Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Jodoh Si Mata Keranjang
Jilid 05
Gouw Kian
Sun menghadapi Su Bi Hwa di dalam kamar itu dengan muka merah dan mata melotot
karena marahnya. Mereka hanya berdua saja dan Bi Hwa menghadapi Kian Sun dengan
senyum dan kerling yang genit sekali. Kian Sun melotot dengan marah dan
menudingkan telunjuknya ke arah Bi Hwa.
"Moli,
kenapa kau lakukan ini semua? Kenapa?”
Bi Hwa
mendekat dan menyentuh lengan pria itu dengan gaya yang manja dan genit.
"Suamiku
yang baik, apa yang telah kulakukan? Ingat, besok kita menikah, jangan kau
marah-marah, sayangku."
"Tak
usah berpura-pura. Aku tahu engkaulah yang telah mendatangkan malapetaka itu,
engkau yang menyuruh orang-orangmu memperkosa dan membunuh dan mengaku sebagai
murid-murid Cin-ling-pai! Para murid Cin-ling-pai yang asli tidak akan sudi
melakukan perbuatan terkutuk itu!”
"Gouw
Kian Sun, ingat bahwa engkau akan mentaati semua perintahku kalau kau ingin
melihat keluarga Cia selamat. Dan kamipun tidak mengganggu Cin-ling-pai, kenapa
engkau ribut-ribut?" Kini Bi Hwa bersikap dingin dan mengancam.
"Akan
tetapi engkau telah melakukan hal yang amat merusak! Engkau menjerumuskan
Cin-ling-pai sehingga akan dimusuhi oleh banyak pihak. Nama baik Cin-ling-pai
akan tercemar!"
Wanita itu
tersenyum lebar sehingga nampak deretan giginya yang rapi dan putih.
"Hi-hik,
suamiku yang gagah. Kenapa takut? Ada kami disini!",
"Tidak!
Tidak! Kau bunuh saja aku, Moli. Aku sudah tidak tahan lagi!"
"Hemm,
tidak usah banyak tingkah lagi, Kian Sun. Keluarga Cia yang kami bunuh kalau
kau bertingkah, bukan engkau. Engkau akan menjadi suamiku, ingat?”
"Aku
tidak sudi menikah, biar kau paksa dan kau bunuhpun, aku tidak sudi menikah
denganmu!"
"Plakkk!"
Tangan Bi
Hwa bergerak dan pipi Kian Sun sudah ditamparnya, membuat wakil ketua
Cin-ling-pai yang tidak menduga-duga itu kena ditampar dan diapun terhuyung ke
belakang.
"Hemm,
Gouw Kian Sun. Ingat, kau sudah menyebar undangan kepada semua tokoh persilatan.
Kalau engkau batalkan pernikahan kita, bukankah engkau sendiri yang akan
mencemarkan namamu dan nama Cin-Iing-pai, sehingga Cin-ling-pai dan pemimpinnya
akan menjadi bahan ejekan dan tertawaan dunia persilatan?"
Wanita itu
tertawa dan bagi Kian Sun, dia melihat sebuah wajah yang mengerikan, seperti
wajah iblis sendiri. Padahal dalam keadaan biasa, atau terlihat oleh mata umum,
Su Bi Hwa adalah seorang wanita yang cantik dan memiliki daya tarik yang besar
dan kuat.
Mendengar
ucapan itu, Kian Sun merasa tubuhnya menjadi lemas seketika dan merasa tidak
berdaya. Diapun menjatuhkan diri di atas kursi dan memandang kepada wanita itu
dengan gelisah.
"Moli,
engkau memang sungguh jahat seperti iblis! Karena engkau sudah mencengkeram
aku, maka sebaiknya engkau katakanlah apa yang akan kau lakukan selanjutnya dan
mengapa pula kau lakukan semua ini?"
"Engkau
tidak perlu tahu mengapa aku melakukan semua itu, akan tetapi kau boleh
mengetahui apa yang selanjutnya kami lakukan dengan harapan engkau tidak akan
banyak bertingkah kalau engkau ingin melihat keluarga Cia selamat semua. Besok,
pernikahan kita langsungkan dengan meriah, dan demi menjaga baik nama
Cin-ling-pai, engkau harus memperlihatkan wajah gembira, tidak muram."
"Hemm………
lalu bagaimana tanggal satu bulan depan?"
"Aha,
kau takut akan kedatangan empat perguruan besar itu?"
"Tentu
mereka akan mengirim wakil-wakil yang tangguh, bahkan mungkin ketua mereka
sendiri yang akan muncul! Bagaimana aku akan menghadapi mereka?"
"Haa-ha,
tidak perlu takut. Ada kami yang akan menghadapi mereka."
Diam-diam
Kian Sun merasa girang. Iblis betina ini dan kawan-kawannya, yaitu orang-orang
Pek-Iian-kauw, akan menghadapi para utusan empat perguruan besar. Tentu iblis
betina ini dan kawan-kawannya akan dapat dibunuh!
"Kalau
begitu bagus sekali! Aku mengharapkan bantuanmu untuk menghadapi mereka
Moli." katanya girang.
Wanita itu
tersenyum mengejek.
"Hai,
jangan mimpi, Kian Sun! Jangan salah sangka. Aku hendak menghadapi mereka
sebagai isterimu, ingat?"
Wajah yang
tadinya gembira dan penuh harapan, menjadi muram lagi. Kalau iblis betina ini
menentang para utusan itu sebagai isterinya, berarti makin celaka lagi bagi
nama baik Cin-ling-pai!
"Sudahlah!
Biar aku mati di tangan mereka!" katanya menarik napas panjang.
"Jangan
cemas, suamiku sayang. Serahkan saja kepada isterimu ini dan semua akan
berjalan dengan beres."
Kata pula Bi
Hwa dan wanita itu menjatuhkan diri di atas pangkuan Kian Sun. Pria ini tidak
mampu berbuat apa-apa. Selain dia tahu bahwa dia tidak bisa mengalahkan wanita
ini dengan mudah, juga andaikata dia mampu membunuhnya, disana masih ada tiga
orang guru wanita ini yang lebih lihai lagi, yang setiap waktu akan dapat
membunuh seluruh keluarga Cia yang menjadi tawanan mereka.
Diapun lalu
menyerah saja, menyerahkan segalanya kepada Tuhah. Bagaimanapun juga, dia hanya
mengharapkan agar keluarga gurunya semua selamat, juga agar nama baik
Cin-ling-pai tidak sampai tercemar. Untuk semua itu, kalau perlu dia siap
mengorbankan nyawanya sendiri.
Pada
keesokan hariliya, pernikahan itu dirayakan dengan, meriah dan semua tamu
memuji kecantikan pengantin wanita dan mereka memberi selamat kepada Gouw
Pangcu yang dikatakan beruntung sekali, dalam usianya yang sudah empat puluh
dua tahun mendapatkan jodoh seorang gadis yang masih muda dan amat cantik itu!
Tak
seorangpun diantara para tamu, tentu saja bukan tamu yang menjadi kaki tangan
dan bahkan orang-orang Pek-lian-kauw yang menyamar sebagai tamu, tahu bahwa di
balik wajah cantik jelita dan bentuk tubuh yang menggairahkan itu bersembunyi
iblis sendiri yang amat keji, jahat dan kejam!
Setelah Bi
Hwa secara sah menjadi isterinya, terjadilah perubahan besar-besaran di
Cin-ling-pai! Belasan orang murid Cin-ling-pai lenyap secara aneh tanpa
meninggalkan bekas dan kini Bi Hwa menerima lebih dari dua puluh orang anggauta
Cin-ling-pai baru yang bukan lain hanyalah anak buah Pek-lian-kauw yang
menyelundup dan diterima sebagai anggauta baru Cin-ling-pai.
Tentu saja
Kian Sun menjadi gelisah bukan main. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan
murid-murid Cin-ling-pai yang lenyap, dan yang lenyap itu adalah murid-murid
Cin-ling-pai pilihan yang setia kepada Cin-ling-pai! Dia merasa dikepung musuh,
tidak mempunyai seorangpun yang dapat diajak bicara dan dimintai bantuan.
Bahkan Bi Hwa mengancam jika dia menghubungi seorang murid Cin-ling-pai dan
bicara mencurigakan, maka murid itu akan dibunuh. Maka, Kian Sun sama sekaLi
tidak berdaya.
Ciok Gun
yang menjadi seperti mayat hidup itu oleh Bi Hwa ditugaskan untuk memata-matainya,
sehingga setiap gerak-geriknya, kalau tidak bersama Bi Hwa, tentu diamati oleh
Ciok Gun yang kini menjadi orang yang sama sekali tidak dapat dia percaya itu.
Kalau dia
menuntut agar keluarga Cia dibebaskan seperti yang dijanjikan Bi Hwa, selalu wanita
itu mengatakan urusannya di Cin-ling-pai belum selesai.
“Tunggu
sampai tanggal satu bulan depan. Sesudah itu, tentu keluarga gurumu itu akan
kami bebaskan," kata Su Bi Hwa.
Akan tetapi
wanita ini tidak menolak kalau Kin Sun minta agar dia membuktikan dan
menyaksikan sendiri bahwa keluarga gurunya masih selamat. Melalui lubang,
mengintai dan melihat dengan hati lega bahwa kakek Cia Kong Liang, suhengnya
Cia Hui Song dan isteri suhengnya, Ceng Sui Cin, dan putera mereka, Cia Kui Bu,
memang dalam keadaan sehat. Bahkan tiga orang tokoh Cin-ling-pai itu nampak
bersiulian, mungkin untuk mengumpulkan tenaga dan menjaga kesehatan tubuh
mereka.
Waktu
berjalan dengan amat cepatnya dan tanggal satu yang ditunggu-tunggu itupun
tibalah! Sejak tiga hari yang lalu Kian Sun sudah amat gelisah, tidak enak
makan tidak nyenyak tidur, menanti hari itu dengan hati tegang. Dia bukan
tegang akan ancarnan terhadap dirinya, melainkan merasa tegang akan nasib
keluarga Cia dan juga nasib nama dan kehormatan Cin-ling-pai. Dia sendiri tidak
tahu apa yang dapat dia lakukan kecuali mentaati perintah Bi Hwa yang kini
telah menjadi “isterinya”.
Pagi-pagi
sekali Bi Hwa telah menyuruh Kian Sun memanggil semua anggauta Cin-ling-pai
hadir dan Kian Sun tahu banwa diantara mereka, sedikitnya ada dua puluh orang
anggauta baru yang tentu saja merupakan anak buah Bi Hwa yang diselundupkan!
Diapun seperti telah dipesan oleh Bi Hwa yang saat itu juga berdiri di samping
kanannya sedangkan Ciok Gun berdiri di samping kirinya, memesan kepada semua
anak buah untuk bersiap-siap dengan senjata mereka dan ikut menyambut tamu.
"Akan
tetapi, kalian dilarang untuk bergerak, kecuali kalau ada perintah
dariku!"
Kian Sun
menutup pesannya dan penutup pesannya itu keluar dari hatinya sendiri, bukan
seperti yang dikehendaki Bi Hwa. Akan tetapi wanita itu hanya mengangguk-angguk
saja.
Sebelum
matahari nampak, para murid Cin-ling-pai sudah siap siaga, dengan senjata
tergantung di pinggang, mereka membentuk barisan yang berjajar dari pintu
gerbang sampai ke depan bangunan induk yang menjadi pusat perkumpulan
Cin-ling-pai. Sisanya membentuk barisan di belakang sang wakil ketua.
Gouw Kian
Sun yang selalu didampingi isterinya, Su Bi Hwa, dan pembantu utamanya, Ciok
Gun, sudah duduk di ruangan depan, menanti datangnya tamu. Tidak lama mereka
menanti. Rombongan tamu-tamu itu datang. Dan kiranya mereka Itu seperti sudah
berjanji lebih dahulu, datang bersama-sama.
Rombongan
Go-bi-pai yang kini terdiri dari sepuluh orang, tetap dipimpin oleh Poa Cin An,
rombongan Bu-tong-pai terdiri dari tujuh orang dipimpin oleh Tong Gi Cin-jin,
rombongan Kun-lun-pai terdiri dari lima orang tosu dipimpin oleh Yang Tek Tosu
dan rombongan dari Siauw-lim-pai masih tetap dua orang saja, yaitu Thian Hok
Hwesio dan Thian Khi Hwesio.
Mereka
memang merupakan rombongan-rombongan tersendiri dan berkelompok, namun mereka
datang pada waktu yang sama dan berbondong mereka memasuki pintu gerbang yang
di kanan kirinya terjaga oleh murid-murid Cin-ling-pai yang berdiri dikanan
kiri seperti menyambut datangnya tamu agung.
Setelah
rombongan tiba di pelataran yang luas dari rumah induk Cin-ling-pai, mereka
berhenti dan dari dalam keluarlah Gouw Kian Sun yang didampingi Su Bi Hwa
disebelah kanannya dan Ciok Gun disebelah kirinya.
Wajah Kian
Sun nampak agak pucat dan alisnya berkerut, akan tetapi isterinya Su Bi Hwa,
tersenyum dan wajahnya cerah dan nampak cantik sekali. Disebelah kiri wakil
ketua itu, Ciok Gun berdiri seperti patung yang wajahnya dingin.
Gouw Kian
Sun berhenti dianak tangga teratas, lalu mengangkat kedua tangan memberi hormat
kepada semua tamu yang berkelompok, berdiri dengan tegak di pelataran itu.
"Selamat
datang, cu-wi telah datang memenuhi janji dan terima kasih atas waktu yang
diberikan kepada saya selama satu bulan……”
“Gouw
Pangcu, cukup tak perlu berpanjang lebar!" bentak Poa Cin An tak sabar.
"Kami telah memberi waktu satu bulan. Cepat keluarkan jahanam she Lui itu
untuk kupakai bersembahyang depan makam puteriku!"
"Pinto
juga minta agar para pembunuh murid pinto diserahkan kepada pinto!” kata Tiong
Gi Cinjin.
"Benar!
Mereka yang mengeroyok dan melukai murid Kun-lun-pai juga harus cepat
diserahkan sekarang juga!” kata pula Yang Tek Tosu penuh semangat.
"Omitohud!
Gouw Pangcu, apakah para murid Cin-ling-pai. yang telah melakukan penghinaan
terhadap pinceng berdua sudah diberi hukuman?" tanya pula Thian Hok
Hwesio.
Kembali Kian
Sun mengangkat kedua tangan ke depan dada memberi hormat. Wajahnya semakin
muram, akan tetapi tidak ada jalan lain baginya kecuali bersikap dan bicara
seperti yang telah dipesankan Bi Hwa kepadanya.
"Harap
cu-wi sudi memaafkan saya. Kalau ada murid Cin-ling-pai yarig bersalah, dia
pasti dihukum. Pelaksanaan hukum itu hanya kami yang berhak melakukan dan
urusan para murid Cin-ling-pai adalah urusan dalam kami sendiri. Harap cu-wi
tidak mencampuri dan percayalah kepada kami. Kami pasti akan menghukum
murid-murid kami yang bersalah."
"Omongan
apa itu? Keluarkan mereka yang bersalah! Setidaknya, kami ingin melihat dia
yang membunuh murid pinto!" kata Tiong Gi Cinjin yang galak.
"Akupun
ingin melihat macamnya dia yang telah menyebabkan kematian anakku!" Poa
Cin An juga berseru marah.
"Keluarkan
mereka yang bersalah!"
Yang Tek
Tosu juga berkata dan anggauta semua rombongan mengacung-acungkan tangan
menuntut agar para murid Cin-ling-pai yang bersalah dikeluarkan disitu.
"Omitohud!"
Thian Hok Hwesio berseru lantang, namun amat lembut. “Apakah Gouw Pangcu masih
hendak melindungi mereka yang bersalah walaupun murid sendiri?"
Kini Bi Hwa
yang melihat "suaminya" tidak mampu bicara lagi, mengangkat kedua
tangan depan dada lalu bersuara nyaring karena ia menggunakan tenaga khi-kang.
"Cu-wi
adalah orang-orang gagah di dunia persilatan, mengapa hendak menggunakan
tekanan kepada suamiku yang tidak berdaya? Cu-wi tentu tahu bahwa suamiku
hanyalah seorang wakil ketua. Sebaiknya cu-wi menanti sampai ketua Cin-ling-pai
datang, yaitu keluarga Cia yang sejak turun-temurun telah menjadi ketua
Cin-ling-pai. Harap jangan mendesak suamiku!".
Sejenak
semua orang diam karena dari suaranya saja mereka tahu bahwa isteri Gouw Pangcu
ini juga pandai ilmu silat. Dan ucapannya itu agaknya masuk di akal dan
beralasan. Juga para murid Cin-ling-pai yang asli menganggap bahwa isteri Gouw
Pangcu itu ternyata setia pula terhadap Cin-ling-pai!
Akan tetapi,
seperti sudah diduga sebelumnya oleh Bi Hwa yang cerdik, para pemimpin
rombongan itu, terutama rombongan Go-bi-pai dan Bu-tong-pai yang kematian murid
mereka, tidak mau menerima alasan itu begitu saja.
"Kami
sudah memberi waktu sebulan! Pembunuh anakku harus diserahkan sekarang
juga!" teriak Poa Cin An.
"Benar,
kamipun menuntut agar pembunuh murid pinto diseret kesini sekarang. Yang
bertanggung jawab adalah Gouw Pangcu, bukan para tokoh pimpinan Cin-ling-pai
yang waktu itu tidak berada disini!"
Diam-diam Bi
Hwa girang sekali karena semua berjalan sesuai dengan rencananya.
"Hemm,
cu-wi terlalu mendesak. Sebagai wakil ketua, suamiku tentu saja tidak berani
mendahului ketua dan pelaksanaan hukum terhadap para murid menanti sampai ketua
datang. Kalau suamiku tidak dapat menyerahkan murid-murid Cin-ling-pai, cu-wi
hendak melakukan tindakan apakah?"
Pancingan
ini segera mendapat sambutan, mula-mula dari Poa Cin An sendiri.
"Aku
menuntut agar pembunuh anakku diseret kesini dan diserahkan kepadaku. Kalau
tidak, terpaksa kami akan membunuh semua murid Cin-ling-pai karena pembunuh
anakku tentu seorang diantara mereka!"
“Benar
sekali! Kamipun akan bertindak, membasmi Cin-ling-pai yang menyeleweng!"
Tadi Kian
Sun sudah memesan kepada para murid Cin-ling-pai agar jangan bergerak sebelum
dia perintahkan, akan tetapi tiba-tiba saja, belasan orang murid Cin-ling-pai
sudah menghunus pedang dan mereka berlompatan ke depan.
Melihat ini,
Kian Sun terkejut sekali dan beberapa kali dia membentak agar para murid itu
mundur. Akan tetapi, mereka tidak mau mundur bahkan maju dan bersikap hendak
menyerang rombongan para tamu yang tentu saja menjadi marah dan merekapun siap
untuk melawan.
Bi Hwa
tersenyum. Inilah yang ia kehendaki dan memang ia yang memesan kepada anak
buahnya yang diselundupkan menjadi anggauta Cin-ling-pai untuk mendahului
menyerang para tamu.
Kalau nanti
terjadi pertempuran, dan akibatnya banyak murid Cin-ling-pai tentu tewas,
bahkan Kian Sun juga akan ia usahakan supaya tewas, baru ia akan membebaskan
keluarga Cia! Dan kalau melihat betapa Cin-ling-pai dibasmi oleh orang-orang
dari empat perguruan besar itu, pasti keluarga Cia tidak akan mau sudah begitu
saja dan akan terjadilah permusuhan yang semakin hebat. Inilah yang dikendaki
para pimpinan Pek-lian-kauw. Sudah terlalu sering para pendekar Cin-ling-pai,
juga keluarga Cia, membikin rugi Pek-lian-kauw dimana-mana, menentang dan
menjatuhkan banyak tokoh Pek-lian-kauw.
Melihat para
murid Cin-ling-pai maju dan bersikap menantang, para murid rombongan tamu
itupun berlompatan maju dan terjadilah perkelahian yang hebat.
"Tahan
semua senjata! Aku ketua Cin-ling-pai datang dan dengarkan dulu
kata-kataku!"
Melihat
seorang gadis berusia kurang lebih dua puluh satu tahun muncul begitu tiba-tiba
dengan suara yang amat nyaring, semua orang terkejut. Rombongan tamu yang
tadinya sudah mulai bertempur, ketika mendengar teriakan ini, berlompatan ke
belakang menghehtikan serangan mereka.
Akan tetapi,
belasan orang murid Cin-ling-pai masih belum mau berhenti bergerak, bahkan
karena gadis itu menghalangi mereka, kini lima orang diantara mereka
menggerakkan pedang menyerang gadis itu!
Gadis itu
bukan lain adalah Cia Kui Hong. Melihat lima orang yang nampaknya seperti
orang-orang Cin-ling-pai menyerangnya dengan pedang, ia menjadi kaget, heran
dan juga marah sekali.
Gadis itu
bergerak cepat laksana burung walet, tubuhnya berkelebatan diantara sinar
pedang lima orang itu dan begitu kaki tangannya bergerak cepat, lima orang itu
berpelantingan kekanan kiri dan mengaduh-aduh sambil meringis kesakitan dan
pedang merekapun terlempar.
Kui Hong
melihat betapa masih ada belasan orang yang agaknya hendak menyerangnya, akan
tetapi pada saat itu terdengar suara wanita.
"Hentikan
perkelahian!"
Dan belasan
orang itupun berloncatan mundur, berbaur dengan para murid Cin-ling-pai yang
lain. Kui Hong cepat menoleh dan melihat bahwa yang membentak tadi adalah
seorang wanita cantik yang berdiri di sebelah kanan susioknya atau juga
wakilnya, yaitu Gouw Kian Sun.
Kian Sun
cepat memberi hormat kepada murid keponakan itu, karena biarpun tingkatnya
lebih muda, Kui Hong adalah ketua Cin-ling-pai.
"Pangcu
baru pulang?" katanya dan suaranya menggetar karena ada keharuan,
kegembiraan dan juga kegelisahan terkandung dalam suaranya itu.
"Susiok,
apa artinya semua ini? Siapa wanita itu?" Kui Hong menuding kepada Bi Hwa
yang tersenyum manis.
“Ia... ia
ini.... adalah .... isteriku pangcu."
"Isterimu
..?? Hemm, dan siapa pula orang-orang yang menyerangku ini?"
"Mereka
.. para murid Cin-ling-pai ...”
Kui Hong
melangkah maju dan lima orang itu yang melihat betapa kini para murid
Cin-ling-pai menjatuhkan diri berlutut ke arah gadis itu dan menyebut
"pangcu", juga berlutut dan mereka ketakutan melihat ketua itu melangkah
mendekati mereka.
"Murid-murid
Cin-ling-pai? Kenapa aku tidak pernah melihat mereka? Dan kalau murid-murid
Cin-ling-pai, mengapa menyerang aku, ketua mereka sendiri? Apakah kalian sudah
gila semua?" Kui Hong marah bukan main.
"Maafkan
mereka, Pangcu. Mereka adalah anggauta-anggauta baru, maka belum mengenal
Pangcu."
Bi Hwa
sambil mengangkat kedua tangan memberi hormat kepada Kui Hong. Akan tetapi,
dengan alis berkerut Kui Hong tidak menanggapinya, sebaliknya gadis perkasa ini
meloncat ke atas serambi dan berdiri di depan Kian Sun, lalu membalikkan tubuh
membelakangi wakilnya itu, menghadapi rombongan para tamu. Ia agak terkejut
ketika mengenal para tokoh itu. Dengan terheran-heran ia memandang kepada
mereka, lalu wajahnya yang tadinya muram itu menjadi cerah, dan ia mengangkat
kedua tangan ke depan dada, memberi hormat kepada mereka.
"Aih,
kiranya ji-wi Lo-suhu (kedua guru tua) Thian Hok Hwesio dan Thian Khi Hwesio
dari Siauw-lim-pai, To-tiang (sebutan pendeta To) Ting Gi Cin-jin dari
Bu-tong-pai, Totiang Yang Tek Tosu dari Kun-lun-pai dan juga Lo-eng-hiong
(orang tua gagah) Poa Cin An dari Go-bi-pai yang hadir! Selamat bertemu dan
selamat datang, cu-wi lo-cian-pwe (para orang tua gagah) dan maafkan
Cin-ling-pai yang telah bersikap tidak selayaknya terhadap cu-wi. Sebenarnya,
apakah yang terjadi? Nampaknya cu-wi marah dan menuntut sesuatu!"
"Omitohud
………! Cia-lihiap (pendekar wanita Cia), sudah lama pinceng mengenal keluarga Cia
sebagai pimpinan Cin-ling-pai yang gagah perkasa dan berwatak pendekar. Akan
tetapi, apa yang terjadi sebulan yang lalu sungguh mengejutkan hati
pinceng." kata Thian Hok Hwesio.
"Losuhu,
apa yang telah terjadi?"
"Omitohud,
tanyakan saja kepada mereka dari Go-bi-pai, Bu-tong-pai, dan Kun-lun-pai.
Pinceng berdua sesungguhnya lebih sebagai saksi saja karena yang kami alami
tidaklah ada artinya."
"Poa
Lo-enghiong, apakah yang telah terjadi dengan Go-bi-pai disini sebulan yang
lalu?"
Poa Cin An
mengepal tinju.
"Aihhhh……..
sungguh membuat orang bisa mati penasaran! Sebulan yang lalu kami datang kesini
dengan rombongan sebagai tamu atas undangan Gouw Pangcu yang akan melangsungkan
pernikahannya. Akan tetapi pada pagi hari itu, sehari sebelum hari pernikahan
dilangsungkan, terjadi sesuatu yang merupakan aib dan juga menghina kam, aib
dan penghinaan yang hanya dapat ditebus oleh darah pelakunya!"
Kui Hong
terkejut.
"Lo-enghiong,
katakanlah, apa yang telah terjadi?”
Poa Cin An
menarik napas panjang.
"Puteriku
yang bernama Poa Liu In, telah ditangkap seorang murid Cin-ling-pai she Lui,
dibawa ke pondok dan diperkosa! Lui In lalu membunuh diri setelah menceritakan
malapetaka itu kepadaku. Nah, katakan, nona ……. eh, Pangcu, tidak pantaskah
kalau aku menuntut agar jahanam she Lui itu diserahkan kepada kami?”
Tentu saja
Kui Hong terkejut bukan main. Kalau bukan seorang tokoh Go-bi-pai yang
dikenalnya sebagai seorang yang gagah perkasa itu yang bicara, tentu ia akan
marah dan tidak percaya sama sekali, menganggap ucapan itu sebagai fitnah keji.
Sejenak ia terbelalak dan tidak mampu mengeluarkan kata-kata saking terkejut
dan herannya.
"Cia-lihiap,
bukan kekejian itu saja yang dilakukan murid Cin-ling-pai, akan tetapi juga
murid pinto yang bernama Gu Kay Ek telah mereka keroyok sehingga tewas ketika
berada disini sebagai anggauta rombongan kami, sebagai tamu yang seharusnya
disambut dengan baik. Kami datang memenuhi undangan Gouw Pangcu, mengingat akan
nama besar keluarga Cia dan Cin-ling-pai. Siapa kira, baru sehari tiba disini,
kami kehilangan seorang anggauta kami yang dibunuh oleh murid-murid
Cin-ling-pai! Dan sekarang kami datang menuntut Cin-ling-pai menyerahkan
pembunuh-pembunuh itu setelah kami memberi waktu satu bulan kepada Gouw
Pangcu."
Kui Hong kini
menjadi bingung. Murid-murid Cin-ling-pai memperkosa seorang tamu wanita dan
mengeroyok sampai mati seorang tamu lain? Sungguh tak masuk di akal! Selamanya,
sejak ia lahir disitu, sampai sekarang ia berusia dua puluh satu tahun, belum
pernah ia mendengar ada murid Cin-ling-pai berani melakukan kejahatan seperti
itu!
Makin besar
keinginan tahunya dan iapun menahan desakan dalam hati untuk minta keterangan
dari susioknya, Gouw Kian Sun yang bertanggung jawab selama kepergiannya. Ia
harus mendengar keterangan semua pihak selengkapnya.
"Dan
apa yang terjadi dengan rombongan Kun-lun-pai, Totiang?" tanyanya sambil
memandang kepada Yang Tek Tosu.
"Siancai
…….! Kami selalu menganggap Cin-ling-pai sebuah perguruan yang dipimpin oleh
orang-orang bijaksana. Akan tetapi sekarang ternyata telah berubah sama sekali
pandangan kami. Dua orang murid Kun-lun-pai ketika menjadi tamu disini,
dikeroyok oleh banyak murid Cin-ling-pai sehingga luka-luka."
"Dan
bagaimana dengan rombongan Siauw-lim-pai, Lo-suhu?" tanya Kui Hong kepada
dua orang hwesio itu.
"Omitohud,
sebetulnya, apa yang menimpa pinceng berdua tidak perlu pinceng ributkan. Akan
tetapi karena Li-hiap ingin tahu, baiklah pinceng ceritakan apa yang telah
terjadi sebulan yang lalu ketika pinceng bersama sute Thian Khi Hwesio menjadi
tamu disini. Malam pertama kami berada disini, kami disuguhi hidangan masakan
daging dan arak, bahkan yang membawa hidangan adalah wanita-wanita yang genit
dan tidak sopan. Biarpun urusan kecil, namun pinceng yakin bahwa kalau Lihiap berada
disini, hal yang aneh itu tidak akan mungkin terjadi."
Mendengar
ini bagaikan akan meledak rasanya dada Kui Hong. Ia membalik dan kini ia
memandang kepada Gouw Kian Sun yang menundukkan mukanya yang pucat.
"Gouw
Susiok, engkau sebagai wakilku, engkau bertanggung jawab selagi aku pergi. Nah,
katakan, benarkah semua laporan para lo-cian-pwe tadi?"
Kian Sun
mengangkat mukanya yang pucat. Ingin ia berteriak bahwa semua itu dilakukan
oleh orang-orang Pek-lian-kauw yang kini menguasai Cin-ling-pai. Akan tetapi
dia tidak berani melakukan hal ini, tidak mampu, karena dia harus menjaga
keselamatan keluarga Cia! Maka dia begitu bingung sekali.
Melihat
suaminya menjadi bingung dan tidak mempu menjawab, Bi Hwa lalu memegang
lengannya dan mengguncangnya.
“Sun-ko,
mengapa engkau diam saja? Koko, ceritakanlah saja kepada pangcu apa yang selama
sebuan ini membuat engkau bingung karena engkau tidak berhasil menangkap…….”
“Diam!"
Kui Hong membentak.
Dalam
keadaan seperti ini, ketika Cin-ling-pai berada dalam bahaya, ia dapat bersikap
keras terhadap siapapun juga.
“Susiok,
jangan seperti anak kecil! Ceritakan apa yang terjadi!" .
Dibentak
seperti itu, Bi Hwa mundur dan nampak gemetar, walaupun di dalam hatinya ia
marah sekali kepada Kui Hong. Akan tetapi wanita cerdik ini tahu bahwa Kui Hong
adalah seorang yang keras hati dan lihai bukan main. Menghadapi lawan seperti
ini, harus menggunakan muslihat dan kelembutan, tidak boleh dengan kekerasan.
“Maafkan
saya, saya hanya ingin membantu suami……" katanya lirih.
“Pangcu,
saya memang telah menyaksikan sendiri dan semua laporan itu memang benar. Akan
tetapi, selama sebulan ini saya telah gagal menemukan mereka yang bertanggung
jawab, gagal menemukan mereka yang telah melakukan semua kejahatan itu."
Kui Hong
mengerutkan alisnya, menatap tajam penuh selidik kearah muka Kian Sun yang
ditundukkan. Tidak biasanya susioknya ini bersikap selemah ini. Ia mengerling
kearah Bi Hwa, wanita cantik yang menjadi isteri susioknya. Wanita itu
memandang kepada suaminya dengan pandang mata penuh kekhawatiran. Kemudian,
pandang matanya menatap wajah Ciok Gun dan iapun teringat bahwa Ciok Gun
merupakan murid dan pembantu utama Gouw Kian Sun yang boleh dipercaya akan
kesetiaannya.
"Suheng
Ciok Gun!" Tiba-tiba ia membentak. “Engkau menjadi pembantu utama susiok.
Apa saja yang kau kerjakan? Apakah engkau tidak ikut melakukan penyelidikan dan
sama sekali tidak menemukan tanda-tanda siapa kiranya yang melakukan perbuatan
keji itu?"
Ciok Gun
mengangkat muka memandang Kui Hong dan gadis ini diam-diam terkejut bukan main.
Wajah itu! Ia mengenal Ciok Gun dengan baik, karena selama ini Ciok Gun amat
sayang kepadanya. Akan tetapi wajah ini! Memang wajah Ciok Gun, akan tetapi
wajah itu demikian dingin, seperti topeng saja dan dia tidak menemukan lagi
keramahan dan pandang mata sayang mata wajah itu.
"Maaf,
Pancu. Sayapun tidak menemukan apa-apa." jawab Ciok Gun dengan suara kaku
dan dingin.
Ini juga
bukan suara Ciok Gun yang dahulu! Diam-diam Kui Hong bergidik ngeri. Pasti
telah terjadi sesuatu yang hebat, sesuatu yang belum dapat ia duga apa, akan
tetapi sesuatu yang membuat sikap Gouw Kian Sun dan Ciok Gun seperti itu! Lalu
ia teringat kepada kakeknya, karena ibu dan ayahnya tentu masih berada di pulau
Teratai Merah.
“Gouw
susiok, apa kata kong-kong menghadapi semua peristiwa ini?"
Mendengar
pertanyaan ini, wajah Kian Sun menjadi semakin pucat. Dia mengangkat muka memandang
kepada gadis itu dan menggeleng kepalanya.
"Suhu
tidak ada……. beliau…… beliau meninggalkan Cin-ling-pai dan hanya mengatakan
bahwa beliau ingin berjalan-jalan…… eh, merantau………”
Berdebar
rasa jantung Kui Hong. Kakeknya itu biasanya hanya berdiam saja di kamar,
seperti pertapa. Kenapa mendadak pergi meninggalkan Cin-ling-pai yang sedang
kosong? Sungguh amat mencurigakan. Akan tetapi, saat ini para tamu sedang
menanti dengan tidak sabar, maka iapun cepat menghadap ke arah para tamu.
“Cu-wi sudah
mendengar sendiri keterangan wakilku. Ada sesuatu di balik semua ini. Aku
berjanji kepada cu-wi untuk membongkar rahasia ini dan menangkap semua pelaku
kejahatan itu dan menyerahkan kepada cu-wi. Kuharap cu-wi suka melihat mukaku
dan suka menanti selama tiga hari. Dalam waktu tiga hari tiga malam, aku akan
melakukan penyelidikan dan setelah tiga hari kemudian, silakan cu-wi datang
lagi kesini!"
Para
pimpinan rombongan itu nampak tidak puas. Mereka sudah memberi waktu satu bulan
dan sekarang harus menanti lagi? Agaknya, Thian Hok Hwesio dari Siauw-lim-pai
yang selama ini menjadi sahabat baik keluarga Cia, melihat hal ini dan diapun
bertanya dengan suara lembut namun terdengar oleh semua orang.
Semua orang
setuju sekali dengan pertanyaan itu dan mereka mengangguk-angguk dan semua
orang menanti jawaban gadis itu.
"Losuhu
tentu sudah mengenal akan watak kami sebagai pimpinan Cin-ling-pai sejak
turun-temurun, kami adalah orang-orang yang bertanggung jawab! Kalau dalam
waktu tiga hari aku masih juga tidak berhasil menangkap mereka yang bersalah,
maka wakil ketua Cin-ling-pai Gouw Kian Sun dan pembantu utamanya, Ciok Gun
harus bertanggung jawab dan aku akan menyerahkan mereka kepada cu-wi untuk
diadili!"
Semua orang
saling pandang dan akhirnya mereka setuju. Dengan wajah masih penasaran empat
rombongan perguruan besar itu meninggalkan Cin-ling-pai dan menuruni puncak
itu. Mereka tidak mau lagi tinggal di Cin-ling-pai, tidak mau bersahabat dengan
Cin-ling-pai sebelum urusan itu menjadi terang dan yang salah menerima hukuman
yang adil.
"Pangcu
baru datang sudah rnenghadapi urusan yang menjengkelkan. Harap Pangcu
beristirahat dan akan lebih baik kalau kita bicara saja di dalam. Bagaimana
pendapat Pancu?” kata Su Bi Hwa dengan ramah.
Kui Hog
mengangguk dan melangkah masuk, diam-diam mencatat bahwa wanita cantik ini
mempunyai dua kemungkian. Memang ia pandai membawa diri dan mencintai suaminya,
atau ia seorang yang cerdik dan berbahaya sekali, yang mempunyai rahasia
dibalik keramahannya.
Kui Hong
merasa yakin bahwa semua rahasia itu agaknya tersembunyi di dalam hati tiga
orang ini. Gouw Kian Sun, Ciok Gun, dan isteri Gouw Kian Sun ini. Entah rahasia
apa, ia belum bisa menduganya. Akan tetapi ia mengambil keputusan bahwa dalam
tiga hari ini ia harus dapat membongkarnya, karena agaknya rahasia tentang
peristiwa aneh yang terjadi di Cin-ling-pai, yaitu dilaporkannya kejahatan yang
katanya dilakukan oleh para murid Cin-ling-pai, berada di tahgan tiga orang
ini!
Mereka masuk
ke dalam dan dengan penuh keramahan Su Bi Hwa mempersilakan Kui Hong memasuki
kamarnya yang selama ini ia rawat baik-baik. Selama sebulan tinggal disitu,
memang Bi Hwa merawat rumah itu dengan baik sehingga semua perabot rumah nampak
bersih, lantaipun bersih dan semua teratur rapi.
Akan tetapi
hanya sebentar saja Kui Hong memasuki kamarnya, hanya untuk menyimpan buntalan
pakaiannya dan untuk berganti pakaian. Setelah itu, ia termenung. Sejak ia tiba
di kaki Pegunungan Cin-ling-san, hatinya sudah merasa tidak enak dan hal ini ia
katakan kepada Hay Hay.
Cia Kui
Hong, gadis perkasa itu, biarpun menjadi ketua Cin-ling-pai, namun pekerjaan
itu tidak disukainya. Ia suka merantau dan bertualang. Petualangannya yang
terakhir adalah ketika bersama para pendekar ia membantu pemerintah menyerbu
perkumpulan Ho-han-pang (Perkumpulan Patriot) yang sesungguhnya hanya merupakan
perkumpulan yang dipimpin oleh orang-orang sesat, diketuai oleh Tang Bun An
yang terkenal dengan julukan Ang-hong-cu (Si Kumbang Merah) sebagai seorang
jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang amat terkenal di dunia kang-ouw.
Dalam
perjuangan ini ia bertemu lagi dengan seorang pendekar yang diam-diam memang
telah merebut kasih di hatinya, yaitu Tang Hay. Sebetulnya, pendekar ini adalah
putera kandung mendiang Ang-hong-cu Tang Bun An sendiri, namun berbeda dengan
Si Kumbang Merah, Tang Hay atau lebih dikenal dengan nama Hay Hay berwatak
pendekar. Hanya ada satu hal yang kadang membuat hati Kui Hong panas dan
cemburu, yaitu watak Hay Hay yang mata keranjang sehingga dia dijuluki orang
Pendekar Mata Keranjang!
Walaupun sikap
ini hanya lahiriah saja, yaitu tidak pernah Hay Hay sungguh-sungguh menggauli
wanita, melainkan terdorong oleh rasa sukanya kepada wanita yang cantik, namun
tetap saja dia dianggap sebagai seorang laki-laki mata keranjang, dan sudah
seringkali hati Kui Hong yang mencintanya menjadi panas karenanya.
Setelah
berhasil membasmi gerombolan Ho-han-pang, Tang Hay dan Cia Kui Hong menemukan
kenyataan bahwa mereka saling mencinta. Merekapun saling mengaku dan keduanya
merasa bahagia sekali. Itulah sebabnya mengapa kini Hay Hay melakukan
perjalanan bersama Kui Hong, karena Kui Hong memang mengajaknya ke Cin-ling-pai
untuk memperkenalkan kekasihnya itu kepada ayah ibunya dan kakeknya.
Dan didalam
perjalanan yang memakan waktu tidak kurang dari sebulan ini, Kui Hong mendapat
kenyataan bahwa biarpun sikapnya yang mata keranjang pernah membuat kekasihnya
itu dituduh menjadi pemerkosa wanita, namun sikap Hay Hay kepadanya tidak
pernah melewati atau melanggar batas kesusilaan. Hal ini membuat ia merasa
semakin berbahagia, dan cintanya menjadi semakin mantap.
Pada pagi
hari itu, ketika mereka tiba di dusun di lereng bukit Cin-ling-pai, mereka
bertemu dengan seorang gadis dusun yang ditemani ayah ibunya, sedang menuruni
lereng itu. Akan tetapi, begitu melihat Kui Hong dan Hay Hay, tiga orang itu
terkejut lalu lari ketakutan melalui jalan setapak itu. Bahkan gadis dusun itu
sampai tersaruk-saruk saking takutnya.
Tentu saja
hal ini menimbulkan kecurigaan hati Kui Hong. Bersama Hay Hay ia lalu melakukan
pengejaran dan hanya dengan beberapa loncatan saja dua orang muda perkasa ini
dapat menyusul bahkan mereka meloncat ke depan mereka, menghadang.
Begitu
melihat Kui Hong dan Hay Hay berkelebat dan menghadang di depan mereka, ayah
ibu dan anak itu menjadi semakin terkejut dan mereka bertiga menjatuhkan diri
berlutut dengan tubuh gemetar.
"Cia
Siocia (Nona Cia), maafkan kami…….ah, ampunkan kami dan jangan bunuh kami…….”
Tentu saja
Kui Hong terkejut dan heran mendengar ini. Ia dikenal oleh semua penduduk
dusun-dusun di sekitar Cin-ling-pai dan dipanggil Nona Cia sejak kecil. Akan
tetapi orang ini yang juga mengenalnya, mengapa begini ketakutan!.
"Paman,
apa kau kira aku ini seorang pembunuh?"
"Ha-ha-ha,
kalian ini lucu. Nona Cia ini disuruh membunuh tikuspun tidak tega!" Hay
Hay tertawa geli melihat kekasihnya dianggap pembunuh kejam.
Akan tetapi,
kini tiga orang itu memandang kepadanya dan kembali laki-laki itu meratap,
"Cia
Siocia, ampunkanlah kami. Anak kami hanya seorang ini saja, jangan biarkan dia
memperkosa anak kami……"
Kini ayah
itu menuding ke arah Hay Hay dan tentu saja kini Hay Hay yang terbelalak
memandang kepada mereka. Akan tetapi segera dia dapat menguasai dirinya dan
kembali dia tertawa.
"Aih,
jangan main-main, Paman! Apa kau kira aku ini tukang perkosa? Biarpun anakmu
ini memang manis sekali, akan tetapi aku tidak pernah memperkosa wanita!” kata
Hay Hay.
Kui Hong
mengerutkan alisnya dan sekali ia menggerakkan tangan, dia sudah menarik lengan
ayah itu sehingga bangkit berdiri dengan paksa.
"Hayo
ceritakan apa yang terjadi sehingga kalian bersikap begini. Kalian ini hendak
pergi kemanakah dan mengapa begini ketakutan, menuduh kami pembunuh dan
pemerkosa?"
Melihat
sikap Kui Hong, agaknya ayah ibu dan anak itu menjadi heran. Mereka saling
pandang dan sungguh aneh, setelah Kui Hong marah-marah, malah mereka kelihatan
lega dan tidak begitu ketakutan lagi.
“Agaknya
siocia baru pulang dan tidak tahu apa yang terjadi disini? Aih, maafkan kami,
Cia Siocia. Kami hendak melarikan diri karena akhir-akhir ini terjadi banyak
kejahatan di sini, terutama sekali kejahatan memperkosa dan membunuh
gadis-gadis dusun. Sudah kurang lebih satu bulan kejahatan itu merajalela dan
para pelakunya adalah para murid Cin-ling-pai…..”
"Heiiiiit……..
??"
Tentu saja
Kui Hong terkejut bukan main. Tanpa banyak bertanya lagi, ia lalu menarik
tangan Hay Hay dan diajaknya lari cepat menuju ke puncak, ke perkampungan
Cin-ling-pai. Setelah tiba di luar perkampungan Cin-ling-pai, mereka melihat
rombongan Siauw-lim-pai, Go-bi-pai, Kun-lun-pai dan Bu-tong-pai memasuki pintu
gapura. Kui Hong mengajak Hay Hay untuk bersembunyi dan mengintai. Setelah
melihat sikap para anggauta rombongan, ia berbisik kepada pemuda itu.
"Hay-ko,
pasti terjadi hal yang luar biasa di Cin-ling-pai. Mungkin ada bahaya besar.
Sabaiknya kita berpencar. Aku menyelidiki dari dalam dan engkau dari luar.
Mereka tidak mengenalmu. Nanti diam-diam kita mengadakan pertemuan disini."
Hay Hay
mengangguk, mengerti akan maksud kekasihnya. Memang, kekasihnya adalah ketua
Cin-ling-pai, maka persoalan Cin-ling-pai harus ia tangani sendiri. Sedangkan
dia hanya "orang" luar", tidak baik kalau mencampuri urusan
Cin-ling-pai dan dia akan melakukan pengintaian secara sembunyi saja untuk
membantu Kui Hong.
Tak lama
kemudian, terjadilah ketegangan antara para rombongan tamu dan para anak buah
Cin-ling-pai sehingga timbul perkelahian. Akan tetapi, melihat ini, Kui Hong
segera berbisik kepada Hay Hay.
"Aku
harus bertindak. Kau tunggu saja, aku pasti akan mencarimu disini, atau di
dalam hutan sana.”
Ia menuding
ke arah lereng berhutan. Tanpa menanti jawaban, karena takut kalau perkelahian
itu menjadi berlarut-larut, Kui Hong meloncat, lari dan ia berhasil
menghentikan perkelahian itu sebelum jatuh korban.
Demikianah,
ketika mendengar tuduhan para wakil empat perguruan besar itu, tentu saja Kui
Hong menjadi semakin terkejut dah terheran-heran. Kini ditambah lagi dengan
kenyataan bahwa kong-kongnya (kakeknya) pergi meninggalkan Cin-ling-pai, dan
susioknya, Gouw Kian Sun yang menjadi wakil ketua, tiba-tiba saja menikah tanpa
setahu keluarga Cia. Ia tidak membiarkan lamunannya berlarut-larut, dan cepat
ia keluar dari kamar, lalu memanggil susioknya untuk bicara di ruangan dalam.
Gouw Kian
Sun muncul dari dalam kamarnya, diikuti isterinya dan tak lama kemudian Ciok
Gun juga muncul dari belakang. Memang Kui Hong ingin bicara dengan tiga orang
ini, maka ia memberi isyarat kepada mereka untuk menutup pintu dan jendela,
kemudian mengajak mereka duduk menghadapi meja besar.
"Pangcu,
sebelum bicara, sebaiknya kuhidangkan dulu makanan dan minuman yang sudah saya
sediakan. Begitu tadi Pangcu pulang, saya sudah menyuruh siapkan dan tentu
sekarang sudah selesai. Biar saya sendiri yang membawa hidangan itu
kesini." kata Bi Hwa dengan ramah dan sebelum Kui Hong menjawab, wanita
itu sudah pergi meninggalkan ruangan itu, tidak lupa untuk menutupkan kembali
daun pintu dari luar.
Kini tinggal
Kian Sun dan Ciok Gun saja yang berada di kamar itu dengannya. Kesempatan ini
dipergunakan oleh Kui Hong.
"Ciok-suheng
dan Gouw-susiok, sebenarnya apakah yang telah terjadi disini? Sekarang hanya
ada kita bertiga. Nah, ceritakanlah sejujurnya kepadaku!"
Suara Kui
Hong mengandung perintah dan ketegasan. Juga sepasang mata yang tajam dari Kui
Hong memandang penuh selidik kepada dua orang itu. Ia melihat betapa Kian Sun
nampak gugup dan gelisah, akan tetapi Ciok Gun nampak tenang saja, bahkan
wajahnya tidak membayangkan perasaan apapun. Dingin!
"Bagaimana,
Gouw Susiok? Apakah engkau takut akan sesuatu yang menekanmu? Katakanlah!"
Kian Sun
mengangkat, muka, memandang kepada gadis itu, lalu menunduk kembali.
"Tidak
ada apa-apa kecuali yang sudah kau ketahui, Pangcu. Memang terjadi hal-hal itu,
akan tetapi aku telah gagal melakukan penyelidikan. Tidak ada bukti bahwa
murid-murid kita melakukannya."
"Hemm,
dan engkau, Ciok Suheng?"
Ciok Gun
mengangkat mukanya dan kembali Kui Hong merasa ngeri. Wajah suhengnya ini
seperti kedok!
"Akupun
tidak tahu, Pancu. Aku sudah membantu sedapat mungkin melakukan penyelidikan,
akan tetapi tidak berhasil menangkap pelaku-pelaku itu."
Kui Hong
bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mondar-mandir di ruangan itu. Hemm,
tidak mungkin, pikirnya. Suhgguh aneh! Yang ia rasakan aneh bukan peristiwa itu
sendiri, melainkan sikap dua orang ini! Diam-diam, sambil berjalan hilir-mudik
seperti orang sedang berpikir, dikerlingnya dua orang itu dan ia melihat betapa
Kian Sun masih menunduk dengan gelisah, dan Ciok Gun tetap tenang saja seperti
patung!
"Susiok!"
Tiba-tiba saja ia menepuk pundak paman gurunya itu.
"Ehh……..?
Ahh …….. ada …….. ada apakah, Pangcu?"
Jelas bahwa
susioknya itu terkejut dan gugup sekali ketika tiba-tiba ia panggil dengan
bentakan.
“Susiok,
katakan siapakah wanita yang menjadi isterimu itu?”
Akan tetapi
kini Kian Sun sudah tenang kembali. Dia yakin bahwa keselamatan keluarga Cia
yang menjadi tawanan berada di dalam tangannya.
"Aih,
isteriku itu? Ia bernama Su Bi Hwa."
“Dari mana
ia datang dan bagaimana bisa menjadi isterimu?” seperti seorang hakim yang
melakukan penyelidikan, Kui Hong mengajukan pertanyaan dengan suara tegas dan
pandang mata penuh selidik.
"Ia
datang dari sebelah selatan pegunungan Cin-ling-san. Ayah dan ibunya tewas oleh
gerombolan perampok dan ketika ia tiba di lereng Cin-ling-san, pada suatu siang
aku melihat ia hendak membunuh diri. Aku melihat dan menolongnya. Kami
berkenalan dan aku kasihan kepadanya, Kemudian kami menikah…….."
Tentu saja
cerita ini sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh Bi Hwa yang sudah
mempersiapkan jawaban untuk setiap pertanyaan yang mungkin dilontarkan ketua
Cin-ling-pai itu. Tadipun, dengan dalih mempersiapkan makanan dan minuman, Bi
Hwa sengaja meninggalkan ruangan itu untuk memberi kesempatan kepada Kui Hong
untuk "memeriksa” suaminya.
Ia tidak
khawatir kalau Kian Sun akan mengkhianatinya. Wakil ketua itu sudah tunduk
kepadanya karena keselamatan keluarga Cia harus dia lindungi. Pula, disana
terdapat Ciok Gun yang menjadi mata-mata yang setia. Pemuda itu sudah menjadi
seperti mayat hidup yang akan menuruti semua petunjuknya karena pengaruh sihir
dan racun, juga pengaruh rayuan dan rangsangan yang diberikan Bi Hwa kepadanya!
Kui Hong
memutar otaknya. Tentu saja ia tidak dapat menelan mentah-mentah ketarangan
dari Kian Sun itu. Akan tetapi, andaikata Kian Sun berbohong, apa alasannya?
Susioknya ini merupakan seorang murid Cin-ling-pai yang gagah perkasa dan amat
setia, maka ia percaya kepada susioknya itu untuk mewakilinya menjadi ketua
Cin-ling-pai.
Tiba-tiba ia
menggerakkan tangannya dengan gerakan menyerang ke arah Ciok Gun! Jari
tangannya menusuk dengan serangan totokan ke arah pundak kanan suhengnya itu,
merupakan sebuah jurus dari ilmu silat San-in-kun-hoat (Ilmu Silat Awan
Gunung), satu diantara ilmu-ilmu Cin-ling-pai. Kui Hong tahu benar bahwa
suhengnya itu merupakan seorang ahli dalam ilmu ini, maka ia sengaja menyerang
dengan ilmu itu untuk membuat suhengnya terkejut.
Akan tetapi
diserang secara tiba-tiba itu, Ciok Gun sama sekali tidak kelihatan gugup atau
heran. Dengan tenang saja dia miringkan tubuh sambil menangkis dan meloncat
dari kursinya. Tangkisan itu terasa kuat sekali oleh Kui Hong dan ketika ia
memandang kepada Ciok Gun yang kini sudah berdiri, pemuda itu sama sekali tidak
terkejut atau penasaran, hanya memandang kepadanya dengan wajah dingin.
"Pangcu,
mengapa menyerangku?"
Pertanyaan
itu diajukan, akan tetapi sikap kaki tangan Ciok Gun menunjukkan bahwa dia siap
untuk berkelahi! Hal ini tidak lepas dari pengamatan Kui Hong.
"Aku
hanya ingin bertanya, Suheng. Dengan adanya Suheng membantu Gouw Susiok,
bagaimana rnungkin kalian sampai tidak mampu membongkar rahasia ini? Banyak
murid Cin-ling-pai dituduh memperkosa dan membunuh, mengeroyok dan menghina
para tamu kehormatan dan kalian sama sekali tidak mampu menangkap seorangpun
diantara mereka? Rasanya mustahil sekali ini!"
"Pangcu,
kami sudah berusaha sekuat tenaga namun gagal." kata Ciok Gun.
Pada saat
itu, Bi Hwa masuk sambil membawa hidangan yang masih panas.
"Pangcu,
masakan sudah siap. Mari, silakan, Pangcu. Selagi masih panas, silakan makan
minum dulu. Pangcu habis melakukan perjalanan jauh, tentu lapar." Dan ia
melirik kepada suaminya dan kepada Ciok Gun, "Mari kalian temani Pangcu
makan."
Dengan ramah
wanita ini mengatur hidangan di atas meja. Ia pura-pura tidak tahu betapa sejak
tadi Kui Hong mengamatinya dengan penuh perhatian dan penuh selidik.
Melihat
betapa baik Kui Hong maupun suaminya dan Ciok Gun kelihatan tegang dan tidak
gembira, Bi Hwa menghampiri suaminya.
"Eh,
kenapa kalian nampak bingung? Silahkan makan minum, baru bicara lagi.”
Kian Sun
terpaksa menjawab.
“Kami sedang
membicarakan ancaman tiga hari mendatang dan ……”
“Aih,
sun-ko, kenapa murung? Setelah pangcu pulang, apalagi yang ditakutkan? Engkau
pernah bercerita bahwa pangcu biarpun terhitung murid keponakanmu, memiliki
ilmu kepandaian yang amat tinggi. Kalau orang-orang yang tidak tahu aturan itu
berani mengacau Cin-ling-pai dan menuduh yang bukan-bukan lalu hendak
menyerang, tentu pangcu akan sanggup mengalahkan mereka.”
“Pangcu!”
kata Ciok Gun penuh semangat. “Para utusan itu memang keterlaluan. Mereka hanya
menuduh, akan tetapi kami tidak dapat menemukan buktinya. Memang ada murid
mereka yang tewas, akan tetapi apa buktinya bahwa murid-murid Cin-ling-pai yang
melakukannya? Kalau mereka mendesak, biar aku yang akan melawan sekuat tenaga!”
Kui Hong
tersenyum dan waspada. Dari ucapannya tadi, ia tahu bahwa isteri Gouw Kian Sun
itu seorang wanita yang amat cerdik, walaupun nampaknya halus dan ramah.
"Ciok
Gun Suheng, engkau tidak boleh bertindak tanpa perintahku! Sudahlah, kita
bicarakan lagi nanti, aku ingin beristirahat." kata Kui Hong, dan ia
membalik hendak pergi ke kamamya sendiri.
"Aih,
Pangcu. Apakah engkau tidak makan dulu? Sudah kuhidangkan semua ini….”
Kui Hong
menghadapi wanita itu dengan sinar matanya mencorong penuh selidik.
"Enci,"
katanya dengan suara tegas, "engkau bukan murid Cin-ling-pai maka tidak
perlu menyebut aku pangcu. Namaku Kui Hong, Cia Kui Hong, dan pada saat ini aku
tidak lapar. Terima kasih atas keramahanmu. Aku hendak beristirahat di kamarku
dan menenangkan pikiran. Aku tidak mau diganggu siapapun!"
Kui Hong
meninggalkan ruangan itu, akan tetapi setelah tiba di luar ruangan itu, ia
menyelinap ke balik pilar untuk mendengarkan apa yang dibicarakan tiga orang
didalam itu.
“Ahhh, ia
marah sekali,"
Kui Hong
mendengar suara Kian Sun, suara yang mengandung kedukaan dan kekhawatiran.
"Sudahlah,
biarkan ia yang memikirkan hal itu. Ia ketua Cin-ling-pai. Yang penting, engkau
tidak bersalah dan tidak ada bukti bahwa murid-murid Cin-ling-pai melakukan
semua itu.” terdengar suara Bi Hwa yang halus merdu, seolah menghibur suaminya.
"Benar,
Suhu. Kalau mereka datang menyerang, ada pangcu disini. Dan kita dapat
mengerahkan seluruh murid Cin-ling-pai untuk melawan mereka. Aku sendiri akan
menghadapi mereka dengan mati-matian!" terdengar suara Ciok Gun.
Ketika
mereka itu tidak bicara lagi dan terdengar langkah kaki mereka hendak
meninggalkan ruangan, Kui Hong menyelinap dan pergi ke kamarnya. Ia tidak tahu
betapa Bi Hwa memberi isyarat dengan telunjuk di depan mulut kepada Kian Sun
dan Ciok Gun agar mereka tidak bicara lagi!
Setelah
memasuki kamarnya, Kui Hong mengunci semua daun pintu dan jendela kamarnya,
kemudian ia duduk termenung di atas kursi. Ia yakin bahwa rahasia semua
peristiwa itu pasti berada di tangan Kian Sun, Ciok Gun dan Bi Hwa.
Dua orang
murid Cin-ling-pai itu nampak tidak wajar, tidak seperti biasa yang sudah
dikenalnya. Kian Sun nampak seperti orang yang tertekan dan menderita duka dan
kegelisahan. Ciok Gun nampak begitu dingin dan penuh perhitungan, seolah-olah
kepribadiannya telah berubah sama sekali. Dan wanita itu, walaupun kelihatan
cantik dan ramah, namun ia dapat menduga bahwa di balik keramahannya itu
tersembunyi kecerdikan luar biasa.
Yang amat mengherankan
adalah Ciok Gun. Dia berubah sama sekali! Ada apakah ini? Pengaruh apakah?
Sihir? Sihir! Ah, mengapa tidak? Mungkin sekali dan membayangkan kemungkinan
penggunaan sihir, segera ia teringat kepada Hay Hay. Tentu Hay Hay dapat
membantunya memecahkan rahasia yang mengancam nama dan kehormatan Cin-ling-pai
ini.
Kui Hong
lalu mengangkat muka, memandang ke langit-langit kamarnya penuh perhatian.
Kemudian, sekali ia meloncat ke atas, tubuhnya melayang naik dan dengan tangan
kiri menangkap balok melintang, ia bergantung disana dan memeriksa sebatang
paku besar yang menancap di balok itu sepetti paku penyambung antara dua balok.
Ia meneliti paku itu dan sekelilingnya masih diliputi debu, tidak ada tanda
pernah dijamah orang. Ia lalu mendorong paku itu dengan jari tangannya sambil
mengerahkan tenaga.
Lantai di
bawah pembaringan di kamar itu bergeser dan terbuka sebuah lubang di bawah
pembaringan itu, yang tidak nampak dari luar. Kui Hong meloncat turun,
merangkak ke bawah pembaringan dan memasuki lubang itu.
Ternyata di
bawah lubang terdapat terowongan bawah tanah. Ia menggerakkan kembali lantai di
bawah pembaringan dengan menarik besi panjang di dalam terowongan dan lantai
itupun pulih kembali menutupi lubang. Lubang ini merupakan terowongan rahasia
yang hanya diketahui oleh keluarga Cia saja, tidak ada murid lain yang
mengetahuinya.
Sambil
meraba-raba, Kui Hong merangkak di dalam terowongan kecil itu dan kurang lebih
dua ratus meter kemudian, terowongan itu menembus sebuah retakan lebar yang
tertutup batu di tebing gunung.
Ia
menggunakan sinkangnya mendorong batu itu sehingga bergeser dan keluar dari
lubang retakan, kemudian dari luar ia mendorong kembali batu itu sehingga
menutupi lubang. Batu itu sendiri tertutup oleh semak belukar sehingga tidak
mungkin ada orang luar dapat menggunakan terowongan rahasia itu, selain harus
mengenal rahasianya, juga harus memiliki tenaga sin-kang untuk menggeser batu
besar.
Setelah
mengintai dari balik semak-semak di depan pintu besar dan tidak melihat
seorangpun manusia, Kui Hong melompat keluar dan ia melangkah ke tepi hutan.
Beberapa kali ia menengok dan memandang ke sekeliling, untuk melihat apakah ada
orang yang membayanginya, namun tempat itu sepi dan tidak nampak orang lain.
Biarpun
demikian, Kui Hong yang sudah memiliki banyak pengalaman dalam petualangannya
di dunia persilatan, begitu tiba di hutan lalu memilih pohon yang besar dan
tinggi, melompat ke atas dan bersembunyi di puncak pohon rindang itu, memandang
ke sekeliling. Dari puncak pohon ini ia dapat melihat sekelliling sampai agak
jauh sehingga kalau ada orang yang membayanginya, biarpun dalam jarak jauh,
tentu akan dapat dilihatnya. Ia amat hati-hati karena ia menghadapi urusan
besar, bahkan bahaya besar yang mengancam Cin-ling-pai.
Tiba-tiba
ada bayangan berkelebat. Bagaikan seekor burung garuda, bayangan itu meluncur
ke arah pohon dimana Kui Hong bersembunyi. Tentu saja Kui Hong terkejut bukan
main dan ia sudah siap menghadapi lawan yang lihai. Akan tetapi, wajahnya yang
tadinya tegang berubah cerah ketika ia mengenal siapa bayangan itu. Bukan lain
adalah Hay Hay!
“Ihh, kau
mengagetkan orang saja!” tegurnya cemberut, akan tetapi pandang matanya
tertawa.
“Bagaimana
hasilnya? Uhh, orang-orang Cin-ling-pai itu sungguh aneh. Bagaimana para murid
itu bahkan berani menyerangmu?”
Kui Hong
menarik napas panjang.
“Aihh,
panjang ceritanya. Yang lebih aneh lagi, pada saat tidak ada seorangpun
keluarga Cia di Cin-ling-pai, tahu-tahu mendadak Gouw-susiok telah menikah!”
dan Kui Hong menceritakan semua pengalamannya tadi.
Hay Hay
mendengarkan penuh perhatian,
“Tentu ada
sesuatu yang mereka rahasiakan,” dia menanggapi.
Kui Hong
mengangguk.
“Yang
mencurigakan hatiku ada tiga orang. Pertama adalah Gouw-susiok sendiri. Dia
yang biasanya pendiam dan tenang, setia dan bijaksana, kenapa sikapnya seperti
orang yang selalu dalam ketakutan dan kebingungan, seolah-olah terhimpit
sesuatu. Kemudian isterinya itu, wanita muda yang cantik. Bagaimana ia bisa
muncul tiba-tiba dan menjadi isteri Gouw-suiok? Alasan yang susiok yang
menceritakan pertemuan di antara mereka meragukan. Dan wanita itu, biarpun cantik,
halus dan ramah, namun jelas pandang matanya membayangkan kecerdikan yang luar
biasa. Wanita itu bisa berbahaya!”
“Aku sudah
melihatnya dari pengintaian. Biarpun agak jauh, aku dapat melihat bahwa ia
memang cantik menarik. Terutama sekali mulutnya…..”
Kui Hong
mengerutkan alis dan memandang kepada kekasihnya dengan cemberut.
“Kenapa
mulutnya?”
“Mulutnya
memiliki bentuk yang menggairahkan, mulut itu pasti pandai merayu.”
“Huh, kalau
melihat perempuan, yang kau perhatikan hanya kecantikannya saja, ya? Dasar mata
keranjang!” Kui Hong meruncing bibirnya.
Hay Hay
tersenyum.
“Bukan
begitu, Hong-moi. Akan tetapi dari wajah seseorang, kita dapat menjenguk isi
hati dan wataknya. Dan wajah cantik seperti yang menjadi isteri susiokmu itu,
dapat mencerminkan kecerdikan dan kelicikan yang berbahaya sekali. Wajah itu
tidak dapat dipercaya.”
Kui Hong
tidak cemberut lagi.
“Engkau
benar. Aku yakin pasti ada sesutu di balik ini semua, dan yang tahu rahasianya
hanya tiga orang itu. Gouw-susiok kelihatan begitu berduka dan gelisah juga
amat lemah, tidak seperti biasanya. Dan yang aneh sekali adalah suheng Ciok
Gun. Sekarang dia berubah menjadi manusia berwajah topeng, begitu dingin,
seperti mayat hidup sehingga beberapa kali bulu tengkukku berdiri kalau kami
bertemu pandang.”
Hay Hay
tertawa.
“Aih, aku
belum pernah melihat bagaimana bulu tengkukmu berdiri, Hong-moi. Kulihat di
tengkukmu sebelah atas hanya ada anak rambut dan bulu yang halus sekali, begitu
lembut, bagaimana bisa berdiri……?”
Merasa
betapa tengkuknya diraba oleh jari tangan Hay Hay, Kui Hong menggelinjang dan
melengak mundur.
“Ihh! Aku
bicara serius, engkau hanya main-main dan merayu!” Ia merajuk.
“Kalau
engkau serius, aku malah tigarius, Hong-moi!” Hay Hay berkelakar. “Aku juga
bersungguh-sungguh ketika memuji tengkukmu, bukan main-main. Nah, sekarang
katakan, apa yang akan kau lakukan, atau apa yang harus kulakukan?”
“Justeru aku
ingin engkau membantuku mencari jalan keluar, Hay-ko. Aku memberi waktu tiga
hari kepada para lo-cian-pwe dari partai-partai besar itu. Sebelum tiba batas
waktu itu, aku harus sudah dapat menangkap biang keladi semua peristiwa yang
memburukkan nama baik Cin-ling-pai ini.”
“Hemm,
menurut ceritamu tadi, agaknya suhengmu bernama Ciok Gun itu yang paling
mencurigakan. Agaknya sikapnya dingin, wajahnya yang membuatmu ngeri seperti
kedok itu sama sekali tidak wajar. Mungkin dia telah dikuasai sihir atau racun
oleh orang-orang yang sengaja hendak mempergunakan dia.”
“Aku pikir
demikian pula, Gouw-susiok agaknya ditekan, maka dia gelisah dan berduka. Dan
suheng Ciok Gun agaknya berada dalam kekuasaan pengaruh yang aneh dan jahat.”
“Kurasa
tidak ada lain jalan kecuali mencoba untuk mengorek rahasia dari pengakuan
mereka. Kau cobalah dulu agar susiokmu itu mau mengaku. Tentu saja sebaiknya
kalau kau ajak dia bicara empat mata. Kemudian, kalau tidak berhasil, bujuklah
agar engkau dapat membawa Ciok Gun itu keluar dari Cin-ling-pai dan kau ajak
kesini. Biar aku yang menghadapinya.”
Mereka
mengadakan perundingan dan mengatur siasat. Kemudian, Kui Hong meninggalkan Hay
Hay dan kembali ke lereng Cin-ling-pai melalui jalan terowongan yang menembus
sampai kedalam kamarnya.
Tidak sukar
bagi Cia Kui Hong untuk mengajak Gouw Kian Sun bicara empat mata dengannya.
Sengaja ia mengajak susioknya itu bicara ketika mereka bersama Bi Hwa dan Ciok
Gun selesai makan siang. Ia hendak melihat bagaimana sikap dua orang itu.
“Susiok, aku
ingin bicara empat mata denganmu. Ada hal yang amat penting ingin kubicarakan
denganmu. Marilah kita masuk ke kamar belakang dan kita bicara berdua saja.”
Diam-diam
Kui Hong melirik ke arah Bi Hwa dan Ciok Gun untuk melihat sikap mereka. Ciok
Gun nampak tenang dan dingin saja seolah-olah ucapannya itu tidak mengandung
arti sama sekali. Sedangkan Bi Hwa malah tersenyum maklum.
“Kenapa
kalian tidak bicara saja di ruangan ini? Biarlah kami yang akan pergi
meninggalkan kalian disini. Mari, Ciok Gun, kita keluar. Pangcu hendak bicara
dengan suhumu.”
Ciok Gun
membantu isteri suhunya membawa keluar mangkuk piring yang habis dipergunakan
makan siang dan tak lama kemudian Kui Hong sudah duduk berdua saja dengan Gouw
Kian Sun. Setelah ia merasa yakin bahwa tidak ada orang lain yang mengintai dan
mendengarkan percakapan mereka, Kui Hong bersikap sungguh-sungguh. Ia duduk
berhadapan dengan susioknya dan berkata dengan nada suara tegas dan sepasang
matanya memandang penuh selidik.
“Nah,
sekarang kita hanya berdua saja disini, susiok. Tidak ada orang lain yang
mendengarkan.”
Kian Sun
nampak gelisah, bahkan terang-terangan dia menoleh ke sekeliling seolah ada
yang ditakutinya. Melihat ini, Kui Hong menjadi tidak sabar lagi.
“Gouw Susiok!
Pandanglah aku! Kenapa engkau menjadi begini? Engkau telah mengenal aku sejak
aku masih kecil, dan aku tahu bahwa susiok adalah seorang pendekar sejati yang
gagah perkasa. Sekarang engkau menjadi seorang penakut, ini tentu ada sebabnya!
Susiok, engkau tahu bahwa aku dapat mengatasi semua persoalan, kuat menghadapi
lawan yang manapun. Kenapa tidak berterus terang? Tidak ada orang lain yang
melihat kita. Katakan siapa yang kau takuti dan apa sebenarnya yang telah
terjadi dengan Cin-ling-pai?”
Gatal-gatal
rasanya lidah Kian Sun. alangkah mudahnya untuk membuat pengakuan dan alangkah
lega hatinya kalau dia lakukan itu. Dia akan merasa bebas dari tekanan yang
amat menghimpit perasaannya. Akan tetapi diapun tahu bahwa nyawa gurunya, kakek
Cia Kong Liang, juga nyawa suhengnya dan isteri serta putera suhengnya,
tergantung dari sikapnya saat ini. Kalau dia membuka rahasia itu kepada Kui
Hong, empat orang yang amat disayang dan dihormatinya itu tentu akan dibunuh
tanpa dia dapat mencegahnya sama sekali!
Tidak, dia
lebih suka mengorbankan dirinya daripada mereka mati konyol. Betapa dia ingin
bebas dari semua ini. Dapat saja dia membunuh diri, akan tetapi hal itupun
tidak akan menolong mereka. Maka, dia semakin menjadi bingung dan gelisah,
kemudian mengeraskan hatinya dan berkata dengan suara nyaring dan tegas, dengan
maksud agar pendiriannya itu dapat di dengar Bi Hwa dan kawan-kawannya.
“Aku tidak
takut apa-apa, Pangcu. Tidak ada apa-apa yang janggal disini!”
Kui Hong
marah sekali dan ia membanting-banting kaki kananya. Kian Sun yang sudah
mengenal baik watak dan kebiasaan murid keponakan yang amat lihai ini maklum
bahwa Kui Hong marah sekali kepadanya. Gadis yang amat lihai dan cerdik ini
tentu telah dapat menduga bahwa telah terjadi sesuatu yang hebat di
Cin-ling-pai!
“Engkau
bohong, Susiok! Sungguh aku tidak mengerti, bagaimana seorang seperti engkau,
yang dipercaya oleh Kong-kong, dipercaya ayah, lalu kupercaya, dapat berbohong
kepadaku dan mengkhianati Cin-ling-pai dimana engkau tinggal dan mendapatkan
segalanya sejak kau kecil sampai sekarang!”
Pucat sekali
wajah Gouw Kian Sun mendengar umpatan ini.
“Tidak, sama
sekali tidak. Sungguh mati, aku tidak berkhianat kepada Cin-ling-pai, Pangcu.
Kalau Pangcu tetap menuduhku, biarlah Pangcu jatuhkan hukuman mati kepadaku,
dan aku dengan rela akan menyerahkan nyawaku!” Kian Sun lalu berlutut di depan
Kui Hong dan menundukkan kepala, menyerah!
Sikap
susioknya ini membuat Kui Hong tertegun! Bukan begini sikap orang yang
ketakutan. Paman gurunya ini tetap gagah dan tidak takut mati! Akan tetapi,
kenapa tidak mau berterus terang kepadanya? Tentu ada sesuatu yang memaksanya
bersikap seperti itu dan jelas bahwa susioknya bersikap seperti bukan karena
takut ancaman terhadap dirinya sendiri.
Pada saat
itu, Su Bi Hwa dan Ciok Gun bergegas memasuki ruangan itu dan mereka
menjatuhkan diri berlutut menghadap Kui Hong....
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment