima Sia Su Beng, bahkan lampir
semua panglima kini menakluk dan menyerah kepada Panglima itu,
Pangeran An Kong menjadi putus asa
dan bingung.
Pada suatu siang, ketika dia sedang
hilir mudik di dalam kamarnya
seperti seekor harimau dalam
kurungan, terdengar langkah kaki di
luar kamarnya, Pangeran An Kong
mengira ada penjaga atau pelayan
yang memasuki kamar, maka dia
sudah siap untuk memaki dan
mengusirnya.
Akan tetapi, ternyata yang masuk adalah Panglima Sia Su Beng!
Melihat munculnya musuh besar ini, An Kong segera bangkit berdiri
mengambil sikap bermusuhan,
berdiri tegak dengan membusungkan dada seperti sikap seorang atasan
menghadapi seorang bawahannya.
"Sia Ciangkun, apakah engkau datang hendak membebaskan aku?"
tanyanya dengan sikap angkuh. Di
dalam hatinya pangeran ini menaruh dendam dan andaikata dia
memperoleh kekuasaan tertinggi,
perintah pertama yang akan keluar
dari mulutnya tentulah menangkap
menghukum berat panglima yang kini berdiri di depannya itu.
"Pangeran. Kami datang untuk
mempertemukan pangeran dengan
wanita yang dulu kau suruh meracuni Sri baginda An Lu Shan." Sia Su Beng tidak memperdulikan perubahan
wajah pangeran itu yang menjadi
pucat, dan dia menoleh ke pintu. Dari pintu itu masuklah gadis cantik jelita dan membawa sebuah baki di mana
dapat sebuah cawan emas.
Pangeran An Kong terbelalak dan
mukanya menjadi semakin pucat
seolah dia melihat hantu, bukan
melihat seorang gadis yang cantik
jelita, yang dengan anggunnya
melangkah ke dalam kamar
membawa baki dengan kedua tangan
didepan dada. Baki itu menambah
indah gayanya berjalan karena ia
harus mengatur keseimbangan
langkahnya agar arak dalam cawan
itu tidak tumpah, membuat
langkahnya menjadi lenggang yang
gemulai seperti seorang penari, ia melihat Kui Bi, gadis dayang itu, yang pernah menarik hatinya, memikat
gairahnya, gadis yang kemudian ia
peralat untuk menaruh racun ke
dalam hidangan ayahnya sehingga
akhirnya ayahnya, An Lu Shan, tewas keracunan.
Dan kini gadis itu dengan lenggang
yang manis memasuki kamar
membawa baki terisi cawan.
Dengan gaya dan gerakan yang
memikat, Kui Bi , yang kini
mengenakan pakaian wanita,
meletakkan baki dengan secawan
emas arak itu ke atas meja, kemudian
ia berdiri sambil memandang
pangeran dengan senyum manis.
"Kau?"" Pangeran An Kong berseru
keras karena timbul harapan untuk
membersihkan diri dengan
menangkap pelaku pembunuhan
terhadap ayahnya Itu. "Engkau yang
membunuh Sribaginda!"
Senyum itu melebar sehingga nampak deretan gigi yang putih rapi seperti mutiara, menambah kuat daya tarik wajah gadis jelita itu. "Bukan yang
membunuhnya, melainkan engkau
yang menyuruh kaki tanganmu
sebagai dayang, pekerja dapur dan
thai-kam.
Engkaulah yang membunuh ayahmu sendiri An Kong, dan bukan orang
lain," kata Kui Bi dengan suara tenang dan kendur mengandung ejekan.
"Engkau yang membunuh, keparat!
Engkau harus ditangkap dan engkau harus mengaku!" Dalam keadaan
yang putus asa dan nekat, Pangeran
An Kong mengerahkan tenaganya dan meloncat, menubruk untuk
menangkap gadis jelita itu untuk
memaksanya mengakui sebagai
pembunuh An Lu Shan.
Namun, dia mengalami kejutan yang lebih hebat lagi. Tubrukannya luput dan kaki gadis itu menyambar dari
samping dengan amat cepatnya
hingga dia yang menguasai ilmu silat yang cukup tangguhpun tidak mampu rnenghindar lagi.
"Dukk! !" Perutnya tertendang dan
diapun terpelanting keras, tentu saja dia terkejut setengah mati dan ketika dia dapat berdiri kembali, Ia
memandang kepada Kui Bi dengan
penuh keheranan. Gadis itu
tersenyum manis dengan pandangan mata penuh ejekan padanya.
"Kau .... kau... sebenarnya siapakah?"
tanyanya gagap.
"Engkau tidak secerdik Bouw Hun
yang dapat menduga siapa aku. Aku adalah Yang Kui Bi, puteri mendiang Menteri Yang Kok Tiong. Ayah Ibuku
tewas akibat pemberontakan An Lu Shan.'"
"Ahh! !" An Kong terperangah dan
tahulah dia bahwa dia bahkan telah diperalat gadis itu yang hendak
membalas dendam kepada An Lu
Shan.
"Lebih dari itu, An Kong. ia adalah calon isteriku!" kata pula Sia Beng dan mendengar ini, An Kong menjadi
semakin putus asa.
"Sia-ciangkun, lalu kau.... kau...mau
apa" Apa artinya kalian membawa
cawan arak itu?" Dia menuding ke
arah cawan arak itu dan telunjuknya
yang menuding gemetar.
"Ada dua pilihan bagimu, An Kong.
Engkau tidak akan terluput dari
kematian, akan tetapi hukuman mati
ini ada dua macam dan boleh
kaupilih. Kalau engkau minum arak
itu, engkau akan mati tanpa
menderita badan dan hati. Akan
tetapi kalau engkau menolak, engkau akan diseret sebagai seorang penjahat besar yang telah membunuh ayah
sendiri dan engkau akan dihukum
mati didepan rakyat, akan menjadi
bahan ejekan dan penghinaan.
Sekarang, engkau tinggal memilih,"
kata Sia Su Beng.
Wajah bekas pangeran itu pucat
seperti mayat. Dia maklum bahwa
nekad melawan panglima itu tidak
ada gunanya, apa lagi di situ terdapat
Yang Kui Bi yang baru sekarang dia
tahu memiliki ilmu kepandaian
tinggi.
Juga dia tidak memiliki keberanian
sebesar itu. Dia membayangkan
dirinya diseret, di caci dan dihina
sebagai seorang penjahat pembunuh
ayah sendiri, kemudian disiksa
sampai mati. Terbayang dia akan
wajah ayahnya yang dilihatnya untuk terakhir kali sebelum dimasukkan
peti, wajah yang menyeringai seperti
orang kesakitan.
Dia bergidik ngeri, lalu dihampirinya meja, disambarnya cawan emas dan tanpa berpikir panjang lagi, dalam
keadaan orang yang berputus asa, dia lalu menuangkan isi cawan ke dalam mulutnya yang terbuka dan langsung menelannya. Dia tidak merasakan
sesuatu yang aneh, maka dia masih
disentuh harapan kalau-kalau
Panglima Sia Su Beng hanya
menggertak dan membohonginya
saja.
Dengan tenang dia meletakkan
kembali cawan emas yang sudah
kosong ke atas baki dan tertawa
bergelak. Entah mengapa, dia merasa keadaannya amat lucu, dia digertak
dan diancam, ternyata semua itu
hanya permainan belaka. Dia
terpingkal dan menjatuhkan diri
duduk lagi di atas kursinya.
Panglima Sia Su Beng dan Yang Kui Bi memandang dengan sinar mata
dingin. Bahkan wajah mereka tidak
menunjukkan sesuatu ketika suara
tawa dari pangeran itu tiba-tiba mulai berubah, dari tawa menjadi rintihan
dan wajah yang tadinya tertawa itu
berubah, menyeringai karena
kesakitan. lalu pangeran itu terkulai dan terdengar bunyi berdetak ketika dia menjatuhkan dahinya ke atas
meja. Sia Su Beng melangkah
mendekati dan meraba nadi
tangannya yang terkulai. Pangeran itu sudah tewas.
Sia Su Beng mengangguk kepada Yang Kui Bi dan keduanya meninggalkan kamar itu dengan tenang. Panglima Sia Su Beng lalu menyiarkan kabar bahwa An Kong telah membunuh diri karena menyesali perbuatannya
membunuh dan meracuni ayahnya sendiri.
Berita itu diterima dengan sikap sangat dingin dan acuh oleh para
panglima. Kini, sebagian dari para panglima merupakan mereka yang masih setia kepada Kerajaan Tang, sedangkan sebagian lagi merupakan pasukan yang sudah tunduk kepada Panglima Sia Su Beng dan akan menaati semua perintah panglima ini.
seperti mayat. Dia maklum bahwa
nekad melawan panglima itu tidak
ada gunanya, apa lagi di situ terdapat
Yang Kui Bi yang baru sekarang dia
tahu memiliki ilmu kepandaian
tinggi.
Juga dia tidak memiliki keberanian
sebesar itu. Dia membayangkan
dirinya diseret, di caci dan dihina
sebagai seorang penjahat pembunuh
ayah sendiri, kemudian disiksa
sampai mati. Terbayang dia akan
wajah ayahnya yang dilihatnya untuk terakhir kali sebelum dimasukkan
peti, wajah yang menyeringai seperti
orang kesakitan.
Dia bergidik ngeri, lalu dihampirinya meja, disambarnya cawan emas dan tanpa berpikir panjang lagi, dalam
keadaan orang yang berputus asa, dia lalu menuangkan isi cawan ke dalam mulutnya yang terbuka dan langsung menelannya. Dia tidak merasakan
sesuatu yang aneh, maka dia masih
disentuh harapan kalau-kalau
Panglima Sia Su Beng hanya
menggertak dan membohonginya
saja.
Dengan tenang dia meletakkan
kembali cawan emas yang sudah
kosong ke atas baki dan tertawa
bergelak. Entah mengapa, dia merasa keadaannya amat lucu, dia digertak
dan diancam, ternyata semua itu
hanya permainan belaka. Dia
terpingkal dan menjatuhkan diri
duduk lagi di atas kursinya.
Panglima Sia Su Beng dan Yang Kui Bi memandang dengan sinar mata
dingin. Bahkan wajah mereka tidak
menunjukkan sesuatu ketika suara
tawa dari pangeran itu tiba-tiba mulai berubah, dari tawa menjadi rintihan
dan wajah yang tadinya tertawa itu
berubah, menyeringai karena
kesakitan. lalu pangeran itu terkulai dan terdengar bunyi berdetak ketika dia menjatuhkan dahinya ke atas
meja. Sia Su Beng melangkah
mendekati dan meraba nadi
tangannya yang terkulai. Pangeran itu sudah tewas.
Sia Su Beng mengangguk kepada Yang Kui Bi dan keduanya meninggalkan kamar itu dengan tenang. Panglima Sia Su Beng lalu menyiarkan kabar bahwa An Kong telah membunuh diri karena menyesali perbuatannya
membunuh dan meracuni ayahnya sendiri.
Berita itu diterima dengan sikap sangat dingin dan acuh oleh para
panglima. Kini, sebagian dari para panglima merupakan mereka yang masih setia kepada Kerajaan Tang, sedangkan sebagian lagi merupakan pasukan yang sudah tunduk kepada Panglima Sia Su Beng dan akan menaati semua perintah panglima ini.
Sia Su Beng berada di dalam ruangan tertutup, berdua saja dengan kekasihnya, Yang Kui Bi. "Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang, koko?" tanyanya Kui Bi. "Hanya tinggal menanti kembalinya Kaisar, atau memberi kabar ke barat agar Sri baginda cepat pulang ke sini karena kita sudah menguasai keadaan di sini dan menundukkan semua bekas anak buah An Lu Shan?"
Sia Su Beng yang duduk di kursi mengerutkan alisnya. "Memang, semua telah berjalan lancar sesuai dengan rencana kita. An Lu Shan dan An Kong telah tewas, semua anak buahnya dapat kita tundukkan tanpa pertempuran yang berarti, dan semua panglima dapat kupengaruhi dan kini mereka semua tunduk kepadaku.
Mengembalikan tahta Kerajaan kepada Sri baginda Kaisar hanya tinggal Melaksanakan saja. Akan tetapi, ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu. Sebelum aku membicarakan dengan para panglima siang hari ini. Mereka sudah kuperintahkan untuk berkumpul siang hari ini untuk kuajak berunding."
Kui Bi memandang penuh perhatian. "Ada masalah pelik apakah. koko" Engkau kelihatan begini serius?"
"Begini, Bi-moi. Engkau mengetahui sendiri betapa susah payahnya kita menghadapi An Lu Shan dan mengatur siasat, kemudian melaksanakannya dengan taruhan nyawa. Bahkan kalau saja tidak kebetulan, aku akan kehilangan engkau ketika engkau menyusup ke istana itu. Jelas bahwa kita telah mengorbankan segalanya untuk melenyapkan kekuasaan An Lu Shan dan An Kong yang dibantu ayah dan anak she Bouw itu."
"Memang benar, koko. Akan tetapi itu rremang sudah tugas kita, dan disamping itu, juga aku sendiri pribadi membenci An Lu Shan karena dialah penyebab hancurnya keluargaku, penyebab kematian ibu dan ayah. Dan bukankah sudah sepatutnya kalau kitabela Sribaginda Kaisar kerajaan Tang?"
"Nah, itulah, Bi-moi! Andaikata Sribaginda Beng Ong masih tetap sebagai Kaisar Kerajaan Tang, akupun tidak akan meragu lagi untuk menyerahkan tahta kerajaan yang berhasil kita rampas dari An Lu Shan dan anak buahnya ini kepada beliau.
Akan tetapi, yang membuat hatiku risau dan tidak rela adalah karena aku mendengar bahwa Sribaginda kaisar Beng Ong telah menyerahkan mahkota kepada Pang?ran Su Tsung yang kini menjadi kaisar! Aku tidak rela menyerahkan tahta kerajaan kepada pangeran yang lemah dan pengecut itu. Kita yang bersusah payah mempertaruhkan nyawa, eh, dia yang enak-enakan dan secara pengecut lari terbirit-birit ketika pasukan An Lu Shan menyerang kota raja, kini begitu saja mendapatkan tahta kerajaan ini. Aku tidak rela!"
"Akan tetapi, koko kalau tidak kau serahkan kepada Kerajaan Tang, biar sekarang kaisarnya telah di ganti, lalu apa yang hendak kau lakukan?" Kui Bi memandang dengan penuh selidik dan heran.
"Kui Bi, engkaulah satu-satunya orang di dunia ini yang kucinta dan kupercaya, maka akupun akan mengatakan terus terang padamu, dengan harap engkau akan mendukungku. Tanpa dukunganmu, aku akan merasa lemah. Kupikir kita telah banyak berkorban untuk merebut kembali tahta kerajaan ini.
Kalau Sri baginda Kaisar Beng Ong telah mengundurkan diri, maka kita harus berhati-hati, tidak begitu mudah saja menyerahkan tampuk kerajaan kepada orang yang tidak sepatutnya menjadi junjungan kita. Oleh karena itu, aku akan menanti dan melihat apakah Pangeran Su Tsung itu pantas menerima tahta kerajaan ini.?"
Kui Bi memandang ke sekeliling. Mereka berada di dalam sebuah ruangan dalam istana yang kini untuk sementara dijadikan tempat tinggal Sia Su Beng. Hal ini Sepatutnya dan disetujui Semua panglima dan pembesar yang berpihak padanya karena untuk menjaga agar Jangan ada kekuatan lain mempergunakan kesempatan selagi istana itu kosong tidak ada penghuninya lalu melakukan pemberontakan dan perampasan, ia seperti dapat meraba isi hati kekasihnya.
"Akan tetapi, koko. Bukankah Pangeran Su Tsung yang berhak atas tahta kerajaan" Apa lagi dia diangkat oleh sribaginda Kaisar Beng Ong, dan...."
"Tidak, Bi-moi. Pengangkatan itu tergesa-gesa dan tidak sah, karena dilakukan dalam pelarian dan tidak disetujui oleh para pejabat dan panglima, bagaimana mungkin tahta kerajaan yang menyangkut nasib seluruh rakyat dalam negeri diserahkan begitu saja" Kita harus mempertahankan tahta kerajaan ini dengan mengangkat seseorang yang benar-benar patut untuk menjadi pemimpin negara. Lihat saja apa yang terjadi dengan Kerajaan Tang karena kaisarnya lemah dan mudah dipermainkan selir, dipermainkan para penjilat sehingga sampai terampas, oleh An Lu Shan. Kerajaan ini harus menjadi besar dan jaya, dan tidak mudah diganggu pemberontak."
"Bagaimana kalau kemudian engkau menilai bahwa tidak ada orang yang patut menjadi kaisar, koko" Apakah engkau sendiri.......!"
"Kenapa tidaki Apa salahnya" ingat, Bi-moi, Kaisar Kerajaan Tang berikut seluruh keluarga dan pembantunya telah melarikan diri terbirit-birit dan siapakah yang merebut kembali tahta kerajaan dari tangan pemberontak An Lu Shan" Kita! Tidak ada usaha sedikit pun dari keluarga kerajaan yang sudah melarikan diri itu yang membantu tewasnya An Lu Shan dan An Kong, dan membantu terampasnya kembali kerajaan ini. Hanya kita dan para panglima yang membantu kita.
Tidakkah sudah sepatutnya kalau kita pula yang menikmati hasil nya" Dan kalau mereka semua itu memilih aku yang menjadi Kaisar, apakah engkau tidak suka menjadi Permaisuri ku?"
Kui Bi terbelalak. Sama sekali tidak menyangka bahwa kekasihnya mempunyai ambisi sebesar itu.
Menjadi permaisuri! Hatinya merasa bimbang. Apakah ini suatu pengkhianatan" Akan tetapi, memang tidak dapat disangkal bahwa kekasihnya yang paling berjasa, dan orang-orang lain itu hanya membantunya, kemudian ia teringat kepada kakak-kakaknya. Mereka Itu setia kepada Kerajaan Tang. Apakah mereka akan setuju"
"Tapi.... engkau.... eh, kita akan berhadapan dengan mereka yang seia kepada Kerajaan Tang, koko dan..."
"Itu resikonya, Bi-moi. Semua cita-cita yang besar tentu selalu bertemu dengan tantangan dan tentangan, dan kita harus dapat mengatasinya. Kalau aku menjanjikan kedudukan tinggi, bahkan mulai sekarang membagi-bagikan kedudukan tinggi kepada para panglima dan para cerdik pandai yang kita butuhkan tenaga dan kepandaiannya untuk mengemudikan pemerintahan, kurasa tidak akan ada yang akan mampu melawan kita. aku tahu, Bi-moi, beberapa orang kang-ouw, bahkan termasuk mungkin kakak-kakakmu dan teman-temanmu, boleh jadi akan merasa tidak setuju dan mereka tetap setia kepada Kerajaan Tang.
Nah, untuk ini, engkaulah yang kuharapkan dapat membantuku untuk membujuk mereka agar mau membantu kita, dan tentu kita akan mengangkat mereka menduduki tempat yang terhormat dan mulia."
Kui Bi semakin bimbang. Mendengar ucapan kekasihnya itu, ia membayangkan kekasihnya menjadi kaisar dan ia menjadi permaisuri, timbul gairah nya, akan tetapi mengingat kakak-kakak nya, ia menjadi bimbang ragu dan khawatir .
"Koko, bagaimana kalau mereka terutama Han-ko dan Lan-ci menolak untuk membantu kita?"
Sia Su Beng menghela napas panjang. "Kalau memang begitu, terserah kepadamu, Bi-moi. Engkau tahu bahwa aku cinta padamu dan ingat, perjuangan aku ini bukan demi kepentinganku sendiri, melainkan juga untuk masa depanmu dan masa depan anak-anak kita kelak maka engkaulah yang harus memilih antara cintamu kepadaku atau cintamu kepada mereka."
"Koko!" Kui Bi mengerutkan alisnya dan menggigit bibir, dan Sia Su Beng cepat menghampiri dan merangkulnya.
"Sudahlah, Bi-moi. Engkau seorang gadis yang gagah perkasa dan bijaksana, tentu mengetahui apa yang terbaik bagimu. Aku akan berangkat keruangan persidangan karena tentu mereka sudah berdatangan."
"Yang kukhawatIrkan bukan hanya pendirian kakak-kakakku, koko, akan tetapi bagaimana kalau rakyat menolak Dan para pembesar di daerah-daerah yang begitu luasnya" Tanpa dukungan rakyat dan para penguasa daerah, bagaimana engkau dapat berhasil?"
Sia Su Beng tersenyum, lalu mengeluarkan sebuah kotak hitam dari dalam almari, membuka tutupnya dan memperlihatkan isinya kepada kekasihnya.
"Lupakan engkau bahwa Mestika Burung Hong Kemala telah berada di tangan kita, Bi-moi" Pusaka ini adalah lambang kekuasaan kaisar, maka kalau aku yang memilikinya, berarti kita mempunyai lambang kekuasaan tertinggi!" Sambil tersenyum, dia memasukkan kotak ini dalam buntalan kain dan mengikatkan di pinggang, di sebelah dalam baju panglimanya. Dia hendak mempergunakan benda pusaka itu untuk mempengaruhi para panglima dan calon pembesar. Setelah mencium dahi kekasihnya, diapun meninggalkan Kui Bi yang masih termenung.
Tak lama setelah Sia Su Beng meninggalkannya, Kui Bi dalam keadaan risau keluar dari ruangan itu menuju ke kamarnya sendiri. Pada saat itu, ia melihat Kui Lan yang agaknya memang datang berkunjung kepadanya.
"Enci Lan" Bukan main girangnya rasa hati Kui Bi melihat enci nya, seperti orang kehausan melihat air karena dalam keadaan risau seperti itu, ia membutuhkan orang yang dekat dengannya untuk menumpahkan kerisauanya. Kui Lan agak heran dan bingung melihat adiknya langsung merangkulnya dan wajah adiknya demikian muram.
"Eh, engkau kenapakah, adikku"
"Mari kita bicara di dalam, enci," kata Kui Bi dan ia menarik encinya memasuki kamar dan menutup daun pintu kamarnya. Begitu mereka duduk di tepi pembaringan, Kui Bi menangis.
"Ehh, kenapakah engkau ini?" Kui Lan merasa khawatir karena tidak biasa adiknya yang keras hati ini menangis. Setelah menghapus air matanya dan dapat menenangkan hatinya, Kui Bi lalu menceritakan semua tentang cita-cita Sia Su Beng yang tidak mau menyerahkan tahta kerajaan kepada kaisar Su Tsung, yaitu kaisar baru pengganti kaisar Beng Ong yang menyerahkan mahkota kepada puteranya itu.
Mendengar ini, tentu saja Kui Lan terkejut bukan main. Akan tetapi ia bersikap tenang, sesuai dengan wataknya, apa lagi ia tahu benar bahwa adiknya amat mencinta panglima itu. Akan tetapi, bagaimana mungkin dia dapat mengangkat diri menjadi kaisar" yang memiliki wewenang adalah Pangeran Su Tsung yang sekarang telah mewarisi mahkota ayahnya, yaitu Sribaginda Beng Ong. Para pejabat dan pejabat daerah, juga rakyat tentu akan menentangnyaI"
"Dia mempunyai lambang kekuasaan kaisar, yaitu Mestika Burung Hong Kemala, enci Lan."
"Tapi itu adalah pusaka yang palsu!" Saking hanyut oleh kekhawatiran terhadap adiknya, ucapan ini keluar begitu saja dari muiut Kui Lan. ia terkejut dan menyesal, namun terlambat karena sudah diucapkannya. Kui Bi mengangkat muka menatap wajah encinya.
"Kalau begitu, di mana pusaka Mestika Burung Hong Kemala yang aseli enci Lan?"
Terjadi perang dalam hati Kui Lan, hanya sebentar. Betapapun besar rasa sayangnya kepada Kui Bi, namun kalau adiknya itu membantu Sia Su Beng yang jelas hendak melakukan pemberontakan, adiknya itu keliru.
Segera dapat mengatasi keraguannya dan menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Aku tidak tahu," ltu disambungnya cepat-cepat. "Bi-moi, kenapa dia hendak melakukan ini"
Engkau harus mengingatkannya adikku. Dia telah bertindak keliru dan sesat! Engkau..... engkau tidak boleh membantunya, Bi moi!"
"Enci Lan, engkau tahu bahwa aku sangat mencintanya dan aku siap mengorbankan nyawaku untuk Beng-koko. Dia itu calon suamiku, dan aku cinta padanya seperti dia mencintaku. Pula, setelah aku berbantahan dengan dia, aku melihat kebenaran dalam pendiriannya, Sri baginda Kaisar Beng Ong telah mengundurkan diri dan menyerahkan mahkota kepada Pangeran Su Tsung.
Pangeran itu melarikan diri ketika bahaya datang, dan kita semualah yang telah bersusah payah menewaskan An Lu Shan dan An Kong. Kita semua, terutama sekali Beng-koko yang telah melumpuhkan semua pengikut An Lu Shan dan merebut kembali tahta kerajaan dari pemberontak itu, Dan hasil semua ini akan diserahkan begitu saja kepada seorang pangeran penakut yang hanya enak-enak melarikan diri ke barat" Beng-koko tidak melihat harapan baik kalau kita di perintah seorang kaisar seperti itu.
Oleh karena itu, enci Lan, marilah kau bantu kami. Mari kita bujuk Han-ko agar suka membantu, juga Souw Hui San dan Can Kim Hong. Aku yang menanggung bahwa kelak tentu kalian berempat akan menerima imbalan yang pantas, menjadi orang-orang yang mulia dan berkuasa dengan kedudukan tinggi."
Kui Lan menggigit bibir. Adiknya ini mengingatkan ia kepada bibinya, rnendiang Yang Kui Hui, selir yang berambisi besar itu. Ingin ia menampar adiknya. Akan tetapi ditahannya karena ia segara menyadari bahwa ia dan Souw Hui San juga kakaknya Cin Han dan Kim Hong berada dalam bahaya kalau menentang Kui Bi dan Sia Su Beng.
la menghela napas dan mengangguk.
"Akan kubicarakan dengan Han-ko tentang semua ini, Bi-moi." Lalu ia luar dari dalam kamar itu, hatinya perih dan seluruh tubuhnya lemas, ia seperti mendapat firasat bahwa ia tidak akan bertemu lagi dengan adiknya yang tersayang itu. Terlalu besar jurang yang memisahkan mereka. Bagaimana mungkin ia menjadi pengkhianat dan balik membantu pemberontak, walaupun pemberontakan itu dilakukan oleh adiknya sendiri dan kekasih adiknya"
Ketika ia kembali ke tempat berempat tinggal, yaitu di gedung bekas tempat tinggal ayahnya, Kui Lan melihat Hui San, Cin Han dan Kim Hong sedang duduk di beranda depan, agaknya memang menanti-nanti kembalinya dari istana.
"Mari kita bicara di dalam," kata Kui Lan kepada mereka dan mendengar suaranya yang lirih dan gemetar, juga wajah gadis itu yang muram, sinar matanya yang mengandung kegelisahan, tiga orang itu cepat bangkit dan mengikutinya masuk ke dalam sebuah ruangan di mana mereka, dapat bicara tanpa didengar dan dilihat orang lain.
"Ada apakah, Lan-moi" Engkau mendengar sesuatu di istana?" tanya Cin Han, khawatir pula melihat sikap adiknya. Kui Lan menahan tangisnya, teringat kepada Kui Bi.
"Celaka, Han-ko! Sia Su Beng merencanakan pengkhianatan dan pemberontakan. Dia tidak mau menyerahkan tahta kerajaan kepada Kaisar Kerajaan Tang. bahkan agaknya hendak mengangkat diri sendiri menjadi penguasa, menjadi kaisar!"
Tentu saja tiga orang itu terkejut sekali. "Aih, sudah kucurigai dia melihat sinar matanya ketika dia mengambil Mestika Burung Hong Kemala dari tubuh Bouw Koksu!" kata Hui San.
"Lan-moi, apa alasannya?" tanya Hui San.
"Dia berpendapat bahwa Pangeran Su Tsung yang diangkat menjadi kaisar sekarang menggantikan Sri baginda Kaisar Beng Ong bukan merupakan orang tepat untuk menjadi kaisar." Lalu Kui Lan. menceritakan semua yang ia dengar dari Kui Bi, didengarkan oleh tiga orang itu dengan alis berkerut.
"Bahkan Kui Bi minta aku membujuk kalian bertiga agar suka membantu Sia Su Beng dengan janji kelak mendapat imbalan kedudukan tinggi."
"Gila!!" Cin Han memaki marah sekali. "Sudah gilakah adik kita itu?"
Kim Hong mencela kekasihnya
'Han-ko, kita tahu bahwa adikmu itu amat mencinta Sia Su Beng, dan demi cintanya, seseorang dapat melakukan apa saja."'
"Han-koko yang penting sekarang adalah apa yang harus kita lakukan?"
Kini Souw Hui San bicara. Biarpun dia seorang yang lincah jenaka dan kadang ugal-ugalan, akan tetap, sekali ini. dia berhati-hati karena ini menyangkut Kui Bi, adik kekasih hatinya. 'Kurasa, kita tidak dapat berbuat apa apa.
Bagaimana mungkin kita berempat dapat menentang Sia Su Beng dengan pasukannya yang besar" Dialah yang memegang kekuasaan di sini dan kita tidak akan dapat berbuat apapun untuk mencegah kehendaknya itu. Apa lagi menurut Lan-moi sekarang dia sedang mengadakan perundingan dengan para panglima dan pejabat."
"Lalu bagaimana dengan adikku Kui Bi?" tanya Kui Lan bingung
"Kurasa ia sudah dewasa dan dapat menentukan langkahnya sendiri. Kalau ia menganggap bahwa tunangannya itu benar, apa yang dapat kita lakukan?" Hui San bicara lembut, menghibur. "Yang penting, kita sekarang harus cepat meninggalkan tempat ini, meninggalkan kota raja demi keamanan pusaka itu."
"Hui San bicara benar!" kata Cin Han. "Engkau tadi sudah mengatakan bahwa engkau kelepasan bicara, Lan-moi" mengatakan bahwa Mestika Burung Hong Kemala yang ditemukan Sia Su Beng ?tu palsu. Kalau Kui Bi menyampaikan ucapanmu itu kepada Sia Su Beng, tentu dia akan curiga kepada kita dan akan melakukan pertanyaan atau penggeledahan. Kita harus cepat meninggalkan kota raja, sekarang juga."
"Kukira memang itu jalan satu-satunya'" kata Kim Hong membenarkan kekasihnya. "Kita pergi ke barat, bergabung dengan pasukan kerajaan, dan kita laporkan semua ini kepada Sri baginda dan Panglima Kok Cu It."
"Akan tetapi.... bagaimana dengan adikku" Tidak mungkin kita meninggalkan ia sendiri saja di sini bersama Sia Su Beng yang hendak memberontak... kata Kui Lan.
"Lan-moi, jangan bicara demikian. Kui Bi memang adik kita, akan tetapi ia sudah dewasa dan ia berhak menentukan langkah hidupnya sendiri. Kalau memang ia mencintai Sia Su Beng dan menganggap bahwa tunangannya itu benar, itu adalah haknya. Ingatlah bahwa Sia Su Beng telah meminangnya dengan resmi dan kita sudah menyetujui, hal itu berarti bahwa yang berhak atas diri Kui Bi adalah Sia Su Beng, calon suaminya, bukan kita.
Kita tahu bahwa Kui Bi memiliki watak yang keras, kalau kita mencoba untuk membujuknya tidak akan ada gunanya, bahkan membahayakan kita. Mari, kita pergi sekarang juga meninggalkan kota raja.'"
Kui Lan tidak dapat membantah dan berkemas sambil menangis, menangisi adiknya. Dan tak lama kemudian, empat orang muda itu sudah keluar dari pintu gerbang sebelah barat dari kota raja. Para penjaga sudah tahu siapa mereka, para pendekar, yang dekat dengan Panglima Sia Su Beng, oleh karena itu tidak ada yang berani bertanya, apa lagi menghalangi mereka keluar dari pintu gerbang.
**********
"Coba saja kalian pertimbangkan baik-baik. Sri baginda Kaisar Beng Ong begitu saja menyerahkan mahkota Kerajaan Tang kepada Pangeran Su Tsung! Kita semua tahu orang macam apa pangeran itu. Seorang yang lemah dan penakut.
Ketika An Lu Shan memberontak, sepantasnya dia membela kerajaan dengan mengerahkan pasukan dan mati-matian mempertahankan kota raja. Akan tetapi apa yang dia lakukan" Dia melarikan diri terbirit-birit, mengikuti Sribaginda mengungsi ke barat, menyelamatkan diri dan tidak memperdulikan penduduk yang terancam bahaya penyerbuan.
Sribaginda Beng Ong telah bertindak tidak bijaksana, tergesa-gesa menyerahkan mahkota kepada pangeran Su Tsung tanpa minta pertimbangan kita semua. Kita yang bersusah payah di sini, kita yang merebut kembali tahta kerajaan dan sekarang kita harus menyerahkannya begitu saja kepada seorang penakut yang melarikan diri dan enak-enak tinggal bersembunyi di barat sedangkan kita di sini berjuang mempertaruhkan nyawa. Ingat, saudara sekalian! Kita bukan memberontak.
Andaikata yang kembali ke sini masih Sribaginda Kaisar Beng Ong, aku yang akan merupakan orang pertama menyerahkan kembali tahta kerajaan kepada beliau. Akan tetapi kalau harus menyerahkan kepada Pangeran Su Tsung, aku tidak setuju! Bagaimana pendapat saudara sekalian?"
Karena sebagian besar para panglima itu memang sudah berada di bawah kekuasaan Sia Su Beng dan mereka menganggap Sia Su Beng sebagai pimpinan, maka merekapun segera menyatakan tidak setuju kalau tahta kerajaan diserahkan kepada kaisar baru.
Para cerdik pandai, yaitu bekas pejabat-pejabat tinggi yang mengatur roda pemerintahan, ada yang juga menyatakan tidak setuju Beberapa orang di antara mereka, dengan hati-hati menyatakan pendapat mereka yang mengandung keraguan.
"Akan tetapi, Sia-ciangkun. Kalau kita tidak menyerahkan tahta kerajaan kepada kaisar Su Tsung yang menjadi kaisar yang sah dan berwenang dari Kerajaan Tang, bukankah itu berarti bahwa kita memberontak terhadap pemerintah kerajaan yang sah?"
Yang bertanya Itu adalah seorang pejabat tinggi yang pernah menjadi penasihat Kaisar Beng Ong, dan sudah berusia tujuhpuluhan tahun. Dengan sikap hormat Sia Su Beng menjawab, suaranya tegas.
"Ciu-siucai tentu maklum bahwa kita semua telah merebut tahta kerajaan dan kekuasaannya dari tangan pemberontak An Lu Shan. Kalau kita merebutnya dari tangan Kaisar, itu baru namanya pemberontakan. Kita yang merebut kekuasaan dari. pemberontak, dan sediri nya kita akan memberikan kembali, tahta kerajaan kepada Kaisar Beng Ong.
Akan tetapi, beliau telah mengundurkan diri dan mengangkat seorang kaisar baru tanpaa sepengetahuan kita. Bukankah sudah menjadi hak kita bersama untuk mempertahankan apa yang telah kita rebut dari pemberontak dengan taruhan nyawa" seorang tokoh seperti Ciu-siucai sendiri misalnya, sudah sepatutnya kalau menjadi seorang pejabat tinggi, menjadi Guru Negara atau Panasihat atau setidaknya seorang Menteri, Dengan bantuan seorang seperti Ciu-siucai dan yang lain-lain, kita pasti akan mampu mengatur pemerintahan yang adil dan baik.
Para ciangkun yang telah ikut merebut kekuasaan dari pemberontak, tentu akan memberi kedudukan yang sesuai dengan jasa masing-masing."
Hampir semua yang hadir mengangguk-angguk. Memang demikianlah kenyataannya. Kebanyakan orang yang tadinya memiliki cita-cita yang nampaknya saja patriotik, bersikap sebagai pahlawan, yang pada saat perjuangan memang rela mengorbankan segalanya termasuk nyawa, setelah perjuangan itu berhasil, baru nampak apa yang sesungguhnya tersembunyi di bawah sadar masing-masing.
Semua usaha itu ternyata merupakan selubung saja yang menyembunyikan hasrat nafsu yang selalu mementingkan diri sendiri. Betapa banyaknya pahlawan yang tadinya berjuang sebagai patriot patriot sejati, setelah berhasil, saling berebutan mendapatkan pahala, mendapatkan imbalan dan kedudukan. Yang tidak mendapat bagian akan merasa kecewa, bahkan mendendam kepada yang kebagian.
Yang mendapat bagian kedudukan tinggi, dengan sekuat tenaga mempertahankan kedudukannya agar tidak terlepas dan kalau perlu dia akan menyerang siapa saja yang berani mencoba untuk mengganggu dan menggoyahkan kedudukanya. Kini, mendengar betapa Sia Su Beng hendak membagi-bagi rejeki, membagi hasil kemenangan mereka atas kekuasaan An Lu Shan, tentu saja mereka merasa gembira sekali.
"Maaf, Sia-ciangkun," kata seorang panglima yang dahulunya merupakan panglima yang setia kepada kerajaan Tang. "Kami dapat mengerti akan Kebenaran semua pernyataan ciangkun tadi. Akan tetapi hendaknya ciangkun ketahui bahwa kalau kita menentukan sendiri sebuah pemerintahan baru di luar kekuasaan Kaisar Kerajaan Tang. tentu kita akan menemui banyak rintangan dan tentangan.
Para pejabat dan panglima di daerah-daerah, juga rakyat, tentu condong untuk mendukung Kerajaan Tang yang resmi. Bukankah semua tanda kebenaran berada di tangan Kaisar Kerajaan Tang?"
"Tidak semua," Kata Sia Su Beng dan diapun menurunkan buntalan kain kuning yang diikat di pinggangnya. "Ada sebuah pusaka, lambang utama kekuasaan Kaisar, kini berada di tangan kita. tentu saudara sekalian mergenal pusaka ini!" Setelah berkata demikian, Sia Su Beng mengangkat tinggi-tinggi benda itu di atas kepalanya dengan kedua tagannya. Benda itu adalah sebuah ukiran batu giok berbentuk seekor burung Hong.
"Mestika Burung Hong Kemala...!"
seru semua orang dengan kagum dan kini kepercayaan mereka terhadap Sia Su Beng semakin menebal.
Dengan lambang kekuasaan kaisar itu, jelas bahwa Sia Su Beng berhak menjadi kaisar dan para pejabat daerah tentu akan mematuhinya!
Mereka bersorak dan bertepuk tangan. Setelah kegaduhan mereda, Sia Su Beng dengan suara lantang berwibawa mengatakan, "Sukurlah kalau saudara sekalian telah menyetujui dan sependapat dengan kami bahwa kita harus mempertahankan hasil perjuangan kita ini. Akan tetapi, kita masih harus berjuang, karena tentu pasukan dari barat yang disusun oleh Panglima Kok Cu It akan berusaha merebut kekuasaan dari tangan kita.
Untuk sementara ini, aku akan memimpin kalian semua sebagai seorang panglima tertinggi. Kelak, setelah semua rintangan dapat disingkirkan, baru kita akan membentuk suatu pemerintahan baru, suatu dinasti baru. Dan sementara ini, saudara sekalian akan saya tunjuk sebagai pembantu-pembantu saya di bidang masing-masing yang akan kami tentukan dalam beberapa hari ini."
Kembali terdengar mereka bersorak dan pertemuan itu dibubarkan. Panglima Sia Su Beng segera menemui tunangannya di bagian dalam istana.
Mereka bertemu dan Kui Bi merangkul tunangannya sambil menangis. Tentu saja hal ini mengejutkan hati Sia Su Beng. Setelah menghibur dan mengajak gadis itu duduk, diapun bertanya, "Bi-moi, kenapa engkau menangis" Aku bahkan membawa berita gembira yaitu bahwa semua panglima dan pejabat telah menyetujui rencanaku.
Kalau tadinya ada beberapa orang yang menyatakan keberatan untuk mempertahankan hasil perjuangan kita, yaitu kekuasaan di kota raja, setelah aku memperlihatkan Mestika Burung Hong Kemala, mereka semua setuju."
Kui Bi menghapus air matanya "Koko, tadi enci Lan datang...."
"Ehh" Lalu apa yang kalian bicarakan" Engkau tentu sudah menceritakan rencana kita, bukan?"
Kui Bi mengangguk. "Benar, dan hal inilah yang merisaukan hatiku. ia menentang, koko. seperti yang telah kuduga sebelumnya." Di dalam hatinya, Kui Bi tidak dapat menyalahkan enci-nya, karena andaikata ia bukan tunangan Sia Su Beng dan tidak saling mencinta dengan pria ini, besar kemungkinan iapun akan menolak gagasan memberontak itu.
"Hemm, lalu bagaimana?"
"Aku minta kepadanya untuk membicarakan urusan ini dengan kakak Yang Cin Han, dan juga dengan Can Kim Hong dan Souw Hui San."'
"Kurasa mereka tentu akan berpikir panjang kalau mereka sudah mengetahui bahwa aku telah memiliki Mestika Burung Hong Kemala. Apakah engkau sudah menceritakan hal itu kepada enci-mu?"
"Sudah, akan tetapi... enci Lan mengatakan bahwa pusaka yang berada di tanganmu itu adalah pusaka yang palsu, koko."
Sia Su Beng terlonjak dari tempat duduknya, berdiri dan memandang kepada kekasihnya dengan mata terbelalak dan muka kemerahan. "Apa" Benarkah itu, Bi-moi" Tidak bohongkah encimu itu?"
Kui Bi menggeleng kepalanya, "Enci Kui Lan tidak pernah berbohong kepadaku, koko. Suaranya menunjukkan bahwa ia tidak berbohong, dan ketika aku bertanya di mana adanya pusaka yang aselinya, ia menjawab acuh, seperti hendak mengelak."
"Kalau begitu, aku harus bertanya sendiri, dan sekalian membujuk mereka agar suka membantu" Setelah berkata demikian, Sia Su Beng keluar dari ruangan itu dengan langkah lebar. Dia segera memanggil pembantunya dan memerintahkan agar mengerahkan seregu pasukan yang pilihan dan kuat untuk mengepung gedung bekas tempat tinggal Bouw Koksu yang kini dijadikan tempat tinggal empat orang muda itu.
Dia tahu betapa lihainya mereka, maka diapun harus membuat persiapan dengan pasukannya.
Ketika Sia Su Beng setengah berlari tiba di ruangan depan istana, terdengar seruan di belakang, "Koko, tunggu dulu, aku ikut!" Ternyata Kui Bi yang mengejarnya dan mereka berdua lalu menunggang kuda keluar dari halaman istana menuju ke gedung tempat tinggal empat orang muda itu.
Di sepanjang jalan, orang-orang memberi hormat kepada Panglima Sia Su Beng, akan tetapi panglima yang sedang gelisah hatinya ini seperti tidak melihatnya atau memperdulikan mereka.
Setelah tiba di gedung yang dahulunya menjadi tempat tinggal Kui Bi itu, mereka melompat turun dari atas kuda dan Kui Bi mendahului tunangannya berlari memasuki gedung yang pintu depannya terbuka.
"Enci Lan! Han-koko!!"
Ia berteriak-teriak dan mencari-cari ke dalam gedung yang besar itu, Sunyi saja, tidak ada jawaban. Juga Sia Su Beng mencari-cari tanpa hasil. Kemudian nampak seorang laki-laki tua berlari-lari masuk dari belakang.
"Ah, Ciangkun dan Siocia!" kata bekas pelayan itu dengan gugup dan segera memberi hormat.
Sia Su Beng sudah menghardik di memegang lengan orang itu. "Hayo cepat katakan, di mana mereka berempat?"
"Ciangkun maksudkan..... kedua kongcu dan kedua siocia itu....?"
"Ya, di mana mereka?" Kui Lan juga bertanya.
"Sejak pagi tadi mereka sudah pergi, tidak mengatakan kemana mereka pergi, hanya memesan agar kami semua menanti saja di rumah belakang...."
"Keparat! Mereka membawa apa " bentak Sia Su Beng.
Pelayan itu nampak ketakutan bingung. "Tidak membawa apa-apa, ehh. buntalan pakaian di punggung mereka. bahkan mereka tidak menunggang kuda, hanya berjalan kaki keluar dari gedung, nampak tergesa-gesa."
"Ah, mereka telah melarikan diri! Cepat, kita harus mengejar mereka" Sia Su Beng sudah meloncat keluar, diikuti oleh Kui Bi. Setelah tiba di luar gedung, Sia Su Beng bertepuk tangan dan bermunculanlah, para perajurit yang tadi telah mengepung gedung itu dengan bersembunyi. Baru sekarang Kui Bi melihat bahwa tunangannya itu tadi telah mengerahkan pasukan untuk mengepung gedung, ia mengerutkan alisnya melihat tunangannya memerintahkan para pembantunya untuk minta bantuan pasukan dan melakukan pengejaran terhadap empat orang muda itu ke empat penjuru!
"Kejar dan cari mereka, melalui empat pintu gerbang!" perintahnya dengan muka merah.
Sebuah tangan dengan halus menyentuh lengan kiri Sia Su Beng yang sedang marah. Sia Su Beng menoleh dan ternyata kekasihnya yang sedang memandang kepadanya dengan wajah sedih. "Koko, ingat, mereka adalah kakak-kakakku," katanya lirih.
Sia Su Beng menghela napas panjang. "Jangan khawatir, Bi-moi. Aku sudah memerintahkan para panglima untuk mengajak mereka kembali dengan halus, atau kalau mereka melawanpun hanya menangkap mereka, tidak melukai apa lagi membunuh. Kau tahu, aku tidak memusuhi mereka, tidak membenci mereka, akan tetapi mereka harus menyerahkan Mestika Burung Hong Kemala yang aseli kepadaku."
Hati Kui Bi terasa lega. ia percaya kepada kekasihnya, Iapun diam-diam mengharapkan agar pasukan tidak akan mampu menangkap empat orang muda itu karena mereka sudah pergi lama, sejak pagi tadi dan mengingat bahwa mereka Itu tidak berkuda, dan memiliki ilmu kepandaian tinggi, akan sukarlah untuK melacak mereka. Dengan berjalan kaki mereka dapat mengambil jalan melalui dusun-dusun dan sawah ladang, melalui bukit-bukit sehingga tidak meninggalkan jejak.
Apa yang diharapkan Kui Bi memang terjadi. Biarpun pasukan-pasukan berkuda yang kuat dan banyak melakukan pengejaran ke empat penjuru, mereka tidak menemukan apa-apa. Akhirnya, para komandan itu memecah pasukan mereka merupakan regu-regu yang hanya terdiri dari dua belas orang setiap regu, menyusup-nyusup dan banyak pula yang melakukan pencarian dengan berjalan kaki.
Cin Han, Kim Hong, Hui San dan Kui Lan memang tadi nampak tergesa-gesa ketika meninggalkan gedung dan keluar dari pintu gerbang kota raja, akan tetapi setelah mereka jauh meninggalkan kota raja, mereka berjalan santai saja. Mereka sengaja mengambil jalan melalui sebuah bukit di sebelah barat kota raja yang penuh hutan sehingga mereka tidak meninggalkan jejak dan akan menyukarkan mereka yang mungkin akan melacak mereka.
Mereka sudah menduga bahwa kalau Sia Su Beng mengetahui bahwa mereka telah pergi tanpa pamit, tentu panglima yang cerdik itu akan cepat mengerahkan pasukan melakukan pengejaran. Kalau Kui Bi memberitahu bahwa pusaka di tangannya itu palsu, tentu Sia Su Beng akan mencurigai mereka dan bertekad untuk mendapatkan pusaka aselinya dengan menangkap mereka.
Akan tetapi mereka berempat sama sekali tidak menduga bahwa usaha pelacakan yang dilakukan Sia Su Beng itu demikian bersungguh-sungguh sehingga setelah lewat tiga hari, mereka berempat sudah merasa lega dan sama sekali tidak mengira bahwa mereka akan dapat disusul para pengejar.
Setelah melarikan diri lewat tiga hari, empat orang itu berhenti di sebuah hutan kecil untuk beristirahat dan berlindung dari terik matahari siang itu. Mereka membuka buntalan berisi makanan terdiri dari roti dan daging kering yang mereka beli dalam perjalanan melewati sebuah dusun kemarin sore. Kui Lan dan Kim Hong memasak air dan memanggang daging kering setelan tadi Hui San mendapatkan air jernih!
Air di panci itu sudah mulai mendidih
dan bau daging kering yang dipanggang sudah menimbulkan selera karena sedapnya ketika mereka tiba-tiba saja berhenti bergerak dan memperhatikan sekeliling karena mereka mendengar suara orang.
Kiranya, api yang mereka buat untuk memasak air dan memanggang daging kering, ditambah bau sedap daging panggang, menarik munculnya delapan orang di tempat itu. Melihat delapan orang yang berpakaian preman itu, mengertilah empat orang pelarian ini bahwa mereka berhadapan dengan delapan orang jagoan yang menjadi anak buah Sia Su Beng karena empat orang di antara mereka adalah guru-guru silat yang melatih para perajurit pasukan khusus Sia-ciangkun.
Dengan sikap tenang, Cin Han yang masih berjongkok lalu bangkit berdiri perlahan dan bertanya, suaranya tenang namun juga berwibawa.
"Apa artinya ini" Ada keperluan apakah kalian datang menyusul kami?"
Delapan orang itu juga bersikap tenang dan hormat. Mereka maklum bahwa dua orang pemuda dan dua orang. gadis ini bukanlah sembarang orang. Bahkan dua orang di antara mereka adalah kakak-kakak nona yang menjadi tunangan atasan mereka. Mereka sudah tahu bahwa keempat orang ini memiliki kepandaian tinggi dan tidak mudah ditundukkan.
"Ji-wi kongcu dan ji-wi siocia,' harap maafkan kami. Kami diutus Sia-ciangkun untuk mengejar kalian berempat dan minta kepada kalian agar kembali ke kota raja karena Sia-ciangkun ingin bertemu dan bicara dengan kalian," kata seorang di antara mereka yang bertubuh tinggi besar bermuka hitam, seorang di antara empat guru silat pelatih pasukan khusus.
"Begitukah?" kata Cin Han. "Kalian delapan orang utusan, kembalilah ke kota raja dan katakan kepada Sia-ciang kun bahwa kami berempat sudah tidak mempunyai urusan apapun dengan dia lagi dan kami hendak melanjutkan perjalanan kami, harap kalian tidak meng ganggu kami lagi.',
"Kongcu, kalau kami lakukan itu tentu kami akan menerima hukuman dari Sia-ciangkun. Kami telah diberi tugas kalau kami tidak dapat melaksanakannya dengan baik, tentu kami mendapat kemarahan."
"Hemm, bagaimana kalau kami menolak permintaan kalian untuk kembali k kota raja?" tanya pula Cin Han yang menjadi juru bicara mereka berempat.
Si tinggi besar muka hitam mencabut pedangnya, diikuti tujuh orang rekannya dan dia berkata, "Tugas kami adalah bahwa kalau kalian menolak, kami harus memaksa dan menangkap kalian!"
"Bagus! Hendak kulihat bagaimana kalian menangkap kami!" Kim Hong yang sudah marah sekali meloncat bangun dan ia sudah mencabut sepasang pedang terbangnya yang diikat tali. Kui Lan juga sudah menyambar sebatang ranting sebesar ibu jari kaki dan sepanjang lengannya. Hui San tertawa dan pemuda inipun sudah mencabut pedangnya.
"Ha-ha-ha, sudah kuduga bahwa Sia Su Beng tentu akan mempergunakan kekerasan. Kami sudah siap menghadapi kalian!"
Cin Han sendiri memegang sebatang tongkat yang memang sudah dia per siapkan dalam pelarian itu. Melihat betapa empat orang muda itu sudah bangkit dan mempersiapkan senjata mereka, si tinggi besar muka hitam berteriak memberi aba-aba dan mereka berdelapan sudah mengepung empat orang itu.
Souw Hui San yang masih tersenyum itu berseru. "Wah, mari kita berlumba. Seorang melawan dua orang dan kita lihat siapa di antara kita yang paling cepat mendapatkan kemenangan!" Setelah berkata demikian, dia sudah menerjang ke arah dua orang yang terdekat dengannya. Pedangnya yang digerakkan amat cepat itu sudah membentuk gulungan sinar yang dengan cepat sekali menyambar berturut-turut ke arah kedua orang yang dipilihnya.
Tidak ada jalan lain lagi bagi kedua orang itu untuk menyambut dengan tangkisan pedang mereka dan segera Hui San dikeroyok dua.
Cin Han, Kui Lan, dan Kim Hong juga sudah menyerang masing-masing dua orang lawan dan terjadilah pertandingan amat yang seru di tempat itu. Teriakan Hui San tadi bukan sekedar main-main Dia melihat bahwa delapan orang itu agaknya memiliki ilmu barisan pat-kwa yaitu barisan pedang segi delapan dan kalau mereka diberi kesempatan membentuk pat-kwa-kiam-tin (barisan pedang segi delapan), maka akan merupakan lawan yang berbahaya.
Maka, dia berteriak agar mereka masing-masing melawan dua orang musuh, dan hal ini jauh lebih ringan dibandingkan kalau mereka berempat menghadapi pat-kwa-kiam-tin.
Memang Hui San ini orangnya lincah dan cerdik sekali. Karena mereka berempat sudah menyerang masing-masing dua orang, maka delapan orang itu tidak sempat lagi membentuk pat-kwa-kiam tin dan terpaksa harus membela diri dan pertandingan terpecah menjadi empat. Kim Hong sendiri tadi mendahului kekasihnya untuk menyerang si tinggi besar muka hitam.
Gadis murid Si Naga Hitam ini merupakan orang yang paling lihai di antara mereka berempat. Hal itu adalah karena ia telah minum darah ular hitam kepala merah, yang selain mendatangkan tenaga sin-kang yang amat hebat, juga tubuhnya kebal terhadap segala macam racun, bahkan tubuhnya, kalau ia mengerahkan tenaga tertentu, dapat mengeluarkan hawa beracun yang mematikan! ia menduga bahwa si tinggi besar muka hitam yang memimpin delapan orang itu tentu yang terlihai, maka ia mendahului Cin Han, menyerang si tinggi besar dan seorang temannya yang berdiri di dekatnya.
Melihat hebatnya dua sinar pedang terbang itu menyambar kearah mereka, si tinggi besar dan teman nya terpaksa harus menyambutnya dan segera terjadi pertandingan yang amat hebat.
Cin Han sendiri memainkan tongkatnya dengan ilmu silatnya yang dia pelajari dari gurunya, Sin-tung Kail ong, yaitu Tai-hong-pang. Ilmu tongkal Tai-hong-pang (Tongkat Angin Badai) ini memang hebat sekali, begitu digerakkan, nampak gulungan sinar tongkat yang mendatangkan angin menyambar-nyambar disertai suara yang bersiutan, membuat dua orang pengeroyoknya terkejut dan harus cepat memutar pedang melindungi tubuhnya.
Permainan sebatang ranting di tangan Yang Kui Lan juga membuat dua orang pengeroyoknya sibuk sekali. Ranting itu, dimainkan dengan ilmu silat Hong-in-sin-pang (Tongkat Sakti Angin dan Awan) bergerak halus seperti dipakai menari saja, akan tetapi bagi kedua orang pengeroyoknya, ranting itu seperti berubah menjadi puluhan batang banyaknya yang menghujankan totokan-totokan ke arah jalan darah dan bagian tubuh yang berbahaya.
Pertandingan itu tidak berlangsung terlalu lama karena delapan orang itu sama sekali bukan merupakan tandingan yang seimbang bagi empat orang muda itu. Apa lagi empat orang muda Itu terpengaruh oleh ajakan Hui San untuk berlumba siapa yang lebih dulu dapat mengalahkan dua orang lawan masing masing, maka mereka semua mengerahkan seluruh tenaga dan memainkan jurus-jurus mereka yang paling hebat.
Belum sampai lima belas jurus, dua orang yang mengeroyok Kim Hong, yaitu si tinggi besar muka hitam dan seorang kawannya, roboh berturut-turut dengan luka terobek pedang di pundak dan paha mereka. Robohnya dua orang ini diikuti robohnya dua orang yang mengeroyok Cin Han.
Tongkatnya merobohkan mereka dengan pukulan pada lambung dan totokan pada dada sehingga membuat yang dadanya tertotok tongkat itu menjadi pingsan. Setelah dua orang ini roboh, disusul robohnya dua orang pengeroyok Kui Lan. Karena gadis ini hanya mempergunakan sebatang ranting biasa, maka setelah duapuluh jurus, baru ia berhasil menotok roboh dua orang peng royoknya yang menjadi lumpuh kaki tangannya.
Kini mereka bertiga menoleh dari melihat betapa Hui San yang mengajak berlumba tadi masih menghadapi pengeroyokan kedua orang lawannya. Akan tetapi, kedua orang lawan itu sudah tidak utuh lagi. Mereka terpincang-pincang mengeroyok Hui San, dan pakaian mereka sudah robek-robek dengan luka-luka kecil merobek kulit mereka di mana-mana. Jelaslah bahwa Hui San sengaja tak segera merobohkan mereka, hanya mempermainkan, membuat kaki mereka terpincang-pincang dan tubuh mereka luka-luka kecil akan tetapi tidak sampai merobohkan mereka.
Tentu saja Hui San tidak berani mendahului Kui Lan merobohkan kedua lawannya, karena dia tidak ingin melihat gadis yang dipujanya itu merobohkan dua orang lawannya paling akhir!
"San-ko, kenapa engkau masih mempermainkan mereka" Cepat hentikan, kita harus cepat pergi," kata Kui Lan.
Mendengar ucapan kekasihnya itu, Hui San memutar pedangnya cepat-cepat, membuat kedua orang itu hanya mampu menangkis saja, dan dia berkata, "Kalian dengar" Hayo cepat roboh, atau harus aku yang merobohkan kalian dan melukai kalian?"
Mendengar ini, dua orang yang melihat betapa enam orang kawan mereka sudah roboh semua dan mereka sendiripun jelas bukan lawan pemuda lihai itu, mengerti bahwa mereka akan terluka parah kalau tidak menaati. Maka, merekapun segera melempar pedang dan melempar tubuh mereka ke belakang, terguling-guling dan tidak bangkit lagi!
Hui San tertawa bergelak, akan tetapi Kim Hong cemberut. "Sialan sekali, daging kita hangus dan roti kita kotor semua!" ia menendang makanan yang tidak dapat dimakan lagi itu.
"Dan airpun sudah tumpah habis,"' kata Kui Lan dan iapun mengambil panci kosong dan prabot lain untuk dibawa sebagai bekal.
Cin Han menghampiri si tinggi besar. "Katakan kepada Sia Su Beng bahwa hanya karena melihat dan mengingat adikku Yang Kui Bi sajalah kami tidak membunuh kalian!"
"Terima kasih, kongcu" kata si tinggi besar, maklum bahwa apa yang diucapkan pemuda itu memang sebenarnya. Empat orang muda itu segera meninggalkan hutan dan melanjutkan perjalanan mereka dengan cepat menuju ke barat.
odwo Sia Su Beng merasa kecewa sekali karena pasukannya tidak berhasil menangkap empat orang muda itu. Akan tetapi, hal itu tidak membuat dia mundur dalam tekadnya untuk mempertahankan kekuasaannya atas kota raja.
Bahkan dia lalu menghimpun kekuatan pasukannya untuk mengatur daerah dan memperkuat kubu pertahanan di bagian barat untuk menghadapi pasukan Kerajaan Tang yang tentu akan berusaha merebut kekuasaan kembali.
Yang Kui Bi membantu kekasihnya dengan sepenuh hati. Ia amat mencinta dan dicinta Sia Su Beng, dan iapun terseret ke dalam ambisi kekasihnya yang ingin menjadi kaisar! Iapun tentu saja akan merasa bangga dan bahagia sekali kalau dapat menjadi permaisuri kaisar!
Dan perang tentu saja tidak terelakkan lagi! Menurut catatan sejarah, ketika Pasukan Kaisar Su Tsung yang di pimpin oleh Panglima Besar Kok Cu It, dibantu oleh banyak pasukan dari suku-suku bangsa di utara dan barat, maka terjadilah pertempuran hebat di bagian barat.
Kedua pihak tidak ada yang mau mengalah. Pasukan Kerajaan Tang bertekad merebut kembali kekuasaannya yang dahulunya terjatuh ke tangan pemberontak An Lu Shan dan sekarang terjatuh ke tangan Sia Su Beng, sedangkan Sia Su Beng dan kawan-kawannya juga bertekad mempertahankan kekuasaan mereka.
Setelah Souw Hui San menyerahkan Mestika Burung Hong Kemala kepada Kaisar Su Tsung, dia tidak mau menerima imbalan jasa seperti yang ditekankan kepadanya oleh Yang Kui Lan. Bahkan dua pasang pendekar yang saling mencinta itu, yaitu Yang Cin Han dengan Can KimHong dan Yang Kui Lan dengan Souw Hui San, meninggalkan pasukan Kerajaan Tang dan tidak mau melibatkan diri ke dalam perang. Hal ini adalah karena Cin Han dan Kui Lan teringat akan adik mereka, Yang Kui Bi, yang mereka tahu membantu Sia Su Beng.
Mereka berdua tidak tega memusuhi adik mereka, sedangkan kekasih mereka, Kim Hong dan Hui San, tentu saja mengikuti jejak mereka dan dua pasang pendekar itu lalu melangsungkan pernikahan secara sederhana, kemudian hidup sebagai rakyat biasa, tidak mau mencampuri perang saudara yang saling memperebutkan kekuasaan itu.
Dan bagaimana dengan Sia Su Beng dan Yang Kui Bi" Kedua orang inipun menikah, dirayakan besar-besaran, dan keduanya juga mati-matian mempertahankan kekuasaan mereka.
Menurut catatan sejarah, perang yang dilakukan oleh pasukan Kerajaan Tang untuk merebut kembali kekuasaannya itu berlangsung berlarut-larut sampai sembilan atau sepuluh tahun! Dapat dibayangkan betapa hebat pengorbanan yang terjadi dalam perang perebutan kekuasaan ini.
Rakyat pula yang menderita. Para perajurit yang tewas sampai ratusan ribu orang banyaknya. Harta benda rakyat dirampok atau dibakar, banyak pula rakyat yang tidak tahu apa-apa menjadi korban.
Dalam tahun 766, kurang lebih sepuluh tahun kemudian, barulah pasukan Tang dapat merebut kembali kota raja, dan Kerajaan Tang dapat dibangun kembali di atas puing kehancuran akibat perang. Untuk pertahanan terakhir, Sia Su Beng dan Yang Kui Bi bertempur mati matian di kota raja, sampai keduanya gugur dan tewas seperti ribuan perajurit lain.
Yang tidak dicatat sejarah, bahkan jarang ada yang mengetahui adalah bahwa sebelum suami isteri yang kukuh ini menyambut pasukan musuh yang sudah memasuki kota raja, mereka masih sempat menitipkan anak tunggal mereka, seorang putera, kepada seorang wanita pengasuh yang berhasil menyelundupkan anak itu keluar dari istana, kemudian melarikan diri bersama para pengungsi, anak laki-laki berusia lima tahun yang dapat diselamatkan dengan diakui sebagai anaknya sendiri.
Sampai di sini, selesailah sudah kisah Mestika Burung Hong Kemala ini.
Sesungguhnya, pusaka ini hanyalah sebuah benda mati, hanya sebagai lambang belaka, dan yang diperebutkan adalah kekuasaan itulah. Kenapa kekuasaan di perebutkan" Karena kuasa berarti menang, berarti selalu benar, selalu baik, selalu menang dan selalu enak! Semoga kisah ini ada manfaatnya bagi kita semua.
TAMAT
***** Sahabat Karib.com *****
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment