Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Kemelut Kerajaan Mancu
Jilid 04
KAKEK itu
adalah Pat-chiu Lo-mo (Iblis Tua Tangan Delapan) yang namanya di dunia kang-ouw
terkenal sebagal seorang yang sakti. Selain ilmu tongkatnya yang hebat, dia pandai
memainkan kipas yang kini dia pakai mengebut! badannya,
sebagai senjata yang ampuh. Kipasnya itu disebut Yangliu-san (Kipas Cemara) karena bentuknya seperti pohon cemara.
sebagai senjata yang ampuh. Kipasnya itu disebut Yangliu-san (Kipas Cemara) karena bentuknya seperti pohon cemara.
Selain itu,
juga ilmunya menyambit dengan hui-to (belati terbang) amat dahsyat. Dia selalu
membekali dirinya dengan tujuh batang belati yang dapat dia terbangkan menyerang
lawan.
Pada waktu
itu, Pat-chiu Lo-mo merupakan seorang di antara para pembantu utama Pangeran
Leng Kok Cun! Di belakang kakek itu berjalan lima orang yang usianya antara
tiga puluh lima sampai empat puluh lima tahun.
Lima orang
ini bertubuh tinggi besar dan tegap, tampak gagah. Mereka adalah saudara
seperguruan yang terkenal dengan julukan Twa-to Ngo-liong (Lima Naga Bergolok
Besar). Aneh kalau dilihat betapa kakek bongkok yang tampak berpenyakitan itu
malah menjadi pimpinan lima orang yang tampak kokoh kuat itu!
Setelah tiba
di luar sel mereka berhenti dan kakek itu memandang ke arah Gui T iong dan Bu
Kong Liang.
"Kalian
yang bernama Gui Tiong dan Bu Kong Liang*'
"Betul."
jawab Gui Tiong yang belum pernah bertemu dengan kakek itu karena memang
Pat-chiu Lo-mo tidak pernah keluar dari istana Pangeran Leng Kok Cun.
"Nah,
ketahuilah kalian berdua bahwa kami datang sebagai utusan Pangeran Leng Kok Cun
untuk bertanya kepada kalian. Kalian dipersilakan memilih satu di antara dua
pilihan.
Pertama,
kalian akan diadili sebagai pemberontak- pemberontak dan pasti akan dihukum
mati. Ada pun yang ke dua, kalian akan bebas dari tuduhan kalau kalian mau membantu
Pangeran Leng dan melaksanakan segala perintahnya, dan kalian menerima imbalan
yang amat berharga.
Nah, kalian
memilih yang mana" Menolak, berarti diadili dan dihukum mati, kalau
menerima, mari menghadap Pangeran Leng malam ini juga!"
Melihat
sikap kakek, bongkok ini, Kong Liang sudah merasa tak senang. Dia bertanya
dengan suara tegas. "Kalau kami mau, lalu disuruh melakukan apa?"
"Hai
itu akan ditentukan oleh Pangeran sendiri! Bagaimana jawabanmu Gui Tiong"
Engkau menerima atau menolak tawaran Pangeran Leng?" tanya Pat-chiu Lo-mo.
"Kalau
benar Pangeran Leng Kok Cun yang ingin agar kami menbantunya, mengapa beliau
tidak langsung saja menemui kami" Mengapa kami harus ditangkap lebih dulu
dengan tuduhan yang bohong" Pula, bagaimana kami tahu bahwa engkau diutus
oleh Pangeran Leng" Kami tidak mengenalmu, sobat."
kata Gui T iong yang bersikap hati-hati.
kata Gui T iong yang bersikap hati-hati.
"Hemm,
bagaimana mungkin Pangeran Leng merendahkan diri berkunjung ke rumahmu, Gui
Kauwsu" Tuduhan itu bukan fitnah. Engkau telah menyembunyikan pemuda ini
yang memberontak dan membunuh banyak perajurit kerajaan. Dan engkau belum
mengenai aku" Aku dikenal sebagai Pat-chiu Lo-mo, yang bekerja membantu
Pangeran Leng. Cukuplah, cepat beri
keputusan.
Engkau menolak atau mau kubawa menghadap
Pangeran Leng sekarang juga?"
Kini Gui
Tiong dapat menduga bahwa penangkapan ini tentu atas perintah Pangeran Leng
yang besar kekuasaannya.
Teringatlah dia akan cerita Bu Kong Liang betapa pemuda itu pernah bentrok dengan dua orang jagoan kaki tangan Pangeran Leng, yaitu Hui-eng-to Phang Houw dan Liong-bu- pangcu Louw Cin.
Teringatlah dia akan cerita Bu Kong Liang betapa pemuda itu pernah bentrok dengan dua orang jagoan kaki tangan Pangeran Leng, yaitu Hui-eng-to Phang Houw dan Liong-bu- pangcu Louw Cin.
Tentu karena
itulah Kong Liang dianggap sebagai pemberontak. Akan tetapi sesungguhnya pemuda
itu bukan pemberontak, melainkan tanpa alasan dihadang dan diserang pasukan
yang dipimpin dua orang jagoan itu. Dia mengerti bahwa kalau menolak, nyawa mereka
pasti tidak akan tertolong lagi.
Akan tetapi
kalau menyerah, apakah dia dan keponakan muridnya harus membantu Pangeran Leng yang
bersaing dengan para pangeran lain untuk menjadi pengganti Ka isar"
Melihat
Paman gurunya bimbang dan ragu, Kong Liang menyentuh pinggangnya sebagai isarat
dan berkata,
"Susiok, kita terima sajalah dan menghadap Pangeran Leng"
"Susiok, kita terima sajalah dan menghadap Pangeran Leng"
Gui Tiong
maklum bahwa penyerahan diri Kong Liang ini mungkin hanya siasat pemuda itu.
Akan tetapi, kakek itu adalah seorang yang cerdik. Dia pun maklum dan dapat menduga
bahwa mungkin setelah keluar dari situ dan dibawa ke istana Pangeran Leng, dua
orang ini akan melawan dan melarikan diri.
Dia sudah
mendengar akan kelihaian para murid Siauw-lim-pai ini, maka kalau benar seperti
yang dia duga, berarti dia membahayakan diri sendiri. Kalau mereka sampai
lolos, tentu dia mendapat marah besar dari majikannya!
Biarpun dia
sudah mengajak Toa-to Ngo-liong dan di luar masih ada dua losin perajurit yang
akan mengawal dua orang tawanan ini menuju istana Pangeran Leng, namun kalau
dua orang ini mengamuk, tetap saja ada bahayanya mereka atau seorang dari
mereka dapat lolos!
Akan tetapi,kakek
bongkok ini tidak merasa khawatir, malah tertawa
terkekeh-kekeh.
"Heh-heh-heh,
jangan kalian berniat yang bukan-bukan.
Cepatlah
karena puterimu juga sudah menanti di sana, Gui Kauwsu!" Wajah Gui Tiong
berubah pucat. "Apa" Anakku Siang Lin juga kalian tawan" Apa
salahnya"
Awas kalau ada yang berani mengganggu anakku!" teriaknya marah. Kong Liang juga terkejut mendengar ini dan dia mengepal tinju.
Awas kalau ada yang berani mengganggu anakku!" teriaknya marah. Kong Liang juga terkejut mendengar ini dan dia mengepal tinju.
Memang tadi dia memberi isarat kepada paman
gurunya dengan maksud untuk mengajak paman gurunya memberontak dan melawan di
tengah perjalanan menuju istana Pangeran Leng dan melarikan diri.
Akan tetapi mendengar
bahwa Siang Lin telah berada di tangan mereka, tentu saja dia pun merasa tidak berdaya!
"Heh-heh-heh, jangan marah dan jangan khawatir, Gui Kauwsu.
Puterimu
hanya diundang ke sana untuk meyakinkan kalian bahwa Pangeran Leng berniat
baik. Kalau kalian bersedia menjadi pembantunya dan menaati semua perintahnya,
pasti semua berjalan dengan baik.
Mari kita berangkat karena beliau sudah
menunggumu! Bagaimana, engkau bersedia, Gui Kauwsu?" Gui T iong merasa
tidak berdaya sama, sekali. Kini puterinya disandera, maka tidak ada pilihan
lain kecuali menyerah.
"Baiklah,
Lo-mo, aku siap menghadap Pangeran Leng. Akan tetapi pemuda ini tidak ada
urusannya denganku, maka harap dia segera dibebaskan. Aku yang siap membantu
Pangeran Leng!" "Tidak!"
Bu Kong Liang berseru. "Aku yang menyebabkan semua ini maka aku harus ikut bertanggung jawab!"
Bu Kong Liang berseru. "Aku yang menyebabkan semua ini maka aku harus ikut bertanggung jawab!"
"Bagus!"
kata Pat-chiu Lo-mo. "Memang Pangeran Leng menghendaki kalian berdua yang
ikut menghadap beliau!"
Kakek bongkok itu lalu memberi tanda kepada kepala penjara yang segera membuka pintu sel tahanan itu. Gui T iong dan Bu Kong Liang keluar dan dibawa keluar. Di luar sudah menanti dua losin perajurit dan kedua orang murid Siauw-lim-pai itu lalu dikawal menuju istana Pangeran Leng.
Kakek bongkok itu lalu memberi tanda kepada kepala penjara yang segera membuka pintu sel tahanan itu. Gui T iong dan Bu Kong Liang keluar dan dibawa keluar. Di luar sudah menanti dua losin perajurit dan kedua orang murid Siauw-lim-pai itu lalu dikawal menuju istana Pangeran Leng.
Kalau saja Siang Lin tidak berada di tangan
Pangeran Leng, sudah pasti dua orang murid Siauw-lim-pai itu akan memberontak dan
melarikan diri.
Mereka tidak gentar menghadapi enam orang jagoan dan dua losin perajurit itu. Akan tetapi ditawannya Siang Lin membuat mereka tidak berdaya, tidak dapat berbuat lain kecuali menyerah dan menurut.
Mereka tidak gentar menghadapi enam orang jagoan dan dua losin perajurit itu. Akan tetapi ditawannya Siang Lin membuat mereka tidak berdaya, tidak dapat berbuat lain kecuali menyerah dan menurut.
Setelah tiba
di gedung berupa istana megah itu, Gui Tiong dan Kong Liang dibawa masuk ke
dalam sebuah ruangan yang diterangi banyak lampu besar dan ruangan itu luas dan
terhias perabot rumah yang serba indah. Di situ telah duduk Pangeran Leng Kok
Cun.
Di luar
ruangan itu berjaga banyak perajurit pengawal dan di belakang Sang Pangeran
duduk pula berjajar belasan orang yang tampaknya gagah dan menyeramkan.Gui
Tiong sudah pernah melihat Pangeran Leng Kok Cun.
Akan tetapi
Bu Kong Liang baru sekarang melihatnya dan dia memandang penuh perhatian. Pangeran
itu mengenakan pakaian yang indah gemerlapan. Usianya sekitar empat puluh tiga
tahun.
Tubuhnya
tinggi kurus dan tampaknya lemah, akan tetapi matanya yang lincah dan tajam itu
membayangkan kecerdikan, wibawa, dan kekuatan. Tidak mungkin orang yang memiliki
pandang mata seperti itu adalah seorang yang lemah, pikir Kong Liang.
"Kalian
berdua duduklah!" kata Sang Pangeran mempersilakan dua orang itu duduk di
atas kursi-kursi yang terdapat di situ.
"Terima
kasih, Pangeran." Mereka berkata dan keduanya duduk berhadapan dengan Sang
Pangeran. Melihat betapa pangeran itu mempersilakan mereka duduk di atas kursi berhadapan
dengannya, tidak harus berlutut di atas lantai, Gui Tiong diam-diam memuji
pangeran ini sebagai orang yang pandai mengambil hati orang.
Dia menjadi
semakin hati-hati karena sikap ini saja sudah membayangkan bahwa dia berhadapan
dengan seorang yang cerdik sekali.
"Apakah
kalian berdua sudah mendengar keterangan Locianpwe Pat-chiu Lo-mo tentang
mengapa kalian kini dihadapkan kepadaku di sini?" tanya pangeran itu,
suaranya lembut dan manis.
"Saya
sudah mendengar dan mengerti, Pangeran. Akan tetapi sebelum kita bicara lebih
lanjut, saya mohon dapat diperbolehkan melihat apakah benar anak perempuan saya
berada di sini."
"Hemm,
ternyata engkau seorang yang cerdik dan tidak mudah dibohongi, Gui Kauwsu. Hal
ini semakin memperkuat harga dirimu sebagai pembantu kami yang dapat dipercaya.
Ketahuilah
bahwa kami bukan tukang berbohong. Tentu saja engkau boleh melihat puterimu
agar yakin bahwa puterimu berada di tangan kami yang menanggung
keselamatannya."
Pangeran
Leng memberi isarat kepada seorang pengawal yang duduk di belakang. Orang itu,
yang bermuka hitam dan bertubuh tinggi besar, memberi hormat lalu keluar dari ruangan
itu.
Tak lama kemudian,
daun pintu yang menembus ruangan itu terbuka dan di ambang pintu muncul Gui
Siang Lin dengan kedua kakinya memakai gelang rantai baja yang panjang dan di
belakang gadis itu terdapat lima orang menodongkan pedang mereka ke arah gadis
itu!
"Siang
Lin....!" Gui Tiong berseru, khawatir.
"Tenanglah,
Ayah!" kata gadis itu dengan suara lantang dan berani. "Dan jangan Ayah
menurut saja kalau disuruh melakukan hal yang berlawanan dengan suara hati
Ayah.
Lebih baik
aku mati daripada Ayah harus melakukan perbuatan yang jahat. Aku tidak takut
mati, Ayah!" Mendengar ini, Pangeran Leng cepat memberi isarat dan daun
pintu itu ditutup kembali. Gui Tiong hanya mendengar rantai yang tergantung di
kaki puterinya itu diseret ketika gadis itu meninggalkan ruangan itu.
"Ha-ha-ha,
ayahnya naga puterinya juga naga! Sungguh mengagumkan sekali! Akan tetapi kalau
engkau tidak mau membantu kami, terpaksa dengan hati berat aku akan menyerahkan
puterimu kepada puluhan orang perajurit yang boleh berbuat apa saja terhadap
dirinya, bahkan sampai mati! Ia akan tersiksa lahir batin sampai mati, dan
kalian berdua juga tidak akan terbebas dari hukuman mati!"
Ancaman ini
hebat sekali. Kong Liang sendiri biarpun tidak takut mati, menjadi ragu apakah
dia akan me lawan dengan kekerasan kalau keselamatan Gui Tiong dan Gui Siang
Lin terancam. Terutama sekali ancaman terhadap Siang Lin membuat dia bergidik
ngeri dan juga membuat mukanya menjadi merah saking marahnya.
"Baiklah,
demi keselamatan anak saya, saya menyerah dan bersedia membantu Pangeran. Akan
tetapi, pekerjaan apakah yang harus saya lakukan?" tanya Gui Tiong.
"Nanti
dulu, yang kami kehendaki adalah agar kalian berdua yang menyerah dan membantu
kami, taat akan perintah kami. Sekarang, engkau belum menyatakan kesediaanmu
membantu kami, Bu Kong Liang. Ingatlah, engkau pernah membunuh perajurit
kerajaan.
Kalau engkau menolak untuk membantu kami,
berarti engkau memang seorang pemberontak yang menentang kerajaan kami. Kalau engkau
bukan pemberontak, tentu engkau akan dengan senang membantu kami!"
Bu Kong
Liang mengerutkan alisnya dan merasa tidak berdaya. Dia tahu sekarang bahwa
tentu dua orang anak buah pangeran ini, Phang Houw dan Louw Cin yang pernah mengerahkan
perajurit mengeroyoknya, tentu melaporkan kepada Pangeran Leng.
Boleh saja
dia menyangkal bahwa yang membunuh perajurit bukan dia melainkan Ang-mo Niocu, akan
tetapi apa gunanya" Tetap saja dia harus menyerah dan menurut, kalau
tidak, tentu Gui Tiong dan Gui Siang Lin akan celaka. Maka, dia pun diam saja
dan menyerahkan percakapan itu kepada su-sioknya.
Setelah
menghela napas panjang, Gui Tiong berkata.
"Baiklah,
Pangeran, untuk membuktikan bahwa kami sama sekali bukan pemberontak, kami
menyerah dan akan menaati perintah Paduka dan bersedia untuk membantu."
"Ha-ha-ha,
bagus! Kalau begitu, akulah yang akan melindungi kalian dan tidak ada yang
berani menuduh kalian pemberontak. Kalian adalah pembantu-pembantuku, tidak mungkin
memberontak!"
"Terima
kasih, Pangeran. Harap Paduka jelaskan, perintah apa yang harus kami lakukan?"
tanya Gui Tiong dengan perasaan amat tidak enak.
"Jangan
tergesa-gesa. Malam ini kalian beristirahatlah.
Besok baru
akan kami beritahukan, apa yang harus kalian lakukan untuk kami." Pangeran
Leng lalu berkata kepada Pat- chiu Lo-mo untuk membawa dua orang murid
Siauw-lim-pai itu ke kamar mereka.
Gui Tiong
dan Bu Kong Liang lalu dikawal Pat-chiu Lo-mo, Twa-to Ngo-liong dan ditambah
empat orang pengawal lain dari mereka yang duduk di belakang Pangeran Leng,
masuk ke dalam dan ternyata mereka mendapatkan kamar yang terpisah.
Mereka
terkejut dan kecewa akan tetapi tidak dapat menolak dan begitu memasuki kamar
masing-masing, kamar yang tidak berapa besar namun cukup bersih dan prabotnya serba
mewah, mereka berdua lalu duduk bersila di atas pembaringan untuk mengendalikan
perasaan dan mengumpulkan tenaga.
Dalam
keadaan seperti itu, mereka harus selalu tenang dan sehat agar kalau sewaktu-waktu
harus bertanding, mereka sudah siap. Agak sukar bagi kedua orang itu untuk
dapat tidur pulas. Gui Tiong lalu membayangkan puterinya dan hatinya merasa khawatir
bukan main.
Sedangkan Bu
Kong Liang memikirkan nasib ayah dan anak itu. Mereka tertimpa malapetaka
karena kunjungannya ke rumah mereka. Andaikata dia tidak datang berkunjung,
tentu Gui Tiong dan puterinya masih berada di rumah mereka dalam keadaan
selamat. Dia merasa menyesal bukan main dan mengambil keputusan dalam hatinya
untuk membela ayah dan anak itu sekuat tenaga.
Pada
keesokan harinya juga mereka belum ditemui Pangeran Leng. Mereka diperlakukan
dengan baik, bahkan diberi kesempatan bertemu dengan Gui Siang Lin. Gadis itu berada
dalam sebuah kamar lain yang pintunya berteralis kokoh kuat.
Dari luar
pintu, mereka dapat melihat keadaan dalam kamar itu yang indah dan bersih. Gui
Tiong dapat bicara dengan puterinya melalui daun pintu itu dan diberi waktu
beberapa lamanya oleh para perajurit yang mengawal mereka. Lega hatinya ketika
Gui Tiong melihat betapa puterinya berada dalam keadaan sehat.
"Engkau
baik-baik saja, Siang Lin?" tanya Gui Tiong.
Gadis itu
mengangguk. "Mereka memperlakukan aku dengan baik dan sopan sebagai
seorang tamu, Ayah.
Bagaimana dengan Ayah dan Bu Suheng?"
Bagaimana dengan Ayah dan Bu Suheng?"
"Kami
pun baik-baik saja." kata Gui Tiong dan Kong Liang mengangguk kepada gadis
itu ketika mereka saling berpandangan. "Ayah, apakah artinya penangkapan
ini" Apakah rencana Pangeran Leng terhadap kita bertiga?"
Gui Tiong menghela napas panjang. "Kami diminta untuk menyerah dan mau menjadi pembantu Pangeran Leng dan menaati semua perintahnya."
Gui Tiong menghela napas panjang. "Kami diminta untuk menyerah dan mau menjadi pembantu Pangeran Leng dan menaati semua perintahnya."
"Perintah
apa yang diberikan kepada Ayah dan Suheng yang harus kalian lakukan?"
"Kami
belum tahu, belum menerima perintah melakukan sesuatu untuk Pangeran
Leng."
Pada saat
itu, Gui T iong merasa betapa lengannya disentuh Kong Liang. Dia menengok dan
melihat pemuda itu menujukan pandang matanya ke arah kaki Siang Lin. Cepat Gui
Tiong memandang dan melihat betapa kedua kaki puterinya tidak dibelenggu lagi,
dia maklum isarat apa yang diberikan pemuda itu.
Setelah
Siang Lin bebas tidak terbelenggu, tentu Kong Liang berpikir bahwa kini mereka bertiga
dapat melawan dan melarikan diri dari s itu. Akan tetapi sejak tadi Gui Tiong
telah melihat sesuatu dan kini dia memberi isarat kepada Kong Liang dengan
matanya mengerling ke atas?
Pemuda itu
memandang ke atas dan dia terkejut karena di atap kamar itu terdapat lubang-lubang
dan tidak kurang dari enam batang anak panah tampak sudah siap diluncurkan ke
bawah! Ini berarti bahwa di atas atap itu terdapat enam orang pemanah yang
selalu siap menyerang Siang Lin.
Dan agaknya,
betapa pun lihainya gadis itu, kalau berada dalam kamar dan diserang enam
batang anak panah dan tentu saja dapat disusul anak panah berikutnya, sukar
baginya untuk dapat menyelamatkan diri.
Apalagi Kong
Liang melihat betapa mata anak panah itu hijau kehitaman, tanda bahwa mata anak
panah itu beracun! Maklumlah Kong Liang bahwa Pangeran Leng yang cerdik telah mempersiapkan
segala-galanya. Tidak mungkin bagi dia dan Gui T iong untuk melawan karena
akibatnya yang pertama adalah matinya Siang Lin dihujani anak panah beracun!
Agaknya
tidak ada jalan lain kecuali untuk sementara ini menyerah dan melaksanakan
perintah Pangeran Leng! Waktu yang diberikan kepala pengawal bagi mereka yang berbicara
dengan Siang Lin habis dan mereka diminta untuk kembali ke kamar masing-masing.
Sehari itu
mereka mendapat makan minum yang cukup mewah, diantar ke kamar masing-masing. Bahkan
mereka diberi kesempatan untuk mandi dan pakaian Gui Tiong dan puterinya telah diambil
dari rumah mereka dan diberikan Kepada mereka.
Juga
buntalan pakaian Kong Liang diambil dari rumah Gui Tiong dan diberikan pemuda
itu. Uang yang terdapat di buntalan itu dan juga senjata mereka berdua
diserahkan juga!
Gui Tiong
menerima sepasang goloknya dan Bu Kong Liang sepasang siang-kek (senjata tombak
pendek bercabang) miliknya. Mereka berdua maklum bahwa Pangeran Leng yakin akan
ketidak berdayaan mereka berdua dan memang perhitungan pangeran itu tepat.
Selama Siang
Lin disandera,tentu saja mereka tidak berani melawan karena hal itu berarti tewasnya
Siang Lin!
Malam itu
mereka diundang makan malam oleh Pangeran Leng. Setelah mereka tiba di kamar
makan yang luas, di sana telah duduk Pangeran Leng di kepala meja makan dan di
situ hadir pula Pat-chiu Lo-mo yang bongkok, lima orang Twa-to Ngo-liong yang
tinggi besar dan dua orang lain yang membuat Bu Kong Liang menjadi merah
mukanya karena marah.
Dua orang itu bukan lain adalah Hui-eng-to
Phang Houw yang gemuk pendek dan Ketua Liong-bu-pang Louw Cin yang tinggi kurus!
Mereka berdua itu hanya tersenyum ketika melihat Kong Liang memasuki ruangan
bersama Gui T iong.
"Ha,
Gui Kauwsu (Guru Silat Gui) dan Bu Enghiong (Pendekar Bu), silakan duduk dan
mari makan bersama kami!
Oh ya,
perkenalkan ini Hui-eng-to Phang Houw dan Ketua Liong-bu-pang Louw Cin."
Gui Tiong
dan Kong Liang mengangguk dan mereka lalu mengambil tempat duduk di atas dua
buah kursi yang agaknya memang disediakan untuk mereka.
"Kita
makan dulu baru nanti membicarakan hal penting!" kata Sang Pangeran dan dia
lalu bertepuk tangan. Sepuluh orang gadis pelayan yang muda dan cantik datang bagaikan
sepuluh ekor kupu-kupu terbang dan mereka agaknya sudah diatur karena tanpa
ragu mereka lalu masing-masing menghampiri seorang dengan gaya yang manis dan
lembut sopan mereka menuangkan arak ke dalam cawan sepuluh orang itu.
Mereka lalu
makan minum, dilayani masing-masing oleh seorang pelayan yang membuat Cu Kong
Liang merasa tidak tenang. Dia merasa canggung dan malu dilayani seorang gadis,
hai yang belum pernah dia alam i sepanjang hidupnya!
Setelah
selesai makan minum, Pangeran Leng mengajak sepuluh orang itu ke sebuah kamar
yang biasa dipergunakan untuk mengadakan rapat tertutup dan rahasia. Sekarang
Gui Tiong dan Kong Liang me lihat betapa ruangan-ruangan di mana mereka berdua
berada tidak lagi terjaga pasukan pengawal dengan ketat.
Mereka
berdua maklum bahwa memang hal ini tidak perlu lagi. Pangeran Leng tentu yakin bahwa
selama Siang Lin menjadi sandera, dua orang itu tidak akan berbuat sesuatu
untuk menentangnya!
Setelah
semua orang duduk mengitari sebuah meja besar dan daun-daun pintu dan jendela
tertutup rapat, Pangeran Leng lalu berkata kepada dua orang
"pembantu" baru itu.
"Gui
Kauwsu dan Bu Enghiong, malam inilah saatnya kalian berdua membuktikan bahwa
kalian benar-benar menjadi pem- bantuku dan menaati semua perintahku.
Kalian berdua akan dibantu oleh lima saudara
Ngo-liong (Lima Naga) ini dan kalian kami serahi tugas untuk membunuh
seseorang."
Pangeran
Leng menghentikan ucapannya dan sepasang matanya menatap wajah dua orang itu
dengan penuh selidik, ingin me lihat bagaimana tanggapan mereka.
Akan tetapi baik Gui T iong maupun Kong Liang tidak memperlihatkan perasaan apa pun pada wajah mereka, sungguhpun hati mereka terkejut mendapat tugas untuk membunuh orang!
Akan tetapi baik Gui T iong maupun Kong Liang tidak memperlihatkan perasaan apa pun pada wajah mereka, sungguhpun hati mereka terkejut mendapat tugas untuk membunuh orang!
Mereka juga tidak bertanya siapa yang harus
mereka bunuh itu. "Yang kalian berdua harus bunuh adalah seorang anak
laki-laki berusia sepuluh tahun yang kini berada di dalam gedung Pangeran Bouw
Hun Ki." Bu Kong Liang tidak tahu siapa yang dimaksudkan Pangeran Leng,
akan tetapi Gui Tiong terkejut dan cepat bertanya. "Siapa anak laki-laki
itu, Pangeran?"
"Dia
adalah pangeran yang dititipkan kepada Pangeran Bouw Hun Ki untuk dididik,
yaitu Pangeran Kang Shi...."
"Ah!
Dia... dia... Putera Mahkota....?"" seru Gui T iong kaget sekali.
"Benar, Putera Mahkota Kang Shi yang berusia sepuluh tahun. Tugas yang
mudah sekali, bukan?"
"Akan
tetapi... mengapa harus membunuh Thai-cu (Pangeran Putera Mahkota)?" kata
Gui Tiong dengan muka pucat. Tugas itu kalau dilaksanakan merupakan dosa yang teramat
besar dan tidak dapat diampuni. Dia dan Bu Kong Liang akan diburu oleh seluruh
pasukan Kerajaan Ceng (Mancu)! Pangeran Leng tersenyum.
"Sekarang
belum saatnya engkau mengetahui sebabnya. Gui Kauwsu. Kelak engkau akan kami
beritahu dan akan mengerti. Sekarang yang penting laksanakan dulu perintahku
dan jangan khawatir, akulah yang akan menanggung akibatnya. Aku akan melindungi
dan membelamu.
Nah, kalian berdua berangkatlah ditemani
Twa-to Ngo-liong. Ingat bahwa puterimu berada di sini dalam keadaan sehat dan
selamat. Kalau kalian berdua berhasil, bukan saja puterimu akan mendapat
kebebasan, juga kalian berdua akan kami beri kedudukan tinggi. Kalau engkau gagal,
puterimu juga akan kami bebaskan asalkan kalian tidak mengaku kepada siapapun
juga bahwa kami yang mengutus kalian membunuh Pangeran Mahkota.
Kalau kalian membocorkan rahasia ini, berarti
puterimu juga tidak akan selamat Twa-to Ngo-liong sudah bangkit dan yang tertua
bermuka penuh brewok berkata kepada Gui T iong. "Mari kita berangkat sekarang,
Pangeran sudah memerintahkan.
" Ketika
dua orang itu memandang. kepada Pangeran Leng, Sang Pangeran memberi isarat
dengan pandang mata dan gerakan tangannya agar mereka segera berangkat.
"Jangan
lupa bawa senjata kalian!" pesannya dan pangeran itu lalu bangkit berdiri
dan masuk ke sebelah dalam istananya yang besar dan megah.
"Kami
hendak mengambil senjata kami dulu!" kata Gui Tiong dan bersama Bu Kong
Liang dia lalu pergi ke kamar mereka. Dalam perjalanan ini, sebelum mereka berpisah
memasuki kamar masing-masing, Gui T iong berkata lirih,
"Kau perhatikan
isaratku nanti kalau tiba di atas istana Pangeran Bouw Hun Ki."
Setelah berkata demikian dengan suara berbisik, Gui Tiong dan Kong Liang memasuki kamar masing- masing, Twa-to Ngo-liong yang bertugas menemani dan juga diam-diam harus mengawasi mereka berdua, segera mengejar cepat, akan tetapi mereka masih kurang cepat sehingga tidak mendengar bisikan Gui Tiong kepada Kong Liang tadi.
Setelah berkata demikian dengan suara berbisik, Gui Tiong dan Kong Liang memasuki kamar masing- masing, Twa-to Ngo-liong yang bertugas menemani dan juga diam-diam harus mengawasi mereka berdua, segera mengejar cepat, akan tetapi mereka masih kurang cepat sehingga tidak mendengar bisikan Gui Tiong kepada Kong Liang tadi.
Melihat dua orang murid Siauw-lim-pai itu
memasuki kamar masing- masing lima orang Twa-to Ngo-liong itu menanti di luar kamar.
Tak lama kemudian Gui Tiong dan Kong Liang sudah mengenakan pakaian ringkas dan
membawa senjata masing- masing.
Kemudian Twa-to Ngo-liong mengajak keluar me
lalui pintu rahasia yang berada di taman bunga di belakang istana pangeran itu.
Setelah berada di luar pagar tembok yang mengelilingi istana Gui Tiong berkata
kepada Twa-to Ngo-liong.
"Sesuai dengan perintah Pangeran Leng Kok
Cun tadi. yang diberi tugas membunuh adalah kami berdua dan kalian berlima hanya
menemani dan membantu kami oleh karena itu. Aku yang memimpin tugas ini dan
kalian berlima harus menaati petunjukku karena aku yang bertanggung
jawab."
Twa-to
Ngo-liong yang dikatakan menemani dan membantu mereka itu sesungguhnya
ditugaskan mengawasi dua orang itu. maka mendengar ini mereka berlima hanya mengangguk.
Tubuh tujuh
orang ini berkelebat di dalam kegelapan bayang-bayang pohon yang disinari
cahaya bulan yang hampir purnama.
Gedung
Pangeran Bouw Hun Ki tidaklah semegah gedung tempat tinggal Pangeran Leng Kok
Cun yang seperti istana. Perabot rumahnya juga tidak terlalu mewah walaupun
gedung itu tetap besar dan luas.
Pangeran
Bouw Hun Ki adalah seorang sastrawan, usianya sekitar lima puluh tiga tahun,
rambutnya sudah dihiasi uban namun wajahnya masih tampan dan sikapnya gagah sungguhpun
pangeran ini tidak pernah mempelajari ilmu silat.
Dia adalah
adik Kaisar Shun Chi yang juga seorang sastrawan dan amat tekun mempelajari
Agama Buddha, filsafat Guru Besar Khong Cu dan Lo Cu. Akan tetapi dia termasuk
pemeluk Agama Buddha yang amat tekun dan mempelajari ajarannya sampai mendalam.
Kaisar Shun
Chi amat percaya akan kebaikan budi dan kesetiaan adiknya itu, maka dia menyerahkan
Pangeran Kang Shi, yang merupakan Thai-cu (Putera Mahkota) sejak berusia tujuh
tahun kepada Pangeran Bouw untuk dididik dalam ilmu tatane-gara, sastra, agama
dan bahkan di rumah itu pula pangeran kecil itu mendapat pendidikan dasar ilmu
silat dari isteri Pangeran Bouw Hun Ki.
Kini Pangeran Kang Shi telah berusia sepuluh tahun dan pangeran kecil ini senang sekali tinggal di rumah pamannya.
Kini Pangeran Kang Shi telah berusia sepuluh tahun dan pangeran kecil ini senang sekali tinggal di rumah pamannya.
Di istana
dia harus menghadapi banyak peraturan dan peradatan yang membuat anak ini merasa
terikat dan tidak bebas.
Akan tetapi setelah dia berada di rumah pamannya, Pangeran Bouw Hun Ki, dia merasa bebas dan setelah tinggal selama tiga tahun di rumah itu, dia merasa akrab dan sayang kepada penghuni rumah itu. Pangeran Bouw Hun K i tidak mempunyai seorang pun selir.
Akan tetapi setelah dia berada di rumah pamannya, Pangeran Bouw Hun Ki, dia merasa bebas dan setelah tinggal selama tiga tahun di rumah itu, dia merasa akrab dan sayang kepada penghuni rumah itu. Pangeran Bouw Hun K i tidak mempunyai seorang pun selir.
Dia amat
mencinta isterinya yang dinikahinya ketika dia berusia dua puluh tahun dan isterinya
berusia delapan belas tahun. Kini isteri-nya yang dahulu ketika menikah bernama
Souw Lan Hui telah berusia lima puluh satu tahun.
Akan tetapi Souw
Lan Hui atau Nyonya Pangeran Bouw ini masih tampak cantik, tubuhnya masih tampak
seperti orang muda. Hal ini tidaklah aneh karena wanita itu sejak masa
kanak-kanak telah mempelajari ilmu silat sehingga ketika masih gadis ia telah menjadi
seorang pendekar wanita sakti yang dijuluki Sin-hong- cu (Si Burung Hong Sakti)!
Ia adalah seorang murid yang pandai dari Bu-tong-pai.
Maka tidak
mengherankan kalau Pangeran Mahkota Kang Shi dapat memperoleh pendidikan silat
pula di keluarga Bouw. Pangeran Bouw dan isterinya mempunyai dua orang anak.
Yang pertama
adalah seorang anak laki-laki yang diberi nama Bouw Kun Liong, kini telah
berusia dua puluh empat tahun, belum menikah dan Bouw Kun Liong ini tentu saja
mendapat pendidikan sastra dari ayahnya dan ilmu silat tinggi dari ibunya.
Wajahnya tampan seperti wajah ayahnya dan dia gagah
perkasa seperti ibunya. Pakaiannya selalu rapi, bersih, dan indah sehingga
pemuda bangsawan yang tidak mempunyai selir seperti para pemuda bangsawan
lainnya, amat menarik hati banyak orang, terutama para gadis yang pernah
melihatnya.
Mungkin
karena ayahnya adik kaisar dan ibunya seorang pendekar wanita sakti dan
keduanya amat sayang kepadanya, Bouw Kun Liong agak tinggi hati dan angkuh
walaupun belum sampai dapat disebut sombong.
Anak mereka
yang ke dua adalah perempuan yang kini berusia sekitar delapan belas tahun.
Anak ini bernama Bouw Hwi Siang, cantik jelita seperti ibunya dan walaupun ia
juga mendapatkan pendidikan ilmu silat walaupun tidak setinggi tingkat
kakaknya, namun sikapnya lembut halus seperti sikap ayahnya.
Wajah Bouw Hwi Siang ini mirip ibunya. Kakak beradik
ini belum memiliki tunangan karena keduanya selalu menolak kalau ayah ibunya
bicara tentang perjodohan mereka. Pangeran cilik Kang Shi disayang keluarga
Bouw dan dia pun amat sayang kepada mereka, terutama sekali kepada Bouw Kun
Liong dan Bouw Hwi Siang, kedua orang kakak misannya itu.
Pemuda dan gadis itu pun merasa amat sayang kepada
Kang Shi yang termasuk seorang anak yang cerdas.
Malam itu
biarpun terang bulan, hampir bulan purnama, karena hawa udara amat dinginnya,
maka sebelum tengah malam keadaan sudah mulai sunyi. Tidak ada orang berlalu- laJang
di jalan raya.
Rumah-rumah sudah menutup pintu dan jendela.
Bahkan di gedung-gedung para bangsawan juga sudah tampak sunyi.
Hanya para penjaga malam, perajurit- perajurit pengawal yang masih berada di luar. Akan tetapi mereka pun lebih suka tinggal di dalam gardu penjagaan di mana tidak begitu dingin seperti kalau berada di luar.
Hanya para penjaga malam, perajurit- perajurit pengawal yang masih berada di luar. Akan tetapi mereka pun lebih suka tinggal di dalam gardu penjagaan di mana tidak begitu dingin seperti kalau berada di luar.
Bayangan
tujuh orang yang berkelebat di antara pohon- pohon itu sedemikian cepatnya
sehingga para penjaga di luar gedung-gedung itu pun tidak ada yang melihatnya.
Mereka adalah Gui T iong, Bu Kong Liang, dan lima orang Twa-to Ngo-liong.
Mereka menuju ke gedung keluarga Pangeran Bouw Hun Ki.
Setelah berada
di belakang bangunan besar itu, Gui Tiong memberi isarat kepada enam orang temannya
untuk melompat ke atas pagar tembok. Akan tetapi dia sengaja melompat lebih
dulu besama Bu Kong Liang dan sebelum lima orang Twa-to Ngo- liong menyusul,
Gui T iong cepat berbisik kepada pemuda itu.
"Setibanya
di atas, kita turun tangan dan bunuh mereka, jangan ada yang sampai
lolos!"
Kong Liang
terkejut, akan tetapi dia segera dapat mengerti mengapa Gui Tiong mengambil keputusan
nekat itu. Kalau mereka berdua menyerang Twa-to Ngo-liong di luar gedung, di
jalan raya, besar kemungkinan perbuatan mereka akan terlihat orang.
Hal ini berbahaya karena kalau sampai ketahuan
Pangeran Leng, mereka pasti dikeroyok dan lebih parah lagi, Gui Siang Lin
terancam bahaya yang lebih mengerikan daripada maut. Kalau lima orang kaki
tangan Pangeran Leng ini tidak dubunuh, mereka harus melaksanakan tugas
membunuh Putera Mahkota, dan hal ini agaknya tidak mau dilakukan Gui Tiong.
Maka dia
mengangguk dan setelah lima orang itu menyusul, mereka segera melompat ke atas wuwungan
gedung besar itu, didahului oleh Gui Tiong sebagai pimpinan. Tujuh orang itu
memiliki ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat tinggi. Tubuh
mereka seolah menjadibayangan hitam yang berlompatan di atas wuwungan,diterangi
sinar bulan yang cerah.
Hawa dingin
tidak terasa oleh mereka yang berada dalam ketegangan. Twa-to Ngo- Iiong merasa
tegang karena sebagai anak buah Pangeran Leng tentu saja mereka mengerti betapa
kuatnya penjagaan untuk me lindungi Putera Mahkota di gedung itu.
Mereka pun sudah mendengar bahwa biarpun
Pangeran Bouw Hun Ki adalah seorang sastrawan yang bertubuh lemah, namun isterinya
adalah seorang wanita yang lihai sekali karena Nyonya Pangeran Bouw itu
dahulunya seorang pendekar wanita yang pernah malang melintang di dunia
persilatan dengan julukan Sin-hong-cu.
Kuatnya
penjagaan atas diri Putera Mahkota Kang Shi inilah yang membuat Pangeran Leng
sampai lama tidak berani melakukan usaha untuk membunuh pangeran kecil yang
telah ditetapkan menjadi putera mahkota yang akan menggantikan kedudukan Kaisar
Shun Chi kelak.
Berarti
pangeran kecil itu menjadi penghalang utama bagi Pangeran Leng yang berambisi
untuk menggantikan ayahnya kelak!
Kemudian,
ketika dua orang pembantunya, Phang Houw dan Louw Cin melaporkan tentang
kegagalan penyerangan mereka terhadap murid Siauw-lim-pai Bu Kong Liang, Pangeran
Leng yang cerdik memesan kepada' para anak buahnya untuk waspada dan
menyelidiki kalau-kalau pemuda murid Siauw-lim-pai itu masuk ke kota raja. Hal
itu benar saja terjadi.
Mendengar bahwa Bu Kong Liang berada di Pek-ho
Bukoan (Perguruan Silat Bangau Putih), dia segera mengatur siasat untuk
menangkap Gui Tiong dan Bu Kong Liang.
Dengan
perantaraan Jaksa Ji, seorang di antara para pejabat yang menjadi anak buahnya,
dua orang murid Siauw-lim-pai itu ditangkap. Dan untuk menyempurnakan siasatnya
untuk memaksa dua orang itu, Pangeran Leng juga menyuruh orang-orangnya
menangkap Gui Siang Lin dan menawannya di gedungnya. Kini dia berani mencoba
untuk membunuh Putera Mahkota Kang Shi, menggunakan tenaga dua orang murid
Siauw-lim-pai yang sudah menyerah dantaat untuk melindungi keselamatan Gui
Siang Lin.
Dengan cara
ini, andaikata usaha itu gagal, yang akan dipersalahkan adalah Siauw-lim-pai!
Mudah saja dia mengelak dari tuduhan andaikata dua orang Siauw-lim-pai itu
mengaku dia yang menyuruh mereka.
Bahkan dia
dapat membuktikan bahwa dirinya juga diserang oleh puteri Gui Tiong yang dapat
dia tangkap. Dia sendiri dimusuhi murid Siauw-lim-pai,
bagaimana mungkin dia menggunakan murid-murid Siauw-lim-pai untuk membunuh Pangeran Mahkota Kang Shi yang adik tirinya sendiri" Karena itu, T wa-to Ngo-liong yang diutus menemani dua orang murid Siauw-lim-pai itu sesungguhnya ditugaskan untuk mengawasi mereka!
bagaimana mungkin dia menggunakan murid-murid Siauw-lim-pai untuk membunuh Pangeran Mahkota Kang Shi yang adik tirinya sendiri" Karena itu, T wa-to Ngo-liong yang diutus menemani dua orang murid Siauw-lim-pai itu sesungguhnya ditugaskan untuk mengawasi mereka!
Setelah mereka tiba di atas wuwungan rumah
induk yang cukup luas, Gui Tiong memberi isarat kepada Bu Kong Liang dan mereka
berdua cepat mencabut senjata mereka, Gui Tiong mencabut sepasang goloknya dan
Bu Kong Liang mencabut sepasang tombak bercabang, lalu menyerang lima orang
Twa-to Ngo-liong!
Serangan
yang dilakukan Kong Liang sedemikian cepatnya sehingga seorang dari Twa-to
Ngo-liong yang sama sekali tidak pernah menduga, tak mampu menghindarkan diri
dan dia pun roboh mandi darah karena lehernya tertusuk tombak cagak!
Orang ke dua
yang diserang Gui Tiong, masih dapat mengelak walaupun pundak kirinya tergores
golok sehingga baju dan kulit pundaknya terobek dan berdarah. Twa-to Ngo-liong
tentu saja terkejut bukan main.
Mereka waspada mengikuti dua orang itu untuk
melihat apakah mereka benar-benar melaksanakan tugas yang diperintahkan Pangeran
Leng. Andaikata mereka berdua ketahuan dan terjadi perkelahian, mereka berlima
tidak akan membantu, bahkan akan melarikan diri.
Mereka dipesan oleh PangeranLeng agar tidak
melibatkan diri kalau terjadi pertempuran sehingga nama Pangeran Leng tetap
bersih. Maka ketika tiba- tiba dua orang murid Siauw-lim-pai itu menyerang
mereka dan sudah merobohkan seorang dari mereka, tentu saja mereka terkejut
bukan main. Akan tetapi sebagai ahli-ahli silat berpengalaman, tentu saja
mereka dapat bertindak cepat.
Mereka sudah
mencabut golok masing-masing dan terjadilah perkelahian seru di atas wuwungan
gedung tempat tinggal Pangeran Bouw! Gui T iong yang dikeroyok dua memutar
sepasang goloknya dan pertandingaan antara dia dan dua orang pengeroyok itu terjadi
amat serunya. Agaknya dua orang pengeroyok itu pun telah memiliki ilmu golok
yang amat tangguh sehingga perkelahian itu seru dan seimbang.
Akan tetapi,
dua orang lain dari Twa-to Ngo-liong yang mengeroyok Kong Liang, begitu saling
serang, menjadi terkejut karena pemuda ini memiliki tenaga yang amat kuat dan
gerakannya juga lebih cepat daripada mereka.
Mereka berdua
berusaha untuk membela diri mati-matian, akan tetapi setelah bertahan selama belasan
jurus, begitu Kong Liang memperhebat tekanannya, dua orang pengeroyok itu
berturut- turut roboh, yang seorang tertusuk lehernya, yang ke dua tertusuk
dadanya oleh siang-kek di kedua tangan Kong Liang.
Mereka roboh
dan tewas di atas wuwungan. Kong Liang cepat menoleh untuk melihat keadaan Gui Tiong
yang juga dikeroyok dua orang lawan. Dia melihat betapa keadaan mereka
seimbang.
Pada saat
itu, sebelum dia dapat melompat untuk membantu Gui Tiong, terdengar bunyi berdesing
nyaring tinggi menusuk pendengaran dan tampak tiga sinar putih berkeredepan
secara berturut-turut menyambar dari bawah ke arah tiga orang yang sedang bertanding
itu.
Begitu Kong
Liang memperhebat tekanannya, dua orang pengeroyok itu berturut-turut roboh,
yang seorang tertusuk lehernya. Kong Liang membelalakkan matanya ketika melihat
Gui Tiong roboh bersama dua orang pengeroyoknya!
"Tangkap
yang seorang! Jangan bunuh, dia harus dapat memberi keterangan!" terdengar
bentakan suara wanita dan tiba-tiba ada tiga bayangan hitam berkelebat dan
melayang ke atas wuwungan! Kong Liang cepat menghampiri tubuh Gui Tiong dan
berjongkok memeriksanya.
Ternyata
keadaan Gui Tiong parah sekali.
Dadanya mengeluarkan banyak darah dan ternyata sebuah senjata rahasia berbentuk bintang yang putih mengkilap telah masuk ke dalam dadanya. Kong Liang terkejut sekali melihat paman gurunya dalam keadaan sekarat dan dia pun mengenai senjata rahasia itu sebagai Gin-seng-piauw (Senjata Rahasia Bintang Perak).
Dadanya mengeluarkan banyak darah dan ternyata sebuah senjata rahasia berbentuk bintang yang putih mengkilap telah masuk ke dalam dadanya. Kong Liang terkejut sekali melihat paman gurunya dalam keadaan sekarat dan dia pun mengenai senjata rahasia itu sebagai Gin-seng-piauw (Senjata Rahasia Bintang Perak).
"Susiok....!"
Dia mengeluh dan menggunakan jari tangannya menotok beberapa jalan darah untuk
mengurangi rasa nyeri, akan tetapi dia maklum bahwa nyawa paman gurunya tidak
mungkin dapat tertolong.
"Kong
Liang... jaga... jaga Siang... Lin....!" Tubuh itu terkulai dan Gui Tiong
telah menghembuskan napas terakhir setelah meninggalkan pesan itu.
"Susiok....
ah, ampunkan saya, Susiok! Sayalah yang menyebabkan semua ini....!"
Kong Liang meratap penuh penyesalan.
Kong Liang meratap penuh penyesalan.
"Orang
muda, menyerahlah engkau!" terdengar bentakan di belakangnya. Kong Liang
melompat ke depan sambil memutar tubuhnya.
Dia melihat seorang wanita bertubuh ramping,
namun wajahnya yang cantik menunjukkan bahwa wanita itu tentu sudah setengah
tua, berusia sekitar lima puluh tahun, pakaiannya indah seperti pakaian wanita bangsawan.
Di punggung wanita itu tampak sepasang pedang dan
di pinggang depan tergantung sebuah kantung merah yang biasanya untuk menyimpan
senjata rahasia. Maklumlah Kong Liang bahwa tentu wanita ini yang telah
membunuh susioknya. "Engkau telah membunuh Susiok!" bentaknya dan
Kong Liang cepat menyerang dengan sepasang siang kek di tangannya.
Akan tetapi wanita itu bergerak cepat bukan
main dan serangannya yang bertubi-tubi itu mengenai tempat kosong! Karena
penasaran, Kong Liang menyerang lebih gencar lagi, mengeluarkan jurus-jurus
yang paling ampuh.
Namun
lawannya berkelebatan dan semua serangannya gagal.
"Heii! Bukankah engkau murid Siauw-lim-pai?" bentak wanita itu. Kong Liang
tidak peduli dan menyerang terus dengan hati semakin penasaran, akan tetapi
kini wanita itu mencabut sepasang pedangnya dan begitu ia menggerakkan sepasang
pedang itu dengan gerakan yang indah dan cepat, Kong Liang terkejut dan
terdesak!
"Bu-tong
Kiam-sut (Ilmu Pedang Bu-tong-pai)?" katanya kaget dan mendengar ini,
wanita itu mempercepat gerakannya.
"Trang-tranggg....!!" Bunga api berpijar dan Kong Liang terhuyung ke belakang.
"Trang-tranggg....!!" Bunga api berpijar dan Kong Liang terhuyung ke belakang.
Dia melihat bahwa tak jauh dari situ terdapat
seorang pemuda dan seorang gadis berdiri menonton perkelahian itu.
Mereka tidak membantu lawannya, dan memang lawannya tidak perlu dibantu karena dialah yang terdesak hebat.
Mereka tidak membantu lawannya, dan memang lawannya tidak perlu dibantu karena dialah yang terdesak hebat.
Tiba-tiba
wanita itu mengeluarkan bentakan dan Kong Liang terhuyung ketika wanita itu
dapat menotok pundaknya dengan gagang pedang.
Sebelum Kong Liang dapat memulihkan kuda-kudanya, kembali pundaknya tertotok dan dia pun lemas, sepasang siang-kek itu terlepas dari pegangan tangannya. "Kun Liong, jangan bunuh dia!" bentak wanita yang telah merobohkan Kong Liang ketika pemuda yang tadi hanya menonton kini melompat dan menodongkan sebatang pedang ke dada Kong Liang yang roboh telentang dalam keadaan lemas.
Sebelum Kong Liang dapat memulihkan kuda-kudanya, kembali pundaknya tertotok dan dia pun lemas, sepasang siang-kek itu terlepas dari pegangan tangannya. "Kun Liong, jangan bunuh dia!" bentak wanita yang telah merobohkan Kong Liang ketika pemuda yang tadi hanya menonton kini melompat dan menodongkan sebatang pedang ke dada Kong Liang yang roboh telentang dalam keadaan lemas.
Pemuda itu
tidak berani menusukkan pedangnya. "Kun Liong, bawa dia ke bawah! Hwi
Siang, cepat perintahkan pengawal untuk menurunkan mayat-mayat itu!" Setelah
berkata demikian, wanita yang amat lihai itu melayang turun dari atas wuwungan.
Wanita itu
bukan lain adalah Nyonya Pangeran Bouw Hun Ki atau Souw Lan Hui yang dulu
ketika masih gadis terkenal di dunia kang-ouw sebagai Sin-hongcu (Burung Hong
Sakti).
Tadi ketika
bayangan tujuh orang itu berlompatan ke atas wuwungan, ia sudah mengetahui dan
cepat ia memberi isarat kepada para penjaga agar menjaga kamar suaminya dan kamar
Putera Mahkota dengan ketat, sedangkan ia sendiri mengajak puteranya, Bouw Kun
Liong, dan puterinya. Bouw Hwi Siang, untuk naik ke atas wuwungan.
Dalam
keadaan remang-remang itu Nyonya Bouw tidak mengenal orang, tidak tahu mengapa
ada yang bertanding di atas wuwungan gedungnya. Baginya, orang-orang yang
berada di atas wuwungan gedungnya pastilah bukan orang baik.
Maka ia pun tidak
ragu lagi untuk menyerang mereka dengan Gin-seng- piauw (Senjata Rahasia Bintang
Perak) yang merobohkan Gui Tiong dan dua orang pengeroyoknya. Melihat bahwa
mereka yang berada di wuwungan telah roboh semua dan hanya tinggal seorang
pemuda, maka Nyonya Bouw lalu melarang anak-anaknya untuk menyerangnya dan dengan
cepat iasendiri menghampiri Kong Liang dan membentaknya agar menyerah.
Kini Kong
Liang telah diikat kaki tangannya dibawa meloncat turun oleh Bouw Kun Liong.
Nyonya Bouw dan Bouw Hwi Siang juga sudah berada di ruangan tamu yang luas dan terang
benderang.
Enam orang mayat juga oleh para perajurit
pengawal telah diturunkan dibawa ke dalam ruangan itu pula, direbahkan berjajar
di atas lantai.
"Ah,
bukankah ini... Gui Kauwsu guru di Pek-ho Bukoan itu....?" kata Bouw Kun
Liong ketika melihat mayat Gui Tiong.
"Betulkah?" kata Nyonya Bouw dengan suara heran, lalu ia memandang kepada Kong Liang yang dibiarkan duduk di atas lantai dengan kaki tangan terbelenggu
"Betulkah?" kata Nyonya Bouw dengan suara heran, lalu ia memandang kepada Kong Liang yang dibiarkan duduk di atas lantai dengan kaki tangan terbelenggu
"Akan tetapi, mengapa murid-murid
Siauw-lim-pai memusuhi kita?"
Kong Liang
sudah pulih dari totokan tadi.
Tubuhnya terlalu kuat sehingga totokan tadi tidak dapat lama mempengaruhinya.
Kini dia sudah mampu bergerak, akan tetapi tentu saja tidak dapat menggerakkan kaki tangan yang terbelenggu.
Tubuhnya terlalu kuat sehingga totokan tadi tidak dapat lama mempengaruhinya.
Kini dia sudah mampu bergerak, akan tetapi tentu saja tidak dapat menggerakkan kaki tangan yang terbelenggu.
Dan dia pun
tidak ingin memaksa diri mematahkan belenggu karena dia tahu bahwa menghadapi wanita
setengah tua itu saja dia tidak menang, apalagi di situ terdapat pemuda dan
gadis itu ditambah lagi beberapa orang perajurit pengawal. Kini Kong Liang
memandang kepada tiga orang yang berada di depannya, duduk di atas kursi dengan
penuh perhatian.
Nyonya
setengah tua ternyata seorang wanita bangsawan, tampak dari pakaian dan gaya
gelung rambutnya, berusia sekitar lima puluh tahun.
Pemuda itu berusia
sekitar dua puluh empat tahun, gagah dan tampan, sedangkan gadis itu berusia
sekitar delapan belas tahun, cantik seperti wanita setengah tua sehingga mudah
menduga bahwa ia tentu puterinya.
Mendengar seruan pemuda itu yang mengenal, susioknya, Kong Liang lalu berkata dengan suara tenang dan tegas.
Mendengar seruan pemuda itu yang mengenal, susioknya, Kong Liang lalu berkata dengan suara tenang dan tegas.
"Gui
Kauwsu adalah Susiok saya dan kami berdua sama sekali tidak memusuhi penghuni
gedung ini, bahkan kami berdua berusaha untuk mencegah niat buruk lima orang
itu terhadap Thai-cu yang berada di gedung ini." Nyonya Bouw terkejut
sekali. "Hemm, mereka hendak berbuat apa terhadap Thai-cu?" tanyanya
lantang.
"Mereka
ditugaskan untuk membunuh Pangeran Kang Shi!"
"Siapa
yang hendak membunuh Thai-cu?" Semua orang menengok ke arah pintu. Kong Liang
melihat seorang laki-laki berusia sekitar lima puluh tiga tahun, tampan dan
gagah, sinar matanya begitu lembut namun tajam sekali. "Ayah, mereka ini
datang dengan rencana membunuh Pangeran Kang Shi. Enam orang telah dapat
ditewaskan dan yang seorang ini ditangkap." kata Bouw Kun Liong.
Pangeran
Bouw Hun Ki mengerutkan alisnya. "Siapakah kalian" Orang muda, tidak sadarkah
engkau bahwa perbuatan kalian ini merupakan dosa yang amat besar dan dapat membuat
engkau dihukum mati?" tanyanya kepada Bu Kong Liang.
Lalu ketika
dia melihat mayat Gui Tiong, dia berseru kaget. "Ah, bukankah ini Guru
Silat Gui Tiong yang membuka Pek-ho Bu-koan" Bagaimana mungkin dia
melakukan ini"
Bukankah dia
itu orang Siauw-lim-pai?"
"Orang
muda, hayo ceritakan semua dengan jelas! Tidak ada gunanya engkau menyangkal
atau berbohong!" bentak Nyonya Bouw dan pandang matanya membuat Kong Liang
menundukkan mukanya.
Begitu tajam pandang mata itu,seperti menembus
jantungnya. Akan tetapi dia segera teringat bahwa dia dan Gui Tiong tidak
bersalah, maka dia mengangkat lagi mukanya dan berkata dengan suara tenang dan
tegas. "Seperti saya akui tadi, saya bernama Bu Kong Liang dan ini adalah
jenazah Susiok (Paman Guru) Gui Tiong. Kami adalah murid-murid Siauw-lim-pai
dan tidak mungkin kami memusuhi pemerintah, apalagi berniat membunuh Pangeran
Mahkota!"
"Ceritakan
saja dengan jelas, orang muda, apa yang sebetulnya terjadi?" tanya
Pangeran Bouw Hun Ki. Melihat sikap halus pangeran itu, Bu Kong Liang maklum bahwa
dia berhadapan dengan orang yang dapat diajak bicara dan bijaksana, maka dia
pun menceritakan dengan sejujurnya.
"Saya
mau menceritakan yang sejujurnya, akan tetapi saya juga ingin mengetahui kepada
siapa saya akan bercerita." Bouw Kun Liong yang biasanya disebut Bouw
Kongcu (Tuan Muda Bong) menghardik. "Kamu ini penjahat yang tertawan dan
menjadi pesakitan, masih lancang bertanya lagi! Hayo ceritakan dengan
sebenarnya!" Pangeran Bouw Hun Ki mengangkat tangan kanan ke atas sambil
memandang puteranya, lalu berkata kepadanya.
"Biarlah,
Kun Liong, agar dia mengetahui siapa kita. Bu Kong Liang, aku adalah Pangeran
Bouw Hun Ki, adik Sribaginda Kaisar dan ini adalah isteriku. Pemuda ini
puteraku Bouw Kun Liong dan gadis ini puteriku Bouw Hwi Siang."
Mendengar
ini, Kong Liang yang duduk di atas lantai membungkukkan badan untuk memberi
hormat.
"Pangeran,
saya datang dari Kuil Siauw-Iim di kaki Gunung Sung-san dan menuju ke kota raja
untuk meluaskan pengalaman dan untuk mengunjungi Susiok Gui Tiong dan keiuarganya.
Akan tetapi di tengah perjalanan, saya dihadang dan diserang oleh Hui-eng-to
Phang Houw dan Ketua Liong- bu-pang Louw Cin yang membawa sepasukan perajurit.
Saya berhamil selamat dan kedua orang itu melarikan diri.
Agaknya itulah
sumber malapetaka. Ketika saya datang, dan mengunjungi Perguruan Pek-ho Bu-koan
yang dipimpin Susiok Gui T iong, datang utusan Jaksa Ji memanggil Susiok Gui T
iong dan saya untuk menghadap. Setelah kami menghadap, kami langsung ditangkap
dan dipenjarakan, dengan tuduhan memberontak. Kemudian, malamnya datang para
pembantu Pangeran Leng Kok Cun yang mengambil kami dari rumah tahanan dan kami
dihadapkan kepada Pangeran Leng Kok Cun.
Ternyata
yang mengatur penangkapan saya dan Susiok Gui T iong adalah Pangeran Leng
itu." Pangeran Bouw Hun Ki saling pandang dengan isterinya
lalu
mengangguk-angguk.
"Saya
tidak pernah memberontak, demikian pula Susiok Gui Tiong, maka di depan Pangeran
Leng kami juga menolak tuduhan memberontak itu. Pangeran Leng lalu memaksa kami
berdua untuk menyerah dan menaati semua perintahnya, kalau tidak dia akan
menyeret kami ke pengadilan dengan tuduhan memberontak agar kami dijatuhi
hukuman mati.
Pangeran
Leng lalu memperlihatkan puteri Susiok Gui Tiong, yaitu Sumoi Gui Slang Lin yang
ternyata juga sudah ditawannya kepada kami. Melihat ini, kami berdua merasa tidak
berdaya. Kalau kami melawan dan me larikan diri, tentu Sumoi Gui Siang Lin akan
dibunuhnya.
Dengan gadis itu menjadi sandera, untuk
sementara kami terpaksa tunduk kepada Pangeran Leng." .
"Lalu
apa hubungannya semua itu dengan kedatangan kalian bertujuh ke atas wuwungan
rumah kami?" tanya Bouw Hujin (Nyonya Bouw) sambil menatap tajam.
"Malam
itu Susiok Gui Tiong dan saya ditugaskan oleh Pangeran Leng Kok Cun untuk
datang ke sini dan membunuh 'Putera Mahkota yang katanya berada di sini."
"Huh!
Dan engkau menaati perintah itu, ya" Hendak membunuh Thai-cu?" bentak
Bouw Kun Liong tidak sabar. Agaknya sudah gatal rasa tangan pemuda ini untuk membunuh
Kong Liang, saking marahnya mendengar murid Siauw-lim-pai itu hendak membunuh
Pangeran Kang Shi!
"Tidak,
kami menaati hanya untuk mencegah dia membunuh Sumoi Siang Lin. Kami berdua
diikuti Twa-to Ngo- liong, lima orang jagoan pembantu Pangeran Leng.
Diam-diam kami
berdua bersepakat untuk turun tangan membunuh Twa- to Ngo-liong setelah tiba di
s ini, kemudian kami akan berusaha membebaskan Sumoi. Setelah tiba di atas
wuwungan, kami bertindak. Saya berhasil membunuh tiga dari lima orang Twa- to
Ngo-liong dan pada saat itu Susiok Gui Tiong dikeroyok dua orang. Tiba-tiba
saya melihat Susiok Gui T iong dan dua orang pengeroyoknya roboh."
"Akan
tetapi mengapa engkau menyerangku ketika aku minta engkau menyerahkan diri?"
tanya Nyonya Bouw sambil mengerutkan alisnya. Kalau cerita pemuda itu benar,
dan agaknya tidak dapat diragukan lagi kebenarannya, berarti ia telah salah
tangan membunuh Kauwsu Gui Tiong yang tidak berdosa! "Begini soalnya,
Hujin.
Karena saya
melihat Paduka menyerang Susiok Gui Tiong dengan Gin-seng-piauw, maka saya
mengira bahwa Paduka tentu seorang dari musuh-musuh kami, maka ketika Paduka
menyuruh saya menyerah, saya menyerang Paduka." Ucapan Bu Kong Liang
dengan suara yang tenang dan tegas sehingga tidak dapat diragukan kebenarannya.
"Hemm, kalau benar begitu, sungguh aku merasa menyesal sekali.
Aku menyerang tiga orang yang sedang
bertanding di atas wuwungan, tidak tahu siapa kawan siapa lawan, maka sangat
menyesal aku telah kesalahan tangan membunuh Gui Kauwsu yang tidak berdosa. Sekarang
sebuah pertanyaan lagi, Bu Kong Liang! Mengapa engkau dan Gui Kauwsu tidak menaati
perintah Pangeran Leng untuk membunuh Putera Mahkota, bahkan berbalik menyerang
dan membunuh lima orang anak buahnya?"
"Hujin
yang mulia, Susiok Gui Tiong sudah bertahun-tahun tinggal di kota raja.
Pernahkah
dia melakukan pemberontakan" Saya sendiri baru keluar dari kuil Siauw-lim dan
para Suhu di sana melarang saya mencampuri urusan mereka yang menentang
pemerintah Kerajaan Ceng. Bagaimana mungkin kami berdua mau melakukan tugas membunuh
Putera Mahkota yang sama sekali tidak saya kenal dan sama sekali tidak ada
urusan dengan kami berdua.
Kalau kami pura-pura menaati perintah Pangeran
Leng, hal itu karena hanya kami ingin menyelamatkan Sumoi Gui Siang Lin yang
disandera."
Tiba-tiba
Pangeran Bouw Hun K i berkata kepada puteranya.
"Kun
Liong, buka ikatan tangan dan kakinya!"
Setelah
mendengar cerita Kong Liang, Bouw Kun Liong juga menyadari bahwa pemuda
Siauw-lim-pai ini tidak bersalah, maka mendengar perintah ayahnya, dia lalu
melepaskan ikatan kaki dan tangan Kong Liang.
"Duduklah."
kata Pangeran Bouw Hun Ki. Kong Liang mengucapkan terima kasih lalu duduk di atas
sebuah kursi. Pangeran Bouw Hun Ki lalu menyuruh para penjaga untuk mengurus
enam mayat itu.
Lima buah
mayat Ngo-liong itu dimasukkan ke dalam peti, akan tetapi jenazah Gui Tiong dirawat
baik-baik dimasukkan peti mati yang tebal dan diatur meja sembahyang di depan
peti.
Kong Liang
bersembahyang dengan sedih di depan peti mati susioknya. Bukan hanya dia yang
melakukan sembahyang, bahkan Nyonya Bouw juga bersembahyang dan mengucapkan
permintaan maaf karena ia telah salah mengerti dan membunuh Gui Tiong yang
tidak berdosa.
Tadinya, dengan
marah Pangeran Bouw Hun Ki ingin mengirim lima jenazah Twa-to Ngo-liong kepada
Pangeran Leng Kok Cun. Akan tetapi Kong Liang mencegah dengan ucapan penuh hormat.
"Saya harap Paduka suka mempertimbangkan kembali pengiriman lima jenazah
Twa-to Ngo-liong itu kepada Pangeran Leng, karena kalau hal itu dilakukan,
sudah pasti Sumoi Gui Siang Lin akan dibunuh."
"Hemm,
memang pengiriman itu sebaiknya ditunda lebih dulu, biar aku dan Bu Kong Liang
ma lam ini juga membebaskan gadis itu!" kata Nyonya Bouw.
Malam itu
juga, Bouw Hujin dengan pakaian ringkas berwarna hitam, bersama Kong Liang
menuju ke gedung tempat tinggal Pangeran Leng. Dalam perjalanan ini, Bouw Hujin
sudah berunding dengan Kong Liang, mengatur siasat bagaimana untuk membebaskan Gui
Siang Lin.
Setelah tiba
di belakang gedung tempat tinggal Pangeran Leng Kok Cun yang megah seperti
istana, sesuai dengan rencana siasat mereka, Bouw Hujin menanti dalam kebun
belakang dan Kong Liang langsung saja memasuki gedung lewat pintu depan.
Beberapa
orang petugas yang menjaga di situ, segera menyambut dan mengenalnya. Maka Kong
Liang diantar masuk menuju ruangan dalam di mana telah menanti Pangeran Leng
Kok Cun yang didampingi Pat- chiu Lo-mo, Hui-eng-to Phang Houw, Liong-bu-p
angcu Louw Cin dan lima orang lain yang berpakaian sebagai perwira tinggi.
Agaknya
mereka itu adalah perwira-perwira yang mendukung Pangeran Leng. Begitu Kong
Liang memasuki ruangan itu dan perajurit yang mengawalnya meninggalkan ruangan,
Pangeran Leng Kok Cun segera menyambut Kong Liang dengan pertanyaan penuh
harapan. "Bagaimana hasilnya tugasmu, Bu Kong Liang" Dan mana Gui T
iong dan T wa-to Ngo-liong?"
"Pangeran,
saya harap Gui Siang Lin dibebaskan karena saya telah melaksanakan perintah
Paduka." kata Kong Liang.
"Nanti
dulu, jangan tergesa-gesa. Ceritakanlah dulu kepada kami bagaimana hasil tugasmu
itu!" kata Pat-chiu Lo-mo dan Pangeran Leng Kok Cun yang mendengar ini
mengangguk.
"Saya
telah berhasil membunuh Pangeran Mahkota."
"Akan
tetapi di mana enam orang lainnya?" tanya pula Pangeran Leng.
"Mereka semua tewas. Kami mendapat perlawanan yang kuat. Saya berhasil masuk dan membunuh pangeran itu seperti yang Paduka perintahkan.
"Mereka semua tewas. Kami mendapat perlawanan yang kuat. Saya berhasil masuk dan membunuh pangeran itu seperti yang Paduka perintahkan.
Akan tetapi
Susiok Gui T iong dan Twa-to Ngo-liong tewas." Pemuda itu lalu menoleh ke arah
dalam di mana Siang Lin ditahan. "Saya mohon Paduka sekarang membebaskan
Nona Gui Siang Lin. Ayahnya telah melaksanakan perintah Paduka sampai
mengorbankan nyawanya."
"Bagus!"
Pangeran Leng Kok Cun tersenyum gembira sekali mendengar bahwa Pangeran Kang
Shi yang masih kanak- kanak itu berhasil dibunuh. Dia sama sekali tidak peduli mendengar
betapa Gui Tiong dan Twa-to Ngo-liong yang membantunya itu tewas. "Bebaskan
gadis itu!" perintahnya kepada Phang Houw dan Louw Cin. "Bawa ia ke
sini!"
"Nanti
dulu!" Pat-chiu Lo-mo berseru menahan dua orang yang hendak melaksanakan
perintah Pangeran Leng itu sehingga mereka berhenti melangkah.
"Pangeran,
sungguh tidak bijaksana kalau membebaskan gadis itu sekarang. Sebaiknya Paduka
tunggu sampai berita tentang kematian Pangeran Mahkora Kang Shi disiarkan besok
sehingga keterangan Bu Kong Liang ini benar!"
"Engkau
benar, Lo-mo! Kita tunggu sampai besok pagi!" kata Pangeran Leng sambil memberi
isarat kepada dua orang pembantunya agar membatalkan perintahnya. Mereka pun duduk
kembali. Tahulah Kong Liang bahwa siasatnya untuk membebaskan Gui Siang Lin
yang pertama telah gagal dan dia harus menggunakan siasatnya yang ke dua. Dia
mencabut sepasang tombak bercabang dan berseru kepada Pat-chiu Lo-mo.
"Kakek
busuk! Engkau tidak percaya kepadaku berarti engkau menghinaku!" Setelah berkata
demikian, dia menyerang dengan siang-kek di kedua tangannya. Pat-chiu Lo-mo cepat
melompat ke belakang sambil menggerakkan tongkatnya.
"Kalau
engkau laki-laki, mari keluar! Kita bertanding di luar gedung!" Kong Liang
berseru lagi sambil melompat ke luar.
"Kejar
dia!" Pat-chiu Lo-mo berseru sambil mengejar. "Pangeran, dia menipu
kita!" Mendengar ini, Hui-eng-to Phang Houw, Liong-bu-pang Louw Cin dan
lima orang perwira tinggi itu mencabut senjata masing-masing dan mengejar
keluar.
Pangeran
Leng Kok Cun yang mulai curiga kepada Kong Liang cepat memberi tanda kepada
para penjaga di istananya untuk membantu Pat-chiu Lo-mo, bahkan dia sendiri
juga keluar karena pangeran ini pun bukan orang lemah. Kong Liang sudah bertanding
melawan Pat-chiu Lo-mo dan tak lama kemudian dia sudah dikeroyok banyak orang.
Akan tetapi
pemuda itu dengan amat gagahnya membela diri. Sepasang tombak pendek itu
digerakkan sedemikian rupa sehingga membentuk dua gulungan sinar yang mengurung
tubuhnya sehingga semua serangan banyak pengeroyok itu dapat tertangkis.
Pengeroyok
yang tidak begitu kuat, begitu senjatanya tertangkis, terhuyung atau bahkan ada
yang senjatanya terpental dan terlepas dari pegangannya karena jago muda
Siauw-lim-pai" ini mengerahkan tenaga saktinya.
Sementara
itu, Bouw Hujin yang berada di atas genteng, mendapat kesempatan baik. Selagi
semua penjaga lari keluar untuk ikut mengeroyok Kong Liang, yang menjaga Gui
Siang Lin hanya enam orang pemanah yang berada di atas atap dan yang siap
membunuh gadis itu dengan anak panah mereka kalau ada isarat Pangeran Leng Kok
Cun seperti yang diperintahkannya......
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment