Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Suling Naga
Jilid 20
SEMENTARA
itu, saat melihat pintu kamar tahanannya terbuka dan melihat Sin-kiam Mo-li
masuk, sukar sekali bagi Hong Beng untuk menahan dirinya untuk tidak
menerjangnya. Akan tetapi ia teringat akan pesan Bi-kwi. Ia harus berhati-hati
karena Bi-kwi bermaksud untuk menyelamatkan Hong Li. Kalau dia sembrono dan
hanya menurutkan nafsu hati lalu menyerang Mo-li, jangan-jangan dia membuat
kapiran semua rencana Bi-kwi yang belum diketahuinya bagaimana.
Karena itu,
ketika Mo-li menyentuh lengan dan pundaknya untuk meyakinkan diri, dia membuat
tubuhnya lumpuh dan jalan darahnya berjalan sangat lambat sehingga wanita itu
percaya bahwa dia benar-benar berada dalam pengaruh bius yang amat kuat. Ia pun
membiarkan saja wanita itu merangkulnya, menciumnya kemudian tertawa kecil dan
menuntunnya keluar dari dalam kamar penjara.
Ia bertemu
dengan Bi-kwi di luar kamar tahanan, dan melihat Hong Li sudah terkulai lemas
dipanggul oleh Bi-kwi. Bi-kwi tersenyum kepadanya.
"Bagaimana
Mo-li? Tidak manjurkah obatku?"
"Memang
ampuh sekali, dan aku berterima kasih padamu, Bi-kwi," kata Sin-kiam Mo-li
sambil merangkul pinggang Hong Beng.
"Gu
Hong Beng...," kata Bi-kwi dan Mo-li mengira bahwa rekannya itu akan
mengejek tawanannya, akan tetapi ternyata panggilan itu oleh Bi-kwi disambung
dengan seruan, "... serbuuu...!"
Dan ia
sendiri mengirim tamparan keras ke arah kepala Mo-li! Tentu saja Sin-kiam Mo-li
terkejut bukan main. Cepat ia miringkan tubuhnya mengelak dari tamparan yang
amat berbahaya itu. Akan tetapi pada saat itu Hong Beng juga telah
menyerangnya. Pemuda ini tadi dirangkul pinggangnya, maka hantaman Hong Beng
yang amat dekat itu sukar sekali dielakkan dan biar pun ia sudah membuang diri,
tetap saja punggungnya terkena pukulan tangan Hong Beng.
"Bukkk!"
Tubuh
Sin-kiam Mo-li terpelanting keras dan ketika ia meloncat berdiri, dari mulutnya
keluar darah segar! Wanita ini ternyata kuat sekali karena hantaman itu sama
sekali tak membuatnya lemah. Dia bahkan mencabut pedangnya dan memandang dengan
mata penuh kemarahan kepada Bi-kwi dan Hong Beng.
"Bi-kwi...
manusia hina, khianat dan curang!" bentaknya.
"Hong
Beng, bawa dia keluar dari sini, suruh dia menjadi penunjuk jalan. Cepat...
biar kuhadapi siluman ini!" kata Bi-kwi sambil melemparkan tubuh Hong Li
yang diam-diam telah ia bebaskan totokannya kepada Hong Beng.
Pemuda itu
cepat menangkap Hong Li. Dipondongnya gadis cilik itu, kemudian maklum bahwa
yang terpenting adalah menyelamatkan Hong Li, dia meloncat keluar dari tempat
tahanan itu.
Mo-li hendak
mengejar, akan tetapi Bi-kwi sudah menghadang di depannya dan Bi-kwi juga
mencabut pedangnya, menghadang Mo-li sambil tersenyum mengejek.
"Nah,
sekarang kita boleh mengadu kepandaian, Mo-li. Akulah lawanmu!"
Saking
marahnya, Sin-kiam Mo-li tidak mampu mengeluarkan suara apa pun, bahkan saking
marahnya, ia tak ingat untuk berteriak minta bantuan para pelayan dan juga para
tamunya untuk mencegah Hong Beng dan Hong Li melarikan diri. Mulutnya
menyeringai penuh kebencian, sepasang matanya mencorong seolah-olah ia hendak
menelan Bi-kwi bulat-bulat. Ia lantas mengeluarkan suara melengking nyaring dan
pedangnya berubah menjadi sinar berkelebat, tahu-tahu pedang itu telah
menyambar dan menusuk ke arah dada Bi-kwi.
"Cringgg...!"
Bunga api
berpijar menyilaukan mata ketika dua batang pedang bertemu. Bi-kwi merasa
betapa telapak tangannya panas dan lengan kanannya tergetar hebat. Maklumlah
dia bahwa Sin-kiam Mo-li memang sesuai dengan julukannya, Iblis Betina
Berpedang Sakti, amat hebat ilmu pedangnya.
Oleh karena
itu, sambil melawan dengan pedang, Bi-kwi mengeluarkan ilmu-ilmu tangan
kosongnya yang tidak kalah hebatnya. Dia mengisi tangan kirinya dengan ilmu
yang disebut Kiam-ciang (Tangan Pedang), ilmu dari Sam Kwi yang amat terkenal.
Dengan ilmu ini, tangan kirinya kalau dipergunakan untuk menyerang, tiada
ubahnya sebatang pedang pula, yang selain amat kuat, juga dapat membabat
anggota tubuh lawan sampai buntung, bahkan lengan kiri ini berani menangkis
senjata tajam karena telah dilindungi kekebalan Kiam-ciang.
Di samping
ini, ia juga merubah-rubah ilmu pedangnya karena memang wanita ini telah
mewarisi semua ilmu dari ketiga orang gurunya, yaitu mendiang Hek Kwi Ong si
Raja Iblis Hitam, Im kan-kwi si Iblis Akhirat dan Iblis Mayat Hidup yang
ketiganya merupakan datuk sesat yang terkenal dengan julukan Sam Kwi (Tiga
Iblis).
Akan tetapi
sekali ini Bi-kwi bertemu lawan yang sangat tangguh pula. Sin-kiam Mo-li adalah
anak angkat mendiang Kim Hwa Nionio, sudah mewarisi semua ilmu dari nenek sakti
itu dan ditambah dengan pengalamannya yang luas, ia merupakan seorang wanita
yang amat lihai, bukan saja dalam ilmu silat, melainkan juga memiliki kekuatan
batin yang hebat karena ia pernah mempelajari ilmu sihir.
Kalau saja
ia tidak menghadapi seorang yang juga sudah matang seperti Bi-kwi, tentu ia
dapat menjatuhkan lawan dengan ilmu sihirnya. Bahkan kini pun, dengan mengeluarkan
lengkingan-lengkingan tajam yang mengandung kekuatan batin, beberapa kali
Bi-kwi merasa jantungnya tergetar dan terguncang hebat yang hampir saja
melumpuhkannya. Tetapi, maklum akan kesaktian lawan, Bi-kwi lalu mengerahkan
segala kemampuan dan tenaganya untuk melakukan perlawanan dengan amat gigihnya.
Hong Beng
memondong Hong Li keluar dari kamar tahanan itu menurutkan petunjuk Hong Li.
Ternyata lorong yang membawa mereka ke atas itu tidak terjaga. Tiga orang
pelayan Mo-li agaknya sedang asyik melayani tujuh orang tosu bersama
wanita-wanita dusun.
Hong Li
minta turun dari pondongan karena tubuhnya sudah terasa segar kembali dan gadis
inilah yang menjadi petunjuk jalan untuk keluar dari daerah berbahaya itu. Akan
tetapi, tiba-tiba Hong Beng teringat akan Bi-kwi. Bagaimana dia dapat melarikan
diri dan meninggalkan Bi-kwi di tempat yang berbahaya itu? Selama ini dia telah
salah sangka terhadap Bi-kwi, bahkan terhadap Bi Lan dan Sim Houw!
Dia sudah
menganggap bahwa Bi-kwi adalah seorang wanita iblis yang tidak mungkin menjadi
baik kembali. Akan tetapi, kini dia melihat kenyatan betapa keliru pendapatnya
itu, pendapat yang dahulu didorong oleh perasaan iri dan cemburu karena
cintanya terhadap Bi Lan gagal. Kini baru nampak olehnya, Bi-kwi telah menjadi
seorang wanita yang gagah perkasa.
Hal ini
telah dibuktikannya. Bi-kwi rela mengorbankan diri, menghadapi Sin-kiam Mo-li
yang demikian lihainya, yang masih dibantu tujuh orang tosu. Bi-kwi mengorbankan
diri demi menyelamatkan dia dan Hong Li. Dan bagaimana mungkin dia sekarang
melarikan diri meninggalkan wanita itu begitu saja diancam bahaya maut? Ahhh.
"Sumoi,
tentu engkau tahu jalan keluar, bukan?"
"Tentu
saja, aku sudah hafal jalan di sini dengan semua rahasianya. Jangan khawatir,
suheng. Aku akan membawamu keluar dari sini dengan aman."
"Bukan
itu yang kukhawatirkan, sumoi. Engkau sekarang larilah secepatnya keluar dan
setelah di luar daerah ini, carilah sepasang pendekar yang bernama Sim Houw dan
Can Bi Lan, lalu bawalah mereka masuk untuk membantu kami. Aku harus cepat
kembali untuk membantu nona Ciong Siu Kwi."
"Siapakah
itu?"
"Wanita
tadi..."
"Ahhh,...
siluman itu?"
"Tidak,
sumoi. Dia hanya pura-pura, termasuk siasatnya agar dipercaya oleh Sin-kiam
Mo-li. Ia datang untuk menyelamatkan engkau dan ia datang bersama Sim Houw dan
Bi Lan itulah. Sudah, aku tidak dapat bicara banyak, engkau cepatlah lari
mencari bantuan mereka. Kalau terlambat, mungkin nona Ciong dan aku akan tewas
di tangan Mo-li dan tujuh orang tosu itu!" Tanpa menanti jawaban, Hong
Beng melompat dan lari kembali ke arah bangunan besar di tengah hutan dan rawa
itu.
Sejenak Hong
Li berdiri bingung, akan tetapi ia pun dapat menangkap apa yang terjadi menurut
cerita Hong Beng tadi, maka ia pun cepat melompat dan melanjutkan larinya ke
luar dari daerah itu. Ia merasa amat khawatir akan keselamatan pemuda yang
menjadi suheng-nya itu, dan ia harus dapat cepat menemukan sepasang pendekar
seperti yang dikatakan oleh Hong Beng tadi.
Juga kini
Hong Li baru melihat kenyataan betapa gurunya, Sin-kiam Mo-li, yang selama ini
dianggapnya menjadi ibu angkat dan gurunya, amatlah jahatnya. Maka ia pun tidak
ragu-ragu untuk membantu Gu Hong Beng, kalau perlu ia bahkan siap untuk
menentang kejahatan subo-nya sendiri.
Perkelahian
antara Bi-kwi dan Mo-li berjalan dengan sangat serunya dan selama itu, keduanya
masih nampak seimbang. Walau pun Mo-li lebih kuat dalam tenaga sinkang, akan
tetapi kekurangan Bi-Kwi diimbangi dengan kemenangannya dalam ilmu silat yang
banyak ragamnya, terutama sekali Ilmu Sam-kwi Cap-sha-kun yang merupakan
ciptaan terakhir dan hasil kerja gabungan dari ketiga orang tokoh sesat itu.
Akan tetapi,
setelah berkelahi selama empat puluh jurus lebih, mendadak bermunculan tujuh
orang tosu Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai yang menjadi tamu di rumah itu.
Akhirnya mereka mendengar juga akan perkelahian itu ketika seorang di antara
tiga pelayan yang kebetulan mempunyai keperluan ke belakang, mendengar suara
denting pedang beradu yang keluar dari lorong rahasia bawah tanah.
Ang Nio,
pelayan ini, segera memasuki lorong dan melihat betapa Mo-li berkelahi mati
matian melawan Bi-kwi, sedangkan dua ruangan tahanan telah kosong. Ang Nio
cepat berlari ke atas memberi tahu kepada tujuh orang tosu itu dan minta
bantuan. Ketujuh orang tosu itu cepat berlompatan keluar dari dalam kamar
sambil membetulkan pakaian mereka dengan tergesa-gesa, lalu mereka memasuki
lorong bawah tanah.
Melihat
betapa Mo-li berkelahi dengan mati-matian melawan Bi-kwi, mereka pun tanpa
diminta sudah maju mengepung. Melihat munculnya tujuh orang musuh baru ini,
Bi-kwi maklum bahwa ia terancam bahaya maut, namun ia sudah nekat. Ia rela
mati, namun hatinya lega karena Hong Beng dan Hong Li tentu sudah dapat keluar
dengan selamat.
Ia tidak
takut mati, apa lagi mati sebagai seorang gagah yang menentang kejahatan.
Suaminya yang amat dicintanya tentu maklum, dan akan merasa bangga pula dengan
kematiannya. Maka, dengan penuh semangat, pedang di tangan dan tubuh basah oleh
peluh, ia siap untuk mempertahankan nyawanya sampai titik darah terakhir.
Sementara
itu, Sin-kiam Mo-li sudah marah sekali kepada Bi-kwi. Demikian besar rasa marah
dan bencinya sehingga ia berseru kepada tujuh orang tosu yang membantunya,
"Jangan bunuh perempuan keparat ini! Boleh saja buntungi kaki tangannya,
akan tetapi jangan buntungi lehernya. Aku ingin menangkapnya hidup-hidup,
menyiksanya sepuas hatiku. Pengkhianat keji ini harus mengaku mengapa ia
membalik dan membela para pendekar!"
Seruan yang
timbul dari kebencian dan kemarahan yang bergelora ini bahkan menolong nyawa
Bi-kwi. Kalau saja tidak ada larangan itu, para tosu maju mengeroyok, agaknya
tidak sampai sepuluh jurus Bi-kwi akan roboh dan tewas! Akan tetapi, karena
dilarang membunuh oleh Mo-li, tujuh orang tosu itu pun menyerang tanpa
menggunakan senjata dan mereka tidak melakukan serangan maut, melainkan
berusaha merobohkan saja dan menangkapnya. Tidaklah mudah menangkap seseorang
yang demikian lihainya seperti Bi-kwi tanpa membunuhnya!
Bi-kwi yang
hendak mempertahankan nyawanya sampai napas terakhir, menggunakan seluruh
kepandaiannya. Baru sakarang inilah selama hidupnya ia menghadapi lawan yang
demikian kuatnya. Delapan orang yang rata-rata memiliki tingkat yang tinggi,
dan untuk melawan seorang saja dari mereka sudah sukarlah baginya untuk keluar
sebagai pemenang. Apa lagi dikeroyok delapan!
Ia lalu
merubah-rubah ilmu silatnya. Bahkan ketika dalam benturan pedang yang amat
dahsyatnya pedangnya dan juga pedang di tangan Sin-kiam Mo-li terlempar dan
jatuh, ia melanjutkan perlawanan dengan kedua tangan kosong. Mo-li juga tidak
mengambil pedangnya karena ia merasa yakin bahwa jika dibantu oleh tujuh orang
tosu itu, tanpa pedangnya pun ia akan mampu menangkap Bi-kwi.
DALAM usaha
untuk membela diri dan kalau mungkin merobohkan para pengeroyoknya, Bi-kwi
menggunakan Hek-wan Sip-pat-ciang (Delapan Belas Jurus Silat Lutung Hitam) yang
merupakan ilmu khas dari mendiang Raja Iblis Hitam. Dengan ilmu silat ini,
kedua lengan Bi-kwi dapat mulur sampai dua kali lipat ukuran biasa!
Tentu saja
ilmu ini hebat bukan main dan para pengeroyoknya kadang-kadang berseru kaget
dan hampir celaka oleh serangan ilmu ini. Untung saja mereka itu berdelapan
sehingga yang lain cepat membantu kalau ada yang terdesak.
Juga dalam
menghadapi sambaran pukulan atau tendangan lawan, Bi-kwi melindungi dirinya
dengan Ilmu Kebal Kulit Baja yang dipelajarinya dari mendiang Iblis Akhirat,
juga tendangan Pat-hong-twi yang dapat dilakukan ke arah delapan penjuru dengan
secara susul-menyusul dan cepat serta kuat sekali.
Kadang-kadang
dia juga mengeluarkan pukulan Hun-kin Tok-ciang (Tangan Beracun Putuskan Otot)
dari mendiang Iblis Mayat Hidup. Tetapi di samping semua ilmu ini, Ilmu Pukulan
Kiam-ciang (Tangan Pedang) masih terus dia gunakan sehingga menggiriskan para
pengeroyoknya, walau pun para pengeroyok itu memiliki ilmu yang tinggi.
Sudah
berulang kali Bi-kwi menerima tendangan dan pukulan, tapi berkat perlindungan
Ilmu Kebal Kulit Baja, ia tidak menderita luka walau pun pakaiannya sudah robek
sana dan sini. Seluruh tubuhnya terasa nyeri-nyeri karena biar pun tidak
terluka, tetap saja guncangan-guncangan yang diterimanya membuat tubuhnya nyeri
semua.
Ia semakin
terdesak dan agaknya tidak lama lagi ia akan kehabisan tenaga dan napas dan
akan roboh tak berdaya sehingga ia akan menjadi korban kebencian Sin-kiam Mo-li
yang ingin menyiksanya habis-habisan sebelum membunuhnya!
Pada saat ia
kembali menerima sebuah tendangan yang kuat dari Ok Cin Cu, tosu yang agaknya
juga amat membencinya karena pernah dikecewakan oleh pelayanannya yang dingin,
hingga tubuhnya terbanting dan bergulingan, dan ia terpaksa menangkis dengan
kedua lengannya karena pada waktu ia bergulingan itu datang tendangan
bertubi-tubi, muncullah Gu Hong Beng!
Tanpa banyak
cakap lagi, Hong Beng menyerbu dan menyerang Ok Cin Cu sehingga tosu ini
terpelanting oleh sambaran angin pukulannya yang sangat panas karena ia tadi
menyerang dengan pengerahan tenaga Hwi-yang Sinkang, satu di antara ilmu
sinkang dari Pulau Es!
Hwi-yang
Sinkang (Tenaga Sakti Inti Api) mengeluarkan hawa panas dan sangat kuat
sehingga walau pun Ok Cin Cu tidak terkena pukulan secara langsung, tetap saja
dia terpelanting! Semua orang terkejut. Dan melihat munculnya pemuda ini,
Sin-kiam Mo-li menjadi girang. Kiranya pemuda ini belum lagi melarikan diri!
Sekarang ia akan dapat menangkapnya dan menyiksanya bersama Bi-kwi.
"Tangkap
pemuda jahanam ini pula!" bentaknya dan ia sendiri sudah menyerang Hong
Beng dengan dahsyatnya. Pemuda ini juga amat membenci Sin-kiam Mo-li, maka dia
pun mengerahkan tenaganya dan menangkis.
"Desss...!"
Keduanya terdorong ke belakang.
Hong Beng
merasa lega dan juga kagum melihat betapa Bi-kwi yang dikeroyok delapan orang
lihai itu masih dalam keadaan selamat, walau pun pakaiannya sudah
compang-camping dan wajahnya sudah pucat, dengan tubuh basah oleh keringat dan
tampaknya wanita itu lelah sekali. Namun, melihat Hong Beng, Bi-kwi terkejut.
"Bagaimana
dengan Hong Li?" tanyanya sambil meloncat ke belakang menghindarkan
serangan dua orang lawan.
"Harap
jangan khawatir, ia sudah selamat," kata Hong Beng. Ia makin kagum karena
dalam keadaan nyawanya sendiri terancam bahaya, wanita itu masih teringat
kepada anak itu.
"Kenapa
kau mencari penyakit dan tidak pergi saja?" kata pula Bi-kwi, agak
menyesal mengapa pemuda ini kembali untuk menyerahkan nyawa.
"Ciong-lihiap,
aku masih belum begitu tersesat untuk bisa membiarkan engkau sendirian terancam
bahaya. Mari kita hajar iblis-iblis ini!" kata Hong Beng.
Bi-kwi
terbelalak dan wajahnya menjadi cerah sekali, sepasang matanya bersinar dan
mencorong mendengar betapa ia disebut Ciong-lihiap oleh murid tokoh PULAU ES
itu. Ia tertawa.
"He-he-he,
engkau benar sekali, Gu-taihiap! Mari kita basmi siluman-siluman jahat
ini!"
Dan seperti
memperoleh tenaga baru, sebuah tendangan kilat mengenai paha Im Yang Tosu,
membuat tosu Pek-lian-kauw yang menjadi salah seorang di antara pengeroyok itu
terpelanting dan ketika meloncat bangun, kakinya agak terpincang. Dia
menyumpah-nyumpah dan menerjang lagi.
Dengan penuh
semangat, dua orang itu mengamuk dan mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian
mereka. Namun, delapan orang pengeroyoknya adalah orang-orang pandai yang
setingkat dengan mereka, maka perlahan-lahan, mulailah Bi-kwi dan Hong Beng
terdesak lagi. Mereka sudah mulai menerima hantaman-hantaman dan hanya karena
kekebalan tubuh mereka dan besarnya semangat mereka saja, maka dua orang gagah
ini masih terus melakukan perlawanan bagaikan dua ekor harimau yang sudah
terluka dan tersudut, pantang menyerah sebelum roboh!
Sementara
itu, dengan cepat sekali Hong Li lari menyusup-nyusup keluar dari daerah yang
berbahaya karena penuh dengan perangkap-perangkap itu. Berkat kecerdikannya,
karena ia sudah hafal benar keadaan di daerah itu, ia mampu berlari keluar di
tempat gelap tanpa terancam jebakan dan akhirnya sampai juga ia di luar daerah
tempat tinggal gurunya.
Sampai di
sini, Hong Li merasa bingung sekali. Ia disuruh mencari dua orang gagah yang
hanya diketahui namanya saja, yaitu Sim Houw dan Can Bi Lan. Akan tetapi ia
belum pernah bertemu dengan mereka dan tidak tahu bagaimana wajah mereka. Ia
tak akan mengenal mereka dan ke manakah ia harus mencari mereka?
Tetapi Hong
Li adalah seorang anak yang cerdik sekali. Ia membayangkan keadaannya. Sekarang
ia dapat menduga bahwa kalau suheng-nya yang bernama Gu Hong Beng itu datang
sendirian untuk menyelamatkannya. Karena itu wanita yang disebut Bi-kwi oleh
gurunya itu pasti datang bertiga bersama mereka yang kini harus dicarinya.
Agaknya
Bi-kwi itu mengenal subo-nya, maka menggunakan siasat berkunjung kepada gurunya
sebagai seorang sahabat dan kemudian bergerak dari dalam. Kalau demikian
halnya, sudah pasti kedua orang temannya itu menunggu di luar hutan ini dan
sekarang berada di suatu tempat tersembunyi. Mencari mereka tidaklah mungkin
karena mereka bersembunyi, maka ia pun lalu mulai memanggil-manggil dengan
suara nyaring.
"Dua
orang gagah yang bernama Sim Houw dan Can Bi Lan...! Ji-wi (kalian) keluarlah!
Sahabat ji-wi Bi-kwi berada dalam bahaya!"
"Sim
Houw dan Can Bi Lan...!"
Hong Li
berjalan ke sana-sini sambil berteriak-teriak. Usahanya berhasil. Belum sepuluh
kali ia memanggil kedua nama itu. Tiba-tiba berkelebat bayangan orang dan
tahu-tahu di depannya sudah berdiri seorang lelaki dan seorang perempuan yang
dapat dilihatnya dalam cuaca remang-remang yang ditimbulkan oleh sinar laksaan
bintang di langit.
"Siapa
engkau?" yang wanita menyapanya dengan suara tegas setengah menghardik.
"Aku
Kao Hong Li..."
"Ahhh...!"
Dua orang itu cepat memegang lengannya dengan lembut.
"Kiranya
adik Hong Li...! Apa artinya teriakanmu tadi?" tanya yang wanita.
"Aku yang bernama Can Bi Lan, aku sumoi dari Bi-kwi itu, dan aku sumoi
dari ayahmu..."
"Sumoi
dari ayah?"
"Tidak
ada waktu untuk bicara tentang itu. Hong Li, katakanlah, apa yang telah terjadi
dan bagaimana engkau dapat sampai ke sini?"
"Engkau
benar, bibi. Tidak ada banyak waktu untuk bicara. Kalianlah yang dicari oleh
mereka yang kini berada dalam bahaya besar. Mereka berdua terancam bahaya maut.
Di sana ada... Sin-kiam Mo-li dan tujuh orang tosu itu..."
"Berdua?
Suci Bi-kwi dengan siapa?"
"Ia
bersama suheng Gu Hong Beng. Tadinya suheng tertawan. Lalu muncul bibi Bi-kwi
yang berhasil membebaskan aku dan suheng. Akan tetapi suheng menyuruh aku
berlari sendiri dan dia kembali untuk membantu bibi Bi-kwi. Mari, mari cepat,
biar aku menjadi penunjuk jalan. Ji-wi harus membantu mereka!"
Tanpa
menanti, jawaban, Hong Li sudah melompat ke dalam hutan. Dua orang itu amat
kagum dan mereka pun cepat mengikuti jejak Hong Li yang mulai menyusup-nyusup
ke dalam hutan itu menuju ke tempat tinggal Sin-kiam Mo-li.
Kedatangan
Bi Lan dan Sim Houw sungguh pada saat yang tepat sekali. Ketika mereka tiba di
dalam rumah itu, mereka dihadang oleh tiga orang wanita yang bukan lain adalah
Pek Nio, Ang Nio dan Hek Nio, tiga orang pelayan dan juga pembantu dan murid
dari Sin-kiam Mo-li.
"Mereka
adalah pembantu-pembantu Sin-kiam Mo-li," bisik Hong Li kepada dua orang
itu.
"Tunggu!
Siapakah kalian dan mau apa?" bentak Pek Nio dengan pedang melintang di
depan dada.
Bi Lan yang
sudah mendengar bisikan Hong Li tadi membentak, "Menggelinding pergi
kalian!"
Dan ia pun
menerjang ke depan. Tiga orang wanita pelayan itu menyambutnya dengan serangan
pedang, akan tetapi begitu Bi Lan menggerakkan kaki tangannya, tiga orang itu
berpelantingan ke kanan kiri dan terbanting keras, tak dapat bangkit kembali!
Hong Li kagum bukan main melihat ini. Bibi gurunya! Adik seperguruan ayahnya!
Demikian lihai!
"Mari,
mari ke sini, bibi!" katanya sambil berlari masuk ke dalam rumah itu,
diikuti oleh Bi Lan dan Sim Houw. Hong Li membuka sebuah pintu rahasia dan mereka
pun memasuki terowongan bawah tanah.
Kalau tadi
Bi Lan dan Sim Houw masih heran dan bingung, belum percaya penuh akan
keterangan Hong Li bahwa Bi-kwi berada di situ bersama Gu Hong Beng, kini
mereka dapat melihat sendiri. Memang Hong Beng bersama Bi-kwi yang sedang
dikurung dan terdesak hebat oleh delapan orang pengeroyok itu! Sejenak mereka
merasa kaget dan heran sekali.
Hong Beng
bekerja sama dengan Bi-kwi menghadapi pengeroyokan delapan orang musuh! Sukar
untuk dapat dipercaya karena mereka tahu betapa besarnya perasaan benci dalam
hati Hong Beng terhadap Bi-kwi. Agaknya pemuda itu telah sadar sekarang dan hal
ini membuat Bi Lan demikian girangnya sehingga ia berteriak nyaring.
"Hong
Beng, jangan takut aku datang membantu!"
Sim Houw
juga tidak banyak cakap lagi. Begitu tiba di situ, PENDEKAR SULING NAGA ini
menggunakan pandang matanya yang tajam mencorong itu untuk menelitii keadaan.
Dia melihat bahwa baik tingkat kepandaian Hong Beng mau pun Bi-kwi tidak kalah
oleh tingkat masing-masing pengeroyok, dan dia merasa yakin bahwa Bi Lan akan
mampu mengalahkan setiap dari mereka, kecuali wanita cantik itu yang amat
lihai.
Bi Lan akan
mampu menahan dua orang lawan, Hong Beng dan Bi-kwi menghadapi dua orang lawan
dan dia sendiri akan menghadapi empat orang lawan termasuk wanita itu yang dia
sangka tentulah Sin-kiam Mo-li adanya. Maka dia pun sudah mencabut suling naga
dari pinggangnya dan bersama dengan Bi Lan dia menyerbu ke dalam arena
perkelahian. Ruangan di depan kamar-kamar tahanan itu cukup luas sehingga dia
dapat menggerakkan pedangnya yang luar biasa itu dengan leluasa.
Munculnya
dua orang ini mengejutkan Sin-kiam Mo-li dan kawan-kawannya. Akan tetapi tidak
membuat mereka menjadi gentar. Bagaimana pun juga, mereka berjumlah delapan
orang, merupakan kekuatan yang sukar dilawan.
Mo-li maklum
bahwa kawan-kawannya adalah tokoh-tokoh pilihan dari Pek-lian-pai dan
Pat-kwa-pai, maka munculnya dua orang yang membantu Bi-kwi dan Gu Hong Beng
tidak membuat ia menjadi gentar. Ia sudah menyambar pedangnya dan meloncat ke
depan menyambut Sim Houw dan karena ingin cepat-cepat menyelesaikan perkelahian
ini, tangan kirinya juga sudah melolos kebutan bulu merah bergagang emas. Dan
begitu tubuhnya menerjang ke depan, pedangnya menusuk dada Sim Houw dan
kebutannya menyambar ke arah muka pendekar itu.
"Tranggg…!
Trakkk…!"
"Aihhhhh...!"
Sin-kiam Mo-li menjerit ketika tubuhnya terhuyung ke belakang seperti di sambar
petir.
"Dia
Pendekar Suling Naga...!" teriak Thian Kek Sengjin yang pernah dikalahkan
oleh pendekar ini. Demikian pula Ok Cin Cu amat terkejut melihat munculnya
pendekar yang membuatnya gentar itu.
Mendengar
ini, Sin-kiam Mo-li terkejut. Ia sudah mendengar nama besar pendekar yang baru
muncul ini dan kini ia memandang ke arah pedang berbentuk suling naga itu. Akan
tetapi ia tidak merasa gentar karena ia dibantu oleh teman-temannya dan bersama
tiga orang tosu ia pun menerjang lagi ke depan, sekali ini lebih berhati-hati
agar jangan bentrok senjata secara langsung karena ia tahu bahwa tenaga
sinkang-nya masih kalah jauh dibandingkan pendekar ini.
Bi Lan sudah
menghadapi dua orang tosu, yaitu Ok Cin Cu dan sute-nya, yaitu Lam Cin Cu, dua
orang tokoh Pat-kwa-pai. Bi-kwi melawan Im Yang Tosu sedangkan Hong Beng
berkelahi melawan Ang Bin Tosu, kedua-duanya dari Pek-lian-pai. Ada pun Sim
Houw dikepung oleh Sin-kiam Mo-li yang dibantu oleh Thian Kek Sengjin dan
Coa-ong Sengjin dari Pek-lian-pai, dan Thian Kong Cinjin yang merupakan tosu
paling tangguh di antara mereka bertujuh, karena tosu ini adalah wakil ketua
Pat-kwa-pai.
Hong Li
berdiri agak jauh, nonton perkelahian itu dengan pandang mata penuh kagum ditujukan
kepada Sim Houw dan Bi Lan. Sekarang sungguh amat mengejutkan pihak Mo-li,
pertempuran itu berjalan dengan seimbang!
Andai kata
Bi-kwi tidak demikian lelah dan nyeri-nyeri tubuhnya karena tadi menerima
banyak pukulan, seperti juga halnya Hong Beng, tentu ia dan Hong Beng sudah
mampu merobohkan lawannya yang hanya seorang saja.
Bi Lan yang
tadi sudah melihat kelihaian para tosu, sekarang mengerahkan tenaga dan
kepandaiannya, membuat kedua orang pengeroyoknya cukup repot meski kedua orang
pengeroyok itu menggunakan tongkat untuk menyerangnya, sedangkan gadis itu
hanya bertangan kosong saja.
Hong Beng
juga sudah menerima beberapa pukulan keras ketika dia membantu Bi-kwi tadi
sehingga gerakannya tidak leluasa, juga tenaganya banyak berkurang. Untung dia
memiliki sinkang yang amat kuat dari gurunya, sinkang istimewa dari keluarga
Pulau Es.
Maka biar
pun lawannya, Ang Bin Tosu dari Pek-lian-pai juga merupakan tokoh lihai, sudah
berusaha untuk mengalahkannya, tetap saja kakek tosu sesat itu tidak mampu mendesak
Hong Beng. Bahkan ketika Hong Beng memainkan Liong-in Bun-hoat, ilmu silat yang
amat tinggi dan sukar dilawan, yang halus namun mengandung kekuatan dahsyat,
Ang Bin Tosu terkena dorongan tangan kiri Hong Beng dan kakek ini terhuyung
lalu terpaksa meloncat ke belakang.
Pada saat
itu, Bi-kwi yang keadaannya lebih parah dari Hong Beng, terdesak hebat dan
sebuah sapuan tongkat panjang dari lawannya, yaitu Im Yang Tosu, membuat ia
roboh terguling. Memang aneh, tadi ketika hanya berkelahi berdua saja dengan
Hong Beng, dia begitu gigih, tetapi setelah datang bala bantuan, Bi-kwi merasa
betapa tubuhnya lelah dan lemah.
Hal ini
mungkin karena tadi ia tidak melihat adanya harapan dan hal itu membuatnya
nekat, dan kini, kelegaan hati melihat kemunculan Bi Lan dan Sim Houw membuat
daya tahan batinnya bahkan melemah. Untung Hong Beng cepat menubruk ke depan
dan menghantam punggung Im Yang Tosu dengan pengerahan tenaga Swat-im Sinkang
yang berhawa dingin.
"Bukkk!"
Punggung itu
kena dihantam telapak tangan Hong Beng, keras sekali karena pemuda ini khawatir
sekali dan ingin menyelamatkan Bi-kwi yang terancam maut oleh serangan susulan
dari Im Yang Tosu yang menghantamkan tongkatnya ke arah kepala Bi-kwi. Pukulan
tangan Hong Beng itu demikian kuatnya sehingga tubuh Im Yang Tosu lantas
terpelanting keras, menggigil dan tidak mampu bangun kembali, bahkan tak lagi
mampu berkutik!
Melihat
rekannya roboh, Ang Bin Tosu marah sekali dan dengan teriakan marah dia
menubruk ke arah Hong Beng. Ketika itu, Hong Beng yang tadi menggunakan seluruh
tenaganya memukul Im Yang Tosu, berada dalam posisi yang tidak menguntungkan.
Hong Beng memang sudah amat lelah dan telah banyak menerima pukulan pada saat
bersama Bi-kwi menghadapi pengeroyokan delapan orang itu. Maka pengerahan tenaga
sekuatnya tadi membuat ia terhuyung dan terengah, dan dalam keadaan seperti itu
Ang Bin Tosu menyerangnya dengan pukulan dahsyat dari belakang!
"Desss...!"
Pada saat
yang amat berbahaya bagi Hong Beng itu, Bi-kwi menerjang ke depan dan menyambut
serangan tosu itu untuk menyelamatkan Hong Beng. Hebat sekali benturan tangan
itu. Akibatnya, tubuh Bi-kwi yang sudah amat lelah dan lemah itu terjengkang
dan wanita itu pun roboh pingsan. Namun Ang Bin Tosu juga terhuyung ke belakang
dan terengah-engah karena benturan tenaga itu sangat hebat, membuat isi dadanya
terguncang dan tergetar.
Melihat
betapa dia baru terlepas dari bahaya maut karena pertolongan Bi-kwi, sehingga
wanita itu roboh tidak bergerak lagi, Hong Beng menjadi marah sekali kepada Ang
Bin Tosu.
"Tosu
jahat!" bentaknya.
Dan dia pun
menerjang tosu yang sedang terhuyung itu. Ang Bin Tosu yang kehilangan
tongkatnya, menangkis dengan kedua lengannya, akan tetapi pukulan Hong Beng
amat hebatnya sehingga tangkisan itu runtuh dan telapak tangan kiri Hong Beng
mengenai dada Ang Bin Tosu. Kakek ini mengeluh dan roboh terjengkang, tak dapat
bergerak lagi.
Sementara
itu, pedang suling naga di tangan Sim Houw mulai membuat empat orang
pengeroyoknya kocar-kacir. Pedang itu menyambar-nyambar, menjadi segulungan
sinar yang amat panjang dan kuat, mengeluarkan bunyi melengking-lengking
seperti orang bermain suling. Empat orang itu berusaha keras untuk mendesaknya,
namun sebaliknya mereka berempat yang terdesak dan permainan senjata mereka
menjadi kacau-balau.
Mula-mula
Thian Kong Cinjin yang lebih dulu menjadi korban sinar pedang suling naga. Sim
Houw melihat betapa di antara empat orang pengeroyoknya, yang paling tangguh
adalah wakil ketua Pat-kwa-pai ini dan Sin-kiam Mo-li. Karena itu, ketika
mendapatkan kesempatan dia pun menujukan sinar pedangnya mendesak Thian Kong
Cinjin. Ketika kakek ini memutar tongkatnya untuk melindungi dirinya dari sinar
pedang, Sim Houw meloncat dan menendang ujung tongkat itu dan pada saat tongkat
itu menyeleweng dan terbuka lubang, Sim Houw memasukinya dengan sinar
pedangnya.
"Crettttt!"
Robeknya
jubah di bagian pundak disusul mengalirnya darah. Pundak itu telah terluka oleh
pedang dan seketika lengan kanan Thian Kong Cinjin menjadi lumpuh kehilangan
tenaga sehingga tongkatnya pun terlepas.
Pada saat
itu pula tiga orang pengeroyok sudah menerjang dengan cepat sehingga Sim Houw
harus meloncat mundur dan melindungi tubuhnya dengan sinar pedang sulingnya
sehingga serangan senjata tiga orang pengeroyok itu dapat ditangkis semua.
Pada saat
itu, Bi Lan berhasil merobohkan Lam Cin Cu dengan tamparan tangan kirinya yang
mengenai pelipis tosu itu. Lam Cin Cu roboh tak berkutik lagi. Melihat robohnya
sute ini, Ok Cin Cu terkejut dan juga gentar. Dia meloncat jauh ke belakang
dengan muka pucat, apa lagi melihat betapa Im Yang Tosu dan Ang Bin Tosu juga
sudah roboh.
Bi Lan kini
menerjang ke dalam pertempuran membantu Sim Houw. Tentu saja tiga orang
pengeroyok Sim Houw menjadi semakin repot. Tadi saja mengeroyok Pendekar Suling
Naga, mereka sudah sangat kewalahan. Apa lagi kini Bi Lan ikut maju membantu
kekasihnya. Meski gadis ini hanya bertangan kosong, namun tangan kakinya tak
kalah ampuhnya dibandingkan dengan senjata.
Yang merasa
penasaran dan marah sekali adalah Sim-kiam Mo-li. Dia mengandalkan tujuh orang
tosu yang menjadi sekutunya itu dan kini sudah ada tiga orang tosu tewas,
bahkan Thian Kong Cinjin juga sudah terluka pundaknya dan tidak mampu
melanjutkan perkelahian. Ok Cin Cu yang belum terluka agaknya telah menjadi
gentar dan menjauh, sehingga yang membantu Mo-li hanya tinggal dua orang lagi,
yaitu Thian Kek Sengjin dan Coa-ong Sengjin dari Pek-lian-pai.
Biar pun
para pengeroyok itu rata-rata memiliki ilmu kepandaian tinggi, kalau Sim Houw
menghendaki, dengan ilmu pedang Suling Naga, agaknya sudah sejak tadi dia akan
mampu merobohkan seorang atau dua orang di antara mereka kalau dia bermaksud
membunuh mereka. Justru karena dia menahan diri agar tidak membunuh lawan maka
sukar baginya untuk merobohkan mereka dan baru saja dia berhasil melukai Thian
Kong Cinjin.
Kini,
masuknya Bi Lan membuat keadaan menjadi lain. Kalau Sim Houw mengendalikan
gerakannya supaya jangan membunuh lawan, sebaliknya Bi Lan masuk dan menerjang
dengan serangan dahsyat yang penuh niat untuk membunuh lawan! Dan mudah diduga
bahwa kebencian Bi Lan dijatuhkan kepada Sin-kiam Mo-li karena wanita inilah
yang telah menculik Hong Li.
"Perempuan
iblis, bersiaplah untuk mampus!" bentak Bi Lan.
Begitu ia
terjun ke dalam pertempuran itu, langsung saja ia menyerang Sin-kiam Mo-li.
Wanita ini menyambut dengan sepasang senjatanya, yaitu kebutan dan pedang, yang
dengan dahsyat menyambut serangan Bi Lan dengan tusukan pedang dan sabetan
cambuk ke arah muka gadis itu.
Bi Lan
bukannya tidak tahu akan hebatnya lawan dari gerakan yang amat cepat dan
mengandung angin keras itu, maka ia pun cepat mengelak ke samping dan dengan
tubuh setengah berjongkok, dari samping kakinya mencuat dalam tendangan kilat
ke arah lutut Mo-li.
Perlu
diketahui bahwa seperti juga Bi-kwi, Bi Lan telah mewarisi ilmu dari ketiga
orang gurunya. Ilmu tendangan Pat-hong-twi (Tendangan Delapan Penjuru Angin)
merupakan satu di antara ilmu dari mendiang Iblis Akhirat yang sudah dilatihnya
dengan amat baik. Maka tendangan yang datangnya tiba-tiba itu amat dahsyat,
tidak tersangka dan juga selain cepat, mengandung tenaga yang kuat sekali.
Sementara
itu, melihat betapa kekasihnya kini menghadapi Sin-kiam Mo-li, Sim Houw merasa
khawatir. Di antara tiga orang pengeroyoknya, Mo-li merupakan lawan yang paling
tangguh. Maka melihat majunya Bi Lan yang menghadapi Mo-li, dan sekarang
kekasihnya itu diserang dengan hebat menggunakan kebutan dan pedang, Sim Houw
menubruk ke depan sambil memutar pedang suling naga di tangan kanannya sambil
mengerahkan tenaga.
Pada saat
itu, Sin-kiam Mo-li sedang menghadapi tendangan dari bawah yang dilakukan oleh
Bi Lan dalam posisi setengah berjongkok. Ia mengenal serangan dahsyat dan cepat
tubuhnya mencelat ke belakang untuk menghindarkan diri dari tendangan itu. Dan
pada saat itu, terdengar suara suling naga melengking ketika Sim Houw
memutarnya dan menerjangnya.
Mo-li
membalikkan tubuhnya, menangkis sinar pedang Sim Houw dengan pedangnya,
sedangkan kebutan merahnya diputar ke belakang untuk melindungi dirinya
kalau-kalau Bi Lan menyerang lagi. Namun Bi Lan justru sudah diserang oleh
Thian Kek Sengjin. Kakek ini memang lihai sekali, maka Bi Lan harus mencurahkan
kepandaiannya untuk menghadapi tongkat kakek itu, sebatang tongkat naga hitam
dan mereka terlibat dalam perkelahian yang seru.
"Tranggg...!"
Terdengar
Sin-kiam Mo-li menjerit karena pedangnya patah menjadi dua potong ketika
bertemu dengan pedang suling naga dan telapak tangan yang memegang gagang
pedang itu pun lecet berdarah! Maklumlah Sin-kiam Mo-li bahwa ia bersama
kawan-kawannya tak akan menang kalau melanjutkan pertempuran itu. Maka sambil
memutar kebutannya untuk melindungi dirinya, ia lantas mengeluarkan teriakan
malengking dan tubuhnya meloncat jauh ke luar melalui terowongan itu.
Melihat ini
Ok Cin Cu, Thian Kong Cinjin, Thian Kek Sengjin, dan Coa-ong Sengjin, empat
orang tosu yang masih hidup, maklum bahwa keadaan amat berbahaya. Mereka pun
mengeluarkan suara melengking dan berlompatan untuk melarikan diri.
Pada saat Bi
Lan hendak mengejar, Sim Houw memegang lengannya sambil berteriak,
"Awas...!"
Mereka
berloncatan mundur pada saat terdengar ledakan-ledakan, dan tiba-tiba tempat
itu menjadi gelap oleh asap hitam! Kiranya para tosu itu menggunakan alat-alat
peledak untuk mencegah pihak musuh melakukan pengejaran.
Bi Lan cepat
menarik tangan Hong Li dan mereka bertiarap seperti yang lain, khawatir
kalau-kalau asap hitam itu beracun. Tetapi ternyata tidak. Asap itu hanya
menggelapkan tempat itu dan tidak mengandung racun.
Pada saat Bi
Lan, Hong Beng yang sudah kelelahan dan Sim Houw mengejar keluar, ternyata
keempat orang tosu dan Sin-kiam Mo-li telah hilang tak nampak pula jejaknya.
Mereka lalu kembali ke dalam ruangan bawah tanah, menggotong keluar Bi-kwi yang
masih pingsan. Setelah berada di atas dan di tempat yang bersih dengan hawa
yang segar, mereka bertiga memberikan pertolongan kepada Bi-kwi. Akan tetapi
ternyata bahwa Bi-kwi hanya kehabisan tenaga, terlalu lelah dan biar pun ia
banyak menerima pukulan seperti juga Hong Beng, namun tidak menderita luka yang
parah.
Begitu
siuman dari pingsannya dan melihat Hong Beng berlutut paling dekat dengannya,
Bi-kwi tersenyum kepada pemuda itu dan bertanya lirih, "Apakah aku sudah
mati?"
Hong Beng
menggeleng kepala dan berkata, "Tidak, engkau masih hidup seperti juga
kami semua."
Agaknya baru
Bi-kwi teringat dan ia cepat bertanya, "Bagaimana dengan Hong Li?"
"Suci,
ia selamat berkat bantuanmu," kata Bi Lan dan Hong Li segera mendekat.
Melihat
betapa Hong Beng, Bi Lan, Sim Houw dan Hong Li semua berada di situ dalam
keadaan selamat, Bi-kwi bangkit duduk dan wajahnya menjadi cerah gembira.
"Aihh,
kita telah berhasil! Lalu bagaimana dengan mereka? Mo-li dan para tosu
itu?"
Ia melihat
ke kanan kiri lalu memandang ke arah tubuh tiga orang tosu yang rebah tak
bergerak lagi, tubuh Ang Bin Tosu, Im Yang Tosu, dan Lam Cin Cu, sedangkan
empat orang tosu lain bersama Sin-kiam Mo-li tidak nampak berada di situ.
"Tiga
orang tosu dan tiga orang pelayan tewas, yang lain-lain melarikan diri bersama
Sin-kiam Mo-li," kata Bi Lan.
"Sayang,"
Bi-kwi bangkit berdiri. "Iblis itu jahat dan palsu. Dalam kesempatan ini
kita gagal membasminya, dan lain kali ia pasti akan menjadi ancaman bagi kita
semua."
Ia memandang
kepada Sim Houw dan pandang matanya seperti menegur, mengapa Pendekar Suling
Naga itu tidak mencegah mereka melarikan diri karena ia tahu bahwa hanya
pendekar ini yang memiliki kemampuan untuk membasmi mereka.
"Ciong-lihiap,
mereka mempergunakan alat peledak dan menghilang di balik tabir asap hitam
sehingga kami tidak berdaya mengejar mereka," kata Hong Beng.
Bi-kwi
memandang wajah pemuda itu dan menarik napas lega, lalu sambil tersenyum
gembira dia berkata. "Di samping berhasilnya usaha kita menyelamatkan Kao
Hong Li dari tangan Sin-kiam Mo-li, satu hal yang amat menggembirakan hatiku
adalah bahwa kini Gu-taihiap tidak lagi memusuhi aku!"
Wajah Gu
Hong Beng berubah merah karena dia merasa tak enak dan malu kalau dia ingat
akan sikapnya sendiri di masa lalu terhadap wanita ini, juga terhadap Sim Houw
dan Bi Lan.
"Mataku
terbuka sekarang dan aku menyadari kesalahanku. Biarlah aku menggunakan
kesempatan ini untuk mohon maaf dari kalian bertiga atas sikapku yang tidak
adil dan penuh dengan prasangka dan kecurigaan terhadap kalian. Aku telah
dibutakan oleh ketinggian hati dan iri...," katanya sambil memandang
kepada Sim Houw.
Sim Houw
tersenyum dan mengangguk. "HIDUP ADALAH BELAJAR, saudaraku, sedangkan
pengalaman merupakan guru yang sangat baik. Orang yang bisa menyadari kesalahan
langkah di masa lalu merupakan orang yang beruntung sekali dan jika ia dapat
merubah kesalahannya itu seketika berdasarkan kesadaran, maka dia seorang yang
beruntung sekali."
Hong Li
memegang tangan Hong Beng. "Suheng, sebenarnya apakah yang telah terjadi
dengan aku? Sungguh sampai sekarang aku masih bingung memikirkan tentang
subo... ehhh, Sin-kiam Mo-li itu. Selama ini kuanggap ia seorang yang amat baik
kepadaku, bersikap baik dan penuh kasih, seolah-olah aku ini anaknya atau
muridnya sendiri yang terkasih. Baru setelah suheng muncul dan aku membela
suheng, ia bersikap buruk dan keras kepadaku. Apa sebenarnya yang telah terjadi
ketika aku diculik oleh Ang I Lama?"
"Anak
baik, akulah yang dapat menjelaskan kepadamu sebab baru saja aku mendengar
sendiri dari Sin-kiam Mo-li. Ketika engkau diculik, yang melakukannya adalah
seorang kakek berjubah pendeta Lama yang sudah tua, bukan? Dia mengaku bernama
Ang I Lama, akan tetapi sesungguhnya penculikmu itu bukan lain adalah Sin-kiam
Mo-li sendiri. Selain memiliki ilmu silat tinggi dan ilmu sihir, juga Mo-li
pandai menyamar. Di tengah perjalanan, ia menipumu dan pura-pura menjadi
penolongmu dengan mengusir Ang I Lama."
"Akan tetapi,
mengapa ia harus berbuat demikian, bibi?" Hong Li bertanya penasaran,
tidak melihat apa gunanya Mo-li berbuat seperti itu.
"Maksudnya
semula adalah untuk sekali bertepuk mendapatkan dua ekor lalat. Pertama,
menculikmu untuk menghancurkan hati orang tuamu yang dianggapnya musuh besar
karena orang tuamu adalah keluarga Pulau Es dan keluarga Gurun Pasir. Dan
kedua, untuk mengadu domba antara orang tuamu dengan Ang I Lama, seorang
pendeta Lama di Tibet yang dihormati oleh para pendeta Lama. Sin-kiam Mo-li
adalah anak angkat dan murid terkasih dari mendiang Kim Hwa Nionio yang tewas
di tangan Pendekar Suling Naga, yaitu Sim-taihiap ini, ketika para pendekar
bentrok dengan Kim Hwa Nionio dan kawan-kawannya."
"Kalau
begitu, tentu dia amat membenciku. Akan tetapi kenapa setelah menculikku, ia
tidak membunuhku, bahkan bersikap baik kepadaku, mengambil aku sebagai murid,
bahkan sebagai anak angkat?"
"Tadinya
memang ia bermaksud membunuhmu, akan tetapi agaknya ia tertarik dan suka
kepadamu, Hong Li," jawab Bi-kwi atau Ciong Siu Kwi.
"Kukira
bukan hanya karena tertarik dan suka," sambung Bi Lan. "Lebih tepat
lagi kalau ia memang merencanakannya, mendidik Hong Li supaya kelak dapat
diarahkan untuk memusuhi keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir!"
Kao Hong Li
mengerutkan alisnya. "Sungguh keji sekali jika begitu. Akan tetapi kenapa
kemudian datang seorang kakek bernama Ang I Lama yang persis dengan kakek yang
dulu menculik aku dan terjadi perkelahian antara kakek itu dan subo... ehhh,
Sin-kiam Mo-li?"
Bi Lan yang
kini memberi keterangan. "Gara-gara Mo-li mengaku sebagai Ang I Lama, ayah
dan ibumu mencari Ang I Lama ke Tibet dan hampir terjadi bentrokan antara
mereka. Akan tetapi orang tuamu tahu bahwa Ang I Lama memang tidak bersalah dan
menduga bahwa ada orang lain yang mempergunakan nama kakek pendeta Lama yang
saleh itu, maka dengan kecewa dan berduka mereka pulang. Ang I Lama sendiri
merasa penasaran karena namanya dipergunakan orang. Dia melakukan penyelidikan
dan akhirnya dapat menduga bahwa Sin-kiam Mo-li yang menyamar sebagai dirinya
dan datang untuk menegurnya dan membebaskanmu. Akan tetapi dia kalah dan bahkan
terluka, lalu tewas di depan para pendeta Lama. Karena kata-kata terakhir
darinya menyebut nama orang tuamu, para pendeta Lama menyangka bahwa Ang I Lama
terbunuh oleh orang tuamu. Di sini, siasat yang dipergunakan Sin-kiam Mo-li
hampir berhasil, yaitu mengadu domba antara orang tuamu dengan para pendeta
Lama."
"Jahat
sekali...!" Hong Li kembali berseru penasaran.
"Masih
ada lagi," kini Gu Hong Beng yang melanjutkan. "Orang tuamu
mengadakan pesta ulang tahun, dengan maksud mengumpulkan semua tokoh kang-ouw
agar supaya mereka membantu mendengarkan di mana kau berada dan siapa yang
menculikmu. Ketika semua orang hadir, Sin-kiam Mo-li menyuruh pembantunya untuk
mengacaukan pesta itu dengan mengadu domba antara orang tuamu dengan
Ciong-lihiap ini, dengan jalan menukar bingkisan Ciong-lihiap ini dengan
bingkisan lainnya yang berisi segumpal rambutmu dan hiasan rambutmu. Tentu saja
hal itu menggegerkan, dan celakanya, aku sendiri yang tolol percaya sehingga
menjatuhkan fitnah kepada Ciong-lihiap..."
"Aihh,
Gu-taihiap, harap jangan sebut-sebut lagi urusan itu. Melihat betapa kini
engkau merubah sikapmu kepadaku saja sudah mendatangkan kebahagiaan besar di
dalam hatiku. Siapa orangnya yang takkan curiga kepadaku mengingat akan masa
laluku?"
"Suci,
jangan bicara seperti itu! Pada akhirnya semua orang akan tahu bahwa engkau
benar-benar telah kembali ke jalan benar," kata Bi Lan.
"Tepat
sekali!" Hong Beng berseru. "Aku tadinya lupa bahwa tidak ada seorang
pun di dunia ini yang tanpa dosa, dan bahwa orang yang pernah bergelimang dosa
sekali pun dapat bertobat dan menjadi orang yang baik. Aku telah bersikap bodoh
dan tidak adil terhadap Ciong-lihiap, saudara Sim Houw dan Bi Lan. Biarlah
dalam kesempatan ini aku mengaku salah dan mohon maaf sebesarnya!"
Tanpa
ragu-ragu Hong Beng lalu menjura ke arah tiga orang itu yang cepat membalas.
Hanya Bi Lan yang membalas agak ragu, karena bagaimana pun juga hatinya masih
panas kalau teringat akan sikap Hong Beng kepadanya.
Mereka lalu
bersepakat untuk membakar saja sarang Sin-kiam Mo-li itu. Berkobarlah api
membakar rumah yang penuh rahasia itu, membakar seluruh isi rumah berikut
jenazah tiga orang tosu dan tiga orang pelayan wanita. Api berkobar besar bagai
menyambut munculnya matahari pagi dan empat orang gagah itu lalu mengiringkan
Kao Hong Li meninggalkan bukit itu dan kembali ke Pao Teng.
Kao Cin
Liong dan isterinya, Suma Hui, menyambut kedatangan rombongan yang membawa
puteri mereka itu dengan kebahagiaan besar. Suma Hui merangkul puterinya sambil
mengucurkan air mata dan suami isteri ini, yang ditemani oleh Suma Ciang Bun,
menghaturkan terima kasih kepada Bi-kwi, Bi Lan dan Sim Houw.
Pandangan
Suma Ciang Bun terhadap Sim Houw dan Bi Lan yang memang sudah meragukan sikap
muridnya, kini menjadi cerah, bahkan dia pun merasa kagum terhadap Bi-kwi. Juga
Kao Cin Liong dan isterinya kini tanpa ragu menganggap Bi-kwi sebagai seorang
wanita berjiwa pendekar yang gagah perkasa dan pantas dianggap sebagai rekan.
Setelah
menyerahkan Hong Li, Sim Houw dan Bi Lan lalu menceritakan kepada suami isteri
itu tentang semua rahasia di balik petistiwa yang menodai nama suami isteri
itu, juga mengenai siasat yang dilakukan oleh Sin-kiam Mo-li untuk mengadu
domba dan menjatuhkan nama keturunan Pulau Es dan Gurun Pasir.
Legalah hati
Kao Cin Liong. Selain puterinya telah dapat ditemukan kembali, sekaligus juga
nama keluarganya dapat dibersihkan. Dia pun cepat membuat surat penjelasan dan
mengirimkan surat kepada para pendeta Lama di Tibet, menerangkan mengenai
perbuatan Sin-kiam Mo-li menculik puterinya dengan menyamar sebagai Ang I Lama
dan kemudian melukai pendeta itu sampai tewas.
Sim Houw dan
Bi Lan lalu berpamit untuk pergi ke Gurun Pasir, menghadap Pendekar Naga Sakti
Gurun Pasir, yaitu kakek Kao Kok Cu dan nenek Wan Ceng, mohon doa restu mereka
karena mereka telah berhasil melaksanakan tugas yang dibebankan pada mereka
oleh kakek dan nenek suami isteri yang sakti itu, dan mohon doa restu agar
mereka dapat melangsungkan perjodohan antara mereka.
Beberapa
bulan kemudian, pernikahan antara Can Bi Lan dan Pendekar Suling Naga Sim Houw
dilangsungkan dengan sederhana. Acara ini dihadiri oleh keluarga Pulau Es dan
Istana Gurun Pasir, juga para pendekar dan sahabat-sahabat mereka sehingga
cukup meriah. Ketika mereka menikah, Bi Lan berusia dua puluh tahun dan Sim
Houw berusia tiga puluh lima tahun.
Bi-kwi atau
Ciong Siu Kwi bersama suaminya, Yo Jin, datang hadir dan karena semua pendekar
telah mendengar belaka akan semua jasa Bi-kwi, dan mereka mendengar bahwa
sekarang Bi-kwi betul-betul telah menjadi seorang pendekar wanita yang gagah
perkasa dan menentang kejahatan, maka semua orang bersikap ramah dan hormat
kepadanya, melupakan masa lalunya.
Juga kedua
saudara kembar, Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong, datang bersama isteri mereka,
Souw Hui Lan, dan putera mereka yang masih kecil. Hadir pula kakek Cu Kang Bu
dan isterinya, Yu Hwi, dan putera mereka, Cu Kun Tek yang pernah pula jatuh
cinta kepada Bi Lan.
Gu Hong Beng
dan gurunya, Suma Ciang Bun membantu Kao Cin Liong dan Suma Hui yang menjadi
tuan rumah dan wali karena pernikahan itu dilangsungkan di Pao-teng, di rumah
suami isteri ini. Bahkan kakek Kao Kok Cu dan nenek Wan Ceng hadir pula di
dalam pesta perayaan itu. Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng juga hadir. Bahkan
Tiong Khi Hwesio juga hadir.
Dan yang
mendatangkan kegembiraaan besar adalah hadirnya kakek sakti Bu-beng Lokai atau
Gak Bun Beng, bersama dua orang muridnya, yaitu Suma Lian dan Pouw Li Sian!
Tidak ketinggalan pula pendekar sakti Kam Hong dan isterinya, Bu Ci Sian. Di
antara para tamu, terdapat pula wakil-wakil dari partai-partai persilatan dan
pendekar-pendekar yang terkenal di waktu itu.
Dan
peristiwa yang menggembirakan ini menjadi penutup dari CERITA SULING NAGA ini,
agar tidak terlalu panjang dan bertele-tele. Tentu saja kisah ini masih ada
kelanjutannya yang akan menceritakan keadaan keturunan para pendekar itu
setelah menjadi dewasa, seperti Suma Lian, Pouw Li Sian, Kao Hong Li, putera
Gak kembar dan lain-lain. Juga menceritakan kembali tokoh-tokoh dalam cerita
ini, terutama sekali Gu Hong Beng dan Cu Kun Tek yang semenjak ditolak cinta
mereka oleh Can Bi Lan, belum juga dapat menemukan penggantinya. Dan munculnya
tokoh-tokoh baru akan membuat cerita lanjutan Suling Naga menjadi kisah yang
tidak kalah seru dan menariknya dibandingkan dengan kisah lain, dan semua itu
akan memadatkan Kisah Si Bangau Putih yang menjadi lanjutan dari kisah Suling
Naga ini.
T A M A T
********** Sahabat Karib.com **********
Terima kasih telah membaca Serial ini
No comments:
Post a Comment