Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Pendekar Remaja
Jilid 16
Hong Beng
tetap menjaga di belakang pintu yang tertutup itu sedangkan Goat Lan telah
memberi makan sebuah Giok-ko lagi kepada Pangeran yang kini nampak lebih segar
dari pada kemarin. Kaisar melihat sendiri betapa Goat Lan bersungguh-sungguh
berusaha mengobati puteranya, maka diam-diam Kaisar ini memperhatikan Goat Lan
dan menjadi kagum sekali.
Ketika dari
luar terdengar suara ketokan pintu oleh bayangkari yang melaporkan bahwa
makanan dan minuman telah dibawa datang oleh pelayan-pelayan wanita, Kaisar
segera memerintahkan pelayan-pelayan wanita yang banyaknya lima orang di dalam
kamar itu untuk mengambil hidangan-hidangan itu. Pelayan-pelayan baru yang
datang membawa makanan tidak diperkenankan masuk!
Sesudah
hidangan disiapkan, Kaisar mengajak Hong Beng dan Goat Lan untuk makan bersama!
Suatu kehormatan yang besar sekali dan belum pernah ada orang biasa diajak
makan bersama oleh Kaisar!
Akan tetapi
Hong Beng yang amat hati-hati dengan sopan dan halus memohon maaf dan
menolaknya, karena dia tidak mau meninggalkan pintu yang dijaganya itu. Dia
maklum bahwa kalau dia lalai sehingga Bu Kwan Ji dan kaki tangannya sampai
dapat menyerbu masuk, akan celakalah dia, Goat Lan, dan juga Pangeran Mahkota!
Sebaliknya,
karena dia merasa sangat lapar, Goat Lan tidak menolak ajakan Kaisar dan
makanlah mereka bertiga, yakni Kaisar, Pangeran dan Goat Lan. Kaisar dan
Pangeran sungguh merasa gembira sekali, oleh karena telah berbulan-bulan
Pangeran tidak kuasa turun dari pembaringan, akan tetapi sekarang bahkan dapat
makan satu meja dengan ayahnya!
Dalam
kesempatan ini, Kaisar mengajukan banyak pertanyaan kepada Goat Lan tentang
orang tuanya, tentang guru-gurunya dan mengapa gadis ini dengan mati-matian
hendak mengobati Pangeran.
“Apakah
karena kau merasa menjadi rakyat hendak berbakti kepadaku yang menjadi rajamu?”
tanya Kaisar memandang tajam.
“Memang ada
juga keinginan hati hamba untuk berbakti, akan tetapi yang utama sekali karena
hamba hendak menjunjung serta melindungi nama baik mendiang suhu hamba, yakni
Yok-ong Sin Kong Tianglo!”
Dengan jujur
gadis ini kemudian menceritakan keadaannya, menceritakan pula tentang
pengorbanan suhu-nya yang sampai meninggal dunia dalam usahanya mencarikan obat
guna menyembuhkan Pangeran Mahkota. Pangeran yang kini telah berusia empat
belas tahun itu merasa terharu mendengar penuturan Goat Lan dan dengan berlinang
air mata ia lalu berkata,
“Nona, besar
sekali budi mendiang suhu-mu dan engkau. Kami tak akan melupakan budi
pertolongan yang besar ini.”
“Kau memang
baik sekali, Nona Kwee. Sudah sepatutnya kalau kau mendapat anugerah besar.
Tunggu saja kalau Pangeran sudah sembuh benar!”
“Hamba tidak
mengharapkan hadiah atau pun anugerah, sebab anugerah Paduka berupa
kebijaksanaan dan keadilan kepada rakyat jelata sudah merupakan anugerah
terbesar yang dapat Paduka berikan! Hanya hamba merasa kuatir sekali karena jelas
bahwa ada komplotan jahat yang tidak ingin melihat kesembuhan Pangeran Mahkota.
Harap Paduka suka berlaku hati-hati dan segera menangkap orang-orang seperti Bu
Kwan Ji dan ketiga orang tabib istana itu. Sudah terbukti bahwa ketika hamba
memberi buah Giok-ko yang Paduka teruskan kepada orang she Bu itu, ternyata
setelah sampai di tangan Pangeran telah ditukar dengan buah lain yang
berbahaya!”
Kaisar
mengangguk-angguk. “Jangan kuatir, sesudah selesai pengobatan ini, pasti akan
kulakukan tindakan keras untuk menghukum dan menyiksa mereka supaya mengaku.”
Akan tetapi
pada saat itu, di luar terdengar ribut-ribut. Hong Beng yang sudah siap sedia,
mendekati pintu dan mendengarkan dari celah-celah daun pintu. Ternyata bahwa
yang sedang ribut mulut dengan para bayangkari itu adalah suara Bu Kwan Ji,
ketiga orang tabib, dan Ban Sai Cinjin.
“Apakah
kalian sudah gila? Tidak tahukah kalian siapa aku hingga kalian berani mampus
sekali melarangku untuk masuk ke dalam kamar Pangeran?!” Terdengar suara Bu
Kwan Ji membentak-bentak marah.
“Maafkan
kami, Bu-ciangkun. Tentu saja kami mengenal Ciangkun dengan sangat baik. Akan
tetapi kami hanya mentaati perintah dari Hong-siang, maka harap Ciangkun suka
memaklumi.”
“Bagaimana
bunyi perintah Hong-siang?”
“Bahwa tidak
seorang pun, siapa pun juga orang itu, boleh masuk ke dalam kamar ini.”
Sunyi untuk
sesaat, baru kemudian terdengar suara Ngo-tok Lo-koai Ang Lok Cu, “Kami bertiga
adalah tabib-tabib istana yang bertugas menjaga Pangeran Mahkota yang tengah
sakit. Apakah kami juga tidak boleh masuk?”
“Sungguh
menyesal sekali, Totiang, kami tidak berani melanggar perintah dan larangan
Hong-siang!” jawab bayangkari yang setia itu.
“Mungkin
Hong-siang tidak maksudkan kami yang dilarang masuk,” terdengar Bu Kwan Ji
membujuk lagi. “Coba kau laporkan ke dalam kepada Hong-siang, bahwa Bu-ciangkun
beserta tiga tabib besar mohon menghadap untuk membuat laporan tentang
pengejaran para pemberontak!”
“Kami tak
berani, Bu-ciangkun. Sudah jelas sekali perintah Kaisar bahwa siapa pun juga
tidak diperbolehkan masuk ke kamar ini. Bahkan kami sendiri pun kalau tidak
dipanggil, tidak berani membuka pintu ini!”
Sunyi lagi
sesaat lamanya.
“Apakah
Hong-siang berada di dalam?” tanya lagi Bu Kwan Ji.
“Betul,
Ciangkun,” jawab bayangkari.
“Siapa lagi
selain Hong-siang dan para pelayan berada di dalam? Apakah ada orang luar yang
masuk?”
“Setahu kami
tidak ada orang luar, Ciangkun. Akan tetapi entahlah, sebab kali ini Kaisar
berlaku amat ganjil dan penuh rahasia.”
Pendengaran
Hong Beng yang tajam dapat menangkap suara bisik-bisik dan ia maklum bahwa Bu
Kwan Ji tentunya sedang berunding dengan ketiga orang tabib itu. Kemudian
terdengarlah tindakan kaki mereka menjauhi tempat itu. Hong Beng menarik napas
lega, karena tidak perlu dia mempergunakan senjatanya untuk mencegah mereka
memasuki kamar itu.
Akan tetapi,
kelegaan di dalam dada Hong Beng itu tidak berlangsung lama. Menjelang tengah
hari terdengar suara-suara lagi di depan pintu, dan kini selain suara Bu Kwan
Ji dan kawan-kawannya, terdengar pula suara yang amat merdu dan halus.
Suara ini
adalah suara selir terkasih dari Kaisar yang bernama Song Tian Ci. Seperti
sudah dituturkan di bagian depan, Song Tian Ci yang amat dikasihi oleh Kaisar
ini telah mempunyai seorang putera dan dia telah dapat dibujuk oleh Bu Kwan Ji
sehingga kedua orang durjana ini mengadakan hubungan gelap di luar tahunya
Kaisar. Keduanya telah mengadakan komplotan gelap untuk membiarkan Pangeran
Mahkota meninggal dunia karena penyakitnya agar kelak putera dari Song Tian Ci
dapat menggantikan kedudukan raja.
Ketika Bu
Kwan Ji mendengar dari para bayangkari bahwa Kaisar melarang siapa pun juga
memasuki kamar Putera Mahkota, panglima ini lalu cepat mencari kekasihnya itu
dan kini Song Tian Ci sendiri yang maju ke depan untuk mempergunakan
kekuasaannya memberi jalan kepada Bu Kwan Ji dan tiga orang tabib yang menjadi
kaki tangannya itu.
Akan tetapi
sekali ini dia pun tertegun melihat betapa para bayangkari tetap tidak mau
memberi jalan kepadanya! Betapa pun juga, terhadap Song Tian Ci, para
bayangkari tak berani berlaku keras karena mereka telah tahu pula akan
kekuasaan dan pengaruh selir ini yang tidak kalah oleh Permaisuri sendiri!
“Kalau
kalian tidak mau memberitahukan Kaisar mengenai kedatanganku, jangan kalian
menyesal apa bila besok kalian akan kehilangan kepala!” Selir ini berkata
dengan marah sekali.
Akhirnya
salah seorang bayangkari tidak dapat menahan rasa gelisahnya, maka dia lalu
membuka pintu itu dan melangkah masuk. Alangkah terkejutnya ketika dia melihat
Hong Beng berdiri dengan tongkat di tangan di belakang pintu itu! Begitu
bayangkari itu masuk dan melihat Kaisar sedang duduk di atas pembaringan Putera
Mahkota, dia cepat-cepat menjatuhkan diri berlutut.
“Mengapa kau
masuk tanpa dipanggil?!” Kaisar membentak marah. “Apakah kau sudah bosan
hidup?!”
“Mohon
beribu-ribu ampun atas kelancangan hamba, Paduka. Di luar kamar telah datang
Song-thai-thai yang memaksa hamba memberitahukan kedatangan dan permohonannya
untuk masuk menjumpai Paduka.”
Mendengar
bahwa selirnya yang datang, lenyaplah kemarahan Kaisar. Ia memang amat mencinta
selir ini yang dianggapnya amat baik, maka dia berpikir lebih baik dikawani
oleh selir itu dalam keadaan yang amat menegangkan urat syarafnya menghadapi
pengobatan puteranya ini.
“Hemm,
biarkan dia masuk ke dalam,” katanya kemudian.
Bayangkari
itu memberi hormat sambil mengerling dengan kening berkerut ke arah Hong Beng
yang berdiri menjaga dengan tongkat di tangan, kemudian kepada Goat Lan yang
sedang masak daun obat. Setelah itu dia mengundurkan diri, keluar dari kamar
itu untuk menyampaikan perkenan Kaisar kepada Song Tian Ci.
Dengan
girang dan bangga, Song Tian Ci lalu mengajak Bu Kwan Ji, ketiga tabib yaitu Cu
Tong Hwesio, Cu Siang Hwesio, dan Ang Lok Cu untuk ikut masuk ke dalam kamar.
Sekarang para bayangkari tak berani melarang lagi, sungguh pun perintah Kaisar
hanya mengijinkan selirnya saja yang masuk.
Sebagai
pembuka jalan, Song Tian Ci masuk dengan jalan di sebelah depan. Kemudian di
belakangnya menyusul Bu Kwan Ji, ketiga orang tabib itu, dan Ban Sai Cinjin.
Ketika pintu
terbuka, Hong Beng melihat munculnya seorang wanita yang cantik sekali. Meski
pun usia wanita ini sudah tiga puluh tahun lebih, namun kecantikannya memang
amat mengagumkan. Ia dapat menduga bahwa wanita ini tentu selir Kaisar yang
tadi oleh bayangkari disebut Song-thai-thai, karena itu dia hanya menjura dan
berdiri di samping, memberi jalan.
Akan tetapi
ketika dia melihat Bu Kwan Ji hendak ikut masuk, cepat dia melangkah maju dan
membentak, “Keluar kau!”
Tongkatnya
berkelebat dan telah menodong di dada panglima itu sehingga Bu Kwan Ji menjadi
terkejut dan pucat, kemudian cepat melompat keluar kembali. Hong Beng cepat
menutupkan kembali daun pintu itu!
Begitu tiba
di dalam kamar, selir yang cantik itu berdiri dengan muka terbelalak.
“Siapa kau?”
bentaknya kepada Hong Beng, kemudian dia menghampiri Goat Lan sambil membentak,
“Dan kau ini perempuan dari mana dan apa yang kau lakukan di tempat ini?”
Sebelum Goat
Lan dan Hong Beng sempat menjawabnya, Kaisar telah maju menyambut selirnya
sambil tertawa-tawa.
“Lihatlah,
betapa manjurnya obat yang dibawa oleh Nona ini! Lihat puteramu telah hampir
sembuh!”
Kaisar itu
lalu memegang tangan selirnya dan dibawanya selir itu ke dekat pembaringan Pangeran
yang segera bangun dan memberi hormat dari pembaringannya kepada ibu tiri ini.
Sungguh pun
di dalam hatinya Song Tian Ci merasa tertikam dan marah sekali, namun selir
yang cerdik ini dapat tersenyum dengan wajah berseri. “Syukurlah, tidak percuma
setiap malam hamba bersembahyang sampai tengah malam, memohon kepada Thian Yang
Maha Esa untuk menolong dan menyembuhkan penyakit puteranda. Akan tetapi,
siapakah dua orang muda itu? Mengapa mereka berada di sini?”
“Memang lucu
sekali!” kata Kaisar sambil tertawa geli. “Lihat saja gadis muda yang cantik
jelita itu. Walau pun masih muda, dialah yang mengobati penyakit puteramu. Dia
adalah Kwee Goat Lan, murid dari mendiang Raja Obat Sin Kong Tianglo! Dan yang
seorang lagi itu, yang tak pernah melepaskan tongkatnya, dia adalah putera
Pendekar Bodoh...”
Pucatlah
wajah Song Tian Ci mendengar hal ini. “Putera Pendekar Bodoh? Bukankah dia dan
ayahnya telah menjadi pemberontak-pemberontak berbahaya?”
“Ha-ha-ha!”
Kaisar malah tertawa. “Memang ia adalah pemberontak! Lihat saja sikapnya.
Dengan tongkat di tangan dia sudah menahanku di dalam kamar ini, melarangku
keluar! Ha-ha-ha, alangkah lucunya. Aku, Kaisar yang berkuasa, ditahan di
kamarku sendiri!”
Song Tian Ci
semakin terkejut dan cepat memandang ke sekeliling kamar dengan mata
menyelidik. Dia melihat lima orang pelayan wanita yang duduk menanti perintah
dengan menundukkan muka seakan-akan tidak ada peristiwa ganjil terjadi,
demikian pula dua orang thai-kam, dan empat orang penjaga yang berlutut di
sudut tanpa berani bergerak! Mudah saja dilihat bahwa meski pun di situ ada
Kaisar, sesungguhnya yang menguasai keadaan adalah Hong Beng, pemuda yang
berdiri dengan gagahnya itu.
“Tidak usah
kau kuatir,” Kaisar menghibur selirnya, “walau pun pemberontak, dia adalah
pemberontak yang baik! Lucu, bukan? Dia melarangku keluar dan melarang
orang-orang masuk ke dalam kamar sebab dia tidak mau pengobatan puteramu
terganggu! Ia mengira bahwa ketiga orang tabib kita adalah orang yang berhati
khianat. Lucu, bukan?”
Bukan main
terkejutnya hati Song Tian Ci mendengar ini. Sampai berapa jauhnya orang muda
itu mengetahui rahasia komplotannya? Akan tetapi dia pun menjadi lega hati
ketika Kaisar tidak menyatakan sesuatu tentang dia dan Bu Kwan Ji.
“Siapa dapat
percaya tuduhan jahat itu? Paduka, harap waspada dan berhati-hati, siapa tahu
kalau kedua orang ini benar-benar mempunyai niat buruk!”
Akan tetapi
Kaisar hanya tertawa saja dan mengajak selirnya duduk di ujung yang jauh dari
tempat tidur pangeran di mana mereka lalu bercakap-cakap dengan mesra.
Sementara
itu, ketika Bu Kwan Ji melihat Hong Beng berada di kamar itu dengan tongkat di
tangan, ia lalu keluar dan cepat mengajak kawan-kawannya berunding.
“Celaka,”
kata Bu Kwan Ji sesudah mengajak kawan-kawannya pergi dari situ, “pemuda putera
Pendekar Bodoh itu bersama kawan wanitanya telah berada di kamar Pangeran.
Tidak tahunya merekalah yang melakukan semua larangan dan agaknya mereka hendak
mengobati Pangeran disaksikan sendiri oleh Kaisar!”
Ketiga orang
tabib itu menjadi pucat mendengar ini. “Tentu Kaisar telah diberi tahu oleh
mereka tentang penukaran buah itu!” kata Ang Lok Cu.
“Habis, apa
yang dapat kita lakukan?” kata Bu Kwan Ji bingung. “Kaisar sendiri berada di
dalam kamar itu dan agaknya membantu mereka. Celaka!” Akan tetapi diam-diam dia
menaruh pengharapan besar kepada kekasihnya, yakni Song Tian Ci yang sudah
masuk ke dalam kamar Putera Mahkota.
“Kita masuk
saja dengan berkeras kemudian mengeroyok kedua orang muda itu! Apa sih sukarnya?”
kata Ban Sai Cinjin sambil mengebulkan asap huncwe-nya.
“Akan
tetapi, hal ini akan membikin marah Kaisar dan celakalah kita kalau Kaisar
sudah bercuriga kepada kita!” bantah Bu Kwan Ji yang menjadi gelisah sekali.
Akan tetapi
dalam hal siasat kejahatan, Bu Kwan Ji kalah jauh oleh Ban Sai Cinjin, kalah
cerdik dan kalah pengalaman. Sambil tertawa haha-hehe, Ban Sai Cinjin berkata,
“Bu-ciangkun,
kenapa begitu bodoh? Kau adalah seorang panglima besar yang dipercaya penuh
oleh Kaisar. Bukan rahasia lagi bahwa kau sedang mengejar-ngejar pemberontak,
yakni putera-putera Pendekar Bodoh. Dan sekarang kau mengetahui bahwa kedua
orang pemberontak yang kau kejar-kejar itu berada di dalam kamar Pangeran
Mahkota. Kalau tiba-tiba kau masuk menyerbu dengan para perwira untuk menangkap
atau membunuh pemberontak-pemberontak yang berbahaya, meski Kaisar akan menjadi
marah, mudah saja bagimu mencari alasan yang kuat. Kau dapat mengatakan bahwa
kau menguatirkan keadaan Kaisar dan hendak melenyapkan orang-orang jahat yang
dapat mencuri masuk ke dalam istana. Apa salahnya?”
Tiga orang
tabib itu segera menyatakan persetujuannya dan Bu Kwan Ji berpikir keras. Ada
benarnya juga ucapan kakek mewah ini. Memang dia dapat melakukan hal itu, dan
seandainya dia dapat menangkap atau membunuh kedua orang muda tadi, dan apa
bila Kaisar marah, mudah saja baginya untuk minta maaf, apa lagi masih ada Song
Tian Ci yang akan membelanya dan yang akan membujuk Kaisar!
Sore hari
itu Pangeran Mahkota sudah nampak sehat setelah dua kali dia makan buah
Giok-ko. Menurut perhitungan, sekali lagi atau sehari lagi maka akan
tertolonglah nyawa Pangeran Mahkota ini. Diam-diam Goat Lan dan Hong Beng
merasa girang sekali dan Goat Lan berkata kepada Kaisar,
“Oleh karena
Paduka telah menyaksikan sendiri bahwa hamba dan kawan hamba bukan orang-orang
jahat atau pemberontak-pemberontak sebagaimana orang sudah menuduh hamba, maka
sudah jelas bahwa Pangeran Ong Tiang Houw sekeluarga tidak berdosa apa-apa.
Karena itu hamba mohon sudilah kiranya Paduka menaruh hati kasihan kepada
keluarga Pangeran Ong dan membebaskan mereka.”
Kaisar
mengangguk-angguk. “Mudah saja, Nona. Biarlah kita melihat dan menanti satu
hari lagi sampai puteraku betul-betul sembuh.”
Sementara
itu, dengan bisikan-bisikan mesra dan bujukan-bujukan halus, Song Tian Ci
berusaha membangkitkan kecurigaan Kaisar terhadap dua orang muda itu. “Betapa
pun juga, hamba masih curiga besar,” katanya, “maka harus hamba sendiri yang
minumkan obat kepada puteranda!”
Pada saat
itu obat daun yang dimasak oleh Goat Lan telah matang dan telah didinginkan.
Goat Lan sudah bersiap hendak memberi minum kepada Pangeran ketika tiba-tiba
selir cantik itu meminta obat di tangannya. Akan tetapi, gadis yang memiliki
kepandaian tinggi ini berkeras menolaknya.
“Aku harus
memeriksa dulu isi cawan itu!” kata selir itu dengan bengis. “Siapa tahu kalau
kau memberinya minum racun seperti kemarin dulu?”
Goat Lan tak
menduga bahwa selir ini adalah pemegang kendali komplotan yang hendak membunuh
Putera Mahkota, maka dengan halus ia berkata,
“Maaf, tidak
boleh orang lain yang meminumkannya, kecuali aku sendiri!”
Selir itu
hendak marah dan hendak merampas cawan, akan tetapi mana mungkin ia bisa
mendekati Goat Lan? Pada waktu selir itu masih mengejar-ngejar sambil
memaki-maki, Kaisar datang membujuknya.
“Biarlah,
biarkan Nona itu meminumkannya sendiri. Apa bila kelak ternyata bahwa putera
kita sembuh, masih banyak waktu untuk mengadilinya!”
Malam hari
itu, di atas genteng kamar itu terdapat empat orang yang mengintai ke dalam.
Hanya Hong Beng dan Goat Lan saja yang dapat mengetahui hal ini, bahkan mereka
berdua tahu betul bahwa yang datang adalah empat orang yang berkepandaian
tinggi.
Memang yang
berada di atas itu adalah Ban Sai Cinjin dan ketiga orang tabib istana. Bu Kwan
Ji tidak berani muncul, karena tentu saja ia tidak mau secara berterang
melakukan percobaan ini. Ia hanya memberi tugas kepada empat orang kawannya ini
untuk terlebih dahulu secara rahasia mencoba untuk membunuh kedua orang muda
itu atau kalau tidak mungkin boleh juga membunuh Pangeran Mahkota!
Goat Lan dan
Hong Beng tahu betul bahwa mereka tak usah menguatirkan keselamatan Kaisar dan
selirnya. Siapa berani mengganggu Kaisar? Akan tetapi, keselamatan Putera
Mahkota harus dijaga baik-baik.
Pada malam
hari itu, Goat Lan tengah memasak daun obat berikutnya untuk diminumkan
keesokan harinya. Akan tetapi malam hari itu, begitu mendengar suara kaki orang
di atas genteng, dia lalu meninggalkan masakan obat dan mendekati Pangeran
Mahkota yang sudah tertidur. Ia memberi isyarat dengan mata kepada Hong Beng
yang membalasnya, dan pemuda ini pun siap sedia di dekat pintu dengan penuh
kewaspadaan.
Sesaat
suasana sunyi saja. Tiba-tiba terdengar angin mendesir dan tiga sinar kecil
sekali menyambar ke bawah, ke arah Putera Mahkota, Goat Lan serta Hong Beng!
Goat Lan menyambar ujung selimut di atas pembaringan itu dan sekali dia
mengebut, dua batang jarum yang mengarah dia dan Pangeran sudah menancap pada
selimut itu! Juga Hong Beng dengan mudah saja mengelak sehingga nampak sebatang
jarum hitam menancap pada lantai di dekatnya!
Kaisar belum
tidur dan Kaisar ini di waktu mudanya pernah mempelajari ilmu silat, maka dia
dapat melihat juga sinar tiga batang jarum tadi.
“Apakah
itu?” tanyanya.
Goat Lan dan
Hong Beng lalu memperlihatkan tiga batang jarum itu kepada Kaisar dan
meletakkan senjata-senjata rahasia itu ke atas meja sambil berkata,
“Ada orang
jahat sengaja menyerang hamba berdua dan Pangeran!”
Kaisar
terkejut sekali, akan tetapi pada saat itu dari atas menyambar turun asap hitam
yang bergulung-gulung.
“Cepat,
Koko. Telan obat ini!” Gadis itu mengeluarkan sebutir pil merah kepada Hong
Beng yang segera menelannya.
Hawa harum
dan hangat keluar dari dalam perutnya, memenuhi mulut dan hidung. Goat Lan
sendiri menelan sebutir pil merah dan berkata kepada Kaisar,
“Harap
paduka menyelamatkan diri di ujung kamar, akan tetapi sebaiknya semua orang
berbaring di atas lantai agar jangan terserang oleh asap beracun itu!”
Dengan
cekatan sekali Goat Lan lalu memondong Pangeran yang masih tidur, kemudian
menidurkannya di sudut kamar, di atas lantai yang sudah ditilami dengan selimut
tebal. Bingunglah semua pelayan dan mereka dengan wajah pucat lalu menurut
nasehat Goat Lan, berbaring di atas lantai.
Sementara
itu, asap makin banyak masuk. Memang ini adalah perbuatan Ban Sai Cinjin yang
mengeluarkan asap pemabok. Dia tidak ingin membunuh Kaisar, maka asap yang
dilepaskan dari huncwe-nya hanyalah asap yang cukup kuat untuk memabukkan
orang.
Dalam
suasana tegang dan sibuk ini, selir Kaisar tiba-tiba melompat dan berlari menuju
ke tempat pemasakan obat.
“Aku masih
tidak percaya kepadamu! Mungkin semua ini adalah buatanmu sendiri untuk
meracuni kami!”
Selir ini
lantas berpura-pura lari menghampiri Goat Lan, akan tetapi dengan cerdik sekali
kakinya menendang tempat obat sehingga tumpahlah seluruh obat ini. Goat Lan
hendak menghalangi, akan tetapi terlambat. Dengan gemas Goat Lan lalu
membentak,
“Mundurlah!
Hanya kepada Kaisar dan Pangeran saja aku tunduk, tetapi tidak kepadamu! Kalau
kau tidak mundur, terpaksa akan kupukul!”
Akan tetapi
sebelum ia menggerakkan tangan, selir itu telah menghisap asap hitam dan sambil
mengeluh dia segera terhuyung-huyung. Untung Goat Lan cepat menangkapnya,
kemudian mengangkat dan membawanya kepada Kaisar. Gadis itu membiarkan selir
tadi berbaring di situ dan dia cepat kembali ke tempat Hong Beng berdiri.
“Ban Sai
Cinjin, manusia pengecut! Jika kau berani, turunlah! Jangan menggunakan akal
busuk!”
Terdengar
Ban Sai Cinjin tertawa bergelak, lalu disusul dengan suara Ang Lok Cu, tosu
yang melepas jarum-jarum berbisa tadi.
“Jangan
gelisah, Hong-siang! Hamba sekalian datang untuk membebaskan Paduka dan
menangkap pemberontak berbahaya ini!”
Genteng
dibuka dari atas dan agaknya orang-orang di atas genteng itu akan menyerbu ke
dalam, akan tetapi terdengar Kaisar berseru keras,
“Ang Lok Cu
Totiang! Apakah kau dan yang lain-lainnya sudah gila? Hayo cepat mundur sebelum
aku menjatuhkan hukuman mati kepada kalian!”
Suara Kaisar
sangat berpengaruh sehingga terdengar oleh para bayangkari di luar pintu, yang
tidak tahu apa yang sedang terjadi di dalam kamar, akan tetapi mereka tetap
saja tidak berani masuk.
Mendengar
bentakan Kaisar ini, Ang Lok Cu dan kawan-kawannya menjadi jeri juga dan mereka
mengajak Ban Sai Cinjin pergi dari situ. Ban Sai Cinjin merasa kecewa dan tidak
puas, akan tetapi tanpa bantuan kawan-kawan ini, apa dayanya terhadap Goat Lan
dan Hong Beng yang sudah dikenal kelihaiannya itu? Mereka pun segera pergi dari
tempat itu dan asap hitam yang ringan itu perlahan-lahan naik ke atas genteng
sehingga kamar itu menjadi bersih kembali.
Selir yang
tadinya pingsan kini sudah siuman kembali, dan menangis terisak-isak karena mendapat
marah dari Kaisar yang masih belum sadar bahwa selirnya inilah sebenarnya
kepala komplotan jahat itu! Selama itu sampai pagi tidak terjadi sesuatu lagi.
Baiknya Goat
Lan masih mempunyai banyak daun obat sehingga ia dapat memasak obat lagi.
Begitu terang tanah dan Pangeran sudah bangun, gadis ini kemudian memberi buah
Giok-ko ke tiga. Semenjak makan obat Giok-ko dan daun To-hio, keadaan Pangeran
itu sudah baik sekali. Kalau biasanya ia selalu mengeluarkan kotoran darah,
kini darah telah berhenti dan sakit pada perutnya sudah lenyap sama sekali.
Giranglah
hati Kaisar dan dia hendak menyuruh membuka pintu. Akan tetapi Goat Lan
mencegahnya dan menyatakan bahwa masih sekali lagi Pangeran harus minum air
daun obat siang nanti.
Akan tetapi
tiba-tiba di luar terdengar suara gaduh dan disusul dengan teriakan-teriakan
keras.
“Buka pintu!
Tangkap pemberontak! Tolong dan bebaskan Kaisar!”
Suara gaduh
itu adalah suara senjata yang beradu karena ternyata bahwa Bu Kwan Ji bersama
beberapa orang perwira serta tiga orang tabib itu sudah datang menyerbu dan
memaksa membuka pintu. Ketika bayangkari melawan, mereka ini langsung diserang!
Pintu terbuka
dan lima orang bayangkari cepat menghampiri Kaisar untuk melindunginya,
sedangkan yang lain masih menahan majunya para penyerbu itu!
“Cepat
lindungi Kaisar dan Pangeran!” seru Goat Lan kepada lima orang bayangkari itu,
kemudian dia dan Hong Beng lalu menyerbu keluar.
“Tangkap
pemberontak!” seru Bu Kwan Ji ketika melihat kedua orang muda itu.
“Kaulah
pemberontak dan pengkhianat!” seru Goat Lan.
Sedangkan
Hong Beng tidak mau banyak cakap lagi, langsung menyerang dengan amat hebatnya.
Dua orang perwira kena dirobohkan oleh tendangannya dan kini dia menyerbu tiga
orang tabib istana itu dengan tongkatnya!
Ada pun Goat
Lan segera dikeroyok oleh Bu Kwan Ji, Ban Sai Cinjin dan beberapa orang perwira
ikut pula menyerbu, tiga orang mengeroyok Goat Lan sedangkan tiga orang lagi
mengeroyok Hong Beng. Enam orang perwira ini adalah kawan-kawan atau kaki
tangan Bu Kwan Ji, demikian pula dua orang yang sudah roboh oleh tendangan Hong
Beng.
Pertempuran
hebat terjadi di luar kamar pangeran, tempat yang cukup luas itu. Kaisar
menjadi marah sekali.
“Lekas
panggil datang semua perwira dan pengawal istana!” perintahnya kepada salah
seorang bayangkari, dan Kaisar lalu mengambil sendiri obat di atas tungku, lalu
memberi minum secawan obat kepada puteranya. Obat terakhir dan selamatlah nyawa
Pangeran Mahkota!
Amukan Hong
Beng dan Goat Lan hebat sekali. Dengan sepasang bambu runcingnya, Goat Lan
dapat menahan serbuan para pengeroyoknya, bahkan dengan kecepatan kilat dia
berhasil menotok lambung Bu Kwan Ji yang roboh terguling dalam keadaan pingsan
dan merobohkan pula dua orang perwira!
Ada pun Hong
Beng juga sudah berhasil melukai pundak Ang Lok Cu dan bahkan telah menewaskan
Cu Siang Hwesio! Akan tetapi mereka tetap saja masih dikurung, terutama sekali
Ban Sai Cinjin merupakan lawan yang tangguh bukan main, yang berusaha sekuat
tenaga untuk merobohkan Goat Lan!
Pada saat
itu pula, datanglah seorang panglima yang gagah sekali, diiringi oleh beberapa
orang pengawal yang nampaknya gagah dan kuat. Panglima muda ini bukan lain adalah
Kam Liong yang gagah perkasa!
Sejenak
pemuda ini menjadi bingung melihat betapa ada dua orang muda yang elok sedang
mengamuk laksana sepasang naga dan banyak perwira pengawal telah rebah di
sana-sini. Tentu saja tidak sukar baginya untuk memilih kawan, dan serta merta
dia dan kawan-kawan lainnya lalu mengeroyok Hong Beng dan Goat Lan.
Akan tetapi,
tiba-tiba terdengar bentakan Kaisar, “Kam-ciangkun! Jangan serang mereka!
Bantulah mereka menangkap para pengkhianat!”
Panglima
muda ini menjadi terkejut dan merasa amat heran, apa lagi Ban Sai Cinjin yang
mendengar bentakan Kaisar ini, maklumlah dia bahwa tidak ada harapan lagi
baginya. Ternyata bahwa usaha Bu Kwan Ji telah gagal! Dengan menyebarkan asap
hitamnya ia lalu melarikan diri keluar dari istana!
Beberapa
orang perwira hendak mengejarnya, akan tetapi dengan tabir asap hitam yang
jahat sebagai pelindung, tak seorang pun dapat mendekatinya. Baru saja mencium
asap, pengeiar-pengejar itu sudah jatuh menggeletak seperti mayat! Akhirnya
kakek ini berhasil melarikan diri tanpa seorang pun dapat menangkapnya.
Ada pun Cu
Tong Hwesio tak kuat menghadapi tongkat Hong Beng, maka dia pun roboh dengan
dada tertotok tongkat. Sebentar saja, dengan bantuan Kam Liong, semua orang kaki
tangan Bu Kwan Ji sudah tertangkap dan banyak yang tewas.
“Penggal
kepala mereka, baik yang masih hidup mau pun yang sudah matil” seru Kaisar
dengan marah sekali. “Kecuali Bu-ciangkun, jangan bunuh dia, tahan dengan kuat.
Aku perlu mendengar keterangan dan pengakuan tentang pengkhianatannya!”
Pucatlah
wajah Tian Ci mendengar ini. Kalau Bu Kwan Ji dibunuh seketika itu juga, akan
amanlah dia. Akan tetapi sekarang Kaisar hendak memeriksa perwira itu, sungguh
amat berbahaya baginya!
Setelah
keadaan menjadi beres, Goat Lan dan Hong Beng berlutut di depan Kaisar minta
ampun tentang kelancangan mereka yang sudah berani menahan Kaisar di dalam
kamar itu. Kaisar tersenyum dan berkata,
“Tentu saja
ada hukuman bagi pelanggar dan ada hadiah bagi yang berjasa. Kalian telah
melanggar dan berbareng berjasa pula. Sekarang tinggallah di gedung tamu,
tunggu saja keputusanku!”
Sesungguhnya
Goat Lan dan Hong Beng hendak pergi pada saat itu juga, akan tetapi mereka
tidak berani membantah kehendak Kaisar, dan lagi, mereka berdua perlu sekali
beristirahat setelah tiga hari tiga malam tidak pernah tidur dan jarang makan
itu. Maka sepasukan pengawal lalu mengiringkan mereka dengan penuh penghormatan
ke gedung tamu yang letaknya di sebelah kiri istana.
Pada esok
harinya, terjadi peristiwa yang menggemparkan, ketika Bu Kwan Ji kedapatan
telah terbunuh di dalam kamar tahanannya! Tak ada seorang pun mengetahui siapa
yang membunuh perwira ini sehingga Kaisar menjadi marah sekali, karena
sebenarnya Kaisar ingin sekali membongkar rahasia komplotan itu.
Tiada
seorang pun yang mengetahui, kecuali Song Tian Ci, selir Kaisar itu. Oleh
karena sesungguhnya, yang membunuh adalah penjaga tahanan sendiri yang sudah
‘dibeli’ oleh selir yang lihai ini.
Song Tian Ci
maklum bahwa kalau Bu Kwan Ji sampai diperiksa di bawah alat penyiksa, bukan
tidak mungkin kalau orang she Bu ini akan membongkar rahasia perhubungannya
dengan perwira ini. Dengan matinya Bu Kwan Ji, maka amanlah nama Song Tian Ci
dan semenjak saat itu, dia tak berani lagi berpikir untuk merebut kedudukan
calon kaisar bagi puteranya.
Akan tetapi
diam-diam Song Tian Ci menaruh hati dendam kepada Goat Lan dan Hong Beng,
karena orang muda inilah yang menggagalkan rencananya dan bahkan membuat ia
berada dalam bahaya besar. Wanita ini cerdik sekali dan mempunyai pandangan
mata yang amat tajam. Pengalamannya di dalam kamar Pangeran telah membuka
matanya dan ia dapat mengetahui bahwa antara Goat Lan dan Hong Beng terdapat
pertalian cinta kasih yang besar. Inilah kesempatan membalas dendam! Ia maklum
bahwa salah satu jalan terbaik untuk membalas dendam adalah menghancurkan
kebahagiaan orang.
Dengan amat
licin dia lalu membujuk Kaisar. Dipuji-pujinya Goat Lan setinggi langit dan
tentu saja Kaisar membenarkan pujian ini.
“Sudah
sepatutnya apa bila gadis seperti Nona Kwee itu diberi ganjaran yang setimpal
dengan jasa-jasanya,” katanya mengakhiri pujiannya.
“Memang,”
Kaisar membenarkan, “Aku sendiri pun kini sedang bingung memikirkan apa
gerangan yang dapat kuhadiahkan kepadanya. Kalau dia seorang laki-laki tentu
dia akan kuangkat menjadi seorang pembesar tinggi. Akan tetapi dia adalah
seorang gadis.”

“Kedudukan
tinggi bagi seorang gadis adalah menjadi isteri seorang berpangkat tinggi. Nona
Kwee sangat cantik jelita dan gagah perkasa, mengambilnya sebagai seorang selir
jauh lebih berharga dari pada mengambil selir seorang bidadari kahyangan!”
Kaisar
memandang selirnya ini dengan mata terbelalak. “Apakah kau mabuk? Aku sudah
tua, mana dapat menyia-nyiakan hidup seorang gadis seperti dia? Tidak, aku
tidak ingin menambah selirku!”
“Harap
Paduka jangan salah paham,” Song Tian Ci membantah, “maksud hamba bukan Paduka
yang harus mengambilnya menjadi selir, akan tetapi untuk Pangeran Mahkota!
Bukankah Nona Kwee telah berjasa besar menyelamatkan nyawa Putera Mahkota?
Lihat saja alangkah telaten dan sabar Nona itu merawatnya, tanda bahwa Nona itu
tentu suka kepada Pangeran. Bila Nona itu bisa diambil sebagai selirnya, tidak
saja dapat menjaga keselamatan Pangeran, juga hal itu merupakan hadiah yang
paling berharga untuknya!”
Kaisar
mengangguk-angguk sambil mengelus-elus jenggotnya. “Akan tetapi puteraku baru
berusia lima belas tahun kurang, dan Nona itu agaknya sudah ada dua puluh
tahun.”
“Soal usia
tidak menjadi halangan, apa lagi bukan sebagai isteri yang sah, hanya sebagai
selir nomor satu.”
“Bagaimana
kalau dia menolaknya?”
“Tak mungkin
ada seorang gadis dari rakyat biasa akan menolak anugerah Paduka yang demikian
besarnya. Penolakan berarti penghinaan karena sama halnya dengan menolak
Pangeran! Akan tetapi, untuk hal ini mudah saja. Bukankah Nona Kwee dan
kawannya sudah melakukan pelanggaran besar? Menahan Paduka di dalam kamar
sampai tiga hari saja telah cukup untuk menghukum mati kepada mereka. Sekarang
hukuman ditiadakan, bahkan dia diangkat menjadi mantu Kaisar, tak mungkin dia
menolak!”
Begitulah,
dengan siasat yang licin sekali Song Tian Ci berusaha untuk menghancurkan
kebahagiaan Giok Lan, berusaha memisahkannya dari Hong Beng untuk dijadikan
selir oleh Pangeran Mahkota! Dan akhirnya Kaisar merasa setuju sekali.
Pada
keesokan harinya, Goat Lan dan Hong Beng dipanggil menghadap. Para menteri dan
hulubalang lengkap menghadap raja yang sudah duduk di singgasana dengan wajah
girang. Juga Pangeran Mahkota itu hadir pula di dekat ayahnya.
Semua
pembesar yang setia kepada Kaisar, memandang kepada Pangeran itu dengan wajah
riang. Semua sudah mendengar tentang penyembuhan itu, maka ketika Goat Lan dan
Hong Beng datang menghadap, semua mata ditujukan kepada mereka dengan hati
kagum sekali.
Sambil
menunjuk kepada Goat Lan dan Hong Beng yang berlutut di depan Kaisar, Kaisar
berkata, “Kalian semua yang hadir di sini sudah mendengar mengenai jasa besar
dari kedua orang muda ini. Lihatlah, betapa puteraku sudah sembuh sama sekali,
semua ini berkat pengobatan Nona Kwee Goat Lan dan sahabatnya yang bernama Sie
Hong Beng. Oleh karena itu, pada hari ini aku hendak memberi hadiah dan
anugerah kepada mereka berdua.”
Semua yang
hadir mengangguk-anggukkan kepala dan tersenyum, sebab mereka semua merasa
bahwa hal ini sudah cukup pantas.
“Anugerah
pertama,” kata Kaisar, “adalah pembebasan mereka dari tuntutan. Sungguh pun
mereka berdua sudah berani berlaku lancang memasuki istana tanpa ijin, bahkan
telah menahan Kaisar dan Pangeran di dalam kamar selama tiga hari, akan tetapi
aku bebaskan mereka dari kesalahan ini.”
Goat Lan dan
Hong Beng mengangguk-anggukkan kepala dan menyatakan terima kasih mereka.
“Anugerah
kedua bagi Sie Hong Beng, dia kuberi pangkat congtok dan boleh melakukan
tugasnya di kota Nan-kiang, kuberi dua ekor kuda terbaik dari kandang kuda
istana dan uang perak seribu tael. Bagaimana penerimaanmu tentang anugerah ini,
orang muda?”
Sie Hong
Beng merasa terkejut sekali. Ia sama sekali tidak mengharapkan hadiah, akan
tetapi bagaimana dia dapat menolak hadiah Kaisar? Dia cepat
mengangguk-anggukkan kepala dan berkata dengan suara perlahan,
“Mohon ampun
sebanyaknya apa bila hamba berani berlaku tidak patut. Bukan sekali-kali hamba
tidak menghargai karunia Paduka yang dilimpahkan kepada hamba, akan tetapi
sesungguhnya hamba tidak sanggup untuk menjabat pangkat di suatu tempat. Mohon
Hong-siang suka mengampuni hamba dan memperbolehkan hamba menolak kedudukan dan
pangkat itu.”
Hening
suasana di situ. Tak ada seorang pun berani mengangkat kepala karena merasa
heran dan juga kuatir mendengar jawaban Hong Beng. Kaisar sendiri merasa
tertegun, akan tetapi kemudian terdengar dia berkata,
“Darah petualang
agaknya mengalir pada tubuhmu, anak muda. Tidak apalah, kalau kau tidak dapat
menerima pangkat, biar hadiah uang kutambah lima ratus tael lagi!”
Lega hati
Hong Beng dan biar pun ia tidak suka menerima hadiah uang akan tetapi tentu
saja ia tidak berani menolak lagi. Cepat ia menghaturkan terima kasihnya sambil
berlutut.
“Dan
sekarang untuk Nona Kwee Goat Lan yang paling berjasa dalam urusan ini. Tanpa
adanya Nona ini, mungkin puteraku tidak akan dapat sembuh dari sakitnya. Oleh
karena pembelaannya ini, maka seakan-akan berarti bahwa jiwa dan raga Pangeran
telah dapat dirampasnya dari tangan maut, dan oleh karena itu, biarlah untuk
selama hidupnya, dia memiliki jiwa raga Pangeran! Biar pun puteraku baru
berusia lima belas tahun dan belum menikah, akan tetapi aku mengangkat Nona
Kwee menjadi selir pertama dari puteraku atau sama dengan mantuku yang
pertama!”
Bukan main
kagetnya Goat Lan dan Hong Beng mendengar ini. Muka Goat Lan sampai menjadi
pucat sekali dan kedua kakinya yang berlutut itu menggigil. Tidak disangkanya
sama sekali bahwa dia akan mendapat anugerah macam ini.
Dia
mengerling ke arah Hong Beng yang juga menjadi pucat dan mengerutkan kening.
Kemudian ketika tak disengaja dia menengok ke arah Pangeran Mahkota, Pangeran
itu tersenyum-senyum malu, agaknya suka sekali akan keputusan ayahnya ini!
Semua yang
hadir juga merasa setuju sekali dengan keputusan ini, karena hal ini mereka
anggap sebagai anugerah terbesar yang mungkin diberikan kepada gadis itu.
“Bagaimana,
Nona Kwee Goat Lan? Engkau tentu dapat menerirna keputusan kami ini, bukan?”
Kaisar mendesak ketika dilihatnya nona itu menundukkan mukanya. Ketika Goat Lan
mengangkat muka, Kaisar melihat betapa pucatnya wajah gadis itu.
“Mohon
beribu ampun bahwa hamba terpaksa tak dapat menerima penghormatan besar ini!”
Kali ini
keadaan bahkan menjadi jauh lebih sunyi dari pada ketika Hong Beng menolak
pengangkatan. Bagaimana gadis ini berani menolak pinangan dari Kaisar yang
diucapkan oleh Kaisar sendiri untuk Putera Mahkota? Hampir tak dapat mereka
percaya!
Terdengar
orang menarik kursi dan ternyata Pangeran Mahkota yang mundur dari tempat
duduknya memberi hormat kepada Kaisar sebagai pengganti ucapan maaf dan
akhirnya, setelah memandang ke arah Goat Lan dengan muka merah dan mata sayu
Pangeran ini lalu mengundurkan diri ke dalam! Setelah itu, belum juga Kaisar
mengeluarkan suara.
Tak seorang
pun yang memandang wajah Kaisar yang sebentar pucat sebentar merah itu. Ia
merasa terhina sekali. Di hadapan para pembesar, para hulubalang, seorang gadis
biasa saja telah berani menolak pinangannya! Pinangan seorang raja besar untuk
putera mahkota, ditolak oleh seorang gadis biasa saja. Alangkah hinanya! Lalu
dia teringat akan ucapan Song Tian Ci selirnya itu, bahwa gadis ini mempunyai
dosa dan untuk dosa itu sudah patut memberi hukuman mati kepadanya.
“Kwee Goat
Lan...!” tiba-tiba suara Kaisar memecah kesunyian, suara yang telah cukup
dikenal oleh para penghadap, karena kalau suara Kaisar sudah lambat dan parau,
tanda bahwa orang besar ini sedang marah sekali, “insyaf benarkah kau akan apa
yang kau ucapkan tadi? Sadarkah kau bahwa jawabanmu itu berarti penolakan
terhadap pinangan rajamu? Kau telah menghina Kaisar sekaligus membuat malu
seorang Pangeran, seorang Putera Mahkota! Tahukah kau akan dosamu yang besar
ini?”
Dengan air
mata menitik keluar dari pelupuk matanya, Goat Lan menganggukkan kepala. “Hamba
terpaksa... hamba tak dapat menerima kehormatan besar itu.” Hanya kekerasan
hatinya saja yang menahan Goat Lan tidak sampai menangis tersedu-sedu di situ!
“Kwee Goat
Lan, tahukah kau bahwa untuk dosamu masuk ke dalam istana tanpa ijin dan menahanku
di dalam kamar sampai tiga hari itu saja sudah cukup untuk memberikan hukuman
mati kepadamu?”
Seorang
menteri tua segera maju dan sambil mengangguk-anggukkan kepalanya yang penuh
uban dia berkata, “Mohon Paduka sudi mengampuni gadis ini tentang dosa dan
pelanggaran itu karena paduka tadi dalam anugerah pertama sudah membebaskannya
dari kesalahan itu.”
Memang
menteri tua yang berpengalaman ini menjadi kuatir sekali kalau-kalau di dalam
kemarahannya Kaisar akan menarik kembali keputusan yang sudah dikeluarkan
terlebih dulu dan kalau hal ini terjadi, amat tidak baik bagi pribadi Kaisar
sendiri. Keputusan yang keluar dari mulut seorang kaisar besar, tak dapat
diubahnya lagi!
Kaisar
teringat akan hal ini dan berkatalah dia, “Sesungguhnya aku sudah mengampuni
kesalahan yang itu, akan tetapi gadis ini berani sekali menghinaku serta
membikin malu Pangeran, maka untuk kedosaannya ini kuputuskan hukum buang
keluar Tembok Besar di utara!”
Terdengar
isak tertahan di leher gadis itu. Sebagai seorang gagah, tentu saja dia tidak
takut dan dapat melarikan diri, akan tetapi sebagai seorang setiawan dan
seorang yang menjunjung tinggi kepada Kaisar, tentu saja dia tak berani
melakukan hal ini, karena hal ini akan merupakan pemberontakan yang akan
mencemarkan namanya sekaligus nama keluarganya. Bagaimana dia dapat mencemarkan
nama ayah ibunya?
“Ayah...
Ibu...” Goat Lan mengeluh dalam hatinya, akan tetapi tanpa disadarinya bibirnya
ikut menggerakkan sebutan ini.
Hong Beng
yang berlutut tak jauh darinya mendengar keluhan ini dan dapat dibayangkan
betapa hancurnya hati pemuda ini mendengar keputusan hukuman yang dijatuhkan
oleh Kaisar kepada Goat Lan.
“Hamba tidak
dapat menerima keputusan hukuman yang dijatuhkan atas diri Nona Kwee Goat Lan!”
Hong Beng berseru keras sekali sehingga semua orang terkejut.
Kaisar
memandangnya dengan marah. “Hmm, agaknya bukan desas-desus kosong saja bahwa
keturunan Pendekar Bodoh memang memiliki jiwa pemberontak. Teringat olehku
betapa dulu ayahmu dan kawan-kawannya juga pernah melawan tentara kerajaan!”
kata Kaisar dengan marah. “Dan apakah sekarang kau ingin mengulangi perbuatan
ayahmu yang tidak benar itu? Kau hendak melawan keputusan dari Kaisarmu?”
Menteri tua
yang tadi membela Goat Lan, yaitu seorang bangsawan she Liem, segera mengajukan
usulnya,
“Hamba mohon
sudilah kiranya Paduka suka mempertimbangkan keadaan kedua orang muda ini. Jasa
mereka amat besar, karena selain telah menyembuhkan Putera Mahkota, mereka
jugalah yang menghancurkan komplotan jahat dari Bu Kwan Ji. Kalau sekarang
Paduka menjatuhkan hukuman berat, bukankah hal ini akan mengejutkan orang-orang
gagah yang banyak terdapat di antara rakyat dan membuat mereka takut sehingga
tidak berani membantu pemerintah untuk menyatakan kesetiaan mereka?”
Kaisar
mendongkol juga mendengar ucapan ini, meski pun diam-diam ia harus mengakui
kebenarannya. “Habis, kalau menurut pendapatmu bagaimana baiknya?”
“Harap
Paduka sudi mengampunkan hamba yang lancang. Hukuman mengusir Nona ini ke utara
sudah dikeluarkan sehingga tidak mungkin dicabut kembali, hanya dapat diubah
sifatnya. Hukuman ini bukan pembuangan seumur hidup, tetapi pembuangan
sementara saja. Hamba teringat bahwa kini bangsa Tartar sedang bergerak dari
barat dan utara, melakukan pengacauan dan merampok serta menculik rakyat yang
tinggal di perbatasan utara dan barat. Mengapa tidak memberi kesempatan kepada
Nona Kwee dan kawannya yang gagah perkasa ini untuk membuktikan kesetiaan dan
kebaktian mereka terhadap negara? Hamba rasa lebih baik kalau memberi tugas
kepada mereka ini untuk mengusir musuh, dan apa bila mereka berdua ternyata
benar-benar setia, Paduka akan melakukan sesuatu yang adil dan mulia apa bila
mengampuni mereka ini!”
Kaisar
mengangguk-angguk dan merasa setuju sekali. Sekelebatan saja menteri tua she
Liem ini dapat menduga bahwa di antara kedua orang muda itu pastilah ada
hubungan kasih, terbukti dari kerling mereka dan betapa pemuda itu dengan
mati-matian berani membela Goat Lan di depan Kaisar. Karena itu timbullah hati
kasihan di dalam dadanya sehingga mengajukan usul ini.
Demikianlah,
pada hari itu juga, Goat Lan dan Hong Beng diberi tanda cap pada lengan tangan
mereka dengan sejenis tinta yang tak dapat dihapus oleh siapa pun juga, kecuali
apa bila dicuci dengan obat yang tersimpan di istana. Cap dari Kaisar ini
merupakan tanda bahwa mereka masih berada di dalam urusan dan apa bila cap ini
belum dihapus oleh Kaisar, berarti mereka selama hidup akan menjadi pesakitan!
Kaisar berjanji bahwa apa bila mereka membuktikan kesetiaan mereka dan berhasil
mengusir para pengacau di utara, cap di lengan itu akan dihapus bersih sebagai
tanda pengampunan bagi mereka!
Dengan hati
sedih, Hong Beng dan Goat Lan segera berangkat ke utara, dikawal oleh sepasukan
prajurit istimewa yang selain akan mengamat-amati mereka, juga bertugas
membantu mereka membasmi para pengacau. Pasukan ini terdiri dari empat puluh
orang perjurit pilihan yang pandai ilmu silat.
Pada hari
keberangkatan pertama, kedua mata Goat Lan menjadi merah dan ia tak dapat
banyak mengeluarkan kata-kata. Baiknya masih ada Hong Beng di sampingnya
sehingga berkat hiburan-hiburan pemuda ini, pada keesokan harinya Goat Lan
telah mendapatkan kembali kegembiraannya. Dengan amat mudah Goat Lan dapat
merubah hukum buang itu seperti sebuah perjalanan pelesir saja. Tiada hentinya
di sepanjang jalan ia berjenaka sehingga kini sebaliknya Hong Beng yang
terhibur!
Pada esok
harinya, pagi-pagi sekali mendadak ada serombongan pasukan berkuda yang
menyusul cepat dan ketika pasukan itu tiba, semua prajurit pengawal Hong Beng
dan Goat Lan cepat-cepat memberi hormat kepada seorang panglima muda yang
mengepalai pasukan itu. Hong Beng dan Goat Lan segera mengenal panglima muda
yang gagah dan tampan ini sebagai panglima yang membantu mereka mengalahkan Bu
Kwan Ji beserta kaki tangannya di depan kamar Pangeran itu.
Memang
panglima muda ini adalah Kam Liong! Ia cepat turun dari kudanya dan menjura
kepada Hong Beng dan Goat Lan sambil berkata dengan senyum,
“Alangkah
gembira hati siauwte dapat mengejar dan menyusul Ji-wi hari ini! Siauwte Kam
Liong adalah orang pertama yang merasa amat menyesal dan kecewa mendengar nasib
malang yang menimpa diri Ji-wi yang mulia, karena sebenarnya antara Ji-wi dan
siauwte terdapat hubungan yang sudah lama, semenjak ayah kita masing-masing
masih muda!”
Hong Beng
dan Goat Lan segera membalas penghormatan panglima muda ini dengan gembira dan
juga terheran. Kam Liong lalu memerintahkan agar pasukan itu beristirahat
kemudian dia mengajak kedua orang muda itu untuk duduk di tempat tersendiri
sambil mengeluarkan perbekalan mereka untuk makan minum.
Di bawah
sebatang pohon yang besar mereka duduk bercakap-cakap sambil makan. Di situlah
Kam Liong menceritakan bahwa ia adalah putera dari Panglima Besar Kam Hong Sin
yang sudah kenal baik dengan ayah ibu kedua orang muda itu.
“Siauwte
telah bertemu dengan kedua saudaramu, Sie-enghiong,” katanya kepada Hong Beng
sehingga pemuda ini menjadi terheran. “Bukanlah adikmu perempuan bernama Sie
Hong Li dengan pedangnya Liong-coan-kiam yang hebat itu? Hanya sayang aku belum
mengetahui nama saudaramu laki-laki itu, juga tak tahu apakah dia adik atau
kakakmu.”
Hong Beng
adalah seorang pemuda yang pendiam akan tetapi cerdik sekali. Biar pun dia tahu
bahwa panglima muda ini telah salah duga, namun dia tidak segera mengemukakan
hal ini, bahkan lalu bertanya,
“Siapakah
dia, di mana kau bertemu dengannya dan bagaimana rupanya?”
Dengan
gembira Kam Liong lalu menceritakan tentang pertemuannya dengan Lie Siong
ketika pemuda ini menolong Lilani. “Pemuda itu sungguh aneh, tidak mau
menyebutkan nama dan tidak mengaku pula siapa orang tuanya, akan tetapi melihat
ilmu silatnya, aku tidak ragu-ragu lagi bahwa kalau dia bukan saudaramu,
Sie-enghiong, pasti dia adalah saudara dari Kwee Lihiap ini!”
Akan tetapi,
Hong Beng dan Goat Lan yang mendengar penuturan itu saling pandang dengan
terheran-heran.
“Aku tidak
mempunyai saudara laki-laki, Kam-ciangkun,” kata Hong Beng.
“Dan adikku
masih kecil,” kata Goat Lan.
Kam Liong
memandang kepada mereka dengan tajam. Memang pemuda ini mempunyai mata yang
tajam sekali, tanda bahwa otaknya cerdik.
“Ahh, kalau
begitu, tidak salah lagi! Dia tentulah putera Ang I Niocu.”
Kemudian Kam
Liong merubah arah pembicaraan dan menyatakan maksudnya menyusul rombongan yang
mengantar kedua orang muda keluar Tembok Besar itu.
“Semenjak
kemarin dulu siauwte bertemu dengan Ji-wi, pada saat kita bersama memberi
hajaran kepada komplotan Bu Kwan Ji yang busuk, siauwte telah merasa tertarik
sekali dan ingin mengadakan perkenalan. Akan tetapi, sayang sekali siauwte
menerima tugas keluar kota raja dan baru kemarin siauwte datang. Alangkah
kecewa hatiku mendengar bahwa Ji-wi sudah berangkat menerima keputusan dari
Hong-Siang yang sesungguhnya amat kurang bijaksana itu. Akan tetapi, harap
Ji-wi tidak kuatir. Apa bila sudah selesai tugasku di selatan, aku pasti akan
menyusul ke utara sehingga kita bisa bersama-sama menghancurkan
pengacau-pengacau itu! Siauwte pernah bertugas di utara dan memiliki tempat
merupakan benteng di sebelah dusun di lereng Gunung Alkata-san. Ji-wi harap
mendirikan markas di sana, dan sementara itu bila mana siauwte ke selatan,
siauwte akan mengunjungi Kwee-lo-enghiong dan Sie Taihiap untuk menyampaikan
warta ini dan memberitahukan bahwa Ji-wi berada dalam keadaan selamat!”
Hong Beng
dan Goat Lan merasa girang sekali dan juga bersyukur, karena itu mereka lalu
menyatakan terima kasih berulang-ulang. Saking gembiranya, kedua orang muda ini
menerima saja usul Kam Liong yang ramah-tamah ketika Kam Liong mengajak
keduanya mempertebal persahabatan dengan menyebut nama masing-masing begitu
saja tanpa embel-embel lagi!
Kam Liong
lalu memberi perintah kepada prajurit-prajurit yang mengawal Hong Beng dan Goat
Lan, memberi tahu ke mana mereka harus pergi untuk mendapatkan benteng yang
dulu menjadi tempat tinggal pasukannya itu. Kemudian, tiga orang muda yang
gagah ini lalu berpisah.
Sebelum
berpisah, Kam Liong melakukan sesuatu yang sangat mengharukan hati kedua orang
muda itu. Panglima gagah perkasa ini memerintahkan kepada prajurit-prajuritnya
untuk meninggalkan semua kuda sehingga pasukan pengawas Hong Beng dan Goat Lan
semua mendapat seekor kuda. Kuda Kam Liong sendiri diserahkan kepada Hong Beng
dan Goat Lan juga mendapatkan seekor kuda yang terbagus!
Ketika Hong
Beng dan Goat Lan hendak menolak, Kam Liong berkata,
“Tujuan
perjalanan kalian masih sangat jauh dan panjang, ada pun kami dapat mudah saja
membeli kuda atau meminjam di kota. Bahkan untuk berjalan kaki ke kota raja pun
sudah tak berapa jauh.” Terpaksa kedua orang muda itu menerima sambil
menghaturkan terima kasih.
Tentu saja
Hong Beng dan Goat Lan sama sekali tidak dapat membaca isi hati panglima muda
itu. Biar pun Kam Liong sangat mengagumi kedua remaja itu dan memang ingin
mengikat tali persahabatan, namun kalau tidak ada ‘apa-apanya’ belum tentu Kam
Liong akan berlaku luar biasa baiknya itu.
Semenjak Kam
Liong bertemu dengan Lili, hati pemuda ini telah runtuh dan dia terjeblos dalam
perangkap asmara. Dia jatuh cinta kepada Lili dan semenjak hari pertemuan itu,
setiap malam ia selalu termenung dan merindukan Lili. Ia ingin sekali menyuruh
seorang perantara untuk mengajukan pinangan kepada orang tua Lili di Shaning,
namun hatinya masih ragu-ragu sebab meminang puteri Pendekar Bodoh bukanlah
perkara lumrah saja! Baginya, lebih mudah meminang puteri seorang pangeran di
kota raja dari pada harus meminang puteri Pendekar Bodoh yang dahulu sering
kali disebut-sebut oleh ayahnya, Kam Hong Sin yang sudah gugur dalam
peperangan.
Lalu, tanpa
disangka-sangkanya, dia mendengar berita tentang adanya putera Pendekar Bodoh
yang mengacau di istana! Ketika itu dia baru saja datang dari luar kota, karena
memang pekerjaan terutama dari Kam Liong adalah melakukan pemeriksaan terhadap
benteng-benteng penjagaan tentara kerajaan di batas negara. Karena itu dia
dapat cepat datang pada saat Kaisar memanggil bantuan sehingga bisa bertemu
dengan Hong Beng dan Goat Lan.
Akan tetapi,
sayang sekali datang laporan dari seorang perwira sehingga ia mesti keluar kota
kembali untuk beberapa hari. Maka ketika ia kembali ke kota raja, ia telah
terlambat karena Hong Beng dan Goat Lan sudah mendapat hukuman buang ke utara.
Kam Liong
tidak mau melepaskan kesempatan baik ini. Dia tergila-gila kepada Lili, dan
sekarang kakak dari gadis itu berada di sini, bagaimana dia tidak melakukan
sesuatu untuk mengambil hati? Demikianlah, ia lalu menyusul dengan cepat dan
berhasil menarik dan menawan hati Hong Beng.
Di sepanjang
perjalanan, Hong Beng dan Goat Lan tiada henti memuji kebaikan hati Kam Liong.
Perwira-perwira yang memimpin pasukan pengawal itu menambahkan,
“Memang
Kam-ciangkun baik sekali dan ilmu silatnya juga tinggi. Kabarnya dia mendapat
didikan langsung dari tokoh-tokoh Kun-lun-pai. Sejak berusia tujuh belas tahun,
dia telah berjasa dalam peperangan, membantu perjuangan ayahnya. Bahkan pada
saat ayahnya gugur dalam peperangan, Kam-ciangkun ikut bertempur bahu membahu
dengan ayahnya itu.”
Semakin
kagumlah hati Hong Beng dan Goat Lang, dan ini sesuai benar dengan maksud hati
Kam Liong! Kemudian, sesudah menyelesaikan urusannya di kota raja, Kam Liong
berangkat ke selatan dan pertama-tama dia menuju ke Shaning hendak mencari
rumah Pendekar Bodoh untuk melaporkan keadaan Hong Beng, dan terutama sekali
agar dapat bertemu dengan Lili!
Dia pikir
lebih baik bertemu dengan Pendekar Bodoh dahulu sebelum memberanikan diri
mengirim perantara mengajukan pinangan. Baiknya dia mempunyai alasan yang
sangat tepat, yakni berita tentang keadaan Hong Beng. Kalau tidak ada alasan,
ia merasa sukar juga menjumpai suami isteri pendekar besar itu.
Baiklah,
kita meninggalkan Kam Liong yang menuju ke rumah Sie Cin Hai di Shaning. Mari
kita mendahuluinya ke Shaning dan menengok keadaan keluarga Sie ini.
Sejak
Sin-kai Lo Sian Si Pengemis Sakti tinggal di rumah keluarga Sie, baik Lili mau
pun suami isteri Sie merasa terhibur dari kedukaan mereka karena kematian
Yousuf. Walau pun kematian Yousuf sudah terjadi belasan tahun yang lalu, namun
tiap kali teringat oleh mereka bahwa pembunuhnya, yakni Bouw Hun Ti, belum
terbalas, mereka merasa sedih sekali. Akan tetapi, kini dengan adanya Lo Sian,
seakan-akan Yousuf masih belum mati.
Keadaan dan
sikap Lo Sian ini hampir sama dengan kakek Turki itu. Juga seperti Yousuf, Lo
Sian sangat suka minum arak wangi, suka pula bernyanyi-nyanyi dan mendongeng.
Berbeda dengan Yousuf yang suka mendongeng cerita-cerita dari Turki, adalah Lo
Sian pandai sekali mendongeng cerita-cerita Tiongkok kuno.
Dia boleh
lupa akan keadaan pengalamannya pada masa lampau, yakni segala hal yang
menyangkut dengan dirinya, akan tetapi ternyata dia tidak melupakan
dongeng-dongeng yang terjejal di dalam ingatannya ketika ia masih kecil!
Lili tak
sabar menanti kedatangan Hong Beng, karena dia telah mernperhitungkan bahwa
Hong Beng dan Goat Lan seharusnya telah datang. Ke manakah gerangan perginya
dua orang itu? Lili menyesal sekali mengapa dulu dia tidak ikut saja. Alangkah
senangnya bila mereka itu mengalami hal-hal yang hebat dan berbahaya!
Baiknya di
rumah itu ada Lo Sian yang disebutnya pek-pek atau twa-pek. Kedua orang tuanya,
yakni Sie Cin Hai dan Lin Lin, sudah mendengar penuturannya yang tentu saja
banyak dilebih-lebihkan mengenai pertemuan antara Goat Lan dan Hong Beng
sehingga suami isteri itu merasa girang sekali. Memang Lili amat nakal, jenaka
dan lucu. Katanya ketika dia menceritakan hal kakaknya dan Goat Lan,
“Engko Hong
Beng agaknya tak dapat berpisah lagi dari Enci Lan! Ahh, kalau Ayah dan Ibu
melihat betapa tadinya sebelum saling mengenal ternyata mereka sudah saling
jatuh cinta!” Gadis itu tertawa sambil menutup mulutnya dengan lengan baju.
“Apa
maksudmu?” tanya ayahnya mengerutkan kening.
Lili
menceritakan betapa dia telah menggoda Hong Beng dan Goat Lan sehingga kedua
orang muda yang tidak saling mengenal itu sampai bertempur!
“Ahh, kau
nakal sekali, Lili!” ayahnya menegur. “Kenakalan seperti itu berbahaya sekali.
Kenapa kau seperti anak kecil saja?”
Lili tidak
merasa aneh mendengar teguran ayahnya, karena memang sejak kecil, hanya ayahnya
saja yang selalu menegurnya. Akan tetapi dia juga maklum betul-betul bahwa
ayahnya ini hanya galak di luarnya saja, padahal di dalam hati sangat menyayang
dan memanjakannya.
“Mengapa,
Ayah? Bukankah dengan demikian mereka jadi dapat saling mengenal tingkat
kepandaian masing-masing?” Kemudian dia lalu melanjutkan penuturannya, betapa
Goat Lan merasa berkuatir ketika mendengar Hong Beng ditantang pibu oleh para
pemimpin Hek-tung Kai-pang.
Setelah
selesai dengan penuturannya dan gadis ini pergi ke belakang mengunjungi Lo Sian
di kebun di mana Lo Sian mengerjakan taman bunga, membuangi daun kering dan
rumput, Pendekar Bodoh berkata kepada isterinya,
“Ahh, kurang
pantas sekali kalau Hong Beng melakukan perjalanan berdua saja dengan Goat Lan.
Mereka itu belum menikah dan sudah terlalu lama mereka pergi berdua. Hal ini
tidak baik... tidak baik...” Ia menggeleng-geleng kepalanya.
“Apanya yang
tidak baik?” Lin Lin membantah. “Mereka sudah bertunangan.”
“Tapi masih
belum pantas melakukan perjalanan bersama dalam masa pertunangan, itu melanggar
adat kesopanan kita,” kata suaminya.
“Ahhh, kau
terlalu kukuh! Tidak ingatkah kau betapa dahulu kita sebelum menikah juga
melakukan perantauan, bahkan lebih jauh dan lebih lama lagi? Asal kita dapat
menjaga kesopanan, apa salahnya? Lagi pula, aku percaya penuh Beng-ji akan
mampu menjaga kesopanan, demikian pula Goat Lan.”
“Kita lain
lagi, isteriku,” kata Cin Hai. “Ketika kita melakukan perjalanan bersama, kita
sudah yatim piatu. Akan tetapi anak-anak itu masih ada orang tuanya. Boleh saja
secara kebetulan mereka bertemu di jalan dan menyelesaikan urusan bersama, akan
tetapi tidak untuk selanjutnya merantau dan tidak pulang sampai sekarang!”
“Sudahlah,
suamiku, kenapa ribut-ribut? Siapa tahu kalau mereka juga menemui urusan yang
penting? Untuk menenteramkan hatimu, lebih baik kita pergi mengunjungi Enci Hoa
dan suaminya di Tiang-an untuk menetapkan hari pernikahan kedua anak itu.
Sekalian kita melihat-lihat kalau-kalau mereka sudah pulang ke sana.”
Sie Cin Hai
menyetujui pikiran isterinya ini. Demikianlah, pada keesokan harinya kedua
suami-isteri pendekar ini lalu melakukan perjalanan ke Tiang-an.
Lili yang
ditinggalkan berdua dengan Lo Sian, melewatkan waktunya bersama Pengemis Sakti
ini. Lili mencoba terus menerus untuk mengembalikan ingatan bekas suhu-nya ini,
akan tetapi hasilnya sia-sia belaka.
Kini Lo Sian
selalu nampak senang dan gembira. Di dalam rumah keluarga Sie, ia seperti
seekor burung yang akhirnya menemukan sarang yang baik. Badannya menjadi segar
dan gemuk dan tiap hari dia minum arak yang selalu disediakan oleh keluarga
Sie.
Untuk
menyenangkan hati Lo Sian yang telah menolong jiwanya dan telah melepas budi
besar, Lili lalu menyuruh pelayan membeli arak terbaik dari Hang-ciu sehingga
Lo Sian merasa girang bukan main. Dengan ditemani oleh Lili, sering kali ia
minum arak di loteng belakang sambil menikmati keindahan taman bunga yang
dirawatnya dan yang berada di bawah loteng itu.......
Terima kasih telah membaca Serial ini
No comments:
Post a Comment