Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Harta Karun Jenghis Khan
Jilid 05
SUDAH
berbulan-bulan dia tersiksa oleh rahasia harta karun Jenghis Khan ini. Ketika
dia mula-mula dihubungi oleh Su Tong Hak, dia tidak percaya sehingga tidak
begitu menaruh perhatian. Dia mengenal saudagar ini melalui Phang-taijin, yakni
jaksa di kota raja yang kini menjadi sahabat baik dan pelindungnya.
Pat-pi Mo-ko
adalah seorang yang berilmu tinggi dan baru dua tahun dia tinggal dl kota raja
setelah meninggalkan goa pertapaannya di sebuah gunung di barat. Begitu terjun
ke dunia kang-ouw, dia mengalahkan serta menundukkan semua tokoh sesat sehingga
dia pun akhirnya diakui sebagai raja tanpa mahkota di antara tokoh sesat di
kota raja dan daerah sekitarnya. Banyak tokoh-tokoh dari luar kota yang merasa
penasaran dan datang untuk menentang jagoan baru ini, akan tetapi satu demi
satu roboh di tangan Pat-pi Mo-ko sehingga akhirnya tak seorang pun lagi yang
berani menantangnya.
Akan tetapi,
kota raja bukanlah merupakan tempat di mana seorang tokoh sesat dapat
bersimaharajalela seenaknya saja sebab selain di kota raja terdapat banyak
orang pandai dan pendekar-pendekar, juga jagoan-jagoan dari istana banyak yang
memiliki kepandaian tinggi, di samping adanya para penjaga keamanan yang sangat
kuat dan terlampau kuat bagi para penjahat. Oleh karena itu, Pat-pi Mo-ko juga
tidak berani menonjolkan dirinya.
Iblis tinggi
besar berkulit hitam ini memang memiliki seorang saudara, seorang adik yang
kaya raya dan terkenal dengan sebutan Bouw Wan-gwe (hartawan Bouw), yang
tinggal di kota raja. Akan tetapi, adiknya ini sejak muda tidak suka kepada
kakaknya yang memiliki kebiasaan dan kesukaan yang lain dari pada dia. Jika
sejak kecil dia tekun berdagang dan mencari uang, maka kakaknya itu lebih suka
berkeliaran, belajar ilmu silat, dan bergulang-gulung dengan orang-orang jahat.
Maka Bouw wan-gwe ini pun diam-diam merasa tidak suka kepada Pat-pi Mo-ko!
Biar pun
dengan terpaksa karena takut, akhirnya Bouw Wan-gwe memberi juga uang dan
bahkan membelikan sebuah rumah untuk kakaknya itu. Kemudian, pada suatu hari
Bouw Wan-gwe memperkenalkan kakaknya itu kepada Phang-taijin, yakni seorang
jaksa di kota raja yang pada waktu itu sedang membutuhkan bantuan orang yang
memiliki kepandaian tinggi, yaitu untuk menyingkirkan beberapa orang musuhnya.
Sebagai
seorang jaksa, Phang-taijin mempunyai tiga orang musuh, dan dua di antaranya
adalah sesama rekannya yang menentangnya karena urusan sogokan orang yang
terlibat dalam perkara dan dua orang itu mengancam untuk melaporkan
kecurangannya di dalam menangani perkara itu kepada atasan. Dan seorang lainnya
adalah seorang penjahat yang merasa dilakukan dan diadili secara
sewenang-wenang oleh Phang-taijin.
Melihat
bahwa kedudukan jaksa Phang-taijin akan dapat melindungi dirinya, maka dengan
senang hati Pat-pi Mo-ko Bouw Kim Seng memenuhi permintaan ini lantas dengan
mudah dia dapat membunuh tiga orang musuh yang membahayakan keselamatan
Phang-taijin itu tanpa ada yang mengetahui dan menyangkanya. Mulai saat itulah
Pat-pi Mo-ko menjadi orang kepercayaan Phang-taijin.
Pat-pi Mo-ko
lalu melindungi pembesar itu dari para saingannya, sebaliknya pembesar itu
melindungi si penjahat untuk bersembunyi di kejaksaan. Bahkan dengan mudahnya
Pat-pi Mo-ko menghubungi banyak tokoh penjahat di ibu kota, menguasai mereka
dan menekan mereka supaya mereka semua melakukan operasinya di luar kota raja.
Dengan demikian, mereka tak akan bentrok dengan kedudukan dan tugas
Phang-taijin, sebaliknya pembesar ini pun menutupkan matanya terhadap
pembantunya yang menjadi raja tanpa mahkota di antara para tokoh penjahat di kota
raja.
Ketika
Pat-pi Mo-ko berhubungan dengan Su Tong Hak, dia berhasil menguasai dua peta
yang ada di tangan Su Tong Hak dan Ciang Kim Su dan dengan perjanjian akan
bekerja sama kemudian memperoleh bagian masing-masing, mereka berdua lalu
mencari tempat rahasia menurut petunjuk peta itu. Namun, hasilnya selalu nihil
dan gagal!
Sampai
berbulan-bulan mereka mencari-cari, akan tetapi ternyata peta itu tidak membawa
mereka ke tempat penyimpanan harta karun yang diidam-idamkan itu. Terlebih lagi
kunci emas belum juga dapat ditemukan.
Baru
belakangan ini mereka mendengar mengenai kunci emas ini dan ketika Pat-pi Mo-ko
mengutus orangnya menuju ke dusun Cin-bun-tang di daerah An-keng, utusan itu
kembali dengan tangan kosong dan mengatakan bahwa kakek petani itu dan
isterinya telah tidak ada lagi di dusun. Isterinya terbunuh oleh orang jahat
dan kakek itu sendiri lenyap tanpa ada yang mengetahui ke mana perginya!
Tentu saja
Pat-pi Mo-ko amat menjadi penasaran, marah dan kecewa. Sampai akhirnya dia
mendengar dari sisa-sisa anak buah Liong-kut-pian Ban Lok yang dilaporkan oleh
para pembantunya bahwa Ban Lok serta kawan-kawannya yang telah membunuh suami
isteri petani itu, juga betapa Ban Lok terbunuh oleh seorang pemuda dan seorang
gadis yang lihai sekali, juga bahwa diduga, kunci emas itu berada di tangan
pemuda dan dara itu. Maka mulailah anak buahnya melakukan pengejaran dan
pencarian, juga dia mengutus muridnya untuk mendekati mereka sesudah dia
mendengar bahwa pemuda itu ternyata adalah Pendekar Sadis!
Sesudah
berhasil menerima kunci emas dari muridnya sebagai hasil bujuk rayu muridnya
atau keponakannya yang cantik itu terhadap Pendekar Sadis, hatinya menjadi
semakin kecewa dan penasaran lagi. Kunci emas sudah didapatkan, akan tetapi
peta itu ternyata palsu dan tidak mampu membawanya ke tempat penyimpanan harta
karun Jenghis Khan. Inilah yang membuat dia semakin kecewa dan penasaran.
Kini, dalam
keadaan hampir putus asa mendengar ucapan Kim Hong yang mengatakan bahwa tidak
sukar untuk menyelidiki di mana adanya peta yang tulen, tentu saja serentak
semangatnya tergugah dan harapannya timbul kembali. Wajahnya telah berseri
ketika dia mendekati dipan di mana Kim Hong terbelenggu.
"Nona
Toan, maukah engkau bekerja sama dengan kami?"
Kim Hong
mengerutkan alisnya, mengambil sikap seperti orang berpikir. Padahal gadis ini
memang sengaja mencari kesempatan untuk membuat penjahat ini membutuhkan
dirinya. Melihat kunci emas itu sudah berada di tangan penjahat ini, sungguh
pun dia tidak melihat tanda-tanda bahwa kekasihnya mengalami bencana, namun
hatinya merasa gelisah dan ragu.
Betapa pun
juga, kenyataan membuktikan bahwa kekasihnya telah menyerahkan kunci itu atau
dipaksa menyerahkan dan tentu telah terjadi sesuatu dengan Thian Sin. Kalau hal
ini benar, maka sebaiknyalah kalau dia mendekati dan berbaik dengan Pat-pi
Mo-ko, bukan karena harta karun itu sebab dia tahu bahwa kepala penjahat ini
hanya memiliki peta dan kunci palsu belaka.
Akan tetapi
dia harus lebih dulu tahu bagaimana keadaan Thian Sin. Lagi pula, dia harus
pula melindungi Kok Siang yang masih tertawan, sebab dia berkeyakinan bahwa
pemuda inilah yang menguasai peta aslinya, sedangkan kunci emas yang asli ada
pada dia dan Thian Sin.
"Pat-pi
Mo-ko, kita sama-sama adalah petualang-petualang dan di mana ada kesempatan
untuk mendapat keuntungan besar, tentu saja kami mau bekerja sama denganmu.
Akan tetapi, bekerja sama yang bagaimana maksudmu?"
"Terlebih
dahulu engkau harus mmbantuku mencari peta asli dan menemukan harta karun
Jenghis Khan."
"Imbalannya?"
"Engkau
mendapatkan seperempat bagian."
"Aku
tidak mau menyerahkan sebagian dari hakku yang setengahnya atas harta karun itu
kepadanya!" Tiba-tiba Su Tong Hak berkata.
"Diam
dan jangan mencampuri urusan kami!" Bouw Kim Seng membentak dan pedagang
itu undur kembali dengan alis berkerut.
"Pat-pi
Mo-ko, engkau berkali-kaii mengajak aku untuk bekerja sama, akan tetapi engkau
memperlakukan aku sebagai tawanan. Mana mungkin ini?"
"Maukah
engkau? Berjanjilah lebih dahulu dan aku akan membebaskanmu."
"Aku
berjanji akan bekerja sama denganmu!" kata Kim Hong dengan suara
bersungguh-sungguh.
"Toan
Kim Hong!" Tiba-tiba Kok Siang berteriak dan nampak marah bukan main.
"Kiranya sebegitu saja keteguhan hatimu! Setelah terjepit, nampak belangmu
dan engkau mau saja bekerja sama dengan kalangan sesat? Huh, ternyata engkau
hanya petualang yang haus akan harta kekayaan!"
"Bu Kok
Siang! Tutup mulutmu dan jangan mencampuri urusanku!" Kim Hong juga turut
membentak dengan nada marah.
"Engkau
tidak tahu malu! Engkau pengecut! Huh, kalau aku bebas, sebelum menggempur para
penjahat ini, engkau akan kuhancurkan lebih dulu!" Kok Siang berteriak
marah.
"Kutu
buku yang pura-pura menjadi orang gagah! Siapa takut akan ancamanmu? Engkau
takkan lolos dari tempat ini dengan hidup!" Kim Hong memaki dan kedua
orang itu saling mencela dan memaki.
Melihat hal
ini, Pat-pi Mo-ko diam-diam memandang dengan sinar mata berkilat dan wajah
berseri. Dia menghampiri Kim Hong dan dengan kedua tangannya sendiri dia
melepaskan belenggu besi dari kaki serta tangan gadis itu dengan kunci,
kemudian memulihkan jalan darah gadis itu yang masih tertotok.
Kim Hong
mengurut pergelangan kaki serta tangannya yang terasa nyeri bekas belenggu
besi. Pat-pi Mo-ko dan para pembantunya bersiap menghadapi kalau-kalau gadis
itu akan melanggar janjinya dan mengamuk. Akan tetapi Kim Hong sama sekali
tidak mengamuk, melainkan membereskan pakaiannya, kemudian memandang kepada
Pat-pi Mo-ko sambil tersenyum.
"Mana
siang-kiamku, apakah tidak dikembalikan kepadaku setelah kita menjadi
rekan?"
"Nanti
dulu, nona Toan, jangan tergesa-gesa. Pedang pasangan itu berada padaku dan
bila engkau membutuhkan, tentu akan kuberikan kepadamu. Sekarang katakan lebih
dulu, apa maksudmu tadi mengatakan bahwa tidak sulit untuk menyelidiki di mana
adanya peta yang tulen?"
Kim Hong
duduk di atas dipan bekas tempat dia dibelenggu, melonjorkan kedua kakinya
sambil menarik otot-ototnya yang tegang sebelum menjawab. Ia menatap wajah
penjahat besar itu dan tahu bahwa ia harus berhati-hati.
Sikap Pat-pi
Mo-ko dan para pembantunya jelas menaruh kecurigaan besar terhadapnya. Ia harus
berdaya upaya menarik kepercayaan mereka. Hanya dengan demikianlah maka dia
akan bisa memperoleh kesempatan untuk meloloskan diri dari tempat itu, juga
untuk menyelamatkan Kok Siang, dan kalau perlu menolong Thian Sin, kalau benar
seperti yang dikhawatirkannya bahwa kekasihnya itu mungkin saja terjebak pula
seperti dia dan Kok Siang.
"Pat-pi
Mo-ko, apa sih sukarnya untuk menyelidiki hal itu? Pertama-tama, pembawa peta
itu adalah Ciang Kim Su maka dialah orang pertama yang mungkin saja
menyembunyikan peta asli karena dia penemunya sehingga memiliki kesempatan
menggantikannya dengan peta palsu untuk melindungi yang tulen kalau terjadi
sesuatu. Maka kepadanyalah harus ditanyakan di mana adanya peta yang tulen,
yakni kalau dia masih hidup."
Pat-pi Mo-ko
mengangguk. "Sudah kami lakukan itu akan tetapi tanpa hasil."
"Hemmm,
apa sukarnya menyiksanya sampai dia mengaku? Dia hanya seorang pemuda petani
lemah, disiksa sedikit saja tentu akan mengaku," Kim Hong berkata dengan
sikap kejam. "Aku tahu mengenai beberapa cara penyiksaan yang akan membuat
orang lemah mengaku. Misalnya, mencabuti kuku jari kaki dan tangan satu demi
satu, menusukkan jarum ke bawah kuku jari tangan, merobek kulit pelipis melalui
tarikan rambut pelipis ke atas. Biarkan aku yang menyiksanya, tentu dia mengaku."
"Tidak,
jangan siksa lagi dia! Dia sudah hampir... hampir mati..."
"Plakkk!"
Tubuh pedagang itu terpelanting ketika terkena sambaran tangan Pat-pi Mo-ko
yang menamparnya.
"Sudah
beberapa kali kuperingatkan. Jangan engkau lancang mulut dan ikut mencampuri
urusan ini! Sekali lagi melanggar, aku akan lupa diri dan akan membunuhmu
pula!"
Su Tong Hak
yang tadinya merasa menjadi sekutu tokoh sesat itu, sekarang hanya dapat berdiri
dengan muka pucat dan barulah dia menyadari bahwa dia sendiri berada di dalam
bahaya, bahwa nyawanya bagai telor di ujung tanduk. Mulailah dia merasa
ketakutan dan bingung, hanya mengangguk-angguk dan mundur sampai ke sudut
ruangan.
Tentu saja
semua ucapan dan sikap ini tidak terlepas dari pandang mata Kim Hong yang
tajam. Dia menduga bahwa agaknya pemuda petani itu masih hidup, akan tetapi
dalam keadaan parah karena disiksa. Mulailah dia bisa mengerti dan
menggambarkan keadaan.
Agaknya
pemuda petani itu sudah datang ke kota raja dan diantar oleh pamannya yang
berhati busuk itu kepada Louw siucai. Dan siucai tua itu telah menterjemahkan
peta, akan tetapi mungkin sekali siucai itu telah menukarnya dengan peta yang
palsu. Sesudah peta itu diterjemahkan lalu diterima oleh Kim Su dan dibagi
dengan pamannya.
Akan tetapi
agaknya Su Tong Hak bersekongkol dengan Pat-pi Mo-ko dan pemuda petani yang
sedang menuju pulang itu lantas diculik serta dirampas bagian petanya.
Kemudian, setelah gagal menemukan tempat rahasia harta karun melalui peta,
barulah Pat-pi Mo-ko sadar bahwa peta itu palsu dan mereka lalu menyiksa Ciang
Kim Su yang mereka kira mengetahui di mana adanya peta yang asli.
"Nona
Toan, perkiraanmu itu pun telah menjadi perkiraan kami. Akan tetapi agaknya
peta tulen tidak berada di tangan pemuda petani itu."
"Kalau
begitu, masih ada beberapa kemungkinan lain. Peta tulen itu bisa saja berada di
tangan sastrawan yang menterjemahkan itu, yang menukarnya dengan yang palsu.
Akan tetapi, sastrawan itu kabarnya sudah mati terbunuh, jadi tentu peta itu
berada di tangan pembunuhnya." Berkata demikian, Kim Hong menanti dan
memandang penuh perhatian.
"Tidak...!
Tidak...!" Tiba-tiba saja Su Tong Hak berteriak saat melihat betapa Pat-pi
Mo-ko menoleh dan memandang kepadanya dengan sinar mata mencorong ganas.
"Kami sudah memeriksa dengan teliti dan tidak menemukan apa-apa di
rumahnya. Tanya saja kepada Hai-pa-cu Can Hoa kalau tidak percaya!"
"Sesungguhnyalah,
kami berdua tidak menemukan apa-apa di sana." Kata Hai-pa-cu Can Hoa
dengan suara tenang.
Tentu saja
jawaban kedua orang ini langsung menjelaskan kepada Kim Hong dan juga kepada
Kok Siang siapa orangnya yang membunuh Louw siucai. Bukan lain adalah Su Tong
Hak yang mungkin menjadi penunjuk jalan, sedangkan yang melaksanakan adalah
Hai-pa-cu Can Hoa! Akan tetapi Kok Siang sama sekali tidak memperlihatkan
reaksi apa pun pada wajahnya yang masih memandang kepada Kim Hong dengan marah.
"Hemm,
dalam urusan ini banyak orang tersangkut dan kita tidak tahu siapa yang palsu.
Akan tetapi, kalau kita bekerja sama, aku pasti akan menemukan peta itu, Pat-pi
Mo-ko! Aku berjanji akan menemukannya sekaligus menemukan orangnya yang
bertindak curang kepadamu!"
Pat-pi Mo-ko
tersenyum, "Bagaimana pun juga, engkau yang tadi masih menjadi musuh kami,
mana mungkin dapat kupercaya kalau tidak ada bukti tentang kesetia kawananmu
lebih dulu?"
"Engkau
hendak mencoba? Cobalah!" kata Kim Hong.
"Memang
kami harus menguji kesetiaanmu dulu. Malam ini juga, engkau harus membantu kami
menundukkan saingan kita. Engkau sudah membunuh Liong-kut-pian Ban Lok. Nah,
gerombolannya itulah saingan kita dan hampir saja mereka dapat merampas kunci
emas dari kakek Ciang Gun. Liong-kut-pian Ban Lok masih memiliki seorang suheng
yang jauh lebih lihai dari padanya, dan suheng-nya itulah yang kini memimpin
gerombolan mereka untuk menyaingi kita. Siapa tahu, mereka sudah berhasil
mendapatkan peta yang tulen! Maka, sebelum mereka bergerak mendapatkan kunci
emasnya yang sudah ada padaku, kita harus mendahului mereka dan menghancurkan
mereka. Membasmi musuh-musuh yang akan mendatangkan kerepotan harus sampai ke
akar-akarnya. Nah, apakah engkau sanggup membantuku?"
"Baik,
aku akan membantumu, Mo-ko. Akan tetapi kutu buku itu tak ada sangkut pautnya
dengan urusan kita. Lebih baik tendang dia keluar saja!"
Pat-pi Mo-ko
memandang tajam. "Apakah engkau tidak ingin melihat dia tersiksa atau pun
terbunuh dan malah menghendaki dia bebas, nona?"
Kim Hong
tersenyum mengejek. "Apa peduliku dengan dia? Kami bukan apa-apa, hanya
secara kebetulan saja berkenalan!"
"Kalau
begitu, biarlah sementara dia menjadi tahanan kita di sini hingga selesai
urusan ini. Kalau sekarang dia dibiarkan bebas, tentu dia hanya akan
mendatangkan kerepotan saja. Dia telah berani menentangku, karena itu dia harus
dihukum!"
Pat-pi Mo-ko
lalu memerintahkan anak buahnya untak menjaga baik-baik pemuda itu agar jangan
sampai lolos, akan tetapi juga melarang pemuda itu diganggu atau dibunuh. Dan
setelah itu, dia pun mengajak Kim Hong pergi meninggalkan Kok Siang.
Ketika Kim
Hong melihat bahwa pasukan yang hendak dibawa oleh tokoh sesat itu sama sekali
bukan anak buahnya atau orang-orang biasa, melainkan pasukan pemerintah, dia merasa
heran sekali. Ditanyakannya hal ini kepada Bouw Kim Seng dan orang ini tertawa.
"Memang
sebaiknya kita berlindung di balik pasukan pemerintah yang kebetulan hendak
mengadakan pembersihan terhadap sarang-sarang penjahat, bukan? Ha-ha, nona
Toan. Orang harus mempergunakan kecerdikan otak, bukan hanya mengandalkan
kekuatan otot belaka."
"Di
mana pedangku?"
"Jangan
khawatir, pedangmu sudah dibawa dan sewaktu-waktu kau membutuhkan tentu akan
kuserahkan kepadamu."
"Mo-ko,
engkau masih tidak percaya kepadaku! Hemm, andai kata aku melanggar janjiku,
sekarang pun aku dapat berbalik melawanmu, tidak perlu mempergunakan
pedang!" kata Kim Hong mendongkol.
Kakek hitam
itu tertawa. "Engkau tak akan menentangku, nona. Engkau terlampau cerdik
untuk melakukan kebodohan itu. Pertama, engkau telah mengeluarkan janji
membantuku. Ke dua, kalau engkau memberontak, engkau akan berhadapan langsung
dengan aku dan pasukan pemerintah. Ke tiga, pemuda sastrawan itu juga akan kami
bunuh lebih dulu. Ke empat, engkau tidak akan mendapatkan bagian harta karun
Jenghis Khan. Ha-ha-ha-ha, tidak, engkau tidak sebodoh itu."
Kim Hong
merasa lega. Setidaknya, dia merasa yakin bahwa untuk sementara waktu Kok Siang
berada dalam keadaan aman. Ia tadi memang sengaja telah memperlihatkan sikap
mengejek dan menghina pada Kok Siang yang lantas ditanggapi secara baik sekali
oleh pemuda sastrawan yang cerdas itu. Mereka memperlihatkan sikap yang saling
mengejek dan bermusuhan sehingga dengan demikian pemuda itu dijauhkan dari
prasangka buruk. Kalau sampai diketahui atau terduga oleh Mo-ko bahwa peta
aslinya berada pada tangan pemuda itu, tentu keselamatan Kok Siang takkan dapat
dijamin lagi.
Untuk
sementara ini, dia harus berpura-pura menurut dan bekerja sama dengan iblis
ini. Kalau tidak, selain nyawa Kok Siang terancam, juga dia sendiri dapat
terancam bahaya besar. Ia harus menyelamatkan Kok Siang dulu, baru dia akan
meloloskan diri sendiri dan hal ini agaknya tidak akan mudah, harus menanti
saat yang baik.
***************
Penyerbuan
ke sarang penjahat bekas pimpinan Liong-kut-pian Ban Lok berjalan dengan sangat
lancar. Anak buah penjahat yang jumlahnya hanya kurang lebih dua puluh lima
orang itu tidak sanggup mengadakan perlawanan yang berarti terhadap serbuan
seratus orang pasukan keamanan. Mereka dirobohkan atau ditangkap dengan alasan
melakukan kejahatan dan kekacauan di kota raja.
Tentu saja
mereka melakukan perlawanan, namun segera mereka itu tertangkap semua karena
kalah banyak. Hanya seorang saja yang masih terus mengamuk dan dia ini adalah
Sin-siang-to Tang Kin.
Sesuai
dengan julukannya, Sin-siang-to (Sepasang Golok Sakti) dengan gencar memutar
sepasang goloknya sehingga tidak ada anggota pasukan yang mampu mendekatinya,
apa lagi menangkapnya. Sepasang goloknya membentuk sinar bergulung-gulung yang
sangat dahsyat dan setiap ada senjata prajurit yang mendekat, tentu terpental
atau patah-patah.
Tiba-tiba
saja Pat-pi Mo-ko berteriak menyuruh komandan pasukan menarik mundur para
prajurit yang mengeroyok Sin-siang-to Tang Kin. Dia sendiri bersama Kim Hong
kemudian menghampiri kepala gerombolan itu. Kim Hong memandang dengan penuh
perhatian.
Kepala
gerombolan itu adalah seorang kakek yang usianya sekitar lima puluh lima tahun,
bertubuh tinggi kurus. Suheng dari mendiang Liong-kut-pian Ban Lok ini memang
jauh lebih lihai dari pada sute-nya. Dari permainan sepasang golok tadi Kim
Hong telah melihat betapa lihainya sepasang golok itu. Dia sendiri tadi
membantu Mo-ko, dan dengan mudah merobohkan beberapa orang anak buah gerombolan
musuh.
Sin-siang-to
Tang Kin melintangkan sepasang goloknya di depan dada, lalu memandang kepada
Pat-pi Mo-ko dan Kim Hong dengan kedua mata mendelik marah. Tadi dia sudah
mendengar dari laporan para anak buahnya sebelum mereka itu ditangkap semua
bahwa penyerbuan pasukan pemerintah ini dipimpin oleh Pat-pi Mo-ko Bouw Kim
Seng, tokoh jahat di kota raja yang seolah-olah menjadi raja di antara para
penjahat, akan tetapi yang selalu menyembunyikan diri itu.
Dan dia pun
mendengar bahwa wanita cantik yang membunuh sute-nya juga ikut datang bersama
Pat-pi Mo-ko. Kini, biar pun dia belum pernah bertemu dengan mereka berdua,
begitu berhadapan, dia tahu bahwa inilah dua orang itu.
"Hemm,
sekarang nampak semua belangmu, Pat-pi Mo-ko!" katanya mengejek. "Kiranya
engkau berlindung di bawah naungan pasukan pemerintah. Huh, tokoh kang-ouw
macam apa engkau ini?"
Pat-pi Mo-ko
hanya tertawa saja dan tidak menjadi marah. "Sin-siang-to, sudah lama aku
mendengar namamu yang menggempartan di pantai timur dan baru karena kebetulan
kita dapat saling bertemu di sini. Engkau melanjutkan gerakan sute-mu, memimpin
anak buah mengacau di kota raja. Kalau kini pasukan kami datang membasmi
gorombolanmu, hal itu sudah jamak dan jangan kau menyalahkan aku. Aku menentang
sute-mu karena dia telah berani menyaingi aku. Sekarang semua anak buahnya
telah diringkus. Kalau engkau mau membantuku dan bekerja untukku, biarlah aku
ampuni engkau dan kita bekerja sama!"
"Lebih
baik mampus! Siapa takut kepadamu?" bentak Sin-siang-to sambil
mengelebatkan goloknya.
"Ha-ha,
sudah kuduga bahwa engkau akan keras seperti itu, aku sengaja mengajak nona
Toan ini untuk membunuhmu seperti yang telah dilakukannya terhadap
sute-mu."
Kini
Sin-siang-to Tang Kin menatap tajam kepada Kim Hong. Sambil menudingkan golok
kanannya ke arah muka Kim Hong, dia lalu berkata, "Aku telah mendengar
bahwa sute-ku tewas di tanganmu. Hal ini kuanggap lumrah karena memang sute-ku
bermain api. Akan tetapi, sekarang ternyata bahwa engkau hanyalah kaki tangan
Pat-pi Mo-ko, maka mari kita membuat perhitungan atas kematian sute!"
Sesudah berkata demikian, Sin-siang-to lantas menerjang ke depan dan dua sinar
berkelebat menyambar dari kanan kiri, ke arah leher dan pinggang Kim Hong.
Kim Hong
dapat menduga orang macam apa adanya ahli golok ini. Seorang tokoh sesat juga,
maka dia pun tidak ragu-ragu untuk menghadapinya. Menyingkirkan seorang seperti
ini bukan hanya perlu untuk menumbuhkan kepercayaan Pat-pi Mo-ko kepadanya,
akan tetapi juga berarti menyingkirkan sebuah sumber penyakit dari rakyat
jelata.
Karena dia
memperoleh kenyataan bahwa Pat-pi Mo-ko tidak juga memberikan sepasang
pedangnya kepadanya, maka dia pun bergerak cepat mengelak dari dua serangan
yang cukup berbahaya itu. Gerakannya memang gesit luar biasa, karena ginkang
dari nona ini sudah mencapai tingkat yang amat tinggi sehingga Sin-siang-to
Tang Kin terkejut bukan main ketika tiba-tiba melihat nona itu menghilang!
Akan tetapi
dia dapat menangkap gerakan di sebelah belakangnya, maka dia cepat-cepat
membalikkan tubuh dan kembali sepasang dari goloknya bersilang lantas
berkelebat dari atas dan bawah! Memang hebat permainan golok pasangan dari
kakek ini sehingga Kim Hong terpaksa harus menggunakan kecepatan gerakannya
lagi untuk menghindarkan diri dari sambaran golok.
Terjadilah
perkelahian yang nampak berat sebelah karena kakek itu selalu menghujankan
serangan sedangkan Kim Hong hanya mengelak ke sana sini dengan sangat cepatnya.
Hanya kadang-kadang saja gadis ini menyerang, yaitu kalau ada kesempatan
membalas dengan tendangan atau pukulan tangannya. Akan tetapi kesempatan itu
terlampau sedikit karena gerakan sepasang golok itu membentuk sinar
bergulung-gulung yang amat cepat dan luas.
Di samping
tinggi ilmu silatnya, Kim Hong adalah seorang wanita yang juga sangat cerdik.
Sekarang dia sedang menunggu kesempatan untuk mendapatkan kepercayaan dan untuk
dapat membebaskan Kok Siang. Dan untuk mendapatkan kepercayaan itu, sementara
ini dia harus menyembunyikan kepandaiannya, agar iblis itu tidak merasa
khawatir dan akan menganggapnya tidak berbahaya. Karena itu, dia harus melayani
Sin-siang-to ini dengan sebisa mungkin menyembunyikan kepandaian aslinya, hanya
memainkan ilmu-ilmu yang sederhana saja.
Akan tetapi,
celakanya, Sin-siang-to Tang Kin bukanlah lawan sembarangan yang boleh dihadapi
dengan ilmu yang rendah. Sepasang goloknya sedemikian lihainya sehingga Kim
Hong harus mengerahkan ginkang-nya jika dia ingin selamat. Apa lagi untuk
merobohkan kakek itu. Tentu ia harus menggunakan ilmunya yang tinggi.
Hal ini
membuat Kim Hong kerepotan juga. Pada satu pihak dia ingin menyembunyikan
kepandaiannya dari mata Mo-ko yang dia tahu membiarkan dia menghadapi
Sin-siang-to untuk mencobanya, mencoba kepandaiannya dan mencoba kesetiaannya.
Namun, di lain pihak dia harus mengerahkan kepandaian untuk dapat mengimbangi
kelihaian lawan ini. Maka dia menjadi serba salah dan ragu-ragu sehingga
terdesak hebat!
Pat-pi Mo-ko
melihat perkelahian itu dengan penuh perhatian. Dia membiarkan gadis itu
terdesak sampai puluhan jurus, tetapi diam-diam dia mengagumi ginkang yang
hebat dari gadis itu, mengaku bahwa dia sendiri pun tak akan dapat menandingi
gadis itu jika harus bertanding dalam hal ginkang. Dari gerakan-gerakannya saja
dia dapat menduga bahwa jika gadis itu memperoleh kembali sepasang pedangnya,
tentu akan mampu menandingi Sin-siang-to walau pun belum tentu akan dapat
menang. Ilmu sepasang golok dari Tang Kin memang istimewa dan lihai sekali.
"Tahan...!"
Bentaknya dan nampak dua gulungan sinar hitam ketika kakek tinggi besar ini menerjang
ke depan. "Sin-siang-to, perlihatkan kepandaianmu kepadaku!" dan
sepasang pedang bersinar hitam di tangan Pat-pi Mo-ko Bouw Kim Seng telah
bergerak menyerang dengan gerakan dahsyat sekali.
Kim Hong
yang sudah meloncat ke belakang itu terkejut dan mendongkol. Ternyata yang
dipergunakan oleh Pat-pi Mo-ko adalah sepasang pedang Hok-mo Siang-kiam,
sepasang pedangnya yang dirampas ketika dia pingsan. Akan tetapi dia segera
dapat mengusir rasa gemas ini dan diam-diam dia memperhatikan permainan pedang itu.
Kiranya
iblis ini pun merupakan seorang ahli ilmu silat pedang pasangan! Dan dia segera
mendapat kenyataan betapa ganas dan dahsyatnya sepasang pedangnya itu pada
waktu dimainkan oleh Pat-pi Mo-ko. Benar-benar merupakan seorang lawan yang
amat tangguh, yang harus dihadapi dengan amat hati-hati. Agaknya tingkat
kepandaian kakek iblis hitam ini tak berada di bawah tingkat para datuk kaum
sesat yang pernah dilawannya beberapa tahun yang lalu!
Agaknya
memang Pat-pi Mo-ko sengaja hendak memamerkan kepandaiannya. Dia lantas
mengeluarkan jurus-jurus terampuh dan menekan sepasang golok di tangan
Sin-siang-to yang berusaha keras untuk menandingi sepasang pedang hitam itu.
Akan tetapi semua hasilnya sia-sia belaka. Sinar goloknya menjadi semakin
sempit terhimpit.
Dan belum
ada tiga puluh jurus semenjak ia melayani terjangan Pat-pi Mo-ko, tiba-tiba dia
menjerit lantas tubuhnya terjengkang, sepasang goloknya terlepas dan ada darah
mancur dari tenggorokannya! Tubuh Sin-siang-to berkelojotan bagai ayam yang
disembelih sebab lehernya memang telah tertembus pedang hingga dia mirip seekor
ayam yang disembelih.
Kini dengan
tersenyum Pat-pi Mo-ko mengembalikan sepasang pedang hitam itu kepada
pemiliknya sambil meloloskan sarung pedang itu yang tadinya dia sembunyikan di
bawah jubahnya. Tanpa bicara Kim Hong menerima pedang itu dan menyarungkannya
kembali, memasangnya di pinggang. Pat-pi Mo-ko mengeluarkan sepasang pedang
lain, yang putih seperti perak dan berkata,
"Pedang
hitammu amat hebat, nona. Akan tetapi jika tadi aku mempergunakan sepasang
pek-kong siang-kiam (Sepasang Pedang Sinar Putih) milikku ini, aku pasti akan
sanggup merobohkan dia dalam waktu yang jauh lebih singkat."
Kim Hong
menjura dan berkata, "Ilmu pedangmu sungguh hebat, Pat-pi Mo-ko."
Iblis hitam
tinggi besar itu tertawa dan menjawab untuk merendahkan diri akan tetapi ada
kebanggaan terkandung dalam suaranya, "Ah, ilmu silatmu juga luar biasa,
nona. Engkau memang patut sekali menjadi pembantuku yang terutama!"
"Jadi
aku sudah lulus ujian?" tanya Kim Hong tersenyum.
"Belum,
masih ada satu lagi ujian."
"Hemm,
apa itu?"
"Mari
kita pulang dan engkau akan tahu."
Kakek itu
segera mengajaknya untuk melakukan penggeledahan bersama pasukan. Akan tetapi
ternyata di sarang gerombolan itu mereka tidak menemukan apa yang dicari oleh
Pat-pi Mo-ko, yaitu peta harta karun atau tanda-tanda tentang peta itu.
Pat-pi Mo-ko
memang tidak terlalu mengharapkan akan menemukan apa yang dicarinya di situ.
Dia sudah merasa puas telah dapat membasmi saingan yang dianggapnya hanya
mendatangkan kesulitan saja baginya itu dan dia pun mengajak Kim Hong untuk
kembali ke rumah Phang-taijin.
Di kompleks
perumahan pembesar Phang, jaksa kota raja ini, Pat-pi Mo-ko memperoleh
kebebasan dan menempati bagian belakang di mana selain dipergunakan untuk
kantor dan tempat tahanan, juga terpasang banyak kamar-kamar rahasia. Karena
mereka tiba di gedung itu sudah malam, Bouw Kim Seng mempersilakan Kim Hong
untuk beristirahat.
Gadis itu
memperoleh sebuah kamar tidur di bagian tengah dan Kim Hong maklum bahwa semua
gerak geriknya diawasi dan juga tempatnya mengaso itu pun dijaga ketat sehingga
tidak mungkin dia dapat meninggalkan kamar tanpa diketahui orang. Akan tetapi,
gadis ini memang tidak berniat untuk meloloskan diri sebelum dia dapat
membebaskan Kok Siang. Ia tidak tahu di mana pemuda itu ditahan, maka dia pun
bersabar menanti sampai besok karena tubuhnya juga terasa lelah dan dia perlu
beristirahat mengumpulkan tenaga.
Satu-satunya
hal yang menggelisahkan hatinya adalah Thian Sin. Apa yang telah terjadi dengan
kekasihnya itu dan bagaimana kunci emas palsu itu sampai dapat jatuh ke tangan
Pat-pi Mo-ko? Ia tidak berani bertanya dengan terus terang kepada penjahat itu,
khawatir kalau-kalau menimbulkan kecurigaan dan hal itu bahkan akan menambah
kewaspadaan pihak lawan saja.
Pada sore
hari berikutnya, barulah Pat-pi Mo-ko mengatakan apa adanya ujian ke dua itu.
Kim Hong dibawa ke sebuah ruangan yang luas, ruangan yang agaknya menjadi
tempat berlatih silat atau mungkin menjadi tempat penyiksaan di kompleks
perumahan kejaksaan bagian penjara itu. Sebuah ruangan yang tertutup oleh
jendela-jendela besi baja dan pintu baja pula, yang terjaga ketat oleh pasukan
penjaga dan para pembantu iblis itu.
Kim Hong
melihat Kok Siang duduk di atas bangku besi dengan kaki dirantai! Pemuda itu
agak pucat, akan tetapi tersenyum mengejek pda saat melihatnya masuk bersama
Pat-pi Mo-ko. Di dalam ruangan itu sudah hadir para pembantu iblis itu, yaitu
keempat Siang-to Ngo-houw, Hai-pa-cu Can Hoa, Tiat-ciang Lui Cai Ko dan tidak
ketinggalan terdapat pula Su Tong Hak yang wajahnya agak pucat dan sikapnya
tidak segembira ketika Kim Hong melihatnya kemarin.
"Nona
Toan," kata Pat-pi Mo-ko kepada Kim Hong yang sedang menduga-duga apa yang
harus dilakukannya kali ini. "Engkau tahu sendiri bahwa Bu Kok Siang itu
adalah seorang jagoan dari Thian-cin dan dia sudah berani menentangku. Lebih
dari itu, dia juga berani menghina engkau yang membantuku, berarti dia sudah
menghinaku juga. Untuk itu saja dia sudah pantas kubunuh! Akan tetapi,
mengingat bahwa engkau yang paling dihinanya dengan makian-makiannya, maka aku
serahkan dia padamu. Kalau dia bisa mengalahkan engkau, biarlah dia boleh pergi
dengan bebas. Sebaliknya, tentu saja aku percaya penuh bahwa engkau akan dapat
merobohkannya dan biar pun tidak sampai membunuhnya, tapi setidaknya dapat
memberi hajaran yang layak kepadanya."
Tentu saja
Kim Hong merasa kaget bukan main. Tak disangkanya bahwa dia akan diadu dengan
Kok Siang! Dan kemarin dia bersama Kok Siang sudah terlanjur memperlihatkan
sikap bermusuhan, maka alasan untuk menolak tidak ada sama sekali. Apa yang
harus dilakukannya sekarang? Menolak tidak mungkin, dan tentu akan menimbulkan
kecurigaan dan hal itu dapat membahayakan dia dan juga Kok Siang. Sementara
itu, diam-diam Kok Siang juga terkejut.
Pat-pi Mo-ko
memberi isyarat kepada Siang-to Ngo-houw yang tinggal empat orang itu dan
mereka segera membuka belenggu pada kaki Kok Siang, kemudian bersama Pat-pi
Mo-ko, mereka semua itu cepat meninggalkan ruangan itu yang pintunya segera
ditutup dari luar. Mereka semua menonton dari luar, seperti nonton adu ayam
atau lebih tepat lagi mengadu dua ekor singa berbahaya sehingga para penonton
berdiri di luar kerangkeng.
Memang tadinya
Kim Hong bermaksud hendak mengajak Kok Siang untuk memberontak dan bersama-sama
menerjang begitu kakinya dibebaskan. Akan tetapi, pemuda itu tidak memberi
reaksi apa-apa sehingga dia pun mengeluh.
Kalau Thian
Sin yang menjadi Kok Siang pada saat itu, dengan pandang mata saja dia dapat
memberi isyarat sambil menerima isyarat pula. Akan tetapi Kok Siang agaknya
tidak mengerti akan isyarat pandang matanya dan pemuda itu tentu akan terlambat
kalau harus diteriakinya lebih dahulu. Jika sampai pemuda itu dirobohkan lebih
dulu oleh mereka dan tertawan kembali, apa artinya dia memberontak?
Saat yang
baik belum tiba, maka Kim Hong hanya dapat memandang dengan menyesal ketika
melihat Pat-pi Mo-ko beserta para pembantunya keluar dari ruangan itu dan
berdiri di luar pintu, menonton dari balik jeruji pintu dan jendela. Terpaksa
dia lalu membalikkan tubuhnya menghadapi Kok Siang.
Karena ia
berdiri membelakangi mereka, ia berani mengedipkan mata kepada Kok Siang, tanda
bahwa ia mengajak pemuda itu agar bersandiwara. Kok Siang tidak memperlihatkan
tanda bahwa dia mengerti, tetapi dia malah tertawa mengejek.
"Ha-ha-ha,
pendekar wanita yang berubah menjadi penjahat wanita kaki tangan para iblis
jahat kini datang hendak membunuh bekas teman sendiri! Bagus, majulah. Aku
memang ingin memberi beberapa kali tamparan padamu. Kim Hong!"
"Kok
Siang manusia sombong! Siapa takut kepadamu? Lihat, aku akan menghadapimu
dengan kedua tangan kosong saja!"
Dengan sikap
memandang rendah Kim Hong segera melepaskan sarung pedangnya dan melempar
sarung berikut sepasang pedang hitamnya itu ke atas lantai, di sebelah dalam,
jauh dari pintu dan jendela. Sesudah membuat gerakan ini, tanpa menanti reaksi
dari Kok Siang yang tidak mengerti maksudnya, dia telah menerjang ke depan dan
menyerang Kok Siang dengan pukulan cepat dan dahsyat.
"Hemm...!"
Kok Siang cepat mengelak.
Kim Hong
menyerang terus bertubi-tubi, sengaja mendesak pemuda itu hingga Kok Siang
terus berloncatan mundur menjauhi pintu. Agaknya pemuda ini pun cerdik untuk
melihat keinginan Kim Hong mendesaknya agar mereka dapat menjauhi mereka dan
pada waktu Kim Hong menyerang dengan tubuh membelakangi mereka, gadis itu lalu
berbisik lembut sekali sambil mengerahkan sinkang sehingga gerakan kedua
tangannya mendatangkan suara bersuitan menutupi suara bisikannya.
"Aku
mengalah, kau robohkan dengan totokan..."
Tentu saja
Kok Siang terkejut mendengar ini. Dia mengalahkan Toan Kim Hong? Tentu saja
kalau hanya bersandiwara bisa saja dia menang, akan tetapi apa maksudnya? Apa
baiknya kalau dia menang dan dapat menotok roboh gadis ini?
"Kita
siap memberontak...," Kim Hong menambahkan. "Totok
kin-ceng-hiat..."
Kim Hong
kembali mendesak dan tidak mengeluarkan kata-kata lagi karena tahu betapa
bahayanya hal itu. Orang selihai Mo-ko pasti akan dapat melihatnya atau
menduganya, dan para pembantu iblis itu pun bukan orang lemah. Akan tetapi ia
merasa girang melihat pemuda itu akhirnya mengangguk ketika mengelak, tanda
bahwa pemuda itu kini sudah maklum akan siasatnya.
Kim Hong
memang sengaja memainkan ilmu silat Hok-mo-kun (Ilmu Silat Penakluk Iblis)
untuk mendesak Kok Siang. Pemuda ini kagum bukan main dan dia pun berusaha
untuk menahan serangan-serangan itu dengan seluruh kepandaiannya, akan tetapi
sia-sia saja karena tingkatnya memang kalah jauh. Ia terdesak terus dan dua
kali dia terpelanting oleh sapuan kaki serta dorongan tangan kiri Kim Hong.
Terdengar
suara memuji girang dari luar pintu pada saat pemuda itu dua kali terpelanting.
Memang hal ini disengaja oleh Kim Hong sehingga saat Kok Siang mengambil
sepasang senjata Siang-koan-pit yang memang sudah dikembalikan kepadanya dan
diletakkan di dekat dia duduk tadi, maka hal ini sudahlah sewajarnya.
Kini Kok
Siang mainkan senjatanya itu dengan dahsyat. Memang hebat sekali kim-pit dan
gin-pit itu, dua batang alat tulis dari emas dan perak. Nampak gulungan cahaya
emas dan perak saling kejar dan bersilang-silang menyilaukan mata. Dua cahaya
itu semakin ganas saja dan kini Kim Hong nampak terdesak!
Mereka yang
menonton di luar memandang dengan penuh perhatian. Beberapa kali Pat-pi Mo-ko
mengerutkan alisnya yang tebal sambil menggeleng kepala, seakan-akan merasa
kecewa bahwa jagonya terdesak.
Sesungguhnya
dia sedang merasa keheranan sekali. Dia pernah menyaksikan gadis itu ketika
melawan Sin-siang-to Tang Kin dan dia tahu bahwa tingkat kepandaian gadis itu
tidak berada sebelah bawah tingkat Sin-siang-to. Padahal pemuda sastrawan itu,
melihat gerakan-gerakannya, tidak mungkin lebih lihai dari pada Sin-siang-to.
Apakah pemuda itu mempunyai kepandaian simpanan yang kedahsyatannya tak nampak
oleh mata? Apakah di dalam gerakan sepasang pit itu terkandung suatu kekuatan
yang amat hehat?
"Nona
Toan, cepat kau pergunakan pedangmu!" Bouw Kim Seng berteriak ketika
melihat betapa hampir saja pelipis kanan nona itu terkena sambaran pit emas
yang mematuk dari atas seperti paruh seekor rajawali. Sungguh berbahaya sekali
serangan-serangan kedua pit itu.
Akan tetapi
Kim Hong tidak mau mengambil sepasang pedangnya, biar pun dia semakin terdesak
dengan hebatnya.
"Nona,
pergunakan pedangmu! Apa engkau sengaja hendak membiarkan dirimu kalah?"
Pat-pi Mo-ko Bouw Kim Seng kini berteriak nyaring.
Sekali ini
agaknya Kim Hong menurut karena dia sudah mengirim pukulan yang dahsyat,
membuat lawannya terpaksa mundur sehingga kesempatan ini digunakan oleh Kim
Hong untuk meloncat ke arah sepasang pedangnya. Akan tetapi karena letak pedang
itu agak di belakang Kok Siang, terpaksa loncatannya itu pun lewat dekat pemuda
itu dan pada saat itu, secepat kilat pemuda itu mengirim serangan yang
tiba-tiba.
Kim Hong
masih berusaha untuk menggulingkan tubuhnya yang sedang meloncat, akan tetapi
sebuah totokan yang cepat sekali tepat mengenai pundak kirinya dan jalan darah
kin-ceng-hiat telah tertotok. Terdengar gadis itu mengeluh lantas tubuhnya
terguling roboh dan lemas tak mampu bergerak pula!
Mereka yang
nonton di luar memandang dengan mata terbelalak. Pat-pi Mo-ko kemudian berkata
kepada ke empat Siang-to Ngo-houw, "Tangkap bocah itu!"
Empat orang
bekas tokoh-tokoh Hwa-i Kai-pang ini segera memasuki ruangan itu setelah daun
pintunya dibuka. Begitu mereka masuk, daun pintu ruangan itu ditutup kembali
dari luar. Dengan dua tangan masih memegang sepasang senjata pit, Kok Siang
menghadapi empat orang itu.
Empat orang
itu masih merasa sakit hati karena salah seorang saudara mereka tewas. Biar pun
tewasnya itu di tangan Mo-ko sendiri, akan tetapi yang menjadi sebabnya adalah
Kim Hong. Gadis inilah yang merobohkan saudara mereka itu, kemudian Mo-ko
terpaksa membunuhnya agar dia tidak sampai membocorkan rahasia.
Kini, begitu
menerima perintah untuk menangkap Kok Siang, mereka maju dengan penuh semangat.
Begitu menerjang, mereka berempat telah mainkan ilmu andalan mereka, yaitu
Ngo-lian to-hoat (Ilmu Golok Lima Teratai).
Tingkat
kepandaian empat orang pengeroyok ini rata-rata hanya sedikit di bawah tingkat
Bu Kok Sing. Andai kata mereka maju satu demi satu, tentu saja Kok Siang akan
dapat mengalahkan mereka semua. Akan tetapi karena kini mereka maju bersama,
dan dengan kerja sama yang amat baik, tentu saja mereka itu merupakan lawan
yang terlampau berat bagi Kok Siang.
Sebentar
saja Kok Siang telah terdesak hebat dan hanya bisa melindungi dirinya dengan
putaran kedua senjatanya yang terlampau kecil dan pendek, juga terlampau ringan
untuk menghadapi pengeroyokan delapan buah golok itu. Agaknya, keempat anggota
Siang-to Ngo-houw itu bernafsu sekali untuk merobohkan Kok Siang, kalau perlu
dengan melukai berat atau membunuh sekali pun.
Tiba-tiba
terdengar bentakan nyaring dan tubuh Kim Hong yang tadinya menggeletak di atas
tanah itu mencelat ke atas lantas sekali bergerak, dia sudah menyambar sepasang
pedangnya hingga nampaklah sinar hitam berkelebatan dan dua orang di antara
Siang-to Ngo-houw roboh mandi darah dan tewas seketika karena dada mereka sudah
tertembus pedang!
Kok Siang
yang sudah tahu atau telah dapat menduga akan hal ini menjadi bersemangat,
kemudian sepasang pitnya juga bergerak cepat merobohkan seorang pengeroyok.
Tinggal seorang lagi yang tidak dapat menahan serangan berikutnya dari Kim
Hong. Robohlah dia dan empat orang itu kini menggeletak dan tewas!
Tentu saja
semua orang yang berada di luar ruangan itu terkejut, kecuali Pat-pi Mo-ko yang
agaknya memang sudah setengah menduga tentang hal ini. Karena itulah maka tadi
dia sengaja hanya menyuruh empat orang Siang-to Ngo-houw saja untuk menangkap
Kok Siang, membiarkan mereka lalu menutupkan kembali pintu ruangan.
Ia telah
mengorbankan empat orang pembantunya itu untuk membuka rahasia Kim Hong. Dan
hal ini bukan tanpa sebab. Mo-ko sadar bahwa setelah dia membunuh salah seorang
di antara Siang-to Ngo-houw, membunuh secara terpaksa untuk menutup mulutnya,
tentu empat orang yang lain diam-diam merasa menyesal dan tidak suka kepadanya.
Maka, dia lalu mengorbankan empat orang itu dan sekaligus dia pun berhasil membuka
rahasia Kim Hong yang tadi berpura-pura roboh oleh Kok Siang!
Kekalahan
Kim Hong oleh Kok Siang itu tidak dapat diterima begitu saja oleh kakek iblis
yang amat cerdik ini, maka dia tidak mau bersikap lengah. Dan melihat betapa
Kok Siang memperoleh kemenangan itu, biar pun ada kemungkinan kecil bahwa
memang Kim Hong yang lengah sehingga roboh tertotok, Mo-ko lalu menyuruh empat
orang pembantunya itu untuk mengeroyoknya.
Apa bila Kim
Hong tidak berpura-pura, berarti memang Kok Siang merupakan lawan yang tangguh
dan perlu dilenyapkan seketika. Sedangkan kalau Kim Hong berpura-pura, tentu
gadis sakti itu akan turun tangan dan tidak membiarkan Kok Siang celaka dan
jika hal ini terjadi, paling-paling dia hanya akan kehilangan empat orang
pembantunya yang sudah tidak dipercayanya lagi itu karena dugaan bahwa mereka
mendendam kepadanya akibat kematian seorang saudara mereka. Dengan demikian
dapatlah diketahui betapa licik serta matangnya siasat Mo-ko yang sudah
memperhitungkan dengan cermat mengenai segala tindakannya.
Memang benar
kecurigaannya itu terhadap Kim Hong. Gadis ini memang bersandiwara, dibantu
oleh Kok Siang yang dapat menangkap keinginan gadis yang luar biasa ini. Ketika
melihat kesempatan terbuka, Kok Siang menotok jalan darah di pundak gadis itu
seperti yang dimintanya tadi.
Dia tahu
bahwa totokannya itu cukup hebat dan akan membuat lawan pingsan dan lemas tanpa
mampu bergerak sampai sedikitnya setengah jam. Akan tetapi dia pun sudah dapat
menduga bahwa kalau Kim Hong menyuruh dia menotok jalan darah itu, tentu gadis
yang lihai itu sudah mempunyai akal untuk menahan totokan ini.
Akan tetapi,
sungguh sama sekali di luar perhitungan Kim Hong bahwa Mo-ko tidak maju sendiri
memasuki ruangan itu, bahkan menyuruh empat orang Siang-to Ngo-houw yang masuk
lantas pintu ruangan itu ditutup kembali. Tidak disangkanya bahwa Mo-ko
secerdik itu.
Tadinya Kim
Hong ingin melanjutkan sandiwaranya dan terus pura-pura pingsan, menanti hingga
terbuka kesempatan agar bisa meloloskan diri dari situ bersama-sama Kok Siang.
Akan tetapi, ternyata Kok Siang tidak mampu menandingi keempat orang
pengeroyoknya dan melihat bahaya mengancam diri Kok Siang, tentu saja Kim Hong
tidak dapat tinggal diam saja membiarkan pemuda itu tewas dalam pengeroyokan.
Maka secara terpaksa ia pun menghentikan permainan sandiwaranya, lantas
meloncat sambil menyambar Hok-mo Siang-kiam dan segera merobohkan tiga di
antara empat pengeroyok itu, sedangkan yang seorang lagi dirobohkan oleh Kok
Siang.
"Bu-twako,
mari serbu keluar!" Kim Hong berteriak sesudah mereka berhasil merobohkan
empat orang lawan itu.
Akan tetapi
terlambat sudah. Dari luar, Mo-ko sudah menggerakkan alat rahasia dan itu pula
menunjukkan betapa cerdiknya penjahat besar ini. Dia memang sudah sejak pertama
kalinya mengatur sehingga peristiwa diadunya Kok Siang dengan Kim Hong itu
terjadi di dalam sebuah ruangan yang mengandung alat rahasia jebakan berbahaya!
Pada waktu
Kim Hong dan Kok Siang hendak menyerbu ke pintu yang sudah tertutup itu,
tiba-tiba saja terdengar angin menyambar dari empat penjuru lalu anak-anak
panah yang banyak sekali jumlahnya menyambar-nyambar ke arah mereka. Tentu saja
Kim Hong dan Kok Siang cepat menggunakan senjata mereka untuk melindungi tubuh.
Akan tetapi,
mendadak lantai yang mereka injak itu bergeser dengan cepatnya, terpisah
menjadi dua dan dengan cepat tertarik ke kanan kiri memasuki dinding ruangan.
Tentu saja tubuh kedua orang itu langsung terjatuh ke bawah!
Kiranya,
penyerangan anak panah yang banyak tadi pun hanya merupakan siasat untuk
mengalihkan perhatian mereka yang terjebak sehingga pada saat lantai bergeser,
mereka kurang perhatian dan baru sadar setelah semuanya terlambat. Betapa pun
pandainya Kim Hong, sekali ini dia pun tidak berdaya dan bersama dengan Kok
Siang, tubuhnya terjatuh ke bawah.
"Byuurrr...!
Byuuurrrr...!" Dan mereka berdua terjatuh ke dalam air yang dingin dan
dalam!
"Mo-ko...!
Peta asli itu berada pada kami...!"
Itulah suara
Kok Siang yang kemudian ditelan oleh suara air karena ternyata pemuda ini tidak
pandai renang. Kim Hong dapat renang walau pun tidak begitu pandai, maka ketika
dalam kegelapan itu dia berusaha menolong Kok Siang, pemuda ini dalam
kepanikannya memeluknya sehingga keduanya tak dapat dihindarkan lagi tenggelam
ke dalam air yang dalam itu!
***************
Ketika Thian
Sin mendengar berita dari In Bwee tentang tertawannya Kim Hong dan Kok Siang
oleh Pat-pi Mo-ko yang mempergunakan pasukan pemerintah dan agaknya dibantu
oleh Jaksa Phang, diam-diam dia merasa tekejut bukan main. Kalau sampai Pat-pi
Mo-ko mampu menjebak dan menawan Kim Hong dan Kok Siang, hal itu berarti bahwa
Pat-pi Mo-ko merupakan lawan yang jauh lebih tangguh dan berbahaya dari pada
yang dikiranya semula. Apa lagi sesudah dia tahu bahwa kepala penjahat itu
bersekongkol dan dibantu oleh jaksa yang memimpin pasukan penjaga keamanan yang
kuat! Sungguh merupakan lawan yang tak boleh dipandang ringan.
Dia pun
cepat menghilang ke dalam kegelapan malam dan sebentar saja dia telah berada di
halaman sebelah belakang kompleks gedung Phang-taijin. Kumpulan gedung besar
itu merupakan tempat tinggal, juga kantor dan tempat-tempat tahanan. Meski pun
tidak jelas benar, dia sudah memperoleh gambaran tentang kompleks perumahan
jaksa ini.
In Bwee
sendiri tidak hafal dan tidak mengenal betul tempat ini, akan tetapi mengetahui
di mana kekasihnya itu ditawan, maka keterangan ini sudah cukup bagi Thian Sin.
Dengan kepandaiannya yang tinggi, mudah saja baginya untuk menyelidiki.
Demikianlah pikirnya.
Akan tetapi
ketika sampai di tempat itu, diam-diam dia terkejut. Tempat itu dijaga dengan
ketat sekali! Bahkan di atas genteng-genteng juga ditaruh para penjaga sehingga
seekor kucing sekali pun yang memasuki kompleks itu tentu akan ketahuan oleh
para penjaga!
Thian Sin
maklum bahwa kalau sampai dia sendiri gagal kemudian tertawan, maka akan
habislah riwayat mereka berdua! Dia harus berlaku hati-hati sekali. Ketika dia
melihat ada sebuah kereta memasuki halaman depan dan ternyata yang keluar dari
kereta itu adalah Su Tong Hak, dia memperoleh akal yang baik sekali. Kiranya Su
Tong Hak, paman dari petani Ciang Kim Su, adalah seorang yang curang dan sudah
mengkhianati keluarganya sendiri.
Kehadiran Su
Tong Hak di sana menjelaskan banyak hal baginya. Tentu pencurian peta dan
lenyapnya Ciang Kim Su, merupakan akibat dari pada persekongkolan pedagang itu
dengan Pat-pi Mo-ko! Karena ini tahulah dia bahwa dari orang ini dia dapat
memperoleh banyak keterangan.
Maka sebelum
orang itu memasuki pintu gerbang, dengan kecepatan kilat dia menyelinap lantas
dengan gerakan kilat, dia sudah dapat menyambar tubuh pedagang itu yang tidak
sempat berteriak karena urat gagunya telah dicengkeram oleh Thian Sin. Pendekar
Sadis ini membawanya agak menjauh, ke tempat gelap dan membawanya loncat ke
atas pohon yang tinggi.
Tentu saja
Su Tong Hak terkejut setengah mati, apa lagi ketika dia dapat melihat wajah
orang yang menangkapnya itu, yang dikenalnya sebagai pemuda yang diutus oleh
kakak iparnya, Ciang Gun, dan yang sudah didengarnya dari Pat-pi Mo-ko sebagai
Pendekar Sadis! Tubuhnya menggigil dan dia hampir pingsan saking takutnya, apa
lagi ketika dia dibawa ke atas pohon yang tinggi itu. Akan tetapi, di dalam
pikiran pedagang yang cerdik ini, di samping rasa takutnya, muncul pula sebuah
harapan baru.
Dalam
beberapa hari terakhir ini dia selalu gelisah, makan tak enak dan tidur pun
tidak nyenyak, memikirkan perubahan sikap Pat-pi Mo-ko Bouw Kim Seng terhadap
dirinya. Dia bahkan mempunyai perasaan yang amat mengerikan, yaitu bahwa kalau
semua ini telah selesai, bukan saja dia tidak akan diberi apa-apa oleh penjahat
itu, bahkan mungkin untuk menutup rahasia, dia akan dibunuh, seperti yang telah
dilakukan terhadap Louw siucai!
Kini,
melihat munculnya Pendekar Sadis, satu-satunya lawan yang tangguh dan agaknya
ditakuti oleh Mo-ko, timbul pikiran yang amat baik. Mengapa dia tidak bekerja
sama dan berlindung kepada yang kuat? Yang penting adalah menyelamatkan diri,
dan tentu saja mendapatkan harta karun Jenghis Khan itu.
"Su
Tong Hak, ternyata engkau adalah komplotan Pat-pi Mo-ko. Nah, sekarang engkau
harus menjelaskan segala-galanya kalau tak ingin kucekik mampus dan kulemparkan
dari atas pohon ini!" Thian Sin mengancam dengan suara mendesis.
"Taihiap...
ampunkan saya, kebetulan sekali kita dapat bertemu di sini. Kita dapat saling
membantu, taihiap. Jangan mengira bahwa saya komplotan mereka, bahkan nyawa
saya juga sedang terancam..."
"Huh,
siapa yang percaya omonganmu? Jangan mencoba untuk membujuk atau menipu, karena
sebelum kubasmi mereka, engkau akan kubunuh lebih dahulu dengan penyiksaan yang
akan membuat engkau menyesal telah dilahirkan di dunia ini."
"Taihiap...
sungguh, percayalah padaku. Memang tadinya aku adalah sekutu Mo-ko. Akan tetapi
sekarang dia telah berubah, dia tentu akan menguasai seluruh harta dan kemudian
membunuhku. Taihiap, aku tahu bahwa pendekar wanita sahabatmu itu sudah
tertawan. Marilah kita bekerja sama. Aku akan membantumu agar engkau dapat
menolong sahabat-sahabatmu itu. Dan sebagai gantinya..."
"Sebagai
gantinya apa? Orang she Su, ingat, kini engkaulah yang menjadi tawananku dan
kalau aku menghendaki, sekali lempar engkau akan jatuh dan remuk. Bukan engkau
yang mengajukan syarat, melainkan aku!"
"Ampun...
ah, tentu saja, taihiap... akan tetapi, saya hanya minta agar dilindungi
terhadap ancaman mereka itu. Saya mau membantumu dan... dan memperoleh bagian
atas harta pusaka itu..."
Kalau
menurutkan perasaan hatinya, ingin sekali Thian Sin melemparkan pedagang yang
loba ini ke bawah. Akan tetapi, dia membutuhkannya, maka segera ditekannya
perasaan muak dan marahnya.
"Nah,
baiklah. Aku hendak menolong mereka yang tertawan. Bagaimana caranya engkau
dapat menyelundupkan aku ke dalam?"
"Dengan
menyamar sebagai prajurit penjaga atau sebagai pengawalku," jawab pedagang
yang cukup cerdik itu.
Akhirnya,
dengan sedikit penyamaran pada wajahnya, Thian Sin pun berhasil memasuki
kompleks kejaksaan itu bersama dengan Su Tong Hak dan setelah mendapat
keterangan lengkap dari pedagang itu tentang keadaan di dalam, juga tentang
jalan-jalan rahasianya, Thian Sin lalu membekuk seorang penjaga, menelikungnya
dan menyumbat mulutnya lalu menyembunyikannya di tempat gelap, kemudian
melucuti pakaiannya. Dia lalu menyamar sebagai seorang prajurit dan dengan
mudahnya dia lalu menggunakan pengetahuannya tentang keadaan di tempat itu
untuk melakukan penyelidikan ke dalam.
Ketika Thian
Sin berhasil mencampurkan diri dengan para penjaga di tempat gelap dan ikut
mengurung ruangan tahanan di mana kekasihnya ditawan, kedatangannya tepat pada
saat Kim Hong berkelahi dengan Kok Siang. Tentu saja dia terkejut sekali
melihat mereka itu saling serang sendiri.
Akan tetapi,
begitu dia melihat para penjahat di luar pintu dan jendela berjeruji sebagai
penonton, serta melihat gerakan-gerakan kekasihnya yang membuat dia maklum
bahwa Kim Hong sengaja mengalah terhadap Kok Siang, maka tahulah pendekar yang
cerdik ini bahwa dua orang itu sengaja diadu oleh pihak penjahat dengah maksud
menguji.
Tadi dia
sudah mendapat keterangan dari Su Tong Hak bahwa Kim Hong telah menyerah dan
takluk, bahkan telah membantu Pat-pi Mo-ko untuk membasmi Sin-siang-to Tang Kin
dan para anak buahnya yang menjadi saingan. Mendengar ini, pendekar itu tidak
merasa heran dan dapat menduga bahwa tentu di balik penyerahan diri dari
kekasihnya ini ada suatu pamrih yang merupakan siasat tertentu. Entah karena
terpaksa atau tentu ada hal lain. Dan kini, melihat betapa kekasihnya mengalah
terhadap Kok Siang, maka dia pun dapat menduga bahwa mereka berdua itu tentu
sedang bersandiwara.
Tentu saja
kedua tangannya telah gatal-gatal untuk menyerbu para tokoh penjahat ini dan
monolong mereka berdua yang diadu seperti binatang. Akan tetapi dia pun cukup
cerdik untuk melihat kenyataan bahwa kalau dia menyerbu, keadaan dua orang
kawannya itu malah terancam bahaya. Selain para tokoh sesat yang dia tahu
memiliki ilmu kepandaian tinggi, terutama Pat-pi Mo-ko, juga tempat itu
dikurung oleh pasukan pemerintah dan anak buah penjahat. Maka dia pun hanya
ikut menonton dan mencari kesempatan.
Dia tahu
bahwa kalau Kim Hong dan Kok Siang masih ditahan, bahkan diadu, tentu ada
maksud-maksud tertentu dari Pat-pi Mo-ko. Kalau kedua orang itu tidak dibutuhkan,
tentu sudah dibunuh oleh pihak penjahat. Keyakinan akan hal ini membuat Thian
Sin bersabar menanti, walau pun hatinya terasa tegang dan khawatir sekali.
Ketika dia
melihat Kim Hong roboh tertotok oleh pit di tangan Kok Siang, Thian Sin lantas
mengepal tinju. Dia maklum bahwa Kim Hong mempunyai ilmu memindahkan jalan
darah sehingga totokan yang tampaknya tepat sekali itu tentu dapat diterimanya
tanpa membuat tubuhnya menjadi lemas atau lumpuh. Karena itu dia tahu jelas
bahwa semua itu hanya merupakan gerakan pura-pura belaka.
Bagi orang
lain mungkin akan tertipu, akan tetapi mungkinkah seorang tokoh jahat seperti
Pat-pi Mo-ko dapat ditipu sedemikian mudahnya? Dan permainan apakah yang sedang
dimainkan oleh Kim Hong dan Kok Siang? Dia tidak berani lancang turun tangan,
khawatir kalau-kalau nantinya malah akan mengacaukan rencana kedua orang itu
yang agaknya sudah diatur lebih dulu dan dilaksanakan dengan baiknya.
Pada waktu
kakek tinggi besar muka hitam itu memerintahkan empat orang sisa Siang-to
Ngo-houw supaya menangkap Kok Siang, kemudian melihat mereka memasuki ruangan
lantas pintunya ditutupkan kembali, Thian Sin mengerutkan alisnya. Kalau
perhitungannya tidak keliru, agaknya kekasihnya itu merencanakan pemberontakan
bersama Kok Siang, dengan pura-pura berkelahi sungguh-sungguh dan membiarkan
dia kelihatan kalah.
Akan tetapi
dia merasa sangsi apakah akal itu akan berhasil ketika melihat betapa empat orang
Siang-to Ngo-houw saja yang disuruh masuk dan pintu besi itu ditutup kembali.
Dia melihat kebenaran dugaannya ketika Kim Hong bangkit dari keadaan tertotok
tadi lantas bersama dengan Kok Siang merobohkan empat orang lawannya.
Thian Sin
kini merasa yakin bahwa dugaannya benar, bahwa kekasihnya bersama Kok Siang
hendak melakukan penyerbuan keluar untuk meloloskan diri. Akan tetapi, baru
saja dia ingin turun tangan membantu, tiba-tiba kakek hitam tinggi besar sudah
menggerakkan alat rahasia, dan Thian Sin sempat melihat kekasihnya dan Kok
Siang terjatuh ke bawah karena lantai ruangan itu bergeser cepat ke kanan kiri.
Dia hendak meloncat, akan tetapi tiba-tiba didengarnya teriakan Kok Siang.
"Mo-ko!
Peta asli itu berada pada kami!"
Thian Sin
cepat menahan gerakannya. Dia tahu bahwa jika dia mengamuk sekali pun, dia
tidak keburu menolong kedua orang itu lagi, yang agaknya terjatuh ke dalam air
di bawah ruangan rahasia itu. Dan teriakan Kok Siang itu ternyata amat
berpengaruh. Dia melihat kakek hitam tinggi besar yang kini diduganya tentu
Pat-pi Mo-ko adanya nampak gugup.
"Cepat...!
Selamatkan mereka. Tawan mereka, jangan sampai mereka itu tewas di dalam
air!"
Perintah
dari tokoh jahat ini membuat hati Thian Sin terasa lega maka dia pun tidak mau
lancang turun tangan, yang tidak banyak artinya untuk dapat menyelamatkan
kekasihnya dan Kok Siang. Maka dia pun hanya berjaga-jaga karena melihat para
prajurit lain juga melakukan penjagaan ketat menerima perintah dari komandan
mereka.
Ketika
komandan pasukan mengumpulkan pasukannya untuk melakukan pemeriksaan, dengan
menggunakan kepandaiannya Thian Sin menyelinap pergi dan dia pun berhasil
mendapatkan sebuah tempat persembunyian di dalam gudang barang lapuk di
belakang. Tempat ini pun adalah tempat sembunyi yang ditunjukkan oleh Su Tong
Hak baginya, di mana dia dapat menyembunyikan dirinya.
Sementara
itu, dalam keadaan lemas dan setengah pingsan, kembali Kim Hong dan Kok Siang
tertawan lagi. Pada saat mereka sadar, keduanya mendapatkan diri mereka sudah
terbelenggu lagi di atas dipan, dalam keadaan terlentang dan semua kaki tangan
mereka dibelenggu dengan rantai baja yang sangat kuat. Pakaian mereka masih
basah, demikian juga rambut mereka. Di dalam ruangan itu nampak Pat-pi Mo-ko
duduk bersama dengan Hai-pa-cu Can Hoa, Tiat-ciang Lui Cai Ko, Su Tong Hak dan
di luar kamar itu nampak penjagaan yang ketat, oleh pasukan penjaga.
Wajah kakek
berkulit hitam itu nampak berseri dan sepasang matanya berkilat-kilat ketika
dia memandang kepada dua orang tawanan yang sudah mulai siuman itu. Kemudian
dia menghampiri Kok Siang dan melihat pemuda itu membuka matanya,
mengejap-ngejapkan matanya kemudian memandangnya dan wajah yang tampan itu
nampak pucat akan tetapi sadar sepenuhnya.
"Selamat
hidup kembali, Im-yang Siang-pit Bu Siucai!" kata Pat-pi Mo-ko dengan
suara lantang. "Engkau tahu, apa yang menyebabkan kami menyelamatkan
kalian dari bahaya tewas tenggelam dalam air. Nah, Bu Siucai, sekarang
ceriterakanlah kepada kami tentang peta asli itu!"
"Kalau
aku menceriterakannya, engkau akan membebaskan kami berdua, Mo-ko?" tanya
Kok Siang, suaranya meragu karena sesungguhnya dia tidak percaya kalau penjahat
ini mau membebaskan mereka.
"Tentu
saja! Bukankah baru saja kami juga telah menyelamatkan kalian dari kematian ini?
Ceritakan dengan sesungguhnya mengenai peta itu dan kami akan membebaskan
kalian. Sebenarnya kami tidak bermaksud memusuhi kalian. Bukankah kami sudah
menawarkan kerja sama dengan sebaiknya kepada nona Toan? Sayang, dia
mengkhianati kami. Akan tetapi, kami akan melupakan semua itu apa bila kalian
suka menceritakan mengenai peta sehingga kami dapat memperoleh peta asli
itu."
"Dia
bohong, Bu-twako. Jangan percaya omongannya!" tiba-tiba Kim Hong berkata.
"Hemmm,
yang membohong adalah engkau, nona Toan. Kami dengan sungguh-sungguh menarikmu
sebagai kawan, akan tetapi engkau malah mengkhianati kami dan membunuh empat
orang sisa Siong-te Ngo-houw yang menjadi pembantu-pembantu kami. Lagi pula
engkau pura-pura kalah ketika melawan Bu Siucai, apa disangka kami tidak
tahu?"
"Mo-ko,
engkau pun menipuku. Pura-pura mengulurkan tangan bekerja sama, akan tetapi
begitu aku memasuki ruangan itu dan pintu dikunci dan kalian menonton di luar,
aku tahu bahwa kalian hanya menipuku. Apa kau sangka aku juga begitu bodoh
untuk tidak dapat melihat siasatmu itu? Bu-twako, jangan ceritakan
apa-apa!"
Wajah Pat-pi
Mo-ko yang hitam itu menjadi semakin hitam karena darah sudah naik ke mukanya
karena marah. "Bocah she Bu! Kalau engkau menuruti kata-kata perempuan
ini, apakah engkau lebih sayang peta dari pada nyawamu? Aku tidak akan
ragu-ragu untuk membunuhmu!"
"Bu-twako,
jangan percaya omongannya! Dia tidak akan membunuh kita karena peta itu masih
ada pada kita! Peta itulah satu-satunya gantungan hidup kita saat ini!"
kata pula Kim Hong.
Kok Siang
tertawa. "Ha-ha-ha, engkau benar juga, nona Toan. Heii, Mo-ko, apa kau
kira kami begitu bodoh? Kalau aku menyerahkan peta, tentu engkau akan segera
membunuh kami! Tidak, aku tidak tahu apa-apa tentang peta, aku sudah lupa lagi,
ha-ha-ha!"
Pat-pi Mo-ko
adalah seorang yang sudah kenyang akan asam garam di dunia kang-ouw, maka dia
pun tahulah bahwa tidak ada gunanya untuk menggertak kedua orang muda ini lagi.
"Bagus,
katakanlah bahwa pendapat kalian benar. Aku tidak bisa membunuh kalian, akan
tetapi jangan mengira bahwa aku tidak dapat memaksa kalian bicara. Ada hal-hal
lainnya yang bahkan lebih hebat dari kematian!" Dia lalu menghampiri dipan
di mana Kim Hong menggeletak terlentang dengan kedua kaki dan tangan dibelenggu
rantai besi. "Bu-siucai, hendak kulihat apakah engkau tetap hendak menutup
mulutmu apa bila melihat gadis ini diperkosa dan dihina di depan matamu!"
Lalu jari-jari tangannya bergerak ke depan.
"Breeetttt...!"
Terdengar
kain robek akibat pakaian luar yang menutup tubuh Kim Hong terkoyak-koyak oleh
jari-jari tangan yang hitam besar dan kuat itu. Kini nampaklah kulit tubuh yang
putih mulus di balik pakaian dalam yang tipis!
Akan tetapi,
demikian hebatnya kekuatan dalam yang dikuasai oleh Kim Hong sehingga tidak ada
segaris pun uratnya bergerak. Dia hanya memejamkan matanya dan wajahnya tidak
memperlihatkan perubahan apa pun!
Namun tidak
demikian dengan Kok Siang yang langsung menoleh dengan mata terbelalak dan muka
pucat. Dia melihat tubuh pendekar wanita itu, yang sekarang sedang terancam
bahaya yang amat hebat.
"Siapa
di antara kalian yang mau menikmati tubuh wanita ini?" teriak Pat-pi Mo-ko
keluar, ke arah para penjaga.
Tidak ada
yang menjawab, akan tetapi belasan orang penjaga itu mendekat dengan mulut
menyeringai dan muka merah. Mereka memandang ke arah tubuh itu dengan mata
penuh gairah dan nafsu birahi!
Thian Sin
yang telah berada di antara para penjaga itu mengepalkan tinjunya, akan tetapi
wajahnya pun tidak memperlihatkan tanda sesuatu.
"Masih
belum mau bicara, Bu-siucai? Bagaimana kalau kubuka sedikit lagi?"
Tangan itu
kembali bergerak, terdengar kain robek dan kini penutup dada Kim Hong telah
terbuka sama sekali. Nampak bagian depan tubuhnya dari perut ke atas! Gadis itu
tetap memejamkan matanya dan wajahnya tetap biasa saja! Demikian hebat gadis
ini sehingga dalam keadaan seperti itu, ia masih dapat bersikap tenang dan
seolah-olah ia telah dapat mematikan rasa.
Kok Siang
langsung membuang muka sambil mengeluarkan suara kutukan. "Demi Tuhan,
Mo-ko, engkau bukan manusia! Jangan lanjutkan!"
"Ha-ha-ha,
kalau engkau tetap tidak mau mengaku tentang peta itu, aku akan menyuruh dua
orang prajurit untuk memperkosanya di depan matamu, Bu-siucai!"
"Bu-toako,
jangan dengarkan dia! Dia hanya mampu menghina tubuhku, akan tetapi tidak mampu
menjamah hatiku. Paling-palling aku mati, atau kalau tidak, maka hinaan ini
tentu akan dibayarnya dengan bunga berlipat ganda! Jangan mengaku, karena
sekali engkau mengaku, maka nyawa kita akan tidak ada harganya lagi!"
demikian Kim Hong berkata, suaranya tetap tenang, sama sekali tidak gemetar.
"Hemm,
biar pun hatiku berat sekali rasanya, agaknya engkau benar, nona," jawab
Kok Siang.
Pat-pi Mo-ko
menjadi semakin marah. Kakek ini sudah menggerakkan tangan lagi untuk merenggut
penutup tubuh terakhir, akan tetapi tiba-tiba Su Tong Hak mendekatinya dan
berbisik, "Pemuda itu tentu akan menyerah kalau melihat kekasihnya yang
terancam!"
Mendengar
ini, tiba-tiba Pat-pi Mo-ko tertawa. "Ha-ha-ha, engkau benar juga!"
dan sambil tertawa-tawa kakek hitam tinggi besar itu lalu berlari keluar dari
dalam ruangan itu. Tidak lama kemudian dia sudah kembali sambil menarik tangan
seorang gadis, atau lebih tepat lagi setengah menyeretnya. Gadis itu bermuka
pucat, sedangkan matanya merah bekas menangis, rambutnya dan pakaiannya kusut.
"Murid
durhaka, lihat siapa itu, dan selamatkan nyawanya! Dia akan kubebaskan kalau
dia mau mengaku tentang peta asli!" kata Pat-pi Mo-ku sambil mendorong
gadis itu ke depan, ke arah dipan di mana Kok Siang rebah terlentang.
"Siang-koko...!"
Gadis itu menubruk, berlutut dan menangis di dekat dipan.
"Bwee-moi...
engkaukah ini? Hemmm, akhirnya engkau juga merasakan kekejaman iblis yang
menjadi guru dan pamanmu sendiri?" kata Kok Siang sambil mengerutkan
alisnya. In Bwee merangkulnya dan menangis di dada pemuda itu.
"Siang-koko...
demi keselamatanmu, menyerah sajalah, katakan kepadanya tentang peta itu...
ahh, koko, kalau engkau mati, aku pun tidak mau hidup lagi... berikanlah peta
itu dan mari kita pergi berdua, tidak mencampuri urusan ini dan aku rela hidup
melarat asal selalu bersamamu, koko..."
Gadis itu
menangis sehingga Kim Hong mengerutkan alisnya. Dia tidak mencela gadis itu
bahkan kagum akan cinta gadis itu terhadap Kok Siang. Akan tetapi gadis itu
juga telah memperlihatkan kelemahannya dan hal ini merusak siasat mereka berdua
yang hendak mempertahankan peta. Siapa tahu, demi cintanya terhadap gadis itu,
Kok Siang akhirnya mau menyerah dan kalau sudah begitu, maka percuma sajalah
semua siasat mereka dan akhirnya mereka semua akan celaka!
"Huh,
tolol!" Dia membentak. "Apakah kalau peta itu diberikan, iblis itu
mau melepaskan kita bertiga? Jangan kira begitu enak, ya? Bahkan dia akan
segera membunuh kita semua untuk menutup mulut kita seperti yang dilakukannya
terhadap diri Ciang Kim Su dan juga Louw siucai!" Dia sengaja menyebut
nama Louw siucai untuk membakar semangat Kok Siang. Dan dia berhasil. Kok Siang
yang tadinya ragu-ragu ketika melihat dan mendengar tangis kekasihnya, kini
nampak bersinar-sinar matanya.
"Mo-ko,
muslihat apa pun yang kau lakukan, peta itu takkan kuberikan kepadamu!"
teriak Kok Siang. "Bwee-moi, jangan kecil hati. Marilah kita lawan iblis
itu, kalau perlu dengan pengorbanan nyawa dari pada dia berhasil dan akhirnya
kita dibunuhnya juga!"
"Keparat!"
Pat-pi Mo-ko marah sekali, kemudian dengan langkah lebar dia menghampiri
muridnya dengan tangan kanan menyambar.
Akan tetapi,
dibangkitkan oleh kata-kata kekasihnya, In Bwee meloncat sambil mengelak,
lantas menyerang guru dan pamannya sendiri yang biasanya amat ditakutinya itu.
Tentu saja kakek itu menjadi kaget dan marah bukan main. Jelaslah baginya bahwa
muridnya ini sekarang telah berpihak kepada musuh secara berterang.
Dia telah
menangkap muridnya, ketika mendengar laporan bahwa muridnya itu diam-diam pada
malam buta mengunjungi Pendekar Sadis. Dia membayangi dan melihat muridnya
bicara dengan Pendekar Sadis, maka pada waktu pulang murid itu lalu
ditangkapnya dan dijadikan tawanan.....
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment