Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Pendekar Mata Keranjang
Jilid 38
Cia Ling
duduk di dekat Kui Hong dan dia pun mengangguk memberi hormat kepada Hui Lian
yang duduk di dekat situ karena dia pun pernah bertemu dengan wanita sakti itu
di Cin-ling-pai, bahkan pernah membantu Kui Hong menandingi Hui Lian.
Tentu saja
Hui Lian merasa terkejut sekali dan matanya terbelalak, kedua pipinya menjadi
merah karena penasaran dan marah mendengar tuduhan bahwa Hay Hay adalah seorang
jai-hwa-cat, hal yang sama sekali tidak dipercayanya. Dia telah mengenal Hay
Hay, luar dalam! Akan tetapi berada di tempat itu, tentu saja dia tidak berani
bersikap sembarangan dan hanya menanti untuk mendengar perkembangan
selanjutnya.
Tentu saja
Ling Ling merasa sangat yakin bahwa Hay Hay adalah seorang jai-hwa-cat tulen.
Bukankah kekejian pemuda itu telah dia rasakan sendiri? Bukankah Hay Hay sudah
memperkosanya, dan hal itu membuktikan kebenaran tuduhan orang-orang
Bu-tong-pai? Namun tentu saja dia tidak mau menceritakan mala petaka yang
menimpa dirinya akibat kejahatan Hay Hay.
"Seperti
yang telah saya ceritakan kepada Saudara Can Sun Hok ini, saya melihat Tang Hay
diserang oleh orang-orang Bu-tong-pai dan dituduh bahwa dia adalah Ang-hong-cu,
seorang jai-hwa-cat yang sudah memperkosa dan membunuh seorang murid perempuan
Bu-tong-pai. Melihat betapa dia tidak mempunyai alasan yang cukup untuk
membantah, maka saya percaya bahwa dia seorang jai-hwa-cat."
"Ah,
kalau begitu sungguh celaka! Di mana dia sekarang, Nona Cia?" tanya
Menteri Cang.
"Dia
menerima tawaran seorang tokoh pemberontak untuk bekerja sama, tetapi kepadaku
dia berkata bahwa hal itu hanya merupakan siasat untuk dapat menyelidiki
keadaan para pemberontak dari dalam," jawab Cia Ling yang menjadi semakin
bingung.
"Bagaimana
kalau semua itu benar dan dia memang kaki tangan pemberontak, Taijin?"
tanya Can Sun Hok.
"Tidak
benar!" Tiba-tiba Hui Lian berseru keras. "Saya mengenal pemuda
bernama Tang Hay itu, Taijin, dan saya berani bersumpah bahwa dia bukanlah
seorang penjahat, bukan jai-hwa-cat apa lagi anggota pemberontak!"
"Semua
keterangan itu benar!" Tiba-tiba terdengar suara lain. "Dia memang
Ang-hong-cu, seorang jai-hwa-cat dan kami berani sumpah pula untuk menyatakan
bahwa hal ini adalah benar!" Semua orang menengok dan yang bicara itu
ternyata adalah Tiong Gi Tojin, tokoh Bu-tong-pai yang dahulu bersama anak
buahnya pernah menyerang Hay Hay, disaksikan oleh Ling Ling.
"Kamilah
orang-orang Bu-tong-pai yang diceritakan oleh Nona itu. Ang-hong-cu itu pernah
menculik seorang murid perempuan kami, lalu kami menemukan dia telah menjadi
mayat sedangkan penjahat itu meninggalkan tanda perhiasan tawon merah, persis
sama seperti perhiasan yang berada di tangan Tang Hay itu. Dia adalah
Ang-hong-cu, penjahat cabul yang suka memperkosa dan membunuh wanita!"
Hui Lian
masih hendak membantah, akan tetapi tangan suaminya menyentuh lengannya, dan
suaminya berbisik, "Tak perlu ribut, lihat saja perkembangannya."
Karena
cegahan suaminya, Hui Lian kini diam saja. Hatinya mendongkol bukan main. Dia
tahu bahwa Hay Hay adalah seorang pemuda yang umumnya dikatakan mata keranjang,
senang dengan wanita cantik. Akan tetapi menjadi jai-hwa-cat? Tak mungkin dia
sanggup membayangkan hal itu!
Hay Hay
bukan penjahat, dia adalah seorang laki-laki sejati yang gagah perkasa, yang
tak mungkin dapat melakukan hal-hal jahat, apa lagi memperkosa wanita. Dia
adalah pemuda yang memuja kecantikan wanita, untuk dikagumi, untuk dipuji-puji,
bukan untuk dirusak.
"Aihh,
kalau begitu sungguh berbahaya keadaan kita. Tentu dia sudah membuka semua
rahasia kita dan kaum pemberontak sudah mengetahui kedudukan kita sehingga
mereka dapat bersiap-siap, bahkan akan membuat gerakan yang sangat merugikan
kita," Menteri Cang Ku Ceng berkata.
Pada saat
itu pula terdengar suara ribut-ribut di luar ruangan itu, agaknya para penjaga
sedang mengejar-ngejar orang. Kemudian daun pintu ruangan itu terbuka dan
muncullah seorang laki-laki setengah tua, dikejar oleh belasan orang prajurit
penjaga.
"Sejak
tadi telah kukatakan bahwa aku hanya ingin menghadap Cang-taijin! Kenapa kalian
ribut-ribut dan hendak menangkap aku seolah-olah aku seorang pencuri
saja?" laki-laki itu berseru ke arah para pengejarnya.
Semua orang
segera memandang pria itu. Akan tetapi hanya Cia Ling yang mengenalnya karena
gadis ini pernah melihatnya sebagai penggembala kambing suku bangsa Hui itu,
namun sekarang dia tidak memakai pakaian orang Hui, melainkan pakaian biasa
dengan capingnya yang lebar.
Melihat
sikap dan mendengar suara orang itu, seorang komandan lalu bangkit berdiri dan
memerintahkan para prajurit agar menghentikan pengejaran mereka, lalu dia
menghadapi pendatang itu sambil bertanya dengan suara kereng,
"Siapakah
engkau yang berani membikin ribut di sini? Tak seorang pun boleh masuk ke sini
tanpa ijin, tetapi agaknya engkau sudah berani masuk dengan paksa! Hayo mengaku
terus terang sebelum kami terpaksa menggunakan kekerasan untuk menangkapmu dan
menganggapmu sebagai mata-mata pemberontak!"
Laki-laki
itu mengeluarkan suara ketawa kecil lantas dia menurunkan topinya yang lebar.
Kini nampaklah mukanya yang masih gagah dan tampan walau pun usianya sudah
lebih dari lima puluh tahun. Kebetulan sekali dia memandang ke sekeliling, dia
melihat Cia Ling dan dia pun mengenal gadis itu.
"Aihh,
kiranya Nona yang gagah dan cantik telah berada di sini pula? Selamat
berjumpa!" Dia menjura dalam ke arah Cia ling yang tidak menjawab
langsung, hanya memandang penuh selidik, kemudian baru dia dapat bertanya.
"Bukankah
engkau penggembala kambing dari suku bangsa Hui itu?" tanyanya
Orang itu
pun tertawa lagi. "Mata Nona memang tajam sekalii. Benar, akulah yang dulu
menyamar sebagai penggembala kambing suku Hui. Akan tetapi, yang manakah di
antara Cu-wi yang disebut Menteri Cang Ku Ceng yang mulia? Aku datang dengan
membawa berita rahasia yang teramat penting untuk beliau."
"Akulah
Cang Ku Ceng!" kata menteri itu dengan suara halus. "Sobat, siapakah
engkau dan berita rahasia apa yang kau bawa? Silakan duduk dan bicara."
Laki-laki
itu menghadapi Menteri Cang dan sejenak kedua orang yang sebaya itu bertemu
pandang. Orang bercaping yang kini telah menurunkan capingnya itu kemudian
menunduk dan memberi hormat dengan tubuh membungkuk, nampaknya dia kalah
wibawa.
"Harap
Paduka suka mengampuni kelancangan saya yang datang dengan cara seperti ini,
Taijin. Nama saya, seperti biasa orang menyebut saya, adalah Han Lojin. Saya
seorang perantau dan biar pun saya tidak berani mengaku sebagai seorang
pendekar atau orang baik-baik, akan tetapi saya masih mempunyai kesetiaan
terhadap tanah air dan bangsa. Mendengar akan pemberontakan yang digerakkan
oleh Lam-hai Giam-lo bersama kawan-kawannya, saya lantas melakukan penyelidikan
dan berhasil masuk, bahkan berhasil pula mengetahui rencana mereka. Kini saya
datang menghadap Paduka untuk menyampaikan berita rahasia yang amat
penting."
"Bagus
sekali, Han Lojin. Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih kepadamu. Nah,
sekarang katakan, berita apa yang kau bawa. Jangan khawatir, mereka semua yang
hadir di sini adalah rekan-rekan kita yang bertekad untuk membasmi gerombolan
pemberontak. Nah, bicaralah!"
"Dari
mulut Lam-hai Giam-lo sendiri saya mendengar bahwa rencana pemberontakan ini
akan diatur oleh seorang tokoh bernama Kulana, dan akan dimulai pada malam
terang bulan kurang lebih seminggu lagi yang akan datang. Dan kini
gerombolan-gerombolan itu sudah mulai dikumpulkan dan sebelum malam terang
butan, semua pasukan sudah akan dilatih dan diberi penjelasan tentang siasat
yang akan mereka lakukan. Menurut rencana mereka, pasukan yang jumlahnya kurang
lebih seribu orang itu dibagi menjadi beberapa kelompok, kemudian mereka akan
berpencar menyerang dusun-dusun dan kota-kota dari selatan. Dengan siasat
seperti itu, maka pasukan pemerintah akan menjadi bingung dan sibuk sekali,
bahkan mungkin akan terpecah-pecah pula untuk menghadapi gerakan yang dilakukan
serempak di banyak tempat itu. Oleh karena itu, Taijin, satu-satunya cara untuk
membasmi mereka hanyalah dengan mendahului gerakan mereka. Sebelum terang
bulan, satu atau dua hari sebelumnya, kalau Taijin mengerahkan pasukan kemudian
mengepung perkampungan mereka dan mengadakan penyerbuan tiba-tiba di pagi hari
selagi mereka lengah, saya yakin bahwa gerombolan itu akan dapat dibasmi semua.
Di sini saya sudah membuat gambar tentang keadaan dan kekuatan perkampungan
itu, dan bagaimana cara sebaiknya untuk mengepung dan menyerbu mereka dari
delapan penjuru."
Han Lojin
mengeluarkan segulungan kertas yang sudah digambari dan ditulisi, merupakan
sebuah gambaran peta dari perkampungan pemberontak, amat jelas dengan
keterangan tentang bukit, jurang dan hutan-hutannya. Gambar itu dia bentangkan
di atas meja dan Menteri Cang Ku Ceng bersama para hadirin langsung
mengamatinya.
Setelah
mempelajari peta itu, Menteri Cang mengangguk-angguk dan memandang dengan
gembira. "Sungguh bagus sekali, Han Lojin. Apa bila semua laporanmu itu
benar, berarti engkau telah menyelamatkan kami dan telah memberikan jalan yang
amat baik sehingga akan dapat membasmi gerombolan pemberontak itu."
"Harap
Taijin suka berhati-hati terhadap orang itu!" tiba-tiba saja Tiong Gi
Cinjin berseru nyaring sehingga semua orang menengok kepadanya. Juga Menteri
Cang memandang kepada orang tua itu, lalu bertanya kepada tosu Bu-tong-pai yang
kelihatan bersungguh-sungguh itu.
"Apakah
maksud Totiang?"
"Seperti
tadi telah diceritakan, pinto bersama beberapa orang murid berusaha menangkap
Ang-hong-cu, namun orang ini tiba-tiba saja muncul dan mengacaukan keadaan.
Dengan menyamar sebagai seorang penggembala dia telah menggagalkan pengepungan
kami dan ternyata dia mempunyai ilmu kepandaian tinggi. Pinto khawatir
kalau-kalau dia ini seorang kawan dari Ang-hong-cu, dan dia datang ini hanya
untuk menjebak kita. Bagaimana kalau semua ini hanya suatu jebakan dan kalau kita
menuruti keterangannya, kita semua akan masuk perangkap para gerombolan
pemberontak?"
Seorang
perwira tinggi memberi hormat kepada Menteri Cang. "Apa yang dimaksudkan
Tiong Gi Cinjin memang benar, Taijin. Bagaimana pun juga, kita harus
berhati-hati karena kita belum mengenal benar siapa adanya orang yang mengaku
bernama Han Lojin ini."
Menteri Cang
memandang pada Han Lojin, "Engkau sudah mendengar sendiri kecurigaan yang
dijatuhkan terhadapmu, Han Lojin dan harus kami akui bahwa pendapat mereka itu
memang benar sekali. Bagaimana pertanggungan jawabmu seandainya kemudian
terbukti bahwa semua laporanmu ini hanya suatu jebakan belaka?"
Han Lojin
tertawa. "Ha-ha-ha-ha, Taijin Yang Mulia. Betapa pun bodohnya, saya
belumlah gila untuk mempermainkan begini banyaknya orang-orang pandai yang
berkumpul di sini. Kalau memang saya memasang umpan perangkap, apa yang dapat
saya andalkan untuk menyelamatkan diri? Tentu saya akan mati sebelum mampu
berlari sepuluh langkah, dan saya berani menebus kebenaran laporan saya dengan
nyawa saya."
"Bagus
kalau begitu. Nah, mulai sekarang, engkau menjadi orang tahanan kami. Engkau
akan ditahan di puncak bukit dan dijaga secara ketat. Kalau kemudian laporanmu
ternyata benar, engkau telah berjasa besar sekali dan akan menerima hadiah
besar dari kerajaan. Tapi sebaliknya, kalau semua laporan ini hanya perangkap,
maka engkau akan menerima hukuman berat!"
"Baik,
Yang Mulia! Saya memang tidak suka perang, dan saya akan menanti dengan hati
lapang karena saya percaya bahwa Paduka yang memiliki nama besar sebagai
seorang menteri yang bijaksana, tentu akan memenuhi janji."
Menteri Cang
lalu memerintahkan dua orang perwira untuk membawa Han Lojin pergi dari situ,
untuk ditahan di puncak bukit di mana memang sudah disediakan sebuah bangunan
khusus untuk menahan para pimpinan musuh bila tertawan dan dijaga dengan ketat.
Dengan sikap
tenang Han Lojin bangkit, lantas digiring oleh dua orang perwira itu keluar.
Sebelum dia keluar, Hui Lian masih sempat berteriak kepadanya.
"Han
Lojin, apakah engkau melihat Tang Hay diperkampungan pemberontak...? Bagaimana
keadaannya?"
Mendengar
pertanyaan ini, Han Lojin berhenti melangkah kemudian menoleh memandang kepada
Hui Lian dan berseru kagum. "Wah...! Ang-hong-cu muda itu memang hebat, di
mana-mana dikagumi wanita! Dia memang di sana dan dalam keadaan sehat-sehat
saja!"
Mendengar
betapa Han Lojin menyebut Ang-hong-cu kepada Hay Hay, jantung di dalam dada Hui
Lian berdebar tegang. Benarkah bahwa Hay Hay adalah seorang jai-hwa-cat?
"Benarkah
bahwa dia merupakan kaki tangan pemberontak?" tanyanya pula sebelum Han
Lojin keburu pergi.
"Ang-hong-cu
seorang kaki tangan pemberontak? Ha-ha-ha-ha, yang bilang demikian itu sungguh
bodoh! Ang-hong-cu boleh jadi senang memetik kembang, tetapi dia tidak akan
merusak taman. Bahkan dia siap membela tanah air dan bangsa dengan taruhan
jiwanya, ha-ha-ha!"
Dia kemudian
melangkah pergi, digiring oleh dua orang perwira dan di luar disambut oleh
pasukan yang berjumlah dua losin orang bersenjata lengkap. Dia terus dibawa ke
puncak bukit di mana terdapat sebuah bangunan yang kokoh dan terjaga ketat.
Sesudah Han
Lojin pergi, Menteri Cang langsung mengadakan perundingan dengan para perwira
dan para pendekar, kemudian mengambil keputusan hendak mendahului gerakan para
pemberontak seperti yang diceritakan oleh Han Lojin tadi. Walau pun mereka
masih belum percaya begitu saja kepada Han Lojin yang tidak mereka kenal, namun
keterangan itu sangat penting dan kalau benar para pemberontak akan mulai
bergerak setelah malam bulan purnama, maka satu-satunya jalan terbaik adalah
mendahului mereka, menyerbu tempat yang menjadi sarang mereka itu sebelum
mereka berpencaran dan mulai dengan gerakan mereka.
Menteri Cang
adalah seorang pembesar yang amat pandai dan bijaksana. Walau pun dia seorang
menteri sipil tetapi dia pandai pula ilmu perang, dan kini bersama para komandan
pasukan dia merundingkan siasat mereka untuk menyerbu ke sarang pemberontak,
juga minta pendapat para pendekar yang hadir di situ.
Sikap
semacam ini dari seorang pemimpin mendatangkan banyak keuntungan. Pertama, para
pembantunya atau bawahannya akan merasa terangkat dan merasa bahwa pendapat
mereka dihargai sehingga mereka akan menjadi semakin suka kepada pemimpin
mereka. Dan ke dua, dengan mengumpulkan banyak pendapat, maka dapat disaring
dan diambil keputusan terbaik, karena bukan tidak mungkin seorang yang
kedudukannya lebih rendah memiliki pendapat dan siasat yang lebih baik dari
pada atasannya.
Setelah
mengadakan perundingan serius, mendengarkan bermacam pendapat dan saran,
akhirnya Menteri Cang mengambil keputusan dan berkata dengan suara lembut tapi
tegas kepada semua yang hadir.
"Terima
kasih atas segala saran yang kalian berikan kepadaku, dan terutama sekali saran
dari para Enghiong (Pendekar) yang membantu pemerintah untuk menumpas
gerombolan pemberontak. Setelah menampung dan menyaring semua saran, kami
memutuskan untuk melakukan penyerbuan sekarang juga ke sarang gerombolan itu.
Oleh karena daerah itu merupakan daerah yang berbahaya, maka kita harus
melakukan pengepungan dari enam penjuru. Harap Cu-wi (Kalian) periksa baik-baik
peta yang dibuat oleh Han Lojin dengan amat teliti ini." Pembesar tinggi
itu membeberkan peta di atas meja dan semua yang hadir mendekat, lalu sama-sama
mempelajari peta itu.
"Nah,
ada enam jurusan yang dapat kita gunakan untuk mengepung sarang pemberontak
itu. Kalau sekarang kita melakukan gerakan, maka paling lambat dalam lima hari
sarang itu akan dapat kita kepung seluruhnya, jadi kurang dua tiga hari sebelum
bulan purnama muncul. Pasukan akan kita bagi menjadi tujuh. Enam kelompok
melakukan gerakan dari enam jurusan untuk mengepung sarang musuh, dan kelompok
ke tujuh yang merupakan kelompok induk, akan menyerbu langsung dari depan. Enam
kelompok yang mengepung tidak akan bergerak lebih dahulu agar musuh mengira
bahwa kita hanya datang dari satu jurusan. Kalau mereka telah mengerahkan
kekuatan mereka untuk menghadapi kelompok induk, barulah enam kelompok yang
lain menyerbu dari jurusan masing-masing dan tidak memberi kesempatan kepada
para pemberontak untuk lolos melarikan diri. Khusus untuk para pendekar yang gagah
perkasa, ketika terjadi pertempuran, kami mengharap dengan hormat dan sangat
supaya Cu-wi Enghiong (Para Pendekar Sekalian) suka menghadapi para tokoh sesat
yang membantu pasukan pemberontak. Ada pun pasukan pemberontak itu sendiri
merupakan bagian pasukan kami untuk menghancurkannya, jadi harap Cu-wi
menghadapi para tokoh sesat yang lihai itu saja. Apakah sudah jelas semua?
Kalau ada pertanyaan harap diajukan sekarang. Malam ini juga kita akan
bergerak, dan harap nanti Koan-ciangkun mengatur dan membagi-bagi pasukan
menjadi tujuh bagian. Kelompok ke tujuh sejumlah empat persepuluh bagian,
sedangkan enam kelompok yang lain berjumlah sepersepuluh bagian."
Para
pendekar mengangguk dan merasa bahwa keterangan itu sudah cukup jelas. Akan
tetapi ada seorang perwira mengacungkan tangan untuk bertanya. Setelah Menteri
Cang mengangguk, dia bertanya dengan suara lantang,
"Mohon
Paduka suka memberi petunjuk bagaimana kami harus bersikap terhadap para
pemberontak itu. Apakah kami harus membunuh mereka semua tanpa ampun?"
Menteri Cang
mengangguk-angguk. "Ini pertanyaan yang bagus sekali. Memang tadi kami
kurang teliti sehingga hal penting ini belum sempat kami beri tahukan. Harap
Cu-wi ingat benar bahwa meski pun mereka itu memberontak, namun mereka adalah
sebangsa dan mereka itu, terutama para anak buah, hanya mentaati perintah
atasan saja. Oleh karena itu, jika ternyata kekuatan kita jauh lebih besar,
kita tidak boleh membantai mereka secara kejam. Hindarkan pembunuhan dan
sedapat mungkin tawan saja mereka. Tentu saja hal ini tidak berlaku bagi kaum
sesat yang memang patut untuk dibasmi. Nah, apakah masih ada pertanyaan
lainnya?"
Sesudah
tidak ada yang bertanya lagi, Komandan Koan yang ditunjuk sebagai pemimpin
untuk mengatur pembagian kelompok, segera melaksanakan tugasnya. Dia bukan
hanya membagi pasukan menjadi tujuh kelompok dengan masing-masing komandannya,
namun juga membagi para pendekar dalam kelompok-kelompok itu untuk membantu
kalau-kalau ada kelompok yang bertemu dengan tokoh sesat. Su Kiat, Hui Lian,
dan Kui Hong, juga Sun Hok dan Ling Ling, ditugaskan untuk membantu serta
memperkuat kelompok induk, bersama beberapa orang tokoh dari Siauw-lim-pai dan
Bu-tong-pai.
Pada malam
itu juga berangkatlah ketujuh kelompok pasukan itu dengan mengambil jalan masing-masing.
Yang enam kelompok melakukan perjalanan secara rahasia, menyusup-nyusup keluar
masuk hutan, ada pun kelompok induk melewati jalan besar dan memang kelompok
ini dimaksudkan untuk melakukan penyerbuan secara berterang agar disambut oleh
musuh sehingga membuat lalai dan lengah kemudian enam kelompok yang lain akan
dapat menyusup dan mengurung sarang gerombolan pemberontak tanpa diketahui.
Tepat
seperti yang sudah diperhitungkan Menteri Cang yang memimpin sendiri kelompok
induk dengan menunggang kuda sambil diapit oleh pengawal pribadinya, tiga hari
sebelum bulan purnama kelompok induk sudah berhadapan dengan sarang musuh yang
berada di Lembah Yang-ce, di Pegunungan Yunan.
Kelompok
induk ini sengaja melakukan perjalanan secara perlahan-lahan karena hendak
memberi waktu kepada enam kelompok lainnya agar mereka itu dapat lebih dulu
datang ke tempat tujuan dan melakukan pengepungan. Dan malam itu juga Menteri
Cang melihat luncuran panah api dari enam penjuru, sebagai tanda bahwa enam
kelompok pasukan itu sudah tiba di tempatnya masing-masing dan siap siaga
sambil melakukan pengepungan. Melihat ini, menjelang pagi Menteri Cang memberi
isyarat agar pasukan induk itu segera melakukan penyerbuan.
Munculnya
pasukan ini tentu saja sudah diketahui oleh mata-mata pemberontak dan telah
dilaporkan kepada Lam-hai Giam-lo dan Kulana yang sudah berada di situ menjadi
tamu kehormatan, juga diangkat menjadi panglima tertinggi yang memimpin siasat
dari gerakan pasukan pemberontak itu.
"Hemmm,
agaknya rencana kita sudah bocor dan bukan tidak mungkin pemuda bernama Tang
Hay itu, atau juga Nona Pek Eng yang menjadi muridmu itu yang sudah berkhianat,
Lam-hai Giam-lo," kata Kulana mengerutkan alisnya.
Lam-hai Giam-lo
menggelengkan kepalanya. "Kurasa bukan mereka, akan tetapi aku lebih
mengkhawatirkan orang yang mengaku bernama Han Lojin itulah yang menjadi
mata-mata musuh. Habis, bagaimana baiknya sekarang, Saudara Kulana?"
Bangsawan
Birma itu tersenyum. "Jangan khawatir, kebocoran ini malah menguntungkan
kita! Bukankah menurut perhitungan orang kita, pasukan itu hanya berjumlah
antara tujuh ratus sampai delapan ratus orang saja? Sedangkan pasukan kita yang
sudah berkumpul di sini tidak kurang dari seribu dua ratus orang! Dan kita
masih dibantu oleh orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi. Biarkan mereka
datang menyerbu, kita pura-pura tidak tahu saja. Jalan terusan menuju lembah
ini yang terapit oleh dinding bukit itu merupakan tempat jebakan yang sangat baik.
Biarkan pasukan mereka memasuki jalan itu, sesudah semua masuk ke jalan itu,
kita tutup dari depan dan belakang lalu kita serang mereka! Kita pasang barisan
pendam di mulut jalan terusan. Dengan demikian kita akan dapat membasmi mereka
semua. Bunuh mereka semua, jangan beri ampun kepada seorang pun di antara
mereka. Kemenangan besar ini akan membakar semangat anak buah kita dan kita
akan dapat merampas persenjataan mereka yang cukup banyak dan baik."
Kulana lalu
mengadakan perundingan dengan para pembantunya, mengatur siasat untuk menjebak
pasukan pemerintah yang dikabarkan datang ke arah sarang mereka itu.
***************
Sementara
itu Koan-ciangkun yang memimpin pasukan induk segera menghadap Menteri Cang Ku
Ceng, memberi tahu bahwa pihak lawan agaknya diam saja, seakan-akan tidak tahu
akan usaha penyerbuan tentara kerajaan.
"Hamba
khawatir kalau-kalau mereka mengatur perangkap, karena mereka bersikap diam
saja seolah-olah tidak tahu akan kedatangan pasukan kita. Bagaimana baiknya
sekarang, harap Paduka suka memberi petunjuk."
Di malam
gelap itu Menteri Cang memeriksa peta buatan Han Lojin, mengerutkan alisnya,
kemudian dia menunjuk ke arah peta dan berkata, "Lihat, untuk memasuki
daerah sarang mereka, kita harus melalui sebuah jalan terusan yang sempit dan
memanjang, diapit-apit dinding bukit di kanan kiri. Kalau memang mereka
memasang perangkap, agaknya tidak ada tempat yang lebih baik dari pada jalan
terusan ini. Mungkin mereka sudah memasang barisan pendam dan hendak membiarkan
kita memasuki jalan terusan itu, kemudian baru diserbu dari depan dan belakang
sehingga kita tidak akan mendapatkan jalan keluar lagi. Hmm, agaknya mereka
telah begitu yakin akan menang dan akan membasmi kita semua seperti kucing
mempermainkan tikus yang terjebak tanpa jalan keluar sama sekali. Hal ini hanya
membuktikan keberhasilan siasat kita, Koan-ciangkun. Mereka pasti beranggapan
bahwa pasukan kita hanya ini, hanya berjumlah kurang lebih tujuh ratus lima
puluh orang, dan agaknya penyelidik mereka juga tidak melihat para pendekar
yang menyamar sebagai prajurit-prajurit biasa, maka mereka mengatur jebakan ini
dan merasa yakin sekali bahwa mereka akan berhasil menghancurkan kita. Biarkan
mereka beranggapan begitu, dan kita tetap akan memasuki jalan terusan itu.
Begitu mereka menyerbu, engkau cepat memberi isyarat kepada enam kelompok yang
lainnya dengan panah api supaya mereka serentak menyerbu sarang dan menggencet
pasukan musuh yang mengira sudah dapat menjebak dan mengepung kita."
Koan-ciangkun
serta para pendekar mengangguk-angguk dan diam-diam mereka memuji ketenangan
dan kematangan siasat Menteri Cang.
"Akan
tetapi maafkan pinto, Taijin," kata Tiong Gi Cinjin, tokoh dari
Bu-tong-pai yang turut pula di dalam kelompok itu. "Bagaimana kalau
perhitungan Paduka itu keliru dan ternyata mereka mengatur jebakan yang lain
lagi sifatnya?"
Menteri Cang
tidak marah dan hanya tersenyum sambil mengangguk-angguk. "Memang
sebaiknya kita selalu harus meragukan pendapat diri sendiri dan selalu waspada
terhadap musuh, Totiang. Akan tetapi, jebakan apa pun yang mereka atur, kita
sudah mengetahui keadaan dan kekuatan mereka. Bukankah Han Lojin telah
menceritakan bahwa kekuatan mereka hanyalah sekitar seribu dua ratus orang?
Dengan kekuatan seperti itu, perangkap apa pun yang mereka pasang untuk kita,
akan mampu kita hancurkan mengingat bahwa jumlah pasukan kita seluruhnya jauh
lebih besar, ada dua ribu orang lebih. Begitu mereka bergerak menyerang, kita
akan memberi isyarat kepada enam kelompok lainnya sehingga tetap saja pihak
musuh yang akan kita kepung."
"Maaf,
akan tetapi jumlah itu hanya menurut laporan Han Lojin. Bagaimana kalau
ternyata jumlah mereka jauh lebih banyak?" Tiong Gi Cinjin adalah seorang
tosu Bu-tong-pai yang belum pernah mengalami perang, maka selalu bersikap
hati-hati dan khawatir.
"Bukan
hanya menurut laporan Han Lojin, akan tetapi mata-mata kami juga telah memberi
laporan," jawab Menteri itu.
"Dan
laporan Han Lojin itu tidak keliru!" Tiba-tiba terdengar suara orang
sehingga semua orang terkejut karena tiba-tiba saja di situ muncul seorang
laki-laki asing.
Pria ini
usianya sekitar empat puluh dua tahun, tubuhnya sedang saja, tetapi pakaiannya menunjukkan
bahwa dia adalah seorang asing. Pakaiannya amat mewah dari kain sutera
warna-warni, seperti pakaian kaum bangsawan. Juga kepalanya mengenakan kain
kepala yang berwarna indah laksana pelangi, dihiasi mainan berbentuk burung
merak dari emas permata. Sikapnya amat anggun dan wajahnya yang tampan itu
cukup berwibawa, seperti pembawaan seorang bangsawan tinggi.
Akan tetapi,
pada saat beberapa orang prajurit mata-mata yang pernah diselundupkan ke sarang
para pemberontak melihat orang ini, mereka segera berloncatan dan menghunus
senjata.
"Dia
ini Kulana! Dia orang Birma yang memimpin pemberontakan itu disamping Lam-hai
Giam-lo...!" Teriak seorang di antara mereka, lantas bersama
teman-temannya dia sudah siap untuk menyerang.
Mendengar
ini para pendekar juga langsung berlompatan, mengepung orang itu dan siap untuk
menangkapnya, sebagian lagi melindungi Menteri Cang, kalau-kalau akan diserang
musuh. Akan tetapi orang asing itu tersenyum dan sikapnya tetap tenang, bahkan
dia lalu menjura dengan sikap hormat dan sopan kepada Menteri Cang.
"Apakah
Paduka Menteri Cang yang kabarnya amat bijaksana dan kini memimpin sendiri
pasukan yang hendak membasmi pemberontak?"
Menteri Cang
adalah seorang yang waspada. Begitu orang ini muncul, dia sudah menatap dengan
sinar mata tajam penuh selidik. Dia hanya dapat menduga bahwa orang ini telah
menderita kedukaan yang sangat mendalam, sinar matanya demikian sayu dan biar
pun pakaiannya indah, tetapi jelas bahwa dia tidak mempedulikan keadaan
dirinya. Sepatunya yang dari kulit itu kotor penuh debu dan pakaiannya juga
kusut. Meski tadi dia tersenyum namun senyumnya sangat menyedihkan, seperti
hendak menutupi kedukaannya dengan sia-sia belaka.
"Benar,
kami adalah Menteri Cang seperti yang kau katakan, orang asing. Dan siapakah
engkau dan apa maksudmu muncul secara tiba-tiba di tengah-tengah pasukan
kami?"
"Saya
datang dengan niat baik, Taijin. Hanya satu yang menjadi dasar perbuatan saya,
yaitu menentang kejahatan, tanpa peduli hal itu dilakukan oleh siapa pun juga..."
"Dia
bohong, Taijin...!" Prajurit mata-mata itu berseru. "Dia adalah
Kulana, pemimpin para pemberontak! Hamba sudah pernah melihatnya dengan mata
kepala hamba sendiri ketika dia datang berkunjung ke sarang pemberontak lantas
diterima dengan penuh kehormatan. Hati-hati, Taijin, dan harap perintahkan
hamba sekalian untuk menangkap atau membunuh dia!"
Para
pendekar kini juga telah mengepung ketat dan siap menangkap, akan tetapi
Menteri Cang berpendapat lain. Dia mengangkat tangan mencegah orang-orangnya
turun tangan, lalu bertanya kepada orang itu dengan lembut.
"Benarkah
apa yang dikatakan anggota pasukan kami itu?"
Orang itu
mengangguk dan kembali terlihat senyum sedihnya. "Memang tak keliru bahwa
Kulana yang menjadi gara-gara sehingga terjadi pemberontakan. Dia menghasut dan
juga bersekutu dengan para penjahat untuk memberontak. Saudaraku itu sudah
menjadi gila karena dendam..."
"Saudaramu?
Jadi engkau ini saudara dari yang bernama Kulana itu?"
"Benar,
Paduka. Nama saya Mulana dan saya adalah saudara kembar dari Kulana yang
dimaksudkan oleh prajurit itu. Akan tetapi, walau pun saudara kembar, kami
berdua tidak bekerja sama, bahkan bertentangan dalam hal ini. Bahkan saya
datang untuk membantu Paduka, kalau Paduka percaya kepada saya."
Walau pun
para pendekar masih sangsi, namun Menteri Cang mengangguk, dan kembali dia
memberi isyarat kepada para pembantunya, kemudian mempersilakan Mulana untuk
duduk.
"Duduklah
di sana, Saudara Mulana dan ceritakan apa sebenarnya yang menjadi maksud
kunjunganmu ini."
Sebelum
menjawab, Mulana, laki-laki itu, lebih dahulu menoleh ke kiri kanan, mengamati
seluruh orang yang hadir di tempat itu. Dia kelihatan heran karena di antara
wajah-wajah yang disoroti penerangan obor itu tidak nampak wajah dua orang yang
sangat dikenalnya, yaitu Han Siong dan Bi Lian, dua orang pendekar muda yang
pernah menjadi tamunya, bahkan yang telah menyaksikan kematian isterinya
tercinta, yaitu Yasmina.
Seperti
sudah kita ketahui, Yasmina membunuh diri dengan menghisap racun yang sudah
disembunyikannya dalam mulut tengkorak tukang kebun bekas kekasihnya. Saking
sedih dan menyesalnya, Mulana menjadi seperti gila sehingga akhirnya Han Siong
dan Bi Lian meninggalkan lelaki yang diracuni cemburu itu. Mulana lalu mengusir
semua pelayannya, kemudian dia membakar istananya berikut jenazah isterinya.
Bagaikan orang gila dia lalu pergi berkeliaran, kehilangan isteri, bahkan
kehilangan semua harta miliknya.
Dan akhirnya
dia pun teringat dengan saudara kembarnya, Kulana, maka dia pun segera
mengunjungi saudara kembarnya untuk menumpahkan isi hatinya yang sedang
tertekan dan amat menderita itu. Akan tetapi Kulana sedang berkunjung ke sarang
pemberontak, maka Mulana segera menyusulnya.
Akan tetapi
kembali dia menerima pukulan batin yang lebih parah lagi saat tiba di sarang
pemberontak itu karena dia dicurigai oleh saudara kembarnya sendiri sebagai
orang yang berpihak pada pemerintah dan hendak mengkhianati gerakan saudara
kembarnya sendiri. Maka terjadilah keributan dan nyaris Mulana tewas dikeroyok
kalau dia tidak cepat dapat meloloskan diri.
Semakin
besar jurang pemisah antara dua orang saudara kembar ini dan Mulana merasa
sakit hati. Hal inilah yang mendorongnya menemui Menteri Cang yang sedang
memimpin pasukan induk untuk menyerbu sarang pemberontak.
"Seperti
telah saya katakan tadi, Taijin, saya sengaja menemui Paduka untuk membantu
Paduka membasmi gerombolan jahat yang hendak memberontak itu."
"Saudara
Mulana, tadi engkau yang mengatakan sendiri bahwa laporan Han Lojin tentang
jumlah pasukan pemberontak yang hanya seribu dua ratus orang itu tidak keliru.
Dengan jumlah pasukan yang sekecil itu, kami akan dapat menghancurkan mereka.
Oleh karena itu, bantuan apa lagi yang dapat kau berikan kepada kami?"
Menteri Cang memancing.
"Akan
tetapi, pasukan Paduka akan terjebak."
Menteri Cang
tersenyum dan mengibaskan tangan kanannya. "Ahhh, soal itu sudah kami
perhitungkan! Perangkap yang dipasang di jalan terusan yang diapit dua dinding
bukit itu, bukan? Tentu mereka akan menutup dua jalan keluar lantas menyerang
kami dari depan dan belakang bukan? Kami tidak takut, bahkan merekalah yang
akan dapat kami basmi." Menteri itu belum begitu percaya kepada Mulana,
maka dia pun tidak mengatakan siasat yang sudah direncanakan untuk menghadapi
perangkap musuh.
Akan tetapi
Mulana memandang kepadanya dengan wajah serius. "Ahhh, harap Paduka jangan
terlalu memandang rendah kepada saudara kembarku, Si Kulana itu! Ingat, dahulu
dia adalah penasehat perang di Birma yang sudah banyak menggagalkan serangan
dari pemerintah Paduka! Dia cerdik bukan kepalang, dan jangan disangka bahwa
dia tak akan memperhitungkan apa yang sedang Paduka rencanakan sekarang ini.
Bahkan saya pun sudah dapat menduganya."
"Benarkah?
Nah, Saudara Mulana, kalau benar demikian, coba katakan bagaimana siasat yang
telah kami rencanakan!" kata Menteri itu dengan suara mengandung
penasaran.
Mulana
mengerutkan alisnya sambil memandang Menteri itu. "Agaknya tidak sukar
untuk diperhitungkan, Taijin. Melihat betapa seorang pejabat tinggi setingkat
Taijin maju sendiri memimpin pasukan, hal ini memperlihatkan bahwa Taijin sudah
tentu merasa yakin benar bahwa pasukan ini akan dapat membasmi musuh dengan
sangat mudah. Dan keyakinan ini sudah tentu hanya didasarkan oleh suatu
kenyataan, yaitu bahwa pasukan Taijin tentu jumlahnya jauh lebih besar
dibandingkan pasukan musuh. Kemudian, kemungkinan besar kedua adalah karena
Taijin telah mengetahui keadaan musuh sehingga Taijin sudah bisa lebih dulu
mengatur siasat untuk lebih meyakinkan kemenangan itu. Siasat apakah yang
paling baik untuk menyerbu pihak lawan di suatu tempat tertentu dengan jumlah
pasukan yang jauh lebih besar dari pada kita? Tak lain tentulah penyerbuan
tiba-tiba dengan cara pengepungan sehingga musuh takkan dapat lari lagi karena
telah dihadang dari berbagai jurusan. Nah, dengan siasat itu, maka Taijin yang
sudah memperhitungkan kemungkinan perangkap musuh di jalan terusan yang sempit,
merasa yakin akan kemenangan pasukan Taijin. Bukankah demikian?"
Para perwira
yang mendengar hal ini terbelalak, dan Menteri Cang sendiri memandang kagum.
Orang Birma ini memang lihai bukan main, pikirnya. Mulailah dia percaya dan dia
membayangkan kekhawatiran. Kalau saudara kembar orang ini, Kulana, juga
secerdik itu, berarti Kulana sudah dapat menduga pula tentang siasatnya dan
tentu akan menghadapi dengan yang lebih hebat dan amat berbahaya pula.
"Saudara
Mulana, perhitunganmu itu memang tepat sekali! Akan tetapi, kalau kami sudah
mempergunakan siasat itu sehingga sarang pemberontak itu telah terkepung, lalu
apakah yang akan dilakukan oleh mereka? Melawan pun tidak ada artinya bagi
mereka!" Menteri Cang berkata dengan nada suara penuh kemenangan.
Mulana
memandang dengan serius. Di bawah cahaya api obor wajahnya nampak seperti kedok
yang tampan tetapi penuh rahasia, kedua matanya bersinar-sinar dan mencorong.
"Semua
itu benar sekali, Taijin, kalau yang memimpin musuh di sana itu bukan saudara
kembarku Kulana! Akan tetapi Kulana sangat cerdik, dia pandai sekali dan
memiliki siasat yang penuh tipu muslihat. Jika dengan cara kekerasan agaknya
tidak dapat diragukan lagi pasukan Taijin akan dapat menghancurkan pasukan
pemberontak. Pasukan Paduka tentu merupakan pasukan pilihan dan lebih banyak
dalam pengalaman bertempur dibandingkan pasukan mereka. Bantuan para tokoh
sesat takkan ada artinya bila dibandingkan dengan bantuan para pendekar
terhadap Paduka. Akan tetapi ada dua hal yang mungkin belum Paduka ketahui
padahal dua hal ini dapat merupakan ancaman bahaya besar yang bukan tidak
mungkin akan membasmi pasukan Paduka sendiri."
"Hemm,
sebelum kami mendengar penjelasanmu, lebih dulu engkau harus melenyapkan
kesangsian dan kecurigaan kami, Mulana. Jika benar engkau ini saudara kembar
Kulana, kenapa engkau hendak berkhianat kepadanya?" Sepasang mata Menteri
Cang sekarang mencorong ditujukan ke arah wajah orang Birma itu, penuh selidik.
Mula-mula
Mulana menentang pandang mata itu, lalu menunduk, dan wajahnya berduka sekali.
"Taijin, kehidupan hamba sudah rusak, kebahagiaan hamba sudah hancur,
semua disebabkan oleh Kulana! Kalau dia tidak memberontak di Birma, tak mungkin
kini hamba kehilangan segala-galanya. Sekarang dia menghasut pemberontakan
pula. Oleh karena itu, untuk menebus dosa-dosanya, dalam kesempatan terakhir
ini hamba harus melawan dia, menggagalkan usahanya itu. Terserah kepada Taijin
apakah dapat mempercaya saya ataukah tidak."
Menteri Cang
mengangguk-angguk dan mengelus jenggotnya. "Baiklah, kini jelaskan apa
adanya dua hal yang kau anggap membahayakan itu."
"Memang
Kulana tak akan mampu melawan paduka dengan pasukan pemberontak yang tidak
terlatih dan lebih kecil jumlahnya itu. Akan tetapi hendaknya Paduka ketahui
bahwa dia adalah seorang ahli sihir yang sangat pandai. Dia dapat mempergunakan
ilmu hitam untuk mencelakai pasukan Paduka. Saya tahu, para pendekar yang
mempunyai sinkang yang kuat tidak akan mudah terpengaruh oleh ilmu hitamnya. Akan
tetapi para anak buah pasukan Paduka dapat terpengaruh dan hal ini amat
berbahaya. Pasukan takkan berdaya menghadapi ilmu hitam dan dapat melakukan hal
semacam bunuh diri saja. Dan ke dua, dan ini lebih berbahaya lagi, Taijin,
Kulana pandai menggunakan bahan peledak dan dia telah memiliki bahan peledak
itu dalam jumlah besar. Saya bisa membayangkan apa yang akan dilakukannya dalam
keadaan seperti sekarang ini. Tentu dia telah memasang bahan peledak di dinding
bukit di kanan kiri jalan terusan itu. Kalau dengan kekuatan pasukan dia tidak
akan dapat menangkan pertempuran, maka dengan bahan peledak itu dia akan dapat
meruntuhkan dinding di kanan kiri itu dan mengubur pasukan hidup-hidup!"
Mendengar
ini Menteri Cang mengerutkan alis dan diam-diam para perwira terkejut sekali,
saling pandang dengan muka berubah. Kalau ucapan orang Birma ini menjadi
kenyataan, maka akan terbasmilah pasukan mereka!
"Ahh,
kalau begitu Han Lojin adalah mata-mata musuh yang sengaja hendak memancing
kita memasuki perangkap maut!" teriak seorang di antara mereka.
Akan tetapi
Mulana menggelengkan kepala. "Aku telah mendengar tentang Han Lojin
itu," katanya kepada perwira tadi, "dan dia bukanlah mata-mata
Kulana, bahkan dialah yang mengkhianati Kulana."
Menteri Cang
tertarik sekali. "Saudara Mulana, ceritakan siapa Han Lojin itu!"
"Dia
seorang yang penuh rahasia, mula-mula muncul di sana hendak membantu Kulana.
Akan tetapi baru beberapa hari berada di sana, dia telah pergi lagi tanpa
pamit, kemudian tahu-tahu kini dia berada di sini dan menceritakan semua
keadaan pasukan pemberontak. Apakah dia memang orang kepercayaan Paduka yang
melakukan penyelidikan ke sarang Kulana, Taijin?"
Menteri Cang
menggeleng kepala. "Tidak, dia datang lantas membuka rahasia kedudukan
para pemberontak, juga rencana para pemberontak yang akan mulai bergerak tepat
pada malam bulan purnama."
"Hal
itu memang benar, Taijin. Kalau begitu dia adalah seorang pendekar yang hendak
menentang pemberontakan dan membantu pasukan kerajaan."
"Saudara
Mulana, kalau semua yang kau ceritakan dan kau perhitungkan itu benar, lalu
menurut pendapatmu, apa yang harus kami lakukan?"
"Apakah
pertanyaan Paduka ini berarti bahwa saya sudah dipercaya dan diterima untuk
membantu pasukan Paduka?" Mulana balas bertanya.
Menteri Cang
mengangguk. "Kami percaya padamu dan dengan senang hati menerima uluran
bantuanmu." Pejabat tinggi ini lalu memandang sekeliling, kepada para
perwira dan pendekar. "Harap Cu-wi ketahui bahwa sejak saat ini juga,
Saudara Mulana kami terima sebagai seorang pembantu kita dan kami
percaya." Semua yang hadir mengangguk.
"Nah,
Saudara Mulana, jangan sampai kehabisan waktu. Jelaskan apa rencanamu yang
dapat kita lakukan untuk menghadapi kemungkinan ancaman perangkap musuh
itu."
"Begini,
Taijin. Kalau benar perhitungan saya tentang siasat yang akan Taijin
pergunakan, yaitu mengepung sarang pemberontak, siasat itu lanjutkan
saja."
"Betul
perhitunganmu. Kami membagi pasukan kami yang jumlahnya dua ribu orang lebih
menjadi tujuh kelompok. Enam kelompok datang mengepung dari enam jurusan, ada
pun kelompok induk ini menyerang dari depan dan memasuki jalan terusan
itu."
"Siasat
yang amat baik. Sebaiknya siasat itu dilanjutkan saja dan kita hanya menghadapi
dua kemungkinan yang akan membahayakan kita, seperti yang telah saya ceritakan
tadi. Pertama menghadapi ilmu hitam yang mungkin akan dipergunakan oleh Kulana,
yang ke dua adalah menghadapi bahan peledak yang mungkin akan dipergunakannya
pula untuk meruntuhkan dua dinding bukit. Untuk itu saya sudah mempunyai cara
yang terbaik untuk menanggulanginya."
"Apakah
engkau seorang ahli sihir pula yang hendak melawan ilmu hitam Kulana dengan
sihir?" tanya Menteri Cang.
Mulana
menggelengkan kepala. "Walau pun saya pernah mempelajari ilmu hitam, namun
saya kalah jauh kalau dibandingkan dengan Kulana. Akan tetapi saya sudah
mempelajari cara-cara untuk menolak dan memunahkan kekuatan ilmu hitam, Taijin.
Harap mengutus anak buah untuk mencari dan menyembelih tiga ekor anjing hitam,
menampung darahnya karena darah itulah yang akan dapat digunakan untuk
memunahkan kekuatan ilmu hitam yang dipergunakan Kulana. Akan tetapi
anjing-anjing itu kita bawa saja dulu, nanti setelah menghadapi ilmu hitam
barulah kita sembelih supaya darahnya masih hangat dan belum membeku."
Seorang
perwira lalu diutus untuk mengusahakan pencarian tiga ekor anjing hitam ini, di
dusun-dusun yang tidak berjauhan dari tempat itu.
"Dan
bagaimana untuk mengatasi ancaman bahan peledak yang akan meruntuhkan dua
dinding bukit?" tanya Menteri Cang karena hal inilah yang dianggap paling
berbahaya.
"Untuk
dapat meruntuhkan dua dinding itu, maka satu-satunya jalan hanyalah memasang
bahan peledak di atas. Bahan peledak itu tentu dipasang dengan sumbu yang
panjang, lalu dinyalakan. Karena itu agar dibentuk regu-regu pemanah yang
pandai, yang dengan diam-diam akan mendahului pasukan kemudian mendaki kedua
bukit di kanan kiri jalan. Sebaiknya kalau mereka dipimpin oleh
pendekar-pendekar yang pandai. Tugas mereka adalah mencegah petugas musuh yang
hendak menyalakan sumbu api bahan peledak."
Mendengar
itu, Menteri Cang mengangguk-angguk dan para pendekar juga menyatakan kekaguman
mereka. Saat itu juga segera dibentuk regu-regu pemanah yang dipimpin oleh para
pendekar. Karena Menteri Cang menghendaki supaya regu ini benar-benar kuat dan
akan dapat menggagalkan rencana jahat musuh yang mungkin akan meledakkan
dinding bukit, maka dia menunjuk suami isteri Ciang Su Kiat dan Kok Hui Lian
untuk memimpin regu yang mendaki bukit sebelah kanan, sedangkan regu yang
mendaki bukit sebelah kiri, dipimpin oleh Cia Kui Hong, Cia Ling, dan Can Sun
Hok.
Kelompok
pasukan induk itu kemudian melanjutkan perjalanan, dan Mulana sendiri akan
memimpin regu yang bertugas menghadapi ilmu hitam dengan darah anjing. Akan
tetapi secara diam-diam Menteri Cang sudah memerintahkan tokoh-tokoh pendekar
dari Siauw-lim-pai, Bu-tong-pai dan yang lain-lain agar mengamati dan menjaga
Mulana, membayangi orang ini supaya dapat segera bertindak kalau-kalau Mulana
melakukan pengkhianatan.
Malam
bertambah larut dan pasukan induk itu bergerak maju dengan cepat karena tadi
gerakan maju mereka sempat terganggu oleh munculnya Mulana. Namun dalam hati
para perwira kini semakin tenang dan penuh semangat karena mereka telah
mengetahui siasat busuk dan tipu muslihat musuh, juga mereka percaya akan
kecerdikan Menteri Cang dan kegagahan para pendekar yang membantu mereka.
***************
Hay Hay
berlari sambil mengepal kedua tangannya, membentuk tinju yang keras, sekeras
hatinya pada saat itu. Bedebah Sim Ki Liong! Hanya nama ini yang terus teringat
olehnya, nama yang dimaki dan dikutuknya karena dia hampir merasa yakin bahwa
Ki Liong yang telah memperkosa Pek Eng.
Bukankah Han
Lojin telah memberi tahukan kepadanya betapa Ki Liong merayu Pek Eng di dalam
taman? Dan bukankah pemuda itu pula yang agaknya bertukar nama keturunan, dari
Ciang ke Sim, murid Pendekar Sadis yang telah murtad, melarikan diri
meninggalkan Pulau Teratai Merah tanpa pamit, bahkan melarikan pula banyak
pusaka dari pulau itu?
Kalau bukan
Ki Liong, siapa lagi yang sudah melakukan kekejian memperkosa, atau lebih tepat
menggauli Pek Eng dengan menyamar sebagai dia? Siapa lagi kalau bukan Ki Liong
karena dialah orang terdekat pada waktu itu? Bentuk tubuh Ki Liong sama
dengannya dan di dalam kegelapan itu, tentu Pek Eng tidak dapat membedakan.
Agaknya Ki
Liong sudah menggunakan kesempatan jahanam itu, pada saat dia melarikan diri
karena takut terhadap dirinya sendiri yang hampir saja tergelincir ke dalam
perjinahan bersama Pek Eng, lalu Ki Liong menyelinap masuk dan melanjutkan apa
yang baru saja dia tinggalkan!
"Jahanam...!"
Hay Hay marah sekali.
Dua hal yang
membuatnya marah sekali. Pertama karena pemuda itu telah menodai Pek Eng dan
dengan demikian merusak kehormatan, harga diri serta kebahagiaan gadis itu. Dan
ke dua, pemuda itu telah mencemarkan nama baiknya, karena dengan perbuatannya
itu, Pek Eng kini mengira bahwa dialah yang melakukannya!
"Keparat
terkutuk!" Kembali dia memaki.
Dia harus
dapat menangkap Ki Liong dan memaksa pemuda itu untuk mengaku di depan Pek Eng
bahwa dialah yang melakukan perbuatan keji itu. Kemudian, tiba-tiba saja wajah
Pek Eng yang dibayangkan itu berubah menjadi wajah Ling Ling dan seketika dia
merasa lemas. Dia berhenti lari dan melempar dirinya duduk di bawah pohon dalam
hutan itu.
"Celaka...!"
serunya bingung ketika dia teringat akan tuduhan Ling Ling bahwa dia sudah
memperkosa gadis itu!
Tidak
mungkin Ling Ling berbohong karena dia sudah melihat sendiri keadaan gadis itu.
Bertelanjang bulat di tepi telaga itu dalam keadaan lemas tanpa mampu bergerak
karena ditotok orang! Jelas bahwa tadi malam Ling Ling memang diperkosa orang,
dan gadis itu mengira bahwa dialah yang melakukan perkosaan!
"Keparat
jahanam...!" Dia memaki lagi, akan tetapi kali ini makian tidak ditujukan
kepada Ki Liong.
Siapakah
yang sudah melakukan perkosaan terhadap diri Ling Ling? Dan mengapa pula Ling
Ling mengira bahwa dialah pelakunya? Kenapa dalam waktu yang bersamaan, dua
orang gadis yang telah direnggut kehormatannya oleh orang lain, keduanya
menuduh dia yang telah melakukannya?
"Sialan...!"
gerutunya gemas, akan tetapi juga trenyuh karena dia merasa kasihan sekali
terhadap kedua orang gadis itu.
Dua orang
gadis yang gagah perkasa, cantik manis, muda belia, bagai dua tangkai bunga
yang tengah mekar semerbak, tahu-tahu dipetik orang secara keji dan dialah yang
dituduh sebagai pemetik dan perusaknya. Dan dia pun teringat akan orang-orang
Bu-tong-pai!
Mereka ini
pun menuduh dirinya pernah memperkosa seorang murid wanita Bu-tong-pai, bahkan
menyangka bahwa dialah jai-hwa-cat yang berjuluk Ang-hong-cu! Urusan dengan
orang-orang Bu-tong-pai ini dapat dia mengerti. Mereka itu salah sangka.
Mungkin saja
seorang murid wanita Bu-tong-pai diperkosa oleh Ang-hong-cu, dan mereka menuduh
dia sebagai Ang-hong-cu sebab mereka melihat dia memegang sebuah mainan tawon
merah dari emas, yaitu benda yang menjadi tanda dari penjahat cabul
Ang-hong-cu, ayahnya! Ayah kandungnya! Dan kini, tiba-tiba saja Pek Eng dan
Ling Ling menuduh dia sebagai perusak keperawanan mereka!
"Tenanglah
Hay Hay, tenanglah...," dia menghibur diri sendiri.
Dia harus
berpikir masak-masak sebelum bertindak secara sembrono, hanya menurutkan emosi
belaka, menurutkan kemarahan hatinya. Agaknya ada rahasia aneh tersembunyi di
balik ini semua. Maka sebelum melanjutkan perjalanannya dan niat hatinya untuk
mencari Ki Liong yang dituduhnya sebagai pemerkosa atau perusak kehormatan Pek
Eng dengan menyamar sebagai dirinya, dia ingin memikirkan kembali segala yang
terjadi baru-baru ini.
Dia
mengenang kembali peristiwa malam itu. Dia berada di dalam kamarnya ketika Han
Lojin memanggilnya dari luar kamar. Lalu mereka bercakap-cakap dan Han Lojin
memberi tahu bahwa baru saja dia menghindarkan Pek Eng dari rayuan maut Ki
Liong. Kemudian, sebagai tanda persahabatan dan perasaan kagum Han Lojin
kepadanya, Han Lojin lantas mengajaknya minum tiga cawan arak yang harum dan
manis. Dia mulai merasa khawatir.
Setelah Han
Lojin pergi, dia lalu memanggil Pek Eng keluar dari kamarnya, diajaknya ke
dalam taman karena dia hendak memperingatkan gadis itu dari bahaya rayuan Ki
Liong. Akan tetapi apa yang terjadi kemudian?
Hay Hay
mengerutkan alisnya, mukanya terasa panas karena malu, lantas dia mengepal
tinju, sekali ini ingin dia menampar mukanya sendiri. Mengapa dia secara
mendadak saja merasa seperti orang mabuk, terangsang oleh kehadiran Pek Eng
yang demikian dekat dengannya? Kenapa dia seperti dimasuki iblis, merangkul dan
menciumi gadis itu?
Dan Pek Eng
tidak melawan, dara itu pasrah saja, malah membalas rangkulannya dengan mesra,
dengan penuh penyerahan diri. Hampir saja terjadi pelanggaran di dalam pondok
taman itu ketika dia dan Pek Eng berada di dalamnya, di atas dipan.
Akan tetapi
dia tersadar dan cepat dia pergi meninggalkan gadis itu, meninggalkan tempat
yang amat berbahaya itu. Dia merasa menyesal sekali, dan malu kepada diri
sendiri, malu untuk bertemu dengan Pek Eng.
Hay Hay
menggaruk-garuk kepalanya. Dia heran sekali, kenapa dia menjadi seperti orang
mabuk dan terangsang ketika berhadapan dengan Pek Eng. Arak itu! Arak harum
manis yang diminumnya bersama Han Lojin!
Hay Hay
meloncat bangun. Mungkinkah arak yang disuguhkan Han Lojin itu yang menjadi
sebabnya? Arak itu mengandung obat perangsang? Akan tetapi... dia melihat
betapa Han Lojin sendiri juga meminumnya, bahkan dia mentertawakan orang itu
yang tampak mabuk setelah minum tiga cawan.
Namun, andai
kata memang benar demikian, lalu apa artinya? Apa maksudnya Han Lojin
menyuguhkan arak yang mengandung obat perangsang kepadanya? Dan Han Lojin pula
yang menceritakan kepadanya bahwa Pek Eng dirayu oleh Ki Liong. Seakan-akan ada
hubungannya antara pemberi tahuan tentang Pek Eng dan penyuguhan arak
perangsang itu.
Benarkah ada
hubungannya? Apakah Han Lojin menghendaki supaya dia mendekati Pek Eng dalam
keadaan terangsang? Apakah orang aneh itu memang menghendaki supaya terjadi
hubungan gelap antara dia dan Pek Eng? Lalu apa maksudnya kalau begitu?
"Sungguh
bisa membuat orang menjadi gila!" pikirnya.
Dan lebih
membingungkan lagi jika dia mengingat akan peristiwa yang menimpa diri Ling
Ling. Dia memang telah menjanjikan kepada gadis yang masih puteri suheng-nya
itu agar menunggu di tepi telaga selama tiga hari. Dia akan datang mencarinya
dan mengabarkan tentang penyelidikannya ke sarang pemberontak. Akan tetapi dia
malah menemukan dara perkasa itu telah diperkosa orang.
Mengingat
akan tingkat kepandaian Ling Ling, Hay Hay merasa yakin bahwa pemerkosa gadis
itu bukan orang sembarangan. Tentu dia mempunyai ilmu kepandaian yang tinggi.
Kalau tidak demikian, mana mungkin bisa membuat seorang gadis selihai Ling Ling
tidak berdaya dengan totokan dan memperkosanya? Dia bersedih sekali mengingat
akan nasib Ling Ling.
"Hemm,
aku pasti akan mencari sampai dapat dua orang yang sudah merusak Pek Eng dan
Ling Ling itu! Bukan hanya untuk mencuci bersih namaku, akan tetapi terutama
sekali untuk mencegah agar penjahat keji itu tak lagi melakukan kecabulan
terhadap gadis lain!"
Dia pun akan
mencari ayah kandungnya sampai dapat! Ayahnya juga termasuk seorang penjahat
cabul yang kejam, dan dia harus menegur ayah kandungnya, bahkan kalau perlu
menentangnya! Juga dia akan menemui Ki Liong, memaksa pemuda itu untuk mengaku
kalau memang benar Ki Liong yang sudah menggauli Pek Eng seperti yang dia
sangka, dengan menyamar sebagai dia. Selain Ki Liong, dia juga harus menemui
Han Lojin untuk menuntut orang itu agar mengaku tentang arak perangsang dan apa
maksudnya Han Lojin menyuguhkan arak perangsang kepadanya!
Sesudah
memutuskan seperti itu, hati Hay Hay menjadi tenang kembali. Dia tidak boleh
dimakan perasaan emosi dan kemarahan. Dia menghadapi orang-orang pandai seperti
Ki Liong, Han Lojin, dan pemerkosa misterius itu, juga menghadapi ayah
kandungnya sendiri yang belum pernah dikenalnya. Dia harus berhati-hati!
Ketika
dengan hati-hati dia menyusup-nyusup melewati hutan-hutan dan perbukitan untuk
memasuki sarang para pemberontak, tiba-tiba saja ia melihat bayangan orang
berkelebat. Dia cepat menyusup ke balik semak belukar untuk bersembunyi dan
nampaklah olehnya bahwa bayangan itu adalah Han Lojin!
Hay Hay
segera mengintai dan melihat betapa orang itu memegang sehelai kertas yang
mulai digambarinya, kadang-kadang mengangkat kepala dan melihat-lihat ke arah
sarang pemberontak di bukit depan. Han Lojin sedang melukis, pikirnya heran.
Dengan hati-hati dia menyusup semakin dekat. Ahh, ternyata Han Lojin sedang
melukis peta, pikir Hay Hay, semakin heran lagi.
Tiba-tiba
Han Lojin bergerak dan berloncatan ke depan. Dengan hati yang penuh tanda tanya
Hay Hay membayangi dari jauh. Tak salah dugaannya, Han Lojin sedang membuat
peta dari keadaan sekeliling sarang pemberontak! Sungguh dia tidak dapat
menduga apa maksudnya. Hanya setan saja yang tahu apa yang dilakukan orang aneh
itu, pikirnya.
Mendadak
muncul belasan orang, berloncatan dari balik batang-batang pohon. Hay Hay
mengenal mereka sebagai anggota-anggota Kui-kok-pang dengan pakaian mereka yang
serba putih, dipimpin sendiri oleh Kim San, ketua Kui-kok-pang yang pakaiannya
serba putih pula dan mukanya pucat seperti mayat.
"Berhenti...!"
Kim San membentak, menghadang di depan, dan dengan senjata di tangan tiga belas
orang anak buahnya mengepung Han Lojin.
Han Lojin
telah menggulung kertas peta itu, menyimpan ke dalam kantung jubahnya yang
lebar, tangan kanannya masih memegangi pensil bulu yang bergagang panjang, yang
tadi digunakannya untuk membuat gambar peta. Dia tersenyum tenang, memandang
kepada Kim San dan tertawa.
"Aha,
kiranya Kui-kok Pangcu yang datang! Ada keperluan apakah menemui aku di
sini?"
"Han
Lojin, kami diperintah oleh Bengcu untuk mencarimu. Apakah yang kau pegang tadi
dan apa yang kau lakukan di sini?"
Han Lojin
masih tersenyum lebar. "Aku sedang menyalurkan bakatku dalam hal melukis!
Mengapa Bengcu menyuruhmu mencariku?"
"Engkau
harus kembali, karena engkau telah pergi tanpa pamit!" kata Ketua
Kui-kok-pang itu dengan sikap dingin dan marah karena Han Lojin sama sekali
tidak menunjukkan sikap hormat kepadanya.
"Hemm,
biar pun aku sudah menyatakan untuk bekerja sama dan membantu, akan tetapi aku
bukanlah anak buah Lam-hai Giam-lo yang bisa disuruh begini begitu sesuka
hatinya. Aku akan menghadap sendiri kalau aku suka, tidak perlu engkau
menyuruhku. Pergilah, Pangcu, dan jangan mengganggu kesibukanku di sini."
"Han
Lojin, engkau telah dianggap melarikan diri dan mungkin menjadi pengkhianat.
Oleh karena itu, mari turut saja dengan aku untuk menghadap Bengcu!"
"Kalau
aku tidak mau?"
"Mati
atau hidup, kami akan membawamu menghadap Bengcu!"
Memang para
tokoh sesat telah diperintah oleh Lam-hai Giam-lo untuk pergi berpencaran
mencari tiga orang, yaitu Hay Hay, Han Lojin, dan juga Pek Eng. Gadis itu diharuskan
pulang, jika perlu dengan paksaan akan tetapi sama sekali tidak boleh diganggu
apa lagi dibunuh, sebaliknya Lam-hai Giam-lo sudah memberi perintah agar
membunuh saja Hay Hay dan Han Lojin kalau mereka tidak mau kembali.
"Wah,
manusia sombong! Ingin kulihat bagaimana kalian akan membunuhku!" kata Han
Lojjn, sikapnya menantang, tangan kiri bertolak pinggang dan tangan kanan
menudingkan mouw-pit (pensil bulu) ke arah muka Ketua Kuk-kok-pang.
"Engkau
memang sudah bosan hidup! Serang dan bunuh!" bentak Kim San kepada anak
buahnya dan segera mereka semua menyerbu dengan ganasnya.
Han Lojin
tersenyum, lalu mouw-pit pada tangan kanannya bergerak cepat sekali. Ujung
gagang pensil bulu itu menotok ke sana sini dan empat orang anak buah
Kui-kok-pang langsung bergelimpangan karena tertotok!
Kim San
mengeluarkan bentakan nyaring kemudian tubuhnya telah menerjang ke depan,
sepasang tangannya membentuk cakar setan dan dia menerkam seperti seekor
beruang marah. Han Lojin maklum betapa sepasang tangan manusia yang seperti
mayat hidup ini mengandung tenaga beracun yang dahsyat sekali, maka dia pun
cepat mengelak dengan satu loncatan ke kiri.
Dia disambut
oleh anak buah Kui-kok-pang, namun kedua kakinya membagi tendangan. Cepat dan
kuat sekali tendangan yang diluncurkan oleh Han Lojin itu sehingga anak buah
Kui-kok-pang tidak mampu mengelak atau menangkis. Kembali ada dua orang
terjungkal oleh tendangan itu sehingga yang lain menjadi jeri, hanya mengepung
sambil mengacung-acungkan senjata.
Kim San
marah sekali. Dia kembali mengeluarkan teriakan parau dan kini dengan cepat dia
menyerang secara bertubi-tubi. Akan tetapi Han Lojin menghadapinya dengan
tenang, mengelak sambil menggerakkan gagang mouw-pit-nya yang menyambut dengan
totokan-totokan sehingga kini sebaliknya Kim San yang merasa repot sebab harus
mengelak atau menangkis. Totokan itu lihai sekali dan kalau sampai terkena,
tentu dia akan roboh!
Hay Hay
mengintai dari tempat sembunyinya. Dia tak merasa heran melihat kelihaian Han
Lojin. Dia sendiri sudah pernah merasakan kelihaian orang itu ketika dia
disuruh menguji kepandaian Han Lojin oleh Lam-hai Giam-lo dan Sim Ki Liong. Dia
maklum bahwa tingkat kepandaian Ketua Kui-kok-pang itu masih kalah jauh
dibandingkan tingkat Han Lojin.
Hanya
diam-diam dia merasa heran mengapa Han Lojin yang tadinya dikiranya seorang
petualang yang ingin mencari imbalan jasa besar dengan membantu Lam-hai
Giam-lo, kini tiba-tiba saja agaknya telah membalik dan melawan orang-orangnya
bengcu yang hendak memberontak itu.
Tepat
seperti dugaannya, Kim San dipermainkan oleh Han Lojin. Mouw-pit itu
menyambar-nyambar dan kini terdapat coretan-coretan yang membuat wajah itu
menjadi tidak karuan dan lucu sekali. Ada kumisnya di kanan kiri hidung, di
kedua pipinya ada tulisan 'monyet' dan 'babi', semua ini dilakukan oleh Han
Lojin dengan kecepatan luar biasa.
Hay Hay
sendiri kini bahkan terkejut. Kiranya pada saat mengadu kepandaian dengannya,
Han Lojin agaknya belum mengeluarkan semua ilmunya! Baru ilmu memainkan mouw-pit
ini saja sudah dapat menuliskan huruf-huruf di muka lawan yang juga bukan orang
lemah, sungguh merupakan ilmu yang hebat!
Akhirnya
sebuah tendangan kaki kiri Han Lojin mencium lutut Kim San, membuat Ketua
Kui-kok-pang itu terjatuh berlutut. Han Lojin lalu mengeluarkan suara ketawa
panjang dan tubuhnya melayang jauh meninggalkan tempat itu. Hay Hay cepat
membayangi dari jauh.
Ketika pada
hari itu Han Lojin menghadap Menteri Cang, diam-diam Hay Hay juga terus
membayangi. Dengan kepandaiannya yang sangat tinggi, dia dapat menyusup ke
dalam dan ketika dia melihat bahwa di situ hadir pula Hui Lian, Su Kiat, Kui
Hong, Ling Ling, Can Sun Hok, dan masih banyak lagi para pendekar dari berbagai
golongan, Hay Hay segera mengundurkan diri. Terlalu berbahaya bila dia
memperlihatkan diri, apa lagi di situ terdapat pula orang-orang Bu-tong-pai
yang tentu tak akan mau melepaskannya. Dia hanya dapat melakukan pengintaian
dari jauh saja.
Akhirnya Hay
Hay meninggalkan tempat yang dijadikan markas sementara oleh pasukan pemerintah
yang dipimpin langsung oleh Menteri Cang. Ketika dia melihat betapa pasukan
pemerintah yang dibagi menjadi tujuh kelompok mulai meninggalkan tempat itu
menuju ke sarang gerombolan pemberontak, tahulah dia bahwa penyerangan akan
dimulai. Dia akan membantu pasukan pemerintah dengan diam-diam.
Hay Hay
mengambil keputusan untuk mendahului pasukan itu, memasuki perkampungan
pemberontak. Terutama sekali dia harus dapat menemui Sim Ki Liong untuk
dipaksanya mengaku tentang peristiwa di dalam taman pada malam hari itu,
mengaku bahwa Sim Ki Liong sudah menyamar sebagai dia, menggauli Pek Eng yang
mengira bahwa pemuda itu adalah dirinya.
***************
Perhitungan
Mulana tentang diri saudara kembarnya memang tepat sekali. Kulana adalah seorang
yang amat cerdik, juga dia seorang ahli siasat perang yang lihai. Maka tentu
saja dia dapat memperhitungkan siasat yang akan diambil oleh pimpinan pasukan
pemerintah yang menjadi musuhnya.
"Biarkan
saja mereka datang mengepung kita," katanya tenang kepada Lam-hai Giam-lo
dan para pembantunya ketika mereka mengadakan perundingan. "Kita akan
menghadapi mereka, dan percayalah kita akan dapat menghancurkan mereka,
membinasakan mereka sampai tidak ada seorang pun di antara mereka akan mampu
lolos!"
"Akan
tetapi jumlah pasukan mereka lebih besar dari pada pasukan kita!" seru Sim
Ki Liong sangsi. "Mereka dibantu pula oleh orang-orang yang mempunyai
kepandaian tinggi! Tang Hay itu tentu berada di antara mereka, juga Han
Lojin."
Kulana
tersenyum. "Jangan khawatir. Siasat kita hendak menggunakan jalan terusan
itu tentu sudah mereka perhitungkan pula dan biarlah mereka mengerahkan semua
kekuatan di jalan terusan itu. Aku akan menggunakan akal dan memancing supaya
semua pasukan musuh berkumpul di jalan terusan itu, lantas di sanalah aku akan
menghancurkan mereka semua!"
Agaknya
Kulana masih tetap merahasiakan siasatnya yang terakhir ini karena dia belum
percaya sepenuhnya kepada para pembantu Lam-hai Giam-lo yang terdiri dari para
tokoh sesat itu. Orang-orang seperti itu sukar untuk dipercaya, begitu pendapat
Kulana. Rahasia penting tidak akan aman berada di tangan mereka yang tentu suka
menjual rahasia apa pun demi keuntungan sendiri.
Akan tetapi
secara diam-diam dia sudah mempersiapkan dan mengatur siasatnya itu, dan untuk
keperluan itu dia menggunakan orang-orangnya sendiri, pelayan-pelayan yang bisa
dipercayanya. Ia hanya mengingatkan pada semua perwira pasukan pemberontak
bahwa begitu dia memberi tanda dengan tiga kali tiupan terompet yang suaranya
khas, semua pasukan harus segera ditarik meninggalkan jalan terusan, membiarkan
musuh berkumpul di antara dua bukit itu. Hal ini diperingatkannya berulang
kali, dan hanya kepada Lam-hai Giam-lo seoranglah dia menjelaskan siasatnya
yang terakhir itu, yaitu akan meledakkan dinding bukit untuk menyerang musuh.
***************
Dua hari
sebelum malam bulan purnama tiba, malam itu cukup terang dengan bulan yang dua
hari lagi akan penuh. Malam yang indah dan amat cerah, namun sunyi menyeramkan
di Lembah Yang-ce di Pegunungan Yunan yang menjadi sarang para pemberontak itu.
Tempat itu
sunyi seakan-akan sudah ditinggalkan oleh para pemberontak. Padahal setiap
orang pemberontak sudah menanti dengan jantung berdebar tegang karena mereka
telah diberi tahu oleh Kulana bahwa malam itu mereka akan menyambut serbuan
musuh di luar jalan terusan.
Sebagian
dari mereka telah membentuk barisan pendam di luar jalan terusan, dan barisan
pendam ini dipimpin sendiri oleh Lam-hai Giam-lo, dibantu oleh Sim Ki Liong
yang menjadi orang kepercayaan bengcu itu. Ada pun pasukan yang menyambut musuh
dipimpin oleh para tokoh yang lain, di antaranya Ji Sun Bi, Min-san Mo-ko, Kim
San, Hek-hiat Mo-ko, serta para tosu Pek-lian-kauw dan dipimpin sendiri oleh
Kulana.
Sunyi sekali
suasana di sarang para pemberontak itu sampai ke jalan terusan. Menjelang
tengah malam, di bawah sinar mata para pimpinan pasukan yang mengintai dari
tempat persembunyian mereka, tampak Kulana sendiri muncul keluar ke atas sebuah
batu besar. Dari atas batu itu dia dapat melihat ke arah jalan terusan di bawah
sana.
Kulana
mengenakan pakaian longgar serba putih dengan potongan seperti jubah pendeta.
Rambutnya dibiarkan riap-riapan sehingga dia terlihat seperti seorang pendeta
yang aneh dan sikapnya menyeramkan. Sepasang matanya mengeluarkan sinar kilat
mencorong dan mukanya yang tertimpa sinar bulan itu nampak kehijauan.
Di tangan
kirinya terdapat seuntai tasbeh, ada pun tangan kanannya memegang sebatang
pedang telanjang yang mengeluarkan sinar berkilauan. Dia lalu duduk bersila di
atas batu itu, menghadap ke utara, ke arah datangnya serangan musuh yang sedang
ditunggu.
Malam
berjalan terus dan bulan sudah condong ke barat. Cuaca mulai remang-remang,
kemudian muncul sinar kemerahan di ufuk timur, sinar yang meski pun masih
kemerahan tetapi telah nampak kekuatannya sehingga memudarkan sinar bulan.
Itulah sinar matahari yang mulai menyapu kegelapan di kaki langit sebelah
timur.
Dalam
kesunyian malam menjelang pagi itu tiba-tiba terdengar bunyi terompet
melengking panjang. Itulah tanda yang dinanti-nantikan oleh pasukan
pemberontak. Bunyi terompet itu merupakan tanda bahwa pasukan musuh telah
datang dan tiba di perbatasan yang sudah mereka tentukan.
Tubuh yang
tadinya duduk bersila itu kini tiba-tiba bangkit berdiri perlahan-lahan. Kulana
mengacungkan pedang telanjang itu ke atas, kemudian menuding ke arah utara,
tasbeh di tangan kiri berputar-putar dan mulutnya berkemak-kemik, sementara
sepasang matanya terpejam untuk beberapa lamanya. Sesudah kedua mata itu
terbuka, orang akan merasa terkejut dan ngeri karena mata itu kini mengeluarkan
sinar yang sangat liar menakutkan, kehijauan seperti mata seekor harimau yang
marah.
Saat
bertemunya kedua pasukan yang bermusuhan itu pun ditunggu dengan hati tegang
oleh pasukan kerajaan yang berbaris maju dengan penuh semangat. Sekarang
pasukan itu tiba di perbatasan, dan jalan terusan yang diapit-apit dinding
bukit itu sudah kelihatan dari tempat ketinggian itu, di bawah cahaya bulan
yarig mulai pudar oleh sinar matahari merah. Didampingi Mulana, Menteri Cang
sendiri berdiri di atas batu besar sambil meneliti tempat itu dari jauh.
"Itukah
jalan terusan yang dimaksudkan?" tanya Menteri Cang, dan diam-diam dia
mulai percaya akan gambar peta yang diterimanya dari Han Lojin. Agaknya orang
aneh itu tidak berbohong atau berkhianat, pikirnya.
Mulana mengangguk,
"Benar, Taijin. Dan lihat, betapa sunyinya. Jika menurut sepatutnya, para
pemberontak tentu sudah tahu akan kedatangan pasukan kita, namun kenyataannya
sunyi saja. Oleh karena itu, tidak salah lagi, mereka sedang mempergunakan
siasat dan kini mereka pasti sedang menanti kita. Kita harus bersikap hati-hati
dan biarkan pasukan terus maju, saya akan berada di depan dengan para pembantu
saya, menghadapi segala kemungkinan."
Menteri Cang
mengangguk lalu memberi isyarat supaya pasukan yang untuk sementara dihentikan
itu bergerak lagi, menuju ke arah jalan terusan yang dari situ agak menurun
itu. Mulana dan belasan orang pembantunya berada paling depan, menuntun tiga
ekor anjing hitam mendahului pasukan. Di belakangnya nampak para pendekar yang
dipelopori oleh Can Sun Hok dan Cia Ling lalu para tokoh partai persilatan
besar. Semua orang bersiap siaga dan waspada, maklum bahwa sewaktu-waktu pihak
musuh tentu akan muncul dan menyambut mereka.
Ketika ujung
jalan terusan itu tinggal beberapa puluh meter lagi, Mulana memberi isyarat
agar pasukan berhenti melangkah. Dia sendiri bersama belasan orang pembantunya
yang membawa ember melangkah maju mendekati ujung jalan terusan......
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment