Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Pedang Pusaka Naga Putih
Jilid 05
Ketika
mereka sampai di rumah Lie Kiam ternyata suhengnya telah hampir sembuh dan
dapat turun dari pembaringan. Alangkah girang hati Lie Kiam dan isterinya
melihat putera mereka satu-satunya itu pulang dengan selamat.
Dengan
ringkas Han Liong menceritakan pengalamannya tanpa menyebut jalannya
pertempuran, tapi Lie Kiam yang merasa tidak puas lalu bertanya kepada Hong
Ing. Sebetulnya sejak tadi juga Hong Ing merasa tidak puas mendengar cerita Han
Liong, tetapi ia tidak berani bicara karena kakaknya itu berkali-kali memberi
tanda agar ia tidak berkata apa-apa.
Tapi sekali
ini karena Lie Kiam sendiri yang mengajukan pertanyaan tanpa Han Liong berani
mencegah dan melarangnya, Hong Ing segera buka suara dan menceritakan jelas
betapa ia dikalahkan oleh Ban Hok dan betapa dengan sebatang ranting pohon liu,
Han Liong dapat mengalahkan Ban Hok dengan mudahnya!
Ceritanya
ini diucapkan dengan kata-kata menarik diikuti gerekan-gerakan meniru-nirua
gerak silat kedua pihak, penuh dengan pujian-pujian bagi Han Liong yang membuat
pemuda itu menundukkan kepala dengan kemerah-merahan.
Karena
kemarin tiada waktu untuk bicara panjang lebar, maka setelah mendengar cerita
itu, Lie Kiam terheran-heran karena ia merasa mustahil bahwa suhunya telah
berlaku berat sebelah dan memberikan kepandaian istimewa kepada sutenya itu.
Maka ia menuntut kepada sutenya agar menceritakan riwayatnya. Terpaksa Han
Liong menuturkan riwayat pelajaran silatnya yang didengarkan dengan penuh
perhatian oleh Lie Kiam.
***************
Semenjak
saat itu, Bwee Lan makin kagum melihat susioknva dan bahkan Bwee Hwa yang
tedinya masih raga-ratu menjadi tunduk betul. Kedaan nona dari Shoatang itu
bahkan dengan tidak malu-malu minta kepada susioknya untuk memberi mereka
pelajaran satu dua jurus ilmu silat untuk memperdalam kepandaian mereka. Tetapi
Han Liong dengan halus menolaknya.
Ternyata
selain nakal dan galak, Bwee Hwa juga cerdik. Ia menggunakan Hong Ing sebagai
perantara untuk mendesak Han Liong agar suka memberi pelajaran kepada mereka.
Setelah Hon Ing turun tangan, terpaksa, sebagaimana biasa, Han Liong tak dapat
melawan kehendak adiknya yang manja itu, dan ia turunkan juga silat yang
diwarisinya dari suhunya Hee Ban Kiat kepada mereka sebanyak sepuluh jurus.
Tetapi
biarpun hanya sepuluh jurus, kedua nona itu merasa girang sekali dan belajar
dengan rajin dan bersemangat, karena yang mereka pelajari itu adalah sepuluh
jurus pilihan dari Kiauw-ta-sin-na yaitu gabungan dari Kim-na-hoat dari
Siauw-lim-si dan Bu-tong-pai.
Kalau
sepuluh jurus pukulan ini dipelajarinya dengan sempurna, maka kelihaiannya
melebihi ratusan jurus ilmu silat cabang lain. Lagi pula, di dalam pukulan yang
paling lihai dari Siauw-lo-ong Hee Bin Kiat si mata ini, Han Ltoug telah
mengadakan pecahan-pecahan dan variasi hingga sepuluh jurus ini dapat terpecah
menjadi puluhan gerakan.
Sebelah
tingggal di rumah suhengnya selama setengah bulan, Han Liong dan Hong Ing
berpamit untuk meneruskan perantauan mereka. Lie Kiam yang merasa sayang sekali
kepada sutenya itu tak dapat menahan, hanya memberi pesan agar sutenya berlaku
hati-hati dan jangan mudah mencari permusuhan.
"Sute,"
katanya kemudian, "kebetulan sekali aku mendapat undangan dari Siok Houw
Sianseng di Kie-lok, Sianseng ini bukanlah sembarangan orang, bahkan ia ini
kawan seperjuangan almarhum ayahmu. Ia seorang sasterawan yang tubuhnya lemah
tapi pikirannya kuat dan pandai sekali. Tulisannya yang tajam menyerang hebat
pemerintah musuh dan membangkitkan semangat perjuangan rakyat sehingga ia menjadi
musuh pemerintah. Besok lusa ia merayakan hari perkawinan puterinya. Maka, kau
wakililah aku, sute, sekalian kau belajar kenal dengan orang tua bijaksana itu.
Selain itu, di sana tentu datang semua hohan dari kalangan kang-ouw hingga kau
dapat, memperluas pengalamanmu."
Karena
memang tidak mempunyai tujuan tertentu dalam perjalanannya merantau, Han Liong
menerima perintah ini dengan gembira. Ia membawa surat dari Lie Kiam dan
berangkatlah ia dengan Hong Ing yang masih tetap menyamar sebagai seorang pemuda
yang tampan.
Karena
sayangnya kepada mereka, Lie Kiam mengusahakan dua ekor kuda yang baik untuk
sute dan adiknya ini, sehingga mereka berterima kasih sekali. Jarak antara kota
tempat tinggal Lie Kiam dan Kie-lok tidak jauh, hanya lebih kurang delapan puluh
li, maka sepasang pemuda pemudi tidak sangat tergesa-gesa. Mereka membiarkan
kuda mereka berjalan seenaknya saja. Ketika melalui sebuah jalan gunung yang
sempit, tiba-tiba dari belakang mereka terdengar suara kaki kuda yang berlari
kencang.
Han Liong
dan Hong Ing menahan kuda mereka dan menanti di pinggir jalan. Kebetulan di
dekat Hong Ing ada bunga mawar gunung yang sedang mekar harum, maka gadis itu
tak dapat menahan hatinya untuk tidak memetik bunga itu dan menancapkan di
lipatan pengikat rambutnya. Suara kaki kuda dari belakang makin keras
kedengarannya dan sebentar kemudian dua orang penunggang kuda itu dengan
secepat kilat lalu dekat merela karena jalan itu memang sempit.
Ternyata
kedua penunggang kuda itu adalah dua orang perempuan muda yang berwajah hitam
dan buruk. Yang menarik perhatian adalah sarung pedang dan hudtim atau kebutan
yang terselip di punggung mereka. Han Liong dan Hong Ing mencium bau wangi yang
ganjil ketika kedua wanita itu lewat.
Tiba-tiba
Hong Ing menjerit perlahan. Ternyata ketika mereka itu lewat cepat di dekatnya,
seorang diantara mereka mengulurkan tangannya dan sambil tertawa kecil wanita
itu menyambar bunga mawar yang tertancap di rambut Hong Ing! Hong Ing marah
sekali dan ia segera menyentakkan kendali kudanya untuk mengejar.
"Sudahlah,
adik Ing, biarkan saja. Di sini masih banyak bunga, mari kupetikkan,"
cegah Han Liong yang tak ingin mencari onar karena ia maklum bahwa kedua buruk
itu memiliki kepandaian tinggi sehingga lebih baik tidak mencari ribut dengan
mereka hanya karena setangkai bungai!
Tapi mana
Hong Ing mau menurut. "Orang itu telah menghinaku, kau suruh aku diam
saja? Koko, kalau kau takut, bersembunyilah disini, aku harus memberi tamparan
kepada wanita setan itu!"
Dan Hong Ing
mencambuk kudanya mengejar. Karena kudanya bagus dan ia memang pandai berkuda,
sebentar saja ia dapat menyusul.
"He,
perempuan busuk, berhenti dulu!" teriaknya marah.
Dua orang
perempuan di depannya menahan kuda mereka dan berpaling. Hong Ing terkejut
sekali melihat wajah mereka yang buruk menjijikkan itu. Agaknya mereka berdua
menjadi korban penyakit kulit yang menyerang wajah mereka sehingga wajah mereka
menjadi hitam serta kulitnya bercacat. Tapi sepasang mata merela yang indah,
bersinar tajam ketika mereka memandang Hong Ing dengan kagum.
"Siangkong
mengapa menahan kami?" tanya seorang diantara mereka yang lebih tua.
Hong Ing
melihat bahwa bunganya kini telah berada di atas rambut perempuan kedua, maka
ia menunjuk sambil membelalakkan mata, "Perempuan ini berlaku keji sekali!
Kembalikan bungaku!"
Kedua
perempuan itu tertawa geli melihat sikap Hong Ing yang seperti seorang
kanak-kanak direbut bunganya.
"Bunga
adalah lambang persahabatan dan rasa suka, mengapa kau tidak rela kembangmu
kuminta ?" perempuan itu berkata sambil tersenyum genit.
"Siapa
sudi menjadi sahabatmu ? Ayoh kembalikan!" Hong Ing membentak marah.
"Sumoi,
kembalikan saja, jangan membikin siangkong yang tampan ini menjadi marah,"
kata perempuan pertama.
Karena
kata-kata sucinya ini, perempuan kembang itu lalu mengambil bunga mawar itu
dari kepalanya, lalu mendekatkan kembang itu ke hidung dan bibirnya untuk
dicium, kemudian ia lemparkan kearah Hong Ing.
"Ini,
terimalah tanda mata dariku, siangkong!" katanya sambil melirik
dibuat-buat.
"Cis,
tak tahu malu!" Hong Ing semakin marah dan menyampok kembang itu dengan
tangannya hingga berantakan di tanah. "Memang sudah kuduga kalian bukan
orang-baik !" Sambil berkata begitu Hong Ing mencabut siang-kiamnya dan
menyerang.
"Suci,
biar kutangkap sitampan ini untuk teman seperjalanan!" kata perempuan yang
muda sambil tertawa genit, tetapi bersamaan dengan ini ia mencabut kebutannya
dan menggunakan kebutan itu menangkis pedang Hong Ing.
Hong Ing
makin marah mendengar kata-kata itu dan kedua tangannya bekerja keras memberi
serangan-serangan berbahaya bergantian. Melihat gerakan 'pemuda' ini, barulah
lawannya tidak berani main-main lagi dan melayaninya dengan hati-hati, bahkan
kini ia mencabut pedangnya dan membalas menyerang.
Maka
bertempurlah Hong Ing dengan perempuan buruk itu dengan sengitnya. Ternyata
lawan ini sangat lihai sehingga sebentar saja Hong Ing terdesak. Ia terpaksa
melompat turun dari kuda lalu menyerang lagi. Perempuan itupun terpaksa
melompat pula dari kudanya, maka kini mereka berkelahi di atas tanah dengan
lebih seru.
Selama
bersama dengan Han Liong, Hong Ing telah banyak mendapat petunjuk dari kakaknya
ini sehingga ilmu silatnya sekarang sudah jauh lebih hebat dari dulu, bahkan ia
sudah mempunyai beberapa tipu gerakan dari pelajaran yang didapat Han Liong
dari gurunya Kim-to Bie Kong Hosiang. Maka gerakan siang-kiam di tangan Hong
Ing sangat hebat, terlebih lagi ketika ia bersilat dengan ilmu golok yang sudah
diubah oleh Han Liong dalam tipu gerakan Ngo-houw-toan-hun-to atau Lima Harimau
Mencegat di Pintu. Kedua pedangnya berputar-putar cepat.
Pedang kiri
merupakan penjaga yang tangguh sedangkan pedang kanan digunakan untuk
menyerang, tetapi lawannya tidak kalah hebatnya, terutama geeakan kebutan itu
membuat Hong Ing menjadi bingung. Kebutan itu dapat digunakan untuk melilit
pedangnya dan beberapa kail pedang kanannya kena terlilit. Kalau tenaga
dalamnya tidak begitu terlatih atas bimbingan Han Liong, patti tadi-tadi pedang
ditangannya sudah terlepas kena kebutan lawannya!
Sementara
itu, kuda yang ditunggangi Hong Ing tadi, ketika mendengar ribut-ribut
pertempuran itu, menjadi terkejut dan lari sambil meringkik keras! Tetapi Han
Liong yang masih berada di atas kudanya mendatangi tempat pertempuran itu,
ketika melihat kuda Hong Ing hendak kabur, sekali tubuhnya bergerak ia sudah
melayang keatas punggung kuda Hong Ing dan menahan kendalinya.
"Bagus!"
terdengar pujian dari suci lawan Hong Ing yang melihat gerakan ini dan menjadi
sangat heran serta kagum.
Ia maklum
bahwa pemuda kedua ini berkepandaian jauh lebih tinggi dari pemuda yang sedang
bertempur melawan adiknya itu karena dari gerakannya saja ia sadar bahwa ia
sendiri berdua adiknya takkan dapat melawan pemuda ini. Maka ia segera berkata
kepada adiknya yang sedang berkelahi.
"Sumoi,
mundurlah, ayo kita pergi. Lupakah kau akan pesan subo agar kita jangan mencari
onar di jalan? Urusan kecil diperhatikan, urusan besar bisa gagal!"
Dan ia
gerakkan hudtimnya yang berbulu kuning di tengah-tengah antara pedang adiknya
dan pedang Hong Ing. Ujung bulu kebutan yang lemas itu ternyata membawa tenaga
besar yang mengeluarkan angin, sehingga kedua orang yang sedang bertempur itu
terhuyung mundur! Kemudian ia memberi hormat kepada Hong Ing dan Han Liong
sambil senyum,
"Jiwi
enghiong harap maafkan kami berdua."
Dan dari
kedua kepalannya menyambar uap hitam yang kuat sekali kearah Han Liong dan Hong
Ing. Han Liong terkejut sekali dan maklum akan keajaiban uap hitam itu, maka ia
segera melompat ke depan melindungi Hong Ing. Ia gerakkan tangan kirinya
perlahan kedepan dan uap itu membentur balik membuat perempuan buruk itu
terhuyung ke belakang!
"Maaf
tak mengenal Gunnng Thai-san." Perempuan itu berkata dan menujukan pandang
matanya dengan tajam ke arah Han Liong yang berdiri tersenyum saja. Kemudian ia
tarik tangan adiknya dan mereka berdua melompat ke atas kuda yang segera
dipacunya!
"Koko,
kenapa kau tidak basmi saja dua siluman perempuan itu?" kata Hong Ing
gemas.
"Buat
apa mencari permusuhan dengan segala orang yang tak dikenal? Adik Ing, belajar
sabarlah kau. Kau lihat dua orang wanita tadi, mereka begitu berani. Kau anggap
baikkah sikap berani mereka itu? Kurasa kau tidak ingin seperti mereka
bukan?"
Hong Ing
hanya melirik dengan merengut, lalu berkata manja "Kau mau persamakan aku
dengan siluman-siluman buruk itu??"
"Ah,
tentu saja tidak, adikku. Kau cantik seperti dewi, sedangkan mereka itu buruk
seperti iblis neraka, mana bisa disamakan? Hanya harus kau ingat, ilmu silat
mereka, terutama yang tua lihai benar."
"Memang
lihai, memang lihai..." Hong Ing mengangguk-angguk dengan sikap menurut
dan sabar, karena sebenarnya semua kemarahan dan kegemasannya telah lenyap
musnah mendengar pujian Han Liong yang menyebut ia cantik seperti dewi! Iapun
patuh dan tak membantah lagi ketika Han Liong mengajaknya melanjutkan
perjalanan.
Pada
keesokan harinya, ketika matahari telah terbenam, Han Liong dan Hong Ing tiba
di Kie-lok dan dengan mudah saja mereka dapat mencari rumah Siok Houw Sianseng
yang cukup dikenal. Tuan rumah yang berusia lebih kurang lima puluh tahun itu
dan sangat peramah serta halus budi bahasanya. Ia menyambut mereka dengan
gembira. Han Liong menyampaikan surat Lie Kiam dan segera mereka dipersilakan
memasuki ruang tamu.
Biarpun
pesta baru akan diadakan pada esok harinya, namun sudah banyak orang berkumpul
di ruang tamu. Mereka ini ialah tamu-tamu yang datang dari tempat jauh. Lebih
kurang lima meja dikelilingi para tamu. Ada yang berpakaian seperti jago silat,
tapi ada juga yang terdiri dari kaum sasterawan. Tentu saja mereka itu memilih
golongan masing-masing, sehingga rombongan tamu terbagi menjadi dua, golongan
ahli silat dan golongan ahli sastera.
Han Liong
dan Hong Ing yang berpakaian seperti kaum sasterawan, lagi pula karena sikap
dan bahasa mereka lemah lembut, segera dianggap ahli-ahli sasteta dan
dipersilakan duduk di bagian kutu buku yang berkumpul di situ sambil mengonol.
Mereka ini ada yang mempercakapkan kitab-kitab kuno, ada pula yang membicarakan
tentang syair-syair ternama dan hikayat serta riwayat di tanah air pada zaman
dahulu.
Ternyata
lebih banyak ahli sastera daripada ahli silat yang berkumpul di situ. Ahli-ahli
silat yang berkumpul hanya ada dua meja terdiri dari dua belas orang, sedangkan
kaum sasterawan mengelilingi tiga meja. Hong log segera tertarik oleh
percakapan para ahli tulis itu, karena ia sendiripun suka akan buku-buku dan
kesusasteraan. Han Liong diam-diam mengerling ke arah meja di seberang, di mana
duduk orang-orang gagah yang sedang bercakap-cakap riuh rendah sambil minum
arak sepuasnya.
Tiba-tiba di
meja sudut terdengar tertawa meriah, bahkan ada beberapa orang yang bertepuk
tangan.
"Memang
sudah sepantasnya Bhok lo-enghiong membuka pertunjukan barang sepuluh jurus
agar mata kami terbuka. Di ruangan ini selain Bhok lo-enghiong, siapa lagi yang
patut menambah pengertian kita?" demikian terdengar suara desakan.
Seorang yang
bertubuh tinggi kurus, berusia lebih kurang empat puluh tahun, berdiri dari
kursinya. Ia menjura kepada orang yang memujinya dengan sikap merendah, tapi
dadanya tampak naik, sehingga orang-orang tahu bahwa diam-diam ia merasa
bangga.
"Cuwi,"
katanya, "Di sini berkumpul orang-orang dari kalangan bun (sastera) yang
halus dan sopan, mana aku berani memperlihatkan kekasaranku. Juga tuan rumah
adalah seorang siucai yang terhormat, sekailikali aku tak berani kurang
ajar!" Lalu ia duduk kembali.
"Mana
bisa begitu?" seorang tua bertubuh gagah kuat berkata, "Bhok enghiong
hendak mengadakan pertunjukan silat, ini bukanlah mengganggu, bahkan membantu
tuan rumah meramaikan dan menggembirakan pestanya. Siok Sianseng adalah seorang
sasterawan patriot yang mengutamakan kegagahan, hingga biarpun beliau bertubuh
lemah, tapi jiwanya termasuk orang gagah juga, apa bedanya dengan kita? Kalau
bun (kesusasteraan) dan bu (kegagahan) tidak disatupadukan, mana perjuangan
akan berhasil? Siok Sianseng, bukankah pendapatku ini benar?" tanyanya
kepada Siok Houw Sianseng yang sedang menghampiri mereka karena tertarik oleh
suara perdebatan itu.
Siok
Sianseng menjura dan berkata gembira, "Kalau para enghiong merasa gembira
dan hendak mengadakan pertunjukan, sudah tentu hal itu amat menggirangkan dan
siauwte sebelumnya menghaturkan banyak terima kasih!"
"Nah,
apa kataku? Ayoh, Bhok enghiong, silakan kau membuka pertunjukan lebih dahulu.
Tidak mudah kami melihat menyambarnya Garuda Putih kalau tidak kebetulan berada
di pesta Siok Sianseng!"
Mendengar
orang she Bhok itu disebut Garuda Putih, Han Liong segera memperhatikan. Jadi
orang tinggi kurus yang dipuji-puji itu adalah suhengnya, Bhok Kian Eng si
Garuda Putih? Ia lihat Bhok Kian Eng dengan sikap apa boleh buat berdiri dari
kursi dan setelah mengangkat kedua tangannya ke kepala memberi hormat kearah
para tamu, ia melompat ke tengah ruangan yang lebar dan kosong itu.
Di situ ia
bersilat tangan kosong dan tubuhnya melompat ke sana ke mari. Memang hebat
kepandaian Garuda Putih ini. Gin-kangnya sudah mahir sekali sehingga ketika ia
percepat gerakan-gerakannya, maka kedua kakinya seakan-akan tak menginjak
lantai!
Tubuhnya
menjadi bertambah seakan-akan ada dua orang yang bersilat karena cepatnya gerak
tubuhnya. Diam-diam Han Liong kagum. Tak kecawa Bhok Kian Eng ini menjadi murid
dari Liok-tee Sin-mo Hong In si Iblis Daratan, karena ternyata ilmu meringankan
tubuh yang bebat dari Iblis Daratan itu sedikitnya delapan bagian telah
diwarisinya!
Tentu saja
semua tamu menyambut ilmu silat yang lihai ini dengan tepuk tangan riuh,
disana-sini terdengar suara pujian. Bibran para sasterawan yang asing sama
sekali akan pertunjukan seperti itu, juga mau tak mau menjadi tertarik. Mereka
ini heran betul betapa tubuh seorang manusia biasa dapat bergerak selincah
burung garuda hingga mengaburkan mata!
Maka mereka
juga ikut bertepuk tangan memuji. Dengan hati kecewa Han Liong melihat betapa
suhengnya itu mempunyai watak sombong dan takabur, jauh berbeda dengan Lie
Kiam, twa-suhengnya. Bhok Kian Eng menghentikan silatnya dan menjura dengan
mulut tersenyum dan dada yang kurus itu terangkat naik!
"Sungguh
hebat setali ilmu silatmu, Bhok enghiong. Baru sekarang aku menyaksikan sendiri
kelihaian Garuda Putih, sungguh membikin kami gentar. Tapi, sudikah kau
memperlihatkan pertunjukan ilmu sambit kim-chi-piauwmu yang terkenal itu?"
Bhok Kian
Eng makin angkuh mendengar pujian orang, maka tanpa ragu-ragu lagi ia rogoh
sakunya, "Lihat, aku hendak memadamkan semua lilin besar di meja-meja
ini!"
Dan ia mulai
mengayunkan tangannya. Tiap kali ia mengayunkan tangannya, maka padamlah sebuah
lilin di meja pertama. Demikianlah, dengan bergiliran lilin-lilin besar di
semua meja padam kena sambitan kim-chi-piauw, sedangkan uang logam yang
disambitkan itu sama sekail tidak melukai orang!
Ketika lilin
di depan Han Liong kena dan padam, maka tinggal sebuah lilin di meja para
sasterawan di ujung ruangan itu saja yang belum padam. Bhok Kin Eng
mengeluarkan kepandaiannya untuk sambitan terakhir ini. Ia sengaja berdiri
membelakangi meja itu dan tiba-tiba tangan kirinya bergerak melalui bawah
lengan kanan!
Sebuah uang
tembaga meluncur cepat ke arah api lilin. Tapi tiba-tiba seorang sasterawan
muda tampak terkejut hingga tangan kanannya terangkat ke depan. Uang logam itu
tidak mengenai lilin karena buktinya lilin tidak padam dan senjata rahasia itu
entah kemana terbangnya. Keadaan menjadi sunyi dan Bhok Kian Eng heran sekali
mengapa tidak terdengar tepuk tangan untuk sambitan kali ini, tidak seperti
hasil sambitan sambitan yang tadi. Ia segera menengok dan wajahnya merah ketika
melihat lilin itu masih menyala!
Rupanya
sambitannya tidak mengenal sasaran. Maka untuk menutup rasa malunya, ia ayunkan
lagi tangannya, kini tangan itu melalui selangkang kakinya! Tapi kini semua
tamu, kecuali Han Liong yang telah tahu, merasa terkejut sekali, karena pada
saat uang logam itu akan menyambar api lilin, tiba tiba uang logam yang pertama
datang menyambar dan membentur uang logam kedua hingga menerbitkan suara
nyaring dan kedua senjata rahasia itu jatuh ke atas lantai!
Han Liong
kagum melihat hal ini. Tadi ia dapat melihat betapa dengan gerakan Menangkap
Burung Terbang, sasterawan muda yang duduk di meja itu telah berhasil menangkap
piauw pertama tanpa diketahui orang lain dan kemudian setelah piauw kedua
menyambar, ia gunakan piauw pertama itu untuk menyambut piauw kedua. Tapi
gerakan ini tentu saja dapat terlihat oleh semua orang hingga menimbulkan
suara-suara kagum dan heran terkejut.
Bhok Kian
Eng merasa malu dan marah sekali, karena merasa dipermainkan orang. Segera ia
menghampiri sasterawan yang bertubuh tegap berwajah cakap dan berusia lebih
kurang tiga puluh tahun itu, dan dengan senyum dibuat-buat Bhok Kian Eng
menjura.
"Saudara
telah memperlihatkan kelihaian dan dengan itu memberi pelajaran padaku, maka
janganlah kepalang, siauwte mohon pengajaran barang dua-tiga jurus."
Sasterawan
muda itu tertawa, "Bhok enghiong terkenal dengan julukan Garuda Putih,
ternyata memang bukan nama kosong belaka. Tadi siauwte telah melihat ilmu
silatmu dan soal kepandaian ginkang, aku orang she Bie boleh berguru padamu!
Tapi, dengan uang logam memadamkan api di meja semua orang, bukanlah itu tak
mengindahkan orang lain?"
Bhok Kian
Eng menundukkan kepalanya dan ia memang merasa bahwa dirinya bersalah. Tapi ia
beradat keras dan tinggi hati, mana ia mau mengalah begitu saja?
"Bie
enghiong, memang siauwte bermata tapi seakan-akan buta, biarlah kesempatan ini
kugunakan untuk mengerti kelihatanmu."
Orang yang
ditantangnya secara halus itu berdiri dan menanggalkan baju luarnya sambil
tersenyum. "Aku Bie Cauw Giok selamanya tak suka bermusuh, tapi jaga
selamanya takkan mundur jika hendak dicoba orang. Marilah, Bhok enghiong,
kutemani kau main-main sebentar untuk menggembirakan pesta Siok Sianseng yang
budiman."
Lalu dengan
gerakan lincah sekali, ia melompat ke tengah ruangan dengan ilmu loncat
It-ho-ciong-thian atau Burung Hoo Terjang Langit. Hong Ing melihat ini menjadi
kagum karena gerakan ini menunjukkan gerakan seorang ahli lweekeh. Tapi yang
lebih heran adalah Han Liong. Ketika ia mendengar orang itu menyebutkan namanya
Bie Cauw Giok, tanpa disadarinya, ia bangun dari kursinya dengan wajah gembira.
Karena nama
itu bukan lain ialah nama murid tunggal dari gurunya sendiri, Pauw Kim Kong
Beng-san Tojiu si Malaikat Rambut Putih! Jadi, sebagaimana Bhok Kian Eng maka
Bie Cauw Giok inipun bukan lain adalah suhengnya sendiri! Dan kedua suheng ini
sekarang saling berhadapan hendak bertempur! Tentu saja ia merasa gelisah dan
bingung.
Sementara
itu, Bhok Kian Eng juga sudah melompat menyusul Bie Cauw Giok dan segera mereka
bertanding mengadu kepalan. Bhok Kian Eng yang berwatak keras segera
melancarkan serangan bertubi-tubi dengan mengeluarkan ilmu silatnya yang
istimewa. Tapi Bie Cauw Giok ternyata bukan orang lemah dan dapat melayaninya
dengan baik sekali. Mereka berdua bergerak cepat sehingga membuat para penonton
menahan nafas dan tak dapat membedakan mana kawan dan lawan.
Han Liong
yang masih berdiri bingung segera dapat mengenal perbedaan mereka dalam hal
kepandaian. Bhok Kian Eng sangat mahir tentang ilmu meringankan tubuh hingga
gerakannya lebih gesit dan cepat, sedang Bie Cauw Giok mempunyai keuletan luar
biasa dan tenaga dalamnya lebih tinggi daripada lawannya. Bhok Kian Eng dapat melancarkan
serangan lebih sering karena lincahnya, tapi ia selalu menjaga agar jangan
sampai beradu tangan, karena tadi baru sekali saja berada lengan ia
terhuyung-huyung mundar dan lengannya terasa sakit!
Maka keadaan
mereka boleh dibilang tak jauh selisihnya. Namun Han Liong yakin bahwa jika
didiamkan saja, seorang di antara mereka pasti akan terluka, dan ia tak ingin
hal ini terjadi. Tanpa raga-ragu lagi ia melompat kedepan. Orang-orang hanya
melihat bayangan berkelebat di antara kedua orang yang bertanding itu, dan
tahu-tahu Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok terhuyung mundur bagai ditolak oleh
suatu tenaga besar!
Han Liong
menjura kepada mereka berdua dengan sikap hormat sekali, lalu berkata,
"Siauwte mohon maaf dan harap sudilah suheng berdua menghentikan
permainan-permainan yang berbahaya ini."
Bhok Kian
Eng dan Bie Cauw Giok yang tadinya merasa marah kini menjadi terheran-heran.
"Eh
siapakah kau maka menyebut aku suhengmu?" Bhok Kian Eng bertanya dengan
marah, sedangkan Bie Cauw Giok memandang makin heran.
Kalau orang
ini benar-benar sute dari Bhok Kian Eng, mengapa menyebut suheng pula
kepadanya? Tapi diam-diam kedua orang gagah itu kagum melihat gerakan dan
tenaga anak muda yang telah dengan mudah membuat mereka terhuyung mundur. Tapi
mereka juga mesara amat tidak senang atas kelancangan anak muda ini.
"Siauwte
adahh Si Han Liong. Bukankah Bhok suheng murid suhu Liok-tee Sin-mo Hong In dan
bukankah suhu Pauw Kim Kong guru dari Bie suheng?"
Untuk kedua
kalinya Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok terheran-heran karena pemuda itu dapat
mengetahui nama guru mereka. Tentu saja mereka tidak percaya karena mana bisa
jadi, sute mereka masih begitu muda tapi berkepandaian demikian tinggi?
"Bie
enghiong," Bhok Kian Eng berkata kepada Bie Cauw Giok, "agaknya orang
ini hendak mempermainkan kita dan memamerkan kegagahannya untuk menghina kita
berdua."
"Benar
begitu kiranya," kata Bie Cauw Giok, "karena mana mungkin sutemu
menjadi suteku pula? Biarlah aku mencobanya dulu, sampai di mana kepandaian
orang yang mengaku suteku ini."
"Tidak,
biar aku maju lebih dulu untuk memberi pelajaran kepadanya," bantah Bhok
Kian Eng.
Sampai
disini, maka kesabaran Hong Ing yang dari tadi dirahan-tahan menjadi hilang
melihat kokonya dipandang rendah. Dan sekali melompat ia telah berada di tengah
ruangan itu. Semua tamu makin heran melihat datangnya seorang pemuda yang muda
dan cakap, dan dari gerakannya ternyata memiliki kepandaian tinggi. Suasana
menjadi tegang.
"Jiwi
enghiong jangan berebut. Kalau jiwi masih tidak percaya kepada kokoku ini dan
masih menganggap dia seorang sute palsu, kurasa untuk mencobanya tak perlu
seorang demi seorang. Majulah saja bersama-sama, pasti kokoku akan dapat
melayani jiwi dengan baik."
Kata-kata
ini mengandung tantangan hebat dan memandang rendah kedua orang itu, maka wajah
kedua orang itu menjadi merah padam. Han Liong melihat kenakalan Hoag Ing,
buru-buru menunduk memberi hormat dan berkata,
"Jiwi
suheng, ia adalah adikku Hong Ing. Maafkan dia yang masih muda, tetapi biarlah
suheng berdua melaksanakan seperti yang diusulkannya. Siauwte akan melayani
suheng berdua, tetapi siauwte akan membuktikan bahwa ilmu silat yang siauwte
pakai dalam permainan ini tiada bedanya dengan ilmu suheng sendiri."
Kedua orang
itu heran dan tercengang atas keberanian orang muda ini. Bagaimana seorang
dapat melayani mereka berdua dengan menggunakan dua macam cabang ilmu silat?
Tetapi karena tahu akan ketangguhan lawan, Bhok Kian Eng memberi tanda kepada
Bie Cauw Giok dan berkata,
"Kau
sombong sekali, anak mula. Baiklah, mari kita serang dia bersama-sama, Bie
enghiong, lihat, bagaimana dia akan melayani kita."
"Tetapi
tidak adil kalau kita harus maju terentak, Bhok enghiong," bantah Bie Cauw
Giok.
"Tidak
apa, Bie suheng, majulah," kata Han Liong dengan tenang dan mengambil
tempat di tengah, Bhok Kian Eng di kiri dan Bie Cauw Giok di kanan.
Mendengar
kata-kata yang bersifat menantang ini, Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok tak
dapat menahan rasa amarahnya dan maju melakukan serangan hebat! Han Liong yang
telah, dilatih sempurna oleh Kam Hong Siansu yang menciptakan Ilmu Silat Empat
Bintang, yakni yang mengambil dasar dari pelajaran keempat guru Han Liong,
tentu saja kenal baik gerakan-gerakan kedua suhengnya itu.
Segera ia
bergerak dengan gesit, tangan kanan dipakai menangkis serangan Bie Cauw Giok
dan tangan kiri menangkis serangan Bhok Kian Eng. Sekaligus ia dapat
mempergunakan dua gerakan dari kedua cabang persilatan, dengan mengandalkan
kekuatan ilmu ginkangnya yang tinggi, sehingga tubuhnya dapat bergerak dengan
cepat.
Setelah
menyerang beberapa belas jurus, kedua suheng itu terheran-heran dan terkejut,
karena ternyata semua gerakan Han Liong adalah benar-benar ilmu silat cabang
mereka! Bahkan tangkisan-tangkisan anak muda itu membawa tenaga yang demikian
besar sehingga tiap kali lengan mereka beradu, kedua orang itu mesata betapa
tubuh mereka terpental dan lengan mereka tergetar hebat.
Hal ini
membuat mereka heran dan kagum, lebih-lebih Bie Cauw Giok yang memiliki ilmu
tenaga dalam yang tinggi namun tetap tak berdaya terhadap orang yang mengaku
sutenya itu! Juga Bhok Kian Eng yang mahir ilmu meringankan tabuh, kagum sekali
melihat gerakan Han Liong yang tak kalah hebatnya jika dibandingkan dengan
gurunya, Hong In si Iblis Daratan sendiri!
Tapi kedua
orang itu masih belum puas dan mereka menyerang semakin hebat. Han Liong
terpaksa menggunakan ilmu silatnya Empat Bintang Untuk melayani kedua suheng
ini. Tentu saja kedua lawannya menjadi bingung karena pemuda ini kini bergerak
dalam ilmu silat yang aneh sekali. Mirip ilmu silat mereka sendiri, tapi toh
bukan!
Dan sebentar
saja kedua orang itu merasa seakan-akan bukan sedang bertanding melawan
seorang, tapi lebih dari lima orang. Dimana-mana tampak bayangan pemuda itu
mengeroyok mereka.!
Sementara
itu, Hong Ing yang bermata tajam melihat sesosok bayangan tubuh melayang-layang
di atas genteng. Diam-diam nona ini melayang ke atas mengejar. Alangkah
marahnya ketika dilihatnya bahwa bayangan itu tidak lain dari wanita buruk yang
merampas kembangnya dan bertempur dengannya siang tadi! Setan perempuan itu
sedang mencari-cari dari atas genteng dengan pedang dan kebutannya di kedua
tangan.
"Siluman
perempuan, kau berani datang mengacau?" teriak Hong Ing.
Perempuan
itu memperlihatkan senyum mengejek. "Eh, kau juga berada di sini, siangkong?
Jangan kau turut campur urusanku."
"Kau
kira aku takut padamu?" bentak Hong Ing yang segera menyerang dengan
siang-kiamnya.
Lawannya
memperdengarkan suara menghina dan mereka segera bertempur seru. Han Liong
biarpun sedang dikeroyok oleh kedua suhengnya, namun ia masih dapat
memperhatikan keadaan yang terjadi di sekelilingnya. Maka ketika Hong Ing
melayang ke atas genteng, hal itu tak terlepas dari pandanyanya. Ia merasa
khawatir akan keselamatan adiknya yang nakal dan suka mencari onar itu, maka sambil
berkata,
"Maaf,
jiwi suheng, siauwte tak dapat melayani kalian lebih lama lagi."
Tubuhnya
lalu melambung ke atas langsung ke tempat Hong Ing tadi melompat. Tetapi kedua
suheng itu yang hendak menuntut keterangan dan penjelasan dari pemuda ini, segera
melompat mengejarnya!
Mereka
bertiga melihat betapa Hong Ing terdesak hebat oleh seorang perempuan berwajah
buruk yang memainkan pedang dan kebutan secara dahsyat sekali. Melihat
perempuan itu. Bhok Kian Eng dan Bie Cauw Giok berbareng mengeluarkan seruan
kaget,
"Ji-siauw-molie!"
Tapi Han
Liong tak perdulikan sebutan Setan Perempuan Muda Kedua ini, hanya segera
tangannya bergerak menyambar ke arah perempuan itu. Perempuan itu berseru
terkejut karena kebutannya hampir saja terlepas dari tangannya ketika terkena
sambaran angin pukulan Han Liong. Ia melirik sekilas dan tertawa menghina.
"Hm,
bagus! Kalian semua sudah berkumpul menjaga pemberontak tua she Siok? Baik
sekali, kami takkan datang percuma kalau begini. Nah, tunggulah, besok diwaktu
pengantin bertemu, kami akan kembali main-main dengan kalian!"
Sehabis
berkata demikian, ia menggerakkan tubuhnya dan menghilang. Hong Ing hendak
mengejar, tapi Bhok Kian Eig berkata.
"Jangan
kejar!" Suaranya menunjukkan kekhawatiran besar, maka Han Liong dan Hong
Ing menjadi heran. Tapi orang she Bhok itu memberi tanda supaya mereka semua
turun. Para tamu di ruang itu semua tampak pucat dan ketakutan, bahkan para
jago silat juga tampak gelisah. Hanya tuan rumah yang lemah dan tua itu saja
kelihatan tenang dan sedang mencoba untuk menenteramkan hati para tamunya.
Melihat semangat dan ketabahan orang tua she Siok ini, mau tak mau Han Liong
dan Hong Ing merasa kagum juga.
"He,
anak muda. Sebelum kita bicara lebih lanjut, kami harap kau memberi penjelasan
padaku tentang keadaan dirimu yang mengaku menjadi suteku ini," kata Bhok
Kian Eng.
"Siauwte
memang benar murid Liok-tee Sin-mo, dan siauwte bahkan sudah bertemu dengan
twa-suheng Lie Kiam. Kedatangan siauwte ke sini juga atas suruhan twa-suheng.
Mungkin suhu belum pernah memberitahu kepadamu, suheng, maka tidak kenal pada
siauwte,"
Bhok Kian
Eng menganguk-angguk dan diam-diam girang mempunyai seorang adik seperguruan
yang demikian cekatan, tapi ia masih belum puas mengapa adik seperguruannya ini
lebih pandai darinya!
"Saudara,
kalau kau benar sute diri Bhok enghiong, mengapa kau juga mengaku menjadi
suteku? Bukankah ini aneh dan bohong belaka?" tiba-tiba Bie Cauw Giok
menyela.
"Bie
suheng, mana siauwte berani membohong. Dengan sebenarnya siauwte juga murid
dari suhu Pauw Kim Kong yang mengajarku bersama-sama dengan suhu Hong In, suhu
Bie Kong Hosiang dan juga suhu Hee Ban Kiat!"
Mendengar
ini, kedua suheng itu memandangnya heran dan kagum. Hong Ing yang ikut merasa
bangga bahwa kokonya menjadi pusat kekaguman orang, segera bertindak maju dan
memperkenalkan lebih lanjut,
"Tidak
hanya koko Han Liong murid keempat cianpwe itu, juga dia adalah murid dari Kam
Hong Siansu."
"Stt,
Ing moi...!" Han Liong mencegah, dan semua orang tercengang mendengar
bahwa pemuda cakap itu disebut Ing-moi!
Hong Ing
mana mau menurut teguran dan cegahan Han Liong, ia terus saja menyombong,
"Dan tahukah semua enghiong dan cianpwe yang berada disini, siapa Han-ko
ini? Ia bukan lain ialah putera tunggal dari almarhum Si enghiong..."
"Betulkah
itu?" tiba-tiba tuan rumah bertanya heran. Orang tua she Siok int pernah
berjuang bahu-membahu dengan Si Cin Hai atau yang lebih terkenal dengan sebutan
Si-enghiong.
Terpaksa Han
Liong tak dapat menyembunyikan diri dan asal-usulnya lagi, sehingga semua orang
mengerumuninya dengan kagum. Juga Bhok Kian Eng daa Bie Cauw Giok yang tadinya
merasa penasaran, kini bahkan merasa bangga mempunyai seorang sute yang bukan
lain adalah putera Si enghiong yang mereka semua puja itu! Kemudian Han Liong
bertanya tentang keadaan perempuan buruk yang datang mengganggu tadi.
"Kau
belum kenal dia, sute?" kata Bhok Kien Eng dengan suara mengandung
kepuasan dan kebanggaan bahwa betapapun juga, dalam kalangan kang-ouw ternyata
ia jauh lebih berpengalaman dari pada sutenya. "Dia itu bernama Kiu Lau
yang dijuluki Jie siauw-moli, sebenarnya iblis wanita itu biasanya keluar
berpasangan dengan cicinya yang bernama Kiu Hwa Twa-moli. Kepandaian silat
kedua enci adik itu memang luar biasa, teristimewa Kiu Hwa, kakak iblis wanita
yang datang tadi, sehingga mereka berdua ditakuti orang banyak di kalangan
kang-ouw. Sebenarnya mereka sendiri tak berapa kejam atau jahat, tetapi yang
membuat orang menjadi takut adalah mengingat bahwa mereka berdua ini adalah
murid dari Loh-san Sam-moli atau Tiga Iblis Wanita dari Gunung Loh-san."
"Hm,
agaknya mereka keluarga iblis-iblit, tapi yang datang tadi iblis kecil tak
berapa hebat kepandaiannya" berkata Hong Ing.
Bie Cauw
Giok memandang wajah Hong Ing dengan tajam. "Sute, kepandaian adikmu ini
lumayan juga hingga berani menahan Jie siauw-moli. Dari mana lihiap mempelajari
permainan siang-kiam sehebat itu?"
Hong Ing
mengerling ke arah Han Liong dengan penyesalan mengapa kakaknya ini kurang
hati-hati hingga tadi membuka rahasianya dan membuat semua orang tahu bahwa ia
sebenarnya adalah seorang gadis! Tapi, mendengar semua orang juga mengagumi
ilmu silatnya, ia terpaksa tersenyum merendah.
"Ah,
aku hanya belajar sedikit ilmu silat dari guruku Sang Bouw Nikouw di kelenteng
Bok-sin tang. Mana aku dapat disamakan dengan Han-ko yang mempunyai banyak
guru"
Demikianlah
dengan gembira mereka bercakap-cakap dan Han Liong diperkenalkan kepada para
tamu lain. Han Liong bertanya kepada Siok Houw Sianseng mengapa iblis wanita
itu datang membikin gaduh, dan apakah yang menyebabkan tuan rumah itu dimusuhi
oleh Jie-siauw-moli.
"Si
hiante," jawab Siok Houw yang menganggap Han Liong sebagai keponakan
sendiri, "Aku selamanya belum pernah bertemu maupun bermusuhan dengan
mereka, tapi hal ini juga terjadi pada almarhum ayahmu. Maka, mudah saja diduga
dari mana dan siapa yang menyuruh mereka datang ke sini menggangguku. Tak lain
menurut dugaanku mereka itu pasti bekerja untuk pemerintah musuh"
"Ini
benar sekali," sambung Bie Cauw Giok, "suhu belum lama ini juga
mengirim kabar padaku bahwa sekarang banyak sekail orang kalangan liok-lim yang
diperalat oleh kaisar untuk membasmi semua orang yang bersikap memusuhi
pemerintahannya. Dan menurut berita-berita yang kudengar, bahkan sekarang Tiga
Iblis Wanita dari Loh-san itu telah menjadi pembantu yang dipercaya dari para
pengawal istana kaisar.
Siok Houw
Sianseng menghela napas. "Aku yang tua dan tak berguna ini tiada harganya
untuk merepotkan para enghiong. Biarlah mereka datang dan mengambil jiwaku.
Tapi yang membuat aku menyesal ialah mengapa mereka justeru memilih waktu
sekarang? Mengapa mereka tidak menunggui sampai aku selesai merayakan
perkawinan anakku?"
"Siok
Sianseng jangan takut. Biar iblis-iblis itu datang, aku orang she Bhok, pasti
akan mengajak mereka adu jiwa."
Kata-katanya
ini biarpun terdengar jumawa namun diam-diam Han Liong merasa girang karena ia
mendapat kenyataan bahwa biarpun tabiatnya kasar, namun suhengnya ini ternyata
gagah berani dan jujur.
"Bhok
twako benar. Kami takkan tinggal diam," Bie Cauw Giok menghibur Siok
Sianseng, "tapi kita harus berhati-hati, musuh yang akan datang besok itu
bukanlah orang-orang lemah. Harap Bhok twako berhati-hati dan waspada. Baiknya
di sini ada Si sute dan lihiap yang merupakan tenaga bantuan tangguh hingga
kita tak usah merasa takut."
"Dua
orang wanita itu tak berapa berbahaya," kata Han Liong, "Terus terang
saja aku dan adikku bertemu dwngan mereka siang tadi" Lalu ia menceritakan
pengalamannya kepada semua orang.
Melihat Han
Liong agaknya tidak takut terhadap kedua iblis wanita itu, semua orangpun
berbesar hati. Setelah itu mereka beristirahat. Han Liong sekamar dengan kedua
suhengnya, sedangkan Hong Ing bermalam dengan Kim Lian, puteri Siok Sianseng
yang akan kawin besok harinya. Gadis ini merasa kagum dan senang sekali,
berkenalan dengan nona pendekar itu. Malam itu semua orang gagah tidur dengan
bergiliran tapi semalam-malaman itu tak terjadi sesuatu.
Pada
keesokan harinya, udara terang dan cuaca bagus, maka sudah sepantasnya
orang-orang bergembira. Tapi jika seseorang memperhatikan wajah orang-orang
dalam ramah Siok Sianseng, tentu mereka akan melihat betapa wajah orang-orang
itu mengandung kecemasan hebat. Tamu-tamu baru datang dari segala tempat
sehingga dalam sekejap saja rumah keluarga Siok penuh orang.
Banyak pula
jago silat datang bertamu, maka Bhok Kian Eng menjadi tambah girang karena
mereka ini dapat diharapkan bantuannya bila iblis-lblis itu datang mengganggu.
Hampir semua tamu yang datang, baik ia sasterawan maupun jago silat, terdiri
dari para orang gagah pencinta bangsa dan pengikut-pengikut Si Enghiong dulu
atau sisa-sisa kaum pemberontak yang dihancurkan oleh pemerintah bangsa Boan.
Ketika
rombongan pengantin laki-laki datang menjemput calon isterinya, keadaan menjadi
ramai dan suasana menjadi sangat meriah, orang-orang lupa sejenak akan ancaman
bahaya. Suara tambur dan gembreng, mercon dan orang-orang tertawa memenuhi
suasana rumah itu.
Tiba-tiba
tampak tiga bayangan orang berkelebat! Dua orang tua laki-laki dan seorang
wanita tampak berdiri di depan tuan rumah, lalu menjura memberi selamat. Semua
orang heran karena gerakan mereka demikian cepatnya sehingga tahu-tahu sudah
berada disitu, entah dari mara datangnya!
Bhok Kian
Eng dan Bie Cauw Giok diam-diam bersiap dengan senjata masing-masing. Tetapi
Siok Sienseng memandang mereka dengan wajah girang, sedangkan Han Liong
tiba-tiba meloncat ke depan ketiga orang tua itu dan memberi hormat sambil
berlutut.
"Suhu!
Ie-ie...!"
"Han
Liong, kau juga berada di sini? Syukurlah!" seru ketiga orang itu
terdengar girang sekali seperti suara orang yang terbebas dari kekhawatiran
besar ketika melihat muridnyapun berada di situ.
Ternyata
wanita setengah tua yang kelihatan gagah itu bukan lain adalah Yo Leng Ing,
bibi Han Liong, sedangkan kedua orang tua ita adalah Siauw lo-ong Hee Ban Kiat
si mata satu dan Kim-to Bie Kong Hosiang, dua diantara guru-guru Han Liong!
Tentu saja
pertemuan ini sangat menggirangkan dan Siok Sianseng merasa bangga menerima
tamu-tamunya yang terdiri dari orang-orang gagah golongan tua dan
patriot-patriot bangsa yang terkenal. Dihadapan tuan rumah, ketiga orang tua
ini tidak menyatakan apa-apa, hanya sekedar datang memberi selamat.
Tapi ketika
mendapat kesempatan, Hee Ban Kiat menarik tangan Han Liong ke samping dan
berkata, "Han Liong, kita harus waspada, Siok Sianseng akan didatangi
orang-orang jahat"
Han Liong
menyangka dua iblis wanita yang datang malam tadi itulah yang dimaksudkan oleh
gurunya, tapi ia bertanya. "Siapakah mereka itu, suhu?"
"Loh-san
Sam-moli!"
"Oh,
Tiga Iblis Wanita dari Loh-san?" kata Han Liong berseru kaget.
Hee Ban Kiat
mengangguk, "Untuk itulah maka aku, Bie Kong Hosiang, dan Yo Toanio datang
kemari. Ketiga iblis itu mempunyai kepandaian dan ilmu silat yang tinggi pula.
Belum tentu kita sanggup melawan dan mengalahkannya, tapi bagaimanapun juga,
kita harus melindungi Siok Sianseng."
Han Liong
lalu menceritakan dengan singkat bahwa murid ketiga iblis wanita itu semalam
telah datang dan berjanji hendak datang menyerbu hari ini. Kemudian, ketika Bie
Kong Hosiang dan Yo Lee In juga datang ke sana dan mendengar kisah
perjalanannya semenjak berpisah, Han Liong segera melambaikan tangan kepada
Hong Ing.
Ia
memperkenalkan gadis yang masih berpakaian laki-laki itu kepada ie-ienya dan
kepada kedua suhunya. Yo Leng In memandang gadis itu dan diam-diam ia mengakui
persamaan wajah anak itu dengan cicinya. Tetapi karena mengingat bahwa gadis
itu adalah puteri Lie Ban musuhnya, maka ia hanya menyambut dengan dingin saja.
Melihat
ketiga orang tua itu bercakap-cakap dengan Han Liong, Bhok Kian Eng dan Bie
Cauw Giok mendekati mereka. Hee Ban Kiat dengan matanya yang tinggal satu itu
memandang ke arah mereka. Kedua orang itu sangat terkejut melihat betapa mata
itu bersinar sangat tajam seakan-akan dapat menembus dada!
Han Liong
segera mengundang mereka itu duduk dan memperkenalkan Bhok Kian Eng dan Bie
Cauw Giok sebagai murid Liok-te Sin-mo dan Beng-san Tojin! Kedua orang itu
segera memberi hormat kepada mereka. Mendengar bahwa Loh-san Sam-moli akan
datang, kedua orang itu menjadi pucat, tetapi melihat bahwa kedua guru dan
ie-ie Han Liong, yang tinggi ilmu silatnya itu berada di situ hati mereka agak
tenteram.
Di antara
mereka semua, hanya Hong Ing saja yang merasa sangat kurang senang hati!
Menurut anggapannya mungkin ketiga orang tua itu tak suka padanya, dan ia
maklum mengapa mereka demikian. Maka ia mesata hatinya sangat tersinggung dan
berduka. Han Liong juga dapat merasakan keadaan adiknya ini, maka beberapa kali
ia mengerling ke arah Hong Ing dengan pandangan iba dan mesra.
Melihat
pandangan iba dari kakaknya itu, Hong Ing makin merasa sedih. Dengan
menundukkan kepalanya, gadis itu segara berdiri dan meninggalkan mereka,
menghilang diantara orang banyak yang berkerumun berdesak-desak melihat
pengantin.
Ketika smua
orang tengah bergembira, tiba-tiba terdengar suara tertawa nyaring yang
mengalahkan semua suara gaduh. Suara itu sangat merdu dan nyaring, tetapi juta
mendatangkan pengaruh yang menyeramkan. Han Liong berkelebat ke atas genteng,
diikuti oleh kedua gurunya, ie-ienya, dan kedua suhengnya. Juga beberapa belas
jago silat yang berkepandaian tinggi ikut menyerbu naik!
Keadaan
menjadi panik. Mereka yang tidak mengerti ilmu silat mencari perlindungan di
dalam kamar, tak peduli kamar siapa saja dimasukinya dan pintu ditutup dari
dalam. Kedua pengantin cepat dibawa orang bersembunyi dalam kamar pengantin dan
dijaga oleh beberapa orang gagah dengan senjata di tangan!
Di atas
genteng tampak berdiri tiga orang perempuan terengah tua yang berpakaian serba
hijau dan masing-masng memegang kebutan dan pedang. Mereka ini adalah Loh-san
Sam-moli yang terkenal dan ditakui semua orang! Di pinggir mereka berdiri
Kiu-hwa Twa-moli, sedangkan Kiu Lan Siauw-moli sedang bertempur melawan Hong
Ing, Kiu Lan menggunakan hudtim dan pedang, sedangkan Hong Ing menggunakan
siang-kiamnya.
Ketika itu
Hong Ing memainkan ilmu pedang pasangan warisan gurunya dan mencoba berkelahi
dengan nekad, terdorong oleh kedukaan hatinya. Melihat permainan ini, tiba-tiba
iblis termuda berkata sambil kebutkan hudtimnya,
"Berhenti!"
Dan heran,
sambaran angin hudtimnya cukup untuk membuat kedua orang yang sedang bertempur
itu terhuyung-huyung mundur.
"Eh,
nona kecil, apakah hubunganmu dengan Seng Bouw Nikouw?" Iblis wanita
ketiga itu bertanya. Hong Ing biarpun telah merasakan kehebatan tenaga iblis
itu, tapi ia tidak takut, bahkan ia hendak menggunakan nama gurunya menggertak,
"Ia adalah guruku, kau mau apa menanyakan?"
Iblis wanita
iu terkejut dan heran, "Kau muridnya? Kalau begitu, bukankah! kau she Lie
dan ayahmu adalah Lie Ban?"
Mendengar
nama ayahnya disebut-sebut, Hong Ing menjadi marah. "Apa maksudmu bertanya
panjang lebar? Aku bukan kerabatmu!"
"Omitohud!
Kami adalah orangmu sendiri, nona! Kau adalah keturunan Lie Ban, mengapakah kau
bisa berada bersama-sama dengan orang-orang ini? Mereka ini adalah
musuh-musuhmu, nona! Ayah-ibumu juga merekalah yang membunuhnya."
"Jangan
banyak cerewet !" Hong Ing berteriak gemas dan bersamaan itu air matanya
mengalir di pipinya karena kata-kata itu mengingatkannya akan kedua orang
tuanya yang meninggal dunia. Digerakkannya siang-kiamnya lagi dan menyerang Kiu
Lan dengan sengit. Kiu Lan menangkis dan mereka bertempur lagi mati-matian.
Pada saat itulah Han Liong dan kawan-kawannya sampai disitu.
Loh-san
Sam-moli sebenarnya bukanlah tiga saudara. Mereka adalah saudara-saudara
seperguruan, yakni murid-murid dari Ngo-lian-posat Ang Gwat Niang-niang si Dewi
Lima Teratai seorang wanita pertapa yang tinggi ilmu silatnya dan tinggi pula
ilmu batinnya, dan yang sedang bertapa di Ngo-lian-san.
Tiga saudara
seperguruan itu oleh gurunya diberi nama Biauw Niang-niang, Leng Niang-niang,
Hai Niang-niang. Mereka bertiga telah mewarisi kepandaian dari suhunya sehingga
kepandaian mereka sudah boleh dikatakan sempurna dan jarang tandingannya.
Sebenarnya
semenjak muda mereka bertiga telah dididik untuk menjadi orang suci, dan
mula-mula mereka juga patuh menjalankan ibadat. Tapi karena pada dasarnya
memang tidak bersih, Biauw Niang-niang tergoda oleh nafsu dan ia menyeret kedua
adik seperguruannya ke dalam jurang kehinaan, hingga mereka bertiga berobah
menjadi jahat.
Bie Kong
Hosiang yang pernah bertemu dengan ketiga iblis wanita ini, segera menjura dan
berkata, "Omitohud! Ketiga Niang-niang yang terhormat berkenan mengunjungi
tempat sahabatku yang buruk ini. Maafkan kami tidak tahu sehingga tak menyambut
dengan sepantasnya."
Biauw
Niang-niang tertawa menghina. "Bie Kong Hwesio!" katanya. "Kau
juga berada di sini? Kau mengaku kawan si pemberontak she Siok itu? Hati-hati,
hwesio, ia adalah seorang pemberontak yang harus menerima hukuman
sekeluarganya. Lebih baik kau pergi saja dari sini, barangkali aku dapat
mengampunkan kau!"
"Eh,
setan perempuan darimana begini jumawa dan datang-datang memaki-maki orang?
Kalian boleh menakut-nakuti orang lain, tapi aku Bhok Kian Eng si Garuda Putih
sekali-kali tidak takut padamu!"
Sepasang
mata Hai Niang-niang, iblis termuda, yang jeli seperti mata seorang gadis
cantik, berkilat memandang ke arah Bhok Kian Eng, lalu mulutnya tersenyum.
"Hm,
beginikah macamnya Garuda Putih? Baiklah, aku akan membikin kau menjadi garuda
tak bersayap!"
Dan
bersamaan dengan kata-kata terakhir, tangannya bergerak dan sebuah benda putih
berkilauan menyambar secepat kilat ke arah Bhok Kian Eng! Huito atau pisau
terbang itu menyambar ke arah kaki si Garuda Putih dengan cepat sekali sehingga
jalan satu-satunya bagi Bhok Kian Eng ialah melompat tinggi untuk menyelamatkan
diri dari tikaman pisau yang sempat mengenai betisnya.
Tapi
serangan gelap ini memang diperhitungkan masak-masak oleh penyerangnya, karena
selagi tubuh Bhok Kian Eng masih terapung di udara, tiba-tiba pisau lain telah
terbang menancap di bahu kirinya! Tanpa ampun lagi si Garuda Putih terbanting
ke bawah genteng! Baiknya ia sudah memiliki tubuh kuat dan mempunyai kegesitan
cukup baik sehingga dalam bahaya maut itu ia masih sempat berjungkir balik dan
jatuh di atas tanah dengan berdiri. Ia segera roboh karena betisnya yang
terkena pisau terasa sakit sekali.
"Sungguh
tak tahu malu, menyerang secara pengecut!" teriak Hee Ban Kiat yang
meloncat menyerang Hai Niang-niang. Tetapi Kiu Hwa twa-moli menangkisnya dan
mereka segera bertempur dengan seru. Hee Ban Kiat seperti biasa tak pernah
menggunakan senjata, tetapi menggunakan sepasang kepalan dan kedua kakinya yang
dapat bergerak cepat dan tak kalah hebatnya dengan senjata yang bagaimanapun
juga. Tapi lawannya, murid kepala dari ketiga iblis, bukanlah lawan yang
ringan. Perempuan buruk ini menggunakan hudtimnya untuk membalas menyerang dan
mencoba untuk mengalahkan si mata satu.
"Kau
mencari mati!" Hai Niang-niang tertawa dingin dan kebutannya berkelebat ke
arah dada Bie Kong Hosiang.
Tapi
tiba-tiba sebuah bayangan putih menyambar dan Hai Niang-niang merasa tenaga
yang luar biasa kuatnya menolak kebutannya hingga terpental. Ia menjerit
terkejut dan marah. Ternyata Han Liong telah mewakili gurunya, dan tadi ia
menggunakan ujung bajunya untuk menyabet dan menangkis kebutan itu!
Bukan main
herannya Hai Niang-niang ketika melihat bahwa yang menangkis hudtimnya secara
hebat itu bukan lain hanyalah seorang pemuda yang belum ada dua puluh tahun
usianya. Ia sampai tak percaya dan sekali lagi ia menggerakkan hudtimnya, kini
ke arah kepala Han Liong. Gerakan hudtim ini mengandung tenaga dalam yang besar
sehingga sebelum kebutan sampai, anginnya telah terasa menyambar dingin.
"Bagus!"
kata Han Liong dan Hai Niang-niang merasa kepalanya pening dan matanya kabur
karena tahu-tahu anak muda baju putih itu lenyap dari depannya! Secepat kilat
ia memutar tubuh sambil memukulkan kebutan dan pedangnya. Benar saja, Han Liong
sudah berada di belakangnya tersenyum den menangkis sabetannya.
"Sungguh
lihai !" Leng Niang-niang berseru. Iblis kedua ini tahu bahwa seorang diri
saja sumoinya itu sukar memperoleh kemenangan, maka ia segera maju menyerang.
Han Liong
melibat gerakan Leng Niang-niang lebih hebat dari Hai Niang-niang, berlaku
hati-hati dan ia melayani keroyokan kedua wanita iblis itu dengan mengandalkan
kegesitan dan kelincahannya.
Melihat
kedua sumoinya dapat mengimbangi Han Liong, Biauw Niang-niang tertawa seram,
kemudian, in memutar pedangnya menyerang Bie Kong Hosiang yang menangkisnya
dengan golok. Bie Cauw Giok melihat betapa Hong Ing sangat terdepak oleh Kiu
Lan, segera maju membantu.
Beberapa
orang tamu yang juga memiliki kepandaian ikut naik ke atas genteng, dan segera
maju pula menyerbu. Ada yang membantu Bie Kong Hosiang, ada pula yang membantu
Hee Bin Kiat. Tapi tak seorangpun berani membantu Han Liong karena pemuda itu
sudah tak kelihatan bayangannya lagi, seakan-akan menjadi satu dengan sinar
pedangnya dalam perjuangan mati-matian melawan dua iblis yang lihai itu.
Di dalam
pertempuran yang hebat itu, selain Han Liong sendiri, yang boleh dibilang
menang dan mendesak lawannya adalah Hee Ban Kiat. Biarpun Liu Hwa telah
mewarisi kepandaian tiga iblis wanita yaag menjadi gurunya, namun terhadap Hee
Ban Kiat si mata satu ia kalah tenaga, kalah pengalaman dan kalah ulet.
Permainan pedang dan hudtimnya mulai kacau menghadapi silat tangan kosong si
mata satu yang memainkan Kiaw-ta-sin-na-hwat.
Tiba-tiba
Kiu Hwa menjerit ngeri dan ia terhuyung-huyung lalu memuntahkan darah sambil
memegang pundaknya. Ternyata dengan tipu Lutung Sakti Menyambar Hati, Hee Ban
Kiat menyerangnya dan Kiu Kwa menangkis dengan hudtim, tapi Hee Ban Kiat
merobah gerakannya, jari tangannya mencuri masuk dalam totokan Su-sat-chiu yang
luar biasa itu. Tanpa ampun lagi Kiu Hwa terkena totokan di pundaknya, dan
jiwanya tak tertolong lagi karena yang tertotok adalah urat kematian.
Melihat
muridnya terluka, Biauw Niang-niang marah sekali. Sambil berseru keras ia
menangkis golok Bie Kong Hoiiang dengan kebutan dan pedangnya berkelebat cepat
ke arah dua orang yang membantu hwesio itu. Terdengar bunyi
"traang!!" dan senjata kedua orang itu terlepas dari tangannya
diikuti dengan suara pekik kesakitan karena Biauw Niang-niang terus memainkan
kebutannya menyabet, yang akibatnya hebat sekali. Seorang pengeroyok pecah
kepalanya sedangkan orang kedua patah tulang iganya ketika ujung bulu kebutan
singgah di dadanya!
Bie Kong
Hosiang terkejut sekali melihat kehebatan lawannya. Ia melompat maju dan
memutar goloknya makin cepat dalam ilmu goloknya Ngo-houw-toan-hun-to yang
lihai. Namun Bianw Niang-niang terlalu tangguh baginya. Dengan tangan kiri yang
memegang hudtim, ia dapat menangkis dan memunahkan semua serangan Bie Kong
Hosiang, sedangkan di tangan kanannya ia menggunakan pedang untuk menyebar
maut!
Sambil
berkelebat ke sana ke mari ia berhasil melepaskan diri dari serangan Bie Kong
Hosiang dan sekali pedangnya berkelebat, maka robohlah seorang lagi pengeroyok
dengan mandi darah! Sebentar saja pedang iblis wanita yang ganas dan kejam itu
telah merobohkan lima orang! Lain orang yang tak seberapa tinggi kepandaiannya
menjadi takut mengundurkan diri ke samping.
Sementara
itu, setelah berhasil merobohkan Kiu Hwa, Hee Bin Kiat yang melihat keganasan
Biauw Niang-niang segera maju menyerang dan bersama-sama Bie Kong Hosiang
mengeroyok iblis wanita yang lincah itu. Kini pertempuran terjadi dalam tiga
rombongan, yakni, Hee Ban Kiat dan Bie Kong Hosiang melawan Biauw Niang-niang,
Bie Cauw Giok dan Hong Ing bertempur mengeroyok Kiu Lan, sedangkan Han Liong
seorang diri dikeroyok oleh Leng Niang-niang dan Hai Niang-niang.
Yo Leng In
tadinya membantu Han Liong, tetapi Han Liong sambil melayani kedua lawannya,
minta agar ie-ienya ini turut menjaga di bawah, takut kalau-kalau ada kawan
penjahat yang menyerbu. Han Liong sejak tadi hanya memainkan ilmu Pedang Empat
Bintang yang cukup kuat untuk dapat melayani kedua lawan itu tanpa terdesak,
tetapi ketika ia mendengar suara jeritan-jeritan ngeri dari para korban pedang
Biauw Niang-niang ia menjadi marah. Ia merubah gerakan pedangnya dan kini ia
memainkan jurus-jurus teratas dari Pek-liong-kiamsut!
Pedangnya
berkelebat menjadi puluhan sehingga kedua lawannya amat terkejut. Sebelum
mereka sempat mempelajari gerakan Han Liong. Tiba-tiba Hai Niang-niang merasa
pundaknya amat sakit hingga hudtimnya terlepas. Ternyata dengan tangan kirinya
Han Liong telah menepuk bahu kirinya hingga sambungan tulangnya pecah!
Tapi pada
saat itu juga Biauw Niang-niang berhasil melukai Bie Kong Hosiang dengan
hudtimnya. Kebutan itu telah memukul leher Bie Kong Hosiang dengan keras
sekali, maka kalau lain orang yang terkena pukulan hebat itu pasti akan mati
seketika itu juga. Untunglah Bie Kong Hosiang adalah seorang yang tinggi ilmu
silatnya, sehingga ia bisa menggerakkan tenaga dalamnya menangkis pukulan itu
dan ia hanya mendapat luka diluar yang biarpun berat namun tidak sampai
membahayakan jiwanya.
Han Liong
melihat gurunya terluka segera melompat menahan pedang Biauw Niang-niang yang
hendak disabetkan ke leher Bie Kong Hosiang. Dengan gemas Biauw Niang-niang
menempur pemuda ini sedangkan Hee Ban Kiat berganti lawan, kini menghadapi Leng
Niang-niang yang tak sepandai Biauw Niang-niang, biarpun siluman wanita kedua
ini masih terlampau berat baginya. Hong Ing dan Bie Cauw Giok, setelah
bertempur mati-matian, akhirnya berhasil juga membuat Kiu Lan repot dan
terdesak....
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment