Sunday, September 30, 2018

Cerita Silat Serial Jodoh Si Mata Keranjang Jilid 05



























         Cerita Silat Kho Ping Hoo
      Serial Jodoh Si Mata Keranjang

                 Jilid 05



Gouw Kian Sun menghadapi Su Bi Hwa di dalam kamar itu dengan muka merah dan mata melotot karena marahnya. Mereka hanya berdua saja dan Bi Hwa menghadapi Kian Sun dengan senyum dan kerling yang genit sekali. Kian Sun melotot dengan marah dan menudingkan telunjuknya ke arah Bi Hwa.

"Moli, kenapa kau lakukan ini semua? Kenapa?”

Bi Hwa mendekat dan menyentuh lengan pria itu dengan gaya yang manja dan genit.
"Suamiku yang baik, apa yang telah kulakukan? Ingat, besok kita menikah, jangan kau marah-marah, sayangku."

"Tak usah berpura-pura. Aku tahu engkaulah yang telah mendatangkan malapetaka itu, engkau yang menyuruh orang-orangmu memperkosa dan membunuh dan mengaku sebagai murid-murid Cin-ling-pai! Para murid Cin-ling-pai yang asli tidak akan sudi melakukan perbuatan terkutuk itu!”

"Gouw Kian Sun, ingat bahwa engkau akan mentaati semua perintahku kalau kau ingin melihat keluarga Cia selamat. Dan kamipun tidak mengganggu Cin-ling-pai, kenapa engkau ribut-ribut?" Kini Bi Hwa bersikap dingin dan mengancam.

"Akan tetapi engkau telah melakukan hal yang amat merusak! Engkau menjerumuskan Cin-ling-pai sehingga akan dimusuhi oleh banyak pihak. Nama baik Cin-ling-pai akan tercemar!"

Wanita itu tersenyum lebar sehingga nampak deretan giginya yang rapi dan putih.
"Hi-hik, suamiku yang gagah. Kenapa takut? Ada kami disini!",

"Tidak! Tidak! Kau bunuh saja aku, Moli. Aku sudah tidak tahan lagi!"

"Hemm, tidak usah banyak tingkah lagi, Kian Sun. Keluarga Cia yang kami bunuh kalau kau bertingkah, bukan engkau. Engkau akan menjadi suamiku, ingat?”

"Aku tidak sudi menikah, biar kau paksa dan kau bunuhpun, aku tidak sudi menikah denganmu!"

"Plakkk!"

Tangan Bi Hwa bergerak dan pipi Kian Sun sudah ditamparnya, membuat wakil ketua Cin-ling-pai yang tidak menduga-duga itu kena ditampar dan diapun terhuyung ke belakang.

"Hemm, Gouw Kian Sun. Ingat, kau sudah menyebar undangan kepada semua tokoh persilatan. Kalau engkau batalkan pernikahan kita, bukankah engkau sendiri yang akan mencemarkan namamu dan nama Cin-Iing-pai, sehingga Cin-ling-pai dan pemimpinnya akan menjadi bahan ejekan dan tertawaan dunia persilatan?"

Wanita itu tertawa dan bagi Kian Sun, dia melihat sebuah wajah yang mengerikan, seperti wajah iblis sendiri. Padahal dalam keadaan biasa, atau terlihat oleh mata umum, Su Bi Hwa adalah seorang wanita yang cantik dan memiliki daya tarik yang besar dan kuat.

Mendengar ucapan itu, Kian Sun merasa tubuhnya menjadi lemas seketika dan merasa tidak berdaya. Diapun menjatuhkan diri di atas kursi dan memandang kepada wanita itu dengan gelisah.

"Moli, engkau memang sungguh jahat seperti iblis! Karena engkau sudah mencengkeram aku, maka sebaiknya engkau katakanlah apa yang akan kau lakukan selanjutnya dan mengapa pula kau lakukan semua ini?"

"Engkau tidak perlu tahu mengapa aku melakukan semua itu, akan tetapi kau boleh mengetahui apa yang selanjutnya kami lakukan dengan harapan engkau tidak akan banyak bertingkah kalau engkau ingin melihat keluarga Cia selamat semua. Besok, pernikahan kita langsungkan dengan meriah, dan demi menjaga baik nama Cin-ling-pai, engkau harus memperlihatkan wajah gembira, tidak muram."

"Hemm……… lalu bagaimana tanggal satu bulan depan?"

"Aha, kau takut akan kedatangan empat perguruan besar itu?"

"Tentu mereka akan mengirim wakil-wakil yang tangguh, bahkan mungkin ketua mereka sendiri yang akan muncul! Bagaimana aku akan menghadapi mereka?"

"Haa-ha, tidak perlu takut. Ada kami yang akan menghadapi mereka."

Diam-diam Kian Sun merasa girang. Iblis betina ini dan kawan-kawannya, yaitu orang-orang Pek-Iian-kauw, akan menghadapi para utusan empat perguruan besar. Tentu iblis betina ini dan kawan-kawannya akan dapat dibunuh!

"Kalau begitu bagus sekali! Aku mengharapkan bantuanmu untuk menghadapi mereka Moli." katanya girang.

Wanita itu tersenyum mengejek.
"Hai, jangan mimpi, Kian Sun! Jangan salah sangka. Aku hendak menghadapi mereka sebagai isterimu, ingat?"

Wajah yang tadinya gembira dan penuh harapan, menjadi muram lagi. Kalau iblis betina ini menentang para utusan itu sebagai isterinya, berarti makin celaka lagi bagi nama baik Cin-ling-pai!

"Sudahlah! Biar aku mati di tangan mereka!" katanya menarik napas panjang.

"Jangan cemas, suamiku sayang. Serahkan saja kepada isterimu ini dan semua akan berjalan dengan beres."

Kata pula Bi Hwa dan wanita itu menjatuhkan diri di atas pangkuan Kian Sun. Pria ini tidak mampu berbuat apa-apa. Selain dia tahu bahwa dia tidak bisa mengalahkan wanita ini dengan mudah, juga andaikata dia mampu membunuhnya, disana masih ada tiga orang guru wanita ini yang lebih lihai lagi, yang setiap waktu akan dapat membunuh seluruh keluarga Cia yang menjadi tawanan mereka.

Diapun lalu menyerah saja, menyerahkan segalanya kepada Tuhah. Bagaimanapun juga, dia hanya mengharapkan agar keluarga gurunya semua selamat, juga agar nama baik Cin-ling-pai tidak sampai tercemar. Untuk semua itu, kalau perlu dia siap mengorbankan nyawanya sendiri.

Pada keesokan hariliya, pernikahan itu dirayakan dengan, meriah dan semua tamu memuji kecantikan pengantin wanita dan mereka memberi selamat kepada Gouw Pangcu yang dikatakan beruntung sekali, dalam usianya yang sudah empat puluh dua tahun mendapatkan jodoh seorang gadis yang masih muda dan amat cantik itu!

Tak seorangpun diantara para tamu, tentu saja bukan tamu yang menjadi kaki tangan dan bahkan orang-orang Pek-lian-kauw yang menyamar sebagai tamu, tahu bahwa di balik wajah cantik jelita dan bentuk tubuh yang menggairahkan itu bersembunyi iblis sendiri yang amat keji, jahat dan kejam!

Setelah Bi Hwa secara sah menjadi isterinya, terjadilah perubahan besar-besaran di Cin-ling-pai! Belasan orang murid Cin-ling-pai lenyap secara aneh tanpa meninggalkan bekas dan kini Bi Hwa menerima lebih dari dua puluh orang anggauta Cin-ling-pai baru yang bukan lain hanyalah anak buah Pek-lian-kauw yang menyelundup dan diterima sebagai anggauta baru Cin-ling-pai.

Tentu saja Kian Sun menjadi gelisah bukan main. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan murid-murid Cin-ling-pai yang lenyap, dan yang lenyap itu adalah murid-murid Cin-ling-pai pilihan yang setia kepada Cin-ling-pai! Dia merasa dikepung musuh, tidak mempunyai seorangpun yang dapat diajak bicara dan dimintai bantuan. Bahkan Bi Hwa mengancam jika dia menghubungi seorang murid Cin-ling-pai dan bicara mencurigakan, maka murid itu akan dibunuh. Maka, Kian Sun sama sekaLi tidak berdaya.

Ciok Gun yang menjadi seperti mayat hidup itu oleh Bi Hwa ditugaskan untuk memata-matainya, sehingga setiap gerak-geriknya, kalau tidak bersama Bi Hwa, tentu diamati oleh Ciok Gun yang kini menjadi orang yang sama sekali tidak dapat dia percaya itu.

Kalau dia menuntut agar keluarga Cia dibebaskan seperti yang dijanjikan Bi Hwa, selalu wanita itu mengatakan urusannya di Cin-ling-pai belum selesai.

“Tunggu sampai tanggal satu bulan depan. Sesudah itu, tentu keluarga gurumu itu akan kami bebaskan," kata Su Bi Hwa.

Akan tetapi wanita ini tidak menolak kalau Kin Sun minta agar dia membuktikan dan menyaksikan sendiri bahwa keluarga gurunya masih selamat. Melalui lubang, mengintai dan melihat dengan hati lega bahwa kakek Cia Kong Liang, suhengnya Cia Hui Song dan isteri suhengnya, Ceng Sui Cin, dan putera mereka, Cia Kui Bu, memang dalam keadaan sehat. Bahkan tiga orang tokoh Cin-ling-pai itu nampak bersiulian, mungkin untuk mengumpulkan tenaga dan menjaga kesehatan tubuh mereka.

Waktu berjalan dengan amat cepatnya dan tanggal satu yang ditunggu-tunggu itupun tibalah! Sejak tiga hari yang lalu Kian Sun sudah amat gelisah, tidak enak makan tidak nyenyak tidur, menanti hari itu dengan hati tegang. Dia bukan tegang akan ancarnan terhadap dirinya, melainkan merasa tegang akan nasib keluarga Cia dan juga nasib nama dan kehormatan Cin-ling-pai. Dia sendiri tidak tahu apa yang dapat dia lakukan kecuali mentaati perintah Bi Hwa yang kini telah menjadi “isterinya”.

Pagi-pagi sekali Bi Hwa telah menyuruh Kian Sun memanggil semua anggauta Cin-ling-pai hadir dan Kian Sun tahu banwa diantara mereka, sedikitnya ada dua puluh orang anggauta baru yang tentu saja merupakan anak buah Bi Hwa yang diselundupkan! Diapun seperti telah dipesan oleh Bi Hwa yang saat itu juga berdiri di samping kanannya sedangkan Ciok Gun berdiri di samping kirinya, memesan kepada semua anak buah untuk bersiap-siap dengan senjata mereka dan ikut menyambut tamu.

"Akan tetapi, kalian dilarang untuk bergerak, kecuali kalau ada perintah dariku!"

Kian Sun menutup pesannya dan penutup pesannya itu keluar dari hatinya sendiri, bukan seperti yang dikehendaki Bi Hwa. Akan tetapi wanita itu hanya mengangguk-angguk saja.

Sebelum matahari nampak, para murid Cin-ling-pai sudah siap siaga, dengan senjata tergantung di pinggang, mereka membentuk barisan yang berjajar dari pintu gerbang sampai ke depan bangunan induk yang menjadi pusat perkumpulan Cin-ling-pai. Sisanya membentuk barisan di belakang sang wakil ketua.

Gouw Kian Sun yang selalu didampingi isterinya, Su Bi Hwa, dan pembantu utamanya, Ciok Gun, sudah duduk di ruangan depan, menanti datangnya tamu. Tidak lama mereka menanti. Rombongan tamu-tamu itu datang. Dan kiranya mereka Itu seperti sudah berjanji lebih dahulu, datang bersama-sama.

Rombongan Go-bi-pai yang kini terdiri dari sepuluh orang, tetap dipimpin oleh Poa Cin An, rombongan Bu-tong-pai terdiri dari tujuh orang dipimpin oleh Tong Gi Cin-jin, rombongan Kun-lun-pai terdiri dari lima orang tosu dipimpin oleh Yang Tek Tosu dan rombongan dari Siauw-lim-pai masih tetap dua orang saja, yaitu Thian Hok Hwesio dan Thian Khi Hwesio.

Mereka memang merupakan rombongan-rombongan tersendiri dan berkelompok, namun mereka datang pada waktu yang sama dan berbondong mereka memasuki pintu gerbang yang di kanan kirinya terjaga oleh murid-murid Cin-ling-pai yang berdiri dikanan kiri seperti menyambut datangnya tamu agung.

Setelah rombongan tiba di pelataran yang luas dari rumah induk Cin-ling-pai, mereka berhenti dan dari dalam keluarlah Gouw Kian Sun yang didampingi Su Bi Hwa disebelah kanannya dan Ciok Gun disebelah kirinya.

Wajah Kian Sun nampak agak pucat dan alisnya berkerut, akan tetapi isterinya Su Bi Hwa, tersenyum dan wajahnya cerah dan nampak cantik sekali. Disebelah kiri wakil ketua itu, Ciok Gun berdiri seperti patung yang wajahnya dingin.

Gouw Kian Sun berhenti dianak tangga teratas, lalu mengangkat kedua tangan memberi hormat kepada semua tamu yang berkelompok, berdiri dengan tegak di pelataran itu.

"Selamat datang, cu-wi telah datang memenuhi janji dan terima kasih atas waktu yang diberikan kepada saya selama satu bulan……”

“Gouw Pangcu, cukup tak perlu berpanjang lebar!" bentak Poa Cin An tak sabar. "Kami telah memberi waktu satu bulan. Cepat keluarkan jahanam she Lui itu untuk kupakai bersembahyang depan makam puteriku!"

"Pinto juga minta agar para pembunuh murid pinto diserahkan kepada pinto!” kata Tiong Gi Cinjin.

"Benar! Mereka yang mengeroyok dan melukai murid Kun-lun-pai juga harus cepat diserahkan sekarang juga!” kata pula Yang Tek Tosu penuh semangat.

"Omitohud! Gouw Pangcu, apakah para murid Cin-ling-pai. yang telah melakukan penghinaan terhadap pinceng berdua sudah diberi hukuman?" tanya pula Thian Hok Hwesio.

Kembali Kian Sun mengangkat kedua tangan ke depan dada memberi hormat. Wajahnya semakin muram, akan tetapi tidak ada jalan lain baginya kecuali bersikap dan bicara seperti yang telah dipesankan Bi Hwa kepadanya.

"Harap cu-wi sudi memaafkan saya. Kalau ada murid Cin-ling-pai yarig bersalah, dia pasti dihukum. Pelaksanaan hukum itu hanya kami yang berhak melakukan dan urusan para murid Cin-ling-pai adalah urusan dalam kami sendiri. Harap cu-wi tidak mencampuri dan percayalah kepada kami. Kami pasti akan menghukum murid-murid kami yang bersalah."

"Omongan apa itu? Keluarkan mereka yang bersalah! Setidaknya, kami ingin melihat dia yang membunuh murid pinto!" kata Tiong Gi Cinjin yang galak.

"Akupun ingin melihat macamnya dia yang telah menyebabkan kematian anakku!" Poa Cin An juga berseru marah.

"Keluarkan mereka yang bersalah!"

Yang Tek Tosu juga berkata dan anggauta semua rombongan mengacung-acungkan tangan menuntut agar para murid Cin-ling-pai yang bersalah dikeluarkan disitu.

"Omitohud!" Thian Hok Hwesio berseru lantang, namun amat lembut. “Apakah Gouw Pangcu masih hendak melindungi mereka yang bersalah walaupun murid sendiri?"

Kini Bi Hwa yang melihat "suaminya" tidak mampu bicara lagi, mengangkat kedua tangan depan dada lalu bersuara nyaring karena ia menggunakan tenaga khi-kang.

"Cu-wi adalah orang-orang gagah di dunia persilatan, mengapa hendak menggunakan tekanan kepada suamiku yang tidak berdaya? Cu-wi tentu tahu bahwa suamiku hanyalah seorang wakil ketua. Sebaiknya cu-wi menanti sampai ketua Cin-ling-pai datang, yaitu keluarga Cia yang sejak turun-temurun telah menjadi ketua Cin-ling-pai. Harap jangan mendesak suamiku!".

Sejenak semua orang diam karena dari suaranya saja mereka tahu bahwa isteri Gouw Pangcu ini juga pandai ilmu silat. Dan ucapannya itu agaknya masuk di akal dan beralasan. Juga para murid Cin-ling-pai yang asli menganggap bahwa isteri Gouw Pangcu itu ternyata setia pula terhadap Cin-ling-pai!

Akan tetapi, seperti sudah diduga sebelumnya oleh Bi Hwa yang cerdik, para pemimpin rombongan itu, terutama rombongan Go-bi-pai dan Bu-tong-pai yang kematian murid mereka, tidak mau menerima alasan itu begitu saja.

"Kami sudah memberi waktu sebulan! Pembunuh anakku harus diserahkan sekarang juga!" teriak Poa Cin An.

"Benar, kamipun menuntut agar pembunuh murid pinto diseret kesini sekarang. Yang bertanggung jawab adalah Gouw Pangcu, bukan para tokoh pimpinan Cin-ling-pai yang waktu itu tidak berada disini!"

Diam-diam Bi Hwa girang sekali karena semua berjalan sesuai dengan rencananya.
"Hemm, cu-wi terlalu mendesak. Sebagai wakil ketua, suamiku tentu saja tidak berani mendahului ketua dan pelaksanaan hukum terhadap para murid menanti sampai ketua datang. Kalau suamiku tidak dapat menyerahkan murid-murid Cin-ling-pai, cu-wi hendak melakukan tindakan apakah?"

Pancingan ini segera mendapat sambutan, mula-mula dari Poa Cin An sendiri.
"Aku menuntut agar pembunuh anakku diseret kesini dan diserahkan kepadaku. Kalau tidak, terpaksa kami akan membunuh semua murid Cin-ling-pai karena pembunuh anakku tentu seorang diantara mereka!"

“Benar sekali! Kamipun akan bertindak, membasmi Cin-ling-pai yang menyeleweng!"

Tadi Kian Sun sudah memesan kepada para murid Cin-ling-pai agar jangan bergerak sebelum dia perintahkan, akan tetapi tiba-tiba saja, belasan orang murid Cin-ling-pai sudah menghunus pedang dan mereka berlompatan ke depan.

Melihat ini, Kian Sun terkejut sekali dan beberapa kali dia membentak agar para murid itu mundur. Akan tetapi, mereka tidak mau mundur bahkan maju dan bersikap hendak menyerang rombongan para tamu yang tentu saja menjadi marah dan merekapun siap untuk melawan.

Bi Hwa tersenyum. Inilah yang ia kehendaki dan memang ia yang memesan kepada anak buahnya yang diselundupkan menjadi anggauta Cin-ling-pai untuk mendahului menyerang para tamu.

Kalau nanti terjadi pertempuran, dan akibatnya banyak murid Cin-ling-pai tentu tewas, bahkan Kian Sun juga akan ia usahakan supaya tewas, baru ia akan membebaskan keluarga Cia! Dan kalau melihat betapa Cin-ling-pai dibasmi oleh orang-orang dari empat perguruan besar itu, pasti keluarga Cia tidak akan mau sudah begitu saja dan akan terjadilah permusuhan yang semakin hebat. Inilah yang dikendaki para pimpinan Pek-lian-kauw. Sudah terlalu sering para pendekar Cin-ling-pai, juga keluarga Cia, membikin rugi Pek-lian-kauw dimana-mana, menentang dan menjatuhkan banyak tokoh Pek-lian-kauw.

Melihat para murid Cin-ling-pai maju dan bersikap menantang, para murid rombongan tamu itupun berlompatan maju dan terjadilah perkelahian yang hebat.


                    *************** 

 Pada saat itu, nampak bayangan berkelebat disusul seruan nyaring melengking,
"Tahan semua senjata! Aku ketua Cin-ling-pai datang dan dengarkan dulu kata-kataku!"

Melihat seorang gadis berusia kurang lebih dua puluh satu tahun muncul begitu tiba-tiba dengan suara yang amat nyaring, semua orang terkejut. Rombongan tamu yang tadinya sudah mulai bertempur, ketika mendengar teriakan ini, berlompatan ke belakang menghehtikan serangan mereka.

Akan tetapi, belasan orang murid Cin-ling-pai masih belum mau berhenti bergerak, bahkan karena gadis itu menghalangi mereka, kini lima orang diantara mereka menggerakkan pedang menyerang gadis itu!

Gadis itu bukan lain adalah Cia Kui Hong. Melihat lima orang yang nampaknya seperti orang-orang Cin-ling-pai menyerangnya dengan pedang, ia menjadi kaget, heran dan juga marah sekali.

Gadis itu bergerak cepat laksana burung walet, tubuhnya berkelebatan diantara sinar pedang lima orang itu dan begitu kaki tangannya bergerak cepat, lima orang itu berpelantingan kekanan kiri dan mengaduh-aduh sambil meringis kesakitan dan pedang merekapun terlempar.

Kui Hong melihat betapa masih ada belasan orang yang agaknya hendak menyerangnya, akan tetapi pada saat itu terdengar suara wanita.

"Hentikan perkelahian!"

Dan belasan orang itupun berloncatan mundur, berbaur dengan para murid Cin-ling-pai yang lain. Kui Hong cepat menoleh dan melihat bahwa yang membentak tadi adalah seorang wanita cantik yang berdiri di sebelah kanan susioknya atau juga wakilnya, yaitu Gouw Kian Sun.

Kian Sun cepat memberi hormat kepada murid keponakan itu, karena biarpun tingkatnya lebih muda, Kui Hong adalah ketua Cin-ling-pai.

"Pangcu baru pulang?" katanya dan suaranya menggetar karena ada keharuan, kegembiraan dan juga kegelisahan terkandung dalam suaranya itu.

"Susiok, apa artinya semua ini? Siapa wanita itu?" Kui Hong menuding kepada Bi Hwa yang tersenyum manis.

“Ia... ia ini.... adalah .... isteriku pangcu."

"Isterimu ..?? Hemm, dan siapa pula orang-orang yang menyerangku ini?"

"Mereka .. para murid Cin-ling-pai ...”

Kui Hong melangkah maju dan lima orang itu yang melihat betapa kini para murid Cin-ling-pai menjatuhkan diri berlutut ke arah gadis itu dan menyebut "pangcu", juga berlutut dan mereka ketakutan melihat ketua itu melangkah mendekati mereka.

"Murid-murid Cin-ling-pai? Kenapa aku tidak pernah melihat mereka? Dan kalau murid-murid Cin-ling-pai, mengapa menyerang aku, ketua mereka sendiri? Apakah kalian sudah gila semua?" Kui Hong marah bukan main.

"Maafkan mereka, Pangcu. Mereka adalah anggauta-anggauta baru, maka belum mengenal Pangcu."

Bi Hwa sambil mengangkat kedua tangan memberi hormat kepada Kui Hong. Akan tetapi, dengan alis berkerut Kui Hong tidak menanggapinya, sebaliknya gadis perkasa ini meloncat ke atas serambi dan berdiri di depan Kian Sun, lalu membalikkan tubuh membelakangi wakilnya itu, menghadapi rombongan para tamu. Ia agak terkejut ketika mengenal para tokoh itu. Dengan terheran-heran ia memandang kepada mereka, lalu wajahnya yang tadinya muram itu menjadi cerah, dan ia mengangkat kedua tangan ke depan dada, memberi hormat kepada mereka.

"Aih, kiranya ji-wi Lo-suhu (kedua guru tua) Thian Hok Hwesio dan Thian Khi Hwesio dari Siauw-lim-pai, To-tiang (sebutan pendeta To) Ting Gi Cin-jin dari Bu-tong-pai, Totiang Yang Tek Tosu dari Kun-lun-pai dan juga Lo-eng-hiong (orang tua gagah) Poa Cin An dari Go-bi-pai yang hadir! Selamat bertemu dan selamat datang, cu-wi lo-cian-pwe (para orang tua gagah) dan maafkan Cin-ling-pai yang telah bersikap tidak selayaknya terhadap cu-wi. Sebenarnya, apakah yang terjadi? Nampaknya cu-wi marah dan menuntut sesuatu!"

"Omitohud ………! Cia-lihiap (pendekar wanita Cia), sudah lama pinceng mengenal keluarga Cia sebagai pimpinan Cin-ling-pai yang gagah perkasa dan berwatak pendekar. Akan tetapi, apa yang terjadi sebulan yang lalu sungguh mengejutkan hati pinceng." kata Thian Hok Hwesio.

"Losuhu, apa yang telah terjadi?"

"Omitohud, tanyakan saja kepada mereka dari Go-bi-pai, Bu-tong-pai, dan Kun-lun-pai. Pinceng berdua sesungguhnya lebih sebagai saksi saja karena yang kami alami tidaklah ada artinya."

"Poa Lo-enghiong, apakah yang telah terjadi dengan Go-bi-pai disini sebulan yang lalu?"

Poa Cin An mengepal tinju.
"Aihhhh…….. sungguh membuat orang bisa mati penasaran! Sebulan yang lalu kami datang kesini dengan rombongan sebagai tamu atas undangan Gouw Pangcu yang akan melangsungkan pernikahannya. Akan tetapi pada pagi hari itu, sehari sebelum hari pernikahan dilangsungkan, terjadi sesuatu yang merupakan aib dan juga menghina kam, aib dan penghinaan yang hanya dapat ditebus oleh darah pelakunya!"

Kui Hong terkejut.
"Lo-enghiong, katakanlah, apa yang telah terjadi?”

Poa Cin An menarik napas panjang.
"Puteriku yang bernama Poa Liu In, telah ditangkap seorang murid Cin-ling-pai she Lui, dibawa ke pondok dan diperkosa! Lui In lalu membunuh diri setelah menceritakan malapetaka itu kepadaku. Nah, katakan, nona ……. eh, Pangcu, tidak pantaskah kalau aku menuntut agar jahanam she Lui itu diserahkan kepada kami?”

Tentu saja Kui Hong terkejut bukan main. Kalau bukan seorang tokoh Go-bi-pai yang dikenalnya sebagai seorang yang gagah perkasa itu yang bicara, tentu ia akan marah dan tidak percaya sama sekali, menganggap ucapan itu sebagai fitnah keji. Sejenak ia terbelalak dan tidak mampu mengeluarkan kata-kata saking terkejut dan herannya.

"Cia-lihiap, bukan kekejian itu saja yang dilakukan murid Cin-ling-pai, akan tetapi juga murid pinto yang bernama Gu Kay Ek telah mereka keroyok sehingga tewas ketika berada disini sebagai anggauta rombongan kami, sebagai tamu yang seharusnya disambut dengan baik. Kami datang memenuhi undangan Gouw Pangcu, mengingat akan nama besar keluarga Cia dan Cin-ling-pai. Siapa kira, baru sehari tiba disini, kami kehilangan seorang anggauta kami yang dibunuh oleh murid-murid Cin-ling-pai! Dan sekarang kami datang menuntut Cin-ling-pai menyerahkan pembunuh-pembunuh itu setelah kami memberi waktu satu bulan kepada Gouw Pangcu."

Kui Hong kini menjadi bingung. Murid-murid Cin-ling-pai memperkosa seorang tamu wanita dan mengeroyok sampai mati seorang tamu lain? Sungguh tak masuk di akal! Selamanya, sejak ia lahir disitu, sampai sekarang ia berusia dua puluh satu tahun, belum pernah ia mendengar ada murid Cin-ling-pai berani melakukan kejahatan seperti itu!

Makin besar keinginan tahunya dan iapun menahan desakan dalam hati untuk minta keterangan dari susioknya, Gouw Kian Sun yang bertanggung jawab selama kepergiannya. Ia harus mendengar keterangan semua pihak selengkapnya.

"Dan apa yang terjadi dengan rombongan Kun-lun-pai, Totiang?" tanyanya sambil memandang kepada Yang Tek Tosu.

"Siancai …….! Kami selalu menganggap Cin-ling-pai sebuah perguruan yang dipimpin oleh orang-orang bijaksana. Akan tetapi sekarang ternyata telah berubah sama sekali pandangan kami. Dua orang murid Kun-lun-pai ketika menjadi tamu disini, dikeroyok oleh banyak murid Cin-ling-pai sehingga luka-luka."

"Dan bagaimana dengan rombongan Siauw-lim-pai, Lo-suhu?" tanya Kui Hong kepada dua orang hwesio itu.

"Omitohud, sebetulnya, apa yang menimpa pinceng berdua tidak perlu pinceng ributkan. Akan tetapi karena Li-hiap ingin tahu, baiklah pinceng ceritakan apa yang telah terjadi sebulan yang lalu ketika pinceng bersama sute Thian Khi Hwesio menjadi tamu disini. Malam pertama kami berada disini, kami disuguhi hidangan masakan daging dan arak, bahkan yang membawa hidangan adalah wanita-wanita yang genit dan tidak sopan. Biarpun urusan kecil, namun pinceng yakin bahwa kalau Lihiap berada disini, hal yang aneh itu tidak akan mungkin terjadi."

Mendengar ini bagaikan akan meledak rasanya dada Kui Hong. Ia membalik dan kini ia memandang kepada Gouw Kian Sun yang menundukkan mukanya yang pucat.

"Gouw Susiok, engkau sebagai wakilku, engkau bertanggung jawab selagi aku pergi. Nah, katakan, benarkah semua laporan para lo-cian-pwe tadi?"

Kian Sun mengangkat mukanya yang pucat. Ingin ia berteriak bahwa semua itu dilakukan oleh orang-orang Pek-lian-kauw yang kini menguasai Cin-ling-pai. Akan tetapi dia tidak berani melakukan hal ini, tidak mampu, karena dia harus menjaga keselamatan keluarga Cia! Maka dia begitu bingung sekali.

Melihat suaminya menjadi bingung dan tidak mempu menjawab, Bi Hwa lalu memegang lengannya dan mengguncangnya.

“Sun-ko, mengapa engkau diam saja? Koko, ceritakanlah saja kepada pangcu apa yang selama sebuan ini membuat engkau bingung karena engkau tidak berhasil menangkap…….”

“Diam!" Kui Hong membentak.

Dalam keadaan seperti ini, ketika Cin-ling-pai berada dalam bahaya, ia dapat bersikap keras terhadap siapapun juga.

“Susiok, jangan seperti anak kecil! Ceritakan apa yang terjadi!" .

Dibentak seperti itu, Bi Hwa mundur dan nampak gemetar, walaupun di dalam hatinya ia marah sekali kepada Kui Hong. Akan tetapi wanita cerdik ini tahu bahwa Kui Hong adalah seorang yang keras hati dan lihai bukan main. Menghadapi lawan seperti ini, harus menggunakan muslihat dan kelembutan, tidak boleh dengan kekerasan.

“Maafkan saya, saya hanya ingin membantu suami……" katanya lirih.

“Pangcu, saya memang telah menyaksikan sendiri dan semua laporan itu memang benar. Akan tetapi, selama sebulan ini saya telah gagal menemukan mereka yang bertanggung jawab, gagal menemukan mereka yang telah melakukan semua kejahatan itu."

Kui Hong mengerutkan alisnya, menatap tajam penuh selidik kearah muka Kian Sun yang ditundukkan. Tidak biasanya susioknya ini bersikap selemah ini. Ia mengerling kearah Bi Hwa, wanita cantik yang menjadi isteri susioknya. Wanita itu memandang kepada suaminya dengan pandang mata penuh kekhawatiran. Kemudian, pandang matanya menatap wajah Ciok Gun dan iapun teringat bahwa Ciok Gun merupakan murid dan pembantu utama Gouw Kian Sun yang boleh dipercaya akan kesetiaannya.

"Suheng Ciok Gun!" Tiba-tiba ia membentak. “Engkau menjadi pembantu utama susiok. Apa saja yang kau kerjakan? Apakah engkau tidak ikut melakukan penyelidikan dan sama sekali tidak menemukan tanda-tanda siapa kiranya yang melakukan perbuatan keji itu?"

Ciok Gun mengangkat muka memandang Kui Hong dan gadis ini diam-diam terkejut bukan main. Wajah itu! Ia mengenal Ciok Gun dengan baik, karena selama ini Ciok Gun amat sayang kepadanya. Akan tetapi wajah ini! Memang wajah Ciok Gun, akan tetapi wajah itu demikian dingin, seperti topeng saja dan dia tidak menemukan lagi keramahan dan pandang mata sayang mata wajah itu.

"Maaf, Pancu. Sayapun tidak menemukan apa-apa." jawab Ciok Gun dengan suara kaku dan dingin.

Ini juga bukan suara Ciok Gun yang dahulu! Diam-diam Kui Hong bergidik ngeri. Pasti telah terjadi sesuatu yang hebat, sesuatu yang belum dapat ia duga apa, akan tetapi sesuatu yang membuat sikap Gouw Kian Sun dan Ciok Gun seperti itu! Lalu ia teringat kepada kakeknya, karena ibu dan ayahnya tentu masih berada di pulau Teratai Merah.

“Gouw susiok, apa kata kong-kong menghadapi semua peristiwa ini?"

Mendengar pertanyaan ini, wajah Kian Sun menjadi semakin pucat. Dia mengangkat muka memandang kepada gadis itu dan menggeleng kepalanya.

"Suhu tidak ada……. beliau…… beliau meninggalkan Cin-ling-pai dan hanya mengatakan bahwa beliau ingin berjalan-jalan…… eh, merantau………”

Berdebar rasa jantung Kui Hong. Kakeknya itu biasanya hanya berdiam saja di kamar, seperti pertapa. Kenapa mendadak pergi meninggalkan Cin-ling-pai yang sedang kosong? Sungguh amat mencurigakan. Akan tetapi, saat ini para tamu sedang menanti dengan tidak sabar, maka iapun cepat menghadap ke arah para tamu.

“Cu-wi sudah mendengar sendiri keterangan wakilku. Ada sesuatu di balik semua ini. Aku berjanji kepada cu-wi untuk membongkar rahasia ini dan menangkap semua pelaku kejahatan itu dan menyerahkan kepada cu-wi. Kuharap cu-wi suka melihat mukaku dan suka menanti selama tiga hari. Dalam waktu tiga hari tiga malam, aku akan melakukan penyelidikan dan setelah tiga hari kemudian, silakan cu-wi datang lagi kesini!"

Para pimpinan rombongan itu nampak tidak puas. Mereka sudah memberi waktu satu bulan dan sekarang harus menanti lagi? Agaknya, Thian Hok Hwesio dari Siauw-lim-pai yang selama ini menjadi sahabat baik keluarga Cia, melihat hal ini dan diapun bertanya dengan suara lembut namun terdengar oleh semua orang.

 "Cia Lihiap, pinceng ingin sekali tahu. Bagaimana kalau lewat tiga hari Lihiap juga tidak berhasil menangkap penjahat-penjahat itu, seperti halnya Gouw Pangcu?"

Semua orang setuju sekali dengan pertanyaan itu dan mereka mengangguk-angguk dan semua orang menanti jawaban gadis itu.

"Losuhu tentu sudah mengenal akan watak kami sebagai pimpinan Cin-ling-pai sejak turun-temurun, kami adalah orang-orang yang bertanggung jawab! Kalau dalam waktu tiga hari aku masih juga tidak berhasil menangkap mereka yang bersalah, maka wakil ketua Cin-ling-pai Gouw Kian Sun dan pembantu utamanya, Ciok Gun harus bertanggung jawab dan aku akan menyerahkan mereka kepada cu-wi untuk diadili!"

Semua orang saling pandang dan akhirnya mereka setuju. Dengan wajah masih penasaran empat rombongan perguruan besar itu meninggalkan Cin-ling-pai dan menuruni puncak itu. Mereka tidak mau lagi tinggal di Cin-ling-pai, tidak mau bersahabat dengan Cin-ling-pai sebelum urusan itu menjadi terang dan yang salah menerima hukuman yang adil.

"Pangcu baru datang sudah rnenghadapi urusan yang menjengkelkan. Harap Pangcu beristirahat dan akan lebih baik kalau kita bicara saja di dalam. Bagaimana pendapat Pancu?” kata Su Bi Hwa dengan ramah.

Kui Hog mengangguk dan melangkah masuk, diam-diam mencatat bahwa wanita cantik ini mempunyai dua kemungkian. Memang ia pandai membawa diri dan mencintai suaminya, atau ia seorang yang cerdik dan berbahaya sekali, yang mempunyai rahasia dibalik keramahannya.

Kui Hong merasa yakin bahwa semua rahasia itu agaknya tersembunyi di dalam hati tiga orang ini. Gouw Kian Sun, Ciok Gun, dan isteri Gouw Kian Sun ini. Entah rahasia apa, ia belum bisa menduganya. Akan tetapi ia mengambil keputusan bahwa dalam tiga hari ini ia harus dapat membongkarnya, karena agaknya rahasia tentang peristiwa aneh yang terjadi di Cin-ling-pai, yaitu dilaporkannya kejahatan yang katanya dilakukan oleh para murid Cin-ling-pai, berada di tahgan tiga orang ini!

Mereka masuk ke dalam dan dengan penuh keramahan Su Bi Hwa mempersilakan Kui Hong memasuki kamarnya yang selama ini ia rawat baik-baik. Selama sebulan tinggal disitu, memang Bi Hwa merawat rumah itu dengan baik sehingga semua perabot rumah nampak bersih, lantaipun bersih dan semua teratur rapi.

Akan tetapi hanya sebentar saja Kui Hong memasuki kamarnya, hanya untuk menyimpan buntalan pakaiannya dan untuk berganti pakaian. Setelah itu, ia termenung. Sejak ia tiba di kaki Pegunungan Cin-ling-san, hatinya sudah merasa tidak enak dan hal ini ia katakan kepada Hay Hay.

Cia Kui Hong, gadis perkasa itu, biarpun menjadi ketua Cin-ling-pai, namun pekerjaan itu tidak disukainya. Ia suka merantau dan bertualang. Petualangannya yang terakhir adalah ketika bersama para pendekar ia membantu pemerintah menyerbu perkumpulan Ho-han-pang (Perkumpulan Patriot) yang sesungguhnya hanya merupakan perkumpulan yang dipimpin oleh orang-orang sesat, diketuai oleh Tang Bun An yang terkenal dengan julukan Ang-hong-cu (Si Kumbang Merah) sebagai seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang amat terkenal di dunia kang-ouw.

Dalam perjuangan ini ia bertemu lagi dengan seorang pendekar yang diam-diam memang telah merebut kasih di hatinya, yaitu Tang Hay. Sebetulnya, pendekar ini adalah putera kandung mendiang Ang-hong-cu Tang Bun An sendiri, namun berbeda dengan Si Kumbang Merah, Tang Hay atau lebih dikenal dengan nama Hay Hay berwatak pendekar. Hanya ada satu hal yang kadang membuat hati Kui Hong panas dan cemburu, yaitu watak Hay Hay yang mata keranjang sehingga dia dijuluki orang Pendekar Mata Keranjang!

Walaupun sikap ini hanya lahiriah saja, yaitu tidak pernah Hay Hay sungguh-sungguh menggauli wanita, melainkan terdorong oleh rasa sukanya kepada wanita yang cantik, namun tetap saja dia dianggap sebagai seorang laki-laki mata keranjang, dan sudah seringkali hati Kui Hong yang mencintanya menjadi panas karenanya.

Setelah berhasil membasmi gerombolan Ho-han-pang, Tang Hay dan Cia Kui Hong menemukan kenyataan bahwa mereka saling mencinta. Merekapun saling mengaku dan keduanya merasa bahagia sekali. Itulah sebabnya mengapa kini Hay Hay melakukan perjalanan bersama Kui Hong, karena Kui Hong memang mengajaknya ke Cin-ling-pai untuk memperkenalkan kekasihnya itu kepada ayah ibunya dan kakeknya.

Dan didalam perjalanan yang memakan waktu tidak kurang dari sebulan ini, Kui Hong mendapat kenyataan bahwa biarpun sikapnya yang mata keranjang pernah membuat kekasihnya itu dituduh menjadi pemerkosa wanita, namun sikap Hay Hay kepadanya tidak pernah melewati atau melanggar batas kesusilaan. Hal ini membuat ia merasa semakin berbahagia, dan cintanya menjadi semakin mantap.

Pada pagi hari itu, ketika mereka tiba di dusun di lereng bukit Cin-ling-pai, mereka bertemu dengan seorang gadis dusun yang ditemani ayah ibunya, sedang menuruni lereng itu. Akan tetapi, begitu melihat Kui Hong dan Hay Hay, tiga orang itu terkejut lalu lari ketakutan melalui jalan setapak itu. Bahkan gadis dusun itu sampai tersaruk-saruk saking takutnya.


cerita silat online karya kho ping hoo


Tentu saja hal ini menimbulkan kecurigaan hati Kui Hong. Bersama Hay Hay ia lalu melakukan pengejaran dan hanya dengan beberapa loncatan saja dua orang muda perkasa ini dapat menyusul bahkan mereka meloncat ke depan mereka, menghadang.


Begitu melihat Kui Hong dan Hay Hay berkelebat dan menghadang di depan mereka, ayah ibu dan anak itu menjadi semakin terkejut dan mereka bertiga menjatuhkan diri berlutut dengan tubuh gemetar.

"Cia Siocia (Nona Cia), maafkan kami…….ah, ampunkan kami dan jangan bunuh kami…….”

Tentu saja Kui Hong terkejut dan heran mendengar ini. Ia dikenal oleh semua penduduk dusun-dusun di sekitar Cin-ling-pai dan dipanggil Nona Cia sejak kecil. Akan tetapi orang ini yang juga mengenalnya, mengapa begini ketakutan!.

"Paman, apa kau kira aku ini seorang pembunuh?"

"Ha-ha-ha, kalian ini lucu. Nona Cia ini disuruh membunuh tikuspun tidak tega!" Hay Hay tertawa geli melihat kekasihnya dianggap pembunuh kejam.

Akan tetapi, kini tiga orang itu memandang kepadanya dan kembali laki-laki itu meratap,
"Cia Siocia, ampunkanlah kami. Anak kami hanya seorang ini saja, jangan biarkan dia memperkosa anak kami……"

Kini ayah itu menuding ke arah Hay Hay dan tentu saja kini Hay Hay yang terbelalak memandang kepada mereka. Akan tetapi segera dia dapat menguasai dirinya dan kembali dia tertawa.

"Aih, jangan main-main, Paman! Apa kau kira aku ini tukang perkosa? Biarpun anakmu ini memang manis sekali, akan tetapi aku tidak pernah memperkosa wanita!” kata Hay Hay.

Kui Hong mengerutkan alisnya dan sekali ia menggerakkan tangan, dia sudah menarik lengan ayah itu sehingga bangkit berdiri dengan paksa.

"Hayo ceritakan apa yang terjadi sehingga kalian bersikap begini. Kalian ini hendak pergi kemanakah dan mengapa begini ketakutan, menuduh kami pembunuh dan pemerkosa?"

Melihat sikap Kui Hong, agaknya ayah ibu dan anak itu menjadi heran. Mereka saling pandang dan sungguh aneh, setelah Kui Hong marah-marah, malah mereka kelihatan lega dan tidak begitu ketakutan lagi.

“Agaknya siocia baru pulang dan tidak tahu apa yang terjadi disini? Aih, maafkan kami, Cia Siocia. Kami hendak melarikan diri karena akhir-akhir ini terjadi banyak kejahatan di sini, terutama sekali kejahatan memperkosa dan membunuh gadis-gadis dusun. Sudah kurang lebih satu bulan kejahatan itu merajalela dan para pelakunya adalah para murid Cin-ling-pai…..”

"Heiiiiit…….. ??"

Tentu saja Kui Hong terkejut bukan main. Tanpa banyak bertanya lagi, ia lalu menarik tangan Hay Hay dan diajaknya lari cepat menuju ke puncak, ke perkampungan Cin-ling-pai. Setelah tiba di luar perkampungan Cin-ling-pai, mereka melihat rombongan Siauw-lim-pai, Go-bi-pai, Kun-lun-pai dan Bu-tong-pai memasuki pintu gapura. Kui Hong mengajak Hay Hay untuk bersembunyi dan mengintai. Setelah melihat sikap para anggauta rombongan, ia berbisik kepada pemuda itu.

"Hay-ko, pasti terjadi hal yang luar biasa di Cin-ling-pai. Mungkin ada bahaya besar. Sabaiknya kita berpencar. Aku menyelidiki dari dalam dan engkau dari luar. Mereka tidak mengenalmu. Nanti diam-diam kita mengadakan pertemuan disini."

Hay Hay mengangguk, mengerti akan maksud kekasihnya. Memang, kekasihnya adalah ketua Cin-ling-pai, maka persoalan Cin-ling-pai harus ia tangani sendiri. Sedangkan dia hanya "orang" luar", tidak baik kalau mencampuri urusan Cin-ling-pai dan dia akan melakukan pengintaian secara sembunyi saja untuk membantu Kui Hong.

Tak lama kemudian, terjadilah ketegangan antara para rombongan tamu dan para anak buah Cin-ling-pai sehingga timbul perkelahian. Akan tetapi, melihat ini, Kui Hong segera berbisik kepada Hay Hay.

"Aku harus bertindak. Kau tunggu saja, aku pasti akan mencarimu disini, atau di dalam hutan sana.”

Ia menuding ke arah lereng berhutan. Tanpa menanti jawaban, karena takut kalau perkelahian itu menjadi berlarut-larut, Kui Hong meloncat, lari dan ia berhasil menghentikan perkelahian itu sebelum jatuh korban.

Demikianah, ketika mendengar tuduhan para wakil empat perguruan besar itu, tentu saja Kui Hong menjadi semakin terkejut dah terheran-heran. Kini ditambah lagi dengan kenyataan bahwa kong-kongnya (kakeknya) pergi meninggalkan Cin-ling-pai, dan susioknya, Gouw Kian Sun yang menjadi wakil ketua, tiba-tiba saja menikah tanpa setahu keluarga Cia. Ia tidak membiarkan lamunannya berlarut-larut, dan cepat ia keluar dari kamar, lalu memanggil susioknya untuk bicara di ruangan dalam.

Gouw Kian Sun muncul dari dalam kamarnya, diikuti isterinya dan tak lama kemudian Ciok Gun juga muncul dari belakang. Memang Kui Hong ingin bicara dengan tiga orang ini, maka ia memberi isyarat kepada mereka untuk menutup pintu dan jendela, kemudian mengajak mereka duduk menghadapi meja besar.

"Pangcu, sebelum bicara, sebaiknya kuhidangkan dulu makanan dan minuman yang sudah saya sediakan. Begitu tadi Pangcu pulang, saya sudah menyuruh siapkan dan tentu sekarang sudah selesai. Biar saya sendiri yang membawa hidangan itu kesini." kata Bi Hwa dengan ramah dan sebelum Kui Hong menjawab, wanita itu sudah pergi meninggalkan ruangan itu, tidak lupa untuk menutupkan kembali daun pintu dari luar.

Kini tinggal Kian Sun dan Ciok Gun saja yang berada di kamar itu dengannya. Kesempatan ini dipergunakan oleh Kui Hong.

"Ciok-suheng dan Gouw-susiok, sebenarnya apakah yang telah terjadi disini? Sekarang hanya ada kita bertiga. Nah, ceritakanlah sejujurnya kepadaku!"

Suara Kui Hong mengandung perintah dan ketegasan. Juga sepasang mata yang tajam dari Kui Hong memandang penuh selidik kepada dua orang itu. Ia melihat betapa Kian Sun nampak gugup dan gelisah, akan tetapi Ciok Gun nampak tenang saja, bahkan wajahnya tidak membayangkan perasaan apapun. Dingin!

"Bagaimana, Gouw Susiok? Apakah engkau takut akan sesuatu yang menekanmu? Katakanlah!"

Kian Sun mengangkat, muka, memandang kepada gadis itu, lalu menunduk kembali.
"Tidak ada apa-apa kecuali yang sudah kau ketahui, Pangcu. Memang terjadi hal-hal itu, akan tetapi aku telah gagal melakukan penyelidikan. Tidak ada bukti bahwa murid-murid kita melakukannya."

"Hemm, dan engkau, Ciok Suheng?"

Ciok Gun mengangkat mukanya dan kembali Kui Hong merasa ngeri. Wajah suhengnya ini seperti kedok!

"Akupun tidak tahu, Pancu. Aku sudah membantu sedapat mungkin melakukan penyelidikan, akan tetapi tidak berhasil menangkap pelaku-pelaku itu."

Kui Hong bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mondar-mandir di ruangan itu. Hemm, tidak mungkin, pikirnya. Suhgguh aneh! Yang ia rasakan aneh bukan peristiwa itu sendiri, melainkan sikap dua orang ini! Diam-diam, sambil berjalan hilir-mudik seperti orang sedang berpikir, dikerlingnya dua orang itu dan ia melihat betapa Kian Sun masih menunduk dengan gelisah, dan Ciok Gun tetap tenang saja seperti patung!

"Susiok!" Tiba-tiba saja ia menepuk pundak paman gurunya itu.

"Ehh……..? Ahh …….. ada …….. ada apakah, Pangcu?"

Jelas bahwa susioknya itu terkejut dan gugup sekali ketika tiba-tiba ia panggil dengan bentakan.

“Susiok, katakan siapakah wanita yang menjadi isterimu itu?”

Akan tetapi kini Kian Sun sudah tenang kembali. Dia yakin bahwa keselamatan keluarga Cia yang menjadi tawanan berada di dalam tangannya.

"Aih, isteriku itu? Ia bernama Su Bi Hwa."

“Dari mana ia datang dan bagaimana bisa menjadi isterimu?” seperti seorang hakim yang melakukan penyelidikan, Kui Hong mengajukan pertanyaan dengan suara tegas dan pandang mata penuh selidik.

"Ia datang dari sebelah selatan pegunungan Cin-ling-san. Ayah dan ibunya tewas oleh gerombolan perampok dan ketika ia tiba di lereng Cin-ling-san, pada suatu siang aku melihat ia hendak membunuh diri. Aku melihat dan menolongnya. Kami berkenalan dan aku kasihan kepadanya, Kemudian kami menikah…….."

Tentu saja cerita ini sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh Bi Hwa yang sudah mempersiapkan jawaban untuk setiap pertanyaan yang mungkin dilontarkan ketua Cin-ling-pai itu. Tadipun, dengan dalih mempersiapkan makanan dan minuman, Bi Hwa sengaja meninggalkan ruangan itu untuk memberi kesempatan kepada Kui Hong untuk "memeriksa” suaminya.

Ia tidak khawatir kalau Kian Sun akan mengkhianatinya. Wakil ketua itu sudah tunduk kepadanya karena keselamatan keluarga Cia harus dia lindungi. Pula, disana terdapat Ciok Gun yang menjadi mata-mata yang setia. Pemuda itu sudah menjadi seperti mayat hidup yang akan menuruti semua petunjuknya karena pengaruh sihir dan racun, juga pengaruh rayuan dan rangsangan yang diberikan Bi Hwa kepadanya!

Kui Hong memutar otaknya. Tentu saja ia tidak dapat menelan mentah-mentah ketarangan dari Kian Sun itu. Akan tetapi, andaikata Kian Sun berbohong, apa alasannya? Susioknya ini merupakan seorang murid Cin-ling-pai yang gagah perkasa dan amat setia, maka ia percaya kepada susioknya itu untuk mewakilinya menjadi ketua Cin-ling-pai.

Tiba-tiba ia menggerakkan tangannya dengan gerakan menyerang ke arah Ciok Gun! Jari tangannya menusuk dengan serangan totokan ke arah pundak kanan suhengnya itu, merupakan sebuah jurus dari ilmu silat San-in-kun-hoat (Ilmu Silat Awan Gunung), satu diantara ilmu-ilmu Cin-ling-pai. Kui Hong tahu benar bahwa suhengnya itu merupakan seorang ahli dalam ilmu ini, maka ia sengaja menyerang dengan ilmu itu untuk membuat suhengnya terkejut.

Akan tetapi diserang secara tiba-tiba itu, Ciok Gun sama sekali tidak kelihatan gugup atau heran. Dengan tenang saja dia miringkan tubuh sambil menangkis dan meloncat dari kursinya. Tangkisan itu terasa kuat sekali oleh Kui Hong dan ketika ia memandang kepada Ciok Gun yang kini sudah berdiri, pemuda itu sama sekali tidak terkejut atau penasaran, hanya memandang kepadanya dengan wajah dingin.

"Pangcu, mengapa menyerangku?"

Pertanyaan itu diajukan, akan tetapi sikap kaki tangan Ciok Gun menunjukkan bahwa dia siap untuk berkelahi! Hal ini tidak lepas dari pengamatan Kui Hong.

"Aku hanya ingin bertanya, Suheng. Dengan adanya Suheng membantu Gouw Susiok, bagaimana rnungkin kalian sampai tidak mampu membongkar rahasia ini? Banyak murid Cin-ling-pai dituduh memperkosa dan membunuh, mengeroyok dan menghina para tamu kehormatan dan kalian sama sekali tidak mampu menangkap seorangpun diantara mereka? Rasanya mustahil sekali ini!"

"Pangcu, kami sudah berusaha sekuat tenaga namun gagal." kata Ciok Gun.

Pada saat itu, Bi Hwa masuk sambil membawa hidangan yang masih panas.
"Pangcu, masakan sudah siap. Mari, silakan, Pangcu. Selagi masih panas, silakan makan minum dulu. Pangcu habis melakukan perjalanan jauh, tentu lapar." Dan ia melirik kepada suaminya dan kepada Ciok Gun, "Mari kalian temani Pangcu makan."

Dengan ramah wanita ini mengatur hidangan di atas meja. Ia pura-pura tidak tahu betapa sejak tadi Kui Hong mengamatinya dengan penuh perhatian dan penuh selidik.

Melihat betapa baik Kui Hong maupun suaminya dan Ciok Gun kelihatan tegang dan tidak gembira, Bi Hwa menghampiri suaminya.

"Eh, kenapa kalian nampak bingung? Silahkan makan minum, baru bicara lagi.”

Kian Sun terpaksa menjawab.
“Kami sedang membicarakan ancaman tiga hari mendatang dan ……”

“Aih, sun-ko, kenapa murung? Setelah pangcu pulang, apalagi yang ditakutkan? Engkau pernah bercerita bahwa pangcu biarpun terhitung murid keponakanmu, memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi. Kalau orang-orang yang tidak tahu aturan itu berani mengacau Cin-ling-pai dan menuduh yang bukan-bukan lalu hendak menyerang, tentu pangcu akan sanggup mengalahkan mereka.”

“Pangcu!” kata Ciok Gun penuh semangat. “Para utusan itu memang keterlaluan. Mereka hanya menuduh, akan tetapi kami tidak dapat menemukan buktinya. Memang ada murid mereka yang tewas, akan tetapi apa buktinya bahwa murid-murid Cin-ling-pai yang melakukannya? Kalau mereka mendesak, biar aku yang akan melawan sekuat tenaga!”

Kui Hong tersenyum dan waspada. Dari ucapannya tadi, ia tahu bahwa isteri Gouw Kian Sun itu seorang wanita yang amat cerdik, walaupun nampaknya halus dan ramah.

"Ciok Gun Suheng, engkau tidak boleh bertindak tanpa perintahku! Sudahlah, kita bicarakan lagi nanti, aku ingin beristirahat." kata Kui Hong, dan ia membalik hendak pergi ke kamamya sendiri.

"Aih, Pangcu. Apakah engkau tidak makan dulu? Sudah kuhidangkan semua ini….”

Kui Hong menghadapi wanita itu dengan sinar matanya mencorong penuh selidik.
"Enci," katanya dengan suara tegas, "engkau bukan murid Cin-ling-pai maka tidak perlu menyebut aku pangcu. Namaku Kui Hong, Cia Kui Hong, dan pada saat ini aku tidak lapar. Terima kasih atas keramahanmu. Aku hendak beristirahat di kamarku dan menenangkan pikiran. Aku tidak mau diganggu siapapun!"

Kui Hong meninggalkan ruangan itu, akan tetapi setelah tiba di luar ruangan itu, ia menyelinap ke balik pilar untuk mendengarkan apa yang dibicarakan tiga orang didalam itu.

“Ahhh, ia marah sekali,"

Kui Hong mendengar suara Kian Sun, suara yang mengandung kedukaan dan kekhawatiran.

"Sudahlah, biarkan ia yang memikirkan hal itu. Ia ketua Cin-ling-pai. Yang penting, engkau tidak bersalah dan tidak ada bukti bahwa murid-murid Cin-ling-pai melakukan semua itu.” terdengar suara Bi Hwa yang halus merdu, seolah menghibur suaminya.

"Benar, Suhu. Kalau mereka datang menyerang, ada pangcu disini. Dan kita dapat mengerahkan seluruh murid Cin-ling-pai untuk melawan mereka. Aku sendiri akan menghadapi mereka dengan mati-matian!" terdengar suara Ciok Gun.

Ketika mereka itu tidak bicara lagi dan terdengar langkah kaki mereka hendak meninggalkan ruangan, Kui Hong menyelinap dan pergi ke kamarnya. Ia tidak tahu betapa Bi Hwa memberi isyarat dengan telunjuk di depan mulut kepada Kian Sun dan Ciok Gun agar mereka tidak bicara lagi!

Setelah memasuki kamarnya, Kui Hong mengunci semua daun pintu dan jendela kamarnya, kemudian ia duduk termenung di atas kursi. Ia yakin bahwa rahasia semua peristiwa itu pasti berada di tangan Kian Sun, Ciok Gun dan Bi Hwa.

Dua orang murid Cin-ling-pai itu nampak tidak wajar, tidak seperti biasa yang sudah dikenalnya. Kian Sun nampak seperti orang yang tertekan dan menderita duka dan kegelisahan. Ciok Gun nampak begitu dingin dan penuh perhitungan, seolah-olah kepribadiannya telah berubah sama sekali. Dan wanita itu, walaupun kelihatan cantik dan ramah, namun ia dapat menduga bahwa di balik keramahannya itu tersembunyi kecerdikan luar biasa.

Yang amat mengherankan adalah Ciok Gun. Dia berubah sama sekali! Ada apakah ini? Pengaruh apakah? Sihir? Sihir! Ah, mengapa tidak? Mungkin sekali dan membayangkan kemungkinan penggunaan sihir, segera ia teringat kepada Hay Hay. Tentu Hay Hay dapat membantunya memecahkan rahasia yang mengancam nama dan kehormatan Cin-ling-pai ini.

Kui Hong lalu mengangkat muka, memandang ke langit-langit kamarnya penuh perhatian. Kemudian, sekali ia meloncat ke atas, tubuhnya melayang naik dan dengan tangan kiri menangkap balok melintang, ia bergantung disana dan memeriksa sebatang paku besar yang menancap di balok itu sepetti paku penyambung antara dua balok. Ia meneliti paku itu dan sekelilingnya masih diliputi debu, tidak ada tanda pernah dijamah orang. Ia lalu mendorong paku itu dengan jari tangannya sambil mengerahkan tenaga.

Lantai di bawah pembaringan di kamar itu bergeser dan terbuka sebuah lubang di bawah pembaringan itu, yang tidak nampak dari luar. Kui Hong meloncat turun, merangkak ke bawah pembaringan dan memasuki lubang itu.

Ternyata di bawah lubang terdapat terowongan bawah tanah. Ia menggerakkan kembali lantai di bawah pembaringan dengan menarik besi panjang di dalam terowongan dan lantai itupun pulih kembali menutupi lubang. Lubang ini merupakan terowongan rahasia yang hanya diketahui oleh keluarga Cia saja, tidak ada murid lain yang mengetahuinya.

Sambil meraba-raba, Kui Hong merangkak di dalam terowongan kecil itu dan kurang lebih dua ratus meter kemudian, terowongan itu menembus sebuah retakan lebar yang tertutup batu di tebing gunung.

Ia menggunakan sinkangnya mendorong batu itu sehingga bergeser dan keluar dari lubang retakan, kemudian dari luar ia mendorong kembali batu itu sehingga menutupi lubang. Batu itu sendiri tertutup oleh semak belukar sehingga tidak mungkin ada orang luar dapat menggunakan terowongan rahasia itu, selain harus mengenal rahasianya, juga harus memiliki tenaga sin-kang untuk menggeser batu besar.

Setelah mengintai dari balik semak-semak di depan pintu besar dan tidak melihat seorangpun manusia, Kui Hong melompat keluar dan ia melangkah ke tepi hutan. Beberapa kali ia menengok dan memandang ke sekeliling, untuk melihat apakah ada orang yang membayanginya, namun tempat itu sepi dan tidak nampak orang lain.

Biarpun demikian, Kui Hong yang sudah memiliki banyak pengalaman dalam petualangannya di dunia persilatan, begitu tiba di hutan lalu memilih pohon yang besar dan tinggi, melompat ke atas dan bersembunyi di puncak pohon rindang itu, memandang ke sekeliling. Dari puncak pohon ini ia dapat melihat sekelliling sampai agak jauh sehingga kalau ada orang yang membayanginya, biarpun dalam jarak jauh, tentu akan dapat dilihatnya. Ia amat hati-hati karena ia menghadapi urusan besar, bahkan bahaya besar yang mengancam Cin-ling-pai.

Tiba-tiba ada bayangan berkelebat. Bagaikan seekor burung garuda, bayangan itu meluncur ke arah pohon dimana Kui Hong bersembunyi. Tentu saja Kui Hong terkejut bukan main dan ia sudah siap menghadapi lawan yang lihai. Akan tetapi, wajahnya yang tadinya tegang berubah cerah ketika ia mengenal siapa bayangan itu. Bukan lain adalah Hay Hay!

“Ihh, kau mengagetkan orang saja!” tegurnya cemberut, akan tetapi pandang matanya tertawa.

“Bagaimana hasilnya? Uhh, orang-orang Cin-ling-pai itu sungguh aneh. Bagaimana para murid itu bahkan berani menyerangmu?”

Kui Hong menarik napas panjang.
“Aihh, panjang ceritanya. Yang lebih aneh lagi, pada saat tidak ada seorangpun keluarga Cia di Cin-ling-pai, tahu-tahu mendadak Gouw-susiok telah menikah!” dan Kui Hong menceritakan semua pengalamannya tadi.

Hay Hay mendengarkan penuh perhatian,
“Tentu ada sesuatu yang mereka rahasiakan,” dia menanggapi.

Kui Hong mengangguk.
“Yang mencurigakan hatiku ada tiga orang. Pertama adalah Gouw-susiok sendiri. Dia yang biasanya pendiam dan tenang, setia dan bijaksana, kenapa sikapnya seperti orang yang selalu dalam ketakutan dan kebingungan, seolah-olah terhimpit sesuatu. Kemudian isterinya itu, wanita muda yang cantik. Bagaimana ia bisa muncul tiba-tiba dan menjadi isteri Gouw-suiok? Alasan yang susiok yang menceritakan pertemuan di antara mereka meragukan. Dan wanita itu, biarpun cantik, halus dan ramah, namun jelas pandang matanya membayangkan kecerdikan yang luar biasa. Wanita itu bisa berbahaya!”

“Aku sudah melihatnya dari pengintaian. Biarpun agak jauh, aku dapat melihat bahwa ia memang cantik menarik. Terutama sekali mulutnya…..”

Kui Hong mengerutkan alis dan memandang kepada kekasihnya dengan cemberut.
“Kenapa mulutnya?”

“Mulutnya memiliki bentuk yang menggairahkan, mulut itu pasti pandai merayu.”

“Huh, kalau melihat perempuan, yang kau perhatikan hanya kecantikannya saja, ya? Dasar mata keranjang!” Kui Hong meruncing bibirnya.

Hay Hay tersenyum.
“Bukan begitu, Hong-moi. Akan tetapi dari wajah seseorang, kita dapat menjenguk isi hati dan wataknya. Dan wajah cantik seperti yang menjadi isteri susiokmu itu, dapat mencerminkan kecerdikan dan kelicikan yang berbahaya sekali. Wajah itu tidak dapat dipercaya.”

Kui Hong tidak cemberut lagi.
“Engkau benar. Aku yakin pasti ada sesutu di balik ini semua, dan yang tahu rahasianya hanya tiga orang itu. Gouw-susiok kelihatan begitu berduka dan gelisah juga amat lemah, tidak seperti biasanya. Dan yang aneh sekali adalah suheng Ciok Gun. Sekarang dia berubah menjadi manusia berwajah topeng, begitu dingin, seperti mayat hidup sehingga beberapa kali bulu tengkukku berdiri kalau kami bertemu pandang.”

Hay Hay tertawa.
“Aih, aku belum pernah melihat bagaimana bulu tengkukmu berdiri, Hong-moi. Kulihat di tengkukmu sebelah atas hanya ada anak rambut dan bulu yang halus sekali, begitu lembut, bagaimana bisa berdiri……?”

Merasa betapa tengkuknya diraba oleh jari tangan Hay Hay, Kui Hong menggelinjang dan melengak mundur.

“Ihh! Aku bicara serius, engkau hanya main-main dan merayu!” Ia merajuk.

“Kalau engkau serius, aku malah tigarius, Hong-moi!” Hay Hay berkelakar. “Aku juga bersungguh-sungguh ketika memuji tengkukmu, bukan main-main. Nah, sekarang katakan, apa yang akan kau lakukan, atau apa yang harus kulakukan?”

“Justeru aku ingin engkau membantuku mencari jalan keluar, Hay-ko. Aku memberi waktu tiga hari kepada para lo-cian-pwe dari partai-partai besar itu. Sebelum tiba batas waktu itu, aku harus sudah dapat menangkap biang keladi semua peristiwa yang memburukkan nama baik Cin-ling-pai ini.”

“Hemm, menurut ceritamu tadi, agaknya suhengmu bernama Ciok Gun itu yang paling mencurigakan. Agaknya sikapnya dingin, wajahnya yang membuatmu ngeri seperti kedok itu sama sekali tidak wajar. Mungkin dia telah dikuasai sihir atau racun oleh orang-orang yang sengaja hendak mempergunakan dia.”

“Aku pikir demikian pula, Gouw-susiok agaknya ditekan, maka dia gelisah dan berduka. Dan suheng Ciok Gun agaknya berada dalam kekuasaan pengaruh yang aneh dan jahat.”

“Kurasa tidak ada lain jalan kecuali mencoba untuk mengorek rahasia dari pengakuan mereka. Kau cobalah dulu agar susiokmu itu mau mengaku. Tentu saja sebaiknya kalau kau ajak dia bicara empat mata. Kemudian, kalau tidak berhasil, bujuklah agar engkau dapat membawa Ciok Gun itu keluar dari Cin-ling-pai dan kau ajak kesini. Biar aku yang menghadapinya.”

Mereka mengadakan perundingan dan mengatur siasat. Kemudian, Kui Hong meninggalkan Hay Hay dan kembali ke lereng Cin-ling-pai melalui jalan terowongan yang menembus sampai kedalam kamarnya.

Tidak sukar bagi Cia Kui Hong untuk mengajak Gouw Kian Sun bicara empat mata dengannya. Sengaja ia mengajak susioknya itu bicara ketika mereka bersama Bi Hwa dan Ciok Gun selesai makan siang. Ia hendak melihat bagaimana sikap dua orang itu.

“Susiok, aku ingin bicara empat mata denganmu. Ada hal yang amat penting ingin kubicarakan denganmu. Marilah kita masuk ke kamar belakang dan kita bicara berdua saja.”

Diam-diam Kui Hong melirik ke arah Bi Hwa dan Ciok Gun untuk melihat sikap mereka. Ciok Gun nampak tenang dan dingin saja seolah-olah ucapannya itu tidak mengandung arti sama sekali. Sedangkan Bi Hwa malah tersenyum maklum.

“Kenapa kalian tidak bicara saja di ruangan ini? Biarlah kami yang akan pergi meninggalkan kalian disini. Mari, Ciok Gun, kita keluar. Pangcu hendak bicara dengan suhumu.”

Ciok Gun membantu isteri suhunya membawa keluar mangkuk piring yang habis dipergunakan makan siang dan tak lama kemudian Kui Hong sudah duduk berdua saja dengan Gouw Kian Sun. Setelah ia merasa yakin bahwa tidak ada orang lain yang mengintai dan mendengarkan percakapan mereka, Kui Hong bersikap sungguh-sungguh. Ia duduk berhadapan dengan susioknya dan berkata dengan nada suara tegas dan sepasang matanya memandang penuh selidik.

“Nah, sekarang kita hanya berdua saja disini, susiok. Tidak ada orang lain yang mendengarkan.”

Kian Sun nampak gelisah, bahkan terang-terangan dia menoleh ke sekeliling seolah ada yang ditakutinya. Melihat ini, Kui Hong menjadi tidak sabar lagi.

“Gouw Susiok! Pandanglah aku! Kenapa engkau menjadi begini? Engkau telah mengenal aku sejak aku masih kecil, dan aku tahu bahwa susiok adalah seorang pendekar sejati yang gagah perkasa. Sekarang engkau menjadi seorang penakut, ini tentu ada sebabnya! Susiok, engkau tahu bahwa aku dapat mengatasi semua persoalan, kuat menghadapi lawan yang manapun. Kenapa tidak berterus terang? Tidak ada orang lain yang melihat kita. Katakan siapa yang kau takuti dan apa sebenarnya yang telah terjadi dengan Cin-ling-pai?”

Gatal-gatal rasanya lidah Kian Sun. alangkah mudahnya untuk membuat pengakuan dan alangkah lega hatinya kalau dia lakukan itu. Dia akan merasa bebas dari tekanan yang amat menghimpit perasaannya. Akan tetapi diapun tahu bahwa nyawa gurunya, kakek Cia Kong Liang, juga nyawa suhengnya dan isteri serta putera suhengnya, tergantung dari sikapnya saat ini. Kalau dia membuka rahasia itu kepada Kui Hong, empat orang yang amat disayang dan dihormatinya itu tentu akan dibunuh tanpa dia dapat mencegahnya sama sekali!

Tidak, dia lebih suka mengorbankan dirinya daripada mereka mati konyol. Betapa dia ingin bebas dari semua ini. Dapat saja dia membunuh diri, akan tetapi hal itupun tidak akan menolong mereka. Maka, dia semakin menjadi bingung dan gelisah, kemudian mengeraskan hatinya dan berkata dengan suara nyaring dan tegas, dengan maksud agar pendiriannya itu dapat di dengar Bi Hwa dan kawan-kawannya.

“Aku tidak takut apa-apa, Pangcu. Tidak ada apa-apa yang janggal disini!”

Kui Hong marah sekali dan ia membanting-banting kaki kananya. Kian Sun yang sudah mengenal baik watak dan kebiasaan murid keponakan yang amat lihai ini maklum bahwa Kui Hong marah sekali kepadanya. Gadis yang amat lihai dan cerdik ini tentu telah dapat menduga bahwa telah terjadi sesuatu yang hebat di Cin-ling-pai!

“Engkau bohong, Susiok! Sungguh aku tidak mengerti, bagaimana seorang seperti engkau, yang dipercaya oleh Kong-kong, dipercaya ayah, lalu kupercaya, dapat berbohong kepadaku dan mengkhianati Cin-ling-pai dimana engkau tinggal dan mendapatkan segalanya sejak kau kecil sampai sekarang!”

Pucat sekali wajah Gouw Kian Sun mendengar umpatan ini.
“Tidak, sama sekali tidak. Sungguh mati, aku tidak berkhianat kepada Cin-ling-pai, Pangcu. Kalau Pangcu tetap menuduhku, biarlah Pangcu jatuhkan hukuman mati kepadaku, dan aku dengan rela akan menyerahkan nyawaku!” Kian Sun lalu berlutut di depan Kui Hong dan menundukkan kepala, menyerah!

Sikap susioknya ini membuat Kui Hong tertegun! Bukan begini sikap orang yang ketakutan. Paman gurunya ini tetap gagah dan tidak takut mati! Akan tetapi, kenapa tidak mau berterus terang kepadanya? Tentu ada sesuatu yang memaksanya bersikap seperti itu dan jelas bahwa susioknya bersikap seperti bukan karena takut ancaman terhadap dirinya sendiri.

Pada saat itu, Su Bi Hwa dan Ciok Gun bergegas memasuki ruangan itu dan mereka menjatuhkan diri berlutut menghadap Kui Hong....

























Terima kasih telah membaca Serial ini.




No comments:

Post a Comment

Cerita Silat Kho Ping Hoo Serial Pendekar Budiman Jilid 12

   Cerita Silat Kho Ping Hoo Serial Pendekar Budiman             Jilid 12