Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Pendekar Lembah Naga
Jilid 45
KETIKA dia
melihat Yap In Hong, mula-mula dia merasa benci dan iri. Akan tetapi, begitu
Yap In Hong berhasil menyelamatkan nyawa Bi Cu, seketika pandangannya berubah
dan baru dia tahu bahwa Yap In Hong adalah seorang pendekar wanita gagah
perkasa dan bahwa dia dan Bi Cu berhutang budi kepadanya.
Kemudian,
dia melihat pembongkaran rahasia itu oleh Pangeran Ceng Han Houw. Tidak mungkin
lagi baginya untuk menyangkal. Menyangkal berarti membohong dan dia tidak mau
membohong. Pula, memang sudah sepatutnya kalau pendekar itu, yang selamanya
terkenal sebagai seorang pria yang gagah perkasa, ditegur secara hebat seperti
ini untuk perbuatannya yang amat kejam terhadap seorang wanita bernama Liong Si
Kwi, seorang wanita yang dilupakan dan ditinggalkan begitu saja di Lembah Naga!
Dan di
sinilah tempat itu! Di sinilah dia terlahir, dan di sinilah pula ibunya
meninggal dunia. Ibunya yang sudah menumpahkan darah ketika dia terlahir, yang
sudah disia-siakan oleh pendekar ini. Sudah selayaknya dan sepatutnyalah jika
kini pendekar itu menebus dosa, mengakui perbuatannya itu di tempat ini pula,
di mana roh ibunya mungkin masih akan dapat mendengarnya. Pikiran ini
mendatangkan ketegasan dan dia lalu memandang ayah kandungnya itu dengan sinar
mata tajam penuh ketegasan dan dia lalu mengangguk.
Dapat
dibayangkan betapa kaget dan marahnya hati Bun Houw ketika melihat Sin Liong
mengangguk, yang berarti membenarkan tuduhan pangeran itu! Sekarang
kemarahannya berpindah kepada Sin Liong dan dia membentak, "Engkau sudah
bersekongkol dengan pangeran jahat itu untuk menjatuhkan fitnah ini
kepadaku!" katanya sambil menerjang dan memukul Sin Liong dengan kemarahan
meluap.
Akan tetapi
dengan tenang dan cepat Sin Liong sudah mengelak dari serangan dahsyat itu.
Pada saat itu pula ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu Yap In Hong telah
berada di situ dan pendekar wanita ini sudah menyentuh pundak suaminya.
"Bersikaplah
tenang...," bisik isteri ini kepada suaminya, lalu menambahkan lebih lirih
lagi, "...ingat Si Kwi..."
Bisikan
isterinya itu membuat wajah Bun Houw seketika berubah pucat bukan main. Dia
terhuyung ke belakang dan menatap wajah Sin Liong. Teringatlah dia sekarang.
Mata dan mulut itu! Tak salah lagi!
"Kau...
kau... siapakah engkau...siapa nama ibumu...?"
Melihat
munculnya Yap In Hong dan mendengar bisikan tadi, biar pun amat lemah namun dia
dapat pula menangkapnya, Sin Liong lalu menjawab, dan di dalam hatinya timbul
ingin tahu sekali rahasia apa yang terjadi di balik hubungan ibu kandungnya dan
pendekar ini, "Mendiang ibuku bernama Liong Si Kwi."
Mendengar
ini, Cia Bun Houw sejenak memejamkan kedua matanya. Isterinya yang juga berdiri
di sisinya hanya memandang dengan muka agak pucat, akan tetapi Yap In Hong
adalah seorang pendekar wanita yang gagah perkasa dan tidak cengeng. Dia sudah
tahu akan peristiwa yang terjadi antara suaminya dan Liong Si Kwi, maka dia pun
tak merasa heran mendengar bahwa Si Kwi telah mempunyai seorang anak dari
suaminya, sungguh pun tentu saja hal itu sama sekali tidak pernah disangkanya,
juga tidak pernah disangka oleh suaminya sendiri.
"Ha-ha-ha!"
suara ketawa Pangeran Ceng Han Houw memecah kesunyian dan terdengar suaranya
lantang, memang disengaja supaya terdengar oleh semua orang. "Bagaimana,
pendekar sakti Cia Bun Houw, apakah engkau masih hendak mengatakan aku menuduh
yang bukan-bukan?"
Cia Bun Houw
adalah seorang yang gagah perkasa. Dia kini merasa yakin bahwa anak ini memang
anaknya yang lahir dari Liong Si Kwi. Kini mengertilah dia, mengapa mendiang
ayahnya begitu sayang kepada anak ini sehingga dididik, bahkan diwarisi Thi-khi
I-beng, dan kenapa pula mendiang Kok Beng Lama juga begitu sayang kepada anak
ini! Mungkin dua orang kakek itu sudah tahu!
Padahal, dua
orang kakek itu sebetulnya tidak pernah diberi tahu, hanya mereka memang suka
kepada Sin Liong. Kini Cia Bun Houw yang sudah merasa kepalang, karena semua
orang kang-ouw telah mendengar tentang hal itu, segera memandang ke arah para
tamu dan berkata dengan suara lantang sehingga terdengar oleh semua orang.
"Cu-wi,
aku Cia Bun Houw bukan seorang pengecut! Setelah mendengar bahwa anak ini
ternyata adalah anak kandung seorang wanita yang bernama Liong Si Kwi, maka aku
pun dapat menerima kenyataan bahwa besar sekali kemungkinan pemuda ini memang
adalah anakku sendiri! Akan tetapi, bukan sekali-kali aku pernah menodai Liong
Si Kwi kemudian kutinggalkan! Hendaknya cu-wi sekalian ketahui bahwa dua puluh
tahun yang lalu, ketika aku tertawan oleh mendiang Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat
Mo-li, yaitu guru dari pangeran curang ini, dua orang kakek nenek iblis itu
sudah meracuni aku dengan obat perangsang sehingga aku lupa diri. Gadis bernama
Liong Si Kwi itu menolongku dari penjara, maka terjadilah hubungan di luar
kesadaranku yang sedang terbius obat perangsang. Sungguh tidak pernah kuduga
bahwa hubungan di luar kesadaran itu akan menghasilkan anak ini. Baru sekarang
aku mendengar dan mengetahuinya. Namun, dengan berani bertanggung jawab kuakui
bahwa Cia Sin Liong ini adalah puteraku!"
Semua orang
kang-ouw merasa kagum akan kegagahan Cia Bun Houw dan biar pun ada beberapa
orang yang mentertawakan, yaitu dari golongan hitam yang tidak suka kepada para
pendekar, namun pandangan para tamu terhadap Cia Bun Houw sama sekali tidak
merendahkan lagi.
Sesudah
mengeluarkan kata-kata yang merupakan pengakuan gagah itu, Bun Houw lalu
memandang kepada Sin Liong dan berkata lirih, "Biarlah pada lain
kesempatan kita bicara mengenai ini. Sekarang hadapilah manusia curang ini, dan
kalau benar engkau puteraku, maka engkau harus dapat mengalahkan dia."
Di dalam
sinar mata dan suara itu terkandung rasa suka dan kagum yang membuat dua titik
air mata membasahi mata Sin Liong. Ia mengangguk tanpa mengeluarkan kata-kata,
hanya memandang ayah kandungnya dan ibu tirinya itu meninggalkan gelanggang dan
kembali ke tempat duduk mereka. Tiba-tiba Sin Liong merasa hatinya lapang bukan
main, dan dihadapinya pangeran itu dengan senyum tenang.
"Nah,
pangeran. Apakah engkau sudah siap sekarang, ataukah engkau takut melawan aku?
Kalau takut, lebih baik katakan saja dan kau bubarkan semua ini, jangan
lanjutkan usahamu untuk memberontak atau menjadi bengcu, apa lagi menjadi
jagoan nomor satu di dunia. Lebih baik kau ganti julukan itu menjadi penjahat
licik dan curang nomor satu di dunia."
Sin Liong
sengaja mengeluarkan kata-kata ejekan tadi untuk membikin panas hati Han Houw
dan memang dia berhasil. Sebelumnya memang Han Houw telah merasa kecewa,
menyesal dan marah bukan main bahwa serangannya terhadap nama Cia Bun Houw dan
keluarga Cin-ling-pai ternyata sama sekali tidak berhasil karena sikap Cia Bun
Houw yang gagah perkasa mengakui semua itu, bahkan pengakuan pendekar itu malah
melontarkan kejahatan ke alamat mendiang Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li.
Dan baru
saja, dari seorang pengawal yang berhasil merangkak dalam keadaan terluka parah
ke tempat itu, dia mendengar bahwa memang benar seperti yang diduganya, Sin
Liong berhasil menyelamatkan Bi Cu dan selain membunuhi semua pengawal yang
tiga puluh orang banyaknya itu, juga sudah membunuh Hek-hiat Mo-li dan Kim Hong
Liu-nio.
Hal ini
tentu saja menambah kemarahannya, dan kemarahan itu semuanya ditumpahkan kepada
Sin Liong yang dianggapnya telah menggagalkan semua rencananya, orang yang
dianggapnya sepatutnya membantunya itu kini malah menentangnya dan hal ini
dianggap suatu pengkhianatan!
"Ya,
Sin Liong! Di seluruh dunia ini, agaknya hanya kita berdua saja yang mewarisi
ilmu rahasia dari Bu Beng Hud-couw, akan tetapi jangan kau kira bahwa karena
engkau yang lebih dahulu mempelajari ilmu-ilmu dari guru kita itu lalu kau
anggap dirimu lebih pandai. Ingat, sekali ini aku tidak akan mau mengampuni
lagi nyawamu, kecuali kalau sekarang engkau berlutut dan minta ampun, dan
selanjutnya mau membantuku seperti yang sudah-sudah."
"Sin
Liong, kalau engkau menyerah kepadanya, selamanya aku tidak mau mengenalmu
lagi!"
Sin Liong
menoleh dan memandang ke arah Bi Cu yang berseru itu, dia tersenyum lalu
berkata, "Jangan khawatir, Bi Cu, aku tidak akan..."
Akan tetapi
terpaksa Sin Liong menghentikan kata-katanya karena pada saat itu pula Han Houw
dengan kemarahan meluap telah menubruk dan menyerangnya dengan dahsyat.
"Curang!"
Bi Cu sampai berteriak kaget ketika melihat serangan yang dilakukan dengan
mendadak selagi Sin Liong masih menoleh kepadanya itu.
Akan tetapi,
biar pun kelihatannya Sin Liong menoleh dan lengah, sesungguhnya pemuda ini
selalu waspada karena dia sudah cukup mengenal watak pangeran itu yang curang
sekali. Oleh karena itulah ketika Han Houw menyerang secara mendadak, dengan
cepat dia dapat menghadapinya, menangkis dengan keras dan balas menyerang.
Dalam waktu singkat, dua orang pemuda yang sama lihainya ini sudah saling
serang dengan hebatnya!
Perkelahian
yang terjadi sekali ini sungguh sangat hebat. Baru belasan jurus saja semua
orang tahu bahwa dua orang pemuda itu memang memiliki ilmu yang sama tingginya
dan sama anehnya. Akan tetapi pandang mata Bun Houw, Yap Kun Liong dan In Hong
yang tajam dapat melihat betapa dalam beberapa kali pertemuan lengan, agaknya
Sin Liong masih menang kuat di dalam hal sinkang, terbukti dari tubuh pangeran
itu yang selalu tergetar dan terguncang sedangkan tubuh Sin Liong sama sekali
tidak terpengaruh oleh adu tenaga itu.
Sin Liong
bertanding dengan penuh semangat. Dia mengerahkan seluruh tenaganya dan
mengeluarkan semua kegesitannya. Kini dia berkelahi bukan semata-mata untuk
dirinya sendiri, melainkan terutama sekali untuk Bi Cu. Telah beberapa kali
kekasihnya itu hampir tewas oleh pangeran ini, karena itu sekarang dia
bertindak mewakili kekasihnya itu untuk mengenyahkan pangeran jahat ini dari
permukaan bumi!
Selain itu,
dia juga hendak membela ayah kandungnya yang tadi terdesak oleh pangeran ini
dan dia tahu bahwa apa bila dilanjutkan, tentu pada akhirnya pendekar sakti Cia
Bun Houw itu akan kalah. Betapa pun juga, dia tidak rela melihat orang yang
menjadi ayah kandungnya itu dibikin malu dan dikalahkan di depan umum. Tadi dia
sudah mendengar betapa Han Houw membongkar rahasia ayah kandungnya, dan pada
saat dia mendengar jawaban Cia Bun Houw, tahulah dia sekarang!
Ayah
kandungnya itu sama sekali tidak bersalah! Bahkan ayah kandungnya itu tidak
tahu bahwa dia dilahirkan! Juga hubungan antara ayah kandungnya dengan ibunya
merupakan hubungan yang dipaksakan oleh muslihat yang sangat curang dari guru
Pangeran Ceng Han Houw!
Rasa gembira
karena kenyataan bahwa Cia Bun Houw sama sekali tidak menyia-nyiakan ibunya
kini bercampur dengan perasaan duka dan pahit bahwa sesungguhnya dia adalah
seorang anak haram, seorang anak yang dilahirkan tanpa ayah, dilahirkan dari
ibu yang tidak dinikah dan dilahirkan sebagai akibat hubungan yang tidak
disadari oleh orang yang menjadi ayahnya! Betapa hal ini menusuk hatinya, maka
kini dia hendak memperlihatkan dirinya di depan orang banyak bahwa biar pun dia
orang rendah, anak haram, anak yang tak mengenal ayahnya, tapi dia adalah orang
yang akan mampu menundukkan pangeran yang amat lihai itu!
Oleh karena
inilah Cia Sin Liong menyerang dengan sepenuh tenaga dan kemampuannya.
Pertama-tama dia menggunakan San-in Kun-hoat yang dipelajarinya dari kakeknya,
yang dicampurnya dengan Thian-te Sin-ciang.
Melihat
betapa pemuda itu dapat mengkombinasikan dua ilmu ini dengan amat baiknya, para
anggota keluarga Cin-ling-pai memandang dengan girang dan bangga. Pemuda itu
sungguh tahu diri dan agaknya memang ingin menjunjung tinggi nama Cin-ling-pai,
maka dia menghadapi lawan yang tangguh ini dengan ilmu-ilmu Cin-ling-pai.
Hanya Lie
Ciauw Si yang menonton dengan alis berkerut, muka pucat dan bibir gemetar. Dia
merasa serba salah. Dia mengkhawatirkan keadaan suaminya, namun perkelahian itu
terjadi dengan adil, satu lawan satu, maka dia pun tidak dapat berbuat apa pun.
Pula, dia tahu bahwa suaminya berada di fihak salah dan bahwa suaminya sudah
memperlakukan Sin Liong secara keterlaluan.
Masih
teringat dia betapa Sin Liong yang mengajak pangeran itu ke selatan untuk
mencari Ouwyang Bu Sek, sebab suaminya ingin mempelajari ilmu-ilmu yang
diajarkan oleh kakek itu kepada Sin Liong, demikianlah yang didengarnya. Kini,
setelah suaminya memperoleh ilmu yang tinggi, suaminya itu malah memperlakukan
Sin Liong tidak semestinya, hendak memaksa pemuda itu membantunya dengan jalan
menawan Bi Cu.
Tidak
disangkanya bahwa pangeran yang dicintanya itu mempunyai watak yang demikian
curang dan palsu. Baru sekarang semua watak buruk itu terungkapkan maka dia
merasa berduka dan gelisah sekali.
"Hyaaaattt...!"
Sin Liong menyerang bagai seekor naga menyambar dari angkasa. Tangan kanannya
menampar dengan tenaga Thian-te Sin-ciang, dan dia terus mendesak lawan, kini
dia mempergunakan Ilmu Thai-kek Sin-kun yang ampuh!
Melihat
serangan bertubi-tubi yang dahsyat ini, Ceng Han Houw bersikap tenang dan dia
segera merendahkan diri dengan menekuk lutut kirinya sampai rendah sekali,
kemudian sesudah dia mengelak beberapa kali dan menangkis, dia pun balas
menyerang dengan pukulan-pukulan dahsyat dari bawah yang mengarah lambung dan
pusar lawan.
Sin Liong
maklum akan bahayanya serangan balasan lawan ini, maka dia cepat meloncat dan
membalikkan tubuhnya, tubuhnya itu dari atas meluncur turun dan kedua tangannya
membentuk cakar naga menyerang dengan cengkeraman maut ke arah kepala lawan.
Namun,
dengan gerakan indah pangeran itu dapat menggulingkan tubuhnya ke atas lantai
dan menghindarkan cengkeraman itu, karena untuk ditangkis terlampau besar
bahayanya baginya. Setelah dia meloncat bangun, dia memapaki tubuh Sin Liong
yang baru turun itu dengan pukulan bertubi-tubi sambil memutar tubuhnya. Itulah
jurus yang ampuh dari ilmu Hok-liong Sin-ciang (Tangan Sakti Penakluk Naga).
Sin Liong
kini terdesak dan pemuda ini berlompatan dan memutar-mutar tubuhnya pula, gerakannya
seperti seekor naga. Memang pantas sekali Sin Liong diumpamakan sebagai seekor
naga sakti dari Lembah Naga, dan pangeran itu berusaha menaklukkannya. Akan
tetapi naga ini hebat bukan main hingga ilmu penakluk naga itu sama sekali
tidak mampu mendesak terus, apa lagi menaklukkan. Sin Liong membalas dengan
tamparan-tamparan sakti Thian-te Sin-ciang sehingga desakan pangeran itu
membuyar karena pangeran itu harus melindungi dirinya baik-baik bila dia tidak
mau kepalanya pecah terkena sambaran tamparan Thian-te Sin-ciang yang ampuh.
Demikianlah,
kedua orang pemuda itu saling serang, saling desak dan keadaan mereka
benar-benar seimbang dan sama cepatnya, sama gesitnya, sama kuat dan sama-sama
menguasai semua gerakan mereka dengan baik. Juga mereka bertanding dengan
mantap, yang membuat setiap serangan dan tangkisan atau elakan nampak indah
sekali.
Semua yang
menonton pertandingan itu tiada hentinya memuji, bahkan kaum tua yang sudah
berpengalaman dan menyaksikan pertandingan itu sampai menahan napas saking
kagumnya. Tak pernah mereka sangka bahwa di dunia persilatan muncul dua orang
muda yang memiliki kepandaian sedemikian hebatnya!
Mereka
berdua benar-benar merupakan tandingan yang seimbang, baik usianya, gagah dan
tampannya, dan pandainya. Tadi ketika pangeran itu melawan Cia Bun Houw, masih
terdapat kepincangan karena Cia Bun Houw merupakan pendekar yang dianggap sudah
mempunyai banyak sekali pengalaman. Jangankan sampai dapat mendesak atau bahkan
hampir mengalahkan pendekar Cin-ling-pai itu, baru dapat mengimbangi saja sudah
amat mengagumkan.
Dengan
terdesaknya Cia Bun Houw tadi, semua tamu dari tingkat atas mulai meragukan
keampuhan Cin-ling-pai sebagai partai persilatan yang sangat terkenal, karena
Bun Houw dianggap mewakili Cin-ling-pai dan merupakan jagoan yang paling ahli
dengan ilmu-ilmu Cin-ling-pai.
Tetapi,
setelah kini Cia Sin Liong maju, pemuda yang kini dikenal sebagai putera Cia
Bun Houw dan yang kini juga bersilat dengan ilmu-ilmu Cin-ling-pai, bahkan kini
memainkan Thai-kek Sin-kun dengan mahirnya, pandangan mereka terhadap
Cin-ling-pai sudah naik lagi. Ternyata Cin-ling-pai masih mempunyai keturunan
terakhir yang amat lihai!
Sin Liong
memang sengaja hanya memainkan ilmu-ilmu yang dipelajarinya dari kakeknya dan
Kok Beng Lama saja, karena di samping dia hendak memperlihatkan bahwa apa yang
dipelajarinya dari dua orang kakek yang amat disayangnya itu tidak sia-sia dan
dia dapat menjujung nama mereka dengan ilmu-ilmu yang sudah diberikannya
kepadanya itu, juga dia tahu benar bahwa selama pangeran itu tidak mainkan
ilmu-ilmu yang dipelajarinya dari kitab-kitab Bu Beng Hud-couw, maka dia akan
dapat menanggulanginya dengan ilmu-ilmu pemberian kakeknya dan Kok Beng Lama,
bahkan akan mampu untuk mengalahkannya.
Setiap kali
pangeran itu menghujankan pukulan, kadang dia bahkan menggunakan Thi-khi I-beng
untuk memunahkan semua serangan, karena dengan Thi-khi I-beng, pangeran itu tak
berani melanjutkan serangannya dan setiap kali tangannya melekat dan tersedot,
dia menggunakan ilmu yang pernah diterimanya dari subo-nya, yaitu ilmu
melemaskan diri mengosongkan tangan yang tertempel sehingga tak mengandung
sinkang lagi dan mudah terlepas.
"Anak
itu hebat sekali, berbakat baik!" Yap Kun Liong memuji. Cia Giok Keng dan
Yap In Hong, yang juga menonton dengan hati tegang, mengangguk membenarkan.
Semenjak
tadi pangeran Ceng Han Houw memang tidak mengeluarkan ilmu simpanannya, karena
dia menghendaki supaya lawannya itu lebih dahulu mengeluarkan ilmu-ilmu yang
dipelajarinya dari Bu Beng Hud-couw di bawah bimbingan Ouwyang Bu Sek itu,
namun alangkah kecewa dan marahnya ketika dia melihat bahwa Sin Liong hanya
mengeluarkan ilmu-ilmu seperti yang dimainkan oleh Cia Bun Houw tadi.
Walau pun
permainan Sin Liong dalam hal ilmu-ilmu itu tidaklah sehebat Bun Houw, akan
tetapi karena Sin Liong memiliki tenaga yang luar biasa kuatnya dan karena Han
Houw tidak atau belum mengeluarkan ilmu-ilmunya yang dirahasiakan, pangeran itu
kewalahan dan kalau dilanjutkan, akhirnya dia tentu akan kalah. Oleh karena
itu, gagal memancing Sin Liong lebih dahulu mengeluarkan ilmu simpanan untuk
dipelajarinya, Ceng Han Houw mendadak mengeluarkan bentakan aneh dan nyaring
kemudian tiba-tiba tubuhnya sudah menubruk ke depan dan dia sudah mulai mainkan
Ilmu Hok-liong Sin-ciang yang sangat ampuh dan yang tadi telah membuat Bun Houw
sendiri terkejut dan kewalahan itu!
Sin Liong
sudah berjaga-jaga karena dia sudah selalu waspada. Menyaksikan perubahan gerak
tubuh lawan, dan melihat betapa dahsyatnya angin pukulan yang menyambar ke
arahnya, maklumlah dia bahwa inilah ilmu simpanan yang dipelajari pangeran itu
di dalam goa-goa dari kitab-kitab Bu Beng Hud-couw!
Maka dia pun
lalu mencondongkan tubuh atas ke belakang, dan dari mulutnya keluar pula
gerengan seperti seekor naga marah, lalu kedua tangannya membuat gerakan
menyilang dan dari gerakan ini menyambarlah dua angin pukulan bersilang yang
selain amat kuat dan mampu menangkis serangan Han Houw, juga sudah menggulung
pukulan itu dan membalas dengan tamparan yang amat kuatnya pula!
"Uhhh!"
Ceng Han Houw terkejut. Cepat dia membuang diri ke belakang dan sejenak dia
berdiri memandang dengan mata terbelalak.
Para tokoh
kang-ouw yang menonton dengan asyik tidak tahu bahwa ada dua jurus aneh yang
berbeda dengan tadi telah dikeluarkan oleh masing-masing, akan tetapi para
tokoh Cin-ling-pai yang tentu saja tadi mengenal gerakan Sin Liong ketika
pemuda itu mainkan ilmu-ilmu Cin-ling-pai, kini tahu bahwa pemuda itu telah
menggunakan jurus yang sangat aneh, yaitu ketika dia mencondongkan tubuh ke
belakang dan kedua tangannya membuat gerakan menyilang tadi.
Dan kini
berturut-turut dua orang pemuda itu mengeluarkan jurus-jurus yang aneh, yang
mendatangkan angin dahsyat dan yang mengeluarkan bunyi bersiutan, bahkan
kadang-kadang nampak asap atau uap tebal mengepul dari kedua tangan mereka! Dan
memang pangeran Ceng Han Houw sudah mainkan Hok-liong Sin-ciang dengan penuh
penasaran sedangkan Sin Liong telah menghadapinya dengan Hok-mo Cap-sha-ciang!
Dan ternyata bahwa semua serangan pangeran itu dapat dibuyarkan, bahkan saat
Sin Liong membalas, pangeran itu terhuyung-huyung ke belakang!
"Keparat!"
pikir Ceng Han Houw.
Kembali dia
memekik, sekali ini tubuhnya seperti berubah kaku dan meluncurlah tubuhnya itu
ke depan. Dia menyerang bukan hanya dengan gerakan tangan atau kaki, melainkan
dengan tubuh meloncat atau meluncur ke depan dalam keadaan kaku dan lurus, ada
pun kedua tangan yang di depan itu terbuka jari-jarinya dan tidak diketahui
apakah dia hendak memukul, menampar, menusuk atau mencengkeram! Ini merupakan
salah satu di antara jurus-jurus Hok-liong Sin-ciang yang paling lihai.
Sin Liong
agak terkejut menghadapi serangan aneh ini. Tubuh pangeran itu seakan-akan
telah berubah menjadi sebatang tombak raksasa yang dilontarkan ke arah dadanya!
Akan tetapi, kalau tombak, betapa pun besarnya, hanya merupakan benda mati saja
dan tentu dapat dihindarkannya dengan mengelak atau pun menolak dari samping.
Sedangkan yang meluncur ini adalah seorang manusia, dan bukan manusia
sembarangan, melainkan Ceng Han Houw yang memiliki ilmu kepandaian tinggi,
tenaga sinkang yang sangat kuat, dan kecurangan yang membahayakan.
Maka Sin
Liong tak mau mengelak, melainkan dia memasang kuda-kuda dengan kuatnya,
kemudian dia bergerak melakukan sebuah jurus yang ampuh dari Hok-mo
Cap-sha-ciang, menggerakkan kedua lengan dari bawah ke atas, seolah-olah dia menyedot
tenaga bumi dan langit, kemudian dengan bentakan nyaring dia menyambut luncuran
tubuh lawan itu dengan kedua tangan didorongkan ke depan, dengan jari-jari
terbuka. Inilah yang disebut menyambut keras lawan keras dan untuk ini tentu
saja harus mengandalkan pada tenaga sepenuhnya.
Melihat ini,
pangeran itu terkejut. Tak disangkanya lawan akan menggunakan kekerasan. Dia
tadinya mengharapkan Sin Liong untuk mengelak atau menangkis, dan kalau hal itu
terjadi, tentu dia akan lebih mudah untuk merubah gerakan tangan dan dengan
demikian dia mengharapkan untuk bisa mengelabui dan memukul lawan. Siapa sangka
pemuda itu agaknya nekat menyambutnya dengan kekerasan juga, dengan dorongan
dua tangannya yang disertai pengerahan tenaga sinkang!
Apa boleh
buat, terpaksa pangeran itu pun mengerahkan tenaga pada kedua lengannya lantas
membuka lengan untuk menyambut atau menahan dorongan lawan. Dua pasang telapak
tangan yang sama kuatnya bertemu di udara dengan tenaga sepenuhnya.
"Desssss...!"
Bukan main
hebatnya pertemuan dua pasang tangan itu. Semua tamu sampai merasa betapa ada
hawa pukulan kuat mengguncang mereka dan bumi laksana tergetar.
Akibat dari
pertemuan kedua telapak tangan itu ternyata merugikan sang pangeran. Sin Liong
terdorong kuda-kuda kakinya sampai satu meter ke belakang, kakinya terseret dan
membuat guratan dalam sampai hampir dua senti di lantai, sedangkan mukanya
berubah pucat. Namun lawannya, Pangeran Ceng Han Houw, yang melakukan adu
tenaga dengan tubuh masih meluncur, terpelanting dan terbanting ke atas tanah.
"Pangeran...!"
Ciauw Si mengeluarkan seruan kaget.
Akan tetapi
Ceng Han Houw yang terbanting itu sudah bergulingan lalu tahu-tahu dia pun
telah meloncat bangun, mengeluarkan teriakan nyaring yang aneh, melengking
tinggi dan setelah itu, dia lalu berjungkir balik. Kepalanya yang kini
menggantikan kedudukan kedua kakinya itu berloncatan mengeluarkan suara
duk-duk-duk, kaki tangannya bergerak-gerak dan dia telah mulai menyerang Sin
Liong dengan ilmu silatnya yang aneh itu, yaitu Hok-te Sin-kun (Silat Sakti
Membalikkan Bumi).
Sin Liong
yang mengenal ilmu aneh yang amat berbahaya, yang tadi hampir mengalahkan ayah
kandungnya, langsung bersikap hati-hati sambil dia tetap mempergunakan Hok-mo
Cap-sha-ciang untuk menandingi ilmu aneh ini.
Sementara
itu, kiranya teriakan melengking yang dikeluarkan oleh pangeran itu bukanlah
semata-mata teriakan marah, melainkan merupakan suatu tanda bagi para
pembantunya untuk bergerak. Buktinya, begitu dia mengeluarkan suara melengking
itu, beberapa orang dari golongan hitam yang tadinya duduk di antara para tamu
sudah bangkit berdiri, para pengawal yang tadinya berjaga-jaga di luar kini
datang dan mengurung tempat itu, dan dua orang kakek dari Lam-hai Sam-lo juga
sudah meloncat untuk mengeroyok Sin Liong!
Akan tetapi,
Yap Kun Liong dan Yap In Hong sudah siap siaga, maka begitu melihat dua orang
kakek itu berloncatan ke medan pertandingan, maka dengan loncatan jauh mereka
pun telah berada di situ. Yap Kun Liong sudah menghadapi Hai-liong-ong Phang
Tek, ada pun adik kandungnya telah menghadapi Kim-liong-ong Phang Sun!
"Hemm,
kiranya Lam-hai Sam-lo yang tinggal dua orang ini tak lain hanyalah orang-orang
licik dan curang tukang keroyok seperti tukang-tukang pukul di pasar
saja!" Yap Kun Liong berkata sambil menghadapi Phang Tek dengan senyum
mengejek.
"Agaknya
engkau sudah bosan hidup, bocah tua bangka!" Yap In Hong juga membentak
Phang Sun yang disebutnya bocah tua sebab tubuh kakek ini memang seperti anak
kecil.
"Saudara-saudara,
para pendekar sombong ini kini sudah mulai mengacau, hayo bangkit serentak dan
menghancurkan mereka sebelum kelak mereka yang akan membasmi kita!"
tiba-tiba terdengar bentakan seorang kakek yang baru muncul dan ternyata dia
itu adalah Kim Hwa Cinjin, Ketua Pek-lian-kauw dari wilayah selatan yang
perkumpulannya sudah diobrak-abrik oleh Pangeran Hung Chih, tetapi yang sempat
pula melarikan diri bersama banyak pimpinan Pek-lian-kauw yang pada saat itu
berkumpul pula di situ. Kalau tadi dia tak nampak adalah karena dia disuruh
bersembunyi dulu oleh Pangeran Ceng Han Houw yang sudah membuat bekas musuh-musuh
ini menjadi sekutunya.
Mendengar
seruan ini, banyak tokoh kang-ouw dari golongan hitam yang serentak bangkit
dari tempat duduk masing-masing. Golongan ini adalah orang-orang yang selalu
mengejar keuntungan, dan sekarang tentu saja mereka melihat kesempatan baik
untuk memperoleh keuntungan kalau mereka membantu pangeran yang selain lihai
juga besar pengaruhnya dan kaya raya itu.
Akan tetapi
pada saat itu Cia Bun Houw sudah meloncat maju dan menghadapi ketua
Pek-lian-kauw itu sambil membentak marah, "Pemberontak-pemberontak hina!
Cu-wi yang gagah perkasa dari dunia kang-ouw tentu tidak akan membiarkan kaum
sesat ini untuk menjebak kita dan untuk memberontak terhadap pemerintah. Siapa
yang merasa dirinya gagah, silakan maju membantu pemerintah untuk menghadapi
mereka!"
"Bagus!
Mari kita basmi penjahat-penjahat pemberontak ini! Siauw-lim-pai takkan pernah
sudi bersahabat dengan kaum pemberontak dan penjahat!" teriakan dengan
suara sangat lantang ini dikeluarkan oleh Cui Khai Sun, pemuda Siauw-lim-pai
yang gagah perkasa itu.
Seruannya
ini membangkitkan semangat para orang gagah di situ dan banyak di antara mereka
yang bangkit dan siap menghadapi kaum sesat. Akan tetapi masih banyak yang
ragu-ragu dan tetap duduk saja dan tidak ingin mencampuri urusan itu.
Sementara
itu, Pangeran Ceng Han Houw yang mengamuk dalam keadaan jungkir balik itu
selalu dapat disambut oleh Sin Liong dengan baik. Melihat betapa banyak orang
gagah yang bangkit dan hendak menentangnya, dia meloncat dalam keadaan jungkir
balik dan menjauhi Sin Liong sambil berkata,
"Semua
orang yang hendak melawan kami..., tahan! Pasukanku berjumlah ribuan orang
sudah mengurung tempat ini! Kalian sudah terkurung, siapa menyerah dan
membantuku akan diampuni, yang menentang akan dibunuh!"
"Pangeran
pemberontak! Engkau beserta pasukanmulah yang terkurung! Dengar dan lihat
baik-baik, sepuluh ribu pasukan sudah mengurung Lembah Naga!" teriak Bun
Houw pula.
Dan pada
saat itu juga Cia Giok Keng langsung melepaskan sebatang anak panah yang
membumbung tinggi di angkasa kemudian anak panah api itu mengeluarkan asap
tebal di angkasa. Tiba-tiba saja terdengar suara tambur dan hiruk-pikuk dari
empat penjuru, tanda bahwa tempat itu sudah dikurung oleh pasukan besar yang
kini mulai datang mengurung dan mendesak!
Bukan main
kaget dan marahnya Pangeran Ceng Han Houw. Dia meloncat dan kembali menyerang
Sin Liong yang sudah menyambutnya dengan tangkas. Maka perkelahian pun
dimulailah!
Lam-hai
Sam-lo yang tinggal dua orang kakek itu ditandingi Yap Kun Liong dan Yap In
Hong, sedangkan ketua Pek-lian-kauw Kim Hwa Cinjin dihadapi Bun Houw.
Orang-orang dari golongan hitam yang ingin membantu pangeran pemberontak itu
berhadapan dengan orang-orang gagah yang menjadi tamu di situ.
Sesudah
melepaskan anak panah api yang menjadi tugasnya dan mendengar sambutan bala
tentara kerajaan, Cia Giok Keng juga langsung menyerbu dan ikut mengamuk dalam
pertempuran itu, karena jumlah para tokoh sesat yang dibantu oleh
pengawal-pengawal itu jauh lebih banyak dari pada jumlah orang gagah yang
menentang pangeran.
Pertempuran
hebat segera terjadi di tempat pesta atau tempat pertemuan itu. Sin Liong dan
Pangeran Ceng Han Houw berkelahi di tengah-tengah, dan perkelahian mereka itu
amat serunya. Tidak ada orang yang mendekat untuk membantu karena keduanya
telah mengeluarkan ilmu silat mereka yang amat mukjijat, yang mereka dapatkan
dari Bu Beng Hud-couw dan merupakan ilmu silat yang luar biasa sekali sehingga
membantu mereka di samping bahkan akan mengganggu, juga mungkin pembantunya
akan terancam bahaya oleh yang dibantunya itu sendiri.
Sementara
itu, di luar Lembah Naga sudah terjadi perang antara pasukan Lembah Naga
melawan pasukan pemerintah. Akan tetapi karena jumlah pasukan yang datang
menyerbu itu jauh lebih besar, maka sebentar saja pasukan Lembah Naga itu
terdesak dan terus mundur, dihimpit dari luar dari pasukan kerajaan.
Sementara
itu, pertempuran yang berlangsung di ruangan yang luas itu pun terjadi dengan
hebatnya. Akan tetapi karena tokoh tokoh besarnya seperti Pangeran Ceng Han
Houw dan dua orang kakek Lam-hai Sam-lo, juga para tokoh Pek-lian-kauw, menemui
tanding yang amat kuat dari pihak keluarga Cin-ling-pai, Siauw-lim-pai dan tokoh-tokoh
kang-ouw lain yang tangguh, maka kaum sesat itu pun kehilangan semangat dan
mereka itu banyak yang sudah roboh oleh para orang gagah.
Ketua
Pek-lian-kauw Kim Hwa Cinjin yang sudah sangat tua itu bukanlah lawan dari Cia
Bun Houw. Dalam pertandingan yang kurang dari lima puluh jurus saja, dengan
tamparan Thian-te Sin-ciang yang dahsyat, pendekar ini sudah merobohkan kakek
ini yang tewas seketika karena tidak sanggup menahan tamparan dahsyat yang
mengenai dadanya. Cia Ciok Keng yang mengamuk dengan pedang Gin-hwa-kiam yang
bersinar perak juga telah merobohkan beberapa orang tokoh Pek-lian-kauw.
Perkelahian
antara Yap In Hong yang melawan Kim-liong-ong Phang Sun berlangsung dengan luar
biasa serunya. Pendekar wanita itu menemukan tanding karena kakek kecil pendek
itu memang hebat dan merupakan tokoh yang terkenal dengan ilmu silatnya yang
tinggi.
Namun,
karena dasar ilmu silat yang dimiliki pendekar wanita itu lebih murni, dan juga
karena hati kakek pendek kecil ini sudah gentar menyaksikan betapa keadaan kini
tanpa diduga-duga sudah terbalik, dan keadaan pangeran yang dibelanya itu
terancam bahaya, maka perlahan-lahan Kim-liong-ong Phang Sun mulai terdesak
hebat.
Perlahan
namun tentu, Yap In Hong mulai melancarkan lebih banyak serangan, terutama
tamparan-tamparan Thain-te Sin-ciang dan Phang Sun hanya main mundur, mengelak
dan menangkis tanpa sempat melakukan penyerangan balasan. Dia yang biasanya
lihai ini sudah mulai mencari-cari jalan keluar untuk melarikan diri, akan
tetapi lawannya terus mengurungnya dengan serangan-serangan dahsyat dan
bertubi-tubi sehingga kakek kecil ini repot sekali.
Tapi tidak
demikian dengan kakaknya, yaitu Hai-liong-ong Phang Tek. Kalau Phang Sun masih
dapat melakukan perlawanan, sebaliknya Hai-liong-ong Phang Tek begitu bergerak
melawan Yap Kun Liong segera memperoleh kenyataan bahwa lawannya ini hebat
bukan main, tidak kalah hebatnya dibandingkan dengan Cia Bun Houw! Bahkan
pendekar yang sudah setengah tua ini selain memiliki kematangan dalam gerakan
juga ternyata memiliki banyak sekali ilmu silat yang aneh-aneh!
Hanya
gerakan ginkang yang amat tinggi dari Hai-liong-ong Phang Tek, maka dia masih
dapat bertahan. Akan tetapi dia tahu bahwa tidak mungkin dia akan menang
menghadapi pendekar yang amat lihai ini maka seperti juga Kim-liong-ong Phang
Sun, mulailah orang pertama dari Lam-hai Sam-lo ini untuk mencari kesempatan
lari!
Ketika dia
melihat kesempatan itu terbuka, yaitu ketika lawannya bergerak agak lambat,
maka dia menggereng dan dari samping lengan kanannya yang panjang itu
menyambar, tangannya mencengkeram ke arah muka Yap Kun Liong. Gerakan ini
merupakan gerakan yang sangat cepat dan dahsyat, akan tetapi hanya untuk
menggertak saja dan dia sudah siap melompat jauh dan melarikan diri kalau
lawannya mengelak dan mundur.
Akan tetapi
ternyata lawannya tidak mengelak melainkan mundur sedikit dan membiarkan
pundaknya terbuka tidak terlindung. Melihat ini, tentu saja Hai-liong-ong Phang
Tek tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk menang. Tangannya yang masih
terbuka seperti cakar harimau itu tiba-tiba mencengkeram ke arah pundak lawan
yang tak terlindung itu.
"Cappp...!"
Seperti
cakar baja kelima jari tangan kanan kakek itu mencengkeram ke arah pundak dan
Yap Kun Liong sama sekali tidak mengelak mau pun menangkis, melainkan
membiarkan pundaknya dicengkeram.
"Auhhhhh...!"
Terdengar Hai-liong-ong Phang Tek berseru kaget sekali.
Dia merasa
betapa cengkeramannya mengenai benda lunak yang kemudian melekat dan terus
mengeluarkan tenaga menyedot sehingga hawa sinkang dari tubuhnya menerobos
keluar melalui tangannya itu! Dia berusaha menggunakan tenaga untuk menarik
kembali tangannya, akan tetapi makin dia mengerahkan tenaga, semakin hebat pula
sinkang-nya mengalir dan membanjir keluar!
Pucatlah
wajah Hai-liong-ong Phang Tek dan tubuhnya menggigil. Dengan nekat tangan
kirinya lantas menghantam, akan tetapi sekali ini tangan itu ditangkap oleh
lawan. Begitu tertangkap, kembali sinkang-nya mengalir kuat dari pergelangan
tangan yang tertangkap itu sehingga kini makin banyaklah sinkang yang membanjir
keluar itu.
"Aduh...
celaka...!" Kakek itu berseru. Barulah dia teringat akan Ilmu Thi-khi
I-beng yang mukjijat sehingga dia menjadi takut bukan main.
"Hemm,
agaknya kejahatanmu sudah melewati takaran. Pergilah!" Yap Kun Liong tiba-tiba
menampar dengan tangan kirinya, tepat mengenai belakang telinga lawan.
Hai-liong-ong Phang Tek mengeluh, tubuhnya terpelanting dan dia tewas pada saat
itu juga.
Melihat
kakaknya roboh, Kim-liong-ong Phang Sun menjadi makin jeri. Dia mengeluarkan teriakan
panjang, lantas tiba-tiba saja dia meloncat pergi. Akan tetapi wanita perkasa
itu membentak.
"Hendak
lari ke mana kau?!"
Dan Yap In
Hong mengejar dengan cepat, tangan kirinya lalu bergerak dan cahaya hijau
menyambar. Itulah Siang-tok-swa, senjata rahasia istimewa merupakan pasir hijau
yang berbau harum. Akan tetapi pasir halus ini mengandung racun yang amat
berbahaya.
Kim-liong-ong
Phang Sun cepat melempar tubuh ke samping lantas bergulingan sehingga sambaran
pasir beracun itu hanya lewat saja di atas kepalanya, akan tetapi baru saja dia
hendak meloncat bangun, lawannya sudah menerjangnya. Kakek kecil pendek ini
hendak mengelak, namun dia kalah cepat dan begitu tangan Yap In Hong mengenai
tengkuknya dengan tamparan Thian-te Sin-ciang yang ampuh, robohlah kakek itu
dan nyawanya pun melayang sebelum tubuhnya terbanting ke atas lantai.
Cia Bun
Houw, Yap Kun Liong, Yap In Hong dan Cia Giok Keng masih terus mengamuk,
membantu para tokoh kang-ouw golongan bersih untuk menghadapi kaum sesat yang
ikut membantu Pangeran Ceng Han Houw. Biar pun jumlah kaum sesat lebih banyak,
namun dengan bantuan mereka berempat ini mereka menjadi kocar-kacir hingga
banyak di antara mereka yang roboh dan tewas.
Sementara
itu, Lie Ciauw Si masih tetap duduk bagaikan patung di kursinya yang tadi,
sedikit pun tak bergerak, tidak membantu suaminya, juga tidak menentang
suaminya. Dia seperti orang kehilangan semangat menyaksikan keruntuhan
cita-cita pria yang dicintanya itu dan diam-diam dia merasa ikut bersedih untuk
suaminya itu. Semenjak tadi dia tidak melihat yang lain kecuali menonton
suaminya yang masih bertanding dengan hebat dan serunya melawan Sin Liong!
Sesudah
merobohkan banyak orang dari golongan hitam dan ikut menonton pertandingan
antara Sin Liong dan pangeran itu, kini para tokoh Cin-ling-pai itu mulai
mendekat. Tetapi Sin Liong berkata sambil tetap mendesak lawannya,
"Harap
cu-wi dari Cin-ling-pai membiarkan saya menghadapi musuh besar ini
sendiri."
Mendengar
ini, tiga orang itu segera berhenti dan hanya menonton dengan penuh kagum.
Pertandingan itu sudah mencapai puncaknya, dan keduanya sudah mengerahkan
seluruh kepandaian serta tenaga mereka untuk saling mendesak dan kalau mungkin
merobohkan lawan.
Ceng Han
Houw masih mempergunakan ilmunya yang aneh, dengan berjungkir balik dia
berusaha untuk mendesak lawan dengan kedua tangan dari bawah dan kedua kaki
dari atas. Namun, dengan ilmu Hok-mo Cap-sha-ciang, Sin Liong selalu dapat
membuyarkan semua serangannya, malah serangan balasan Sin Liong senantiasa
membuat tubuh yang berjungkir balik itu tergetar dan bergoyang, malah
kadang-kadang memaksa pangeran itu untuk berloncatan ke belakang sehingga
kepala yang menyentuh lantai itu mengeluarkan suara dak-duk-dak-duk.
Dengan
sekilas pandang saja tahulah Pangeran Ceng Han Houw bahwa dia telah gagal
total. Para tokoh kang-ouw golongan hitam yang membantunya sudah roboh satu
demi satu, para pembantunya yang dipercaya, seperti subo dan suci-nya, juga
telah tewas dan bahkan kedua orang Lam-hai Sam-lo telah roboh pula. Dari
gemuruh suara pertempuran antara pasukannya dan pasukan pemerintah, dia maklum
pula bahwa pasukannya terus terdesak mundur, karena suara gemuruh itu makin
lama semakin dekat juga.
Hatinya menjadi
sedih dan kecewa sekali, akan tetapi kemarahannya terhadap Sin Liong mengatasi
semua itu. Bocah inilah yang menjadi gara-gara semua kegagalanku, demikian
pikirnya. Kini dia telah dikurung oleh tokoh-tokoh Cin-ling-pai. Dia harus bisa
merobohkan Sin Liong terlebih dahulu, harus dapat menewaskan bocah ini. Maka,
nekatlah Ceng Han Houw.
Dengan
mengeluarkan pekik dahsyat yang melengking tinggi, tubuhnya yang berjungkir
balik itu meluncur ke depan dan mendadak tubuh itu meloncat tinggi kemudian
dari atas tubuhnya meluncur turun lantas dia menubruk ke arah Sin Liong seperti
seekor harimau kelaparan menubruk seekor kijang! Tubrukannya ini hebat, cepat
dan dilakukan dengan tenaga sepenuhnya, tenaga yang dipusatkan kepada dua
tangan dan kepalanya karena dia hendak menyerang lawan dengan kedua tangan dan
kepala!
Menghadapi
serangan seperti ini, Sin Liong menjadi terkejut. Inilah serangan yang hanya
dapat dilakukan oleh orang yang sudah nekat, yang tidak mempedulikan
keselamatan diri sendiri, yang kalau perlu hendak mengadu nyawa dengan
musuhnya!
Sin Liong
maklum bahwa apa bila dia menyambut serangan itu dengan kekerasaan pula,
sungguh pun dia akan dapat merobohkan lawan, akan tetapi dia sendiri terancam
bahaya maut. Tenaga yang dipergunakan Han Houw dalam serangan itu merupakan
tenaga yang dipusatkan, ditambah tenaga luncurannya yang kuat, sehingga amatlah
berbahaya kalau disambut dengan kekerasan.
Oleh karena
itu, dia pun segera mainkan jurus terakhir dari Hok-mo Cap-sha-ciang yang
dahulu memang khusus diciptakan untuk menggunakan tenaga lemas melawan serangan
dahsyat yang keras. Sin Liong berdiri tegak, mengerahkan tenaga dan mula-mula
dia hendak mempergunakan Thi-khi I-beng, akan tetapi niat ini segera dibatalkan
karena dia maklum bahwa ilmu ini akan membahayakan dirinya bila ada tenaga
sinkang yang begitu kuat dan kerasnya membanjir masuk dengan kekuatan
sepenuhnya, maka bisa merusak seluruh isi perutnya.
Karena itu
dia lalu melakukan jurus terakhir itu. Lagi pula, ketika dua tangan lawan sudah
hampir mengenai dadanya, dia menangkis dari bawah dan karena saat itu dia
menyimpan tenaga, maka tidak terjadi benturan tenaga tetapi dia terjengkang
atau sengaja melempar diri ke belakang sehingga dia terlentang dan karena
lawannya meluncur dengan tenaga penuh, maka tubuh pangeran itu meluncur terus
di atas tubuhnya tanpa bisa ditahan oleh pangeran itu sendiri.
Saat itulah
Sin Liong menggerakkan tangan kanan dari bawah, menghantam ke atas dan
ujung-ujung jari tangannya dengan cepat telah menampar perut lawan agak ke atas
dekat ulu hati dengan tenaga Thian-te Sin-ciang.
"Plaakkk!"
Tubuh
pangeran itu masih meluncur terus, akan tetapi kehilangan keseimbangan hingga
akhirnya terbanting ke atas tanah, lalu bergulingan dan tidak bergerak lagi.
Dari mulutnya mengalir darah segar dan sepasang matanya mendelik, napasnya
empas-empis. Kiranya dia sudah menerima pukulan yang sangat hebat dan tepat
sehingga sebelum tubuhnya itu terbanting, pangeran ini sudah pingsan dan dia
telah menderita luka dalam yang sangat hebat.
"Pangeran...!"
Terdengar suara jeritan dan Lie Ciauw Si langsung meloncat dan menubruk tubuh
suaminya sambil menangis.
Sin Liong
berdiri dengan muka pucat, memandang kepada pangeran itu. Hatinya dipenuhi oleh
rasa penyesalan dan kedukaan. Betapa pun juga, dia teringat akan semua kebaikan
pangeran itu dan kini, begitu melihat pangeran itu roboh pingsan dan dia tahu
pangeran berada dalam keadaan gawat karena pukulannya tadi amat kuat dan tepat
mengenai ulu hati, timbul rasa terharu dan kasihan di dalam hatinya.
Dia tahu
bahwa sebetulnya banyak terdapat sifat-sifat baik pada diri pangeran ini, hanya
sayang, karena kemanjaan dan karena ambisi yang luar biasa besarnya maka
pangeran itu tidak segan-segan melakukan segala kecurangan serta kejahatan. Dia
menunduk dan memandang kepada Lie Ciauw Si dengan penuh iba, lalu berkata
lirih.
"Piauw-ci...
dia... semua ini adalah salahnya sendiri..."
Lie Ciauw Si
menoleh lantas memandang kepada Sin Liong. Pemuda ini sudah menduga bahwa tentu
wanita yang amat mencinta pangeran itu akan membenci dan marah sekali padanya.
Akan tetapi dia merasa heran melihat betapa wanita yang pucat dan basah air
mata itu memandangnya tanpa membayangkan kemarahan atau kebencian sama sekali.
"Aku
tahu... dan terima kasih atas sikapmu. Engkaulah satu-satunya orang yang
agaknya tidak membencinya, Sin Liong. Biarlah aku membawanya..."
"Silakan,
piauw-ci..."
Dengan
terisak Ciauw Si lalu memondong tubuh itu, kemudian tanpa menoleh lagi kepada
para tokoh Cin-ling-pai dia lalu meloncat dan membawa lari tubuh yang pingsan
itu dari tempat itu.
"Ciauw
Si...!" Cia Giok Keng berseru dan hendak mengejar, akan tetapi lengannya
segera dipegang dengan halus oleh suaminya.
"Jangan
ganggu dia... pangeran itu tentu akan tewas, sebaiknya biarkan dia seorang diri
dalam kedukaannya..."
Cia Giok
Keng lalu menjerit dan menangis di atas dada suaminya yang merangkulnya. Sementara
itu, pertempuran di ruangan itu sudah berhenti sebab semua tokoh kang-ouw
golongan hitam sudah berhasil dirobohkan. Di antara para tokoh kang-ouw yang
gagah perkasa dan yang menentang pangeran tadi, terdapat beberapa orang yang
terluka dan kini mereka sedang dirawat oleh teman-teman sendiri.
Dan benar
seperti dugaan Pangeran Ceng Han Houw, bahwa perang kecil-kecilan itu pun tidak
lama berlangsung karena fihak pasukan Lembah Naga jauh kalah kuat dan sisanya
segera melarikan diri meninggalkan mayat teman-teman mereka. Orang-orang
kang-ouw dari golongan sesat yang tadi sudah membuang senjata dan menakluk,
setelah menerima peringatan dari komandan-komandan pasukan yang mewakili
Pangeran Hung Chih, lalu dibebaskan.
Pangeran
Hung Chih sendiri menghampiri tokoh-tokoh Cin-ling-pai, dan dengan senyum lebar
lantas menghaturkan terima kasih, terutama sekali kepada Cia Sin Liong. Ketika
dia mendengar bahwa pemuda itu adalah putera Cia Bun Houw, dia cepat-cepat
menjura dan berkata kagum. "Ah, seekor naga sakti tentu mempunyai turunan
seekor naga pula!"
Sesudah
melakukan pembersihan di lembah itu, Pangeran Hung Chih menyuruh seorang
komandan agar mengepalai pasukan kecil untuk melakukan penjagaan di Istana
Lembah Naga, kemudian dia memimpin pasukannya kembali ke kota raja. Yap Kun
Liong, Cia Giok Keng, Yap In Hong, dan Cia Bun Houw menitipkan puteranya yang
masih kecil di dalam istana Pangeran Hung Chih. Tentu saja rombongan keluarga
Cin-ling-pai ini juga mengajak Cia Sin Liong dan Bhe Bi Cu yang telah diterima
sebagai keluarga Cin-ling-pai, dan bersama-sama mereka juga pergi ke kota raja.
Di dalam
perjalanan inilah, dalam keadaan gembira karena berhasil melaksanakan tugas
membela negara, Sin Liong menceritakan semua pengalamannya semenjak dia kecil
dan dipelihara oleh monyet-monyet besar di hutan-hutan sekitar Lembah Naga,
didengarkan oleh semua orang dengan rasa penuh keharuan dan kekaguman. Terutama
sekali hati Cia Bun Houw menjadi terharu dan juga bangga.
Sama sekali
tidak pernah disangkanya bahwa peristiwa yang terjadi antara dia dan Liong Si
Kwi yang mencintanya pada waktu dua puluh tahun yang lalu itu, akan
menghasilkan seorang anak seperti Sin Liong ini! Tidak pernah diduga-duganya
bahwa dia mempunyai seorang anak laki-laki seperti ini, ketemu sesudah dewasa.
Hanya Cia
Giok Keng seorang yang mendengarkan dengan wajah lesu dan hati diliputi
kedukaan. Betapa pun juga, hati nyonya ini terasa prihatin dan berduka sekali
kalau dia mengingat puterinya. Baru saja hatinya merasa tertusuk dan berduka
dengan peristiwa yang terjadi atas diri puteranya, Lie Seng. Kini, sebelum
perasaan dukanya itu sembuh, dia tertimpa lagi oleh peristiwa ke dua yang
menimpa diri puterinya. Secara diam-diam dia merasa berduka sekali mengapa
kedua orang anaknya, putera dan puterinya, mengalami kesengsaraan dan
kemalangan dalam kehidupan mereka, dalam perjodohan mereka?
Ketika pada
malam hari itu rombongan terpaksa harus bermalam di tengah jalan, di luar
daerah kota raja di sebelah dalam Tembok besar, Yap Kun Liong yang baru
mendapat kesempatan untuk berdua saja dengan isterinya, membiarkan isterinya
menangis ketika mereka membicarakan tentang dua orang anak isterinya itu.
Sebagai seorang pendekar yang sudah mengalami gemblengan hidup yang amat
mendalam, Yap Kun Liong maklum sepenuhnya akan kesengsaraan hati isterinya,
oleh karena itu dia tidak mencela dan tidak menegur isterinya yang membiarkan
dirinya terseret oleh duka.
Menjelang
tengah malam, pada saat dia berhasil menghibur isterinya dan perasaan duka
tidak terlalu menghimpit hati isterinya lagi sehingga mengaburkan kewaspadaan,
baru dia mengajak isterinya bicara dengan hati terbuka.
"Isteriku,
sungguh pun aku telah menganggap Seng-ji dan Ciauw Si sebagai anak-anakku
sendiri, akan tetapi selama ini aku tidak berani mencampuri urusan antara
mereka dengan engkau. Sekarang, semuanya itu telah terjadi, marilah kita bicara
dari hati ke hati dengan hati terbuka, dengan kewaspadaan sepenuhnya untuk
melihat peristiwa-peristiwa itu tanpa dicampuri oleh pendapat dari pikiran kita
yang selalu ingin memenangkan diri sendiri dan membenarkan diri sendiri saja.
Marilah kita memandang dengan mata terbuka kemudian mempelajarinya,
menyelidikinya, di mana letak kesalahannya sehingga perjodohan kedua orang anak
kita itu mengalami kegagalan seperti itu."
Giok Keng
mengangguk kemudian berkata sambil menarik napas panjang. "Apa lagi yang
perlu kita selidiki? Sudah jelas bahwa semua kegagalan dan kesengsaran itu
diakibatkan oleh karena mereka itu terburu nafsu, terdorong oleh darah muda dan
mereka salah pilih."
"Isteriku
yang baik, bagaimana kau dapat mengatakan bahwa mereka salah pilih. Pikirlah
dengan tenang dan dengan teliti, penuh kebijaksanaan, apa sebabnya engkau
berkata bahwa mereka salah pilih?"
"Tentu
saja, mereka memilih jodoh tanpa melihat bagaimana keadaan orang yang mereka
pilih. Lie Seng memilih seorang wanita yang sama sekali tidak berharga menjadi
isterinya sehingga mengakibatkan bencana yang demikian hebat dan mematahkan
hatinya, ada pun Ciauw Si... ahhh... perlukah kukatakan lagi betapa kelirunya
pilihannya itu?"
Tiba-tiba
Kun Liong merangkul isterinya. Walau pun usianya sudah lima puluh lebih dan
demikian pula isterinya, tetapi kedua orang suami isteri ini masih saling
mencinta dan tak jarang menunjukkan cinta kasih mereka melalui pandang mata,
suara, mau pun rangkulan mesra.
"Isteriku,
katakanlah, apakah engkau cinta padaku?"
Sepasang
mata Giok Keng terbelalak, lalu dia merangkul. "Ahhh, jangan kau
main-main. Perlukah hal itu ditanyakan lagi? Tentu saja aku mencintamu."
"Aku
pun percaya akan hal itu. Engkau cinta sepenuh hati kepadaku seperti juga aku
cinta kepadamu, Giok Keng. Nah, seandainya ada orang-orang lain yang mengatakan
bahwa pilihanmu terhadap diriku itu keliru, bagaimana pendapatmu?"
"Aku
tidak akan peduli! Aku cinta kepadamu dan aku tidak peduli siapa pun yang akan
mengatakan bagaimana pun tentang dirimu, tentang hubungan kita."
"Nah,
itulah! Dan dua orang anakmu itu pun mempunyai watak seperti engkau, setia dan
penuh cinta kasih murni, dan aku kagum dan menghormat mereka seperti aku kagum
dan menghormatimu, isteriku!" Kun Liong lalu mencium isterinya.
"Eh,
ehh, apa maksudmu?" Giok Keng bertanya heran, menatap wajah suaminya
melalui sinar api unggun yang merah.
"Perjodohan
adalah urusan dua orang saja, urusan pria dan wanita yang bersangkutan, urusan
hati dan perasaan mereka, dan orang lain, siapa pun mereka itu, baik orang tua
sendiri sekali pun, tidak semestinya mencampuri! Orang tua atau keluarga hanya boleh
membantu pelaksanaannya belaka, akan tetapi sedikit pun tidak boleh
mencampurinya, karena sekali mencampuri, maka hanya akan merusak suasana!
Cobalah kita pikir secara mendalam dan jujur. Andai kata... andai kata keluarga
Cin-ling-pai tidak ikut mencampuri urusan cinta kasih antara Lie Seng dengan
Sun Eng, kurasa cinta kasih mereka tak akan berakhir sedemikian
menyedihkan."
Cia Giok
Keng diam saja, tak bergerak bagaikan pulas di dalam pelukan suaminya. Akan
tetapi sesungguhnya dia merasa terpukul, tertusuk dan ucapan suaminya itu
mengena benar di hatinya dan terbayanglah semua peristiwa yang terjadi dengan
diri Lie Seng dan Sun Eng.
"Aku
tidak mencela siapa-siapa, tidak mencela keluarga kita yang mencampuri, karena
aku tahu bahwa maksud kalian semua itu baik saja. Akan tetapi baik untuk siapa?
Untuk kalian sendiri tentu saja, bukan untuk Lie Seng dan Sun Eng. Itulah
akibatnya kalau kita sebagai orang-orang tua mencampuri urusan cinta kasih
antara dua orang anak muda."
Hening
sejenak. Akhirnya terdengarlah suara pembelaan Cia Giok Keng, lirih dan lemah,
"Akan tetapi mana mungkin seorang ibu seperti aku mendiamkannya saja kalau
melihat puteranya keliru memilih calon jodoh? Aku ingin melihat puteraku
bahagia..."
"Nah,
di sanalah letak kesalahannya, bukan? Kita ingin melihat putera kita bahagia,
oleh karena itu kita hendak memilihkan jodoh yang tepat untuk putera kita!
Ahhh, seolah-olah jodoh itu seperti sehelai baju yang dapat kita patut-patut.
Bahkan baju pun tergantung dari pada selera, isteriku, dan selera kita tentu
belum tentu sama dengan selera putera kita! Apa yang kita anggap baik belum
tentu baik pula bagi putera kita, oleh karena itu wajarlah kalau apa yang
dianggap baik oleh putera kita pun belum tentu baik bagi pandangan kita. Kalau
kita berkata bahwa kita ingin melihat putera kita bahagia, maka dia harus
menurut pilihan kita, bukankah itu berarti bahwa sesungguhnya, di balik semua
kata-kata kita itu, sesungguhnya kita ingin melihat hati kita sendiri senang
karena putera kita memilih jodoh yang kita sukai? Kita harus jujur, isteriku.
Dalam perjodohan, yang terutama adalah cinta-mencinta. Itu saja, hal yang lain
tidak masuk hitungan! Dan cinta kasih, apakah cinta itu mengenal usia, mau pun
kedudukan, mau pun baik buruk? Cinta adalah cinta karena itu bagaimana mungkin
kita dapat menyalahkan seseorang, apa lagi putera kita sendiri kalau dia jatuh
cinta kepada seseorang? Kalau engkau jatuh cinta kepadaku dan aku jatuh cinta
kepadamu, siapakah yang berhak menyalahkan kita, isteriku?"
Giok Keng
termenung. "Jadi... kau pikir... dahulu Lie Seng dan Sun Eng telah saling
jatuh cinta, maka mereka berdua sudah berhak untuk saling berjodoh, dan kita,
fihak keluarga dan orang-orang tua, sama sekali tidak boleh
mencampurinya?"
"Tidakkah
begitu menurut kesadaranmu?"
"Ahh,
engkau mengatakan begitu karena sekarang akibatnya buruk bagi mereka."
"Bukan,
isteriku. Aku tidak mengatakan bahwa andai kata dahulu keluarganya tidak turut
mencampuri, maka Lie Seng dengan Sun Eng akan hidup berbahagia atau tidak
sampai mendapatkan halangan. Soal halangan dan apakah hidup bisa beruntung atau
tidak sama sekali tidak ada hubungannya dengan ini. Akan tetapi, sesudah kita
mencampuri urusan jodoh mereka sehingga akhirnya persoalan menjadi
berlarut-larut dan mengakibatkan hal yang amat menyedihkan, bukankah hal itu
menyadarkan kita bahwa urusan jodoh adalah urusan dua orang dan di mana ada
cinta-mencinta, maka perjodohan itu sudah benar, asalkan tak melanggar suatu
hal lain yang merugikan orang lain? Lie Seng masih bebas, dan Sun Eng pun
wanita bebas, mereka saling mencinta, maka sudah benarlah itu, dan sudah benar
pula apa bila mereka itu saling berjodoh. Kita harus dapat melihat kesalahan
kita yang telah mencampuri urusan mereka, lepas dari soal apakah hal itu
mendatangkan kerusakan atau kebaikan."
Kembali
hening sejenak, dan perlahan-lahan semua ucapan suaminya itu bisa menembus
kekerasan hati Cia Giok Keng dan dapat membuka mata hatinya.
"Akan
tetapi... bagaimana kalau apa yang terjadi dengan pilihan Ciauw Si itu?"
"Apa salahnya
pilihan Ciauw Si? Dia pun memilih pangeran itu karena saling mencinta, dan kita
harus menghormatinya bahwa dia memang benar-benar mencinta pilihan hatinya itu,
sampai mati sekali pun! Memang demikianlah seharusnya orang memilih jodohnya,
berdasarkan cinta, bukan berdasarkan sifat-sifat baik dari yang dipilihnya,
karena memilih jodoh berdasarkan apakah yang dipilihnya itu tampan, cantik
berpangkat, berbudi, pandai, kaya dan sebagainya sama sekali bukan berdasarkan
cinta, melainkan berdasarkan ingin menyenangkan hati sendiri. Bukankah
demikian?"
Akhirnya ibu
yang merana ini kembali terisak dan merangkul suaminya. "Engkau benar...
mengapa aku hendak mencampuri urusan cinta kasih anak-anakku? Aku tidak ingat
akan pengalamanku sendiri, pengalaman kita..."
"Sudahlah,
isteriku. Segala sesuatu telah terjadi, dan betapa pun juga, kita harus bangga
mempunyai anak-anak yang demikian tulus cinta kasihnya seperti Lie Seng dan
Ciauw Si."......
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment