Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Pedang Pusaka Naga Putih
Jilid 09
Ternyata
setelah Han Liong dan Pauw Lian bermain sungguh-sungguh dan balas menyerang,
dengan mudah saja mereka membikin Ngo-heng-tin yaag terkenal kuat itu menjadi
kucar-kacir! Kalau mereka mau, mudah saja mereka merobohkan lawan-lawan itu,
tetapi keduanya cukup bijaksana dan tahu mana kawan mana lawan!
Dan dalam
pertempuran inilah terasa oleh keduanya, baik Han Liong maupun Pauw Lian, bahwa
kedua Ilmu pedang mereka sesungguhnya merupakan Ilmu pedang pasangan yang jika
dimainkan bersama-sama dan saling bantu-membantu, merupakan Ilmu pedang yang
kuat dan cocok sekali. Mereka dapat saling membantu dengan demikian tepat
hingga seakan-akan mereka hanya mempunyai satu pikiran dan satu perasaan!
Diam-diam mereka merasa girang sekali.
Sementara
itu, jurus-jurus telah dilewati lebih dari seratus lima puluh jurus, sedangkan
kelima kakek she Lok itu telah mandi keringat karena setiap serangan kedua anak
muda itu disertai tenaga dalam yang hebat sehingga untuk menangkisnya meskipun
harus mengerahkan tenaga dalam yang membuat mereka lelah sekali. Tapi untuk
menghentikan kedua anak muda itu, mereka merasa malu.
"Sudah
cukup seratus jurus!" tiba-tiba Khouw Sin Ek memperdengarkan suaranya yang
nyaring. Han Liong dan Pauw Lian menahan gerakannya dan kedua bahaya itupun lenyap.
Mereka berdua berdiri saling pandang penuh arti, kemudian bersama-sama menjura
dihadapan kelima Ngo-lohiap sambil berkata,
"Terima
kasih atas kemurahan dan pengunjukan Ngo-lohiap."
Lok Ho kakek
yang tertua menggunakan lengan bajunya menghapus peluh di dahinya. Ia tersenyum
dan mengangguk-anggukkan kepala,
"Sungguh
kami tak tahu diri. Jangankan kalian berdua, seorang diripun kami lima orang
kakek loyo bukanlah tandinganmu. Selamat, Si Beng-cu, tidak hanya kami suka
sekali mengaku kau sebagai bengcu, bahkan aku sendiri mau mengaku bahwa untuk
zaman ini, Ilmu pedangmu boleh dikatakan yang paling tertinggi tingkatnya.
Sungguh arwah Si lo-enghiong boleh merasa bangga karena beliau mempunyai
seorang putera seperti kau!"
Inilah
pujian yang tinggi sekali hingga Khouw Sin Ek diam-diam merasa girang akan
kejujuran Lok Ho. Namun, Souw Kwan Pek si Toya Ular Dewa tetap merasa
penasaran. Kalau diadakan perbandingan, ia mempunyai ilmu sitat jauh lebih
tinggi daripada para kakek she Lok itu, biarpun harus ia akui bahwa belum tentu
ia sanggup pukul pecah Ngo-heng-tin yang lihai.
Selain ilmu
toyanya yang sangat hebat. Kakek ini mempunyai tenaga lweekang yang terlatih
puluhan tahun lamanya hingga ia dapat menggunakan kepalan tangannya untuk
memukul ke arah air dalam sumur dan membikin angin pukulannya itu menggerakkan
air sampai melonjak ke atas. Maka, kini melihat Han Liong yang masih begitu
muda tapi sudah begitu tinggi ilmu silatnya, ia merasa belum puas dan ingin
mencobanya dengan tangan sendiri!
Dengan cepat
Souw Kwan Pek melompat ke atas panggung dan ia menjura kepada Pauw Lian dan
berkata. "Sungguh lihai ilmu pedangmu lihiap, aku yang tua merasa tunduk
sekali!”
Berbareng
dengan ucapan ini, ia mengerahkan tenaga dalamnya dan dengan tak kentara kedua
tangannya terangkat dan dari situ menyambar angin pukulan ke arah rambut kepala
Pauw Lian yang terbungkus sutera hijau. Maksud Souw Kwan Pek hanya akan membuat
ikat rambut itu terpukul dan terlepas. Tapi Pauw Lian telah waspada, karena
tiba-tiba saja tubuhnya berkelebat dan ia lenyap dari depan Souw Kwan Pek.
Selagi kakek itu terkejut dan heran, terdengar suara halus nona Pauw Lian di
belakangnya.
"Souw
Lo enghiong, aku yang muda tak berani menerima penghormatan demikian
besar."
Souw Kwan
Pek cepat memutar tubuhnya. Ia terheran-heran menyaksikan ginkang atau ilmu
ringankan tubuh yang demikian luar biasa. Ternyata gadis cerdik itu telah
melawan kekuatan tenaga dalamnya dengan kecepatan gerakannya.
"Hh,
maaf, maaf...!” katanya dan ia merasa mukanya merah ketika terdengar suara
Khouw Sin Ek tertawa bergumam.
Karena masih
penasaran juga, ia menghampiri Han Liong. Sambil berkata. "Si Bengcu, kau
begini muda, tetapi begini gagah, sungguh membikin aku orang tua iri
sekali." Ia menggunakan tangan kirinya menekan pundak Han Liong dengan
maksud menggunakan tenaganya untuk memaksa anak muda itu membungkuk sedikit.
Tetapi Han
Liong yang sudah tahu bahwa ia sedang diukur segera menggunakan kepandaiannya
'sia-kut-hwat' yang ia dapat dari Pauw Kim Kong dan sekalian menggunakan tenaga
dalamnya yang terlatih ketika ia berada di Kam-hong-san. Tetapi ia diam-diam
terkejut karena biarpun tenaga pertahanannya cukup kuat, masih saja ia merasa
seakan-akan pundaknya tertekan oleh tenaga ribuan kati dan kulitnya terasa
panas dan perih!
Sebenarnya,
dalam hal tenaga dalam, Han Liong masih kalah setingkat oleh Souw Kwan Pek,
tetapi tubuh Han Liong semenjak kecil telah dilatih hebat, lagi pula di dalam
tubuhnya telah mengalir obat mukjizat yakni racun ular hitam dan putih, maka ia
masih dapat menahannya dan kulitnya tak menderita luka serta tulangnya tidak
menderita pukulan.
Sebaliknya,
Souw Kwan Pek merasa kagum ketika jari-jari tangannya menyentuh kulit yang
licin bagaikan belut itu, tetapi keras melebihi baja, sedangkan di balik kulit
pundak itu lunak dan halus sehingga sebagian besar tenaga tekanannya punah!
Biarpun kejadian ini hanya berjalan beberapa detik saja, namun buku-buku
jarinya terdengar berkeratakan sehingga ia terkejut sekali dan buru-buru
mengangkat tangannya lalu menjura.
"Si
Bengcu, kau biarpun muda tetapi patut menjadi pemimpin kami, aku yang tua
takluk padamu.” Han Liong cepat membalas menjura dengan hormat sekali.
Peristiwa
mencoba ilmu Han Liong dengan secara diam-diam ini tidak kentara oleh orang
lain dan yang mengerti hanya mereka yang telah tinggi ilmu kepandaiannya
seperti Un Kiong dan gurunya, para locianpwe yang mewakili masing-masing cabang
persilatan, dan guru-guru Han Liong. Mereka ini diam-diam merasa kagum sekali
akan kelihaian Pauw Lian dan Han Liong yang dapat menundukkan orang tua she
Souw yang gagah perkasa itu.
Setelah
semua orang setuju akan pengangkatan Han Liong sebagai beng-cu, maka
diadakanlah perjamuan yamg penuh kegembiraan. Kemudian para locianpwe mengadakan
rapat untuk membicarakan soal surat penting yang dapat dirampas oleh Tan Un
Kiong di istana putih itu.
Setelah
dirundingkan masak-masak, maka diambil keputusan bersama-sama membasmi dulu
kaki tangan Co Thaikam dan sedapat mungkin melenyapkan Thaikam jahat itu,
barulah kemudian menghadap kaisar untuk menyadarkan kaisaar akan pengaruh-
pengaruh jahat sehingga pemerintah kaisar itu sampai menindas rakyat jelata.
Kalau kaisar kaisar tidak menurut, barulah diusahakan penghancurannya!
Un Kiong
mendapat tugas untuk kembali ke kota raja dan berunding dengan ayahnya. Menurut
paham Han Liong, sudah sepatutnya seorang gagah seperti ayah Un Kiong itu
diberitahu sejelas-jelasnya tentang maksud dan usaha mereka. Surat-surat
rencana pemberontakan Co Thaikam juga diserahkan Kepada Un Kiong untuk
diberikan dan disimpan selanjutnya di tangan Tan cianbu sebagai bukti dan nanti
pada saatnya diperlihatkan kepada kaisar. Mereka mengatur rencana untuk
menyerbu istana putih pada malam hari, dan tugas-tugas telah dibagi-bagi.
Pada malam
hari kedua, belum juga Un Kiong meninggalkan tempat itu. Ia agaknya tiada
sampai hati untuk meninggalkan tempat itu dan ia tampak banyak mengobrol dengan
Hong Ing. Kedua teruna remaja ini nampak demikian rukun dan mesra sehingga
diam-diam Kouw Sin Ek, Han Liong dan Pauw Lian dapat menduga apa yang
terkandung dalam hati Hong Ing dan Un Kiong. Ketika Khouw Sin Ek hendak
meninggalkan Gunung Beng-san dan kembali ke tempatnya sendiri, ia memanggil
muridnya itu dan dengan wajah berseri-seri ia berkata,
"Un
Kiong, agaknya sudah tiba masanya kau mengikat janji dengan seorang wanita
untuk sehidup semati!."
"Eh...
ah, apa maksud suhu?" pemuda itu terbelalak heran.
"Kau
selalu pandai bersandiwara, muridku. Kau kira aku yang sudah mengenalmu luar
dalam ini tak mengerti akan sikapmu terhadap nona Hong Ing?”
Disebutnya
nama ini membuat wajah Un Kiong tiba-tiba saja menjadi merah dan ia terpaksa
menundukkan mukanya karena rahasianya telah diterka oleh gurunya sendiri.
"Bagaimana
kalau aku memberitahu pada ayahmu dan juga menanyakan pendapat Si Bengcu?
Karena dia inilah yang berhak memutuskan nasib adiknya."
Terpaksa Un
Kiong hanya mengangguk perlahan, "terserah kepada suhu sajalah."
Dan gurunya
tertawa terbahak-bahak. Sementara itu, Hong Ing yang hendak membuktikan
ancamannya untuk membalas godaan Han Liong ketika ia membela Un Kiong dulu itu,
sedang menjalankan rencananya. Ia tampak bicara berdua dengan Han Liong di
pekarangan belakang.
"Han-ko,
aku kagum sekali melihat kepandaian cici Pauw Lian. Kurasa mencari seorang
gadis sepandai dia itu di atas dunia ini sukar didapat keduanya" Hong Ing
mulai dengan muslihatnya.
Karena gadis
itu bicara dengan suara sungguh-sungguh, Han Liong mengangguk membenarkan.
“Memang, kepandaian ilmu pedang Pauw sumoi sudah mencapai tingkat tinggi.
Lebih-lebih gin-kangnya, ia sudah boleh dibilang mendekati kesempurnaan."
"Selain
kepandaiannya yang sangat lihai, iapun berbudi halus dan baik hati
sekali."
"Hm,
hal ini aku tak tahu benar," jawab Han Liong sederhana, tapi diam-diam
dalam hatinya mempertimbangkan ucapan Hong Ing ini.
"Ya, ia
memang seorang gadis yang baik dan sukar dicari bandingnya. Pula, ia cantik
jelita."
Han Liong
mengerling ke arah adiknya karena dalam suara gadis itu ia menangkap sesuatu
yang tak wajar yang menjadi tanda tanya. Hendak kemanakah tujuannya Hong Ing
dengan ucapannya itu, pikirnya. Tapi ia tidak menjawab.
"Cici
Pauw Lian cantik jelita, berhati baik, berkepandaian tinggi, benar-benar
seorang siocia yang patut dikagumi, bukankah demikian, koko?"
"Hm,
barangkali... ya mungkin benar kata-katamu itu. Ia patut dikagumi,” jawabnya
perlahan.
"Dan....
dan pantas pula dicinta, bukan, koko?”
Tiba-tiba
Han Liong menatap wajahnya. Ah, kesanakah arah tujuannya? "Adik Ing, apa
hubungannya keadaan Pauw sumoi dengan aku? Apa maksudmu menceritakan kesemuanya
itu padaku? Ia boleh jadi cantik, pandai, tapi hal itu tiada sangkut-pautnya
dengan aku."
Han Liong
lalu memalingkan mukanya karena ia tidak mau menjadi korban godaan Hong Ing
lebih lanjut. Hong Ing masih memuji-muji kecantikan Pauw Lian, dan
memancing-mancing agar Han Liong mau membuka 'rahasia hatinya', supaya ia
mendapat giliran untuk menggodanya, tapi Han Liong yang sudah maklum akan
maksud adiknya yang nakal ini pura-pura tak mendengarnya dan sikapnya dingin
saja seakan-akan ia betul-betul tidak memperdulikan sedikit jua akan hal Pauw
Lian yang dipuji-pujinya itu. Sikapnya ini membuat Hong Ing kewalahan dan ia
mulai putar-putar otak mencari siasat baru.
"Tapi
Han-ko." Demikian gadis yang cerdik ini merobah siasatnya, "ada
sebuah hal pada diri cici Pauw Lian yang membuat hatiku tidak puas, bahkan
selalu terasa di hatiku. Dan hampir-hampir aku benci kalau mengenangkan hal
ini."
Hong Ing
telah dapat mengatur suaranya demikian rupa hingga mau tak mau Han Liong merasa
tertarik. Tak terasa lagi pemuda ini cepat-cepat bertanya. "Apa? Apakah
cacadnya maka kau merasa penasaran?" Suaranya mengandung keinginan tahu
besar sekali hingga diam-diam Honi Ing hatinya merasa geli. Baru dicela sedikit
saja Han Liong sudah bingung tak karuan!
"Cacadnya
ialah kesombongannya. Agaknya kecantikan dan kepandaiannya membuat ia sombong
dan tak tahu diri!"
"Hm, benarkah
begitu?" Han Liong masih ragu-ragu akan kebenaran kata-kata adiknya ini.
"Ah,
tentu kau tak mau percaya, koko, karena kau sudah... anggap dia seorang dewi
yang tiada cacad!" selanya lagi.
"Eh,
eh, jangan main-main, adik Ing. Sebenarnya, mengapa kau katakan dia sombong dan
tak tahu diri?"
"Tidak,
ah. Kau nanti marah."
Han Liong
makin bernafsu, ingin tahu. "Aku berjanji takkan marah."
"Kau
berjanji? Bagus kalau begitu. Nah, tahukah kau apa katanya padaku setelah kau
dan menyerbu menyerbu barisan Ngo-heng-tin-fa bilang bahwa jika ia maju seorang
diri menggunakan Ouw-liong Pokiamnya, tentu dengan mudah ia dapat memukul pecah
barisan itu, tapi karena ada kau, maka ia menjadi canggung, karena gerakannya
kacau oleh permainmu!”
Han Liong
tiba-tiba mengerutkan keningnya. "Betul dia berkata begitu'" suaranya
mengandung ketidakpercayaan.
"Kau
tidak percaya bukan? Biarlah, masa bodoh kau mau percaya atau tidak, tapi
tahukah kau apa jawabnya ketika kutanya apakah dia telah bertunangan? Ia jawab
bahwa agaknya ia takkan kawin selama hidupnya karena ia telah bersumpah bahwa
ia hanya mau kawin dengan seorang pemuda yang dapat mengalahkan Ilmu pedangnya!
Yang membuat hatiku lebih panas lagi ialah ketika kukatakan padanya bahwa ilmu
pedangmu juga lihai dan tinggi, tapi la menjawab dengan suara dingin bahwa
biarpun Pek-liong Pokiam juga sebuah pedang pusaka yang baik dan setara dengan
pedangnya, namun ilmu pedangmu hanya indah dilihat saja, tapi isinya kurang dan
masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Ouw-liong Kiamsut!"
Hio Liong
merasa mukanya panas dan ia tidak tahu bahwa kulit mukanya menjadi merah, tanda
bahwa hatinya telah berubah menjadi kayu kering yang dimakan oleh api yang
dilepas Hong Ing. Tapi ia masih dapat menekan perasaan dan penasarannya, dan
mencoba membantah keterangan adiknya ini dengan jawaban.
"Benar-benarkah
ia berkata begitu?"
Hong Ing
menghela nafas panjang. "Ah, sudahlah. Kau mana mau percaya! Rupanya kau
telah jatuh hati betul-betul padanya! Agaknya kau takkan percaya juga jika
kukatakan bahwa cici Pauw Lian telah mengundang kau untuk mencoba ilmu pedang
di sini pada malam ini jam dua belas tengah malam nanti?"
Han Liong
lompat berdiri. "Apa katamu?"
Hong Ing
juga lompat berdiri dan bertolak pinggang. "Kataku, nanti jam dua belas
tengah malam, cici Pauw Lian akan datang di sini antuk mencoba ilmu pedangmu,
yakni kalau kau berani!"
"Kalau
aku berani?" jawab Han Liong marah. "Mengapa aku takkan berani? Tapi,
benar-benarkah demikian besar hasrat Pauw sumoi itu?"
"Buktikan
saja malam ini. Tapi jangan lupa, kau harus pakai kedok sapu tangan."
"Eh,
ada apa lagi ini? Harus pakai kedok? Mengapa?"
"Begitulah
kehendak Pauw cici! Dia sendiri juga pakai kedok, agaknya ia malu bertemu muka
denganmu tanpa kedok!"
Habis
berkata begini, Hong Ing pergi, tak perduli akan panggilan Han Liong yang masih
hendak bertanya. Pemuda ini merasa heran sekali. Benar-benarkah semua
keterangan Hong Ing tadi? Mustahil Pauw Lian demikian sombong! Tapi, biar
demikian Hong Ing tak pernah membohong, sekalipun ia amat nakal. Ah, biarlah,
ia akan menanti sampai tiba saatnya tengah malam!
Hong Ing
langsung menuju ke kamar Pauw Lian yang memang mendapat kamar bersama-sama dia.
Pauw Lian sedang duduk seorang diri membereskan rambutnya yang hitam dan
panjang itu. Hong Ing tak berkata sesuatu, hanya dengan muka asam terus saja
membanting diri di atas pembaringan dan rebah telentang.
"Ea,
kau kenapa, Ing moi! Kenapa mukamu merah padam seperti orang marah? Apakah kau
ribut mulut dengan Tan Kongcu?" Hong Ing gigit bibirnya karena
datang-datang ia diganggu oleh Pauw Lian yang jenaka. Awas, pikirnya. Awas
pembalasanku!
"Memang
aku baru saja ribut mulut. Tapi bukan dengan pemuda she Tan itu, dan aku
bertengkar karena membelamu, cici. Sebaliknya yang dibela tidak mengerti,
bahkan datang-datang menggoda, Ah, memang dunia ini tidak adil!"
Pauw Lian
mendekati dan memegang lengannya. "Kau membelaku sampai bertengkar dengan
orang lain? Ah, maaf, adikku yang manis. Kenapa kau bertengkar dan dengan
siapa?"
"Ah,
aku tak berani memberi tahu, takut kau akan menjadi marah."
Tentu saja
kata-kata ini membuat Pauw Lian makin ingin tahu dan ia mendesak. "Aku
takkan marah, adik Ing, katakanlah."
"Aku
bertengkar dengan Han-ko karena dia mencelamu!"
"Sie
suheng? Dia mencelaku? Biarlah, itu hal yang lumrah, mengapa kau harus
membelaku?”
"Hm,
hm, rupa-rupanya ada apa-apa dalam dadamu, cici, hingga kau menerima saja
dicela dan dipandang ringan olehnya, sedangkan aku yang mendengarnya saja
menjadi panas hati."
"Tapi...
benar benarkah Sie suheng mencela dan memandang ringan padaku? Agaknya... ha!
Itu tak boleh jadi. Tak mungkin dia berwatak demikian.”
"Nah,
nah, itulah kalau orang sudah tertawan! Kau baru saja bertemu padanya,
sedangkan aku sudah bertahun-tahun kumpul dengannya, siapakah yang tidak tahu
akan wataknya?"
"Ya
sudahlah, kau yang benar. Tapi ia mencela dalam hal apakah?"
"Ia
mencela ilmu pedangmu! Ia katakan bahwa ilmu pedangmu masih mentah dan lemah
dan bahwa hanya di luarnya saja tampak bagus dipandang, tapi kalau dipakai
bertempur tidak berarti banyak! Tentu saja hal ini kubantah karena aku tak
senang melihat kesombongannya, tapi kalau kau tidak percaya dan masih
penasaran, malam ini jam dua belas tengah malam nanti, ia menanti di dalam
kebun belakang untuk mencoba dan mengukur Ilmu Pedang Ouw-liong Kiam-sut!"
Siapa orangnya
yang takkan merasa panas hati mendengar kata-kata yang membakar yang keluar
dari mulut kecil mungil dengan bibirnya yang manis dan wajah yang
bersungguh-sungguh itu? Pauw Lian biarpun orangnya jenaka dan cukup mendapat
didikan ilmu batin dari gurunya, namun pada hakekatnya ia memang mudah juga
menjadi marah seperti Hong Ing, mana ia dapat menahan hatinya?
Warna merah
mulai menjalar di kulit muka sampai ke telinganya. Kepalanya yang cantik
bergerak-gerak hingga sepasang anting-anting di kedua telinganya berbunyi
kelentang-kelenting. Melihat sinar mata yang berapi itu terkejutlah hati Hong
In dan ia merasa telah membakar terlampau panas. Segera ia berkata,
"Tapi,
cici jangan marah kepada Han-ko. Sebenarnya dia bilang demikian itu karena
sedang bertengkar denganku, hingga karena marah ia lalu bicara demikian. Tentu
saja dia tidak sengaja bermaksud memandang rendah padamu. Tapi aku ada jalan
yang baik, Cici. Bagaimana kalau kau layani dia dengan pakai kedok saputangan?
Kau tak usah banyak cakap, begitu datang berhadapan terus saja menggunakan
pedangmu, agar dia bisa membuktikan, sampai di mana kelihaianmu. Kita kaum
wanita janganlah mudah dipandang ringan oleh pria, cici! Tak perlu kita harus
kalah terhadap pria, biar pria itu setampan dan segagah Han-ko sekalipun!"
Karena
pandainya Hong Ing membujuk dan membakar hati, maka tak heran bila pada waktu
Han Liong dengan hati penasaran menunggu di dalam kebun, tiba-tiba tampak
berkelebat bayangan hitam dan sinar hitam dari Ouw-liong Pokiam menyambarnya
diikuti bentakan.
"Rasakan
tajamnya Ouw-liong Pokiam!"
Baiknya Han
Liong sudah siap dan waspada, maka cepat ia berkelit dan mencabut Pek-Liong
Pokiam. Ia melihat bahwa penyerangnya adalah seorang gadis berkedok saputangan
merah dan ia maklum siapakah gadis ini. Sebaiknya Pauw Lian melihat bahwa Han
Liong juga memakai kedok saputangan kuning hingga ia kini percaya apa yang
diucapkan Hong Ing tadi.
"Sumoi,
tahan! Kenapa kau begini keterlaluan?"
Kalau tadi
hati Pauw Lian sudah terbakar, kini makin berkobar mendengar dirinya disebut
keterlaluan!
"Kau
yang sombong. Kau kira Pek-liong Pokiam-mu yang tertajam di dunia ini?"
Kembali ia
menyerang, kini dengan hebat karena ia memakai gerakan Ouw-liong-pok-sai atau
Naga Hitam Sambar Air. Pedang hitamnya berkelebat laksana seekor naga hitam
terjun, mengerikan. Dalam keheranan dan penasarannya, Han Liong menangkis
serangan itu dengan gerakan Pek-liong-hian-bwee atau Naga Putih Perlihatkan
Ekor.
Demikianlah,
sebentar saja mereka saling menyerang dengan hebat sehingga Hong Ing yang
bersembunyi di balik pohon dan mengintai, kini menonton dengan mata terbelalak
dan mulut ternganga. Hebat sekali pertarungan itu, merupakan dua sinar hitam
dan putih saling belit membelit dengan gerakan cepat. Diam-diam Hong Ing merasa
gemetar dan hatinya berdebar.
Ia
mengkhawatirkan keselamatan kedua orang itu, terutama keselamatan Han Liong.
Walaupun ia tak dapat mengikuti benar-benar gerakan kedua pedang naga itu,
namun ia maklum bahwa pertempuran kali ini jauh lebih hebat dari pada yang
sudah-sudah!
Han Liong
dan Pauw Lian diam-diam mengeluh. Memang kepandaian ilmu pedang mereka seimbang
dan memang Ouw-liong Kiamsut sama lihainya dengan Pek-liong Kiam-sut. Hanya
bedanya, Han Liong lebih tinggi ilmu lweekangnya atau tubuhnya lebih kuat
sehingga tiap kali kedua pokiam beradu, Ouw-liong Pokiam-lah yang lebih banyak
mengeluarkan bunga api dan lengan Pauw Lian tergetar.
Tetapi
kekalahan ini dapat ditutup pula oleh kemenangan Pauw Lian dalam hal ilmu
ginkang atau meringankan tubuh, sehingga ia dapat menghindarkan benturan
senjata dengan mengharapkan kegesitannya. Ratusan jurus terlewat sudah dan
macam-macam tipu simpanan telah dikeluarkan, namun belum juga ada yang tampak
terdesak...
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment