Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Si Kumbang Merah Pengisap Kembang
Jilid 11
TAHULAH Cun
Sek bahwa benda runcing itu tentu mengadung racun yang berbahaya, juga bubuk
hitam yang ditaburkan itu tentu racun yang sangat jahat! Hatinya menjadi
tegang, dan secara diam-diam dia harus mengakui bahwa orang-orang ini merupakan
lawan yang amat curang dan berbahaya sekali.
Setelah
menebarkan bubuk hitam pada semak-semak dan benda-benda runcing di jalan
setapak, mereka semua lantas menuruni lereng dan kini di sebelah bawah, tidak
jauh dari tempat yang ditebari racun itu, mereka mengumpulkan ranting dan daun
kering kemudian membakar setumpuk daun dan ranting kering! Kini mereka semua
bersembunyi di kanan kiri, dekat api yang mereka buat itu, setiap orang siap
dengan senjata di tangan!
Cun Sek
mengangguk-angguk. Orang-orang ini benar-benar licik. Agaknya mereka tidak
berani menyerbu naik, maka menggunakan siasat ini. Mereka membakar tempat itu
untuk memancing pihak musuh menuruni puncak, namun sebelum tiba di tempat yang
mereka bakar, tentu pihak musuh akan melalui jalan setapak yang telah penuh
dengan benda dan bubuk beracun. Celakalah kiranya pihak musuh yang berada di
puncak itu, pikirnya.
Namun dia
tidak ingin mencampuri. Bukan urusannya. Dia hanya ingin menjadi penonton dan
ada kenikmatan tersendiri di dalam hatinya menonton peristiwa yang menegangkan
hati ini.
Tepat
seperti yang diduga oleh Cun Sek, tidak lama kemudian dari tempat sembunyinya
dia melihat lima orang laki-laki berlarian dari atas, turun dari puncak menuju
ke tempat kebakaran. Mereka adalah lima orang laki-laki yang mempunyai ilmu
meringankan tubuh yang lumayan, terbukti dari cara mereka berlari yang cukup
cepat biar pun harus melalui jalan setapak yang cukup sukar dengan adanya
batu-batu yang berserakan. Kalau tidak hati-hati maka kaki mereka akan
terpeleset dan jika sampai terjatuh di atas jalan setapak berbatu-batu itu,
maka akan membuat kulit mereka babak belur.
Makin dekat
lima orang itu datang ke jalan setapak yang dipasangi racun, makin kencang
debar jantung Cun Sek karena tegang. Sedikit pun dia tidak ingin memperingatkan
kelima orang itu. Dia tak ingin berpihak, karena dia tidak mengenal kedua pihak
itu. Apakah lima orang itu akan mampu menghindarkan diri dari ancaman
malapetaka?
Sementara
itu, sesudah mereka sampai dekat api yang nampak dari atas, tentu saja lima
orang yang datang dari puncak itu mempercepat larinya dan kini mereka memasuki
jalan setapak yang telah ditaburi dengan benda berduri tadi. Berturut-turut
terdengar mereka itu berteriak kaget.
Akan tetapi
benda runcing yang menembus sepatu mereka hingga melukai telapak kaki, agaknya
mengandung racun yang sangat hebat sehingga sekali berteriak, tubuh mereka
lantas terguling. Tentu saja mereka jatuh menimpa benda-benda runcing beracun
itu, dan begitu terjatuh, mereka tidak dapat bergerak lagi, merintih pun tidak
mampu dan nampak beberapa bagian tubuh mereka menjadi hitam!
Dari tempat
persembunyiannya, Cun Sek bergidik. Racun hitam itu ampuhnya luar biasa! Begitu
terjatuh, lima orang itu tewas seketika sehingga mayat mereka malang melintang
menutup jalan setapak.
Pada saat
itu pula Cun Sek melihat lima bayangan orang berlari cepat menuruni puncak.
Sebentar saja lima sosok bayangan itu sudah tiba di sana dan dia melihat bahwa
mereka adalah lima orang wanita yang usianya antara tiga puluh sampai empat
puluh tahun, rata-rata memiliki wajah cantik dan tubuh yang ramping padat.
Dia pun diam
saja, hanya memandang penuh perhatian karena dari gerakan mereka itu, dia dapat
menduga bahwa mereka lebih lihai dari pada lima orang pertama yang menjadi
korban racun. Apakah mereka akan mampu melewati tempat yang merupakan perangkap
maut itu?
Lima orang
itu menghentikan lari mereka dan mereka terbelalak memandang ke arah lima orang
yang telah tewas dan malang melintang di jalan setapak itu. Mereka mengamati ke
arah tanah dan saling berbisik, agaknya mereka maklum bahwa lima orang pria itu
sudah menjadi korban benda-benda kecil beracun yang bertebaran di atas jalan
setapak.
"Ikuti
aku!" kata seorang di antara mereka dengan nada memimpin.
Dia lalu
mencabut pedang, menggunakan pedangnya untuk membacok putus dua batang ranting
pohon. Teman-temannya cepat meniru perbuatannya sehingga kini masing-masing
mereka memegang dua buah kayu ranting yang besarnya selengan tangan mereka.
Lalu, didahului oleh pemimpin mereka, lima orang wanita itu mempergunakan dua
batang kayu untuk menyeberangi jalan setapak yang penuh dengan benda-benda
runcing beracun itu tanpa menyentuhkan kaki ke atas tanah.
Akan tetapi
begitu mereka melewati jalan setapak itu, melangkahi lima sosok mayat yang
malang melintang dan mereka tiba di seberang jalan berbahaya itu, mereka
mengaduh-aduh lantas lima orang wanita itu pun terpelanting jatuh dari atas dua
batang tongkat yang tadi mereka pergunakan untuk menyeberang sebagai pengganti
kaki.
Cun Sek tak
merasa heran. Lima orang wanita itu ternyata memang dapat menghindarkan kaki
mereka sehingga tidak tertusuk benda runcing dan keracunan, namun mereka tidak
tahu bahwa semak-semak di kanan kiri jalan itu telah ditebari bubuk hitam beracun.
Ketika mereka lewat, tangan mereka terkena daun-daun yang sudah mengandung
racun, maka ketika tiba di seberang, mereka merasa betapa kedua tangan mereka
gatal dan panas.
Rasa gatal
dan panas itu menjalar ke seluruh tubuh dan lima orang wanita itu kemudian
bergulingan, menggunakan kedua tangan untuk mencakari tubuh sendiri hingga
pakaian mereka koyak-koyak dan mereka berlima itu sampai telanjang bulat, namun
tidak berhenti menggaruk dan tubuh mereka segera penuh dengan guratan merah dan
hitam.
Mereka pun
tewas dalam keadaan tersiksa sekali, tidak seperti lima orang pria tadi yang
tewas seketika. Sebelum tewas, lima orang wanita itu harus menderita siksaan
rasa gatal dan panas yang menjalar dari tangan mereka yang terkena bubuk racun
hitam sampai ke seluruh tubuh!
Kembali Cun
Sek bergidik ngeri. Sungguh hebat sekali! Sungguh bukan main kejamnya
orang-orang Hek-tok-pang itu! Akan tetapi dia tetap hanya menjadi penonton dan
tinggal tidak berpihak. Akan tetapi kini dia semakin tertarik. Agaknya yang menjadi
korban racun itu, lima orang pria dan lima orang wanita, hanyalah anak buah
saja.
Rombongan
yang masih bersembunyi itu agaknya masih menunggu musuh mereka yang tadi mereka
sebut-sebut, yaitu iblis betina! Sementara itu Cun Sek sendiri pun ingin sekali
tahu bagaimana macamnya iblis betina itu dan bagaimana lihainya sehingga dua
puluh delapan orang itu masih saja bersembunyi dengan senjata di tangan,
agaknya siap untuk mengeroyok musuh yang ditunggu-tunggu itu.
Ketika Cun
Sek memperhatikan tiga orang yang dibayanginya dari kota tadi, tiba-tiba dia
melihat mereka menuding ke arah puncak bukit dan sikap mereka tegang sekali.
Dia pun langsung memandang ke arah puncak dan nampaklah sesosok bayangan sedang
berlari cepat seperti terbang menuju ke tempat itu. Dia merasa betapa hatinya
tegang sekali.
Agaknya
itulah orang yang mereka nanti-nanti, yang disebut iblis betina! Tentu orangnya
sangat menakutkan, seperti iblis, mungkin sudah nenek-nenek, yang lihainya
bukan main. Akan tetapi, semakin dekat sosok tubuh itu, semakin terbelalak
lebar mata Cun Sek! Apa lagi sesudah wanita itu tiba di dekat jalan setapak
yang beracun, dan memandangi mayat lima orang pria dan lima orang wanita di
seberang jalan, Cun Sek melongo.
Dia adalah
seorang wanita yang usianya sekitar tiga puluh tahun. Pakaiannya serba indah
dan mewah sehingga nampak ganjil sekali seorang wanita berpakaian seindah itu
berada di dalam hutan! Dan cantiknya! Bentuk tubuhnya! Seorang wanita yang
telah matang dan penuh daya tarik, menggairahkan! Kalau saja tidak nampak
gagang sepasang pedang di balik pundaknya, tentu tidak ada seorang pun yang
dapat menduga bahwa wanita cantik yang lemah-gemulai ini adalah seorang ahli
silat yang amat pandai!
Wajah itu
bulat dan kulitnya putih kemerahan, dan kecantikan itu masih ditambah dengan
bedak serta pemerah pipi dan bibir. Pandang matanya amat tajam, dan kerlingnya
begitu memikat sehingga akan sukar ditemukan pria yang mampu bertahan bila
disambar kerling mata seperti itu.
Begitu
melihat wanita itu, seketika timbul rasa sayang dan suka di dalam hati Cun Sek,
maka tanpa ditanya lagi otomatis hatinya sepenuhnya berpihak kepadanya! Oleh
karena itu, ketika melihat wanita itu agaknya ragu-ragu dan hendak menyeberang
melewati jalan setapak yang mengandung ancaman maut itu, tanpa disadarinya
sendiri dia lalu berseru,
"Hati-hati,
nona! Jangan lewat jalan itu, tanah dan semak-semaknya sudah ditaburi racun
jahat!"
Tiba-tiba
saja wanita itu meloncat ke samping, tinggi sekali dan bagaikan seekor burung
terbang, tubuhnya sudah melayang lantas hinggap di atas cabang pohon, terus
diayunnya tubuhnya itu hingga melayang ke atas lagi, lalu hinggap lagi di
cabang lain dan demikian seterusnya sehingga dalam waktu beberapa detik saja
dia sudah hinggap di atas cabang pohon di depan Cun Sek!
Cun Sek
memandang terbelalak kagum bukan main. Kiranya wanita itu bukan saja cantik
manis, akan tetapi juga memiliki ginkang yang demikian hebatnya hingga nampak
bagai seekor burung yang sangat indah, yang kini berdiri di atas cabang sambil
memandang kepadanya dengan sinar matanya yang jeli indah dan mulutnya yang
tersenyum manis.
"Siapakah
engkau dan mengapa engkau memperingatkan aku tentang bahaya racun itu?"
Wah, bukan hanya wajahnya cantik tubuhnya menggairahkan, sinar mata dan
senyumnya memikat, juga suaranya amat merdu.
Tanpa
menyembunyikan kekaguman pada pandang matanya, Cun Sek menjawab sambil
tersenyum. "Tadinya aku memang hanya menjadi penonton, tak ingin
mencampuri urusan orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan aku. Akan
tetapi, melihat engkau yang begini cantik jelita terancam bahaya maut yang
demikian mengerikan, aku merasa tidak tega sehingga tanpa kusadari aku sudah
berteriak memberi peringatan."
Di dalam
hatinya dia masih merasa heran mengapa yang muncul seorang wanita yang demikian
cantiknya. Bukankah yang dinanti oleh orang-orang di bawah itu adalah seorang
iblis betina?
Kini dua
puluh delapan orang itu sudah bermunculan dari tempat persembunyian mereka dan
mereka telah siap dengan senjata di tangan. Terdengar raksasa brewok tadi
berteriak sambil mengacungkan golok besarnya ke arah pohon.
"Iblis
betina, turunlah! Mari kita membuat perhitungan!"
"Tok-sim
Mo-li (Iblis Betina Berhati Racun), bersiaplah engkau untuk menebus nyawa sute
Yauw Kwan!" orang pertama dari Kwi-san Su-kiam-mo juga berteriak sambil
menudingkan pedangnya ke arah wanita yang masih di atas cabang pohon itu.
Kini Cun Sek
semakin kaget. Kiranya benar wanita ini yang disebut Iblis Betina. Wah, bagi
dia, wanita ini lebih pantas disebut bidadari kahyangan!
Semua
penilaian melahirkan pendapat yang palsu, karena penilaian selalu didasari pada
perhitungan untung rugi si penilai. Bila mana yang dinilai itu menguntungkan,
dan berarti menyenangkan, tentu dinilainya baik, sebaliknya jika merugikan atau
tak menyenangkan, maka akan dinilainya buruk.
Para anggota
Hek-tok-pang telah dirugikan oleh Tok-sim Mo-li, banyak anggotanya yang tewas
di tangan wanita itu, maka tentu saja menganggap wanita itu jahat sekali,
bahkan kecantikan wanita itu tidak lagi menarik karena telah timbul kebencian
dan dendam dalam hati mereka. Seperti itu pulalah perasaan tiga orang di antara
Kwi-san Su-kiam-mo yang menaruh dendam karena sute mereka tewas di tangan
wanita itu.
Akan tetapi
sebaliknya, Cun Sek sama sekali tidak pernah merasa dirugikan oleh wanita itu,
dan ketika melihat kecantikan wanita itu, dia menilainya sebagai seorang wanita
yang menarik dan patut dibela! Orang seperti Cun Sek ini tentu saja hanya
menilai seseorang hanya dari kulitnya. Dia lupa bahwa kecantikan hanya setipis
kulitnya, hanya merupakan pembungkus belaka, pembungkus tengkorak dan rangka
yang sama pada setiap orang manusia.
Memang
sungguh sayang sekali. Pada umumnya kita lebih senang memperhatikan dan
memperindah badan dari pada batin kita. Kita mencuci badan kita setiap hari,
dua tiga kali, akan tetapi ingatkah kita untuk mencuci batin kita? Mencuci
batin berarti ingat pada Tuhan dan menyerah dengan seluruh pemasrahan, karena
hanya kekuasaan Tuhan saja yang akan mampu membersihkan batin kita yang
dipenuhi kekotoran.
Tentu saja
Cun Sek tidak tahu siapa sebenarnya wanita cantik itu. Kalau dia sudah
benar-benar mengenalnya, maka dia akan semakin terkejut. Wanita ini bernama Ji
Sun Bi, yang di dunia kang-ouw terkenal dengan julukan Tok-sim Mo-li. Dari
julukan ini saja sudah bisa diketahui bahwa dia adalah seorang wanita yang
hatinya beracun, berarti memiliki watak yang amat jahat.
Dia pernah
menjadi murid juga kekasih dari mendiang Min-sa Mo-ko, seorang datuk sesat yang
pernah menjadi tokoh Pek-lian-kauw. Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi ini mewarisi
ilmu-ilmu yang dahsyat dari gurunya, dan selain lihai dan cantik manis, juga
dia mempunyai suatu penyakit, yaitu gila laki-laki!
Dia seorang
penjahat cabul yang selalu timbul birahinya ketika melihat seorang pria muda
yang tampan dan ganteng. Oleh karena itu, begitu melihat Cun Sek yang tinggi
tegap dan tampan, tentu saja seketika hatinya tertarik sekali. Apa lagi begitu
berjumpa pemuda itu sudah berpihak kepadanya dan berusaha menyelamatkannya dari
ancaman bahaya!
Kurang lebih
satu tahun yang lalu, Ji Sun Bi bersama mendiang gurunya, Min-san Mo-ko,
membantu gerakan pemberontakan yang dipimpin oleh mendiang Lam hai Giam-lo
serta seorang bangsawan Birma yang bernama Kulana. Akan tetapi pemberontakan
itu berhasil dihancurkan oleh pasukan Menteri Cang Ku Ceng yang dibantu oleh
para pendekar gagah perkasa. Hampir semua tokoh pemberontak tewas. Hanya ada
beberapa orang saja yang berhasil menyelamatkan diri, di antaranya termasuk
Tok-sim Mo-li li Sun Bi.
Ketika
terjadi pertempuran, Ji Sun Bi bertanding melawan Cia Kui Hong, puteri ketua
Cin-ling-pai yang sudah digembleng oleh Pendekar Sadis dan isterinya, yaitu
kakek neneknya sendiri. Ji Sun Bi terdesak hebat dan pada saat terakhir dia
dapat membuang dirinya ke bawah tebing.
Kui Hong
mengira bahwa Ji Sun Bi yang jahat tentu tewas karena tebing itu amat curam.
Akan tetapi ternyata tidak! Ji Sun Bi sudah memperhitungkan ketika dia melempar
diri ke bawah tebing itu. Dia maklum benar bahwa di bawah tebing, tepat di
bawah dia melempar tubuh, terdapat sebuah danau kecil yang dalam. Karena itu,
ketika dia sampai di bawah, bukan batu atau tanah yang menerima tubuhnya,
melainkan air! Biar pun dia hampir saja pingsan ketika terbanting ke air danau,
namun dia dapat menyelamatkan dirinya dan tidak tewas!
Tok-sim
Mo-li Ji Sun Bi kemudian melarikan diri dan bersembunyi sampai berbulan-bulan,
takut kalau-kalau ada pengejaran dari para pendekar. Dan di dalam perantauannya
sambil sembunyi-sembunyi ini Ji Sun Bi bertemu dengan seorang pria muda yang
membuatnya girang bukan main. Siapakah pria muda itu? Dia bukan lain adalah Sim
Ki Liong, seorang di antara para pembantu utama dalam pemberontakan yang dipimpin
Lam-hai Giam-lo itu!
Pemuda itu
adalah salah seorang di antara mereka yang berhasil menyelamatkan diri dan
pemuda itu amat lihainya, bahkan tingkat kepandaiannya lebih lihai dari Ji Sun
Bi sendiri. Dan yang lebih dari segalanya, pemuda itu adalah bekas kekasih atau
seorang di antara para kekasih wanita cabul itu!
Ketika dua
orang bekas rekan dan kekasih itu saling berjumpa, tentu saja mereka merasa
gembira bukan main. Bukan saja gembira dalam melepas kerinduan masing-masing,
akan tetapi terutama sekali gembira karena mereka kini merasa lebih kuat.
Dengan kerja sama di antara mereka tentu saja mereka merasa kuat dan mampu
melakukan hal-hal besar!
Sim Ki Liong
adalah seorang pemuda berusia dua puluh dua tahun yang berwajah tampan dan
sikapnya halus lagi sopan. Dia sesungguhnya putera dari mendiang Sim Thian Bu,
seorang seorang tokoh sesat yang tewas di tangan suheng-nya sendiri, yaitu
Siangkoan Ci Kang.
Sim Ki Liong
yang cerdik ini kemudian berhasil menyusup ke Pulau Teratai Merah. Karena dia
memang pandai mengambil sikap, dia pun berhasil menarik perhatian Pendekar
Sadis dan isterinya yang berkenan mengambil dia sebagai murid! Sebagai murid
terkasih dari Pendekar Sadis dan isterinya, tentu saja Sim Ki Liong menjadi
lihai bukan main!
Akan tetapi,
pada saat Cia Kui Hong berkunjung ke rumah kakek dan neneknya di Pulau Teratai
Merah, Sim Ki Liong yang tergila-gila kepada Kui Hong itu seperti membuka kedok
sendiri. Maka dia pun kemudian melarikan diri, minggat dari Pulau Teratai Merah
sambil membawa pedang pusaka pulau itu, yaitu pedang pusaka Gin-hwa-kiam!
Sim Ki Liong
kemudian ikut bergabung dengan gerakan pemberontakan Lam-hai Giam-lo, menjadi
salah seorang di antara para pembantu yang dipercaya selain Ji Sun Bi. Pada
waktu gerombolan pemberontak itu diserbu oleh para pendekar dan pasukan
pemerintah, seperti juga Ji Sun Bi, Sim Ki Liong yang ternyata sangat cerdik
itu dapat menyelamatkan diri juga.
Demikianlah,
setelah Ji Sun Bi berjumpa dengan Sim Ki Liong, tentu saja kedua orang ini
merasa girang bukan main. Keduanya lalu memilih Kim-lian-san (Bukit Terati
Emas) itu sebagai tempat tinggal dan dengan kerja sama mereka sebentar saja
mereka berdua telah mampu membangun tempat itu sebagai sarang dari perkumpulan
yang mereka dirikan bersama, yang mereka beri nama Kim-lian-pai (Perkumpulan
Teratai Emas)! Tentu saja ketuanya adalah Sim Ki Liong dan Ji Sun Bi menjadi
wakil ketua.
Mereka
berdua lalu menundukkan tokoh-tokoh sesat di sekitar daerah itu dan memaksa
mereka untuk mengakui kekuasaan Kim-Iian-pai. Kalau ada tokoh atau golongan
yang tak mau mengakui, maka Ji Sun Bi lalu turun tangan mengalahkan tokoh itu
atau mengobrak-abrik gerombolan yang melawan. Dalam waktu beberapa bulan saja
hampir seluruh tokoh kang-ouw dan gerombolan penjahat sudah dapat ditundukkan!
Mereka
berdua lalu memilih pemuda-pemuda atau para pria yang memiliki kepandaian, juga
wanita-wanita tangkas untuk menjadi anggota Kim-Iian-pai. Keduanya lantas
melatih mereka sehingga tak lama kemudian Kim-lian-pai telah menjadi suatu
perkumpulan yang anggotanya berjumlah lebih dari seratus orang dan rata-rata
mereka memiliki kepandaian silat yang cukup tangguh.
Nama besar
Kim-Iian-pai mulai dikenal dunia kang-ouw. Kelompok-kelompok yang sudah
mengakui kekuasaan Kim-lian-pai tentu saja mulai menyumbangkan hasil kekayaan
atau kejahatan mereka kepada perkumpulan baru itu.
Baik Sim Ki
Liong mau pun Ji Suri Bi tidak mempunyai niat untuk mengulangi apa yang
dilakukan oleh gerombolan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo. Tidak, mereka sudah
cukup berpengalaman dan cerdik. Melawan pemerintah adalah perbuatan yang tolol.
Kekuatan pemerintah tidak mungkin dapat dilawan.
Mereka hanya
ingin mendirikan perkumpulan yang kuat dan berkuasa karena dari dunia kang-ouw
mereka dapat mengharapkan sumbangan yang akan membuat perkumpulan mereka cukup
kuat untuk hidup mewah. Selain itu, kalau mereka kuat, para pendekar juga tidak
akan berani mengganggu mereka.
Di samping
itu semua, Sim Ki Liong yang menjadi ketua Kim-lian-pai juga memiliki suatu
cita-cita, yaitu membalaskan dendam sakit hatinya kepada pendekar Siangkoan Ci
Kang yang telah membunuh ayahnya. Dengan adanya perkumpulan kuat yang
dipimpinnya ini, tentu tidak akan sukar baginya untuk mencari di mana adanya
musuh besar itu.
Di samping
memupuk kekuatan untuk perkumpulannya, Sim Ki Liong dan Ji Sun Bi tidak
menghentikan kesenangan mereka. Dua orang ini memang cocok sekali. Mereka
memiliki kesukaan yang sama, yaitu bila Sim Ki Liong tiada bosannya mencari
gadis-gadis cantik untuk menemaninya, juga Ji Sun Bi tidak pernah merasa puas
dengan pria-pria tampan yang hampir setiap hari berganti-ganti melayaninya!
Hampir semua
anggota Kim-lian-pai yang bertubuh kekar dan berwajah tampan pernah dikeram di
dalam kamar wakil ketua yang cantik itu. Akan tetapi watak Ji Sun Bi memang
pembosan. Biar di puncak itu sudah ada Sim Ki Liong dan banyak anggota perkumpulan
yang pria, tapi dia masih suka berkeliaran turun dari bukit untuk melampiaskan
nafsunya dengan pria-pria baru!
Demikianlah,
perbuatannya itulah yang mendatangkan keributan pada hari itu. Ia bertemu
dengan Yauw Kwan, pemuda berusia dua puluh lima tahun yang menjadi anggota
termuda dari Kwi-san Su-kiam-mo, empat orang tokoh kang-ouw yang kenamaan.
Bertemu
dengan pemuda yang gagah dan tampan ini, Ji Sun Bi segera merayunya. Yauw Kwan
dengan mudahnya jatuh ke dalam pelukan wanita cabul itu. Akan tetapi celakanya,
Yauw Kwan yang belum banyak pengalaman itu benar-benar jatuh cinta kepada Ji
Sun Bi dan tidak ingin berpisah lagi. Bahkan dia membujuk Ji Sun Bi agar suka
menjadi isterinya.
Seperti
biasa, setelah bermesraan dengan Yauw Kwan selama beberapa hari lamanya, Ji Sun
Bi mulai bosan dan sikap Yauw Kwan yang rewel, yang hendak memaksanya supaya
suka menjadi isteri pemuda itu, telah membuat Ji Sun Bi menjadi marah. Dia
menganggap pemuda itu terlalu banyak rewel sehingga akan merepotkan saja, maka
dia memaki-maki dan mengusir Yauw Kwan.
Pemuda itu
terkejut, marah dan tahu bahwa wanita itu hanya mempermainkannya. Lalu
terjadilah perkelahian dan Yauw Kwan melarikan diri membawa luka parah.
Akhirnya dia tewas dalam rangkulan ketiga orang suheng-nya sesudah menceritakan
tentang Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi yang menjadi wakil ketua Kim-lian-pai di puncak
Kim-lian-san.
Bukan hanya
dengan Kwi-san Su-kiam-mo saja Ji Sun Bi menanam permusuhan. Juga dengan
Hek-tok-pang. Perkumpulan Hek-tok-pang ini adalah perkumpulan para nelayan.
Mereka merupakan ahli-ahli racun dan dengan kepandaian itu mereka menangkap
ikan, menggunakan bubuk racun yang tidak begitu keras.
Akan tetapi,
selain mencari ikan mereka dikenal pula sebagai penguasa pada sepanjang sungai
Huang-ho dan dengan kekerasan sering menuntut sumbangan dari para saudagar yang
perahunya lewat di tempat itu. Juga bajak-bajak sungai tunduk kepada mereka dan
suka memberi bagian hasil kejahatan mereka.
Mendengar
tentang perkumpulan ini, Ji Sun Bi mewakili Kim-lian-pai untuk menundukkan
perkumpulan itu. Namun ketuanya, Hek-tok Pangcu Cui Bhok, tidak sudi tunduk
kepada seorang wanita yang mewakili sebuah perkumpulan baru. Dia membuat
perlawanan dan mengerahkan anak buahnya.
Dihadapi
puluhan orang anggota Hek-tok-pang, tentu saja Ji Sun Bi menjadi kewalahan,
akan tetapi ketika terjadi perkelahian, dia sempat menyebar maut di antara para
anggota Hek-tok-pang. Tidak kurang dari tujuh orang tewas dan banyak yang
terluka. Inilah yang membuat Hek-tok Pangcu Cui Bhok merasa sakit hati. Karena
itu, dengan dibantu oleh dua puluh empat anggotanya yang pilihan, dia bergabung
dengan tiga orang dari Kwi-san Su-kiam-mo dan pada hari itu melakukan
penyerbuan ke Kim-lian-san.
Ketika dua
puluh delapan orang itu mengepung pohon besar di mana Sun Bi dan Cun Sek
berada, wanita ini tersenyum sambil matanya mengerling ke arah pemuda gagah
perkasa yang kini juga telah berdiri di atas cabang pohon itu. Diam-diam dia
pun mengagumi tubuh yang kokoh kekar itu dan Ji Sun Bi lalu menelan ludah
seperti seekor harimau kelaparan melihat segumpal daging yang segar.
"Sobat
yang gagah perkasa, siapakah namamu?" tanya Ji Sun Bi dengan suara merdu.
Cun Sek
semakin kagum. Wanita ini memang hebat. Di bawah itu ada dua puluh delapan
orang lihai yang menunggu dan menantangnya, akan tetapi dia masih bersikap
demikian tenang dan enak-enakan saja seakan-akan tidak ada ancaman apa pun. Dia
pun segera mengimbangi dan bersikap santai dan tenang. Sambil mengamati wajah
cantik manis itu, dia pun menjawab sambil tersenyum ramah.
"Namaku
Tang Cun Sek, dan siapakah engkau, Nona? Mengapa pula mereka semuanya
memusuhimu?"
"Namaku
Ji Sun Bi," jawab wanita itu sambil memperlebar senyumnya sehingga
sekarang nampak deretan giginya yang putih bersih. "Mereka di bawah itu
adalah orang-orang tolol. Aku menjadi wakil ketua Kim-lian-pai yang ada di
puncak Kim-lian-san ini, dan kami ingin agar mereka itu tunduk dan membantu kami.
Ehh..., mereka malah melawanku! Saudara Tang Cun Sek, kalau menurut pendapatmu,
bagaimana? Apakah aku harus membunuh mereka semua?"
Cun Sek
menjadi semakin kagum. Wanita ini bukan khawatir bahkan mengatakan dapat
membunuh mereka semua, seakan-akan dua puluh delapan orang di bawah itu tidak
ada artinya baginya. Akan tetapi dia memikirkan pertanyaan itu dengan serius.
"Kalau
engkau ingin menundukkan mereka, apa gunanya kalau mereka dibunuh semua?
Kalahkan saja pemimpin mereka, maka yang lain-lain akan menakluk dengan
sendirinya." Dia mengerutkan alis kemudian memandang ke bawah.
"Alangkah baiknya kalau engkau mampu menarik mereka menjadi pembantu.
Mereka itu amat pandai menggunakan racun. Lihat, sepuluh orang yang menjadi
korban itu, sungguh mengerikan. Siapakah mereka?"
"Mereka
adalah para anggota perkumpulan kami."
"Wah,
kalau begitu maka lebih penting lagi untuk menundukkan mereka agar mereka mau
membantumu sehingga kerugianmu kehilangan sepuluh orang anggota itu dapat
ditebus."
Ji Sun Bi
mengangguk-angguk. Memang pendapat pemuda ini sangat tepat. Kim-lian-pai adalah
sebuah perkumpulan baru yang sedang menyusun kekuatan. Kalau Hek-tok-pang dapat
ditundukkan dan membantu, berarti Kim-lian-pai akan menjadi semakin kuat. Kalau
mereka semua dibunuh, tidak ada untungnya bagi Kim-lian-pai.
"Saudara
Tang Cun Sek, tadi engkau sudah menolongku, memperingatkan aku mengenai racun.
Dan sekarang maukah engkau membantuku menghadapi mereka? Atau kelirukah
penilaianku bahwa engkau seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi?"
Cun Sek
tersenyum. "Terus terang saja aku pernah mempelajari ilmu silat, akan
tetapi jika dibandingkan denganmu tentu saja aku masih kalah jauh!"
"Hik-hik,
aku tahu bahwa orang yang merendahkan diri itu justru merupakan lawan yang berbahaya.
Tong kosong nyaring bunyinya sebaliknya tong yang penuh tidak berbunyi!"
"Aihh,
jadi engkau hanya menganggap aku ini sebagai sebuah tong saja?"
"Apa
salahnya menjadi tong?"
"Kalau
tong beras atau tong anggur memang cukup berguna, akan tetapi tong
sampah?" kelakar Cun Sek yang timbul kegembiraannya melihat sikap wanita
yang lincah jenaka dan genit ini.
"Tong
sampah juga berguna sekali. Akan tetapi siapa menyamakan engkau dengan tong?
Engkau seorang pemuda yang begini gagah perkasa dan ganteng. Hanya saja aku
ingin melihat apakah engkau mampu menghadapi seorang di antara mereka."
Cun Sek
merasa kejantanannya ditantang. Kalau tadi dia bersikap tak peduli dan tak
ingin mencampuri urusan orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan
dirinya, dengan mudah saja kini dia berpihak. Tentu saja dia memilih pihak
wanita yang cantik menarik ini!
"Iblis
betina! Apa bila engkau tidak mau turun, terpaksa kami memaksamu turun bersama
antekmu itu!" terdengar lagi suara dari bawah.
Dan
tiba-tiba dari bawah tampak sinar berkelebat ketika dua batang hui-to (pisau
terbang) meluncur ke arah Cun Sek dan Ji Sun Bi. Pisau-pisau terbang itu
dilempar oleh Thio Su It, orang ke tiga dari Kwi-san Su-kiam-mo yang mempunyai
keahlian menggunakan pisau ini sebagai senjata rahasia.
Sebelum Ji
Sun Bi menggerakkan tubuhnya, Cun Sek lebih dahulu menggerakkan kedua
lengannya. Kedua tangannya menyambar ke bawah dan ternyata dia sudah menyambut
dua batang pisau itu! Kalau saja yang melemparkan pisau itu adalah orang
Hek-tok-pang, tentu saja dia tak akan berani menyambut dengan tangan begitu
saja karena ada bahaya keracunan. Akan tetapi yang menyambitkan pisau adalah
salah satu di antara tiga orang yang dibayangi dari kota tadi, maka dia berani
menyambutnya.
Tanpa
berkata apa pun, Cuk Sek memandang ke bawah dan melihat salah satu anggota
Hek-tok-pang mengacung-acungkan goloknya, diikuti oleh seorang anggota lain dan
kini mereka berdua mendekati batang pohon di mana dia dan Ji Sun Bi berada. Dia
lantas melemparkan dua batang pisau terbang tadi ke bawah, namun membidik ke
arah pundak kedua orang itu.
Dua sinar
menyambar turun, dibarengi suara mencuit nyaring dan dua orang anggota
Hek-tok-pang itu lantas roboh sambil berteriak kesakitan. Pundak mereka sudah
tertusuk pisau terbang tanpa mereka dapat mengelak saking cepatnya dua pisau
itu menyambar. Melihat hal ini, Ji Sun Bi merasa girang bukan main. Dengan
mesra dan lembut dia memegang tangan Cun Sek dan berbisik dengan suara merdu,
"Bagus
sekali! Ternyata engkau adalah seorang yang sangat lihai. Saudara Tan Cun Sek
yang gagah, mari kau bantu aku menundukkan mereka dan selanjutnya aku akan
menjadi sahabatmu yang amat manis. Engkau akan kuhadapkan kepada pangcu kami
dan engkau akan bisa menjadi pembantu kami yang utama. Coba kau perlihatkan
kepandaianmu dan kau kalahkan ketua Hek-tok-pang itu!"
Cun Sek
tersenyum. Memang lebih enak jika memihak wanita cantik ini dari pada mereka
yang berada di bawah. Lagi pula dia sendiri perlu mendapat kedudukan yang kuat
untuk memulai hidup baru. Bila dia bersekutu dengan wanita yang lihai ini,
agaknya bukan saja kedudukannya kuat, akan tetapi dia juga memperoleh
kehangatan dan kemesraan yang tentu akan amat menyenangkan.
Dia
memandang ke bawah. Ketua Hek-tok-pang itu memang terlihat amat menyeramkan.
Seorang raksasa brewok yang kasar dan dia tahu juga amat lihai, apa lagi dengan
racun-racun berbahaya. Namun tentu saja dia tidak merasa takut, maka dia pun
mengangguk.
"Baiklah,
aku memang ingin sekali mencobanya. Mari kita turun dan kita hadapi
mereka!" Berkata demikian, Cun Sek lalu melayang turun dari atas pohon itu
seperti seekor burung garuda besar menyambar.
Dengan
senyum girang Ji Sun Bi memandang dan dari cara pemuda itu melayang turun saja
dengan mudah dia dapat menduga bahwa memang pemuda itu bukan orang biasa,
melainkan memiliki ilmu kepandaian tinggi. Tidak disangkanya bahwa dalam
menghadapi musuh yang telah menewaskan sepuluh orang anak buahnya ini dia akan
bertemu dengan seorang pemuda yang tampan, gagah perkasa dan suka membantunya!
Dia pun segera melayang turun untuk mendampingi pemuda itu menghadapi
musuh-musuhnya.
Tiga orang
dari Kwi-san Su-kiam-mo dan Hek-tok Pangcu juga terkejut melihat cara kedua
orang itu melayang turun. Mereka tidak tahu kalau Cun Sek adalah orang luar
yang hanya kebetulan saja bertemu dengan iblis betina itu tetapi mengira bahwa
Cun Sek tentu rekan dari Tok-sim Mo-li yang pandai.
Sebelum
mereka mengerahkan anak buah untuk mengeroyok, lebih dahulu Tok-sim Mo-Ji Ji
Sun Bi berkata dengan nada suara mengejek. Tentu saja dia tahu kenapa
orang-orang itu datang menyerbu Kim-lian-san, namun dia sengaja ingin agar Cun
Sek mendengarkan percakapan mereka supaya pemuda itu tahu mengenai duduknya
perkara dan bagaimana selanjutnya sikap Cun Sek, apakah tetap ingin membantu
padanya atau tidak, ingin sekali dia mengetahuinya.
"Haiiii!
Kalian ini apakah orang-orang gila yang tiada hujan tiada angin berani menyerbu
Kim-lian-san dan telah membunuh sepuluh orang anggota Kim-lian-pai kami?"
Mendengar
pertanyaan itu gerombolan orang yang tadinya sudah siap mengeroyok cepat
menunda gerakan mereka. Hek-tok Pangcu Cui Bhok yang kasar itu menggereng seperti
seekor singa terluka, matanya melotot merah dan dia lalu berteriak lantang.
"Tok-sim
Mo-li, tak perlu engkau berpura-pura dan bertanya lagi. Engkau telah menyerbu
tempat tinggal kami di lembah Huang-ho dan menewaskan banyak anak buah kami,
tetapi sekarang engkau masih bertanya lagi mengapa kami datang menyerbu. Tentu
saja untuk membalas dendam dan membunuhmu!"

Sun Bi
tersenyum lebar, manis sekali. "Hek-tok Pangcu, aku datang ke tempatmu
untuk memperkenalkan Kim-lian-pai kami dan minta kepadamu agar mengakui
kekuasaan kami, akan tetapi engkau malah mengerahkan orang-orangmu sehingga aku
pun terpaksa turun tangan memberi hajaran. Jika aku menghendaki, pada saat itu
juga aku dapat membunuh kalian semua. Akan tetapi kami dari Kim-lian-pai tak
bermaksud memusuhi golongan lain, melainkan hendak mengajak kerja sama. Engkau
dan orang-orangmu secara curang telah membunuh sepuluh orang anggota kami,
biarlah hal itu sebagai imbangan kematian anak buahmu di tanganku tempo hari.
Dan sekarang tentu engkau suka menyerah dan mau membantu kami"
"Tidak
sudi! Aku tidak akan menyerah sebelum orang mengalahkan aku!" bentak ketua
Hek-tok-pang itu.
"Baiklah.
Ada sahabatku ini, Tang Cun Sek yang akan mengalahkanmu. Dan kalian ini,
bukankah tiga orang dari Kwi-san Su-kiam-mo? Ada apakah kalian juga ikut-ikutan
datang menyerbu ke tempat tinggal kami?"
Giam Sun,
orang tertua dari mereka cepat melangkah maju, mukanya merah padam dan matanya
melotot. "Iblis betina, kami datang untuk minta tebusan nyawa sute kami,
Yauw Kwan! Masihkah engkau pura-pura bertanya lagi?"
"Aihh,
Yauw Kwan? Pemuda bodoh yang tidak tahu diuntung itu? Dia hendak memaksaku
untuk menikah! Tentu saja aku tidak mau terikat dengan pernikahan tolol itu.
Maka kami bertengkar, lalu berkelahi. Di dalam perkelahian itu dia kalah dan
roboh tewas. Apa pula yang harus diributkan? Dia tewas dalam perkelahian yang
adil dan tidak penasaran. Dan sekarang kalian bertjga datang hendak
mengeroyokku? Lebih baik kalian cepat insyaf dan menyadari kesalahan sute
kalian, lalu bekerja sama dengan kami dari Kim-lian-pai..."
"Tak
perlu banyak cakap lagi! Engkau atau kami yang harus mampus!" bentak Giam
Sun marah.
"Aha,
begitukah ? Kalian hendak main keroyok? Ataukah sebaliknya kalau kita
bertanding seperti orang-orang gagah? Kalau begitu biar sahabatku Tang Cun Sek
ini yang lebih dulu menghadapi ketua Hek-tok-pang."
Hek-tok
Pangcu Cui Bhok memang sudah tidak sabar mendengar percakapan antara Ji Sun Bi
dan Giam Sun tadi. Semenjak tadi dia telah memandang kepada Cun Sek dengan sepasang
mata merah. Pemuda itu memang bertubuh tinggi tegap, akan tetapi selebihnya
tidak mendatangkan kesan apa-apa maka dia pun memandang rendah.
Biar pun
calon lawan itu tinggi tegap, namun nampak kecil ringkih dibandingkan tubuhnya
yang tinggi besar seperti raksasa. Agaknya, dengan sekali tangkap saja dia akan
mampu mematahkan tulang punggung pemuda itu. Kini, mendengar ucapan si iblis
betina, tanpa banyak cakap lagi dia pun segera menerjang dan menyerang Cun Sek
dengan goloknya yang lebar dan panjang!
"Singgg...!"
Golok itu menyambar lewat dekat kepala Cun Sek saat pemuda ini mengelak dengan
lincah sekali.
Gerakan
ketua Hek-tok-pang itu memang cepat bukan main dan hal ini saja membuktikan
alangkah besar tenaganya sehingga dia mampu memainkan golok yang sangat berat
itu bagaikan sebatang senjata yang sangat ringan saja.
Namun bagi
Cun Sek kecepatan itu masih nampak terlalu lambat. Pemuda yang pernah
mempelajari banyak macam ilmu silat, bahkan secara beruntung sudah dapat
menguasai pula ilmu-ilmu dari Cin-ling-pai ini memiliki tingkat yang jauh lebih
tinggi dari tingkat lawan. Oleh karena itu bacokan golok yang pertama tadi bisa
dielakkannya dengan amat mudah. Bahkan pada waktu mengelak ke samping dia masih
sempat mengirim pukulan ke arah lambung lawan.
"Wuutttttt...!"
Ketua
Hek-tok-pang terkejut bukan main. Dia yang menyerang dengan goloknya, namun
kini malah dia yang terancam bahaya. Pukulan itu mendatangkan angin yang sangat
kuat sehingga terpaksa dia melempar tubuh ke belakang, lalu berjungkir balik
dan hampir saja terpelanting jatuh!
Terdengar
orang bertepuk tangan. Kiranya Ji Sun Bi yang bertepuk tangan memuji.
"Hebat,
engkau hebat, saudara Tang Cun Sek!" Wanita itu memuji dengan kagum dan
juga girang bukan main. Tak disangkanya bahwa pemuda itu mempunyai ilmu
kepandaian sehebat itu sehingga dalam segebrakan saja hampir dapat membuat
ketua Hek-tok-pang itu roboh!
Akan tetapi
hal itu terjadi karena Hek-tok Pangcu memandang rendah lawannya sehingga dia
sama sekali tidak memperhatikan pertahanan diri. Kini dia marah bukan main.
Akan tetapi, di samping marah dia juga penasaran dan lebih waspada karena dia
mulai dapat menduga bahwa lawannya ini ternyata jauh lebih lihai dari pada
nampaknya.
Tiba-tiba
Hek-tok Pangcu Cui Bhok mengeluarkan gerengan yang sangat dahsyat. Itulah ilmu
khikang yang disalurkan melalui suara sehingga lawan yang tidak mempunyai
tenaga sakti yang kuat akan dapat dilumpuhkan oleh serangan suara ini yang
disebut Sai-cu Ho-kang (Auman Singa), seperti yang suka dilakukan binatang buas
seperti beruang, singa, harimau dan lain-lain.
Seekor singa
bisa melumpuhkan calon korban hanya dengan auman yang menggetarkan jantung
calon korbannya atau lawannya, malah sudah banyak pula manusia yang menjadi
korban binatang buas, belum apa-apa sudah merasa lumpuh dan tidak mampu
melarikan diri begitu mendengar auman binatang buas itu.
Kini Hek-tok
Pangcu itu agaknya juga menggunakan ilmu semacam itu. Suara aumannya
menggetarkan jantung. Akan tetapi yang sekarang dihadapinya adalah seorang
pemuda gemblengan yang memiliki ilmu kepandaian tinggi.
Cun Sek juga
merasa betapa auman itu sudah menggetarkan jantungnya, namun dengan pengerahan
sinkang-nya dia bisa menolak pengaruh itu dan hanya tersenyum mengejek. Keika
auman berhenti, golok besar itu sudah menyambar-nyambar dan berubah menjadi
gulungan sinar yang menyilaukan mata. Agaknya raksasa brewok itu telah
menggunakan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk melakukan serangan.
Tiba-tiba, tangan kirinya bergerak dan nampak uap hitam menyambar ke arah Cun
Sek!
Hal inilah
yang dinanti-nantikan oleh Cun Sek. Dia tahu bahwa Hek-tok-pang merupakan
perkumpulan ahli racun, karena itu tentu saja ketuanya pandai sekali memainkan
senjata beracun. Maka, begitu tangan itu bergerak dan nampak uap hitam
menyambar, tahulah dia bahwa lawannya sudah menyebar bubuk racun yang amat berbahaya
dan yang sudah rnenewaskan lima orang wanita anggota Kim-lian-pai tadi.
Dia pun
cepat-cepat mengumpulkan pernapasannya, lalu meniup ke arah asap atau uap hitam
Itu. Uap hitam itu langsung membuyar dan bahkan tiga orang Kwi-san Sun-kiam-mo
berloncatan menyingkir agar jangan terkena uap hitam yang menyebar. Demikian
pula Ji Sun Bi yang cepat meloncat mundur ke belakang.
"Hek-tok
Pangcu bukan seorang laki-laki jantan, belum apa-apa sudah mengandalkan uap
beracun!" Cun Sek mengejek. Kini uap itu sudah menjauhi dirinya, terpukul
dan terdorong oleh tiupan mulutnya tadi.
Raksasa
brewok itu marah sekali. Goloknya mengeluarkan suara berciutan dan berubah
menjadi segulung sinar yang menerjang dengan dahsyatnya ke arah Cun Sek.
Pemuda ini
maklum betapa berbahayanya serangan itu, maka dia pun cepat meraba ke bawah
jubahnya. Tiba-tiba saja nampak sinar emas yang mencorong dan tahu-tahu pada
tangannya sudah nampak sebatang pedang yang mengeluarkan sinar emas. Itulah
Hong-cu-kiam, pedang pusaka Cin-ling-pai yang bersinar emas dan yang sangat
tipis sehingga dapat digulung dan disembunyikan di bawah jubah, bahkan dapat
dipakai sebagai sabuk! Ketika dia mengintai di atas pohon, diam-diam dia
mengambil pedang itu dari buntalannya dan memakainya sebagai sabuk, sedangkan
kini buntalan pakaiannya itu dia gantungkan di atas pohon.
Melihat ini
Ji Sun Bi terkejut dan kagum, akan tetapi alisnya berkerut karena dia teringat
bahwa pedang itu benar-benar mirip dengan pedang Hong-cu-kiam, pedang pusaka
milik Cin-ling-pai! Apa lagi ketika Cun Sek memainkan pedangnya untuk menyambut
serangan golok besar dari lawannya, maka Ji Sun Bi yang tadinya kagum kini
terkejut dan matanya terbelalak!
Dia adalah
seorang tokoh sesat yang telah banyak pengalaman, dan dia sangat mengenal ilmu
gaya Cin-ling-pai itu! Pemuda itu adalah murid Cin-ling-pai! Padahal
orang-orang Cin-ling-pai adalah para pendekar yang memusuhi golongannya.
Akan tetapi
kini Ji Sun Bi hanya bersikap waspada saja dan diam-diam dia memutar otak untuk
mencari siasat apa yang akan dia lakukan nanti untuk menghadapi Tang Cun Sek
yang mungkin sekali adalah seorang tokoh Cin-ling-pai yang termasuk musuh
besarnya itu!
Dia masih
ingat benar saat terjadi perang antara gerombolan pemberontak pimpinan Lam-hai
Giam-lo di mana dia menjadi seorang pembantu utamanya. Dia berhadapan dengan
Cia Kui Hong, puteri ketua Cin-ling-pai dan hampir saja dia tewas di tangan
gadis itu! Cin-ling-pai adalah musuh besarnya!
Akan tetapi
sebelum menghadapi Cun Sek sebagai musuh, dia akan mempergunakannya lebih
dahulu sebagai pembantu menghadapi pihak musuh yang menyerbu Kim-lian-san ini.
Memang tidak sukar baginya untuk mengirim tanda ke puncak, minta bala bantuan.
Akan tetapi dia merasa malu kepada Sim Ki Liong, ketua Kim-lian-pai kalau untuk
menghadapi pengacau-pengacau itu dia harus minta bantuan sang ketua!
Tepat
seperti yang diduga dan diharapkan oleh Ji Sun Bi, pedang Hong-cu-kiam di
tangan Cun Sek membuat raksasa brewok itu menjadi kalang kabut dan terdesak
hebat! Sesudah lewat tiga puluh jurus, Hek-tok Pangcu Cui Bhok hanya sanggup
menangkis saja, tanpa mampu lagi menggunakan goloknya untuk balas menyerang.
Bahkan dia pun tak sempat menggunakan tangan kiri untuk melakukan serangan
dengan senjata rahasianya. Begitu hebatnya gulungan sinar emas itu mendesaknya!
Akan tetapi
Cun Sek memang tidak ingin membunuh ketua Hek-tok-pang ini. Dia sudah mengambil
keputusan untuk bekerja sama dengan Tok-sim Mo-li, dan dia pun tahu bahwa orang
seperti ketua Hek-tok-pang ini bersama anak buahnya akan merupakan pembantu
yang amat berguna.
"Haiiitttttt...!"
Tiba-tiba
Cun Sek merubah ilmu pedangnya dan kini dia mengeluarkan sebuah jurus dari
Siang-bhok Kiam-sut, ilmu pedang yang amat hebat dan langka dari Cin-ling-pai!
Ilmu ini sebenarnya merupakan ilmu simpanan, dan untung bagi Cun Sek dia sempat
mempelajari beberapa jurus pilihan ilmu pedang itu dari kakek Cia Kong Liang
yang dulu menjanjikan bahwa kalau dia sampai dapat menjadi ketua Cin-ling-pai,
barulah dia berhak mempelajari seluruh ilmu pedang ini. Namun jurus yang
dikeluarkan itu sudah lebih dari cukup.
Terdengar
suara nyaring ketika golok besar itu terlepas dari tangan ketua Hek-tok-pang.
Cui Bhok. Ketua itu mengeluarkan seruan kaget sambil tangan kirinya memegang
tangan kanan yang luka berdarah akibat tergores ujung pedang lawan hingga
membentuk guratan memanjang sampai ke siku, dan lengan bajunya juga robek. Pada
saat itu pula Cun Sek sudah menodongkan pedangnya ke dadanya, membuatnya tidak
berdaya sama sekali!
"Nah, Pangcu,
kuharap engkau mengerti bahwa di antara kita tidak ada permusuhan. Kim-lian-pai
berniat baik. Memang beberapa orang anggotamu sudah tewas di tangan toanio
(nyonya) ini, akan tetapi engkau sudah membalas dengan membunuh sepuluh anggota
Kim-lian-pai. Berarti engkau tidak kehilangan muka dan sudah tidak ada
perhitungan lagi, bukan? Sekarang, kalau engkau mau menyatakan tunduk kepada
Kim-lian-pai, aku akan menganggap engkau sebagai sahabat dan tidak akan
membunuhmu."
Biar pun
kasar namun Cui Bhok bukan seorang yang tolol. "Baik, aku maklum bahwa aku
berhadapan dengan orang-orang yang jauh lebih pandai. Kalau Kim-lian-pai
mempunyai banyak pembantu selihai engkau, maka sudah sepatutnya bila
Hek-tok-pang berlindung di bawah pengaruh dan kekuasaannya. Aku menyerah! Hayo,
kalian lepaskan senjata kalian dan berlutut!"
Dua puluh
empat orang anggota Hek-tok-pang itu melepaskan golok mereka dan semua berlutut
tanda menyerah. Melihat ini, tiga orang dari Kwi-san Su-kiam-mo menjadi marah
sekali.
"Bagus
kiranya Hek-tok Pangcu Cui Bhok hanyalah seorang pangecut besar!" teriak
Giam Sun, kemudian bersama dua orang sute-nya dia sudah mencabut senjatanya dan
mereka bertiga berloncatan ke depan. "Akan tetapi kami bertiga tetap
hendak menuntut balas atas kematian sute kami! Tok-sim Mo-li, majulah engkau
untuk menerima kematian di tangan kami!"
Tok-sim
Mo-li- Ji Sun Bi mengerling ke arah Cun Sek, lalu dengan sikap manja dan suara
merdu dia berkata, "Saudara Tang Cun Sek, relakah engkau melihat aku tewas
di tangan tiga orang yang hendak mengeroyokku ini?"
Cun Sek
tersenyum dan melintangkan pedang Hong-cu-kiam di depan dadanya. "Jangan
khawatir, nona. Aku tidak membiarkan mereka main keroyokan dan aku yakin bahwa
Hek-tok Pangcu juga akan membuktikan kesungguhan tekadnya untuk bekerja sama
dengan Kim-lian-pai!"
Mendengar
ini, Hek-tok Pangcu Cui Bhok melihat kesempatan untuk membuat jasa yang
pertama. Dia seorang yang cerdik dan tahu bahwa yang paling menguntungkan
adalah kalau berpihak kepada golongan yang lebih kuat. Maka,tanpa mempedulikan
luka guratan bekas pedang Cun Sek pada tangan kanannya, dia sudah menggerakkan
golok besarnya yang tadi sudah dipungutnya.
"Kwi-san
Su-kiam-mo terlampau sombong! Biar aku Cui Bhok mencoba sampai di mana
kelihaian pedang mereka yang begitu disombongkan!"
Kwi-san
Su-kiam-mo yang kini tinggal tiga orang itu maklum bahwa mereka menghadapi
lawan yang tangguh dan mereka harus mengadu nyawa. Mereka adalah orang-orang
yang telah terlanjur memandang diri mereka sebagai orang-orang gagah, dan juga
menganggap bahwa ilmu pedang mereka selama ini tidak ada tandingannya. Karena
itu kematian sute mereka telah membuat mereka marah dan sakit hati sekali,
karena terutama sekali hal ini menghancurkan bayangan mereka tentang
ketangguhan diri mereka berempat.
Giam Sun
mengeluarkan teriakan melengking, kemudian bersama adiknya dia pun sudah
menggerakkan pedang menerjang ke depan. Giam Sun menyerang Tok-sim Mo-li Ji Sun
Bi, dan adiknya, Giam Kun menyerang Cun Sek, sedangkan orang ketiga, yaitu Thio
Su It, menyerang ketua Hek-tok-pang. Serangan mereka langsung disambut sehingga
terjadilah perkelahian yang amat hebat, seru dan mati-matian.
Sementara
itu, dua puluh empat orang anggota Hek-tok-pang sekarang menjadi penonton.
Tanpa perintah ketua, mereka tidak berani ikut-ikutan turun tangan biar pun
mereka terus memusatkan perhatian kepada perkelahian antara ketua mereka dengan
Thio Su It, dan mereka pun siap dengan golok di tangan untuk membantu ketua
mereka apa bila mereka diperintah atau apa bila mereka melihat ketua mereka
terdesak dan terancam bahaya.
Sambil
melayani Giam Kun yang terus menyerangnya dengan sengit, diam-diam Cun Sek
memperhatikan Ji Sun Bi yang diserang oleh orang pertama dari tiga orang jagoan
itu. Dia pun memandang kagum. Wanita itu selain cantik manis, juga amat lihai
dan kini wanita itu telah memainkan sepasang pedang secara amat indah.
Bagaikan
menari saja dia melayani lawan yang menggunakan pedang. Sepasang pedang di
tangan wanita itu menyambar-nyambar, cepat sekali hingga membentuk dua gulungan
cahaya yang melingkar-Iingkar dan menutup semua jalan penyerangan lawan! Indah
akan tetapi juga cepat dan mengandung tenaga yang amat kuat.
Maka legalah
hati Cun Sek karena melihat sepintas lalu saja dia pun merasa yakin bahwa
wanita itu tidak akan kalah menghadapai lawannya. Dia pun segera mencurahkan
seluruh perhatiannya kepada lawan yang terus mendesaknya dengan
serangan-serangan ampuh. Harus diakuinya bahwa lawannya memang mempunyai ilmu
pedang yang sangat lihai dan berbahaya. Tidak mengherankan kalau orang-orang
ini memakai julukan kiam-mo (setan pedang) karena memang ilmu pedang mereka
amat berbahaya.
Namun
tingkat kepandaian Giam Kun masih jauh sekali dibandingkan tingkat kepandaian
Tang Cun Sek. Setelah menghadapi belasan jurus serangan lawan, Tang Cun Sek
sudah dapat mengukur sampai di mana ketangguhan Giam Kun dan kini mulailah dia
memutar pedang Hong-cu-kiam untuk membalas. Giam Kun langsung merasa terkejut
sekali begitu dia memainkan pedangnya dengan cepat.
Kini Giam
Kun merasa repot sekali menghadapi serangan yang datangnya bertubi-tubi itu.
Dia tidak mampu membalas lagi, hanya memutar pedang sekuat tenaga untuk
melindungi tubuhnya.
Pada saat
Cun Sek melirik untuk melihat keadaan Ji Sun Bi, ternyata wanita itu pun telah
mendesak lawannya yang terhuyung-huyung! Cun Sek tersenyum dan dia pun tidak
mau kalah. Dia harus dapat memperlihatkan kepandaiannya dan jangan sampai dia
dikalahkan oleh wanita yang menarik hatinya itu. Dia pun mempercepat gerakan
pedangnya.
Terdengar
teriakan beruntun dan Cun Sek secepat kilat mencabut pedangnya yang tadi
menancap di dada lawan, hampir berbareng dengan gerakan pedang Ji Sun Bi yang
juga mencabut pedangnya dari leher lawannya. Secara berbareng mereka itu saling
memutar badan dan saling pandang, keduanya tersenyum melihat bahwa perlombaan
itu ternyata berakhir dengan tidak ada yang lebih cepat atau lebih lambat.
Mereka merobohkan lawan pada detik yang sama.
Kini
tinggallah Thio Su It yang masih bertanding melawan ketua Hek-tok-pang.
Ternyata tingkat kepandaian mereka seimbang walau pun Hek-tok Pangcu Cui Bhok
mulai berhasil mendesaknya. Melihat betapa kedua orang suheng-nya telah roboh,
tentu saja Thio Su It menjadi terkejut, berduka akan tetapi juga gentar sekali.
Dia maklum bahwa tak mungkin dia dapat menyelamatkan dirinya, maka dengan nekat
dia lalu melawan terus. Kenekatan Thio Su It inilah yang membuat dia menjadi
lawan yang tangguh.
Melihat
betapa Hek-tok Pangcu bersungguh-sungguh melawan Thio Su It, hati Ji Sun Bi
sudah merasa girang bukan main. Orang ini boleh dipercaya dan boleh diharapkan
untuk menghadapi tokoh Cin-ling-pai itu, pikirnya. Tiba-tiba dia menggerakan
tangan kirinya dan sinar halus berwarna hitam menyambar ke arah dua orang yang
sedang berkelahi itu.
Thio Su It
mengeluarkan seruan lirih, lantas dia terhuyung. Pada saat pula itu ujung golok
di tangan Cui Bhok telah mengenai pundaknya sehingga dia pun roboh dan dalam
waktu beberapa detik saja tubuhnya berubah hitam dan dia pun tewas seketika.
Golok besar itu mengandung racun yang amat hebat!
Kini
tiba-tiba Ji Sun Bi merubah sikapnya yang tadi tersenyum-senyum kepada Cun Sek.
"Pangcu, bantu aku menangkap mata-mata ini. Dia seorang pendekar tokoh
Cin-ling-pai, musuh golongan kita!"
Mendengar
ini, Hek-tok Pangcu Cui Bhok terkejut sekali, akan tetapi dia segera meloncat
ke dekat Cun Sek sambil menodongkan golok besarnya dan memberi isyarat kepada
dua puluh empat orang anak buahnya. Mereka itu segera mengepung Cun Sek,
sedangkan Ji Sun Bi sendiri sudah berdiri di samping Cui Bhok, sepasang
pedangnya di tangan dan dia memandang kepada Cun Sek yang terheran-heran itu
dengan senyum mengejek.
"Wah,
saudara Tang Cun Sek, tak perlu engkau berpura-pura lagi. Engkau seorang tokoh
Cin-ling-pai, katakan apa maksudmu datang ke tempat kami ini. Apakah engkau
datang sebagai mata-mata, sebagai musuh? Katakan terus terang sebelum kami
turun tangan karena aku tak akan segan-segan membunuhmu sebagai seorang murid
Cin-ling-pai yang selama ini menjadi musuh besar kami."
Tentu saja
Tang Cun Sek terkejut bukan main melihat perubahan ini. Namun pemuda ini sangat
cerdik dan sebentar saja otaknya yang bekerja cepat itu sudah dapat memaklumi
keadaan, juga dia dapat menduga apa yang menyebabkan wanita cantik itu kini
berbalik memusuhinya.
Tentu
Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi ini pernah bermusuhan dengan pihak Cin-ling-pai dan
tadi, ketika dia mengeluarkan pedang Hong-cu-kiam lantas memainkan ilmu silat
Cin-ling-pai, wanita cantik itu mengenalnya sehingga tidak mengherankan jika
wanita itu kini menaruh curiga kepadanya.
Tang Cun Sek
tertawa. "Ha-ha-ha-ha, ternyata Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi yang cantik jelita
dan lihai tidak mampu mengenali sahabat dan juga masih belum terlalu cerdik
sehingga tidak mampu membedakan mana kawan mana lawan, ha-ha-ha!"
Ji Sun Bi
mengerutkan alisnya dan sepasang matanya yang jeli itu berkilat, akan tetapi
dia masih belum tersenyum. "Tang Cun Sek, apa alasannya engkau menganggap
aku tidak mengenal sahabat dan tidak cerdik?"
"Pertama,
engkau masih saja mencurigaiku walau pun aku telah membantu menarik
Hek-tok-pang menjadi sekutu dan membunuh tiga orang musuh yang hendak
membunuhmu. Ini namanya tidak mampu mengenal sahabat! Dan ke dua, kalau benar
aku ini mata-mata Cin-ling-pai dan hendak memusuhimu, bukankah tadi aku
memiliki kesempatan yang baik sekali dengan membantu mereka mengeroyokmu? Apa
kau kira akan mampu menandingi kami kalau aku tadi membantu mereka? Nah,
bukankah itu menunjukkan bahwa engkau kurang cerdik dan salah menilai
orang?"
Kini Ji Sun
Bi tersenyum dan mengangguk-angguk. Dia lantas menoleh kepada Hek-tok Pangcu
Cui Bhok dan berkata lembut, "Pangcu, mundurlah dan kita harus dapat
percaya keterangannya itu." KetuaHek-tok-pang itu pun mengangguk-angguk
dan memberi isyarat kepada dua puluh empat orang anak buahnya untuk mundur.
Ji Sun Bi
lalu menghampiri Cun Sek. Sejenak mereka saling berpandangan dan keduanya
saling kagum. "Tang Cun Sek, keteranganmu tadi memang dapat kami terima,
akan tetapi untuk lebih meyakinkan hati kami sebelum engkau kami hadapkan
kepada Pangcu kami, terlebih dahulu ceritakanlah mengapa engkau yang mempunyai
ilmu silat Cin-ling-pai dan memegang pedang pusaka Cin-ling-pai, tiba-tiba saja
kini berpihak kepada kami!"
Sebetulnya
Cun Sek segan menceritakan riwayatnya, akan tetapi ia maklum bahwa kerja sama
dengan orang-orang seperti mereka itu adalah suatu keuntungan baginya, terutama
sekali akan memudahkan dia dalam mencari serta menemukan ayah kandungnya, yaitu
Ang-hong-cu! Apa lagi yang berada di situ hanyalah Ji Sun Bi dan Cui Bhok,
sedangkan para anak buah Hek-tok-pang sudah disuruh menjauhkan diri.
Dengan
singkat namun jelas dia kemudian menceritakan betapa semenjak kecil dia sudah
mempelajari ilmu silat dan setelah dewasa dia ingin menambah pengetahuannya
dengan masuk menjadi anggota Cin-ling-pai.
"Hanya
beberapa tahun saja aku menjadi anggota Cin-ling-pai, tetapi aku beruntung
dapat mempelajari ilmu-ilmu silat Cin-ling-pai dari ketua lamanya. Akan tetapi
aku gagal menjadi ketua baru, lalu aku melarikan diri dari Cin-ling-pai sambil
membawa Hong-cu-kiam yang dihadiahkan ketua lama Cia Kong Liang kepadaku."
Tentu saja bagian terakhir ceritanya itu adalah kebohongan sebab pedang pusaka
itu bukan hadiah pemberian melainkan hasil pencurian!
Ji Sun Bi
minta kepada ketua Hek-tok-pang untuk memerintahkan anak buahnya supaya
menguburkan jenazah sepuluh orang anggota Kim-lian-pang yang tewas keracunan
dan membersihkan kembali tempat yang tadi mereka taburi racun. Setelah itu,
maka Ji Sun Bi menjadi petunjuk jalan dan mereka pun naik ke puncak
Kim-lian-san.
Dalam
perjalanan ini barulah orang-orang Hek-tok-pang melihat betapa besar bahayanya
jika mereka menyerbu ke atas. Perjalanan itu mengandung banyak sekali tempat
rahasia, jebakan-jebakan yang mengerikan. Tanpa petunjuk jalan, sebelum tiba di
puncak mereka semua tentu akan menjadi korban perangkap yang banyak dipasang di
sepanjang jalan menuju ke puncak.
Bahkan
Hek-tok Pang-cu Cui Bhok sendiri bergidik dan diam-diam dia girang bahwa dia
sudah dikalahkan oleh Tang Cun Sek sehingga dia menakluk. Apa lagi sesudah
nampak banyak anggota Kim-lian-pang yang mulai menyambut, berdiri berjajar di
sepanjang jalan, laki-laki dan wanita-wanita yang semuanya berwajah tampan dan
cantik, bersikap gagah dan jumlah mereka tidak kurang dari lima puluh orang.
Kemudian
barulah dia tahu bahwa seluruh anggota Kim-lian-pang berjumlah seratus orang
lebih, sebagian ada yang bertugas di bawah gunung dan tersebar ke kota-kota dan
dusun-dusun sekitar daerah itu, bertugas sebagai mata-mata.
Baik Cui
Bhok mau pun Tang Cun Sek merasa heran dan kagum sekali ketika mereka diajak
oleh Ji Sun Bi menghadap orang yang disebut pangcu atau ketua dari perkumpulan
Kim-lian-pang. Sama sekali mereka tak pernah membayangkan bahwa pangcu itu
kiranya hanyalah seorang pemuda yang masih sangat muda, tidak akan lebih dari
dua puluh tiga atau dua puluh empat tahun saja usianya! Cun Sek memperhatikan
orang yang menerima kedatangan mereka dengan berdiri dari tempat duduknya dan
yang mengamati mereka dengan pandang mata tajam menyelidik itu.
Dia adalah
seorang pria muda yang bertubuh sedang, gerak-geriknya halus dan sopan,
pakaiannya seperti seorang terpelajar, wajahnya tampan dan kedua matanya
mencorong penuh wibawa!
Ji Sun Bi
segera memperkenalkan dua orang tamu itu sesudah memberi bisikan kepada Cui Bhok
untuk memerintahkan anak buahnya yang ikut memasuki ruangan luas itu agar
berlutut semua. Sambil tersenyum Ji Sun Bi mendekati ketua Kim-lian-pang yang
menjadi rekan, kekasih, juga ketuanya itu dan dia sendiri menjabat wakil ketua.
"Pangcu,
dia adalah Hek-tok Pangcu Cui Bhok yang kini sudah menakluk kepada kita dan
membawa dua puluh empat orang anak buahnya menakluk dan siap untuk bekerja sama
dengan kita."
Orang muda
tampan itu memandang kepada Cui Bhok dengan sinar mata penuh selidik, alisnya
berkerut dan dia berkata dengan halus, "Hemm... , aku mendengar bahwa
sepuluh orang anak buah kita tewas karena racun yang disebarkan mereka?"
Diam-diam
Tang Cun Sek merasa kagum. Kiranya peristiwa di lereng tadi telah diketahui
oleh ketua ini, tentu ada mata-mata yang lebih dahulu melapor ke atas sebelum
mereka tiba di situ.
"Benar,
mereka tewas karena kurang waspada," jawab Ji Sun Bi.
Walau pun
bagi Cui Bhok keadaan ketua Kim-lian-pang itu kurang menyakinkan, hanya seorang
pemuda yang nampaknya tidak begitu hebat, namun mengingat bahwa pemuda itu
adalah ketua Kim-lian-pang dan Tok-sim Mo-li yang demikian lihainya hanya
menjadi pembantunya, dia pun tidak berani memandang rendah.
"Saya
Hek-tok Pangcu Cui Bhok menghadap pangcu dari Kim-lian-pang dan menyatakan
bersedia untuk bekerja sama dengan Kim-lian-pang!" katanya sambil memberi
hormat.
"Hemmm...!"
Kim-lian Pangcu Sim Ki Liong tersenyum dingin, namun suaranya terdengar halus
saat dia berkata kepada Cui Bhok yang bertubuh tinggi besar dan wajahnya brewok
menyeramkan itu. "Hek-tok Pangcu, janji penyerahan diri dan kerja sama
membutuhkan kesetiaan dan kesetiaan harus dibuktikan. Anak buahmu telah
membunuh sepuluh orang anak buah Kim-lian-pang, padahal enci Ji Sun Bi hanya
membunuh tujuh orang anak buah Hek-to-pang. Dengan demikian, Hek-to-pang masih
berhutang tiga nyawa terhadap Kim-lian-pang. Nah, apa yang akan kau lakukan
untuk membuktikan kesetiaanmu?"
Mendengar
pertanyaan ini, wajah yang kasar penuh brewok itu berubah menjadi pucat, lalu
merah padam dan matanya terbelalak. Cui Bhok paham apa yang dimaksudkan ketua
Kim-lian-pang yang masih sangat muda itu dan dia merasa penasaran. Bagaimana
pun juga, kalau ketuanya hanya seorang pemuda ingusan seperti ini, dia harus
melihat bukti dulu bahwa ketua yang amat muda ini memang pantas untuk menjadi
atasannya sebelum dia melaksanakan segala perintahnya. Dia pun tertawa
bergelak.
"Ha-ha-ha,
sungguh tuntutan yang wajar dari seorang ketua besar sebuah perkumpulan yang
besar pula! Akan tetapi, Pangcu, bagaimana pun juga, saya juga harus melihat
bukti bahwa Pangcu adalah orang yang pantas untuk saya taati. Mohon
petunjuk!" katanya dan pria tinggi besar ini segera memasang kuda-kuda.
Dia tidak
mencabut senjata karena dia maklum bahwa dia berada di sarang harimau dan
kedudukannya amat berbahaya. Dia hanya ingin menguji kelihaian ketua yang amat
muda itu, lain tidak. Dia sama sekali tak ingin menentang karena dia sudah
takluk kepada orang muda yang membantu Tok-sim Mo-li tadi.
Mendengar
ucapan ketua Hek-tok-pang itu, Sim Ki Liong tersenyum dan wajahnya yang tampan
itu nampak cerdik dan licik sekali. Tang Cun Sek memandang dengan hati tegang
akan tetapi juga gembira. Ketua yang masih amat muda itu tadi hanya memandang
acuh saja kepadanya, dan kini ketua itu ditantang atau diuji oleh Cui Bhok.
Suatu kesempatan baik baginya untuk melihat sendiri sampai di mana kelihaian
ketua ini.
Dia sudah
mengukur kepandaian Cui Bhok, dan dari perlawanan ketua itu terhadap Cui Bhok,
dia akan dapat mengukur sampai di mana kelihaiannya. Kalau melihat betapa
Tok-sim Mo-li, yang tadi dia lihat pula kehebatannya, hanya menjadi pembantu
ketua Kim-lian-pang, maka dapat diduga bahwa kepandaian ketua yang masih amat
muda ini tentu hebat bukan main....
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment