Tuesday, February 19, 2019

Cerita Silat Serial Kisah Si Pedang Kilat Jilid 09


























   Cerita Silat Kho Ping Hoo
  Serial Kisah Si Pedang Kilat

            Jilid 09



Pakaiannya ringkas, serba hitam, 
tidak mewah namun serasi dengan bentuk tubuhnya yang ramping
padat. 


Wajahnya manis sekali, dengan rambut digelung ke atas, diikat 
saputangan kuning dan agak
awut-awutan. mungkin baru pulang 

dari perjalanan sehingga pakaian itu agak berdebu dan rambut itu diusik angin. Tangan kirinya masih 
memegang sebatang cambuk kuda dari kulit, dan sikapnya begitu 
anggun, begitu gagah berwibawa, 
bahkan sedikit angkuh.

 Ia tidak pemalu seperti gadis lain, bahkan pandang matanya langsung 
menatap wajah Bun Houw dan 
pemuda inilah yang akhirnya 
menundukkan pandang matanya, 
seolah silau oleh sinar mata yang 
mencorong itu, atau setidaknya 
khawatir kalau disangka tidak tahu 
susila.

Sepasang alis Siauw Tek berkerut ketika dia melihat gadis itu, akan tetapi dia tersenyum. "Aha, kebetulan engkau pulang, siauw-moi! Pesta ini diadakan secara mendadak, jadi tidak keburu memberitahu engkau yang sejak pagi sudah pergi. Hayo, ikutlah makan dan kenalkan, tamu 

kehormatan kita ini adalah seorang pendekar yang memiliki ilmu silat hebat sekali. Namanya Kwa Bun 
Houw dan kujuluki dia Si Pedang 
Kilat!" Siauw Tek bangkit dan 
menarik tangan adiknya yang sudah 
mendekat, lalu memperkenalkannya kepada Bun Houw, "Kwa-toako, ini 
adalah adikku yang bengal dan 
manja,namanya Kiok Lan."

Bun Houw cepat bangkit dan memberi hormat kepada gadis yang lincah itu dengan mengangkat kedua
tangan depan dada. Akan tetapi, gadis itu agaknya tidak perduli akan segala upacara perkenalan itu, lalu bertanya kepada Pouw Cin, "Paman Pouw, 

benarkah, kepandaiannya hebat" 
Bagaimana kalau dibanding dengan kepandaian paman?"

Wajah Pouw Cin berubah kemerahan dam hampir saja dia tersedak. Dia 

minum araknya, lalu menjawab,
"Kepandaian Kwa-enghiong jauh lebih tinggi dari pada ilmu silat saya. Siocia (nona)."


"Aih, kalau begitu hebat! Aku harus belajar silat darimu, Kwa-enghiong!" seru gadis itu dan tanpa banyak ribut lagi iapun mengambil tempat duduk di sebelah Bun Houw.


Pemuda ini merasa seperti ada bunga mawar setaman mendekatinya, 

membuat jantungnya berdebar.

Padahal, ketika dua orang pelayan 

cantik tadi melayaninya, demikian 
dekat bahkan disengaja atau tidak beberapa kali ujung lengan baju 
mereka menyentuhnya, dia sama 
sekali tidak merasa apa-apa, bahkan merasa tidak enak sekali.

Ketika seorang pelayan 

menghampirinya untuk menuangkan arak, Kiok Lan menolak halus dan berkata, ditujukan kepada Siauw Tek. "Koko, kurasa Kwa-enghiong dan 
Paman Pouw tidak perlu dilayani, 
dapat menuangkan arak dan 
mengambil lauk sendiri. Kenapa 
harus dilayani" Sebaiknya koko tidak
menyusahkan kelima enci ini. Harap enci sekalian kembali saja ke dalam. Bukankah begitu. Kwa-enghiong dan kau, Paman Pouw?"


Lima orang wanita cantik itu saling pandang dan agak tersipu, akan tetapi Siauw Tek tertawa. "Ha-ha-ha, engkau selalu jujur dan kasar, siauw-moi. Baiklah, kalian mengasolah. Nanti saja kalau sudah selesai perintahkan para pelayan membersihkan meja."
Lima orang wanita cantik itu lalu berlari kecil meninggalkan ruangan makan itu. "Nah, begini lebih leluasa, bukan" Kita dapat bicarakan apa saja, tentu saja kalau Kwa-enghiong ini telah menjadi sahabat yang dapat dipercaya."


Tanpa sungkan lagi Kiok Lan 

mengambil masakan dengan 
sumpitnya, dan mulai makan. 
Sungguh jauh bedanya dalam hal 
sopan santun antara gadis ini dan 
kakaknya. Siauw Tek makan dengan 
sikap yang amat hati-hati dan selalu menjaga kesopananya cara makan seorang bangsawan tinggi yang tidak mau tercela sedikitpun. Sebaliknya, gadis itu makan seperti seorang gadis kang-ouw, makan dengan enaknya tanpa rikuh. Juga ia menuangkan dan minum arak bagaikan minum air saja!

"Apakah engkau membawa kabar penting siauw-moi" Kalau urusan negara, sebaiknya dibicarakan nanti saja denganku. Kalau urusan pribadi, boleh saja dibicarakan sekarang."


"Tidak ada urusan negara. itu kan urusanmu, koko. Dengar baik-baik, bukan hanya engkau yang 

menemukan Kwa-enghiong ini 
sebagai seorang pendekar sakti. 
Akupun membawa seorang tamu,
seorang pendekar sakti yang berilmu tinggi, koko!"


"Ehh" Siapa dia" Bagaimana engkau bertemu dengan dia dan di mana dia sekarang?" Siauw Tek yang agaknya amat penuh perhatian itu bertanya dan jelaslah bahwa pemuda ini 

memang ingin sekali berkenalan 
dengan orang-orang yang memiliki 
ilmu kepandaian tinggi.

"Nanti dulu, koko. Biar dia menanti di ruangan tamu. Aku sudah menyuruh pelayan menghidangkan minuman. Pertemuanku dengan dia 

menegangkan, koko. Aku dihadang orang-orang jembel menjemukan itu. Akan tetapi ilmu silat para 
pimpinannya lihai dan aku hampir celaka. Untung tiba-tiba muncul 
pendekar yang hebat ini sehingga aku tertolong."

Siauw Tek tertarik sekali. "Siauw-moi. ceritakanlah yang jelas. Apa yang telah terjadi" Jangan sepotong-

sepotong membuat kami jadi 
penasaran sekali." tegur kakaknya.
Gadis itu tertawa, nampaknya puas sekali dapat membuat para 
pendengarnya tertarik. Kemudian, tanpa menghentikan makan, sambil makan ia bercerita tentang apa yang baru saja dialaminya pagi hari itu.
Gadis itu memang merupakan adik kandung seayah berlainan ibu dengan Siauw Tek. Sejak kecil, Kiok Lan memang memiliki watak yang lincah jenaka dan pemberani, apalagi karena sejak kecil ia suka berlatih silat 
sehingga kini, dalam usia tujuh belas tahun, ia telah menjadi seorang gadis yang lihai.

Banyak sekali gurunya, yaitu para jagoan istana kerajaan Liu-sung yang telah jatuh. Dan, yang terakhir, Pouw Cin yang lihai juga melatihnya 

sehingga ia menjadi semakin lihai.
Pagi hari itu, ia berpamit kepada kakaknya untuk pergi berburu ke 
hutan di Bukit Hijau yang dihuni 
banyak binatang buruan. Siauw Tek yang mengetahui keberandalan 
adiknya, tidak dapat melarang, akan tetapi dia percaya penuh akan 
kelihaian adiknya sehingga 
berkeliaran seorang diripun takkan ada yang mampu mengganggunya. 

Adiknya itu tidak akan dapat 
dikalahkan oleh sepuluh orang pria kasar dan kuat sekalipun!
Dengan bersenjatakan busur kecil dan banyak anak panah, Kiok Lan memasuki hutan di lereng Bukit
Hijau. Akan tetapi di tepi hutan itu, ia bertemu dengan tiga orang pengemis yang menghadang perjalanannya. 


Mereka memandang kepadanya dan ketiganya menyodorkan tangan 
kanan minta sedekah. "Nona. 
tolonglah kami orang-orang miskin 
dan kelaparan!" kata mereka senada.
Kiok Lan berhenti melangkah dan berdiri di depan mereka, memandang penuh perhatian. Alisnya berkerut dan mulutnya senyum mengejek. Hatinya merasa tak senang sekali. 

Tiga orang itu adalah laki-laki bertubuh cukup sehat dan kuat, usia mereka antara tiga puluh-sampai empat puluh tahun. "lhhh, apakah kalian ini tidak malu" Tiga orang laki-laki sehat dan kuat, belum kakek-kakek lagi, menjadi pengemis yang minta-minta" Orang-orang macam kalian ini hanya membikin malu bangsa saja dan tidak layak hidup! Pergilah, aku tidak sudi memberi apapun kepada kalian!"

Berubah sikap tiga orang laki-laki itu. Kalau tadi mereka memasang wajah menyedihkan, dengan suara yang 

mohon belas kasihan, kini mereka 
melotot dengan muka berubah 
kemerahan. 

Mereka memandang ke kanan kiri, dan kesunyian tempat itu agaknya menambah semangat dan keberanian
mereka. Yang termuda di antara 

mereka, matanya sipit hampir 
terpejam dan hidungnya pesek,
melangkah maju dan tersenyum 

mengejek.

"Nona manis, kalau engkau tidak 

mempunyai uang untuk diberikan 
kepada kami, berikan saja apa yang kau miliki. Kecantikanmu, heh-heh-
heh, cukup untuk kami bertiga. 
Bukankah begitu, heh-heh, kawan-
kawan?"

"Benar sekali!" kata dua orang 

kawannya.
Sepasang mata yang indah itu terbelalak, dan muka itu berubah 

kemerahan. "Memang kalian tidak 
patut hidup! Jahanam busuk kalian, anjing kotor!"

"Ha-ha-ha, ia cantik dan galak pula!" kata si mata sipit dan diapun sudah menerjang ke depan untuk meringkus dan memeluk gadis yang dianggapnya amat menggairahkannya itu.


Kiok Lan menyambutnya dengan sebuah tendangan yang ditujukan ke arah perutnya. Orang itu mengenal 

gerakan silat yang dahsyat, dan 
agaknya si mata sipit juga ahli silat. maka dia cepat menangkis dengan kedua tangannya yang disabetkan ke bawah, tidak jadi merangkul.

"Dukkk!!" dan akibat tangkisan ini, si mata sipit terjengkang dan terbanting sampai tiga meter jauhnya!


Dua orang temannya menjadi terkejut dan marah. Tahulah mereka mengapa gadis itu berani bersikap kasar dan menghina mereka. Kiranya seorang gadis kang-ouw yang pandai silat! 


Mereka segera mencabut tongkat besi yang terselip di pinggang, lalu 
menyerang, sekali ini bukan untuk berbuat mesum, melainkan untuk melukai gadis yang dianggap lawan berbahaya itu, Juga yang terjengkang tadi, setelah mengerang sebentar lalu bangkit, mencabut tongkat besinya dan tiga orang itu kini mengeroyok Kiok Lan! Akan tetapi, segera mereka mendapatkan kenyataan pahit. 

Mereka telah bertemu batu keras!
Biarpun hanya bersenjatakan 

busurnya, Kiok Lan mampu 
menghajar tiga orang itu sampai 
babak belur dan akhirnya mereka 
bertiga lari tunggang-langgang 
dengan kepala benjol dan luka-luka kecil yang merobek baju dan kulit.
"Huh, belum bertemu binatang 
buruan, Bertemu tiga orang yang lebih jahat dari pada binatang!" kata Kiok Lan sambil tersenyum mengejek. Karena mereka merupakan lawan yang lunak saja baginya, Kiok
Lan sudah melupakan peristiwa itu dan memasuki hutan. Dalam waktu kurang dari satu jam, ia telah berhasil memanah roboh seekor kijang muda yang gemuk.


"Heh-heh, koko tentu akan senang sekali. Dia paling suka makan daging paha kijang dipanggang!"
katanya seorang diri sambil berlari menghampiri kijang yang roboh itu.
Akan tetapi, ia tiba di bawah pohon dekat semak belukar itu, ia mengerutkan alisnya. Kijang itu telah dipanggul seorang yang dikenalnya sebagai si mata sipit tadi, yang tertawa-tawa membawa pergi
bangkai kijang itu.


"Hei, berhenti, kau anjing busuk! 

Kembalikan kijangku!" teriak Kiok Lan dan ia bergerak hendak 
mengejar. Akan tetapi tiba-tiba ada 
angin menyambar dari samping. 

Suara senjata berdesing membuat ia terkejut dan cepat melompat untuk mengelak. Kiranya yang 
menyerangnya adalah seorang laki-laki berusia lima puluhan tahun yang memegang sebatang tongkat besi pula. Dan kakek inipun berpakaian pengemis. Selain dia, di situ masih terdapat empat orang pengemis setengah tua lain lagi dan mereka semua memandang kepadanya dengan sikap marah.

"Hei ! Kalian ini lima orang pengemis tua, mengapa tiba-tiba saja 

menyerangku" Aku hendak mengejar pencuri kijangku itu!" bentak Kiok 
Lan marah.

"Hemm, engkau seorang gadis yang masih, muda sekali, masih remaja akan tetapi sudah memiliki watak yang keras dan kejam. Engkau telah mengandalkan kepandaianmu untuk menghina dan memukuli tiga orang murid kami! Kalau engkau tidak mempunyai apa-apa untuk memberi sedekah kepada mereka sudah saja jangan beri apa-apa. Kenapa engkau tidak mau memberi malah menghina mereka, kemudian memukuli 

mereka?"

Baru sekarang Kiok Lan tahu bahwa ia berhadapan dengan lima orang jembel-jembel jagoan yang menjadi guru dari para pengemis, kurang ajar tadi dan timbullah kemarahannya.


"Aha, kiranya kalian adalah guru-guru para pengemis busuk yang kurang ajar tadi. Bagus, bagus! Kalau murid-muridnya jahat guru-gurunya tentu lebih jahat lagi! Kalian telah 

mengajarkan orang-orang yang masih sehat dan kuat untuk mengemis, bahkan untuk bersikap kurang ajar. Kalau kalian mengajar orang-orang untuk mengemis, tentu kalian sendiri juga pengemis-pengemis besar!"

"Hemm, engkau memiliki mata akan tetapi seperti buta. Kami adalah Ngo-liong Sin-kai (Pengemis Sakti Lima Naga), tentu saja pekerjaan kami 

mengemis. Para murid kami tadi juga 
adalah anggauta-anggauta Tiat-tung 
Kai-pang (Perkumpulan Pengemis 
Tongkat Besi). Engkau berani mati 
hendak menentang Tiat-tung Kai-
pang?"

"Orang masih sehat dan kuat 

mengemis, akhirnya tentu menjadi 
perampok. Kalau tidak diberi 
sedekah, tentu akan mengandalkan 
kekuatannya untuk memaksa. Kalian 
ini orang-orang jahat, pergilah 
sebelum kuhajar seperti tiga orang pengemis busuk tadi!"

"Bocah ingusan sombong! Makan 

tongkatku!" bentak pengemis 
setengah tua yang bertubuh kecil 
kurus itu. Biarpun dia nampak kecil 
kurus, akan tetapi ketika tongkat 
besinya menyambar, terdengar angin 
pukulan dahsyat sehingga Kiok Lan 
harus cepat melompat ke belakang 
untuk menghindarkan diri. Ia
tahu bahwa lawannya ini lihai, akan tetapi Kiok Lan adalah seorang gadis yang tak pernah mengenal takut. 


Bahkan ia marah sekali dan begitu 
pukulan tongkat lawan itu luput, 
iapun langsung membalas dengan 
serangan pedangnya.

Ia telah mencabut pedangnya. Dengan pedang di tangan kanan dan busur
di tangan kiri, gadis itu bukan hanya membalas dengan serangan satu kali, melainkan secara bertubi-tubi dan iapun mendesak lawan dengan penuh kemarahan. 


Akan tetapi pada saat itu, empat-arang pengemis lainnya sudah 
menerjang dengan tongkat mereka dan ternyata setelah mereka maju berlima, gerakan tongkat mereka 
menjadi lain. Mereka bergerak 
bagaikan barisan tongkat saling 
tunjang dan saling melindungi 
sehingga dikeroyok barisan tongkat 
ini, Kiok Lan menjadi bingung dan 
terdesak. 

Sebetulnya, tingkat kepandaian lima orang itu, kalau maju seorang demi 
seorang, masih belum mampu 
menandingi Kiok Lan. Akan tetapi 
begitu maju bersama, apalagi mereka memiliki ilmu barisan tongkat yang amat lihai, Kiok Lan menjadi 
kewalahan dan nyawanya terancam bahaya maut. Ia kini hanya, mampu
memutar pedang dan gendewanya 

untuk melindungi diri, namun kalau hal seperti itu dilanjutkan,
akhirnya ia tentu akan terpukul 

roboh.

Pada saat keadaan Kiok Lan amat gawat itu, tiba-tiba terdengar suara suling melengking yang semakin lama semakin dekat. Dan tiba-tiba saja, terdengar bentakan setelah suara suling berhenti.


"Lima orang laki-laki mengeroyok 

seorang, gadis remaja! Sungguh tak tahu malu!"

Lima orang pengemis itu melihat 

munculnya seorang pemuda yang 
berusia dua puluh lima tahun,
bertubuh sedang dan gerak-geriknya halus dengan pakaian sasterawan 

yang indah dan mewah, seorang 
pemuda tampan pesolek yang 
memegang sebatang suling yang 
panjangnya seperti pedang, dan 
suling itu berkilauan putih seperti 
terbuat dari perak.

"Nona, mundurlah, biar aku yang 

menghajar orang-orang kotor itu!" 
kata si pemuda.

Kiok Lan yang sudah kewalahan dan napasnya terengah-engah, 

menggunakan kesempatan selagi lima
orang itu memandang si pemuda, 
melompat ke belakang dan iapun 
berdiri memandang dengan kagum.

Sikap pemuda itu yang mengagumkan hatinya, begitu tenang begitu penuh kepercayaan kepada dirisendiri dan berani memandang rendah lima orang jagoan pengemis yang lihai itu.

"Keparat, jangan mencampuri urusan Tiat-tung Kai-pang!" bentak seorang pengemis, dan empat orang 
kawannya sudah bergerak 
mengepung pemuda yang memegang suling itu. 
Melihat ini, diam-diam Kiok
Lan merasa khawatir. Jangan-jangan pemuda ini akan menjadi korban, pikirnya, ia merasa tidak enak.
Pemuda ini hendak menolongnya, 
akan tetapi ia meragukan apakah 
pemuda yang tampan halus ini akan mampu mengalahkan Ngo-liong Sin-
kai yang demikian lihai. 

Akan tetapi, kalau ia turun tangan
membantu, ia merasa tidak enak pula kepada penolongnya, seolah ia 

memandang rendah. Biarlah,
pikirnya, ia akan melihat 

perkembangannya dan kalau 
penolongnya itu terdesak dan 
terancam, baru ia akan turun tangan membantunya.

Kini lima orang pengepung itu mulai menggerakkan tongkat besi mereka, mengeroyok dan menyerang secara bertubi, Pemuda itu masih nampak tenang saja, dan tiba-tiba nampak 

gulungan sinar perak berkilauan 
ketika dia menggerakkan sulingnya. 

Lenyaplah tubuh pemuda itu 
terbungkus gulungan sinar senjatanya dan terdengar bunyi berdencingan ketika lima batang tongkat besi itu disambar sinar suling, disusul 
serangan aneh yang membuat lima orang pengeroyok itu berturut-turut terjengkang ke belakang! Kiok Lan sampai terbelalak saking heran dan 
kagumnya. 

Ternyata pemuda itu seorang
pendekar sakti yang amat hebat ilmu kepandaiannya!


Ketika lima orang tokoh pengemis itu merangkak bangun, seorang di antara mereka berseru cemas,
"Tok-siauw-kwi (Setan Suling Beracun)!"


Pemuda itu tersenyum mengejek, "Untuk membuktikan bahwa dugaan kalian itu benar, dalam waktu 

setengah hari, kalian akan mati 
keracunan."

Lima orang itu terkejut dan 

memeriksa tubuh masing-masing! Ada yang tadi terkena pukulan suling
pada lengannya dan di situ nampak noda menghitam sebesar ibu jari tangan, kalau disentuh nyeri bukan main dan terasa panas di bagian dalamnya. 


Demikian pula dengan yang lain. Di bagian yang tadi terpukul ujung 
suling, terdapat tanda menghitam itu. Keracunan! 

Tanpa mengenal malu lagi, mereka 
lalu melempar tongkat besi dan 
menjatuhkan diri berlutut, berjajar menghadap pemuda itu.

"Kongcu, kami mohon kongcu sudi mengampuni nyawa kami ... " mereka meratap ketakutan.


Pemuda itu bukan lain adalah Suma Hok yang berjuluk Tok-siauw-kwi. 

Setelah menyanggupi syarat yang diajukan Bu-eng-kiam Ouwyang Sek ketika dia dan ayahnya datang 
melamar Hui Hong, dia lalu pergi
untuk mencari gadis yang 

membuatnya tergila-gila itu. Juga dia akan menyelidiki tentang Akar Bunga Gurun Pasir yang menjadi satu di antara syarat yang diajukan Ouwyang Sek. 

Ketika dia kebetulan lewat di tempat 
itu, dia melihat Kiok Lan yang 
dikeroyok lima orang tokoh kai-pang itu.

Melihat betapa lima orang itu berlutut dan meratap minta ampun, Suma Hok tersenyum mengejek,
"Yang kalian ganggu adalah nona ini, maka kepadanyalah kalian harus mohon ampun." 


Suma Hok adalah seorang mata 
keranjang yang selalu haus akan 
wanita cantik. Begitu melihat Kiok Lan dikeroyok tadi, yang mendorong dia turun tangan menolong dan 
menentang lima orang pengemis 
adalah karena dia melihat betapa cantik manisnya gadis yang dikeroyok itu. 

Andaikata gadis itu berwajah buruk, belum tentu dia akan suka membantu perkelahian yang tidak ada sangkut-pautnya dengan dirinya.

Kini lima orang pengemis itu 

memberi hormat dan berlutut 
menghadap Kiok Lan. "Nona, 
ampunkanlah kami ... ampunkanlah kami ... " mereka meratap.

Kiok Lan adalah seorang gadis yang lincah dan galak, juga keras, akan tetapi dara ini sama sekali tidak memiliki hati yang kejam. Memang lima orang ini bersalah karena membela murid-murid mereka yang
kurang ajar terhadap dirinya. 


Akan tetapi kesalahan itu tidaklah sedemikian besarnya sehingga 
mereka perlu dihukum mati! Maka, iapun berkata kepada Suma Hok.

"Tai-hiap (pendekar besar), 

ampunilah mereka, tidak perlu 
dibunuh. Mereka tentu sudah 
bertaubat dan tidak akan berani 
sewenang-wenang lagi. Harap kau suka memberi obat penawarnya."

Suma Hok tersenyum, lalu merogoh saku bajunya, mengambil lima butir 

pel dari bungkusan. "Angkat muka 
kalian dan buka mulut kalian!" 
katanya kepada lima orang pimpinan pengemis itu.

Lima orang itu mentaati perintah ini dan lima kali Suma Hok 

menggerakkan tangan dan setiap 
orang menerima sebutir pel yang meluncur masuk ke dalam mulut. 

Mereka menelan pil itu dengan hati
merasa lega dan girang sekali. Suma Hok lalu menggerakkan kakinya, menendangi mereka berlima,
tepat di tempat yang terluka sambil berkata, "Sekarang, pergilah kalian!"
Lima orang itu terguling-guling, akan tetapi mereka merasa girang sekali karena tendangan itu agaknya merupakan cara pengobatan pula. 


Mereka menjura dengan hormat ke arah Suma Hok, kemudian pergi
melarikan diri dari tempat itu, diiringi suara tawa Suma Hok.


Dengan girang dan kagum sekali Kiok Lan kini berhadapan dengan Suma 

Hok. Sejenak mereka saling
pandang dan saling mengamati, kemudian Kiok Lan bertanya, 

"Siapakah engkau yang begini lihai"
Benarkah bahwa julukanmu adalah Tok-siauw-kwi?"

Suma Hok mengangguk dan 

tersenyum, "Saya yang bodoh 
bernama Suma Hok dan memang orang di dunia kang-ouw memberi 
julukan Tok-siauw kwi kepadaku. 

Kalau boleh aku mengetahui, 
siapakah nama nona yang mulia?"
Sikap dan ucapan Suma Hok amat manis dan merendah-Memang 

pemuda ini terkenal sebagai seorang
pemuda yang pandai merayu dan 

mengambil hati wanita cantik, 
sikapnya lemah lembut.

Kiok Lan terbelalak kagum. "Aihh. 

kalau begitu, tentu engkau putera dari Kui-siauw Giam-ong Suma Koan, 
bukan?"

Diam-diam Suma Hok heran. Gadis ini mengenal nama besar ayahnya! Kalau begitu bukan gadis sembarangan 

pula. 

"Bagaimana engkau dapat menduga sedemikian tepat, nona" Bolehkah aku
mengetahui siapa namamu dan 

mengapa pula nona berada di sini dikeroyok lima orang jembel busuk
tadi?" 


"Namaku Kiok Lan, dan kakakku 
pernah menerima ayahmu sebagai 
tamunya! Pernah kakakku
menceritakan hal itu kepadaku dan mengatakan bahwa ayahmu adalah seorang di antara para datuk
persilatan yang amat sakti. 

Siapa kira, hari ini aku bertemu 
dengan puteranya. Suma Taihiap, 
kalau begitu, marilah ikut denganku agar engkau dapat bertemu dengan kakakku. Dia tentu akan senang sekali bertemu putera Suma lo-cian pwe 
(orang tua gagah Suma)! Marilah, 
taihiap!"

"Siapakah kakakmu itu, nona!"
Akan tetapi gadis itu sudah 

memegang tangannya dan 
menariknya pergi dari situ. 

"Kuberitahu juga engkau tidak akan tahu. Namanya Siauw Tek. Nah, 
engkau tidak mengenal nama itu, bukan" Marilah.

Kakakku adalah seorang yang suka 

sekali berkenalan dengan orang 
pandai, dan dapat menghargainya.
Mari kita menghadap kakakku!"

Suma Hok tersenyum dan timbul keinginan tahunya, siapa dan orang 
macam apa adanya kakak dari
gadis cantik jelita ini. Dia pun lalu mengikuti saja ketika gadis itu 

mengajaknya keluar dari dalam hutan dan mendaki sebuah bukit yang 
subur dan kehijauan. 

Akhirnya, gadis itu mengajaknya ke sebuah rumah terpencil yang berada di lereng bukit itu. Rumah besar yang sederhana, akan tetapi ketika gadis itu mengajaknya masuk ke dalam 
ruangan tamu, dia tercengang 
keheranan. perabot ruangan itu 
seperti perabot ruangan rumah 
seorang bangsawan tinggi! Kiok lan menyuruh dia menunggu di situ.
"Aku akan memberitahu kakakku. 
Akan tetapi mungkin sekarang dia 
sedang makan siang. Kau tunggulah 
di sini, taihiap, dan nikmatilah 
sekedar hidangan yarg, akan 
dikeluarkan pelayan nanti." Iapun memasuki rumah itu dan Suma Hok menjadi semakin heran dan ingin tahu sekali. 

Dia menanti dengan sabar sambil minum anggur sedap yang 
disuguhkan seorang pelayan.
Demikianlah. Kiok Lan menceritakan pengalamannya kepada Siauw Tek. 


Pouw Cin dan Bun Houw juga
ikut mendengarkan kisah yang 

diceritakan secara menarik sekali oleh gadis yang pandai bicara dan lincah itu. Di dalam hatinya Bun Houw tentu saja kaget bukan main mendengar nama Suma Hok, akan
tetapi dia menahan perasaannya dan tidak memperlihatkan perasaan 

hatinya pada wajahnya.

"Tok-siauw-kui Suma Hok?" kata Pouw Cin setelah mendengar 

penuturan Kiok Lan. Ketika terjadi perebutan Akar Bunga Gurun Pasir dan saya memimpin rombongan 
untuk merampasnya, saya melihat
pula ayah dan putera Suma itu ikut pula berlumba untuk mendapatkan mustika itu. Kongcu."


Siauw Tek mengangguk-angguk, 

"Akupun masih ingat kepada datuk besar Suma Koan dan puteranya itu.
Sekarang puteranya telah berada di sini, kalau dia dapat bekerja sama dengan kita, alangkah baiknya, 

Paman Pouw. 

Mari kita ke ruangan tamu 
menyambutnya, dan sebaiknya 
engkau ikut pula, Kwa-toako.
Ketahuilah bahwa keluarga Suma merupakan keluarga datuk besar yang lihai sekali ilmunya."


"Koko, kalau Kwa-enghiong ini 

demikian hebat kepandaiannya dan merupakan ahli silat yang dapat
menandingi Paman Pouw, tentu akan menarik sekali kalau dia bertemu dengan pendekar Suma Hok!"


Mendengar ini, Bun Houw tersenyum saja dan diapun merasa tegang 

hatinya karena tidak dapat
membayangkan bagaimana nanti 

sikap Suma Hok kalau berhadapan 
muka dengan dia! 

Baru beberapa bulan yang lalu dia bertemu dengan Suma Hok di rumah Bu-eng-kiam Ouwyang Sek. ketika mereka berdua mempunyai maksud 
yang sama, yaitu meminang Hui 
Hong! Dalam pertemuan itu, dia 
bahkan sempat bertanding dan 
mematahkan suling Suma Hok.

Suma Hok yang duduk seorang diri 

minum arak di ruangan tamu yang indah itu, segera bangkit berdiri 
ketika mendengar langkah kaki 
beberapa orang menuju ke ruangan itu. Dia tersenyum ketika melihat Kiok Lan menggandeng tangan seorang 
laki-laki yang usianya kurang lebih dua puluh tahun, tampan anggun dan berwibawa. 

Kemudian dia melihat Pouw Cin dan terkejut karena mengenal laki-laki
setengah tua itu sebagai seorang 

bekas panglima kerajaan Liu-sung 
yang telah jatuh, panglima yang 
terkenal karena dahulu pernah 
memimpin rombongan utusan 
kerajaan Liu-sung untuk ikut 
berlumba memperebutkan mustika 
Akar Bunga Gurun Pasir! Kemudian, wajahnya berobah kemerahan dan
matanya terbelalak ketika dia melihat orang yang muncul paling akhir. Hatinya saja yang berteriak kaget.


"Kwa Bun Houw ...!" akan tetapi 

mulutnya diam saja dan diapun 
kembali memandang kepada pemuda yang digandeng Kiok Lan itu.

"Suma-taihiap, inilah kakakku," kata gadis itu.
Andaikata di situ tidak hadir Pouw Cin agaknya Suma Hok tidak akan 

mengenal pemuda kakak Kiok Lan itu. 

Akan tetapi, kehadiran Pouw Cin 
mengingatkan dia akan sesuatu dan ketika dia memandang wajah pemuda itu penuh perhatian, tiba-tiba dia 
teringat dan diapun segera 
menjatuhkan diri berlutut
menghadap pemuda itu.


"Sribaginda, mohon ampun karena hamba tidak tahu bahwa hamba akan menghadap paduka di sini ... "
Mendengar ucapan ini dan melihat sikap Suma Hok, Bun Houw 

sendiripun terkejut bukan main. Dia
belum pernah bertemu dengan Kaisar Cang Bu yang nama kecilnya Liu Tek dari kerajaan Liu-sung yang telah jatuh, maka dia sama sekali tidak mengenalnya. 


Tentu saja dia terkejut ketika melihat sikap Suma Hok, dan baru sekarang dia mengerti akan sikap pemuda yang mengaku bernama Siauw Tek itu.
Melihat sikap Suma Hok, wajah pemuda itu berseri akan tetapi hanya sebentar saja. Dia menghela napas, melangkah maju dan memegang 

kedua pundak Suma Hok, menariknya agar bangun berdiri.

"Cukup, Suma-toako, jangan bersikap begitu. Saat ini, aku bukanlah kaisar dan tidak perlu engkau bersikap 

begitu. Aku adalah seorang pemuda 
bernama Siauw Tek, dan engkau 
boleh menyebutku Kongcu saja. Nah, duduklah, dan engkau juga, Kwa-toako!"

Mereka semua duduk mengelilingi 

meja besar dan sesaat pandang mata 
Bun Houw bertemu dengan
pandang mata Suma Hok. Kalau pandang mata Suma Hok nampak gelisah, Bun Houw bersikap tenang
saja. Tentu saja hati Suma Hok merasa gelisah. 


Pertama karena dia tahu benar 
betapa Bun Houw kini telah menjadi seorang yang amat lihai, bahkan sedemikian lihainya sehingga pemuda itu mampu.mengalahkan Ouwyang Sek, juga mampu menandiugi 
ayahnya! 

Dan yang lebih menggelisahkan 
adalah bahwa pemuda saingannya itu adalah murid Tiauw Sun Ong, seorang bekas pangeran yang tentu saja
masih ada hubungan keluarga dengan bekas Kaisar Cang Bu yang kini 
menjadi pemuda bernama Siauw
Tek itu. 


Tentu saja Suma Hok sama sekali tidak menduga bahwa saingannya itu bahkan sama sekali belum tahu 
bahwa Siauw Tek adalah bekas Kaisar Cang Bu! Dan baru sekarang Bun 
Houw mengetahuinya. 

"Kwa-toako, engkau tidak kelihatan 
heran mendengar bahwa aku adalah bekas Kaisar kerajaan Liu-sung.
Apakah engkau sudah dapat menduga sebelumnya?" bekas kaisar itu 
bertanya kepada Bun Houw.

Bun Houw menggeleng kepala. "Tidak sama sekali, Kongcu. Baru sekarang aku mengetahui. Baru sekarang aku tahu bahwa Kongcu adalah seorang bekas kaisar, dan tentu nona ini 

seorang puteri dan Paman Pouw 
seorang bekas panglima."

Kini Suma Hok juga kelihatan heran, juga dia merasa lega. Setidaknya, kini 

dia menjadi jelas bahwa tidak 
terdapat hubungan yang erat antara Bun Houw dan bekas kaisar itu yang dapat membahayakan dia.

Kembali dua orang pemuda yang bersaingan itu saling pandang tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Apakah kalian berdua sudah saling mengenal?" tiba-tiba Kiok Lan 
bertanya dengan suara riang.
Bun Houw mengangguk. "Saya sudah mendapat kehormatan beberapa kali bertemu dengan saudara Suma Hok," 

dalam suaranya, tidak terkandung 
sesuatu.

Suma Hok adalah seorang pemuda 

yang cerdik. Kalau tadi dia banyak 
berdiam diri adalah karena dia 
khawatir kalau-kalau Bun Houw 
mempunyai hubungan dekat dengan 
tuan rumah. 

Sekarang, setelah dia mengerti bahwa Bun Houw agaknya juga hanya 
seorang tamu baru, bahkan agaknya baru mengenal Kiok Lan sekarang, hatinya merasa lega dan dia cepat dapat membawa diri. Dia bangkit 
berdiri dan memberi hormat kepada Bun Houw.

"Ah, sungguh merupakan kejutan 

yang menggembirakan bahwa di sini aku dapat bertemu denganmu,
saudara Kwa Bun Houw! Saking 

kagetku, sampai beberapa lamanya aku kehilangan suara! 

Memang benar apa yang telah 
dikatakan saudara Kwa Bun Houw 
tadi, kami memang pernah beberapa kali bertemu, akan tetapi kami 
mempunyai jalan masing-masing. Eh, hampir aku lupa, Saudara Kwa Bun
Houw, sudah terlalu lama aku menyimpan benda yang pernah kau titipkan kepadaku harap kau suka
menerimanya kembali sekarang!" Dia mengambil sesuatu dari balik 

jubahnya dan ketika dia 
menyerahkan benda itu kepada Bun Houw, diam-diam Bun Houw 
tersenyum geli dan juga kagum akan
kecerdikan orang ini. 


Yang dikeluarkan dan diserahkan 
kepadanya adalah pundi-pundi uang, bekalnya dalam kantung pemberian gurunya tempo hari yang pernah 
dirampas oleh Suma Hok! Ternyata pundi-pundi itu masih utuh!

Karena diapun tidak ingin melibatkan urusan pribadinya dengan keluarga 
bekas kaisar ini, maka diapun 
menerima pundi-pundi itu dan 
berkata, "Terima kasih, saudara Suma Hok." dan menyimpan pundi-pundi itu ke balik bajunya.

Biarpun kedua orang pemuda itu bersikap ramah dan saling merendah, namun sesuatu yang dirasakan
tidak wajar tertangkap oleh Kiok Lan yang memang amat cerdik dan 

berpemandangan tajam. 

Ia memandang berganti-ganti kepada dua orang pemuda itu seperti hendak menembus dan menjenguk isi
hati mereka dengan mulut tersenyum penuh arti sehingga Suma Hok dan Bun Houw yang bertemu pandang 

dengannya, terpaksa menundukkan mata. 

Tiba-tiba gadis itu berkata dengan suara nyaring,mengejutkan hati kedua orang pemuda itu.
"Koko, bagaimana kalau kedua orang jago kita ini kita adukan" Aku berani bertaruh bahwa jagoku, Suma-taihiap, akan menang melawan jagomu, yaitu Kwa-enghiong itu."


"Ah. jangan bicara yang bukan-bukan, siauw moi!" Siauw Tek berseru, kaget juga dengan gagasan adiknya ini, walaupun hal itu sebenarnya menarik baginya. Akan tetap, dia tidak, ingin kehilangan kedua orang ini ingin menarik mereka untuk bekerja 

dengan dia, memperkuat posisinya. 

Sebaiknya, bersama Paman Pouw, 
engkau mengantarkan dua orang 
tamu kita untuk melihat-lihat 
kekuatan kita. Malam nanti baru aku ingin bicara dan berbincang-bincang dengan mereka."

Bun Houw merasa tidak enak. "Maaf Kongcu. Aku tidak dapat tinggal lebih lama."


"Kwa-twako! Kami mengharap 

dengan hormat dan sangat agar engkau suka tinggal beberapa hari di sini, setidaknya malam ini engkau bermalam di rumah kami!" kata Siauw Tek dengan suara mengharap.
"Aih, kenapa Kwa-enghiong mau 
tergesa-gesa pergi saja setelah aku pulang" Apakah engkau tidak suka dengan kehadiranku" Kalau begitu, aku akan menjauhkan diri darirnu ...
"Ah, sama sekali tidak, nona." Bun Houw cepat-cepat berseru, tidak tahu bahwa dia kena diakali oleh gadis itu yang sengaja mengeluarkan ucapan itu untuk membuat dia menjadi serba salah dan tidak dapat menolak lagi.

"Kalau begitu, tidak ada halangannya bagimu untuk bermalam di sini, toako." Siauw Tek mendesak pula.
"Kami ingin memperlihatkan keadaan kami padamu."


"Tapi, aku sudah memesan sebuah kamar di penginapan, di sudut kota, pakaianku juga masih kutinggalkan di sana dan ... "


"Ah. jangan khawatir Kwa-enghiong. Kami akan menyuruh orang 

mengambilnya dan semua akan 
beres!" kata Pouw Cin. "Marilah, Siocia, kita mengajak kedua orang tamu dan sahabat kita untuk melihat-lihat keadaan dan kedudukan kita."

Terpaksa Bun Houw tak dapat 
menolak lagi. Bagaimanapun juga. dia memang ingin mengetahui apa
yang sedang dilakukan oleh bekas kaisar itu, dan apa pula niatnya maka berkeras menahannya. 


Dan gadis bekas puteri itu demikian cantik dan lincah, mengingatkan dia kepada Hui Hong! Banyak persamaan antara kedua orang gadis itu, 
keduanya berdarah bangsawan pula dan mengingat bahwa Hui Hong adalah puteri kandung gurunya, seorang bekas pangeran kerajaan Liu-sung pula, maka tidak akan mengherankan kalau di antara kedua orang gadis itu masih ada hubungan darah atau keluarga. 

Selain itu, keadaan bekas kaisar ini 
amat menarik dan tentu akan 
merupakan, berita yang amat penting bagi gurunya.

Mereka berempat menunggang kuda mendaki bukit-bukit di sepanjang Sungai Yang-ce dan dari puncak
bukit, Pouw Cin menunjuk ke arah bangunan seperti benteng. Ada empat tempat seperti itu dan Pouw Cin menerangkan bahwa di setiap 

benteng terdapat pasukan yang tidak kurang dari seribu orang jumlahnya! Pimpinan pasukan terdiri dari orang-orang kang-ouw yang pandai ilmu silat dan ilmu perang.

Kongcu masih terus menarik dan 

mengumpulkan orang-orang gagah untuk memperkuat pasukan kami
itu." demikian Pouw Cin memberi keterangan. Dua orang pemuda itu 

diam-diam terkejut. 

Tak mereka sangka bahwa bekas 
kaisar yang muda itu dapat 
menyusun kekuatan seperti itu.

"Akan tetapi, untuk apa menyusun 
pasukan di perbentengan itu?" Bun Houw bertanya, walaupun di dalam hatinya dia dapat menduga bahwa bekas kaisar itu tentu mengusahakan pemberontakan untuk merampas 
kembali tahta kerajaan yang sudah 
lepas dari tangannya. Dia hendak 
membangun kembali kerajaan Liu-
sung yang telah jatuh, untuk 
menundukkan kerajaan baru Chi yang berkuasa.

"Nanti Kongcu akan memberi 

penjelasan serdiri kepada ji wi (kalian berdua) kalau kita sudah kembali ke sana," Pouw Cin menjawab dengan singkat. Jelas bahwa dia tidak berani dan merasa tidak berwenang untuk bicara tentang cita-cita bekas kaisar kerajaan Liu-sung itu.

Dalam perjalanan kembali ke tempat tinggal Siauw Tek, Suma Hok telah mengambil keputusan. Inilah jalan yang amat luas baginya, kesempatan untuk mencapai apa yang dia 

inginkan. Kalau dia dapat menjadi 
pembantu yang dipercaya oleh bekas kaisar itu, banyak sekali keuntungan yang akan diperolehnya. 

Sebelum bekas kaisar itu berhasil 
dengan cita-citanya, dia tentu telah 
mendapatkan kekuasaan atas 
pasukan, kalau dia menjadi pembantu utama. Apalagi kalau sampai bekas 
kaisar itu berhasil dalam 
perjuangannya merampas kembali singgasana. 

Tentu dia akan menjadi seorang 
pejabat tinggi, mungkin menteri, atau setidaknya panglima besar. Dia akan memegang, kekuasaan begitu 
diterima menjadi pembantu bekas 
kaisar itu. 

Keuntungan ke dua, dia dapat 
berdekatan dengan Pouw Kiok Lan, gadis bekas puteri istana yang cantik jelita itu. Kalau dia dapat 
memperisterinya, berarti dia menjadi adik ipar bekas kaisar, ataukah calon kaisar baru" 

Puteri ini akan dikawini demi 
memperoleh pangkat dan kekuasaan, sedangkan cintanya terhadap Hui Hong tidak akan berubah, bahkan
pernikahannya dengan Hui Hong 
semakin banyak harapan terlaksana. 

Dengan adanya pasukan, tentu tidak sukar untuk mendapatkan Akar 
Bunga Gurun Pasir, dan dia-pun nanti dapat minta keterangan Pouw Cin di mana akar itu sekarang. Diapun dapat menyebar anak buah pasukan itu untuk mencari Hui Hong sampai 
dapat!

Sungguh berbeda sekali isi hati Suma Hok dengan isi hati Bun Houw. Dia tahu bahwa jatuhnya kerajaan Liu-sung yang kemudian diganti kerajaan Chi merupakan perang saudara. Kini, bekas kaisar Liu-sung yang kalah itu menyusun kekuatan. Perang saudara akan berlarut-larut, menimbulkan banyak korban di antara anak buah pasukan dan rakyat. 


Dia tidak mau terlibat perang 
saudara, tidak ingin menjadi satu di antara boneka-boneka yang disuruh saling bunuh demi kepentingan 
anggauta keluarga yang saling
berebutan kekuasaan itu. 


Apalagi, gurunya berkata bahwa 
penggantian kaisar yang terjadi itu bahkan baik, karena menurut 
gurunya. Kaisar Cang Bu yang telah jatuh itu bukanlah kaisar yang cakap dan bijaksana, terlalu muda dan 
mudah terpengaruh oleh menteri-menteri yang palsu dan korup. Juga
gurunya berkata bahwa penggantian kaisar itu bahkan lebih baik. 


Kalau kini dia melibatkan diri dalam usaha perjuangan atau 
pemberontakan bekas kaisar itu, berarti dia ikut saling bunuh dengan saudara sebangsa, demi kepentingan kaisar yang udah jatuh itu. 

Selain itu, menurut pendapatnya, usaha yang lebih merupakan 
pembalasan atau perebutan 
kekuasaan yang diadakan bekas 
kaisar ini, tidak akan berhasil. Apa 
artinya beberapa ribu orang pasukan dibandingkan dengan balatentara 
kerajaan Chi yang tentu amat besar 
jumlahnya" Selain itu, perjuangan 
menentang kekuasaan yang ada baru 
akan berhasil kalau dibantu oleh 
rakyat, dan rakyat baru akan mau 
membantu kalau kekuasaan itu 
dirasakan menindas dan jahat bagi 
rakyat. 

Tanpa bantuan rakyat, usaha 
perjuangan tak mungkin berhasil. 
Dan Bun Houw tidak melihat adanya dukungan rakyat jelata terhadap 
gerakan Siauw Tek ini, bahkan rakyat tidak mengetahuinya karena gerakan itu dilakukan secara rahasia.

Perjalanan meninjau perbentengan itu cukup jauh sehingga ketika 
mereka kembali ke rumah besar itu, matahari telah tenggelam ke barat 
dan cuaca sudah remang-remang, 
malam menjelang tiba. 

Rumah itu telah diterangi banyak 
lampu, seolah dalam keadaan pesta 
menyambut dua orang tamu agung 
itu. 

Suma Hok dan Bun Houw 
dipersilakan ke kamar masing-
masing, dua buah kamar yang 
terpisah dan Bun Houw
mendapatkan bahwa buntalan 

pakaian yang tadinya dia tinggalkan di rumah penginapan itu telah
berada di dalam kamar itu. 


Seorang pelayan pria melayani 
keperluan Bun Houw,
 mempersiapkan air
untuk mandi dan setelah mandi dan berganti pakaian, Bun Houw menerima undangan tuan rumah
untuk makan malam di ruangan 

makan. 

Bun Houw memasuki ruangan itu dan ternyata Suma Hok telah berada di situ. Seperti siang tadi, Pouw Cin 
menemani mereka yang dijamu oleh Siauw Tek dan Kiok Lan.

Wanita-wanita muda yang cantik kini diperkenankan melayani mereka 

makan minum dan suasana
makan malam itu cukup gembira. Apalagi karena Suma Hok sudah kelihatan akrab dengan Siauw Tek
dan terutama sekali dengan Kiok Lan. 


Pemuda, putera majikan Bukit 
Bayangan Iblis ini memang pandai 
merayu, halus tutur sapanya, dan 
selain ilmu silat tinggi, juga dia mengenal baik kesusasteraan dan pandai bermain suling dengan lagu-lagu merdu. 

Maka dengan mudah dia dapat 
menarik perhatian kakak beradik bangsawan itu dan menjadi akrab dengan mereka.

Dengan caranya yang halus dan 

cerdik, tadi Suma Hok dapat 
mendahului Bun Houw menemui 
Siauw Tek dan Kiok Lan, dan dengan pandai sekali dia memancing mereka untuk mendengar pendapat mereka
tentang aib yang terjadi di istana 

ketika Pangeran Tiauw Sun Ong berjina dengan seorang selir kaisar. 

Dia mengatakan bahwa dia pernah 
mendengar peristiwa itu di luaran, 
dan apakah bekas kaisar itu tahu 
akan hal itu"

Mendengar ini, kakak beradik itu 

saling pandang, kemudian Siauw Tek 
mengerutkan alis dan berseru,
"Ahh, jadi peristiwa itu sudah pula tersiar di luar istana" Memang aib yang amat memalukan. 


Terjadi ketika aku masih kecil, berusia tiga tahun kurang lebih. Aku 
mendengar peristiwa aib itu dari cerita para orang tua di istana."
"Jadi benarkah peristiwa itu, Kongcu" Tadinya saya kira hanya berita bohong belaka, karena di dunia kang-ouw, Tiauw Sun Ong muncul sebagai seorang tokoh yang lihai.

Akan tetapi dia buta, bagaimana mungkin seorang selir kaisar ... maaf, dapat tertarik kepada seorang pangeran buta?" Sebetulnya Suma Hok sudah tahu akan persoalannya, akan tetapi dia pura-pura tidak tahu 

untuk memancing dan melihat 
bagaimana sikap bekas kaisar ini 
terhadap Tiauw Sun Ong.

"Tadinya Paman Pangeran Tiauw Sun Ong tidak buta. Dia seorang pangeran yang tampan dan selir ... eh, selir mendiang ayahku itu tergila-gila kepadanya. 


Setelah perbuatan mereka ketahuan, Paman Tiauw Sun Ong membutakan mata sendiri dan meninggalkan istana. Adapun selir ayah itu dihukum buang, Ah, tidak perlu kita bicara tentang aib yang menjengkelkan itu!"
"Akan tetapi, kenapa yang melakukan aib menodai nama yang mulia dari Kaisar, tidak dihukum mati?"
Suma Hok memancing.
Siauw Tek mengepal tinju. 


"Sepatutnya memang dia dihukum 
mati! Akan tetapi dia adalah adik
mendiang ayah, dan dia sudah membutakan kedua matanya, ayah mengampuninya."


"Ah, mendiang ayah memang terlalu lunak," kata Kiok Lan. "Dosa itu 

teramat besar, menodai nama dan kehormatan seluruh keluarga. Karena kelemahan ayah, maka sampai 
sekarang dia masih hidup dan
tentu saja peristiwa itu menjadi 

dongeng dan diketahui banyak orang. Coba andaikata ketika itu dia dan 
perempuan itu dihukum mati, 
mungkin berita itu tidak sampai 
tersebar."

"Engkau benar, adikku. Memang 

mendiang ayah terlalu lemah. Bahkan kabarnya, selir yang menyeleweng 
itupun tidak sampai mati. di dalam 
perjalanan, para pengawalnya 
dibunuh orang dan ia lenyap entah ke mana."

Kini yakinlah Suma Hok bahwa kakak beradik bangsawan ini tidak suka kepada Tiauw Sun Ong dan hal ini menyenangkan hatinya. Setidaknya dia memiliki senjata ampuh untuk menarik kedua orang ini berpihak kepadanya kalau dia bentrok dengan Bun Houw. 


Pada saat itulah, Bun Houw 
memasuki ruangan makan
dan tentu saja percakapan itu 

terhenti.

Setelah selesai makan minum, sekali ini Siauw Tek mengajak mereka 

bercakap-cakap di ruangan dalam, tidak lagi di ruangan tamu. 

Hal ini saja sudah menunjukkan 
bahwa dia mulai percaya kepada 
kedua orang tamunya. Setelah duduk diruangan dalam yang lebih mewah keadaannya ini, Siauw Tek bertanya kepada kedua orang tamunya. 

"Bagaimana, apakah kalian berdua sudah menyaksikan keadaan kami 
dan apa pendapat kalian?"

Suma Hok cepat menjawab. "Wah, 

hebat sekali, Kongcu. Pasukan-
pasukan dengan empat benteng itu 
amat kuat, dan kalau mendapat 
pimpinan seorang ahli, tentu dapat menjadi kekuatan yang dahsyat!"
Siauw Tek senang dengan pendapat ini dan dia tersenyum bangga, akan tetapi melihat Bun Houw diam saja, dia bertanya. Bagaimana 
pendapatmu, Kwa-toako" Cukup 
kuatkah pasukan yang sudah kami
himpun?" Bun Houw menjawab 

dengan tenang, "Saya kira, tergantung dari penggunaannya, Kongcu."
"Apa maksudmu, toako?"
"Seperti sepotong pisau dapur, terlalu besar untuk mencukur jenggot dan terlalu kecil untuk bertempur di 

medan perang."

Siauw Tek mengangguk dan 

tersenyum. "Jawabanmu memang 
tepat akan tetapi terlalu berhati-hati,
Kwa-toako. Baiklah, sekarang kalian berdua dengarkan dulu tentang 

keadaan diriku semenjak kerajaan 
Liu-sung dikhianati para 
pemberontak yang kini membangun kerajaan Chi itu."

Bekas kaisar itu lalu bercerita. 

Pemberontakan yang dilakukan oleh Siauw Hui Kong dan kawan-
kawannya, yaitu juga anggauta 
keluarga kaisar dari pihak wanita, menimbulkan perang saudara selama tiga tahun, dimulai dari tahun 476 dan berakhir tiga tahun kemudian, yaitu pada tahun 479 dengan jatuhnya kerajaan Liu-sung. 

Siauw Hui Kong mengangkat diri 
menjadi Kaisar Siauw Bian Ong kaisar yang mendirikan dinasti atau 
kerajaan Chi. Dalam penyerbuan itu, Siauw Hui Kong dan sekutunya masih
memberi kelonggaran kepada 

keluarga kaisar untuk melarikan diri. 

Akan tetapi mereka yang melakukan perlawanan, semua tertumpas dan binasa. Kaisar Cang Bu sendiri yang ketika itu berusia tujuh belas tahun, melarikan diri dengan dikawal oleh Panglima Pouw Cin. Dalam pelarian ini terbawa pula beberapa orang selir dan juga Kiok Lan yang baru berusia dua belas tahun ikut pula lari 
mengungsi bersama kakak tirinya. 

Kiok Lan dan Kaisar Cang Bu seayah berlainan ibu, karena Kiok Lan beribu dari seorang selir. Sesungguhnya, 
kalau pihak lawan, yaitu pihak 
keluarga Siauw yang memberontak,
menghendaki pelarian bekas kaisar itu tentu akan gagal dan akan mudah saja menangkapnya rombongan 

pengungsi ini. 

Akan tetapi karena memang masih ada hubungan keluarga, agaknya 
pihak yang menang memang sengaja bersikap longgar, membiarkan pihak yang kalah untuk mengungsi.
"Demikianlah, ji-wi tahu bahwa 
setelah, kehilangan mahkota, terpaksa aku menyamar sebagai orang biasa, menggunakan nama kecilku, yaitu Liu Tek dan kusingkat menjadi Siauw Tek, agar selain tidak dikenal orang, juga aku sengaja menggunakan nama 
keluarga kaisar yang sekarang. 

Tentu saja, setelah lima tahun ini, sejak keluar dari istana, aku tidak pernah melupakan kekalahan ini. Aku, dibantu oleh Paman Pouw, mulai menghimpun kekuatan karena kami bercita-cita untuk merampas kembali
singgasana dan mendirikan kembali kerajaan Liu-sung yang telah dikhianati oleh keluarga Siauw yang kini mendirikan dinasti Chi. 


Kami mengundang sebanyaknya 
orang-orang pandai seluruh negeri untuk membantu kami. Karena itu, setelah bertemu dengan ji-wi, kami juga menawarkan kepada ji-wi agar
suka membantu kami. Percayalah, 

kalau sampai cita-cita kami 
terlaksana, dan kami dapat 
mendirikan lagi kerajaan Liu-sung, kalian berdua akan menerima 
anugerah kedudukan yang tinggi 
dalam kerajaan kami. 

Kami tidak minta jawaban sekarang. 
Sebaiknya, ji-wi (kalian) 
mempertimbangkan permintaan
kami itu semalam ini sambil 
beristirahat dalam kamar ji-wi 
masing-masing. 

Besok pagi kami mengharapkan 
jawaban dan keputusan yang pasti."
Tadinya Bun Houw ingin menyatakan keputusannya pada malam itu juga, yaitu menolak tawaran bekas
kaisar itu untuk membantu 

gerakannya hendak memberontak. 

Akan tetapi karena Siauw Tek 
memberi waktu semalam untuk 
mengambil keputusan, diapun merasa tidak enak kalau menolak seketika 
tanpa dipertimbangkan dulu.
Di dalam kamarnya, Bun Houw duduk bersila di atas pembaringan, 
termenung. Dia dapat menduga
bahwa orang yang berjiwa petualang seperti Suma Hok, yang hendak 

mencari keuntungan bagi diri
sendiri saja, tentu tertarik oleh 

penawaran bekas kaisar itu. 

Apalagi dia melihat sinar mata 
pemuda pesolek itu ketika 
memandang Kiok Lan, ia tidak ragu lagi bahwa Suma Hok pastikan 
menerima penawaran itu. Akan tetapi dia tidak akan menerimanya, dia 
akan menolak dengan halus. Dia 
masih mempunyai tugas, yaitu 
mencari Hui Hong. 

Dan pengalamannya dengan bekas 
kaisar ini sudah merupakan suatu 
berita yang amat menarik bagi 
gurunya, selain itu, diapun akan 
melaksanakan pesan gurunya 
menyelidiki keadaan pemerintahan Kerajaan Chi yang baru itu.

Daun pintu terketuk. Bun Houw 
merasa heran. Malam telah larut, 
mungkin sudah hampir tengah
malam. Siapa yang mengetuk pintu kamarnya" Ketukan itu lirih dan pendengarannya yang tajam
menangkap gerakan kaki ringan di luar pintu. 


Seorang wanita di depan pintu 
kamarnya! Siapa" Mau apa" Dia 
memang mengunci daun pintu dari 
dalam. Dia berada di bawah satu atap dengan seorang seperti Suma Hok, 
maka dia harus berhati-hati. 

Tidak dapat diduga apa yang akan dilakukan oleh pemuda yang kejam dan licik bagaikan iblis itu.
"Siapa di luar?" Bun Houw bertanya sambil menghampiri pintu.


"Saya, Kwa-kongcu. Harap suka 

membuka pintu, saya mempunyai 
kepentingan untuk dibicarakan
denganmu." terdengar suara wanita yang merdu. Bukan suara Kiok Lan, 

pikir Bun Houw yang menjadi 
semakin heran. Dia membuka kunci 
daun pintu dan masuklah seorang 
wanita muda yang cantik manis.

Begitu ia masuk, tercium bau yang 

harum dari pakaiannya. Bun Houw mengenal wanita ini sebagai
seorang di antara lima wanita cantik yang melayani ketika dia dan tuan rumah makan, lalu muncul Kiok Lan menyuruh lima orang wanita yang disebutnya enci itu agar tidak 

melayani mereka lagi. Wanita ini 
usianya tidak akan lebih dari dua 
puluh tahun, cantik manis dan di 
balik kerling mata dan senyumnya 
tersembunyi kegenitan dan gairah.

"Eh, kenapa nona masuk ke sini" Ada 

urusan penting apa yang akan 
dibicarakan?" tanya Bun Houw, 
alisnya berkerut karena tidak senang melihat seorang wanita muda 
memasuki kamarnya. Kalau
kelihatan tuan rumah, tentu akan menyangka yang bukan-bukan. Akan tetapi, kesopanan melarangnya
untuk mengusir begitu saja.


Gadis itu menundukkan mukanya, 

akan tetapi matanya mengerling ke 
samping atas, ke arah wajah Bun 
Houw dan senyumnya dikulum. 
Memang gaya ini membuat ia nampak manis dan menarik sekali, sikap
jinak-jinak merpati! "Kwa-kongcu, 

saya bernama Yo Leng Liwa, biasa 
disebut Leng Leng, berusia sembilan 
belas tahun ... "

"Ya, ya ... akan tetapi mau apa engkau masuk ke sini" Ada kepentingan apa ... ?" Bun Houw memotong tak sabar.
Kembali kerling itu menyambar dan senyum itu melebar. Segumpal rambut jatuh berderai di leher yang panjang dan berkulit putih mulus itu. 


"Kongcu, malam begini dingin dan sunyi dan kongcu berada seorang diri saja di dalam kamar, saya pikir saya ... saya dapat menemani kongcu, menghibur kongcu dan melakukan apa saja untuk melayani kongcu." 
katanya dengan suara setengah 
berbisik, dan kata-katanya berlagu 
seperti orang bersenandung.


Wajah Bun Houw berubah 
kemerahan. Tentu saja dia mengerti apa yang dimaksudkan wanita ini.
Wanita muda cantik genit ini 
merayunya. Akan tetapi dia menahan kemarahannya dan tidak
menghardiknya karena tiba-tiba 
timbul kecurigaan dalam hatinya. 

Dia baru pertama kali bertemu 
wanita ini, di antara empat orang 
rekannya, itupun ketika mereka 
melayaninya makan. Tidak mungkin kalau dalam pertemuan singkat itu, wanita ini lalu jatuh hati kepadanya! 

Dan kiranya, tidak akan mungkin wanita ini berani begitu merayunya. Bukankah dia seorang tamu 
dihormati" Dan gadis ini juga bukan 
pelayan" Ada pelayan lain dan 
agaknya orang itu mempunyai 
kedudukan yang cukup terhormat di
rumah itu. Bukankah Kiok Lan adik bekas kaisar itu sendiri juga 

menyebut mereka berlima itu dengan sebutan enci" 

Dia menduga bahwa gadis ini, seperti empat yang lain tentulah semacam dayang atau lebih tepat lagi, selir-selir dari bekas kaisar itu. Dan kini, kalau ia berani memasuki kamarnya, 
menawarkan diri untuk melayani dan menghiburnya, jelas bahwa hal ini 
tentu merupakan tugas baginya. 
Tentu ada yang memerintahnya"


          **********


TIBA-TIBA sinar matanya mencorong ketika dia berkata, "Nona, coba angkat mukamu dan kau pandang aku!!"

Gadis itu mengangkat mukanya yang cantik dan memberanikan diri 

memandang. Dua pasang mata
bertemu dan gadis itu terkejut 

melihat mata yang mencorong penuh kekuatan itu. 

Ia ingin menundukkan kembali 
mukanya, akan tetapi tidak mampu, 
serasa ada kekuatan dari sepasang mata yang mencorong itu yang 
mengikat dan menahan pandang 
matanya sehingga tak dapat 
ditundukkan.

"Nona, engkau tentulah seorang selir dari Siauw Kongcu, bekas kaisar itu, bukan?" tanya Bun Houw.


"Benar, kongcu," jawab Leng Leng dengan lirih dan kini sikap rayuannya lenyap, berubah menjadi khawatir.
"Hemm, kalau engkau sudah menjadi selirnya, kenapa malam-malam begini berusaha menggodaku"


Apakah engkau ini jenis isteri yang tidak setia dan suka melakukan 

penyelewengan dengan laki-laki 
lain?"

Wajah yang cantik itu tiba-tiba 

berubah merah dan mata itu 
mengeluarkan sinar merah. "Kwa-
kongcu, jangan menuduh 
sembarangan! Aku adalah seorang isteri yang setia dan taat kepada 
suami. Andaikata suamiku menyuruh aku menyerahkan nyawa sekalipun akan kutaati, apalagi hanya 
menyerahkan badan.
Aku hanya melaksanakan tugas, 
mentaati perintah."

Diam-diam Bun Houw merasa iba 

kepada gadis ini. Tahulah dia bahwa 
ini merupakan satu di antara cara 
dan akal bekas kaisar itu untuk 
membujuk dan menarik seseorang 
menjadi pembantunya. Agaknya
bekas kaisar itu tahu bahwa dia tidak akan tergiur kedudukan atau harta, maka dipergunakanlah seorang di 
antara selirnya untuk membujuk 
rayu. Dan dia percaya bahwa tentu banyak pria perkasa yang jatuh oleh kecantikan selir-selir itu.




"Kalau begitu, kembalilah engkau 
kepada suamimu dan katakan 
kepadanya bahwa engkau adalah
seorang isteri yang baik dan mencinta suami, bahwa dia tidak sepatutnya 

menyuruh engkau membujuk rayu seorang tamu. 

Katakan bahwa aku berterima kasih, akan tetapi aku tidak suka 
menghancurkan martabat dan 
perasaan hati seorang wanita yang terpaksa demi cinta dan kesetiaannya kepada suami, mau melakukan apa saja yang diperintahkan suami, 
bahkan menyerahkan diri dan 
kehormatannya kepada laki-laki lain. 

Pergilah, nona."Selir yang cantik itu menatapnya dengan sepasang 
matanya yang indah, kemudian kedua mata yang tadinya bengong 
memandang heran, perlahan-lahan 
menjadi basah air mata.

"Baik. dan maafkan saya, kongcu." katanya dengan suara gemetar 

mengandung isak, lalu wanita itupun keluar dari kamar dengan langkah-langkah gontai.

Seorang wanita yang memiliki daya tarik kuat sekali pada wajah dan bentuk tubuhnya, Bun Houw
menggumam sambil menutupkan daun pintu dan menguncinya 

kembali. 

Dia duduk bersila kembali ke
atas pembaringan dan tersenyum. Yang jelas, kalau tidak ada dua hal yang menolongnya, yang
mendatangkan kekuatan di batinnya, bukan hal aneh kalau tadi diapun bertekuk lutut dan terlena dalam pelukan wanita cantik tadi. 


Dua hal itu pertama-tama adalah 
pengalaman gurunya yang pernah berjina dengan seorang selir 
kakaknya dan yang kemudian 
mendatangkan akibat yang amat hebat dan pahit dalam 
kehidupan gurunya. 

Selain itu juga pengalamannya sendiri dengan Cia Ling Ay yang
mendatangkan akibat pahit pula. Adapun hal kedua adalah cintanya terhadap Hui Hong membuat dia
tidak ingin dimiliki dan memiliki 

wanita lain.

Perasaan tidak enak dalam hati Bun Houw bahwa dia berada di bawah satu atap dengan Suma Hok,ternyata bukan perasaan kosong belaka. Dia tidak dapat menduga apa yang akan dilakukan oleh pemuda licik itu. Di luar tahunya, setelah mereka tadi saling berpisah dari ruangan dalam, Suma Hok juga menerima kunjungan seorang selir bekas kaisar itu yang datang hendak membujuknya. 

Dan pemuda yang amat cerdik ini, walaupun melihat selir itu seperti 
seekor kucing melihat dendeng yang membuatnya mengilar, namun demi pengejaran yang lebih tinggi, dia bersikap sopan dan menolak
wanita yang disuguhkan kepadanya itu! 

Dan dia bahkan mengikuti wanita itu kembali ke kamar Siauw Tek 
kemudian dia membisikkan hal yang penting bagi bekas kaisar itu.

"Saya menghaturkan terima kasih atas budi kebaikan Kongcu," katanya 

sambil mengantarkan kembali selir itu. "Akan tetapi harap Kongcu 
maafkan, saya tidak suka berganti dengan wanita yang bukan milik saya. Selain itu, saya ingin menyampaikan hal yang saya kira amat penting bagi kongcu, mengenai diri Kwa Bun Houw."

Diam-diam Siauw Tek memuji 

pemuda ini. Seorang pemuda yang tidak lemah terhadap godaan wanita.
"Suma toako, ada urusan apakah" 

Apa yang hendak kau sampaikan 
mengenai diri Kwa-toako?"

"Hendaknya kongcu bersikap 

waspada karena Kwa Bun Houw itu adalah seorang yang berbahaya
sekali." "Kau 
maksudkan dia lihai" Hal itu kami sudah tahu, toako. Kami 
sudah menguji kepandaiannya dan 
dia mampu mengalahkan Paman 
Pouw dengan mudah."

"Bukan itu saja, Kongcu. Akan tetapi 

ada satu hal yang Kongcu belum 
ketahui sehingga tidak melihat 
bahaya yang mengancam diri kongcu 
sekarang. Ketahuilah bahwa Kwa Bun Houw adalah murid bekas
Pangeran Tiauw Sun Ong!"


"Ahhh ..."!?" bekas kaisar itu berseru 

kaget dan mukanya berubah agak 
pucat.
"Kalau begitu ... apa maunya dia mau menerima undanganku?"

"Hemm, tidak sukar diduga, Kongcu. Sepanjang pengetahuanku, bekas 

pangeran Tiauw Sun Ong sama sekali tidak berbuat sesuatu ketika kerajaan Kongcu dijatuhkan oleh keluarga 
Siauw. Itu saja menjadi bukti bahwa diam-diam Tiauw Sun Ong tentu 
mendendam kepada mendiang ayah 
Kongcu! 

Dan sekarang muridnya berada di sini aku tidak akan heran kalau dia 
mewakili gurunya, melakukan tugas mata-mata demi kepentingan 
kerajaan Chi."

"Ahh! Kalau begitu, kita hatus cepat turun tangan! Kita harus 

membunuhnya sekarang juga!" kata bekas kaisar itu dan Suma Hok 
tersenyum. Bekas kaisar ini demikian lemah dan bodoh, pikirnya. Pantas saja kerajaannya jatuh. Kalau orang ini berhasil menjadi kaisar kembali dan dia dapat menjadi perdana 
menterinya, tentu dia akan mudah dapat menguasainya!

"Harap paduka tenang dulu. Kita 

harus berhati-hati dan jangan 
mengagetkan ular dalam semak. Kita pura-pura tidak tahu lebih dulu agar dia tidak curiga dan tidak melarikan diri. Ilmu silatnya lihai bukan main. Kita harus mengatur siasat untuk dapat menangkap atau 
membunuhnya." Suma Hok berbisik-bisik dan malam itu juga Pouw Cin di panggil untuk mengatur siasat. Siauw Tek merahasiakan siasat itu dari adiknya karena dia maklum betapa 
aneh watak adiknya itu, kadang 
berani menentangnya.

Ketika selirnya yang tadinya diutus untuk membujuk-rayu Bun Houw kembali kepadanya dan melapor
bahwa Bun Houw menolak halus, makin besar kecurigaan Siauw Tek yang sudah dapat dibakar oleh
Suma Hok. Kini Suma Hok 

menambahkan, "Nah, jelas bahwa dia berniat buruk. 

Aku, pernah mendengar bahwa Bun Houw seorang laki-laki mata 
keranjang, seperti juga gurunya. 
Kalau sekarang dia menolak 
pelayanan seorang wanita cantik, hal ini patut dicurigai. Pasti dia tidak ingin terbujuk agar dapat melakukan tugasnya memata-matai keadaan 
kongcu dengan baik."

Siauw Tek mengangguk-angguk, 
menyetujui pendapat pembantu 
barunya itu. Dia teringat akan bekas
pamannya, yaitu Pangeran Tiauw Sun Ong. Bekas pangeran itu dahulu 

terkenal sebagai seorang pria
yang menaklukkan hati banyak 

wanita, bahkan tidak segan berjina 
dengan selir ayahnya. Kini bekas
pangeran itu menjadi guru Kwa Bun Houw. 

Kalau gurunya seperti itu, muridnya 
dapat dibayangkan wataknya. Akan 
tetapi, Pouw Cin masih ragu-ragu. 
Bekas panglima ini adalah seorang yang sudah berpengalaman.
Setelah bertemu dengan Bun Houw dan menguji kepandaiannya, dia 
sudah dapat menilai pemuda itu
sebagai seorang pendekar yang gagah perkasa dan halus budi pekertinya. Sama sekali tidak kejam. 


Hal ini terbukti ketika dia dikalahkan pemuda itu. tanpa sedikitpun 
menderita luka. Di samping ini, 
diapun seorang yang amat setia 
kepada bekas kaisar itu, maka tentu saja dia tidak pernah membantah perintah Siauw Tek, selalu 
mentaatinya dengan membuta. Dan diapun pernah mendengar nama 
ayah dan anak Suma yang menjadi
majikan Bukit Bayangan Iblis sebagai datuk sesat yang amat kejam dan 
curang.

Maka, diam-diam diapun mencurigai Suma Hok, bahkan hatinya merasa tidak enak melihat keakraban
hubungan antara Suma Hok dan nona majikannya, Kiok Lan. Diam-diam dia bersikap waspada.


"Paman Pouw, kenapa engkau diam saja" Bagaimana pendapatmu tentang Kwa Bun Houw itu" Amat

mencurigakan, bukan" Aku sungguh khawatir dia benar-benar mewakili gurunya, memata-matai kita
demi kepentingan kerajaan Chi."

"Jalan satu-satunya adalah besok pagi-pagi, di luar sangkaannya, kita 
mengepung dan membunuhnya.
Kita sudah mengatur barisan pendam, dan dia tidak akan mampu melarikan diri lagi. Bukanlah siasat kita ini baik sekali, Paman Pouw?" kata Suma Hok dengan nada suara gembira. 


Kematian Bun Houw merupakan hal yang amat menguntungkan dia. 
Pertama, dia dapat membalas 
kekalahannya tempo hari,
kedua dia akan kehilangan saingan dan lawan yang amat lihai dalam 

memperebutkan Hui Hong dan
akhirnya, dia tidak akan menghadapi rintangan dalam kerja samanya yang menguntungkan dengan para 

pemberontak yang dipimpin oleh 
bekas kaisar Cang Bu.

Pouw Cin tidak menjawab pertanyaan Suma Hok, melainkan memandang 

majikannya dan berkata
dengan hati-hati, "Saya harap Kongcu teliti dalam hal ini. Biarpun andaikata benar dia murid bekas pangeran Tiauw Sun Ong, belum tentu dia memata-matai kita. Hal itu harus dibuktikan dulu. 


Ilmu kepandaiannya hebat, Kongcu, kalau kita dapat menariknya sebagai pembantu, tentu keadaan Kongcu
menjadi semakin kuat. Sebaiknya kita melihat sikapnya besok pagi. Tanpa bukti lalu menyerangnya begitu saja amatlah tidak bijaksana. 


Bagaimana kalau kemudian terbukti dia bukan mata-mata dan kita sudah terlanjur mencelakainya" Tentu 
orang-orang di dunia persilatan akan menentang kita!"

Siauw Tek mengangguk-angguk. 

"Hemm, kami rasa pendapatmu ini memang tepat. Bagaimana
pikiranmu, Suma-toako" Memang kita harus berhati-hati agar jangan salah sangka, kita harus dapat 

membuktikan dulu kalau benar dia memata-matai kami."

"Saya harap Kongcu teliti dalam hal ini. Biarpun andaikata benar dia murid bekas pangeran Tiauw Sun Ong belum tentu dia memata-matai kita."
Suma Hok juga bukan orang bodoh. Sebaliknya malah, dia cerdik dan licin bagaikan belut. 


Dia tidak mau berkeras 
mempertahankan pendapatnya dan 
menentang pendapat Pouw Cin yang dia tahu merupakan orang yang 
paling dipercaya oleh bekas kaisar 
itu! 

"Hebat! Pendapat Pouw-lo-enghiong memang hebat, tanda bahwa Paman Pouw seorang yang bijaksana. 
Sesungguhnya, sayapun tidak hanya 
menuduh sembarangan. Walaupun 
belum terbukti Kwa Bun Houw 
menjadi mata-mata kerajaan Chi, 
akan tetapi prasangka buruk saya ini bukan tidak berdasar. 

Dasarnya kuat sekali, karena selain menjadi murid tersayang bekas 
pangeran yang kini menjadi datuk 
lihai yang matanya buta itu, juga dia ingin menjadi mantu bekas Pangeran Tiauw Sun Ong."

"Ahhhh ... " Siauw Tek berseru kaget.
Pouw Cin mengerutkan alisnya. 

"Bagaimana mungkin itu" Setahuku, Pangeran Tiauw Sun Ong tidak 
mempunyai isteri dan tidak 
mempunyai anak !"

Suma Hok membungkuk sambil 

tersenyum. "Paman Pouw, saya juga 
bukan seorang yang suka berbohong. Akan tetapi, keterangan sepihak saja dari saya tentu tidak meyakinkan. Baiklah, besok di waktu makan pagi saya akan bertanya kepada Kwa Bun Houw, dan biarlah dia sendiri yang akan mengakui kebenaran apa yang saya kemukakan tadi." 

Dengan sikap hormat dan ramah, Suma Hok memandang kepada Siauw Tek, lalu bertanya dengan halus. "Kalau Bun Houw sudah mengaku dengan mulut sendiri bahwa dia ingin menjadi mantu gurunya, apakah 
Kongcu akan yakin dan percaya 
kepada saya?"

Bekas kaisar itu mengangguk-angguk. "Kalau benar dia murid dan bahkan calon mantu Tiauw Sun Ong, 

keadaannya sungguh amat 
mencurigakan!"

"Kalau dia sudah mengaku dengan mulut sendiri dan Kongcu sudah 

yakin bahwa dia tentu memata-matai Kongcu, kita harus sudah siap." kata Suma Hok penuh kegembiraan 
karena merasa berhasil. 

"Dia amat berbahaya dan lihai sekali, karena itu, jangan sampai kita 
kedahuluan olehnya. Siapa tahu, dia bertugas untuk membunuh Kongcu! Karena itu, besok ketika kita makan pagi dan saya memancingnya agar mengaku, di luar ruangan makan sebaiknya dilakukan penjagaan yang kokoh kuat dan begitu dia mengaku bahwa memang calon mantu Tiauw Sun Ong, kita mengepung dan mengeroyoknya!"

Kembali Siauw Tek mengangguk dan memandang kepada Pouw Cin. Sejak dia dipaksa melarikan diri karena singgasana dirampas oleh Souw Hui Kong lima tahun yang lalu, semangat dan harapannya tergantung kepada bekas jenderal yang dahulu menjadi panglimanya yang setia itu. Maka, kinipun segala keputusannya selalu ditanyakan dulu kepada pembantu setia ini.

"Bagaimana pendapatmu, Paman 

Pouw?"
Pouw Cin adalah seorang yang 
berpengalaman dan selalu bertindak dengan hati-hati, tidak mudah dia 
mencurigai orang, juga tidak mudah percaya begitu saja. "Kongcu, 
sebaiknya kalau kita berhati-hati 
dalam hal ini. 

Andaikata benar demikian, sedapat 
mungkin kita harus membujuk agar Kwa Bun Houw suka membantu kita. Kalau dia mau bekerja sama, kita 
dapat memanfaatkan tenaganya 
karena pemuda itu memang seorang ahli silat yang amat tangguh. 

Kalau dia menolak, barulah terpaksa 
kita melenyapkannya, apalagi kalau dia benar-benar seorang mata-mata 
dari Chi. Akan tetapi, Kongcu, yang 
membuat saya merasa ragu dan 
penasaran adalah keterangan dari 
Suma Kongcu tadi. 

Setahu kita Pangeran Tiauw Sun Ong tidak beristeri dan tidak mempunyai anak ketika meninggalkan istana,
bagaimana sekarang dia dapat 

mempunyai puteri yang akan 
dijodohkan dengan Kwa Bun Houw?" 

Dia berhenti sebentar mengingat-ingat, "Dan selama ini, saya hanya mendengar bahwa bekas pangeran itu menjadi seorang tokoh persilatan yang tidak pernah, mempunyai isteri."
Siauw Tek menoleh kepada Suma Hok.


"Bagaimana jawabanmu dengan 

pertanyaan itu, toako" Berilah 
keterangan agar hati Kami tidak 
menjadi bimbang, dan meragukan 
keterangan itu."

Suma Hok tersenyum. "Pertanyaan 

Pouw-lo-enghiong memang tepat 
sekali, dan sudah sepatutnya kalau 
kongcu dan lo-enghiong 
mengetahuinya. Ketahuilah. Kongcu bahwa selir yang menjadi kekasih 
Pangeran Tiauw Sun Ong itu, ketika melaksanakan hukuman buang, 
dalam perjalanan ia dibebaskan oleh Bu-eng-kiam Ouwyang Sek, majikan Lembah Bukit Siluman, kemudian menjadi isterinya. 

Ketika menjadi isteri datuk itu, selir itu telah mengandung yang kemudian melahirkan seorang anak perempuan. Nah, anak perempuan itu adalah anak kandung Pangeran Tiauw Sun Ong! Anak perempuan itulah yang akan
menjadi isteri Kwa Bun Houw, 
Kongcu."

Kalau bekas kaisar itu mengangguk-

angguk, sebaliknya bekas panglima 
Pouw Cin mengerutkan alisnya,
"Kalau demikian, maka gadis itu 

bukan lagi puteri Pangeran Tiauw Sun Ong! Ia adalah puteri Bu-eng-
kiam Ouwyang Sek!"

"Memang tadinyapun begitu, Pouw-lo-enghiong. Bahkan gadis itu sendiri tidak tahu bahwa ayah kandungnya adalah Tiauw Sun Ong. Akan tetapi akhir-akhir ini rahasia itu terbuka dan Tiauw Sun Ong mendatangi 

keluarga Ouwyang, dan menuntut 
agar puteri kandungnya itu 
dijodohkan dengan muridnya, yaitu Kwa Bun Houw itulah!"

"Nah, bagaimana, Paman, Pouw?" 

tanya Siauw Tek. "Kurasa memang 
pemuda itu berbahaya sekali, apalagi mengingat bahwa dia amat lihai. Siapa tahu dia memang, ditugaskan oleh gurunya untuk menyelidiki, atau mungkin untuk memata-matai kita."
"Bukan mustahil tugasnya lebih jahat lagi, yaitu membunuh Kongcu." kata Suma Hok. Mendengar ini, Siauw Tek terkejut dan wajahnya berubah agak pucat.

"Kita tidak boleh terburu-buru 

menuduh orang, akan tetapi juga 
sebaiknya siap menjaga segala 
kemungkinan. Biarlah kita melihat perkembangannya besok pagi di 
waktu makan pagi. Kalau dia sudah 
mengaku sendiri bahwa dia akan berjodoh dengan puteri gurunya, kemudian kita bujuk agar dia suka bekerja sama membantu kita. Kalau dia menolak, baru kita turun tangan menangkapnya. 

Saya akan mempersiapkan pasukan 
untuk mengepung tempat di mana
kita menjamunya makan pagi,  
Kongcu."

"Akan tetapi dia lihai bukan main, kalau hanya dikeroyok pasukan saja, mungkin dia akan dapat lolos."
kata Suma Hok. "Aku masih meragukan apakah Pouw-lo-enghiong akan mampu menangkapnya." Suma Hok sengaja berkata demikian untuk membakar perasaan bekas panglima itu dan dia berhasil.


Wajah Pouw Cin berubah kemerahan dan dia mengepal tinju. "Boleh jadi dia lihai dan aku tidak dapat menandinginya, akan tetapi kalau aku mempergunakan pasukan, jangan 

harap dia akan mampu meloloskan diri, kecuali kalau dia membunuh diri terjun dari atas tebing!"

Mereka bertiga lalu mengatur siasat dan tentu saja diam-diam Suma Hok gembira bukan main. Orang yang dibencinya, yang juga menjadi 

saingannya dalam memperebutkan 
Hui Hong, besok pagi-pagi akan 
terbunuh atau tertawan! 

Diapun kembali ke kamarnya dan tidur dengan pulas karena kelegaan hatinya.

Kiok Lan cepat menyelinap di balik sudut tembok, mengintai ke depan, ke arah kamar seorang di antara dua orang tamunya, yaitu Kwa Bun Houw. Ia merasa heran sekali melihat Yo Leng Hwa, seorang di antara selir-selir kakaknya yang cantik, dengan langkah ringan seperti seekor kucing, menghampiri pintu kamar Kwa Bun Houw. 

Kiok Lan merasa heran bukan main. Mau apa malam-malam begini selir kakaknya itu menghampiri lalu 
mengetuk daun pintu kamar tamu mereka" Padahal, Kwa Bun Houw 
adalah seorang tamu, seorang 
pemuda pula. Sungguh tidak pantas kalau selir kakaknya itu mengetuk pintu pemuda itu malam-malam. 

Andaikata kakaknya mempunyai keperluan kepada tamunya, masih ada pelayan lain yang dapat 
diutusnya untuk memberitahu 
pemuda itu, bukan selirnya. Kiok Lan
mengerutkan alisnya, hatinya tidak senang dan ia mengintai terus.


Wajah gadis bekas puteri istana ini menjadi kemerahan dan matanya bersinar penuh kemarahan ketika ia melihat betapa daun pintu dibuka dan selir kakaknya itu memasuki 

kamar! 

Akan tetapi, daun pintu itu tetap terbuka sehingga Kiok Lan masih 
dapat mengintai dan mendengarkan percakapan antara Bun Houw dan 
Leng Leng. Mendengar betapa Leng Leng disuruh kakaknya untuk 
membujuk rayu Bun Houw,
bukan main marahnya hati gadis itu. Kakaknya sungguh keji dan, tidak tahu malu! 


Dan-melihat Bun Houw menolak 
dengan sikap yang tegas, iapun 
merasa kagum sekali. Seorang 
pendekar muda yang hebat, pikirnya, ia melihat betapa Leng Leng 
meninggalkan kamar Bun Houw, 
dengan air mata berlinang sehingga 
ia diam-diam merasa kasihan kepada selir kakaknya itu yang dipaksa oleh kakaknya untuk menyeleweng 
dengan tamu, dan kemarahannya 
tertuju kepada kakaknya. 

Daun pintu kamar Bun Houw,
ditutup kembali dan kini Kiok Lan membayangi Leng Leng yang 

meningalkan kamar Bun Houw ...!"
Kiok Lan, melihat selir itu memasuki ruangan dalam. Ia mengintai dari balik pintu dan melihat Leng Leng melapor kepada Siauw Tek bahwa tugasnya telah dilaksanakan, akan tetapi gagal karena Bun Houw menolaknya. Siauw Tek dengan sikap kecewa menyuruh Leng Leng keluar dari ruangan itu di mana dia sedang bercakap-cakap dengan Pouw Cin dan Suma Hok. Dan iapun mengintai dan mendengarkan.

Gadis ini terkejut mendengar rencana kakaknya untuk mempersiapkan 

pasukan dan besok pagi-pagi akan 
menangkap Bun Houw kalau pemuda itu tidak mau diajak bekerja sama, 
karena Bun Houw dicurigai sebagai mata-mata setelah Suma Hok 
menceritakan siapa adanya pemuda itu. 

Murid Pangeran Tiauw Sun Ong, 
bahkan calon mantunya! Cepat-cepat Kiok lan kembali ke kamarnya sendiri setelah mendengar semua rencana itu.

Liu Kiok Lan duduk melamun. Ia tahu bahwa kakaknya menghimpun 

pasukan untuk dapat merebut 
kembali tahta kerajaannya yang 
dirampas oleh Siauw Hui Kong yang kini menjadi Kaisar Siauw Bian Ong dari kerajaan baru Chi. 

Sebagai seorang bekas puteri istana, tentu saja ia menyetujui rencana kakaknya ini dan dengan sepenuh hati ingin membantunya. Hal ini 
dianggap sebagai kewajibannya pula. 

Akan tetapi, kalaupun mereka harus merebut kembali kerajaan dan 
membangun kembali dinasti Liu-sung yang sudah jatuh, harus dilakukan dengan cara yang gagah dan wajar. Ia selalu cocok dengan sikap yang diambil oleh bekas Panglima Pouw yang selalu bertindak dengan gagah perkasa. 

Ia paling tidak suka dengan cara yang curang dan licik. Kini, melihat betapa kakaknya hendak menyuguhkan 
selirnya sendiri kepada Kwa Bun 
Houw untuk menjatuhkan hati 
pendekar itu dari menariknya sebagai pembantu, tentu saja ia merasa amat tidak senang. 

Apalagi mendengar rencana 
kakaknya yang agaknya terbujuk oleh Suma Hok untuk menangkap atau 
membunuh, Kwa Bun Houw dengan pengeroyokan kalau pendekar itu 
tidak mau membantu, sungguh amat mengganggu hatinya dan menekan 
perasaannya.

Akhirnya ia meneambil keputusan untuk menyelamatkan Bun Houw. Bukan karena ia merasa berat kepada pemuda yang baru saja dikenalnya itu, melainkan ia hendak mencegah kakaknya bertindak curang. Cepat ia bertukar pakaian yang ringkas dan membawa pedang. 


Ia harus dapat memabuki kamar Bun Houw sebagai pencuri agar tidak sampai terlihat kakaknya, Kalau ia masuk sebagai pencuri,andaikata ia ketahuan kakaknya, ia dapat 
mengambil alasan bahwa ia berniat untuk menyerang tamu itu, karena ia sudah tahu bahwa tamu itu adalah murid Paigeran Tiauw Sun Ong dan ia mencurigainya.

Dengan ilmu kepandaiannya, tidak sukar bagi Kiok Lan untuk meloncat ke atas genteng dan berada di atas 

kamar Bun Houw. Setelah 
membiarkan peronda lewat, ia melayang turun dan mencokel jendela kamar dengan pedangnya. 

Ia tahu bagaimana bentuk jendela itu. maka tanpa banyak kesukaran ia 
dapat mencokel jendela sehingga 
terbuka dan cepat ia meloncat ke 
dalam kamar, lalu menutupkan lagi daun jendela dari dalam, ia merasa lapang dada karena agaknya tidak ada orang mengetahui perbuatannya, dan agaknya tamu itupun sudah tidur. 

Ia menghampiri pembaringan yang kelambunya tertutup. Cuaca dalam kamar itu remang-remang karena 
lilin di atas meja sudah dipadamkan, akan tetapi ada sinar masuk dari luar melalui lubang-lubang angin di atas jendela, yaitu sinar lampu gantung di luar kamar!"

Tiba-tiba kelambu tersingkap dan 

sesosok tubuh meloncat keluar. 
Karena Kiok Lan tidak menyerang, 
maka Bun Houw juga hanya meloncat dan berdiri di tengah kamar, 
memandang kepada gadis yang 
membawa pedang di tangan kanan itu.

"Kwa-twako ...!" bisik Kiok Lan yang mencontoh kakaknya, menyebut twako (kakak) kepada pemuda itu.


Baru sekarang Bun Houw tahu bahwa bayangan hitam membawa pedang yang mencokel daun jendela dan 

memasuki kamarnya itu adalah Liu 
Kiok Lan, bekas puteri istana, adik bekas kaisar! Kalau tadinya dia terkejut karena sudah tahu ada orang mencokel jendela kamarnya, kini kekagetan itu bertambah dengan 
keheranan setelah mengetahui bahwa yang masuk seperti pencuri ke dalam kamarnya adalah bekas puteri itu.

"Nona itu ... apa ... apa artinya ini ...?"
"Dia bertanya gagap, namun menahan suaranya sehingga berbisik karena dia sama sekali tidak ingin ada orang lain melihat gadis, bangsawan ini memasuki kamarnya seperti itu. 


Sekilas lantas dia mengira bahwa jangan-jangan bekas kaisar itu, 
setelah tadi usaha selirnya gagal, kini begitu tega mengutus adiknya sendiri untuk merayunya! 

Akan tetapi segera dia mengusir 
prasangka ini karena biarpun dia 
baru saja mengenal Kiok Lan ketika sama-sama makan di meja makan, dan ketika gadis itu bersama Pouw Cin mengantar dia dan Suma Hok 
berkeliling melihat benteng yang 
disusun, namun dia sudah dapat menduga bahwa gadis bangsawan ini memiliki kegagahan dan keangkuhan, memiliki harga diri yang tinggi. 

Tidak mungkin gadis seperti itu sudi 
melaksanakan tugas yang sehina itu.
"Maafkan kalau aku mengejutkanmu, twako. Akan tetapi jawab dulu 
pertanyaanku. Benarkah engkau murid bekas pangeran Tiauw Sun 
Ong, dan benar pulakah bahwa 
engkau akan menjadi mantu Tiauw
Sun Ong" Jawab sejujurnya, ini 

mengenai mati-hidupmu!"

Tentu saja Bun Houw terbelalak. 

Mengenai mati hidupnya" Biarpun dia tidak ingin bercerita tentang gurunya dan apalagi tentang Hui Hong, namun melihat betapa gawatnya keadaan dari sikap aneh bekas puteri istana ini, diapun mengaku terus terang seperti yang dikehendaki gadis itu.
"Benar, nona. Aku murid suhu Tiauw Sun Ong dan dicalonkan menjadi mantunya. Lalu, kenapa?"
"Jawab lagi sejujurnya, demi iktikad baikku terhadap dirimu! Apakah engkau datang ke sini sebagai mata-mata. diutus oleh suhumu atau oleh kerajaan Chi?"

Sekarang mengertilah Bun Houw. Dia dicurigai! Akan tetapi kalau gadis ini mencurigainya, kenapa malam-

malam datang mengajukan 
pertanyaan itu" Kalau benar dia mata-mata, sungguh tindakan gadisi ni 
bodoh sekali.

"Tidak sama sekali, nona! Secara kebetulan saja aku bertemu dengan kakakmu, lalu aku diundang ke sini. 

Sebetulnya, aku tidak ingin berdiam di sini, akan tetapi kakakmu yang mendesakku sehingga aku merasa 
sungkan, melihat sikapnya yang 
ramah. Kenapa nona menyangka yang bukan-bukan?"

"Nah, ada satu pertanyaan yang harus kaujawab sejujurnya. Kakakku 

menghendaki agar engkau suka membantunya dalam perjuangannya merebut kembali tahta kerajaan. 
Bersediakah engkau membantunya?"
Tanpa ragu lagi Bun Houw 
menggeleng kepala dan menjawab, "Tidak, nona. Aku tidak mau 
melibatkan diriku dalam perang saudara memperebutkan kekuasaan."
"Nah, inilah sebabnya aku malam-
malam-memasuki kamarmu seperti 
seorang pencuri. Besok pagi-pagi, 
kakakku dalam perjamuan makan pagi akan meminta keputusanmu. 

Kalau engkau suka membantunya,
tentu tidak akan terjadi apa-apa. Akan tetapi sebaliknya, kalau engkau

menolak, engkau akan ditangkap, 
mungkin dibunuh karena mereka 
sudah tahu bahwa engkau murid 
Tiauw Sun Ong."

Bun Houw terkejut, akan tetapi tidak merasa heran. Tentu Suma Hok yang membuka rahasia dirinya dan diapun tahu mengapa. Suma Hok 

membencinya, dan agaknya hendak mempergunakan kesempatan ini
untuk mencelakakannya. 


"Hemm, lalu apa maksudnya nona datang memberitahukan semua ini
kepadaku?"


"Aku tidak suka dengan cara yang diambil kakakku kepadamu. Enci Leng disuruh merayumu. Sungguh tak tahu malu! Dan kalau engkau tidak mau membantunya, besok engkau akan dikepung pasukan dan

dikeroyok, inipun tindakan curang dan licik yang tidak kusukai. 

Karena itu, aku datang memberitahu 
kepadamu agar malam ini juga 
engkau cepat melarikan diri dari 
tempat ini. Cepat!"

Pada saat itu, terdengar suara kaki orang di luar kamar dan melalui sinar lampu, nampak bayangan beberapa orang seperti mendekati jendela.


"Cepat, akan kuserang kau!" bisik Kiok Lan dan gadis ini segera menendang daun jendela terbuka dan berseru, "Mata-mata laknat, engkau akan mati di tanganku!"


Bun Houw sudah menyambar 

buntalan pakaiannya dan ketika 
diserang oleh Kiok Lan, tubuhnya 
sudah mencelat ke belakang. 

Kemudian, dia membalik dan 
mengerahkan tenaga dari ilmu Im-yang Bu-tek cinkang, mendorongkan kedua telapak tangannya ke arah daun pintu.

"Braaaakkk ...!!" Daun pintu jebol dan dia lalu meloncat ke luar, dan 

sebelum para peronda yang terkejut dan tercengang itu dapat bergerak, Bun Houw sudah meloncat naik ke 
atas genteng.

"Mata-mata jahat, akan lari ke mana kau!" bentak Kiok Lan yang sudah meloncat keluar pula melalui pintu yang jebol, dengan pedang di tangan dan iapun melayang naik ke atas 
genteng melakukan pengejaran. 

Namun, Bun Houw sudah menghilang dalam kegelapan malam. Kiok Lan merasa lega dan ia berpura-pura masih mencari-cari sambil berteriak-teriak, menyuruh para penjaga 
melakukan pencarian di sekitar 
tempat itu. 

Tiba-tiba nampak Pouw Cin, Suma Hok dan tiga orang perwira dari 
pasukan yang dihimpun Siauw Kongcu, berloncatan ke atas genteng.
"Nona, apa yang terjadi?" tanya Suma Hok dan Pouw Cin yang terkejut mendengar ribut-ribut itu.
Mereka keluar dari kamar dan 
mendengar ada mata-mata dari para penjaga yang berada dalam keadaan panik. Kiok Lan mengerutkan alisnya. 

"Sialan! Aku gagal menangkapnya! Dia telah berhasil melarikan diri.
Cepat kita kejar dan cari dia, tangkap! Bunuh!" Tanpa memberi kesempatan kepada lima orang itu untuk bicara, Kiok Lan sudah meloncat jauh ke depan, lalu melakukan pengajaran ke sana sini. 


Tentu saja lima orang itupun bingung. Mereka kini tahu bahwa yang 
melarikan diri adalah Kwa Bun Houw, akan tetapi ke mana mereka harus 
mengejar"

Pengejaran dan pencarian itu gagal 

dan kini mereka semua sudah berada di ruangan depan menghadap Siauw Tek yang sudah terbangun dan siap untuk mendengar laporan mereka.
"Paman Pouw, apa yang telah terjadi, kenapa ribut-ribut ini dan aku 
mendengar keterangan yang tidak 
jelas dari para pengawal. Kwa Bun 
Houw melarikan diri" Bagaimana 
pula ini."

Pouw Cin memberi hormat dan 

nampak gelisah. "Maaf, Kongcu. Saya 
sendiri juga tidak mengetahui dengan tepat apa yang telah terjadi. Ketika 
terdengar suara ribut-ribut, saya 
terbangun dan lari keluar dari kamar bertemu dengan Suma-taihiap dan tiga orang perwira. 

Melihat Siocia berada di atas genteng, kami berlompatan naik dan 
membantu Siocia melakukan 
pengejaran dan pencarian terhadap Kwa Bun Houw, akan tetapi sia-sia. Dia telah lenyap."

"Siauw-moi, apa yang telah terjadi?"
"Begini, koko. Tadi ketika aku 

kebetulan lewat didepan kamar di 
mana koko bersama Paman Pouw dan Suma-toako ini bicara, aku 
mendengar bahwa Kwa Bun Houw adalah murid dan calon mantu Pangeran Tiauw Sun Ong dan bahwa dia memata-matai kita. 

Aku menjadi marah dan setelah kuanggap dia tidur pulas, aku 
memasuki kamarnya untuk 
membunuhnya. Aku berhasil masuk, aku melihat dia sudah siap
dengan buntalannya untuk melarikan diri. 


Aku menyerangnya, kami berkelahi dalam kamar akan tetapi dia terlalu lihai, koko. Dia menjebol pintu dan melarikan diri. Aku berusaha 
mengejarnya namun tidak berhasil."
"Ahh, Siauw-moi, kenapa engkau 
begitu lancang" Kami sudah mengatur rencana untuk menangkapnya besok pagi-pagi. Kenapa engkau telah 
mendahului kami sehingga dia 
berhasil melarikan diri?" tegur bekas 
kaisar itu.

Adiknya memandang dengan alis 

berkerut dan bibir cemberut. "Aku 
tidak tahu akan rencana itu, koko.
Salahmu sendiri kenapa aku tidak diajak berunding" Begitu mendegar dia murid dan calon mantu Tiauw Sun Ong dan bahwa dia memata-matai kita, aku sudah tidak sabar lagi dan aku ingin membunuhnya.


"Hemm, engkau lancang, siauw-moi. Dia memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali, bagaimana mungkin engkau mampu menandingi seorang diri saja" Kalau kau memberitahukan kami, tentu kita tidak akan gagal untuk 

menangkapnya," kembali bekas 
kaisar itu mengomeli adiknya.

"Saya kira, belum tentu Kwa Bun 

Houw itu memata-matai kita, Kongcu. 
Siapa tahu, dia malah dapat kita 
bujuk untuk membantu perjuangan 
kita," kata Pouw Cin.

"Itulah yang mengesalkan hatiku, paman! Kalau dia tidak melarikan diri karena diserang Kiok Lan, besok kita dapat membujuknya dan kalau dia 

mau membantu, berarti kita 
mendapatkan tenaga yang boleh
diandalkan. Sekarang dia telah pergi, kita kehilangan seorang pembantu 

tangguh."

"Harap Kongcu tidak terlalu kecewa. Andaikata Bun Houw mau menjadi pembantu Kongcu, tetap saja hal itu amat berbahaya. Sebagai murid dan calon mantu Tiauw Sun Ong, 

bagaimana dia dapat
dipercaya" Sekali waktu tentu akan menjadi pengkhianat. 


Sudahlah, ada baiknya dia pergi dan tidak membahayakan kita lagi. 
Tentang tenaga bantuan, harap 
Kongcu tidak khawatir, Aku akan 
membujuk agar ayahku bersama 
semua anak buah kami suka 
membantu Kongcu. dan tenaga 
bantuan ayahku dan anak buah kami tentu jauh lebih kuat dan boleh 
diandalkan dari pada tenaga Bun 
Houw."

Mendengar ucapan ini, wajah bekas 

kaisar itu berseri gembira dan dia 
memandang kepada Suma Hok
dengan mata bersinar-sinar. 


"Ah, benarkah itu, Suma toako" 
Alangkah baiknya kalau ayahmu suka membantu kami. Aku sudah 
mengenal baik Kui-siauw Giam-ong Suma Koan dan sudah tahu akan
kehebatannya. Kami akan merasa 
gembira dan beruntung sekali kalau 
dia suka membantu kami!"

Suma Hok tersenyum. "Aku akan 

berusaha sedapatku Kongcu. Akan tetapi harus kuakui bahwa memang tidak mudah membujuk ayah. Ayah memiliki watak yang keras dan kalau bukan keluarga sendiri, atau orang yang memiliki hubungan erat atau hubungan keluarga dengan dia, agak sukar dia mau membantu."'

"Hemm, kami mengenal siapa ayahmu. Kalau datuk besar itu mau membantu perjuangan kami, kelak kalau kami berhasil tentu tidak akan melupakan jasanya dan kami akan memberi kedudukan yang tinggi." 


"Sebagai panglima besar, Kongcu?" cepat Suma Hok mendesak.
Siauw Tek tersenyum, akan tetapi senyumnya agak dingin dan dia menoleh kepada Pouw Cin.


"Kedudukan yang tinggi, akan tetapi tentu saja bukan panglima besar karena kami sudah memiliki seorang panglima besar, yaitu Paman Pouw Cin."


"Hemm, saudara muda Suma Hok, 

belum juga jasa dibuat, bagaimana hendak bicara tentang pahala"
Harap jangan khawatir! Kongcu tidak akan melupakan jasa para 

pembantunya, dan aku sendiri yang
akan mencatat semua jasa agar kelak dapat dipertimbangkan, pahala apa yang patut diterima?" kata Pouw Cin dengan nada suara menegur.

Tadi mendengar ucapan bekas kaisar yang sudah menentukan bahwa 
panglima besarnya adalah Pouw
Cin, hati Suma Hok sudah merasa iri dan tidak senang kepada bekas 

jenderal itu. Kini ditambah lagi 
dengan ucapan Pouw Cin sendiri, dia merasa direndahkan, akan tetapi dia berpura-pura tidak merasa 
tersinggung dan tersenyum saja. 

Pada saat itu pun dia sudah 
mengambil keputusan untuk mencari jalan lain agar derajatnya naik dalam pandangan bekas kaisar itu. Jalan itu adalah melalui Liu Kiok Lan! Kalau saja dia dapat merayu gadis bekas puteri yang cantik jelita itu, dan dapat menarik gadis itu menjadi isterinya, sudah pasti bekas kaisar yang menjadi kakak ipar itu akan lebih mementingkan dia dari pada Pouw Cin!


          **********


Pagi yang cerah dan indah sekali, apalagi di dalam taman yang 

terpelihara baik-baik dan penuh 
dengan bermacam bunga itu. Musim semi telah berumur sebulan lebih, telah memberi waktu cukup bagi para
tanaman untuk mengembangkan 

bunga-bunga yang indah dan harum. 

Kupu-kupu ikut bergembira ria,
beterbangan di antara bunga-bunga indah. Mereka hinggap dari satu ke lain bunga, dengan rajin
mencari dan menghisap madu yang manis dan wangi.


Kiok Lan duduk termenung seorang diri di dalam taman, duduk di atas bangku panjang dekat kolam ikan emas. Ia baru saja memberi makan ikan emas dan kini ia melihat ikan yang berenang memperebutkan
makanan, kemudian termenung, 

tenggelam dalam lamunan.

Ia telah mengkhianati kakaknya 

sendiri! Ia telah membebaskan orang yang akan ditawan oleh kakaknya.

Lamunan membawanya kepada masa lampau, sejak lima tahun yang lalu ia ikut kakaknya melarikan diri dari 

kota raja Nan-king karena kerajaan 
kakaknya, yaitu dinasti Liu-sung, 
diserbu dan dikalahkan oleh SiauHui Kong yang kini menjadi Kaisar Siauw Bian Ong dan mendirikan kerajaan 
baru, yaitu dinasti Chi.

Ketika itu, ia baru berusia dua belas tahun. Kehancuran kekuasaan 

kakaknya yang membuat kakaknya 
menjadi pengembara ini membuat ia bertekad untuk menjadi seorang 
wanita tangguh dengan mempelajari banyak macam ilmu silat, bahkan gurunya yang terakhir adalah Paman Pouw, pembantu setia kakaknya. 

Keluarga kerajaan Liu-sung cerai 
berai dan iapun selalu mengikuti 
kakaknya merantau dan akhirnya 
menetap di daerah Kui-cu, di mana 
kakaknya mencoba untuk 
menghimpun kekuatan dan
membangun pasukan dengan 

bantuan Pouw Cin. 

Iapun dengan penuh semangat 
hendak membantu kakaknya dan 
bertekad bahwa kalau kelak terjadi
perang dalam usaha kakaknya 
merebut kembali tahta kerajaan, ia 
akan membantu dan kalau perlu siap mengorbankan nyawa untuk 
kebangkitan kerajaan Liu-sung.

Akan tetapi, apa yang dilakukan kakaknya terhadap Kwa Bun Hou merupakan tamparan besar baginya,
tamparan yang membuat hatinya 

terasa sakit, yang menghimpit 
perasaannya dan menghancurkan
semua kebanggaan hatinya terhadap kakaknya, bekas kaisar yang sedang berusaha untuk merampas
kembali tahta kerajaan yang sudah 

hilang itu. 

Kakaknya melakukan hal-hal yang amat rendah, yang tidak pantas 
dilakukan searang raja yang besar! 
Menyuguhkan selir sendiri kepada 
tamu! Hanya untuk merayu dan 
membujuk tamu agar suka 
membantunya. 

Bahkan, kalau yang dibujuk menolak untuk membantu, akan ditangkap, dibunuh! Betapa keji dan curangnya. Ia sama sekali tidak setuju, dan
kenyataan itu membuat ia merasa 

berduka sekali. Kakaknya telah 
berubah. 

Dalam usahanya mengejar
cita-cita, kakaknya telah tidak segan mempergunakan segala macam cara, yang kotor dan hina sekalipun. Dan ia tahu bahwa Pouw Cin sudah pasti tidak menyetujui tindakan kakaknya itu. Ia tahu benar betapa gagah dan jantan pembantu utama kakaknya 

yang juga menjadi gurunya itu. Ia 
merasa bersedih sekali, dan juga 
khawatir.
Duka dan takut timbul dari pikiran 
yang mengenang masa lalu dan 
membayangkan masa depan. Kalau
kita membayangkan apa yang telah terjadi, apa yang telah lewat atau 

peristiwa masa lalu, membanding-
bandingkan dan merasa betapa kita kehilangan, bahwa kita dirugikan, akan timbul duka, baik dari iba diri, kecewa atau kesepian. 

Demikian pula dengan rasa khawatir atau takut, selalu timbul kalau kita membayangkan masa depan, yang dihubungkan dengan saat ini, lalu kita merasa bahwa keadaan kita akan tidak enak, tidak baik atau merugikan dan membahayakan kita. 

Tidak akan timbul duka dan takut kalau kita hidup saat demi saat, 
menganggap yang sudah terjadi itu wajar saja dan sesuatu yang sudah dikehendaki Tuhan, membiarkannya lalu seperti hembusan angin tanpa bekas, sebagai sesuatu yang sudah lewat dan sudah mati, kalau kita tidak membayangkan hal yang belum 
terjadi, menganggap bahwa masa 
depan hanya kelanjutan dari saat ini, masa depan adalah saat ini juga kalau saatnya tiba, maka tidak perlu 
dibayangkan. 

Yang ada hanya berikhtiar sebaik mungkin dalam kehidupan ini, dalam bekerja, dalam berhubungan dengan 
manusia lain, hubungan dengan 
masyarakat, dengan pemerintah.

Berikhtiar sebaik mungkin berarti 

bekerja sebaik mungkin, dengan 
didasari penyerahan diri kepada 
Tuhan Yang Maha Kasih. Tugas kita hanyalah mengerjakan segala 
pemberian Tuhan berupa seluruh
anggauta badan termasuk hati akal 

pikiran, memanfaatkannya untuk 
hidup sebaik mungkin, dan dengan 
dasar penyerahan kepada Tuhan 
berarti bahwa apapun yang kita 
lakukan adalah suatu persembahan
kepadaNya. 


Kalau sudah begini, penyerahan itu 
seperti menggerakkan kekuasaan 
Tuhan yang akan membimbing kita 
sehingga nafsu kita sendiri tidak 
akan merajalela memperhamba kita, 
sehingga apapun yang kita lakukan tentu baik dan benar, tidak 
menyeleweng!

"Nona Liu, selamat pagi." Kiok Lan terkejut, sadar dari lamunannya, dan menoleh. Dilihatnya Suma Hok sudah nampak rapi sekali pagi itu, wajahnya yang tampan segar karena habis mandi, pakaiannya juga indah dan rambutnya disisir mengkilap dan 
digelung ke atas dengan rapi, di ikat kain sutera biru. 

Pemuda ini memang tampan dan 
pesolek, dan wajahnya kini nampak 
berseri dengan senyum yang 
memikat.

"Ah, Suma-toako, selamat pagi. Pagi-

pagi engkau sudah nampak rapi, 
hendak ke manakah?" tanya Kiok Lan yang juga dapat bersikap lincah dan gembira.

"Ah, tidak kemana-mana, nona. 

Sehabis mandi, aku melihat betapa 
indahnya taman ini di pagi yang 
cerah, maka aku memasukinya, 
dengan maksud mencari tempat sunyi untuk berlatih silat. 

Tidak tahu bahwa engkau berada di 
sini, nona. Maafkanlah kalau aku 
mengganggu."

"Pemuda yang mengagumkan ini 

selalu bersikap sopan," pikir Kiok Lan. Dan mendengar bahwa Suma Hok hendak berlatih silat. Kiok Lan segera menjadi tertarik sekali.

"Toako, kebetulan sekali kalau engkau hendak berlatih silat. Aku ingin sekali belajar silat darimu toako!"


"Aih, nona. Engkau sudah cukup lihai dengan ilmu silat yang kau kuasai, bagaimana aku berani mengajarmu?"
Kiok Lan cemberut, mengambil sikap seperti orang kecewa. "Hemm, engkau tidak mau mengajarkan silat padaku, toako" Agaknya engkau menganggap aku terlalu bodoh dan tidak berharga untuk menerima pelajaran silat 

darimu, ya?"

"Ah, sama sekali tidak, nona!" kata 

Suma Hok dengan melebarkan 
matanya, "Bukan begitu maksudku.
Aku hanya khawatir bahwa engkau akan kecewa, karena ilmu 

kepandaianku masih rendah ... "

"Nah-nah. ... sekarang engkau 
merendahkan diri. Kaukira aku 
belum tahu" Ketika engkau 
mengalahkan Ngo-liong Sin-kai, aku 
sudah melihat betapa lihainya 
engkau! Bahkan aku merasa yakin 
bahwa guruku terakhir, yaitu Paman Pouw sendiri tidak akan menang 
melawanmu. 

Bagaimana, toako, engkau, masih
tidak mau mengajarkan silat 

kepadaku?"

"Baiklah, nona. Aku akan 

mengajarkan apa yang aku bisa, akan tetapi dengan satu syarat bahwa aku tidak mau kauanggap sebagai guru, apalagi kalau engkau menyebut suhu kepadaku, aku tidak mau
menerimanya!"

Kiok Lan tertawa dan Suma Hok 

terpesona. Dia seorang pemuda yang memiliki watak mata keranjang
dan gila kecantikan wanita, maka 

tentu saja Kiok Lan yang lincah dan 
cantik jelita, juga memiliki 
pembawaan agung ini membuat dia mengilar. Akan tetapi dia memang pandai membawa diri dan
berpura-pura alim.


"Hi-hik, engkau lucu, toako! 

Bagaimana mungkin aku menyebut suhu kepadamu" Usiamu hanya
beberapa tahun saja lebih tua dariku. Bahkan kepada guruku terakhir, yaitu Paman Pouw Cin, aku menyebut 

paman, tidak memanggilnya suhu. 

Akupun enggan kalau harus 
menyebut suhu kepadamu!"
Suma Hok tertawa pula, 

memperlihatkan giginya yang dia 
tahu berbaris rapi dan putih 
terpelihara.

"Sungguh aku merasa berbahagia 

sekali memperoleh seorang murid yang pandai, cerdik, dan cantik jelita seperimu nona." Sebelum gadis itu terkesan oleh pujaan atau rayuannya, dia cepat menyambung.

"Nah, sebaiknya kita mulai sekarang, nona. Pagi ini cuaca baik sekali untuk berlatih."


Kegembiraan karena akan dilatih silat oleh pemuda itu membuat Kiok Lan tidak begitu memperhatikan lagi 

rayuan tadi, dan iapun cepat 
mengajak Suma Hok ke belakang 
pondok di taman. 

Belakang pondok itu, di tempat 
terbuka memang disediakan untuk 
berlatih silat. Lantainya dari ubin 
batu lebar yang rata dan cukup luas.
Suma Hok yang cerdik ingin 

mengambil keuntungan sebanyaknya dari kesempatan ini. 

Dia memang sudah mengambil 
keputusan untuk merayu gadis bekas puteri ini. Kalau gadis ini sudah jatuh ke tangannya dan menjadi isterinya 
atau setidaknya menjadi 
tunangannya, maka barulah dia akan
membantu perjuangan bekas kaisar kerajaan Liu-sung dengan sepenuh tenaga, bahkan akan membujuk
ayahnya untuk membantu pula. 


Dan untuk dapat mencapai cita-citanya memperisteri bekas puteri ini, terlebih dahulu dia harus dapat menjatuhkan hati Kiok Lan! Oleh karena dia telah memperhitungkan segalanya dengan cepat, pemuda yang cerdik dan licik ini lalu berkata 
sambil tersenyum.

"Nona, karena engkau telah 

mempelajari banyak ilmu yang cukup tinggi, maka kiranya tidak perlu 
mempelajari ilmu silat baru dariku. Sebaiknya kalau aku mencoba 
memberi petunjuk kepadamu dalam
ilmu silat yang sudah kaukuasai, 

menunjukkan kelemahan dan 
kekurangannya, dan menambah daya
serangannya sehingga engkau akan memperoleh kemajuan cepat. 


Caranya adalah engkau berlatih silat denganku, engkau keluarkan jurus-
jurus ilmu silatmu dan kalau aku melihat jurus yang lemah, akan 
kuberi petunjuk. Dengan demikian 
maka engkau akan cepat maju."
Kiok Lan mengangguk. 


"Rencanamu itu baik sekali, toako. 
Nah, mari kita mulai. Aku akan 
menyerangmu dengan ilmu silat yang paling kuandalkan."

"Baik, aku sudah siap. nona." kata 

pemuda itu. Dengan cara yang 
diambilnya itu, selain dia tidak perlu mengajarkan ilmu-ilmunya kepada gadis ini, juga dalam latihan bersama, dia akan mendapat,kesempatan lebih banyak untuk beradu lengan, untuk menyentuh gadis itu, dan berdekatan, juga untuk memamerkan 
kepandaiannya membuat gadis itu tidak berdaya. 

Diapun memasang kuda-kuda dengan
gagahnya, kaki kiri ditekuk di depan, kaki kanan di belakang, tangan kiri diangkat ke atas dan tangan kanan ditekuk di pinggang, mukanya 

menoleh ke kanan menghadap ke arah Kiok Lan.

"Toako, lihat seranganku! Hai ittt ...!!"
Kiok Lan yang kini merasa gembira karena mendapat kesempatan 

berlatih silat dengan pemuda yang ia tahu amat lihai itu segera 
mengerahkan tenaganya. 

Cepat sekali tubuhnya bergerak ke depan dan ia sudah menyerang 
dengan totokan-totokan kilat yang 
bertubi-tubi ke arah berbagai jalan 
darah di bagian depan tubuh lawan.
"Bagus!" Suma Hok mengelak ke sana-sini, berloncatan dan kadang 
menangkis sambil mengamati
gerakan gadis itu. Ketika melihat kesempatan, pada saat jari tangan kanan gadis itu menotok ke arah pundaknya, dia memutar tubuh ke kiri dan menangkap dengan tangan kanan pada pergelangan tangan
Kiok Lan yang kanan, lalu tangan

kirinya menotok pundak kiri gadis itu sambil memuntir lengan kanan Kiok Lan ke belakang. 

Gadis itu sama sekali tidak berdaya, lengan kanannya terbekuk ke 
belakang dan kini lengan kiri Suma Hok melingkari lehernya dengan jari-jari tangan mengancam 
tenggorokannya!

Tentu saja hanya sebentar Suma Hok menelikung gadis itu, lalu 

melepaskannya lagi. "Nah, di sini 
engkau melakukan gerakan yang 
lemah, nona, sehingga engkau mudah dapat tertekan," kata Suma Hok, dengan lembut dan sopan dia 
memberi penjelasan, minta kepada gadis itu mengulang lagi serangannya yang tadi dan menjelaskan bagian 
mana yang lemah dan harus diadakan perbaikan. 

Demikianlah, denganc erdiknya Suma Hok memberi petunjuk dan dia 
mendapat banyak kesempatan untuk 
meringkus,merangkul dan memeluk tubuh gadis itu ketika 
menundukkannya, namun tidak 
membuat Kiok Lanm erasa rikuh 
karena semua itu dilakukan Suma 
Hok untuk memberi petunjuk 
kepadanya.

Kedua orang muda ini sama sekali 
tidak tahu betapa sepasang mata 
mengamati mereka dari jauh,
sepasang mata yang berkilat dan sepasang alis yang berkerut tanda 

bahwa si pemilik mata tidak
berkenan hatinya melihat apa yang mereka lakukan itu.


Sejak pagi hari itu, hubungan antara 

Suma Hok dan Liu Kiok Lan menjadi semakin akrab. Kiok Lan merasa senang dan puas karena harus ia akui bahwa sejak ia diberi petunjuk oleh Suma Hok, ia memperoleh kemajuan pesat sekali. 

Iapun menjadi semakin tertarik dan kagum saja kepada pemuda itu. Suma Hok nampaknya memberi petunjuk dengan sungguh hati dan sikap 
pemuda itupun selalu sopan dan 
ramah,membuat gadis itu terpikat dan senang sekali. 

Apalagi ketika Suma Hok berjanji 
akan mengajarkan suatu cara 
menghimpun tenaga sin-kang (tenaga sakti) yang istimewa untuk 
memperkuat tubuh, Kiok Lan
menjadi semakin bersemangat.

"Latihan itu merupakan cara 
bersamadhi yang harus dilakukan dalam tempat tertutup dan tidak 
boleh kelihatan orang lain! Kurasa 
latihan itu dapat dilakukan di dalam 
pondok taman, nona. 

Dan untuk dapat melakukan latihan 
itu dengan baik, engkau harus minum ramuan obat dari keluarga Suma yang sengaja dibuat untuk melengkapi 
latihan itu."

"Ah, aku senang sekali, toako. Mari 
kita lakukan latihan itu, aku telah 
siap. Kapan kita melakukannya, 
Suma-toako?" tanya Kiok Lan penuh 
semangat.

Mereka baru habis berlatih dan 

beristirahat di belakang pondok. Kiok Lan menghapus keringatnya dengan saputangan, wajahnya yang 
berkeringat nampak kemerahan dan segar seperti buah tomat yang
sedang ranum, matanya bersinar-

sinar dan bibirnya yang merah basah itu tersenyum manis.
Suma Hok menelan ludah. 

"Secepatnya lebih baik, nona, akan 
tetapi aku khawatir kalau-kalau 
engkau akan berkeberatan dan 
terutama kalau-kalau Kongcu akan 
tidak mengijinkan latihan itu 
kaulakukan ..."

"Eh, kenapa, toako" Koko sudah tahu, 

bahwa engkau memberi petunjuk 
ilmu silat kepadaku dan dia sama 
sekali tidak berkeberatan, bahkan 
ikut bergembira melihat kemajuanku. Kalau latihan itu untuk memperkuat 
sin-kang dalam tubuhku, kenapa dia 
tidak akan mengijinkan?" Sepasang 
mata yang bening itu mengamati 
wajah Suma Hok dengan penuh 
selidik.

"Begini, nona. Latihan sin-kang dari keluarga kami itu merupakan latihan rahasia yang tidak boleh dilihat atau diketahui orang lain. Dan si pelatih tidak akan berhasil tanpa bantuan 

seorang di antara kami yang telah ahli, dan dalam hal ini, nona harus kubantu kalau ingin berhasil. 

Dan latihan ini baru dapat dilakukan kalau matahari sudah tenggelam, 
yaitu pada malam hari, semalam 
suntuk. Inilah yang membuat aku 
ragu apakah nona tidak akan 
berkeberatan, dan apakah Kongcu akan memberi ijin kalau nona 
berlatih sin-kang dalam pondok 
dengan kutemani selama semalam 
suntuk. 

Karena itu, lebih baik kalau engkau tidak berlatih sin-kang keluarga kami itu, nona."

Sepasang alis itu berkerut. Memang agak aneh cara latihan itu, pikirnya. Memang tentu saja kakaknya tidak akan mengijinkan kalau ia berlatih sin-kang berdua saja semalam suntuk dengan Suma Hok dalam tempat tertutup. 


Hal itu memang tidak semestinya dan tidak pantas. Akan tetapi, ia melihat kesungguhan dalam cara Suma Hok mengajarkan ilmu kepadanya. Selama ini, Suma Hok mengajar dengan 
sungguh hati dan tidak pernah 
pemuda itu memperlihatkan sikap atau melakukan perbuatan yang tidak sopan kepadanya. 

Ia percaya sepenuhnya kepada Suma Hok dan ia merasa yakin bahwa biarpun mereka berdua akan berlatih dalam pondok tertutup selama 
semalam suntuk, pasti pemuda itu tidak akan melakukan hal-hal yang tidak pantas. Ia melihat betapa 
lihainya Suma Hok dan ia ingin sekali mendapatkan kekuatan sin-kang yang hebat.

"Jangan khawatir, toako. Kalau 
latihan itu hanya dilakukan dalam 
waktu semalam suntuk, aku akan 
dapat mengaturnya agar kita 
melakukan latihan itu tanpa 
diketahui oleh kakakku atau oleh 
siapapun juga."....



BERSAMBUNG KE JILID 10





















Terima kasih telah membaca Serial ini.

No comments:

Post a Comment

Cerita Silat Kho Ping Hoo Serial Pendekar Budiman Jilid 12

   Cerita Silat Kho Ping Hoo Serial Pendekar Budiman             Jilid 12