Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Si Kumbang Merah Pengisap Kembang
Jilid 21
SESUDAH tiba
di kaki bukit itu, Kui Hong berhenti di bawah sebatang pohon kemudian dia
menangis sepuasnya sambil bersandar pada batang pohon itu. Dia adalah seorang
gadis yang tabah, bahkan biasanya dia seperti pantang menangis. Namun sekali
ini dia merasa begitu gemas, begitu marah, tetapi begitu tidak berdaya!
Dia tidak
ingin ada orang lain melihat tangisnya, maka dia sengaja melepas tangisnya di
tempat sunyi itu. Ada setengah jam lamanya dia termenung dan menangis,
menyesalkan diri sendiri, menyesalkan nasibnya.
Dia tidak
mempunyai pilihan lain! Dia masih waras, belum gila untuk membiarkan dirinya
diperkosa dan dipermainkan tanpa sanggup melawan sama sekali, kemudian
membiarkan dirinya mati konyol. Dia terpaksa mengucapkan janji itu. Dia tak
merasa bersalah kepada siapa pun juga, akan tetapi merasa berkhianat terhadap
jiwa kependekarannya. Dia harus membiarkan saja manusia iblis itu berkeliaran.
Setelah
perasaannya mereda dan dia tidak menangis lagi, barulah Kui Hong melanjutkan
perjalanannya. Dia mencuci bekas air mata dari mukanya ketika melihat sumber
air yang jernih, kemudian dia melanjutkan perjalanan, tidak kembali ke istana
melainkan langsung ke gedung tempat tinggal Menteri Cang Ku Ceng.
Tentu saja
Cang Taijin menerima gadis itu dengan penuh harapan, karena gadis itu tentu
memperoleh hasil baik maka sudah keluar dari istana untuk memberi laporan
kepadanya. Kui Hong disambut dengan ramah di ruangan tamu dan di sana dia
diterima oleh Menteri Cang sendiri sehingga dapat berbicara empat mata.
"Selamat
datang, lihiap. Tidak kukira secepat ini engkau telah keluar dari istana.
Apakah sudah memperoleh hasil baik?" tanya pembesar itu dengan sikap
ramah.
Kui Hong
menghela napas panjang. Hatinya terasa semakin penuh sesal melihat betapa
baiknya sikap pejabat tinggi ini kepadanya. Begitu ramah dan seperti berhadapan
dengan keluarga sendiri. Ketika melihat gadis itu menarik napas panjang dan
wajahnya yang jelita itu seperti penuh penyesalan, Menteri Cang segera berkata,
“Apakah
belum ada hasilnya? Kui Hong, kalau memang belum berhasil, katakan saja, tak
perlu sungkan. Kami tidak akan menyesal karena memang kami telah mengetahui
betapa lihainya penjahat itu sehingga semua usaha yang pernah kami lakukan
untuk menangkap dia selalu gagal. Bagaimana pun, ceritakan hasil
penyelidikanmu."
Agak lega
hati Kui Hong mendengar ini. Pembesar itu demikian ramah padanya sehingga
kadang memanggil namanya begitu saja, seperti seorang paman kepada
keponakannya. Hanya kalau ada orang lain dia selalu menyebut lihiap.
"Paman,
harap paman memaafkan saya karena terus terang saja, penyelidikan saya telah
gagal." Kui Hong juga tidak lagi menyebut taijin kepada pembesar itu
karena Cang Taijin berkali-kali minta agar dia menyebutnya paman saja.
"Hemm,
sudah kuduga sebelumnya. Memang penjahat itu lihai bukan kepalang dan tentu dia
sudah tahu mengenai penyelundupanmu ke dalam istana maka dia tak berani muncul.
Apakah engkau tidak menemukan tanda-tanda lain?"
Kui Hong
ingin sekali meneriakkan segala-galanya, akan tetapi tentu saja dia tidak mau
melanggar janji. Lehernya seakan-akan dicekik dan dia pun hanya dapat
menggelengkan kepala lantas menundukkan mukanya. Bahkan ketika bicara, dia
tidak berani mengangkat pandang mata untuk bertemu pandang dengan pembersar
itu.
Cang Ku Ceng
adalah seorang pejabat tinggi yang sangat bijaksana dan cerdik, juga dia
mempunyai banyak pengalaman. Maka diam-diam dia merasa curiga sekali ketika
melihat sikap gadis perkasa itu. Ini bukan sikap Cia Kui Hong yang wajar,
pikirnya.
Gadis itu
kelihatan seperti berduka dan juga seperti orang yang sungkan dan malu-malu,
seolah bersikap seperti orang yang tengah menyembunyikan dosanya. Apakah yang
telah terjadi? Akan tetapi, sebagai orang yang bijaksana dia telah dapat
mengenal watak gagah dari gadis itu. Bila Kui Hong mengambil keputusan untuk
menyembunyikan sesuatu, maka hal itu tentu dilakukan dengan pertimbangan yang
matang. Dan akan sia-sia belaka kalau memaksa seorang gadis seperti Kui Hong
ini untuk merubah sikap.
“Sayang
sekali," kata pembesar itu. “Akan tetapi tidak mengapalah, Kui Hong. Aku
tetap merasa yakin bahwa pada suatu hari aku akan berhasil membongkar rahasia
penjahat itu dan menghukumnya! Dia telah mencemarkan nama baik istana dengan
perbuatannya itu."
Tiba-tiba
saja gadis itu mengangkat mukanya dan sinar matanya penuh harap ketika dia
berkata, "Saya pun berharap begitu, paman! Bila perlu saya akan menghadap
kakek dan nenekku di Pulau Teratai Merah agar mereka suka membantumu."
"Apa?
Kau maksudkan kakekmu pendekar Ceng Thian Sin, Si Pendekar Sadis itu? Ahhh,
tidak perlu, Kui Hong. Ini adalah urusan dan tugas kami para petugas negara.
Aku tidak berani membikin repot locianpwe (orang tua gagah) itu. Kami masih
mempunyai banyak orang yang cukup pandai dan akan kami kerahkan mereka agar
menangkap penjahat licik itu."
Tentu saja
Kui Hong tidak berani memaksa. Jika dia membujuk kakeknya agar membantu Menteri
Cang, hal itu bukan berarti dia melanggar janjinya kepada Ang-hong-cu. Janjinya
adalah bahwa dia sendiri tidak akan memusuhinya, tidak akan membongkar
rahasianya. Dan ia sama sekali tidak melakukan hal itu.
Karena telah
gagal dan merasa malu kepada keluarga Menteri Cang, Kui Hong sekalian berpamit
mohon diri untuk meninggalkan kota raja. Mendengar ini Menteri Cang terkejut
sekali.
"Ehh,
mengapa engkau tergesa-gesa hendak pergi, Kui Hong? Tidak, engkau tidak boleh
pergi begitu saja. Kalau bibimu dan kakakmu Cang Sun mengetahui, tentu mereka
akan menyesal sekali. Engkau harus tinggal dulu beberapa lamanya di rumah kami,
Kui Hong. Selain itu, apakah engkau sudah lupa akan tugasmu mencari dua orang
itu?"
"Dua
orang?" Kui Hong memandang bingung. Pada waktu itu seluruh hati dan
pikirannya sedang terganggu dan dipenuhi urusannya dengan Ang-hong-cu, maka dia
sudah kurang memperhatikan persoalan lain.
"Ehh?
Apakah engkau sudah lupa? Bukankah engkau sedang mencari dua orang musuh
besarmu yang bernama Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek yang sudah melarikan pusaka
Pulau Teratai Merah dan Cinling-pai itu?"
Kui Hong
terkejut. Aihh, bagaimana dia dapat melupakan mereka?
"Ahhh,
mereka? Tentu saja saya tidak melupakan mereka, Paman. Justru saya berpamit
untuk dapat segera melanjutkan perjalanan saya mencari dan menyelidiki
mereka."
"Tenanglah,
Kui Hong. Aku telah menyebar para penyelidik ke mana-mana untuk mencari mereka.
Bahkan kemarin aku mendengar berita tentang kedua orang itu."
Kui Hong
segera mengangkat mukanya, memandang dengan sinar mata gembira ketika mendengar
ucapan itu. "Ahh, benarkah, Paman? Di mana dua orang keparat itu?"
"Tenanglah
dan dengarkan keteranganku. Baru kemarin dua orang di antara penyelidikku
datang memberi laporan bahwa Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek diketahui berada di
Kim-lian-san dan di situ mereka mendirikan perkumpulan para penjahat yang
merajalela. Tapi baru-baru ini gerombolan mereka diserbu dan dikeroyok oleh
para anggota perkumpulan lain sehingga gerombolan Kim-lian-pang itu berhasil
dibasmi. Akan tetapi kabarnya kedua orang itu bisa meloloskan diri. Sekarang
para penyelidikku sedang mencari dua orang itu. Percayalah, para penyelidik itu
berpengalaman dan mereka tentu akan dapat menemukan kembali dua orang musuhmu
itu. Engkau tinggallah dulu menanti di sini, Kui Hong. Mari, mari kuantar
menemui bibimu dan kakakmu. Mereka selalu bertanya tentang dirimu."
Ketika
mereka memasuki ruangan dalam, isteri Menteri Cang dan puteranya, Cang Sun,
menyambut Kui Hong dengan wajah berseri. "Adik Kui Hong! Ah, engkau sudah
kembali? Lega dan senang hatiku melihat engkau selamat!”
Wajah Kui
Hong berubah agak kemerahan melihat sikap pemuda itu, apa lagi mendengar
panggilan yang akrab itu seolah-olah mereka telah menjadi kenalan baik.
"Cang
Kongcu…!" katanya memberi hormat.
"Aihh,
Hong-moi (adik Hong), kenapa menyebut kongcu (tuan muda) kepadaku? Sungguh
tidak enak didengar. Sebut saja toako (kakak), bukankah kami telah menganggap
engkau seperti anggota keluarga sendiri?"
"Benar
ucapan puteraku tadi, Kui Hong," kata Nyonya Cang sambil melangkah maju
dan memegang tangan gadis itu, lalu diajaknya duduk. "Sebut saja dia
Sun-toako (kakak Sun), karena dia sudah berusia dua puluh tujuh, lebih tua
darimu. Akupun girang engkau sudah kembali dengan selamat."
"Terima
kasih, Bibi...,” kata Kui Hong yang merasa tak enak melihat keramahan keluarga
pejabat tinggi itu. Akan tetapi dia tidak menjadi rikuh.
Dia seorang
gadis yang sudah banyak merantau, tidak pemalu lagi, dan sungguh pun dia berada
di antara keluarga bangsawan tinggi, akan tetapi dia sendiri adalah seorang ketua
perkumpulan besar, ketua Cin-ling-pai! Bagaimana pun juga, kedudukan atau
tingkatnya tidaklah rendah, maka dia pun tidak merasa rendah diri, hanya merasa
sangat sungkan menghadapi keramahan mereka.
Padahal,
walau pun hanya dia sendiri yang tahu, dia sudah membuat kapiran tugas yang
diberikan kepadanya. Dia sudah dapat membongkar rahasia busuk yang terjadi di
istana, akan tetapi dia tidak dapat menceritakannya kepada keluarga itu, bahkan
mengaku bahwa tugasnya telah gagal! Diam-diam dia merasa bersalah.
"Tadinya
Kui Hong berpamit hendak meninggalkan kota raja, tapi aku menahannya sebab
selain kita masih merasa rindu, juga para penyelidik sedang melakukan tugas
menyelidiki dua orang penjahat yang selama ini dicarinya,” kata Menteri Cang Ku
Ceng kepada isteri dan puteranya. Mendengar ini, ibu dan anak itu nampak
terkejut.
"Ahh,
Hong-moi, kenapa begitu tergesa-gesa hendak pergi?" Cang Sun berkata,
nadanya khawatir dan kaget.
"Kui
Hong, tinggallah di sini dulu dan jangan tergesa pergi meninggalkan kami. Kami
telah menganggapmu sebagai anggota keluarga sendiri. Bukan hanya karena engkau
pernah menyelamatkan pamanmu, akan tetapi juga karena kami merasa suka sekali
kepadamu. Bahkan, terus terang saja, Kui Hong, paman dan bibimu ini sudah
bersepakat dan akan merasa senang sekali apa bila engkau suka menjadi mantu
kami! Sun-ji (anak Sun) juga sudah setuju!"
Cang Sun
tersenyum, ada pun ayahnya juga tertawa. Tentu saja Kui Hong tersipu malu.
Keluarga bangsawan ini sungguh mempunyai watak dan sikap yang terbuka, watak
yang tentu saja amat cocok dan dihargainya. Namun karena yang dibicarakan
adalah masalah perjodohannya, tentu saja dia tersipu.
"Ha-ha-ha,
maafkan keluarga kami, Kui Hong." kata Menteri Cang sambil tertawa.
"Bukan kami tidak menghargaimu, tetapi kami memang suka berterus terang,
apa lagi mengingat bahwa engkau adalah seorang pendekar wanita, dan dari
keluarga para pendekar besar, maka tidak perlu kami berbasa-basi dan langsung
saja menanyakan pendapatmu tentang maksud hati kami itu. Bila mana engkau sudah
setuju, barulah secara resmi kami akan mengajukan pinangan kepada orang tuamu!'
Kui Hong dapat
menghargai keterbukaan ini. Maka, biar pun dia merasa rikuh sekali dan tidak
berani menentang pandang mata mereka bertiga secara langsung, dia menjawab,
"Terima
kasih atas perhatian dan penghargaan yang diberikan oleh Paman sekeluarga
terhdap saya. Akan tetapi mengenai perjodohan, bukan berarti saya menolak
kehormatan yang Paman berikan kepada saya. Akan tetapi terus terang saja, pada
waktu sekarang ini saya masih belum mempunyai niat sama sekali. Harap Paman
bertiga suka memaafkan saya."
"Tidak
ada yang perlu dimaafkan, Kui Hong. Kami lebih senang jika engkau mau berterus
terang seperti ini. Baiklah, kami tidak akan mengungkit kembali soal perjodohan
ini, kelak masih banyak waktu untuk membicarakan lagi, seandainya engkau mulai
berminat. Cang Sun, untuk sementara ini lupakan saja niat hatimu itu dan anggap
Kui Hong sebagar adik saja."
Biar pun
kecewa, Cang Sun dan ibunya dapat menerima alasan itu. Sikap mereka masih
biasa, akrab dan ramah dan mereka tidak pernah menyinggung tentang usul ikatan
jodoh itu. Hal ini membuat Kui Hong merasa bersyukur dan berterima kasih
sekali.
Dia tahu
bahwa dia sudah ditawari sebuah kedudukan yang sangat mulia. Dia tahu bahwa
kalau dia menjadi isteri Cang Sun, dia akan memperoleh seorang suami yang walau
pun lemah karena tidak menguasai ilmu silat, akan tetapi tampan, pandai dan
terpelajar, dan seorang calon pejabat tinggi yang baik. Selain itu dia juga
akan menjadi menantu tunggal dari seorang menteri yang bijaksana, akan memiliki
sepasang orang tua sebagai mertua yang baik. Dia juga akan memperoleh kedudukan
tinggi yang terhormat dan hidup serba kecukupan dan terhormat. Mau apa lagi
bagi seorang gadis?
Namun ada
satu hal yang kurang dan justru ini penting sekali. Di dalam hatinya tidak ada
perasaan cinta seorang calon isteri terhadap Cang Sun! Dia mengharapkan agar
menteri itu akan dapat cepat memperoleh keterangan tentang di mana adanya Sim
Ki Liong dan Tang Cun Sek.
***************
Dengan wajah
muram dan hati gundah Tang Bun An pulang ke rumahnya. Baru saja dia terlepas
dari ancaman bahaya yang akan menghancurkan kehidupannya. Sama sekali tak
pernah disangkanya bahwa semua rahasianya sudah berada di tangan gadis she Cia
itu, ketua Cin-ling-pai, dan lebih lagi, cucu Pendekar sadis!
Dia bergidik
apa bila membayangkan betapa dia akan dimusuhi Cin-ling-pai dan dicari-cari
oleh Pendekar Sadis. Hidupnya akan berubah seperti dalam neraka. Setiap saat
dia akan dicekam rasa takut dan khawatir, dan hidupnya takkan pernah tenang dan
tenteram lagi. Dia akan selalu merasa tidak aman.
Untung dia
bertindak cerdik dan mampu menjebak gadis perkasa itu. Sekarang dia sudah
terbebas dari ancaman bahaya. Dia percaya sepenuhnya bahwa seorang gadis
pendekar seperti itu tidak akan menjilat ludah sendiri, tidak akan melanggar
janjinya sendiri, apa lagi dengan kedudukan ketua Cin-ling-pai.
Betapa pun
juga dia tetap merasa kurang tenteram karena dia mengetahui bahwa Menteri Cang
Ku Ceng menaruh kecurigaan kepadanya! Kini dia harus waspada dan berhati-hati,
tidak boleh terlalu menuruti nafsunya dan harus mengurangi atau bahkan
menghentikan petualangannya di istana bagian puteri.
Tang Bun An
yang dikenal sebagai Tang Ciangkun, orang yang sudah berjasa terhadap kaisar,
selama ini diam-diam memang telah mengumpulkan puluhan orang yang dipilihnya
dari para prajurit anak buahnya. Dia tidak pernah menuturkan rahasia pribadinya
kepada siapa pun, juga tidak kepada kelompok prajurit pengawal yang telah
menjadi orang-orang kepercayaannya. Akan tetapi dia menimbuni mereka dengan
hadiah, bahkan mengajarkan beberapa jurus pukulan kepada mereka sehingga dia
percaya bahwa prajurit-prajurit ini adalah orang-orang yang boleh dipercayanya,
bukan sebagai atasan saja melainkan juga secara pribadi.
Begitu
sampai di rumah dia segera memanggil anak buahnya dan memerintahkan mereka
untuk menyebar anggota mereka ke seluruh kota raja. "Ketahuilah bahwa aku
mempunyai banyak musuh di dunia kang-ouw. Tentu saja mereka itu merasa iri
kepadaku yang sudah mendapatkan kedudukan baik di sini. Aku mendengar bahwa di
antara mereka ada yang menyusup ke kota raja, tentu dengan niat buruk terhadap
diriku. Karena itu kalian harus melakukan penyelidikan dan pengamatan di
seluruh kota raja. Segera laporkan kepadaku bila ada orang-orang yang
mencurigakan, apa lagi yang mencari aku atau mencari orang she Tang."
Demikianlah pesannya kepada tiga puluh orang lebih yang dia tugaskan untuk
menjadi mata-matanya.
Dia mengerti
bahwa para pendekar seperti Cia Kui Hong dan yang lain telah tahu bahwa
Ang-hong-cu adalah seorang she Tang. Rahasia ini bocor karena Tang Hay
menyatakan diri sebagai puteranya, dan juga karena ulah Tang Gun yang
membanggakan diri sebagai putera Ang-hong-cu. Karena itulah maka kepada anak
buahnya dia berpesan agar segera melaporkan kalau ada orang mencarinya atau
mencari orang she Tang.
Usahanya ini
segera memperlihatkan hasil. Belum lagi sepekan dia menyebar mata-mata, pada
suatu sore seorang anak buahnya melaporkan bahwa ada tiga orang muncul di kota
raja dan mereka itu bertanya-tanya mengenai perwira Tang Gun yang kini menjadi
orang pelarian. Mendengar ini, Tang Bun An mengerutkan alisnya. Hatinya merasa tidak
enak.
Biar pun
yang ditanyakan mereka itu Tang Gun, namun ada hubungan dekat sekali antara dia
dan Tang Gun. Tang Gun pernah membual di kota raja bahwa dia adalah putera
Ang-hong-cu, dan kalau kini ada tiga orang mencarinya, besar kemungkinan ada
hubungannya pula dengan Ang-hong-cu, seperti juga yang dilakukan oleh Cia Kui
Hong.
"Bagaimana
rupanya tiga orang itu? Pria ataukah wanita?" tanyanya penuh perhatian.
"Mereka
adalah seorang wanita dan dua orang pria...”
"Bagaimana
wajah wanita itu? Dan berapa usianya? Siapa pula namanya, hayo cepat beri
penjelasan!" Tang Bun An agak panik karena dia mengira wanita itu adalah
Cia Kui Hong!
"Dia
seorang wanita yang sangat cantik dengan pakaian yang indah, Ciangkun. Usianya
tiga puluh tahun lebih. Di punggungnya terlihat gagang sepasang pedang."
Lega rasa
dada Tang Bun An mendengar ini. Usianya sudah tiga puluh tahun! Jelas dia bukan
Cia Kui Hong.
"Dan
bagaimana yang dua orang laki-laki itu?"
"Mereka
adalah dua orang muda yang tampan dan gagah, yang seorang berusia kurang lebih
tiga puluh tahun dan yang kedua baru berusia dua puluh tahun lebih.”
"Siapa
nama mereka?"
"Saya
tidak tahu, Ciangkun. Saya sudah mencari keterangan, tapi tidak ada seorang pun
yang tahu. Mereka hanya bertanya-tanya tentang perwira Tang Gun kepada para
pelayan rumah penginapan."
"Mereka
di rumah penginapan?"
"Benar,
Ciangkun. Di rumah penginapan Ban-lok Likoan."
Tang Bun An
mengangguk-angguk. Jelas bukan Cia Kui Hong, namun tetap saja sangat
mencurigakan. Dia harus bertindak lebih dahulu sebelum terlambat. Siapa tahu
mereka itu para pendekar kawan Cia Kui Hong. Gadis ketua Cin-ling-pai itu
memang sudah berjanji tidak akan mengganggunya, akan tetapi siapa tahu dia
mengundang teman-temannya!
Walau pun
dia tidak berani membuka rahasia karena sudah berjanji, akan tetapi mungkin
saja dia menyerahkan tugas penyelidikan itu kepada teman-temannya. Ia harus
waspada dan mendahului setiap orang yang akan mendatangkan bahaya baginya. Dia
cepat-cepat membuat surat singkat dan memasukkannya dalam sampul.
Dikumpulkannya
semua pembantunya, lantas dia pun mengatur siasat untuk menghadapi tiga orang
yang mencurigakan. Dia mengatakan kepada para pembantunya mungkin saja mereka
itu adalah musuh-musuhnya. Sesudah itu dia lantas mengutus seorang pembantu
untuk menyerahkan sampul suratnya kepada tiga orang itu.
Tiga orang
muda yang menjadi perhatian Tang Bun An itu sesungguhnya bukanlah orang-orang
sembarangan, sebab mereka adalah Sim Ki Liong, Tang Cun Sek dan Ji Sun Bi! Ji
Sun Bi yang usianya sudah tiga puluh satu tahun akan tetapi masih nampak cantik
manis dan genit itu berjuluk Tok-sim Mo-li (Iblis Betina Berhati Racun),
seorang tokoh sesat yang terkenal amat lihai dan juga amat jahat.
Ada pun dua
orang pemuda yang kini bersamanya sebenarnya merupakan murid-murid orang-orang
pandai dan pendekar besar. Yang pertama adalah Sim Ki Liong yang pernah menjadi
murid yang disayang dari Pendekar Sadis dan isterinya. Namun putera mendiang
Sim Thian Bu ini memang memiliki dasar watak yang jahat. Dia melarikan diri
dari Pulau Teratai Merah, dan mencuri pedang pusaka Gin-hwa-kiam dari keluarga
Pendekar Sadis.
Ada pun
pemuda yang ke dua adalah Tang Cun Sek, pernah menjadi murid terkemuka di
Cin-ling-pai. Tetapi putera kandung Ang-hong-cu ini pun memiliki dasar watak
yang jahat. Dia melarikan diri dari Cin-ling-pai dan mencuri pedang pusaka
Hong-cu-kiam!
Tiga orang
muda yang lihai namun jahat ini bertemu dan bersatu, bahkan mereka sempat
bersama-sama memperkuat sebuah perkumpulan yang disebut Kim-lian-pang,
bersarang di salah satu puncak di Pegunungan Kim-lian-san. Sim Ki Liong yang
paling lihai di antara mereka menjadi ketuanya, dan dua orang lainnya menjadi
pembantu-pembantu utama.
Akan tetapi
tindakan sewenang-wehang dari Kim-lian-pang telah memancing permusuhan dengan
para perkumpulan lainnya, dan akhirnya Kim-lian-pang diserbu oleh orang-orang
dari perkumpulan lain. Sebenarnya mereka tidak akan kalah kalau saja tidak
muncul Pek Han Siong dan Tang Hay yang akhirnya mengalahkan mereka. Bahkan Hay
Hay berhasil merampas pedang Gin-hwa-kiam dan pedang Hong-cu-kiam dari tangan
Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek.
Biar pun
menderita kekalahan dan perkumpulan Kim-lianpang yang jahat itu dibasmi, tiga
orang pimpinan ini berhasil meloloskan diri mereka. Mereka merasa kehilangan,
terutama sekali Sim Ki Liong yang kehilangan kedudukan dan kekuasaan,
kehilangan harta benda, kehilangan segalanya sehingga dia merasa sakit hati
sekali terhadap Han Siong dan Hay Hay yang sudah menghancurkan kedudukan serta
kekuasaannya yang mulai dipupuk dan mulai tumbuh itu. Dia kehilangan segalanya,
akan tetapi merasa terhibur juga karena dua orang pembantunya yang juga menjadi
sahabat baiknya, yaitu Ji Sun Bi dan Tang Cun Sek, ternyata dapat menyelamatkan
diri dan kini terlah bergabung kembali bersamanya.
Ji Sun Bi
adalah pembantunya, sahabatnya, juga kekasihnya. Tang Cun Sek merupakan
pembantu dan sahabatnya yang cocok, dan kedua orang itu memiliki ilmu silat
yang boleh diandalkan. Karena itu, biar pun sudah kehilangan kedudukan tinggi
dan kekuasaan besar sebagai ketua Kim-lian-pang, dia masih terhibur dan
berbesar hati karena masih bersama dua orang pembantunya itu.
"Aku
harus membalas semua ini! Sekali waktu aku harus dapat mencincang hancur tubuh
Tang Hay dan Pek Han Siong!" kata Sim Ki Liong dengan geram sambil
mengepal tinju ketika ketiganya duduk mengaso di bawah pohon dalam hutan di
mana mereka melarikan diri. Ji Sun Bi dan Tang Cun Sek juga duduk menyusut
peluh, wajah mereka masih pucat karena baru saja mereka lolos dari cengkeraman
maut.
"Mereka
adalah musuhku sejak dulu," kata Ji Sun Bi. "Dan memang tidak ada
yang akan lebih menyenangkan hatiku dari pada melihat mereka itu dapat
kubinasakan. Akan tetapi kita harus berhati-hati sekali, karena kedua pemuda
itu memang sakti. Bukan saja mereka berdua mempunyai ilmu silat yang tinggi,
akan tetapi yang paling berbahaya lagi, mereka memiliki ilmu sihir yang amat
kuat dan sukar dilawan. Kita bertiga belum cukup kuat untuk menghadapi mereka.
Kita harus berusaha mencari orang-orang pandai untuk membantu kita."
"Pendapatmu
itu memang benar, enci Sun Bi. Akan tetapi di mana kita dapat menemukan
orang-orang pandai yang bersedia membantu kita?" tanya Sim Ki Liong. Dia
sendiri baru keluar dari Pulau Teratai Merah sehingga belum banyak pengalaman,
belum mempunyai hubungan dengan tokoh-tokoh kang-ouw yang berilmu tinggi.
Ji Sun Bi
tersenyum. Tok-sim Mo-li ini tentu saja berbeda dengan kedua orang muda itu.
Dia adalah seorang tokoh sesat yang kenamaan, maka tentu saja dia mengenal
banyak tokoh sesat lain di dunia kang-ouw.
"Untuk
mencari kawan-kawan baru yang pandai, serahkan saja kepadaku!"
"Kalau
saja aku dapat bertemu dengan ayah kandungku, tentu dia akan suka membantu
kita. Dan aku mendengar bahwa ayah kandungku itu, Ang-hong-cu, adalah seorang
yang sakti," kata Tang Cun Sek.
"Akan
tetapi di mana kita dapat mencari dia? Memang aku sendiri sudah lama mendengar
akan nama besarnya. Dia sedemikian lihainya sehingga tidak ada seorang pun dari
dunia kang-ouw yang mampu mengenal siapa sesungguhnya tokoh yang amat terkenal
dengan julukan Ang-hong-cu itu," kata Ji Sun Bi.
Sim Ki Liong
memandang kepada sahabatnya dan sekaligus pembantunya itu dengan alis berkerut.
"Tang-toako, walau pun ayahmu itu sakti dan akan suka membantu kita, namun
apa artinya kalau kita tidak dapat mengetahui di mana dia berada?”
“Jangan
khawatir. Berdasarkan penyelidikanku, aku yakin bahwa dia berada di kota raja.
Ada berita bahwa di kota raja terdapat seorang perwira muda she Tang yang
mengaku bahwa dia adalah putera Ang-hong-cu. Nah, apa bila kita mencari perwira
Tang itu di kota raja, tentu kita akan dapat mengetahui di mana adanya ayahku
itu. Kalau benar perwira itu memang putera Ang-hong-cu, berarti dia masih
saudaraku seayah."
Begitulah,
karena sedang dalam keadaan bingung dan mengharapkan bantuan dari orang pandai
yang dapat dipercaya, Sim Ki Liong dan Ji Sun Bi menyetujui dan mereka bertiga
dengan hati-hati lantas memasuki kota raja untuk menyelidiki tentang Perwira
Tang yang kabarnya menjadi perwira pasukan pengawal istana di kota raja.
Setelah
mendapatkan sebuah rumah penginapan yang kecil agar kehadiran mereka tidak
menyolok dan menarik perhatian, mereka mulai bertanya-tanya tentang perwira
Tang itu. Mereka bertanya kepada para pelayan rumah penginapan dan pelayan
rumah makan di mana mereka makan.
Mereka sama
sekali tidak tahu bahwa sikap mereka bertanya-tanya tentang perwira Tang telah
menimbulkan kecurigaan seorang mata-mata pembantu Perwira Tang Bun An yang
langsung melaporkan hal itu kepada majikannya. Dan dari hasil keterangan yang
mereka peroleh, terdapat berita mengejutkan bahwa Perwira Tang yang mereka
cari-cari itu telah ditangkap dan dihukum buang!
Berita ini
bukan mengejutkan, akan tetapi juga amat mengecewakan hati Tang Cun Sek. Jejak
satu-satunya yang dapat membawanya kepada ayah kandungnya kini telah lenyap!
Kalau bukan perwira she Tang itu, lalu siapa lagi yang dapat memberi keterangan
kepada dia tentang Ang-hong-cu?
Selagi
mereka bertiga kebingungan sesudah mendengar berita itu dan tidak tahu harus
berbuat apa, tiba-tiba pelayan rumah penginapan menyerahkan sesampul surat
kepada mereka sambil berkata,
"Ini
ada sepucuk surat untuk sam-wi."
Sim Ki Liong
yang menganggap dirinya sebagai pimpinan segera menerima surat itu dan bertanya
heran, "Siapakah orang yang menyerahkan surat ini kepadamu?"
Pelayan itu
menggelengkan kepala. "Pada waktu saya sedang bertugas di luar, orang itu
datang dan menyerahkan surat ini kepada saya dengan pesan agar disampaikan
kepada sam-wi. Mula-mula dia bertanya apakah ada dua orang pemuda dan seorang
wanita yang bermalam di sini, yang bertanya-tanya tentang Perwira Tang. Ketika
saya membenarkan, dia lalu mengeluarkan surat ini dengan pesan agar saya
serahkan kepada sam-wi."
Sim Ki Liong
mengangguk dan pelayan itu lalu pergi. Dengan heran dan ingin tahu Sim Ki Liong
membuka sampul surat itu dan membaca isi surat yang singkat saja.
"Jika
kalian bertiga ingin tahu tentang Perwira Tang, keluarlah dari kota raja
melalui pintu gerbang utara dan ikuti seorang yang akan menjadi penunjuk
jalan.’
Surat itu
tanpa nama pengirim, tanpa tanda tangan, ditulis dengan huruf indah dan gagah.
Membaca ini, mereka bertiga saling pandang dan Tang Cun Sek menjadi gembira
sekali.
"Ahh,
jejak yang menghilang itu kini timbul kembali!" serunya. "Kita harus
cepat menuruti petunjuk surat ini. Kalau kita dapat menemukan Perwira Tang,
tentu akan mudah mencari Ang-hong-cu ayahku."
Ji Sun Bi
yang mempunyai pengalaman jauh lebih luas dibandingkan dua orang muda itu,
mengerutkan alis. "Kita harus berhati-hati dan waspada. Adanya surat ini
memperlihatkan pengirimnya sudah tahu akan kedatangan dan gerak-gerik kita.
Sebaliknya, kita tidak tahu siapa dia atau mereka, dan tidak tahu pula mereka
itu kawan ataukah lawan. Undangan ini dapat saja beriktikad baik, akan tetapi
juga dapat merupakan suatu perangkap."
"Hemm,
andai kata surat ini merupakan sebuah perangkap, apakah kita perlu takut? Kita
hajar mereka!" kata Sim Ki Liong.
Ini bukan
merupakan suatu kesombongan atau bualan belaka. Mereka bertiga merupakan
orang-orang yang mempunyai ilmu silat yang tinggi dan sukar dicari
tandingannya, maka tentu saja mereka bertiga tidak takut terhadap ancaman pihak
lawan yang belum mereka ketahui siapa.
"Benar,
kita tidak perlu takut. Lagi pula, kalau pengirim surat ini memang mempunyai
niat buruk terhadap kita, perlu apa dia mengirim surat ini? Tentu saja mereka
akan langsung mengepung dan menyerang kita," kata pula Tang Cun Sek.
"Betapa
pun juga, kita harus berhati-hati dan tetap waspada," kata Ji Sun Bi.
"Mari
sekarang juga kita pergi sebelum hari menjadi gelap," kata Sim Ki Liong.
Mereka lalu
meninggalkan rumah penginapan, menuju ke pintu gerbang utara dan keluar dari
kota raja. Sesudah tiba di luar pintu gerbang dan berjalan terus sampai ke
jalan yang sunyi, mereka dihadang seorang laki-laki setengah tua yang
berpakaian sebagai seorang pemburu. Laki-laki itu menjura dan berkata dengan
suara lirih.
"Sam-wi
yang mencari Perwira Tang?"
Tiga orang
itu memandang penuh perhatian dan mengangguk. Laki-laki itu nampak gagah dan
bertubuh tegap, namun mereka tahu bahwa dia ini hanyalah seorang anak buah atau
utusan saja.
"Silakan
sam-wi ikut dengan saya," orang itu berkata pula.
Tiba-tiba,
secepat kilat Ji Sun Bi menggerakkan tubuhnya ke arah orang itu, lalu tangan
kirinya mencengkerarn ke arah kepala. Orang itu terkejut sekali, akan tetapi
jelas bahwa dia bukan orang lemah karena begitu melihat serangan itu, dia cepat
miringkan tubuh dan menggerakkan tangan kanan untuk rnenangkis.
Tetapi
ternyata cengkeraman tangan kiri itu hanya gertakan saja, yang bergerak
sungguh-sungguh adalah tangan kanannya, dengan dua jari rnenotok pundak.
Gerakan Ji Sun Bi terlalu cepat bagi orang itu sehingga tidak sempat mengelak
lagi. Pundaknya tertotok dan dia pun terguling roboh, tak mampu menggerakkan
tubuhnya lagi!
"Nah,
kau lihat. Kalau ternyata engkau menipu dan menjebak kami, maka nyawamu akan
melayang!" kata Ji Sun Bi, kemudian dia pun menepuk pundak orang itu untuk
membuka kembali jalan darah yang tertotok.
Orang itu
bangkit berdiri, kemudian memandang dengan wajah membayangkan perasaan jeri.
Tak disangkanya bahwa wanita cantik itu sedemikian lihainya! Dia mengangguk dan
berkata,
"Saya
hanyalah utusan untuk menyambut sam-wi. Kenapa saya diganggu?"
"Tak
perlu banyak cakap!" kata Sim Ki Liong. "Hayo antarkan aku dan
teman-temanku ini kepada si pengirim surat!"
Dengan sikap
ketakutan orang itu lalu berjalan menuju ke arah sebuah bukit, diikuti oleh
tiga orang itu. Matahari mulai condong ke barat ketika mereka menyusup-nyusup
hutan. Akhirnya mereka pun tiba di depan sebuah pondok di puncak bukit yang
tersembunyi di tengah hutan itu. Tempat itu amat sunyi, dan pondok itu sama
sekali tidak nampak ketika mereka mendaki bukit itu, karena tersembunyi di
dalam hutan yang lebat. Sesudah tiba di depan pondok, orang itu berkata kepada
mereka,
"Kita
telah tiba, harap sam-wi masuk ke pondok. Pengirim surat itu telah menanti
sam-wi di dalam pondok!"
"Hemm,
kau sangka kami anak-anak kemarin sore yang masih bodoh?" Ji Sun Bi
berseru dengan suara mengejek. "Hayo cepat kau suruh dia keluar pondok,
atau akan kubunuh kau lebih dulu!"
Tentu saja
orang itu menjadi ketakutan. Akan tetapi ketika itu pula pintu pondok terbuka
dari dalam dan muncullah Tang Bun An. Dia melangkah keluar sambil tertawa
bergelak, akan tetapi sepasang matanya yang tajam itu memandang kepada mereka
bertiga penuh perhatian.
"Ha-ha-ha,
tiga orang muda yang sungguh sombong. Kalian masih berani berlagak dan
mengancam? Lihatlah ke sekeliling kalian!" Tang Bun An melangkah keluar
dengan sikap tenang sekali.
Tiga orang
muda itu memandang dengan sikap waspada, dan ketika mendengar ucapan itu mereka
membalikkan tubuh. Kiranya mereka kini telah terkepung oleh dua puluh orang
lebih yang siap dengan segala macam senjata di tangan. Ada yang memegang
pedang, golok, toya, tombak atau ruyung dan melihat cara mereka memegang
senjata maka dapat diketahui bahwa mereka adalah orang-orang yang terlatih dan
memiliki kepandaian silat.
Tentu saja
Sim Ki Liong, Tang Cun Sek dan Ji Sun Bi sama sekali tidak menjadi gentar
menghadapi pengepungan kurang lebih dua losin orang itu, akan tetapi mereka
merasa penasaran sekali.
"Hemm,
kalau engkau memaki kami sebagai tiga orang muda yang sombong, maka jelas bahwa
engkau adalah seorang tua yang sangat curang dan pengecut! Siapa engkau dan
mengapa pula engkau menjebak kami di sini dan ingin mengeroyok kami? Apa
kesalahan kami terhadapmu, dan ada urusan apakah yang membuat engkau bersikap
curang seperti ini?"
Wajah Tang
Bun An menjadi kemerahan dan sinar matanya mencorong. Pemuda tampan dan gagah
ini sungguh berani mati!
"Bocah
sombong jangan kira bahwa aku tidak berani melawan kalian bertiga. Akan tetapi,
sebelum kita bicara, aku ingin melihat lebih dulu apakah kepandaian kalian juga
sebesar sikap sombong kalian!" Dia memberi isyarat kepada anak buahnya
yang segera bergerak, mengepung dan mulai menyerang!
Ji Sun Bi
segera mencabut sepasang pedangnya dan begitu dia memutar pedang-pedang itu,
nampak dua gulungan sinar lantas beberapa orang penyerang rnengeluarkan seruan
kaget karena senjata mereka tiba-tiba saja membalik, bahkan ada sebatang pedang
dan sebatang golok terlepas dari pegangan tangan pemiliknya.
Sim Ki Liong
telah kehilangan Gin-hwa-kiam yang terampas oleh Hay Hay, juga Tang Cun Sek
kehilangan Hong-cu-kiam yang juga dirampas oleh Hay Hay. Kedua orang pemuda ini
belum memiliki senjata akan tetapi keduanya mempunyai kepandaian yang cukup
tinggi sehingga dengan tangan kosong saja mereka menyambut serangan para
pengeroyok itu. Kedua tangan rnereka menampar-nampar, kaki mereka
menendang-nendang dan dalam waktu beberapa menit saja dua losin orang yang mengeroyok
itu segera kocar-kacir dan terlempar ke sana-sini!
Melihat ini
secara diam-diam Tang Bun An terkejut dan kagum bukan main. Kalau mereka ini
adalah pendekar-pendekar seperti Cia Kui Hong, maka celakalah dia.
"Tahan
!" Dia berseru dan anak buahnya yang sudah terdesak hebat itu cepat
berloncatan mundur. Sim Ki Liong, Tang Cun Sek dan Ji Sun Bi berdiri sambil
tersenyum mengejek.
"Nah,
apakah sekarang engkau hendak memperkenalkan diri dan bicara apa maksudmu
mengundang kami?" tanya Sim Ki Liong, sikapnya mengejek dan penuh
tantangan.
Tang Bun An
masih merasa penasaran, ingin sekali dia menguji sendiri ilmu kepandaian mereka
atau seorang di antara mereka. Maka dia pun berkata, "Kalian hebat! Akan
tetapi aku masih penasaran. Sebelum bicara, aku ingin merasakan sendiri
kelihaian kalian. Nah, majulah salah seorang di antara kalian yang paling
pandai, dan mari kita bertanding untuk melihat sampai di mana tingkat
kepandaian masing-masing."
Sim Ki Liong
yang merasa paling pandai, bahkan memang tadinya dialah yang menjadi ketua,
segera maju.
"Akulah
yang akan menandingimu!"
"Tak
perlu engkau yang maju sendiri, Pangcu. Urusan ini adalah urusan pribadiku,
biarlah aku yang menandinginya!" kata Tang Cun Sek.
Dan dia pun
segera melompat ke depan, menghadapi Tang Bun An. Dia masih menyebut pangcu
kepada Sim Ki Liong walau pun sekarang pemuda itu bukan lagi seorang ketua
perkumpulan dan sudah tidak memiliki anak buah lagi.
Sejenak Tang
Bun An menatap tajam wajah pemuda tinggi besar itu dan dia pun kagum. Selain
tinggi besar dan tubuhnya kokoh kuat, juga wajah pemuda yang berkulit putih itu
menarik sekali, tampan dan gagah. Matanya mengeluarkan cahaya mencorong dan
jelas bahwa dia seorang pemuda yang ‘berisi’. Dia pun heran sekali mendengar
pemuda tinggi besar ini menyebut ‘pangcu’ kepada pemuda tampan yang halus dan
jauh lebih muda itu.
"Bagus!
Kalian bertiga sama-sama lihai, asal bisa menguji salah seorang di antara
kalian, hatiku sudah puas. Orang muda mulailah!" tantangnya.
Tang Cun Sek
juga seorang yang mempunyai watak tinggi hati. Dia merasa bahwa tingkat ilmu
silatnya sudah amat tinggi dan jarang ada orang mampu menandinginya, maka tentu
saja dia memandang rendah kepada pria setengah tua itu. Juga sudah lama dia
menjadi murid utama di Cin-ling-pai, maka dia pun dapat menirukan sikap para
pendekar. Kini pun dia mencoba bersikap gagah.
"Orang
tua, engkaulah yang menantang dan mengundang kami, maka engkau pula yang harus
mulai menyerang. Silakan!" katanya dengan sikap waspada karena bagaimana
pun juga dia belum tahu benar sampai di mana kelihaian calon lawan ini, walau
pun dia agak memandang rendah.
"Bagus,
sambut seranganku!" bentak Tang Bun An.
Bentakannya
mengandung tenaga khikang sehingga menggetarkan jantung, namun Cun Sek sudah
melindungi dirinya dengan pengerahan tenaga sakti dan begitu tangan kanan
terbuka dari lawan menyambar ke arah dadanya, dia pun cepat mengelak mundur
sambil memutar lengan kiri menangkis, sedangkan lengan kanannya meluncur ke
depan dengan tangan terkepal, menghantam dari samping ke arah pelipis lawan
sebagai balasan.
"Hemmm!"
Tang Bun An berseru dan sengaja mengerahkan tenaga pada lengan kirinya untuk
menangkis hantaman tangan lawan ke arah pelipisnya itu untuk mengadu tenaga dan
menguji kekuatan tenaga lawan.
"Dukkk!"
Dua lengan
itu bertemu dan akibatnya keduanya terdorong mundur dua langkah! Kini Cun Sek
tidak lagi berani memandang rendah. Kiranya lawannya memiliki tenaga yang
sangat kuat, yang dapat mengimbangi tenaganya sendiri! Dia pun merasa penasaran
dan cepat dia menerjang ke depan sambil mainkan Ilmu Silat Thai-kek Sin-kun
yang ampuh. Ilmu ini merupakan satu di antara ilmu-ilmu silat andalan
Cin-ling-pai, selain gerakannya mantap dan mengandung tenaga dahsyat, juga
kadang amat cepat seperti kilat menyambar.
"Uhhh...!"
Tang Bun An berseru karena kaget bukan main. Dia mengenal ilmu yang pernah dia
lihat dimainkan pula oleh Cia Kui Hong, ketua Cin-ling-pai itu! Celaka,
pikirnya. Jelas pemuda ini ada hubungannya dengan Cia Kui Hong. Tentu dia ini
seorang jagoan dari Cin-ling-pai yang sengaja diundang Kui Hong untuk
memusuhinya. Gadis itu telah melanggar janjinya, atau kalau tidak melanggar
janji dan tidak membuka rahasianya, agaknya telah mengirim orang-orang
Cin-ling-pai yang lihai untuk memusuhinya!
Dia pun
cepat menggerakkan tubuhnya dan mengeluarkan ilmu-ilmu silatnya yang banyak
ragamnya, menangkis, mengelak dan membalas dengan pengerahan seluruh tenaganya.
Diam-diam dia merasa gentar juga. Walau pun dia mungkin mampu menandingi bahkan
mengatasi pemuda tinggi besar itu, namun di sana masih ada dua orang temannya
yang juga amat lihai. Bahkan mudah diduga bahwa pemuda yang disebut pangcu ini
tentu lebih lihai, dan wanita itu pun tak boleh dipandang ringan. Apa bila
mereka maju bertiga, maka sukarlah baginya untuk dapat lolos!
Mereka
saling serang dengan serunya dan pada suatu saat, ketika Cun Sek mengubah pula
ilmu silatnya dan kini memainkan Im-yang Sin-kun, pada waktu sepasang tangannya
mendorong dengan pengerahan tenaga, Tang Bun An juga mendorong kedua tangannya
untuk menyambut sambil mengerahkan tenaga pula.
"Desss...!"
Kali ini
pertemuan dua pasang tangan itu lebih hebat dari pada tadi dan akibatnya mereka
berdua terdorong ke belakang sampai terhuyung!
"Tahan!"
kata Tang Bun An sebelum pemuda tinggi besar itu menyerangnya lagi.
"Apakah hubunganmu dengan Cin-ling-pai, orang muda?"
Mendengar
pertanyaan itu, Cun Sek juga terkejut. Kiranya orang tua yang gagah dan lihai
itu mengenal ilmu silatnya yang diperoleh dari Cin-ling-pai! Jangan-jangan
orang ini tokoh yang berdekatan dengan Cin-ling-pai! Kalau demikian halnya,
berbahaya sekali.
Tiba-tiba
Sim Ki Liong telah mendahuluinya. Pemuda ini meloncat ke depan, menghadapi
orang tua yang lihai itu. "Paman, mengingat bahwa engkau yang mengundang
kami dan mengirim surat, maka sudah sepatutnya jika engkau pula yang
menceritakan siapa dirimu dan apa pula maksudmu mengundang kami, kemudian
menguji kepandaian kami di sini."
Tang Bun An
meraba-raba dagunya yang telah dicukur bersih. "Aku sengaja mengundang
kalian ketika mendengar dari anak buahku bahwa kalian bertanya-tanya tentang
Perwira Tang. Apakah yang kau maksudkan adalah Perwira Tang Gun yang telah dihukum
buang oleh kaisar?" Melihat sikap tiga orang muda itu berkeras menuntut
dia yang lebih dahulu memperkenalkan diri dan membuat pengakuan, dia pun
menyambung cepat. "Kalau yang kalian maksudkan Tang Gun, maka aku dapat
memberi keterangan sejelasnya tentang dia."
Kini Tang
Cun Sek yang menjawabnya. "Sesungguhnya akulah yang punya kepentingan
dengan perwira Tang itu. Kami tidak tahu siapa namanya, yang kami cari adalah
Perwira Tang yang mengaku bahwa dia adalah putera Ang-hong-cu!"
Tang Bun An
kini memandang wajah Cun Sek penuh perhatian, sinar matanya yang tajam
mencorong itu seperti hendak menyelidiki isi hati pemuda itu lewat pengamatan
wajahnya.
"Hemmm,
orang muda, yang kau cari itu Tang Gun ataukah Ang-hong-cu?"
Bagaimana pun
juga, pemuda ini pandai ilmu silat Cin-ling-pai dan kalau dia mencari
Ang-hong-cu, jelas bahwa dia datang diutus oleh Cia Kui Hong!
"Kami
mencari Ang-hong-cu!" Cun Sek berseru. "Dapatkah engkau menceritakan
di mana adanya Ang-hong-cu?”
Meski pun
jantungnya berdebar tegang, namun Tang Bun An masih dapat tersenyum dan
mengangguk-angguk. "Itu tergantung dari sikap kalian. Kalian bertiga yang
membutuhkan keterangan, maka sepatutnya kalau kalian memperkenalkan diri lebih
dulu kepadaku, dan menjelaskan apa maksud kalian mencari Ang-hong-cu. Barulah
akan aku pertimbangkan apakah aku dapat memberi tahu kalian di mana adanya
Ang-hong-cu ataukah tidak."
"Nanti
dulu, jangan sembarangan membuat pengakuan!" kata Ji Sun Bi cepat, lalu
wanita ini memandang kepada Tang Bun An dengan sinar mata tajam.
"Hemmm,
engkau adalah orang tua yang licik bukan main. Kami bertiga tidak mempunyai
urusan denganmu, tapi engkau mengirim surat kepada kami, memancing kami datang
ke sini. Lantas engkau mengerahkan anak buahmu untuk mengeroyok kami, bahkan
engkau sendiri menguji kepandaian salah seorang di antara kami. Apa artinya
semua ini? Dan kini engkau hendak memancing keterangan kami tanpa memberi tahu
kepada kami siapakah engkau dan apakah artinya semua perbuatanmu ini. Padahal pengeroyokan
anak buahmu telah gagal, dan betapa pun lihaimu, kiranya engkau tak akan mampu
mengalahkan kami bertiga. Bahkan kalau kami mau, kami akan dapat mengeroyok dan
merobohkanmu. Nah, dalam keadaan seperti ini, sepatutnya engkaulah yang lebih
dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan mengapa engkau mengundang
kami."
Tang Bun An
tertawa dan dia pun memandang kepada wanita itu dengan kagum. Seorang wanita
yang bukan saja cantik, namun berkepandaian silat tinggi dan cerdik sekali, dan
tentu saja dia mengenal baik siapa Ji Sun Bi.
Pada awal
pertemuan tadi dia lupa. Akan tetapi sekarang dia teringat bahwa dia pernah
bertemu dengan wanita ini. Pada saat itu dia menyamar sebagai Han Lojin yang
berkumis dan berjenggot.
"Ha-ha-ha-ha!
Tok-sim Mo-li, kau kira aku tidak mengenal kalian? Dan engkau adalah Sim Ki
Liong yang pernah menjadi murid Pendekar Sadis itu, bukan? Ha-ha-ha, siapa
bilang kalau keadaanku kalah? Lihat di belakang kalian!"
Tentu saja
Ji Sun Bi dan Sim Ki Liong terkejut bukan main mendengar betapa orang tua itu
telah mengenal mereka, dan sesudah mereka memutar tubuh, ternyata di sana sudah
terdapat puluhan orang berpakaian seragam prajurit pengawal yang sudah siap
dengan busur dan anak panah!
“Siapa...
siapakah engkau...?” Sim Ki Liong bertanya, kaget bukan main.
"Ha-ha-ha,
kalau aku menghendaki, dapat saja aku mendatangkan ratusan orang prajurit
pengawal. Aku adalah seorang perwira pengawal yang mengepalai ribuan orang
prajurit. Nah, sekarang kalian masih berkepala besar dan tidak mau mengaku apa
maksud kalian mencari perwira Tang Gun dan Ang-hong-cu?"
Tiga orang
muda itu saling pandang dan mereka sungguh terkejut bukan main. Mereka tidak
menduga siapa adanya perwira yang lihai ini, yang ternyata sudah mengenal Ji
Sun Bi dan Sim Ki Liong! Melihat bahwa agaknya perwira itu belum mengenal
dirinya, Cun Sek lalu berkata dengan sikap hormat.
"Ciangkun,
maafkan sikap kami tadi karena tidak mengenalmu. Baiklah kujelaskan bahwa
sebetulnya yang berkepentingan dengan An-hong-cu adalah aku pribadi. Aku
mempunyai urusan pribadi yang sangat penting dengan Ang-hong-cu, karena itulah
maka aku mencari dia dan kalau Ciangkun tahu di mana dia, tolong memberi tahu
kepadaku."
Tadinya Tang
Bun An masih menaruh curiga terutama kepada pemuda tinggi besar yang pandai
ilmu silat Cin-ling-pai itu, akan tetapi setelah dia teringat kepada Ji Sun Bi
dan juga Sim Ki Liong sebagai dua orang muda yang berpihak pada golongan sesat,
bahkan juga pernah membantu pemberontakan golongan hitam yang dipimpin oleh
Lam-hai Giam-lo, maka hatinya terasa lega.
Jelas bahwa
dua orang semacam Ji Sun Bi dan Sim Ki Liong itu dapat ditariknya menjadi
pembantu atau sekutu yang bisa diandalkan! Ada pun pemuda tinggi besar yang
mencari Ang-hong-cu ini, walau pun dia belum mengenalnya, tetapi agaknya dia
pun sahabat dua orang muda sesat itu.
"Hemmm,
kalau begitu, marilah kita berbicara di dalam. Urusan pribadi tidak sepantasnya
dibicarakan diluar."
Karena
maklum bahwa kini keadaan mereka bertigalah yang berada di bawah ancaman bahaya
kalau sampai mereka menentang, maka tiga orang muda itu lalu mengikuti Tang Bun
An memasuki pondok itu. Ang-hong-cu lalu mempersilakan tiga orang tamu itu
duduk di ruangan tamu, ada pun dia sendiri memasuki kamarnya. Tak lama kemudian
dia keluar kembali dan kini sudah berpakaian sebagai seorang perwira sehingga
tiga orang muda itu semakin percaya kepadanya.
“Nah, orang
muda. Sekarang kita dapat bicara di sini sehingga tidak ada orang luar yang
mendengarkan kita. Katakanlah kenapa engkau mencari Ang-hong-cu, dan urusan
pribadi penting apa yang kau miliki terhadap dia. Ceritakan saja terus terang,
baru nanti aku akan memberi tahukan di mana adanya Ang-hong-cu yang kau
cari-cari itu.”
Cun Sek kini
merasa bahwa tidak ada gunanya lagi dia merahasiakan dirinya. Agaknya perwira
itu boleh dipercaya, dan tentu dia benar-benar tahu di mana adanya Ang-hong-cu,
karena sikapnya terhadap mereka bertiga tidak memusuhi. Kalau memang dia
bermaksud buruk, tentu semenjak tadi dia sudah mengerahkan anak buahnya lebih
banyak lagi untuk menangkap mereka bertiga.
“Baiklah aku
mengaku terus terang saja, Ciangkun. Aku mencari Ang-hong-cu karena dia adalah
ayah kandungku. Semenjak kecil aku selalu mencarinya, maka ketika mendengar di
sini ada seorang perwira she Tang mengaku putera Ang-hong-cu, aku segera
mencari ke sini, ditemani oleh mereka ini."
Biar pun dia
terkejut mendengar pengakuan pemuda tinggi besar itu, Tang Bun An tetap
bersikap tenang. Dia memang tahu bahwa perbuatannya selama ini sudah membuahkan
keturunan di mana-mana, dan tentu saja dia tidak tahu siapa di antara para
wanita yang menjadi korbannya, yang kemudian melahirkan seorang keturunan
darinya.
Mula-mula
muncul Tang Hay atau Hay Hay yang sangat lihai itu, yang mengaku sebagai
puteranya. Namun pemuda ini kemudian menjadi musuh besarnya yang paling
ditakutinya karena harus diakuinya bahwa selama ini belum pernah dia bertemu
tanding sekuat dan selihai Hay Hay.
Kemudian
muncul Tang Gun yang juga mengaku sebagai puteranya. Putera ini terpaksa dia
korbankan demi mencari kedudukan tinggi bagi dirinya sendiri. Akan tetapi
diam-diam dia telah membebaskan puteranya itu dari hukuman buang, dan
memberinya bekal.
Tang Gun
bukan apa-apa kalau dibandingkan Hay Hay, tidak mempunyai ilmu silat yang
tinggi. Akan tetapi kini muncul pemuda ini yang mengaku puteranya pula, dan
pemuda ini pun amat lihai, bahkan agaknya menjadi murid Cin-ling-pai, walau pun
tingkat kepandaian pemuda ini belum sehebat Hay Hay.
“Orang muda,
jangan engkau sembarangan saja mengaku sebagai putera Ang-hong-cu,"
katanya dengan suara yang tegas dan kaku. "Kalau engkau benar putera
Ang-hong-cu, lalu apa buktinya dan apa tandanya?"
Cun Sek
cepat menanggalkan kalungnya, kalung dengan mainan seekor kumbang merah,
kemudian memperlihatkannya kepada Tang Bun An. "Inilah bukti dan tanda
itu, juga nama keturunanku Tang, Tang Cun Sek. Ibuku she Phoa, berasal dari dusun
Liok-ciu di Propinsi Shantung. Ibuku ditinggalkan begitu saja oleh Ang-hong-cu
setelah dia mengandung. Ibu yang mengatakan kepadaku bahwa ayah kandungku
adalah Ang-hong-cu, she Tang, dan benda ini pemberian ayah kandungku. Nah,
Ciangkun. Setelah aku dapat memperlihatkan bukti, maka kuharap Ciangkun suka
memberitahu di mana adanya Ang-hong-cu."
Tang Bun An
menghela napas panjang, lantas memandang kepada tiga orang muda itu.
"Semenjak nama besar Ang-hong-cu dikenal di dunia kang-ouw, tak seorang
pun pernah dapat melihat wajahnya. Bahkan anak-anaknya sendiri pun tak akan
dapat mengenalnya. Hanya aku yang mengetahui rahasianya. Akan tetapi dia sudah
memberi tahu kepadaku bahwa dia berencana untuk muncul di dunia kang-ouw dengan
terang-terangan sesudah dia mendapatkan sekutu dan kawan-kawan yang dapat
dipercaya dan dapat diandalkan. Melihat kalian bertiga adalah orang-orang yang
memiliki kepandaian, kukira dia akan suka menerima kalian. Akan tetapi, tentu
saja aku harus lebih dahulu mendapat kepastian dari kalian apakah kalian akan
suka bekerja sama dengan Ang-hong-cu."
"Bekerja
sama dalam hal apa?" Sim Ki Liong bertanya.
"Dia
ingin membangun sebuah kekuatan besar untuk menguasai dunia kang-ouw, untuk
menundukkan dan menaklukkan perkumpulan-perkumpulan besar di dunia kangouw dan
mengangkat diri menjadi bengcu (pemimpin rakyat). Bagaimana pendapat kalian
bertiga?"
"Aihhh,
kebetulan sekali!" seru Ji Sun Bi girang. “Kami bertiga memang sedang
mencari sekutu pula, sesudah perkumpulan kami dihancurkan oleh musuh! Tentu
saja aku setuju sekali!"
"Hemm,
aku pun setuju untuk bekerja sama asalkan dia bisa menghargai
kemampuanku!" kata Sim Ki Liong.
"Aku
sendiri dengan senang hati akan membantu Ang-hong-cu, karena sudah sejak kecil
aku merindukan ayah kandungku dan aku akan berbahagia sekali kalau dapat
membantu ayah!" kataTang Cun Sek.
"Bagus!
Kalau begitu nanti malam aku akan memberi tahukan dia, dan akan kubujuk dia
agar datang menemui kalian. Sekarang harap kalian beristirahat dulu. Kalian
dapat mandi dan beristirahat, kemudian malam nanti kita akan makan malam dan
dalam kesempatan itu mungkin sekali Ang-hong-cu akan hadir di tengah-tengah
kita."
"Nanti
dulu, Ciangkun. Ada satu hal yang membuat kami penasaran. Bagaimana engkau
dapat mengenal aku dan Tok-sim Mo-li? Pernahkah kita saling jumpa, dan siapakah
nama Ciangkun?" tanya Sim Ki Liong yang merasa penasaran.
Tang Bun An
bangkit dan tersenyum. "Nanti saja akan kuceritakan semua." Dia
bertepuk tangan dan masuklah lima orang prajurit pengawal.
"Antarkan
tiga orang tamu ini ke kamar masing-masing dan layani mereka baik-baik. Nah,
sampai jumpa malam nanti di ruangan makan!" katanya kepada tiga orang
tamunya lantas dia pun meninggalkan ruangan itu.
Dengan hati
penuh pertanyaan maka tiga orang muda itu terpaksa mengikuti para prajurit
pengawal yang mengantar mereka ke tiga buah kamar yang terletak di bagian
belakang pondok yang ternyata cukup luas itu. Ketika para prajurit itu hendak
mengundurkan diri, Ji Sun Bi yang masih merasa penasaran cepat memegang lengan
seorang di antara mereka dan tersenyum manis kepadanya.
"Sobat
yang tampan, tolong beritahu, siapa sih namanya komandanmu tadi?"
Sejenak
prajurit itu memandang wajah yang cantik itu dengan penuh rasa kagum dan bibir
tersenyum, akan tetapi sikapnya langsung berubah tegas dan dia pun berkata,
"Bagi kami beliau adalah Ciangkun dan kami tidak mengetahui nama
lain." Setelah berkata demikian dia membalikkan tubuh dan pergi dari situ.
Memang Tang
Bun An sudah memesan kepada semua anak buahnya supaya mereka itu tidak pernah
menyebut namanya dan merahasiakan dirinya. Perintah ini disertai ancaman
hukuman berat.
"Sialan!"
gerutu Ji Sun Bi kepada dua orang temannya. "Kalau tidak ingat urusan Cun
Sek tentu sudah kubekuk prajurit tadi dan kupaksa dia mengakui siapa nama
komandannya! Aku merasa seperti anak kecil dipermainkan saja."
"Sabarlah,
Mo-li. Bukankah kita memang berniat untuk mencari sekutu yang kuat agar kita
dapat bangkit kembali? Kalau memang Ang-hong-cu menghendaki semua rahasia ini,
apa salahnya? Dan aku melihat bahwa memang dia telah memiliki kedudukan yang
kuat," kata Sim Ki Liong.
"Bagaimana
engkau bisa tahu?" kata Tang Cun Sek.
"Lihat
saja. Dia sudah dapat mempengaruhi ciangkun itu untuk bekerja sama dengan dia!
Dan nampaknya perwira itu benar-benar taat kepadanya! Memiliki perwira kerajaan
yang mengepalai ribuan orang prajurit pengawal, itu sudah hebat namanya!
Agaknya aku akan suka sekali bekerja sama dengan Ang-hong-cu."
Mereka pun
tidak akan menanti terlalu lama karena hari sudah sore. Dan mereka dilayani
dengan amat baik. Para prajurit pelayan itu menyediakan air cukup banyak untuk
mandi, juga air teh dan arak.
Setelah hari
menjadi gelap, tibalah saat yang amat ditunggu-tunggu oleh mereka bertiga,
terutama sekali oleh Cun Sek. Pemuda ini sudah ingin sekali dapat bertemu
dengan ayah kandungnya yang namanya amat tersohor di dunia kang-ouw itu.
Seorang prajurit datang memberi tahu bahwa mereka diundang ke ruangan makan
untuk makan malam.
Karena
maklum bahwa prajurit di sana memang diharuskan menutup mulut, tanpa banyak
bertanya lagi mereka bertiga mengikuti prajurit itu memasuki sebuah ruangan
makan yang cukup besar. Di situ ada sebuah meja makan bundar besar yang
dikelilingi delapan buah bangku, namun tidak nampak ada orang di situ. Prajurit
itu lantas mempersilakan mereka bertiga duduk menghadapi meja makan itu.
Sesudah
prajurit itu pergi, tidak lama kemudian perwira tua yang menjadi tuan rumah itu
memasuki ruangan makan dengan wajah berseri.
"Selamat
malam!" katanya gembira. "Apakah kalian mendapatkan pelayanan yang
cukup baik?"
"Terima
kasih, Ciangkun," kata Cun Sek. "Akan tetapi, mana dia yang bernama
Ang-ong-cu...?
"Ha-ha-ha,
engkau nampaknya tidak sabar benar untuk dapat bertemu dengan ayahmu, orang
muda. Aku sudah menyampaikan keinginan kalian untuk bertemu dengan dia, juga
telah kusampaikan bahwa kalian bertiga suka untuk membantu dia sebagai seorang
calon bengcu. Akan tetapi dia minta agar kalian suka bersumpah setia lebih
dahulu sebelum dia muncul. Karena itu kuharap kalian suka mengucapkan sumpah
itu di hadapanku sebagai wakilnya. Bagaimana pendapat kalian?"
Tok-sim
Mo-li Ji Sun Bi adalah seorang wanita iblis, seorang tokoh kaum sesat yang
tidak pantang melakukan kejahatan macam apa pun. Juga tidak pantang untuk
mengucapkan sumpah palsu! Maka dia pun sama sekali tak merasa keberatan karena
baginya, sumpah dapat saja setiap saat dilanggar, seperti juga janji.
Melihat Ji
Sun Bi mengangguk setuju, Sim Ki Liong yang pengalamannya belum begitu banyak
juga mengangguk. Bagi Tang Cun Sek, tentu saja sama sekali tidak berkeberatan
untuk bersumpah setia kepada ayah kandungnya sendiri. Dengan petunjuk Tang Bun
An, mereka lalu bersumpah, seorang demi seorang.
"Aku
bersumpah bahwa aku akan taat dan setia kepada Ang-hong-cu, juga membantu dia
sebagai bengcu. Kalau aku melanggar sumpahku ini, biarlah aku mati di ujung
pedang.”
Sesudah
mereka bersumpah seorang demi seorang, Tang Bun An tertawa, kemudian dia
mempersilakan mereka bertiga untuk duduk.
"Sekarang
kalian duduklah dengan tenang. Aku akan mengundang Ang-hong-cu datang ke
sini!"
Tiga orang
itu tentu saja merasa tegang sekali dan mereka mengikuti tuan rumah dengan
pandang mata mereka. Tang Bun An menghilang ke ruangan lain sebelah dalam dan
ada sepuluh menit lamanya tiga orang tamu itu menunggu dengan jantung berdebar.
Seperti apakah gerangan orang yang berjuluk Ang-hong-cu itu?
Ji Sun Bi
sendiri yang sudah memiliki banyak sekali pengalaman di dunia kang-ouw, yang
hampir mengenal seluruh tokoh kang-ouw, harus mengakui bahwa dia sendiri juga
baru mengenal nama Ang-hong-cu saja, belum pernah melihat orangnya. Seorang
jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang sangat lihai dan juga licik bukan
kepalang sehingga para pendekar pun tidak pernah mampu memegang ekornya, tidak
seorang pun pernah dapat melihat mukanya. Dan kini, tokoh besar itu akan muncul
dan memperkenalkan diri kepada mereka!
Akhirnya
muncullah seorang lelaki dari ruangan sebelah dalam itu. Dia melangkah keluar
dengan sikap tenang sekali, dan setiap gerak-geriknya tak pernah terlepas dari
pandang mata tiga orang muda itu.
Dia seorang
pria yang usianya lima puluh tahun lebih, tubuhnya sedang dan tegak, agak besar
di bagian dada sehingga nampak gagah. Wajahnya yang dihias kumis dan jenggot
yang terpelihara rapi itu terlihat tampan, sepasang matanya mencorong dan
berseri-seri, mulutnya terhias senyum mengejek. Pakaiannya rapi, dengan rompi
sutera.
Pendeknya
laki-laki setengah tua ini amat menarik dan sama sekali tidak terlihat sebagai
seorang penjahat yang menakutkan, bahkan sebaliknya dia pantas menjadi seorang
pria terpelajar dan hartawan yang penampilannya pasti akan menarik hati banyak
wanita!
Kalau Tang
Cun Sek memandangnya dengan mata terbelalak dan ragu apakah benar pria ini
Anghong-cu, ayah kandung yang sejak kecil dirindukannya, sebaliknya Ji Sun Bi
dan Sim Ki Liong terkejut bukan main sehingga mereka telah bangkit berdiri dari
tempat duduk mereka.
"Aku...
aku pernah melihatnya... kita sudah pernah saling bertemu...," kata Sim Ki
Liong yang lupa-lupa ingat sambil mengamati wajah itu.
"Tentu
saja!" kata Ji Sun Bi. "Bukankah engkau ini Han Lojin?"
"Benar!
Han Lojin...!” Kini Sim Ki Liong teringat akan semua peristiwa yang terjadi
kurang lebih dua tahun yang lalu.
Ketika itu
dia membantu Lam-hai Giam-lo yang menghimpun kekuatan untuk melakukan
pemberontakan dan muncullah orang ini, yang pada waktu itu mengenakan pakaian
orang suku Hui, menunjukkan kepandaian untuk membantu gerakan Lam-hai Giam-lo.
Orang itu memang lihai sekali dan dia mengaku bernama Han Lojin. Akan tetapi
kemudian ternyata dia malah mengkhianati Lam-hai Giam-lo karena dia memihak
pemerintah.
"Han
Lojin! Jadi engkau inikah Ang-hong-cu...?” Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi berseru,
masih terheran-heran.
"Tok-sim
Mo-li, matamu benar-benar tajam dan ingatanmu kuat sekali. Aku memang Han Lojin
yang dahulu pernah kalian lihat itu. Dan untuk pertama kali selama hidupku,
kini di hadapan kalian aku mengaku bahwa akulah Ang-hong-cu!" Suara orang
itu tenang sekali, agak dalam dengan logat barat dan agak asing seperti cara
bicara orang Hui.
"Tapi…
tapi… benarkah engkau adalah Ang-hong-cu? Benarkah engkau ini adalah ayah
kandungku...?” Tang Cun Sek bertanya, tentu saja penuh keraguan karena
bagaimana dia dapat yakin bahwa pria ini benar ayah kandungnya?....
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment