Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Pendekar Mata Keranjang
Jilid 26
DIAM-DIAM
Pek Eng merasa kagum dan heran. Melihat para penjaga itu, perabot rumah yang
mewah, serta para pelayan ini, sepantasnya orang yang berjuluk Lam-hai Giam-lo
adalah seorang bangsawan tinggi, seorang pembesar tinggi atau seorang yang kaya
raya!
"Ngo-wi,
(Anda Berlima) diminta untuk menanti Bengcu di kamar tunggu," kata seorang
di antara lima gadis pelayan itu.
Lam-hai
Giam-lo memang cerdik. Dia menyuruh semua pelayan dan anak buahnya untuk
menyebut bengcu (pemimpin rakyat) kepadanya supaya sebutan ini melekat pada
dirinya sehingga setiap orang akan menganggap dia seorang pemimpin besar rakyat
yang kelak tentu saja pantas untuk menjadi kaisar apa bila gerakannya berhasil.
Dua pasang
suami isteri iblis itu tidak merasa heran mendengar ucapan gadis pelayan itu,
akan tetapi Pek Eng merasa kagum sekali. Hebat juga orang yang menjadi pimpinan
itu, lebih dahulu sudah mengetahui akan kedatangan mereka berlima.
Dia tidak
tahu bahwa memang Lam-hai Giam-lo memasang banyak sekali mata-mata dan
penyelidik sehingga begitu memasuki daerah itu, kedatangan mereka telah
diketahui para penyelidik yang langsung melaporkan kepada Lam-hai Giam-lo bahwa
dua pasang suami isteri iblis yang menjadi pembantu-pembantunya itu datang
berkunjung bersama seorang gadis yang tidak dikenal.
Ruangan tamu
itu luas sekali. Terdapat banyak kursi di situ, mepet di dinding yang dihiasi
lukisan-lukisan dan tulisan-tulisan indah. Pada sudut ruangan itu terdapat
pot-pot tanaman yang menyegarkan. Ruangan tamu itu tentu akan dapat menampung
ratusan orang tamu.
Dua orang
pelayan wanita keluar membawa arak dan air teh, dihidangkan di atas meja di
depan lima orang tamu yang menunggu itu. Dari gerakan mereka yang cekatan dan
gesit, Pek Eng bisa menduga bahwa para pelayan itu tentu memiliki ilmu silat
yang cukup baik. Tanpa kata mereka menghidangkan minuman, lalu pergi lagi
meninggalkan ruangan yang kembali menjadi sunyi. Tak lama kemudian muncul
seorang gadis pelayan lainnya di pintu tembusan dan berseru dengan suaranya
yang halus.
"Bengcu
datang!" Kemudian dengan sikap hormat pelayan itu berdiri di samping
sambil membungkuk.
Dua pasang
suami isteri bangkit berdiri dan melihat ini, tanpa disuruh lagi Pek Eng juga
bangkit berdiri. Bukan sekedar ikut menghormat, akan tetapi terutama sekali
untuk dapat melihat dengan jelas bagaimana keadaan orang yang agaknya amat
penting dan berkuasa itu.
Pada waktu
Lam-hai Giam-lo muncul di pintu tembusan itu, Pek Eng memandang penuh perhatian
dan dia tak dapat menahan ketawanya karena hatinya merasa geli bukan main
seperti digelitik. Orang yang disebut Malaikat Elmaut Laut Selatan itu, yang
amat ditakuti dan dihormati oleh orang-orang sakti seperti dua pasang suami
isteri iblis ini, dan memiliki rumah besar seperti istana pembesar tinggi,
ternyata hanyalah seorang kakek yang lucu sekali.
Usianya
tentu kurang lebih enam puluh tahun. Mukanya sangat lucu seperti muka kuda, dan
matanya sipit hingga seperti terpejam, telinganya berdaun lebar dan tubuhnya
tinggi kurus, ditambah lagi saat melangkah, kakinya agak terpincang!
Melihat
bentuk wajah dan tubuhnya orang ini, dia lebih pantas menjadi seorang pengemis yang
cacat tubuhnya. Akan tetapi pakaiannya sangat mewah, berkembang-kembang, dan
kepalanya yang hanya ditumbuhi sedikit rambut itu mengenakan sebuah topi sutera
yang berhias bulu burung amat indahnya.
Melihat
gadis yang tak dikenalnya itu tertawa biar pun ditahannya, Lam hai Giam-lo yang
sudah berjalan menghampiri itu mendadak menggerakkan tangan kanannya dan...
lengan itu mulur lalu sekali jari tangannya bergerak, dia sudah menangkap leher
baju Pek Eng di bagian tengkuk dan gadis itu tiba-tiba merasa betapa tubuhnya
terangkat ke atas!
Pek Eng yang
tadinya tertawa geli itu terkejut bukan main. Orang yang wajahnya seperti kuda
itu dapat menangkapnya semudah itu, hanya ibu jari dan jari telunjuk menjepit
leher bajunya di tengkuk dan mengangkatnya, padahal orang itu berdiri dalam
jarak dua meter darinya. Lengan itu dapat mulur panjang!
"Mengapa
engkau tertawa?"
Terdengar
suara Lam-hai Giam-lo dan Pek Eng yang sudah terkejut itu menjadi semakin ngeri
mendengar suara kakek ini seperti ringkik kuda, pecah dan parau!
Pek Eng
memang cerdik. Walau pun dia terkejut setengah mati dan merasa ngeri ketika
tubuhnya yang diangkat itu kini didekatkan sehingga dia bisa memandang wajah
aneh itu dari jarak dekat, namun dia dapat menekan rasa takutnya dan dia malah
tesenyum.
"Kakek
yang baik, engkaukah bengcu yang dijuluki Lam-hai Giam-lo? Ketika dua pasang
suami isteri iblis itu membawaku ke sini dan mendengar namamu, aku merasa
ketakutan setengah mati, mengira bahwa sesuai dengan julukanmu, engkau tentulah
seorang kakek yang bertubuh raksasa dan berwajah menakutkan dan kejam sekali.
Akan tetapi apa yang kulihat? Engkau sama sekali tidak menakutkan, tidak
terlihat kejam, bahkan nampak baik hati walau pun berbeda dengan orang-orang
biasa. Aku tertawa karena hatiku lega."
Mendengar
ini Lam-hai Giam-lo tersenyum, dan lenyaplah sinar mencorong dari matanya.
Kalau saja Pek Eng keliru berbicara sedikit saja, tentu sekali banting gadis
itu akan tewas seketika! Lengan itu mulur kembali, kemudian Pek Eng mendapatkan
dirinya diturunkan di tempat tadi, di antara dua pasang suami istri yang masih
berdiri dengan sikap hormat itu.
"Siapa
yang membawa gadis ini ke sini dan siapa dia?" Suaranya yang parau dan
pecah itu pendek-pendek saja namun mengandung wibawa menakutkan.
Kini Siangkoan
Leng yang menjawab dan terdengar sungguh aneh oleh Pek Eng karena suara kakek
yang amat lihai ini terdengar agak gemetar dan sikapnya seperti orang yang
ketakutan.
"Kami
berdua yang membawanya ke sini. Harap Bengcu ketahui bahwa gadis ini adalah
adik dari Pek Han Siong dan dia bernama Pek Eng..."
"Aku
tidak mengenal dan tidak peduli akan nama-nama itu!"
Lam-hai
Giam-lo memotong singkat dan ketus. Memang beberapa tahun yang lampau dia
adalah seorang laki-laki yang memiliki kelemahan terhadap wanita muda dan
cantik, akan tetapi sekarang, setelah dia mempunyai ambisi yang lebih tinggi
dan setiap hari dikelilingi para pelayan wanita yang muda dan cantik, yang
setiap waktu siap untuk melayani dan menyenangkan hatinya, dia tidak tertarik
kepada Pek Eng biar pun gadis ini masih muda dan cukup cantik manis.
Mendengar
ucapan ini dan melihat sikap pemimpin mereka yang nampak kurang senang,
Siangkoan Leng menjadi semakin gelisah. Isterinya, Ma Kim Li cepat menyambung
untuk membantu suaminya. "Bengcu, tadinya kami juga hendak membunuh gadis
ini, akan tetapi kami dicegah oleh suami isteri Goa Iblis, dan mereka
menganjurkan agar gadis ini kami haturkan kepada Bengcu."
Dengan
matanya yang sipit akan tetapi kadang-kadang dari garis yang sempit itu keluar
cahaya mencorong laksana mata kucing di kegelapan, Lam-hai Giam-lo kini
memandang kepada suami isteri Goa Iblis Pantai Selatan. Tanpa bertanya pun
sikapnya sudah jelas, minta penjelasan dari mereka.
Tong Ci Ki
mewakili suaminya berkata, "Harap Bengcu tidak mendengarkan ucapan Ma Kim
Li yang ingin menimpakan kesalahan kepada kami. Adalah menjadi keinginan kami
berempat bahwa gadis ini dihadapkan kepada Bengcu, walau pun yang menangkapnya
adalah Lam-hai Siang-mo. Kami menduga bahwa Bengcu tentu akan tertarik,
mengingat bahwa gadis ini adalah adik dari Pek Han Siong yang terkenal sebagai
Sin-tong dan dulu pernah diperebutkan, bahkan dicari oleh para pendeta Lama di
Tibet."
Lam-hai
Giam-lo mengerutkan alis dan sepasang matanya agak melebar sehingga makin
nampaklah biji mata yang mengeluarkan sinar kehijauan itu, "Kita bukan
anak-anak kecil yang mempercayai ketahyulan para pendeta Lama. Kita mempunyai
cita-cita yang lebih tinggi! Aku tidak peduli dengan segala macam
Sin-tong!"
"Bagus
sekali!" Tiba-tiba Pek Eng berseru sambil mengangkat kedua tangannya ke
atas. "Sudah kuduga bahwa Bengcu adalah orang yang amat bijaksana, pintar
dan tidak tahyul atau bodoh seperti dua pasang suami isteri iblis ini! Kakakku
Pek Han Siong adalah orang biasa, bagaimana bisa disebut Sin-tong? Sin-tong
atau orang-orang besar lainnya adalah orang-orang yang diciptakan Tuhan untuk
menjadi lain dari pada orang biasa, maka tentu juga memiliki kelainan dalam
bentuknya. Akan tetapi kakakku orang biasa saja, pemuda biasa yang tiada
bedanya dengan orang lain. Berbeda dengan Bengcu, misalnya. Bengcu telah
diciptakan oleh Tuhan dalam bentuk yang lain dari pada manusia umumnya, karena
itu dapat menjadi Bengcu, bahkan pantas untuk menjadi kaisar sekali pun!"
Gadis ini
memang asal bicara saja untuk menyenangkan hati pemimpin kaum sesat yang amat
mengerikan itu, juga agar kakek itu tidak tertarik kepada kakaknya. Dia pun
kagum sekali dengan kepandaian Lam-hai Giam-lo yang luar biasa. Meski pun dia
belum melihat seluruh kepandaiannya, baru melihat cara kakek itu tadi
menangkapnya saja, akan tetapi sudah membuktikan bahwa kakek itu memang sakti
bukan main. Juga sikap empat orang datuk itu membuktikan bahwa Bengcu itu amat
ditakuti, maka dapat dibayangkan betapa hebat kepandaiannya. Mendadak saja
timbul suatu keinginan di hati Pek Eng. Kalau saja dia dapat menjadi murid
kakek sakti ini!
Ucapan yang
hanya ngawur itu ternyata amat mengena di hati Lam-hai Giam-lo. Dia amat
terkesan ketika mendengar bahwa gadis itu menganggap dia seorang manusia luar
biasa, yang secara istimewa diciptakan Tuhan untuk menjadi kaisar!
"Nona
kecil, siapakah namamu tadi?" Tiba-tiba Bengcu itu bertanya, suaranya
terdengar ramah sehingga dua pasang suami isteri itu terkejut, heran dan juga
merasa lega. Suara itu menunjukkan bahwa pemimpin mereka itu tidak marah lagi.
"Bengcu,
namaku adalah Pek Eng."
鈥淧ek Eng, keberanianmu sangat menyenangkan hatiku. Sekarang engkau telah
berada di sini, sebelum engkau kubebaskan dan boleh pergi dari sini, kau dapat
mengajukan satu permintaan kepadaku, tentu akan kupenuhi."
Mendengar
ini, dua pasang suami isteri itu terkejut dan heran. Mereka memang merasa lega,
akan tetapi terheran-heran karena belum pernah mereka melihat Lam-hai Giam-lo
begini ramah dan pemurah terhadap seseorang yang sama sekali asing, kecuali
terhadap para pembantunya.
Pertanyaan
yang tidak diduga-duga oleh Pek Eng itu membuat gadis ini merasa terkejut dan
heran pula. Akan tetapi tanpa ragu-ragu lagi dia pun cepat menjawab,
"Bengcu, aku percaya sepenuh hatiku bahwa seorang yang hebat seperti
engkau ini, seorang Bengcu yang berkedudukan tinggi..."
"...juga
seorang calon kaisar...," kata bengcu itu dengan gembira.
Tanpa
memperlihatkan keheranannya karena kini dia pun mengerti bahwa kebaikan sikap
bengcu itu adalah karena kata-katanya tadi, maka dia lalu melanjutkan,
"...ya,
sebagai seorang calon kaisar, tentu engkau akan memegang teguh kata-kata yang
sudah dikeluarkan. Bengcu, ada sebuah permintaan yang kuajukan kepadamu, yaitu
aku minta agar engkau menerima aku menjadi muridmu!"
Kembali dua
pasang suami isteri iblis itu terkejut melihat keberanian anak perempuan itu.
Anak ini sudah beruntung sekali diberi kebebasan, pikir mereka. Masa masih
minta agar diterima sebagai murid? Mereka tahu bahwa bengcu itu tidak pernah
menerima murid.
Kini
sepasang mata yang sipit itu membuka, dan mulut yang bentuknya maju ke depan
seperti mulut kuda itu pun mengeluarkan suara ketawa yang mirip bunyi ringkik
seekor kuda. "Hieeh-he-he! Engkau memang anak yang pintar sekali, Eng Eng!
Mulai sekarang, engkau adalah muridku dan engkau tidak akan kecewa karena akan
kuturunkan ilmu-ilmu pilihan untuk kau pelajari, bahkan engkau kuanggap sebagai
puteriku sendiri!"
"Terima
kasih atas kemurahan hati Bengcu!" kata Pek Eng dan dia pun segera memberi
hormat.
"Ha-ha-ha,
peruntungan bagus sekali, Nona!" kata Siangkoan Leng, gembira juga karena
pemimpin itu tidak jadi marah kepadanya.
"Engkau
membuat kami merasa iri, Nona," kata pula Kwee Siong. "Akan tetapi
mengapa engkau tidak menyebut suhu atau ayah kepada Bengcu?"
Dengan sikap
bersungguh-sungguh Pek Eng berkata, "Bengcu akan merasa lebih senang kalau
dipanggil Bengcu, karena memang dia seorang pemimpin besar rakyat yang kelak
akan menjadi kaisar. Kalau kupanggil ayah, aku sendiri masih mempunyai seorang
ayah kandung, jadi seolah-olah membandingkan dia sederajat dengan orang lain.
Kalau suhu, kiranya tidak patut seorang calon kaisar disebut suhu! Bukankah
begitu, Bengcu?"
Lam-hai
Giam-lo mengangguk-angguk dan kembali dia berkata kepada dua pasang suami
isteri itu. "Sekarang kalian berempat boleh memberi laporan. Dan engkau,
Eng Eng, kau duduk di sini di samping Ayah!"
Dua pasang
suami isteri iblis itu lalu membari laporan mengenai hasil tugas mereka dan
Lam-hai Giam-lo mengangguk-angguk gembira ketika mendengar betapa mereka
berhasil membujuk banyak orang kang-ouw untuk mengakuinya sebagai bengcu.
Sesudah mereka selesai dengan laporan mereka, dia pun berkata,
"Kalian
tunggu di sini, yang lainnya belum pulang dari tugas. Dan pada pertengahan
bulan nanti, di waktu bulan purnama, akan berkunjung orang-orang penting.
Buatlah persiapan untuk sebuah pesta besar karena kalau mereka datang semua,
sedikitnya akan hadir lima belas orang. Mari, Eng Eng, mari kau ikut aku ke
kebun belakang, aku sudah ingin sekali menguji kepandaianmu agar aku tahu sampai
di mana tingkatmu."
Gadis itu
lalu mengikuti kakek itu dengan hati girang. Tidak disangkanya bahwa nasibnya
bisa berubah demikian baiknya. Setelah menjadi tawanan Lam-hai Siang-mo yang
nyaris membunuhnya dan dibawa kepada datuk besar pemimpin para tokoh sesat yang
sangat lihai, dia tidak diganggu, tidak dibunuh bahkan diangkat menjadi murid
dan anak angkat!
Kebun itu
luas sekali, ditanami pohon-pohon buah, sayur-sayuran, dan sebagian dijadikan
taman bunga. Di tengah kebun itu terdapat petak rumput yang cukup luas dan
memang enak sekali dipakai untuk berlatih silat. Setelah tiba di situ, Lam-hai
Giam-lo duduk bersila di atas batu hitam yang bentuknya seperti piring, lalu
berkata,
"Nah,
sekarang perlihatkan kepandaianmu!"
"Bengcu,
aku hanya mempelajari ilmu silat yang dangkal saja, harap jangan ditertawakan
dan suka memberi petunjuk!" kata Pek Eng, sikapnya lincah tetapi tetap
menghormat tak berlebihan. Sikapnya tampak akrab seolah-olah memang telah
bertahun-tahun dia menjadi murid dan anak angkat iblis itu.
Pek Eng lalu
bersilat. Ia mengeluarkan semua kepandaiannya dan mengerahkan seluruh tenaganya
sehingga tubuhnya berkelebatan cepat sekali, pukulan dan tendangan kakinya
mengeluarkan suara angin menyambar-nyambar. Setelah selesai bersilat tangan kosong,
dia lalu mengambil ranting dan menggunakannya sebagai pedang untuk bersilat
pedang.
Lam-hai
Giam-lo mengangguk-angguk. "Hemm, ilmu silatmu sudah lumayan, akan tetapi
masih jauh kalau dibandingkan dengan tingkat para pembantuku. Aku akan
menurunkan beberapa ilmu silat pilihanku saja, tapi jika engkau sudah menguasai
ilmu-ilmu itu, kiranya para pembantuku sendiri akan sukar untuk
mengalahkanmu."
"Bengcu,
menghadapi salah seorang di antara dua pasang suami isteri itu saja aku tidak
mampu berbuat banyak!"
"He-heh-heh,
tentu saja dalam keadaanmu sekarang. Akan tetapi tunggu paling lama satu tahun
lagi, engkau sudah akan mampu mengalahkan seorang di antara mereka. Eng Eng,
sekarang ceritakan, mengapa engkau meninggalkan rumah orang tuamu sampai engkau
tertawan oleh Lam-hai Siang-mo?"
Ditanya
demikian secara tiba-tiba, Pek Eng terkejut. Akan tetapi dia tidak mejadi
gugup, bahkan tiba-tiba saja dia dapat memaksa perasaannya sehingga kedua
matanya menjadi basah dengan air mata! Tidak sukar baginya untuk membuat
hatinya berduka. Begitu dia mengingat keputusan orang tuanya bahwa dia
dijodohkan dengan Song Bu Hok, hatinya seperti ditusuk dan air mata pun amat
mudah keluar membasahi matanya.
"Ehh,
engkau menangis?" tanya Lam-hai Giam-lo.
Pertanyaan
ini mendorong air mata Pek Eng keluar semakin banyak lagi dan sekali ini dia
benar-benar menangis, bukan bersandiwara lagi. Dia teringat betapa usahanya
mencari Pek Han Siong dan Hay Hay mengalami kegagalan, juga dia teringat
tentang pertunangan yang tidak disetujuinya itu sehingga dia tidak ingin
kembali ke rumah orang tuanya.
"Bengcu,"
katanya sesudah dia dapat menahan tangisnya, memandang kepada kakek itu dengan
mata agak kemerahan dan kedua pipi basah oleh air mata. Kini, sesudah merasa
menjadi murid kakek itu, wajah yang bentuknya aneh dan menakutkan itu baginya
tak lagi kelihatan menyeramkan.
"Sesungguhnya
aku meninggalkan rumah orang tuaku tanpa pamit."
Kakek itu
tertawa bergelak, agaknya senang sekali mendengar ulah muridnya. Bagi dia,
sikap ugal-ugalan itu malah menarik dan menyenangkan!
"Kenapa
engkau minggat?"
"Aku
dipaksa untuk dijodohkan dengan seorang pemuda yang tidak kusukai, orang tuaku
telah menerima lamaran keluarga Song. Aku lalu lari meninggalkan rumah untuk
mencari kakak kandungku yang bernama Pek Han Siong."
"Di
mana adanya kakakmu itu?"
Pek Eng
langsung merasa menyesal menyebut nama kakaknya. Kalau sampai gurunya ini
tertarik pula kepada Sing-tong, jangan-jangan kakaknya malah akan terancam
bahaya. "Aku tidak tahu, Bengcu. Aku mencarinya dengan ngawur saja. Akan
tetapi..." Ia teringat akan sebuah kesempatan yang baik dan juga untuk
mengalihkan percakapan, "...maukah Bengcu mendatangi keluarga Song untuk
membatalkan perjodohan itu? Sebagai guru dan ayah angkatku, tentu Bengcu barhak
mengurus diriku dan membatalkan ikatan jodoh itu!"
"Di
mana tinggalnya keluarga Song itu?"
"Ayah
pemuda itu adalah ketua Kang-jiu-pang di kota Cin-an, bernama Song Un Tek dan
pemuda itu bernama Song Bu Hok. Bengcu, marilah kita ke sana dan kau batalkan
ikatan jodoh itu!"
Lam-hai
Giam-lo tersenyum menyeringai dan suara ringkik kuda itu menunjukkan bahwa dia
tertawa. "Tidak perlu aku sendiri yang ke sana. Cin-an tidak dekat dan
kalau aku yang pergi ke sana, akan makan waktu lama sehingga pekerjaan di sini
dapat terbengkalai..."
"Aihh,
kalau begitu Bengcu hanya pura-pura saja suka kepadaku, mengangkatku sebagai
murid dan bahkan anak!" Pek Eng berkata sambil cemberut dan memperlihatkan
muka kecewa.
"Heh-heh,
bukan begitu, muridku yang baik! Aku sendiri tidak dapat pergi ke Cin-an, akan
tetapi apa sukarnya membatalkan ikatan perdojohan yang tak kau sukai itu?
Pembantuku cukup banyak, dan kalau mau selamat, Kang-jiu-pang harus mentaati
perintahku. Jangan khawatir, muridku, anakku, ikatan perjodohan itu batal
sudah, heh-heh-heh!"
Ucapan
Lam-hai Giam-lo ini bukan sekedar membual belaka sebab pada hari itu juga dia
mengutus Lam-hai Siang-mo, suami isteri yang menjadi orang-orang kepercayaannya
itu untuk pergi ke Cian-an, berkunjng ke perkumpulan Kang-jiu-pang dan menemui
ketuanya untuk membatalkan ikatan jodoh antara Pek Eng dan Song Bu Hok.
Giranglah
hati Pek Eng karena dia yakin bahwa suami isteri iblis yang amat lihai itu
tentu akan dapat memaksa keluarga Song untuk membatalkan atau memutuskan ikatan
jodoh yang tidak dikehendakinya itu. Dia pun semakin suka kepada gurunya maka
mulailah dia melatih diri dengan tekun di bawah bimbingan Lam-hai Giam-lo.
Gadis ini memang pandai sekali membawa diri sehingga Lam-hai Giam-lo yang tidak
pernah mempunyai isteri atau anak itu menjadi semakin sayang dan menganggap Pek
Eng seperti anaknya sendiri.
***************
Pertengahan
bulan tiba dengan cepatnya, dan suami isteri Goa Iblis Pantai Selatan yang
bertugas jaga di luar segera melihat munculnya para rekannya, yaitu tokoh-tokoh
yang membantu gerakan Lam-hai Giam-lo. Berturut-turut datang Min-san Mo-ko,
Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi, Sim Ki Liong yang kini selalu berdua dengan Ji Sun Bi,
serta beberapa orang tosu Pek-lian-kauw. Kemudian bermunculan pula para tamu
yang sudah dinanti-nanti oleh Lam-hai Giam-lo.
Oleh karena
waktu yang ditentukan masih kurang satu hari lagi, maka ramailah keadaan di
tempat itu. Para tamu memperoleh kamar-kamar tamu yang banyak terdapat di rumah
besar itu dan dalam hal melayani para tamu itu, Lam-hai Giam-lo bersikap royal
sekali. Bukan hanya hidangan lezat yang dikirim kepada mereka di kamar
masing-masing, akan tetapi segala kebutuhan para tamu dipenuhi, dan mereka itu
dilayani laksana tamu-tamu agung saja sehingga para tamu itu merasa puas dan
gembira. Malam harinya disediakan hiburan berupa pertunjukan tarian dan
nyanyian yang berlangsung sampai jauh malam.
Pek Eng yang
kini sudah menjadi murid, bahkan anak angkat Lam-hai Giam-lo, tidak ikut
menyambut para tamu, bahkan tidak mencampuri kesibukan para pembantu gurunya
itu. Dia bersembunyi saja di kamarnya karena merasa tak suka melihat sikap para
pembantu gurunya.
Pada saat
dia diperkenalkan kepada semua pembantu gurunya, dan ketika diperkenalkan
kepada Sim Ki Liong, diam-diam dia terkejut dan merasa heran sekali bagaimana
seorang pemuda yang kelihatan begitu tampan, halus dan sama sekali tidak
mencerminkan watak jahat, dapat menjadi pembantu gurunya yang mengepalai para
tokoh sesat.
Pek Eng tahu
bahwa dia hidup di antara para datuk sesat, bahwa gurunya adalah seorang tokoh
besar golongan hitam. Akan tetapi dia tidak mempedulikan hal ini. Dia berada di
situ hanya karena ingin mempelajari ilmu silat tinggi dari Lam-hai Giam-lo dan
dia tidak akan mau mencampuri urusan persekutuan yang sedang dikerjakan oleh
gurunya beserta para pembantunya.
Pada
keesokan harinya, pagi-pagi sekali muncul Lam-hai Siang-mo yang disambut oleh
Lam-hai Giam-lo dan Pek Eng, lalu mereka bercakap-cakap di ruangan dalam,
berempat saja. Lam-hai Siang-mo, suami isteri iblis itu lalu menuturkan
pelaksanaan tugas mereka pergi berkunjung ke Cin-an, mencari perkumpulan
Kang-jiu-pang yang diketuai oleh Song Un Tek untuk membatalkan ikatan tali
perjodohan antara Pek Eng dan puteranya, Song Bu Hok.
Kedatangan
Lam-hai Siang-mo disambut keluarga itu dengan rasa heran karena mereka belum
pernah berjumpa dengan suami isteri iblis itu walau pun tentu saja mereka
pernah mendengar nama besar mereka. Song Un Tek, Ketua Kang-jiu-pang itu keluar
bersama adiknya, Song Un Sui dan puteranya Song Bu Hok, diikuti pula oleh dua
puluh orang lebih anggota Kang-jiu-pang. Dengan heran Song Un Tek menyambut
suami isteri itu yang tadi memperkenalkan diri kepada penjaga dan minta supaya
Ketua Kang-jiu-pang keluar untuk bicara dengan mereka.
Biar pun dia
adalah seorang ketua perkumpulan yang cukup terkenal, Song Un Tek yang sudah
mendengar bahwa yang datang adalah suami isteri yang sangat terkenal di dunia
kang-ouw, segera memberi hormat kepada mereka.
"Kami
merasa terhormat sekali menerima kunjungan Ji-wi yang nama besarnya telah kami
dengar. Akan tetapi, mari silakan masuk ke dalam dan duduk di ruangan tamu agar
kita dapat bicara dengan enak."
Suami isteri
itu tidak membalas penghormatan tuan rumah, lalu dengan sikap angkuh dan dingin
Singkoan Leng berkata. "Tidak usah masuk, di sini pun kita dapat
bicara!"
Melihat
sikap ini, keluarga Song sudah merasa tak suka, juga para anggota Kang-jiu-pang
menganggap bahwa dua orang tamu ini sangat kasar dan tidak menghargai sopan
santun sebagai tamu. Akan tetapi, Song-pangcu masih bersabar hati.
"Terserah
kepada Ji-wi kalau hendak bicara di sini saja. Nah, keperluan apakah yang Ji-wi
bawa sehingga memberi kehormatan kepada kami dengan kunjungan ini?"
"Song-pangcu,"
kata pula Songkoan Leng sambil memandang tajam. "Benarkah engkau mempunyai
seorang putera yang bernama Song Bu Hok, dan jika benar demikian, mana
dia?"
Melihat
sikap kedua orang tamu ini yang sama sekali tidak menghormati ayahnya, Song Bu
Hok berseru galak, "Akulah Song Bu Hok, kalian mau apa mencariku?!"
Siangkoan
Leng dan Ma Kim Li menoleh, dan kini Siangkoan Leng tersenyum mengejek.
"Ahh, kiranya engkau! Song-pangcu, apakah engkau masih sayang kepada
puteramu?"
Kembali dia
menghadapi ketua Kang-jiu-pang yang mengerutkan alisnya dengan perasaan heran,
akan tetapi juga khawatir karena melihat sikap dua orang tamunya, jelas bahwa
mereka datang tidak membawa niat yang baik.
"Sebenarnya,
apakah yang Ji-wi maksudkan ini? Kami tidak merasa mempunyai urusan dengan
Ji-wi. Harap memberi tahukan apa keperluan Jiwi datang berkunjung ke
sini," kata Song-pangcu, masih bersikap hormat walau pun dia juga waspada
terhadap kedua orang tamunya.
"Song-pangcu
tidak merasa mempunyai urusan dengan kami, akan tetapi kami memiliki urusan
dengan keluargamu. Kami datang untuk bicara tentang ikatan perjodohan antara
puteramu Song Bu Hok dengan Nona Pek Eng. Benarkah ada ikatan perjodohan
itu?"
"Benar,
akan tetapi ada apakah?" Song Un Tek bertanya heran.
Singkoan Leng
tersenyum. "Bagus! Kami datang untuk minta kepada keluarga Song agar
membatalkan atau memutuskan tali perjodohan itu!"
"Ahhhh...!"
Seruan ini keluar dari mulut keluarga Song, juga dari beberapa orang anggota
Kang-jiu-pang yang merasa terkejut sekali. Wajah Song Un Tek, menjadi merah
karena rasa amarah membakar hati mereka. Keraguan memenuhi hati Song-pangcu
pada waktu dia bertanya.
"Apakah
Ji-wi menjadi utusan dari keluarga Pek?"
Siangkoan
Leng menggelengkan kepalanya. "Kami adalah utusan dari Bengcu kami, yaitu
Lam-hai Giam-lo!"
Makin
kagetlah Song Un Tek dan Song Un Sui mendengar ini karena mereka juga sudah
mendengar akan nama Lam-hai Giam-lo yang akhir-akhir ini telah menggemparkan
dunia persilatan di bagian selatan.
"Apakah
hubungan antara Lam-hai Giam-lo dengan perjodohan putera kami?" kini Song
Un Sui yang galak bertanya dengan nada suara yang keras.
"Memang
tidak ada hubungannya dengan perjodohan anakmu, namun Bengcu kami tidak
menghendaki Nona Pek Eng berjodoh dengan Song Bu Hok!"
"Akan
tetapi, kami sudah menjalin ikatan perjodohan itu dengan keluarga Pek...!"
"Tidak
peduli! Sekarang Nona Pek telah menjadi murid dan juga anak angkat Bengcu, dan
Bengcu menghendaki agar pertalian ini batalkan dan diputuskan!"
Marahlah
Song Un Sui. "Hemm, Ji-wi sungguh terlalu. Bagaimana kalau kami tidak mau
membatalkan?"
"Uuhhh!
Siapa yang berani menentang perintah Bengcu akan kuhajar!"
Mendadak Ma
Kim Li sudah meloncat dan menerjang Song Un Sui dengan gerakan yang amat cepat.
Song Un Sui yang bertubuh gendut itu, menangkis kedua tangan lawan yang
mencengkeram ke arah kepala dan dadanya, sambil mengerahkan tenaga sin-kang.
"Dukkk!"
Dua pasang
lengan bertemu dan akibatnya, tubuh yang bulat seperti bola itu terjengkang dan
bergulingan. Melihat ini, Song Un Tek menjadi marah maka dia pun maju menyerang
Siangkoan Leng, ada pun Song Bu Hok menyerang Ma Kim Li. Tanpa diperintah lagi
para anggota Kang Jiu-pang juga sudah mencabut senjata mereka dan maju
mengeroyok.
Suami isteri
itu mengamuk, dikeroyok oleh dua puluh orang lebih, namun mereka sama sekali
tidak menjadi gentar. Dengan tangan kosong saja suami isteri itu berani
menangkis senjata tajam, menampar, ada pun kedua kaki mereka bergerak cepat
menendang, dan akibatnya, dalam waktu yang tidak terlalu lama, semua murid
Kang-jiu-pang terlempar ke kanan kiri dan hanya mengaduh-ngaduh, tidak mampu
bangkit kembali! Kini tinggal Song Un Tek yang melawan Singkoan Leng, sedangkan
Ma Kim Li dikeroyok oleh Song Un Sui dan Song Bu Hok.
Sesuai nama
perkumpulan yang dipimpinnya, yakni Kang-jiu-pang (Perkumpulan Tangan Baja),
tiga orang keluarga Song ini hanya mengandalkan kekuatan kedua tangan mereka
saja untuk menghadapi dua orang suami isteri yang amat lihai itu. Namun hanya
Ma Kim Li yang dapat ditahan oleh Song Un Sui dan Song Bu Hok. Dengan
pengeroyokan paman dan keponakan ini, Ma Kim Li bahkan agak terdesak. Akan
tetapi di lain pihak Song Un Tek terdesak hebat oleh Singkoan Leng karena tingkat
kepandaiannya memang masih kalah jauh.
Tiba-tiba Ma
Kim Li mengeluarkan lengking panjang lantas ada sinar hitam kecil meluncur dari
tangannya, disusul teriakan Song Bu Hok yang terpelanting roboh. Ternyata,
sesudah merasa terdesak wanita ini lalu menggunakan senjatanya yang paling dia
andalkan, yaitu jarum beracun! Memang hebat dan berbahaya sekali jarum beracun
ini dan sekali lepas, sebatang jarum sudah menembus baju pemuda itu dan
mengenai pundaknya, membuat dia seketika roboh dan pingsan!
Song Un Sui
terkejut sekali dan kesempatan selagi dia menengok ke arah keponakannya yang
roboh digunakan oleh Ma Kim Li untuk menghantam dadanya sehingga Si Gendut
bulat ini pun terpelanting roboh. Hampir pada saat itu juga, Song Un Tek juga
roboh oleh tendangan kaki Singkoan Leng!
Kini tidak
seorang pun dari Kang-jiu-pang dapat melawan lagi. Song Un Tek dan Song Un Sui
hanya dapat bangkit duduk lantas mereka berdua memandang dengan mata melotot
kepada Lam-hai Siang-mo. Kemudian Ma Kim Li mengeluarkan sebuah bungkusan kecil
dan melemparkannya kepada Song Un Tek sambil berkata,
"Hanya
obatku ini yang mampu mengembalikan nyawa anakmu, Pangcu. Sekali ini kami hanya
memberi peringatan, kalau kalian masih membangkang terhadap perintah Bengcu
kami dan tidak memutuskan ikatan perdojohan itu, lain kali aku datang mengambil
nyawa kalian sekeluarga!" Setelah berkata demikian, suami isteri itu
segera pergi meninggalkan tempat itu.
Demikianlah
laporan Lam-hai Siang-mo kepada Lam-hai Giam-lo dan Pek Eng yang sejak tadi
mendengarkan dengan hati gembira. Dia yakin bahwa keluarga Song itu tentu
segera membatalkan pertalian jodoh itu.
Kalau saja
dia tidak memesan kepada gurunya yang kemudian melanjutkan pesanan itu melalui
perintahnya kepada Lam-hai Siang-mo, tentu keluarga Song sudah dibunuh dan
dibasmi oleh suami isteri iblis itu! Dia memang telah memesan kepada gurunya
bahwa dia hanya menginginkan supaya pertalian jodoh itu dibatalkan, dan tidak
menghendaki terjadi pembunuhan atas diri keluarga Song.
***************
Ruangan yang
luas itu menampung para tamu yang sejak kemarin sudah berdatangan. Ada empat
belas orang jumlah tamu yang datang memenuhi undangan Lam-hai Giam-lo. Mereka
adalah para tokoh kang-ouw dan datuk-datuk golongan hitam yang telah terkenal
di dunia persilatan.
Kecuali
empat belas orang tamu ini, di sana hadir pula para pembantu Lam-hai Giam-lo
yang diandalkan, yaitu Lam-hai Song-mo, sepasang suami isteri Goa Iblis Pantai
Selatan, Min-san Mo-ko, Ji Sun Bi dan tidak ketinggalan pula Sim Ki Liong yang
sekarang bahkan telah dianggap pembantu terpandai oleh Lam-hai Giam-lo. Tentu
saja di antara para tamu itu terdapat tokoh-tokoh Pek-lian-kauw yang sudah
lebih dulu bersekutu dengan Lam-hai Giam-lo.
Setelah
membuka rapat dan mengucapkan selamat datang, lebih dahulu Lam-hai Giam-lo
minta pendapat para tamunya yang dihormati itu apakah mereka setuju kalau dia
menjadi bengcu dan memimpin mereka semua dalam suatu kelompok yang kuat.
Sebagian besar yang sudah mengenai dan tahu akan kelihaian Lam-hai Giam-lo
menyatakan setuju, akan tetapi ada beberapa orang yang merasa sangsi.
Seorang di
antara mereka segera bangkit berdiri. "Nanti dulu, Lam-hai Giam-lo,
sebelum kami bisa menerimamu sebagai Bengcu, lebih dulu aku ingin sekali
mengetahui mengapa engkau mempersatukan kita semua dan mengangkat dirimu
menjadi pemimpin."
Beberapa
orang yang tadi masih merasa sangsi mengangguk-angguk tanda setuju dengan
pernyataan ini dan Lam-hai Giam-lo melihat pula hal ini. Meski pun hatinya
merasa tidak senang, namun ketika melihat bahwa ada beberapa orang tokoh yang
masih sangsi, dia pun bersikap ramah. Dia memandang kepada orang yang
mengajukan pertanyaan tadi.
Orang itu
berusia kurang lebih lima puluh tahun dan bertubuh tinggai kurus. Akan tetapi
yang sangat mencolok adalah pakaiannya karena pakaian itu putih polos seperti
pakaian orang yang sedang berkabung. Akan tetapi semua orang yang hadir tahu
belaka bahwa dia bukanlah orang sembarangan. Dia bernama Kim San, Ketua dari
Kui-kok-pang.
Kui-kok-pang
(Perkumpulan Lembah Iblis) adalah perkumpulan golongan hitam yang amat terkenal
dan berada di Kui-san-kok, yaitu Lembah Iblis di Pegunungan Hong-san. Kim San
hendak melanjutkan pekerjaan yang dulu dilakukan kedua orang gurunya, yaitu
kakek dan nenek Kui-kok Siang-mo (Sepasang Iblis dari Kui-kok) yang mendirikan
Kui-kok-pang, dua orang tokoh yang termasuk dalam kelompok Cap-sha-kwi (Tiga
Belas Iblis). Seperti yang diceritakan dalam kisah Asmara Berdarah, kakek dan
nenek iblis ini tewas di tangan Ratu Iblis.
Seperti juga
mendiang kedua orang gurunya, selain berpakaian serba putih, Kim San atau
Kui-kok-pangcu (Ketua Kui-kok-pang) ini juga mempunyai wajah yang putih pucat
laksana wajah mayat. Tetapi hal ini bukan menjadi tanda bahwa dia mengidap
penyakit, melainkan karena dia telah menguasai ilmu sinkang yang luar biasa dan
membuat mukanya menjadi pucat dan putih.
"Keraguan
Kui-kok-pangcu dan pertanyaan tadi memang pantas karena agaknya engkau belum
mengerti akan maksud kami. Para saudara yang juga masih bersangsi hendaknya
suka mendengarkan baik-baik. Kini keadaan pemerintah sangat kuat dan para
pendekar menyembunyikan diri semua. Hal ini hanya menunjukkan bahwa kini
golongan kita dalam keadaan amat lemah sehingga dianggap tidak ada saja oleh
para pendekar sombong itu. Bukankah hal ini amat merendahkan martabat kita yang
dikenal sebagai golongan hitam? Dahulu kita pernah mengalami masa jaya, pada
saat Empat Setan memimpin dunia hitam dibantu oleh Tiga Belas Iblis. Kemudian
muncul Raja dan Ratu Iblis yang mengambil alih kekuasaan, akan tetapi malah
membawa kita ke dalam kehancuran."
Kui-kok-pangcu
mengangguk-angguk. Kedua orang gurunya itu pun tewas di tangan Ratu Iblis.
"Kalian
semua tentu tahu bahwa Empat Setan terdiri dari mendiang Guruku Lam Kwi Ong,
mendiang Susiok (Paman Guru) See Kwi Ong dan masih ada dua orang lagi, yaitu
Susiok Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi. Kedua orang susiok ini sekarang entah
berada di mana, namun kalau pun belum meninggal dunia tentu juga sudah amat tua
sehingga tidak dapat diharapkan lagi. Nah, sekarang tinggal aku seorang diri
yang menjadi penerus dari Empat Setan! Kini murid-murid Tiga Belas Iblis mulai
banyak disebut orang, di antaranya bahkan engkau sendiri, Kui-kok-pangcu, yang
merupakan murid dari mendiang Kui-kok Lo-mo dan Kui-kok Lo-bo, dua orang tokoh
Cap-sha-kwi (Tiga Belas Iblis). Sekarang kalau bukan aku yang memimpin, habis mau
siapa lagi? Dan kalau bukan kita bersama yang bangkit untuk memperoleh kembali
kejayaan masa dulu, siapa lagi?"
Pek Eng juga
hadir di situ. Sejak tadi dia hanya duduk di belakang kursi Lam-hai Giam-lo dan
tidak bicara, hanya mendengarkan saja dan dia merasa kagum kepada gurunya yang
demikian berwibawa dan ditakuti para tokoh yang aneh-aneh ini.
Hatinya lega
dan gembira bukan main mendengar laporan Lam-hai Siang-mo tadi bahwa ikatan
jodoh antara dia dan Song Bu Hok sudah dibikin putus! Dia tahu bahwa tentu
orang tuanya akan marah sekali, akan tetapi hal itu akan dihadapinya kelak.
yang penting, pihak keluarga Song sudah menerima pembatalan itu. Kini dia telah
bebas!
Kui-kok-pangcu
Kim San mengangguk-angguk setuju setelah mendengar ucapan Lam-hai Giam-lo. Akan
tetapi segera bangkit berdiri seorang lelaki berusia kurang lebih lima puluh
tahun yang bertubuh cebol, hanya setinggi leher Pek Eng, kepalanya kecil tapi
tubuhnya besar dan nampak kokoh kuat,. Suaranya juga kecil seperti kepalanya
ketika dia berkata lantang seperti tikus menjerit-jerit.
"Tetapi
apa maksudnya diadakan persekutuan ini? Apakah semua pekerjaan kita, baik itu
perampokan, pencurian, pembajakan, penguasaan tempat judi dan pelacuran, semua
itu harus dilakukan beramai-ramai? Kalau tidak ada tujuan yang jelas, tentu
saja aku merasa ragu-ragu untuk menggabungkan diri. Harus dilihat lebih dahulu
apakah penggabungan ini akan menguntungkan kita ataukah sebaliknya."
"Tentu
saja menguntungkan!" kata Lam-hai Giam-lo sambil memandang orang cebol
itu.
Si Cebol ini
pun bukan orang sembarangan karena dia terkenal dengan nama julukannya yang
menyeramkan, Hek-hiat Mo-ko (Iblis Berdarah Hitam)! Belasan tahun yang lampau
orang mengenal nama besar Hek-hiat Lo-mo dan Hek-hiat Lo-bo, cucu keponakan murid
dari iblis betina Hek-hiat Mo-li yang juga pernah menggemparkan dunia kang-ouw
puluhan tahun yang lalu.
Dan sekarang
keturunan terakhir yang mewarisi ilmu kepandaian mereka adalah Hek-hiat Mo-ko
inilah. Akan tetapi jangan menganggap ringan tubuhnya yang cebol, karena orang
ini telah mampu menguasai ilmu mukjijat sehingga mengakibatkan darahnya
benar-benar berwarna hitam, sesuai dengan julukannya.
"Tentu
saja menguntungkan, Hek-hiat Mo-ko," Lam-hai Giam-lo mengulang
kata-katanya kembali. "Kita masing-masing masih tetap mengurus pekerjaan
sendiri tanpa boleh saling mengganggu, bahkan dengan adanya penggabungan ini
maka kita dapat saling bantu bila mana menghadapi kesulitan. Kita juga dapat
menampung dana yang sewaktu-waktu bisa dipergunakan untuk membantu saudara kita
yang sedang dilanda kekurangan. Kalau kita bersatu dan memperlihatkan sikap
tegas, memiliki kekuatan besar, tentu pemerintah tidak akan berani menekan
kita, dan para pendekar pun tidak akan mampu berbuat seenaknya terhadap
kita."
"He-he-heh-heh!"
Hek-hiat Mo-ko terkekeh. "Tentu semua orang akan selalu mengatakan
kekurangan. Apakah kekayaanmu akan cukup untuk membantu mereka semua, Lam-hai
Giam-lo? Dana yang dibutuhkan akan amat besar untuk membantu saudara-saudara
kita yang kekurangan!"
"Tidak
usah khawatir!" kata Lam-hai Giam-lo dengan suaranya yang seperti ringkik
kuda, "Sumbangan akan mengalir dari mereka yang merasa diuntungkan oleh
persekutuan ini, lagi pula di sini sudah hadir seorang tamu agung yang
mempunyai kekayaan cukup besar untuk menjadi tulang punggung kita dalam hal
menghimpun dana. Perkenalkan, saudara sekalian, inilah Saudara Kulana, tamu
agung kita itu!"
Seorang di
antara para tamu yang sejak tadi hanya duduk diam saja, kini bangkit berdiri.
Dia adalah seorang lelaki yang usianya empat puluh tahun lebih, pakaiannya aneh
namun indah, dengan kepala dibungkus kain kepala warna-warni dan dihiasi emas
permata yang berbentuk burung merak indah sekali. Tubuhnya sedang saja, tetapi
sikapnya berwibawa seperti sikap seorang bangsawan tinggi dan wajahnya cukup
anggun.
Dia memang
seorang bangsawan tinggi dari Birma. Karena kepandaiannya yang sangat tinggi,
dia pernah berjasa besar dan berkat kemampuannyalah maka berkali-kali tentara
dari Tiongkok dapat dicegah menguasai Birma. Akan tetapi, akhirnya Kulana yang
masih berpangkat pangeran mempunyai ambisi untuk merebut tahta kerajaan. Dia
ketahuan dan terpaksa melarikan diri meninggalkan negerinya membawa harta
kekayaan berupa emas permata yang tak ternilai saking banyaknya.
Sejak tadi
Kulana hanya mendengarkan saja, akan tetapi matanya sering kali menyambar ke
arah gadis manis yang duduk di belakang Lam-hai Giam-lo dengan pandangan mata
penuh kagum dan gairah seorang laki-laki mata keranjang. Sekarang Kulana
bangkit dan membungkuk ke kanan kiri, lalu bekata dengan suara agak asing namun
cukup jelas,
"Aku
sudah mendengar semuanya dan apa yang dikatakan oleh Bengcu Lam-hai Giam-lo
memang benar. dia patut menjadi Bengcu kita dan aku sanggup membantu. Bukan
hanya bersekutu agar kedudukan kita menjadi kuat. Bahkan lebih dari itu. Kita
dapat mendirikan sebuah pemerintahan tandingan untuk menentang pemerintah yang
selalu menekan kita. Kalau perlu, ketika saatnya sudah masak kita rebut tahta
kerajaan. Kita, semua anggota persekutuan kita, yang akan duduk di kursi-kursi
pemerintahan, menguasai seluruh negeri dan mengadakan peraturan-peraturan baru!
Akan tetapi aku harus lebih dulu melihat bukti kesetiaan kalian, baru aku mau
membantu."
Semua orang
terkejut sekali, terbelalak memandang kepada orang asing itu. Begitu tinggi dan
besar cita-citanya! Merampas tahta kerajaan lalu mereka semua menjadi
pembesar-pembesar tinggi!
Macam-macam
bayangan memasuki pikiran mereka. Ada yang membayangkan dia kelak menjadi
menteri pajak, ada yang ingin menjadi menteri keuangan, tentu saja dengan harta
yang belimpahan, ada yang ingin menjadi menteri pengadilan agar dia dapat
sesuka hati menghukum mereka yang tak disukainya. Pendeknya ucapan Kulana tadi
telah membuat mereka mengkhayal yang muluk-muluk, maka otomatis mereka
mengangguk-angguk dan merasa tertarik. Akan tetapi Kim San, Ketua Kui-kok-pang,
masih merasa penasaran dan dia pun bangkit berdiri.
"Saudara
Kulana boleh jadi seorang yang berpengetahuan luas dan kaya raya, akan tetapi
kami semua hanyalah orang-orang kasar yang selalu mengandalkan kekuatan dan
ilmu silat. Bagaimana mungkin dapat terjalin kerja sama antara engkau dan
kami?" Ucapan ini jelas menyatakan keraguan Ketua Kui-kok-pang itu
terhadap diri Kulana yang hanya kaya saja akan tetapi kelihatan seperti orang
yang lemah.
Mendengar
ucapan ini, Lam-hai Giam-lo mengeluarkan suara ketawanya yang terdengar
menyeramkan, persis suara kuda meringkik, "Hyeh-heh-hehh! Kim-pangcu,
engkau belum mengenal siapa adanya Saudara Kulana..."
Tiba-tiba dia
menghentikan ucapannya sebab pada saat itu pula terjadi kegaduhan di pintu
masuk. Terdengar seruan-seruan dan tampak dua orang anggota keamanan yang
berjaga di depan pintu terlempar masuk ke kanan kiri kemudian seorang gadis
melangkah masuk dengan tenangnya.
Kiranya dua
orang penjaga itu tadi hendak mencegah dia masuk, tetapi sekali mendorong gadis
itu telah membuat mereka terpental lalu bangkit dan memandang dengan kaget dan
heran. Lam-hai Giam-lo sendiri mengerutkan alisnya dan memandang marah melihat
ada seorang gadis muda begitu berani untuk menggangu rapat penting itu.
"Bengcu...
lapor... Dia... dia tetap memaksa untuk masuk biar pun sudah kami cegah dan
halangi," kata seorang di antara dua penjaga yang didorong roboh tadi.
"Hemm,
Nona yang lancang, siapakah engkau?!" bentak Lam-hai Giam-lo, akan tetapi
dia masih merasa sungkan untuk turun tangan mengingat bahwa dia adalah seorang
bengcu ada pun pengganggu itu hanya seorang gadis muda yang usianya belum ada
dua puluh tahun.
"Bengcu,
biar aku yang menghajarnya!"
Pek Eng
merasa marah juga melihat pengacau itu sama sekali tak menghormati gurunya,
maka sekali bergerak dia sudah meloncat ke depan gadis itu. Gadis itu hanya
melirik saja kepada Pek Eng, akan tetapi agaknya merasa heran menemukan seorang
gadis seperti Pek Eng berada di antara para datuk sesat itu.
"Hemm,
anak kecil, siapa engkau? Jangan mencampuri urusan ini dan pergilah,"
gadis itu berkata, sikapnya sangat tenang dan memandang rendah. Pek Eng yang
berwatak galak itu menjadi semakin penasaran karena disebut anak kecil.
"Namaku
Pek Eng dan aku adalah murid Bengcu Lam-hai Giam-lo! Engkaulah yang harus
minggat dari sini dan jangan coba-coba membikin kacau. Hayo katakan siapa
engkau dan apa maksudmu menerobos masuk seperti ini!"
Dara itu pun
masih muda, nyaris sebaya Pek Eng. Kulitnya putih mulus, rambutnya yang panjang
itu digelung menjadi dua, dan tubuhnya ramping. Wajahnya cantik sekali, dengan
muka bulat telur, mata tajam, hidung kecil mancung, bibirnya merah membasah dan
ada setitik tahi lalat pada dagunya yang menambah kemanisannya.
"Hemm,
siapa adanya aku tidak perlu diketahui orang! Ada pun kedatanganku ini tak ada
sangkut-pautnya dengan orang lain. Aku hanya minta supaya suami isteri Goa
Iblis Pantai Selatan yang bernama Kwee Siong dan Tong Ci Ki, juga suami
Siangkoan Leng dan Ma Kim Li, cepat maju ke ini!"
Mendengar
nama mereka disebut, dua pasang suami isteri iblis itu menjadi marah. Maka
mereka pun segera bangkit dari tempat duduk mereka.
"Kami
adalah Lam-hai Siang-mo!" bentak Ma Kim Li.
"Kami
sepasang suami iteri Goa Iblis Pantai Selatan, engkau mau apa menyebut nama
kami?!" bentak pula Tong Ci Ki.
Gadis itu
bukan lain adalah Siangkoan Bi Lian, atau seperti yang dianggapnya sendiri, Cu
Bi Lian karena sejak kecil dia dijadikan anak angkat oleh suami isteri Cu Pak
Sin. Seperti telah diceritakan pada bagian depan, ketika terjadi perkelahian
antara dua kakek Iblis Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi melawan dua pasang suami
isteri iblis yang dibantu banyak anak buahnya, dua orang kakek itu mengamuk dan
karena orang kampung dapat diajak oleh dua pasang suami isteri iblis itu untuk
mengeroyok, maka banyak orang kampung termasuk pula Cu Pak Sin dan isterinya,
tewas di tangan dua orang kakek itu.
Mereka
mengatakan bahwa Cu Pak Sin dan isterinya terpaksa dibunuh karena orang itu
sudah berpihak kepada dua pasang suami isteri iblis. Dengan demikian, kematian
Cu Pak Sin beserta isterinya adalah akibat dari ulah Lam-hai Siang-mo dan suami
isteri Goa Iblis Pantai Selatan.
Inilah sebabnya
kenapa Bi Lian mencari dua pasang suami isteri iblis ini untuk membalas
kematian ayah ibunya, yang sebenarnya bukanlah ayah ibu kandungnya. Pada waktu
dia bertemu dengan Hay Hay, dari pemuda itu dia mendengar bahwa dua pasang
suami isteri yang dianggapnya musuh besar itu berada di daerah selatan, maka
dia pun mencari-cari dan akhirnya mendapat keterangan bahwa dia dapat menemukan
mereka di tempat ini.
Saat tadi
dia tiba di depan pintu gerbang dan melihat banyak orang berjaga dengan ketat,
dia tidak mau menimbulkan keributan dan dengan kepandaiannya yang tinggi, dia
dapat melompati pagar tembok tanpa diketahui penjaga. Akan tetapi ketika dia
sampai di depan pintu tempat diadakannya rapat dan hendak masuk, dua orang
penjaga menghadangnya maka terpaksa dia mendorong mereka sampai terpelanting ke
dalam ruangan itu.
Ketika dua
pasang suami isteri itu bangkit memperkenalkan diri, Bi Lian memandang pada
mereka dengan sinar mata tajam. "Bagus, akhirnya kalian dapat juga
kutemukan!"
"Hemm,
sesudah bertemu, engkau mau apakah?!" bentak Siangkoan Leng marah karena
dia melihat betapa gadis muda itu sama sekali tidak menghormati mereka, bahkan
terlihat memandang rendah.
"Kau
masih bertanya lagi mau apa? Mau membunuh kalian berempat tentu saja!"
jawab Bi Lian.
"Bocah
lancang mulut!" Ma Kim Li membentak kemudian dia pun meloncat ke depan dan
langsung menyerang Bi Lian.
Si Jarum
Beracun ini meloncat ke atas dan menerkam dengan kedua tangan membentuk cakar.
Suaminya dan pasangan suami iseri yang lain hanya menonton saja sebab mereka
percaya bahwa Ma Kim Li tentu cukup tangguh untuk menghajar gadis muda itu.
Agaknya amat memalukan kalau mereka harus maju mengeroyok seorang anak yang
sepantasnya menjadi anak, bahkan cucu mereka.
Tetapi Bi
Lian menghadapi serangan dahsyat ini dengan tenang saja. Dia hanya kelihatan
mengangkat tangan kirinya dengan jari tangan terbuka, mendorong sambil
mengeluarkan bentakan nyaring.
"Haiiikk!"
Dan akibatnya, tubuh Ma Kim Li yang masih terapung di udara itu terdorong ke
belakang lalu terbanting ke atas lantai!
Tentu saja
Siangkoan Leng kaget bukan main dan tubuhnya sudah melayang ke atas, lalu dia
menubruk ke arah kepala Bi Lian dengan serangan dahsyat dan mematikan karena
yang diserangnya adalah ubun-ubun kepala gadis itu.
Menghadapi
serangan dahsyat yang jauh lebih berbahaya dari pada serangan Ma Kim Li ini, Bi
Lian menggeser kakinya ke kiri, kemudian tubuhnya membalik ke kanan dan kedua
tangannya mendorong. Dari posisi diserang, dia kini bahkan berbalik menjadi
penyerang dari samping.
Siangkoan
Leng masih mencoba menangkis ke arah kanannya, dari mana dorongan itu datang.
Akan tetapi seperti juga apa yang dialami Ma Kim Li tadi, tubuhnya terdorong ke
kiri lantas terbanting jatuh ke atas lantai!
Melihat ini,
Kwee Siong dan Tong Ci Ki yang tadinya sudah siap menyerang, kini menjadi
terkejut dan meragu. Tak diduga oleh mereka bahwa gadis muda yang mendadak
muncul dan menyatakan hendak membunuh mereka berempat itu demikian lihainya!
"Biar
aku yang menghadapi gadis ini!" Tiba-tiba saja terdengar suara Kim San dan
Ketua Kui-kok-pang ini sudah meloncat ke depan Bi Lian.
"Akan
tetapi kamilah yang dia cari, Kim-pangcu!" kata Kwee Siong.
"Sudahlah,
kalian berempat adalah pihak tuan rumah, tidak enak kalau aku sebagai tamu
mendiamkan saja ada orang membikin kacau di sini. Hei, Nona Muda, siapa engkau
dan mengapa pula engkau datang-datang hendak membunuh dua pasang suami isteri
itu?"
Sebagai
Ketua Kui-kok-pang, Kim San telah mempunyai banyak pengalaman. Akan tetapi dia
merasa heran melihat gerakan gadis itu tadi ketika demikian mudahnya merobohkan
Lam-hai Siang-mo walau pun suami isteri itu tidak sampai terluka parah. Akan
tetapi dia juga maklum bahwa kini di dunia para pendekar banyak bermunculan
pendekar-pendekar muda yang tidak dikenalnya.
Bi Lian
memandang orang tinggi kurus yang mukanya pucat seperti mayat hidup itu, lalu
tersenyum mengejek dan menjawab. "Mayat hidup, aku tidak mempunyai urusan
dengan kamu, karena itu aku tidak mau memperkenalkan namaku. Sebaliknya,
siapakah engkau ini yang begini lancang berani mencampuri urusan
pribadiku?"
Ketua
Kui-kok-pang itu memiliki watak yang tinggi hati, maka melihat seorang gadis
muda seperti Bi Lian tentu saja dia memandang rendah. Biar pun dara itu tadi
telah merobohkan Lam-hai Siang-mo, dia menganggap bahwa hal itu terjadi karena
suami isteri itu kurang hati-hati dan terburu nafsu, juga karena tingkat
kepandaian mereka memang masih belum mencapai tingkat tinggi seperti dia. Kini,
mendengar pertanyaan Bi Lian, dia pun berkata dengan mulut menyeringai.
"Ha-ha,
engkau ini gadis muda agaknya baru saja keluar dari sarang dan belum banyak
mengenal tokoh dunia! Aku bernama Kim San dan akulah Ketua Kui-kok-pang!
Sebaiknya engkau batalkan saja niatmu itu dan ikut bersamaku ke Hong-san untuk
menjadi anggota Kui-kok-pang dan engkau akan hidup senang."
"Kui-kok-pangcu,
kalau boleh aku menasehatimu, jangan engkau ikut mencampuri urusan pribadiku
dengan dua pasang suami isteri iblis itu. Lekaslah minggir dan biarkan mereka
berempat maju, atau engkau akan menyesal nanti!" kata Bi Lian dengan sinar
mata tajam seperti kilat menyambar.
"Ha-ha-ha,
engkau memang anak bandel dan sombong. Nah, rasakanlah tanganku!" Kim San
yang maklum bahwa gadis ini tidak mungkin dapat ditundukkan dengan halus, sudah
menerjang ke depan. Gerakannya aneh sekali, kaku seperti gerakan mayat dan
setiap kali menggerakkan kaki tangan, ada hawa panas menyambar.
Melihat
lawan menggunakan tangan kanan menyerangnya dengan cengkeraman ke arah leher
sedangkan tangan kirinya sudah siap di atas kepala, Bi Lian lalu menggeser
kakinya ke belakang. Akan tetapi cepat sekali tangan kiri yang tadi mengancam
di atas kepala itu menyambar turun, mencengkeram ke arah ubun-ubun kepala Bi
Lian. Gerakan itu cepat sekali dan juga kaki mayat hidup itu sudah bergeser ke
depan mengejarnya.
Melihat
keanehan serta kecepatan gerakan lawan, tahulah Bi Lian bahwa lawan memiliki
tingkat kepandaian yang cukup tinggi, lebih tinggi dari pada tingkat kepandaian
Lam-hai Siang-mo. Dia pun lalu mengerahkan tenaga sinkang-nya dan mengangkat
tangan untuk menangkis ke atas. Dari telapak tangannya nampak uap mengepul!
"Dukkk!"
Dua telapak
tangan itu bertemu, keduanya mengandung hawa panas dan mereka berdua terdorong
mundur dua langkah. Kiranya tenaga mereka seimbang dan melihat kenyataan ini,
tentu saja Ketua Ku-kok-pang terkejut dan heran bukan main.
Dia
mempunyai sinkang yang sangat kuat, bagaimana mungkin seorang gadis semuda itu
sanggup menahan tenaganya itu, bahkan dalam adu tenaga tadi sempat membuat
dirinya terdorong sampai dua langkah? Dengan hati-hati dia pun kini menerjang
lagi, lebih cepat dan lebih dahsyat dari pada tadi.
Bi Lian
sudah mengukur tenaga lawan, maka kini dia tahu bahwa dengan mengandalkan
tenaga, maka sukarlah baginya untuk menang. Dia pun cepat mengerahkan ilmu
ginkang (meringankan tubuh) yang sudah dipelajarinya dari Pak-kwi-ong. Begitu
dia mengelak dan bergerak cepat, lawannya mengeluarkan seruan kaget.
Tentu saja
Kim San kaget setengah mati ketika melihat betapa gadis itu tiba-tiba lenyap
dari depannya kemudian hanya terlihat bayangan berkelebat dan tahu-tahu gadis
itu telah membalas serangannya dari arah kirinya. Dia pun menangkis lantas
berusaha mendesak lawan dengan serangan bertubi-tubi. Namun Bi Lian dapat pula
mengelak dengan mudah, lalu menggunakan kegesitannya untuk menyelinap dan
membalas dari berbagai jurusan.
Kim San
merasa bingung juga menghadapi kecepatan gerakan gadis itu,. Dia kemudian
mengeluarkan suara menggereng dan mengamuk, akan tetapi serangan-serangannya
itu hampir dapat dikatakan ngawur saja karena yang diserang hanyalah tempat
kosong.
Memang sulit
bagi Ketua Kui-kok-pang itu menghadapi lawan yang memiliki gerakan jauh lebih
cepat darinya. Dia hanya melihat bayangan berkelebatan lalu menyerang bayangan
itu dengan ngawur. Sebaliknya, setiap kali Bi Lian menyerang dari sudut yang
sama sekali tidak diduganya, Kim San menjadi repot dan terdesak hebat.
Sesudah
lewat tiga puluh jurus, Ketua Kui-kok-pang itu mulai menjadi pening juga. Gadis
itu bergerak amat lincahnya, berputar-putar sekeliling dirinya, membuat Kim San
terpaksa turut berputaran dan hal ini membuatnya menjadi pusing. Pada waktu
ujung kaki Bi Lian menyentuh sambungan lututnya, disusul tamparan pada pundak,
Ketua Kui-kok-pang itu tidak dapat mempertahankan dirinya lagi dan dia pun
roboh!
Khawatir
jika lawannya terus menyerang sehingga akan membahayakan nyawanya, maka
terpaksa Ketua Kui-kok-pang ini menggulingkan tubuhnya, lalu bergulingan terus
sampai ke tempat duduk para tamu baru dia meloncat berdiri, akan tetapi roboh
lagi karena kaki yang tertendang itu masih setengah lumpuh! Tapi ternyata gadis
itu hanya berdiri bertolak pinggang sambil tersenyum mengejek, sama sekali
tidak mengejarnya.
"Siangkoan
Leng, Ma Kim Li, Kwee Siong dan Tong Ci Ki, kalian berempat majulah untuk
menerima kematian, dan tidak perlu melibatkan orang lain yang tidak mempunyai
urusan denganku," kata Bi Lian menantang empat orang itu......
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment