Tuesday, February 19, 2019

Cerita Silat Serial Kisah Si Pedang Kilat Jilid 07


























   Cerita Silat Kho Ping Hoo
  Serial Kisah Si Pedang Kilat

            Jilid 07



mempunyai banyak arca dan ukir-ukiran, seperti istana raja saja di antara bangunan-bangunan lain yang nampak kecil sederhana yang terdapat di sekitar lembah itu. 

Gedung itu milik Bu-eng.kiam Ouwyang Sek, majikan Lembah Bukit Siluman. Seluruh sawah ladang yang berada di bukit itu adalah milik datuk ini, dan para petani yang tinggal di sekitar tempat itu merupakan buruh tani penggarap sawah ladangnya. Bu-eng-kiam Ouwyang Sek terkenal sebagai daluk persilatan yang ditakuti, besar pengaruhnya, dan 
kaya raya.


Pada pagi hari itu, para pelayan laki-laki dan perempuan yang jumlahnya belasan orang di gedung itu nampak sibuk. Pihak tuan rumah sekeluarga, yaitu Ouwyang Sek, isterinya, dan kedua anaknya, yaitu Ouwyang Toan pemuda berusia dua puluh delapan tahun, dan Ouwyang Hui Hong gadis berusia dua puluh satu tahun, sedang menerima kunjungan tamu-tamu 

yang agaknya dihormati oleh 
keluarga tuan rumah. 

Memang jarang terjadi dan agak aneh kalau keluarga Ouwyang yang terkenal angkuh dan memandang
rendah orang lain itu sekali ini menerima kunjungan tamu yang dihormati. Akan tetapi, tidak akan mengherankan lagi kalau diketahui siapa yang datang berkunjung. Tamu tamu kehormatan itu adalah datuk 

besar Kui-siauw-giam-ong Suma Koan, majikan Bukit Bayangan Setan bersama putera tunggalnya, Tok-siauw-kwi Suma Hok. 

Datuk yang datang sebagai tamu ini mempunyai kedudukan dan tingkat yang sama dengan pihak tuan rumah, dan kunjungannya adalah kunjungan kehormatan, membawa segerobak 
barang-barang hadiah amat berharga. 

Tentu saja Ouwyang Sek merasa 
terhormat dan girang sekali, dan disambutlah rekan setingkat itu dengan gembira dan penuh kehormatan pula. Dia mengarahkan isteri dan dua orang anaknya untuk ikut menyambut! 

Tentu saja hal ini menggirangkan
pihak tamu, karena kedatangan 

mereka mempunyai maksud untuk mengajukan pinangan!"

Setelah para pengawal dan 

pengikutnya menghamparkan semua barang hadiah di atas meja besar di
ruangan tamu yang luas itu, 

dipandang dengan kagum oleh 
Ouwyang Sek dan keluarganya, Suma Koan dengan wajah berseri bangga lalu mamberi hormat kepada tuan 
rumah.

"Sahabatku Ouwyang, sudah puluhan tahun antara kita terdapat ikatan 

yang akrab, bukan saja sebagai 
saingan dalam dunia persilatan, juga sebagai orang setingkat dan sederajat. Biarpun kadang-kadang keadaan membuat kita saling berhadapan sebagai saingan maupun lawan, namun di lubuk hatiku selalu ada perasaan kagum terhadapmu, sobat! 

Dan karena rasa kagum itulah, maka hari ini kami datang,bukan saja 
membawa sakedar oleh-oleh sebagai tanda persahabatan dan 
penghormatan. Juga membawa 
iktikad baik untuk lebih mempererat hubungan di antara keluarga kita."
Ouwyang Sek yang berusia limapuluh tiga tahun, bertubuh tinggi besar bermuka hitam dan gagah
perkasa itu, tertawa bergelak sambil memandang kepada tamunya yang usianya limapuluh delapan tahun, dan biarpun tubuh datuk itu kecil kurus, namun Ouwyang Sek tidak memandang rendah kepadanya 

karena dia tahu bahwa tubuh yang kecil itu memiliki kemampuan luar biasa dan dia sendiri tidak akan mampu mengalahkan Suma Koan dengan mudah.

"Ha-ha-ha-ha, engkau selalu 

merupakan orang yang kukagumi, 
sobat Suma! Baik sebagai saingan, lawan maupun kawan. Aku dan 
keluargaku menghargai kunjungan 
persahabatan ini, dan marilah engkau dan puteramu menerima 
hidangan kami seadanya!" 

Langsung saja dua orang tamu itu dipersilakan memasuki ruangan 
dalam, di mana telah diatur meja 
yang penuh hidangan. Tamu ayah dan anak itu bersama pihak tuan rumah yang terdiri dari ayah, ibu dan dua orang anak duduk mengelilingi meja
hidangan. 


Sejak tadi, setelah diberi kesempatan memberi hormat kepada pihak tuan rumah, Suma Hok yang tampan dan pesolek berulang kali melepas pandang mata yang penuh kagum dan sayang ke arah Ouwyang Hui Hong. Namun gadis ini pura-pura tidak tahu saja walaupun ia bersikap ramah terhadap dua orang tamu itu demi ayahnya. 

Dalam lubuk hatinya Hui Hong tak pernah dapat melupakan peristiwa tiga tahun yang lalu ketika ia nyaris diperkosa olah pemuda tampan 
pesolek itu.

Kedua pihak saling memberi hormat dan selamat melalui pengangkatan cawan arak dan mereka makan
minum dengan gembira seperti layaknya tamu dan tuan rumah yang menjadi sahabat akrab dan saling
menghormati. 


Sungguh luar biasa sekali kalau di ngat betapa dua orang datuk ini pernah beberapa kali berhadapan sebagai lawan dan saling serang mati-matian!"

Setelah mereka makan minum 

sampai kenyang. pihak tuan rumah mempersilakan dua orang tamunya
ke ruangan dalam yang lebih luas. di mana mereka dapat bercakap-cakap dengan leluasa dan gembira.


Ouwyang Toan dan Ouwyang Hui Hong tetap disuruh menemani ayahnya menyambut tamu-tamu itu
dan melayani mereka bercakap-cakap.


Melihat sikap yang ramah dan senang hati dari Ouwyang Sek, Suma Koan melihat kesempatan baik sekali untuk menyampaikan isi hatinya. "Sahabat Ouwyang, sesungguhnya kedatangan kami ini mempanyai niat yang amat baik, yaitu kami ingin sekali agar keluarga antara kita terjalin hubungan yang lebih baik. bahkan dua keluarga dapat menjadi satu!"


Ouwyang Sek adalah seorang yang keras hati dan keras kepala, kasar dan terbuka, maka dia masih belum 

mengerti apa yang dimaksudkan 
tamunya. 

"Ha-ha-ha, sahabat Suma 
kunjunganmu ini saja sudah 
mempererat hubungan antara kita. Niat baik apalagi yang kau miliki 
terhadap kami?"

"Sahabat Ouwyang, engkau tahu 

bahwa aku hanya mempunyai 
seorang anak, yaitu puteraku Suma Hok ini, biarpun dia bodoh akan tetapi namanya cukup dikenal di dunia kang-ouw dan aku sudah bersusah payah untuk mewariskan seluruh kepandaian dan milikku kepadanya. 

Tahun ini, usianya sudah duapuluh lima tahun dan setelah mencari-cari sampai beberapa lama, aku tidak melihat seorangpun gadis yang pantas menjadi jodohnya, kecuali puterimu yang cantik jelita dan pandai ini. 
Kami datang untuk meminang 
puterimu!"

Ouwyang Sek terbelalak mendengar ini, menoleh ke arah puterinya yang mengerutkan alis dan mukanya 

menjadi merah sekali, dan diapun 
tertawa bergelak. 

"Ha-ha-ha, aku sampai lupa bahwa aku mempunyai seorang anak 
perempuan yang sudah dewasa!" Dia tertawa-tawa lagi.
"Ayah, aku belum ingin menikah!" 

Tiba-tiba Hui Hong berkata dengan suara tegas.

Ouwyang Sek menghentikan tawanya. "Ehhh!" Dia menggerak-gerakkan alisnya yang tebal. "Hui Hong, ingat, usiamu sekarang sudah dua puluh satu tahun, dan pelamarmu sekali ini adalah putera datuk besar Suma Koan, majikan Bukit Bayangan Setan!"
Suma Koan tertawa. 


"Ha-ha, sahabat Ouwyang, harap jangan terlalu memuji. Keadaanku tidak lebih besar dari pada 
keadaanmu, akan tetapi kalau 
keluarga Ouwyang menjadi satu dengan keluarga Suma, bukankah kita berdua menjadi yang terbesar dan siapa yang akan berani menentang 
kita!"

"Benar ... benar ... ah, pinanganmu ini akan kami pertimbangkan baik-baik ...!" kata Ouwyang Sek sambil tertawa lagi.


"Ayah! Aku tidak sudi menjadi jodoh jahanam yang tiga tahun lalu nyaris memperkosaku ini!" kata Hui Hong dan iapun bangkit berdiri lalu lari meningalkan ruangan itu menuju ke kamarnya.


"Hui Hong ...!" ibunya berseru dan lari mengejar.
Ouwyang Sek bersungut sungut, merasa tidak senang melihat sikap puterinya dan merasa tidak enak
kepada tamunya. "Sobat Suma Koan, engkau dan puteramu duduklah dulu, aku akan membujuk anak bandel itu. 


Percayalah, dia pasti akan taat kepada ayahnya," Katanya dan diapun lari mengejar anak dan isterinya. Suma Koan tersenyum dan minum araknya, tidak memperdulikan putranya yang kelihatan kecewa. Dia sudah merasa yakin bahwa tentu Ouwyang Sek akan menerima pinangannya. Dia tahu
betapa rekannya itu terlalu 

mementingkan diri sendirl dan akan menggunakan siapapun, termasuk 
anak sendiri, demi keuntungan diri pribadi. 

Kalau keluarga Ouwyang menerima pinangannya, berarti dua
keluarga datuk itu menjadi satu dan kedudukan masing-masing menjadi 

semakin kuat. Mana mungkin
penawaran yang demikian 

menguntungkan akan ditolak oleh 
Ouwyang Sek. Ouwyang Toan yang kini duduk sendiri bersama dua orang temannya, sejak tadi memang sudah merasa canggung dan tidak suka.
Diapun ikut merasa tidak suka mendengar pinangan itu, mengingat bahwa adiknya pernah akan
diperkosa Suma Hok yang menjadi saingannya sebagai putera datuk yang bersaingan. Maka, melihat ayahnya 

lari mengejar, diapun bangkit dan mengangguk kepada dua orang 
tamunya, dan melangkah pergi 
meninggalkan ruangan itu, juga 
menyusul adiknya.

Hui Hong duduk di tepi 

pembaringannya, alisnya berkerut, 
mukanya merah dan mulutnya 
cemberut.

Ibunya kini duduk di dekatnya sambil merangkul pundak puterinya.

"Hui Hong. kenapa engkau bersikap seperti itu" Usiamu sudah duopuluh satu tahun dan ayahmu benar, 
engkau sudah cukup dewasa untuk berumah tangga. Dan biarpun aku belum mengenal pemuda itu,
akan tetapi aku tidak melihat 

keburukan pada dirinya, Dia tampan, halus dan sopan ... "

"Ibu! Ibu tahu apa" Jahanam itu 

pernah menawan aku dan nyaris memperkosaku, ibu! Kalau tidak ada Kwa Bun Houw yang menyelamatkan aku, tentu anakmu ini sekarang sudah mati membunuh diri karena dinodai jahanam busuk itu. Bagaimana 
mungkin aku dapat menjadi 
isterinya!"

"Omong kosong!" Tiba-tiba ayahnya memasuki kamar dan membentak 

marah. "Perbuatannya itu bukan 
berarti dia jahat dan busuk, 
melainkan karena dia cinta padamu, Hui Hong. Buktinya, sekarang dia datang bersama ayahnya dan 
mengajukan pinangan secara resmi. 

Dan kau lihat sendiri, hadiah yang
dibawanya lebih besar dari pada 
kalau engkau dipinang putera 
seorang bangsawan tinggi. Ini berarti bahwa keluarga Suma 
menghargaimu, Hui Hong. Kalau engkau menjadi mantu Suma Koan, engkau akan menjadi seorang nyonya yang terhormat kaya raya, mulia dan terlindung."

"Tidak, aku tidak sudi, ayah!" Hui 

Hong berseru, juga dengan suara 
keras penuh kemarahan.

"Engkau harus mau, ini perintahku!" ayahnya membentak pula.
Pouw Cu Lan, ibu Hui Hong, segera menengahi. "Aih, kalian ini ayah dan anak sama-sama keras kepala.
Kenapa urusan ini tidak dibicarakan dengan tenang saja" Keduanya suka mengalah, serta mempertimbangkan pendapat masing-masing dan kita 

rundingkan, mana yang benar dan 
baik."

Hui Hong adalah seorang gadis yang cerdik walaupun ia keras hati. Ia juga mengenal ayahnya sebagai seorang yang berhati baja dan sukar sekali untuk mengubah apa yang sudah diputuskan ayahnya. 


Maka, tadi ia sudahi memutar otak dan kini ia turun dari pembaringan, berdiri tegak menghadapi ayahnya yang sudah mulai marah.

"Ayah, dongeng-dongeng jaman 

dahulu menyatakan bahwa setiap orang gadis yang terhormat harus dapat menjaga harga dirinya, dan setiap orang puteri kalau dipinang orang selalu mengajukan syarat.

Aku pun ingin menjadl puteri 

terhormat dan siapapun yang 
meminangku, harus memenuhi syarat yang kuajukan!"

Mendengar ini, agak berkurang 

kemarahan Ouwyang Sek. "Hemm, 
sekarang engkau bicara dengan
sehat. Memang engkau berhak 

mengajukan syarat. 

Nah, syarat apa yang kau ajukan itu, cepat katakan agar dapat 
kusampaikan kepada keluarga Suma."
"Aku mempunyai dua macam syarat yang harus dipenuhi." kata gadis itu dengan suara tegas. 

"Pertama aku minta agar mustika Akar Bunga Gurun Pasir yang hilang dari tangan ayah itu dapat ditemukan
kembali dan diserahkan kepadaku. 


Hal ini menyangkut kehormatan 
keluarga kami, ayah."
Ouwyang Sek memandang puterinya dengan wajah yang cerah dan dia menganggukkan kepala. "Bagus!

Syarat itu memang pantas dan aku 
sendiri memperkuat syarat itu. 
Keluarga Suma harus bisa
mendapatkan kembali mustika itu 

dan menyerahkannya kepada kita!" 
katanya gembira.

"'Masih ada syarat ke dua dan ke tiga, ayah."
"Hemm, katakan dua yang lain!"


"Syarat ke dua, aku hanya mau 

menjadi isteri seorang yang dapat 
menandingi dan mengalahkan aku. 
Hal inipun kulakukan untuk 
mengangkat nama dan kehormatan 
ayah."

Pria tinggi besar itu kini tersenyum dan mengangguk-angguk. "Baik 

sekali. Memang putera Suma Koan itu harus belajar yang rajin dan harus dapat mengunggulimu dalam ilmu 
silat. Syarat ke dua itupun akan 
kusampaikan kepada mereka."

"Syarat yang ke tiga adalah untuk 

menebus penyesalanku, ayah. Syarat itu adalah bahwa sebelum aku 
menerima pinangan itu, harus 
diusahakan agar aku dapat bertemu dengan Kwa Bun Houw dalam
keadaan sehat!"

Terbelalak sepasang mata itu dan 

kulit muka yang kehitaman itu 
menjadi semakin hitam. Datuk itu
kembali marah. "Hui Hong, apakah 

engkau gila" Syaratmu yang ke tiga itu tidak mungkin!"

"Kenapa tidak, ayah" Ketika aku 

nyaris diperkosa jahanam Suma Hok, aku diselamatkan oleh Kwa Bun Houw. Akan tetapi ayah tidak 
membalas budi itu. sebaliknya ayah bahkan memukulnya dan 
melukainya.

Aku merasa menyesal sekali, maka aku ingin bertemu dengan dia dan minta maaf."
"Huh, mana bisa begitu" Kalau dia sudah mampus?"
"Kalau dia sudah mati, aku tidak mau menikah!"


"Heiii?" Gilakah engkau" Celaka, anak ini jatuh cinta kepada setan itu!"
"Memang aku cinta kepada Houw-ko, ayah. Dia baik, berbudi, gagah perkasa dan aku berhutang nyawa dan kehormatan kepadanya. Aku, ... "
"Cukup! Syarat gila itu tidak dapat diterima."


"Kalau begitu, akupun tidak sudi menikah dengan siapapun!"
"Aku akan memaksamu!"


Sepasang mata gadis itu mencorong penuh kemarahan. "Ayah keras hati dan hendak memaksaku" Apa ayah kira akupun tidak dapat berkeras 

hati" Dengan kekerasan ayah dapat memaksaku, akan tetapi,akupun 
dapat membalas. 

Aku akan membunuh diri ketika 
pernikahan dirayakan dan jahanam itu hanya akan mengawini mayatkn dan ayah akan mendapat malu besar di depan para tamu!"

"Anak setan! Kalau begitu lebih baik sekarang saja engkan mati!" Datuk itu sudah mengangkat tangan dan 
hendak menyerang Hui Hong yang sama sekali tidak kelihatan takut. Melihat ini, Pouw Cu Lan menubruk suaminya.

"Jangan ...!" teriaknya.
Akan tetapi sekali dorong, tubuh 

wanita itu terlempar ke atas 
pembaringan. Dorongan yang terarah ini menunjukkan betapa sayangnya Ouwyang Sek kepada isterinya, walau dalam keadaan marah sekalipun.
Dia melangkah maju hendak 
melanjutkan serangannya membunuh Hui Hong.

"Ouwyang Sek, engkau tidak berhak 

membunuh anakku! Ia bukan 
anakmu, engkau tidak berhak
membunuhnya!" Wanita itu berteriak, nadanya lantang dan mendengar ini, Ouwyang Sek seperti tersentak, 

tangan yang sudah diangkat itu turun dan perlahan-lahan dia memutar 
tubuhnya,menghadapi isterinya yang masih terduduk di atas pembaringan.
"Cu Lan, ... kau ... kau membuka rahasia itu ...!" kata Ouwyang Sek, semua kekerasan lenyap dari 
suaranya.

"Tidak perduli! Engkau tidak berhak membunuh anakku. Bukankah 

selama duapuluh tahun ini aku 
memegang janji, menyerahkan 
segalanya kepadamu, bahkan 
mencoba untuk belajar mencintamu" 

Akan tetapi, hari ini engkau hendak memaksanya menikah dengan orang yang tidak disukainya, hendak
membunuhnya. Ia bukan anakmu!"

Diserang dengan ucapan seperti itu oleh Isterinya, Ouwyang Sek tertegun, mukanya berkerut seperti menahan rasa nyeri di dalam dadanya, 
kemudian dia menarik napas panjang dan mengangguk-angguk.

"Baik ... baik, Cu Lan. aku tidak akan membunuhnya ... "
Dan dia menoleh ke arah Hui Hong. 


"Aku akan minta mereka memenuhi syarat pertama dan ke dua, akan tetapi aku tidak perduli akan 
syaratmu yang ke tiga. Kalau dua 
syarat itu telah dipenuhi engkau harus menikah dengan Suma Hok, mau atau tidak mau! Kalau engkau akan membunuh diripun silakan,
akan tetapi engkan harus menikah dengan putera Kui-siauw Giam-ong kalau dia dapat memenuhi dua
syaratmu!"


Setelah berkata demikian, datuk besar ini keluar dari dalam kamar puterinya dan membanting daun
pintu. Ketika tiba di luar, dia melihat puteranya, Ouwyang Toan berada di situ dan tahulah dia bahwa puteranya tadi juga ikut mendengarkan semua 

percakapan dalam kamar.

"Mau apa kau di sini?" tegur Ouwyang Sek yang masih marah.
Wajah pemuda tinggi besar dan gagah itu nampak tegang dan sinar matanya berseri. 


"Ayah ... kalau begitu ... adik Hui Hong bukanlah adik tiriku, bukan anak kandung ayah" Kalau begitu ... antara ia dan aku tidak ada hubungan darah sama sekali ... "

"Hemm, kalau sudah begitu kenapa?" ayahnya membentak dengan suara lirih agar jangan terdengar isterinya yang berada di kamar puterinya, sambil terus melangkah 

meninggalkan tempat itu di kuti 
puteranya, "Kalau begitu aku dapat mengawininya, ayah! Aku ... sejak dulu aku ... cinta kepada Hui Hong."
Kembali Ouwyang Sek tertegun, akan tetapi karena hatinya sedang risau dan mendongkol, dia cemberut." Masa bodoh ia mau menikah dengan siapa, asal dapat mamenuhi syarat-
syaratnya."

"Apakah syarat-syaratnya, ayah" Aku masih kurang begitu jelas. Ia menyebut-nyebut Kwa Bun Houw ... "

"Itu tidak masuk hitungan! Syaratnya hanya dua, pertama harus dapat 
menemukan kembali mustika Akar bunga Gurun Pasir, ke dua harus 
mampu mengalahkannya."
"Akan kucoba, ayah."


Ayahnya menoleh dan memandang 

kepadanya, lalu mendengus marah. "Agaknya engkau pun sudah gila!" Mereka memasuki ruangan tamu dan dua orang tamu mereka segera 
bangkit menyambut. Suma Koan
tersenyum lebar. "Aha, sobat 

Ouwyang Sek, aku percaya engkau 
tentu telah berhasil membujuk
puterimu, dan menerima pinangan kami."


Ouwyang Sek duduk, juga Ouwyang Toan mengambil tempat duduk semula. Setelah memandang kepada 

kedua orang tamu itu, dia lalu 
berkata. "Aih. puteriku memang 
manja sekali. Ia tidak lagi menolak, 
akan tetapi mengajukan syarat-
syarat!"

"Aihh! Syarat-syarat apakah yang diajukan adinda Ouwyang Hui Hong itu, paman!" terdengar Suma Hok bertanya, suaranya penuh gairah karena dia merasa yakin akan mampu memenuhi syarat yang diajukan gadis yang membuatnya tak nyenyak tidur tak enak makan itu.

"Syarat ini bukan hanya untuk 
keluarga Suma, melainkan syarat umum terhadap siapa saja yang ingin memperisteri Hui Hong. 

Pertama, pemuda itu harua mampu mencari sampai dapat mustika Akar Bunga Gurun Pasir kami yang hilang dan menyerahkan kepada Hui Hong, dan ke dua, pemuda itu harus mampu menandingi dan mengalahkan Hui Hong?"

Suma Hok mengerutkan alisnya. 

Syarat-syarat itu, terutama yang 
pertama, terasa berat olehnya dan dia memandang kepada ayahnya. Akan tetapi Suma Koan tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, syarat-syarat itu cukup 
sukar, akan tetapi untuk 
mendapatkan seorang gadis sehebat Ouwyang Hui Hong. syarat itu masih terlalu lunak. Sobat Ouwyang, kami menyanggupi syarat-syarat itu.
Pertama akan kami coba penuhi 
syarat pertama menemukan kembali mustikamu itu, baru kemudian
kami memenuhi syarat ke dua. 


Nah, kami minta diri, akan segera 
melaksanakan syarat pertama."
Ouwyang Sek bangkit dan mengantar kedua orang tamunya sampai ke pintu depan, ditemani oleh Ouwyang Toan. 


Diam-diam Ouwyang Toan merasa lega dan girang. Tadi ayahnya 
mengajukan di depan dua orang 
tamunya bahwa syarat-syarat itu ditujukan kepada siapa saja yang 
hendak memperisteri Hui Hong! 

Berarti dia pula berhak mempertsteri gadis itu kalau dapat memenuhi dua syarat itu. Dia harus lebih dulu 
mendapatkan kembali Akar Bunga Gurun Pasir, jangan sampai keduluan Suma Hok!

Akan tetapi Suma Hok merasa tidak puas sama sekali. Biarpun ayahnya telah menyanggupi dan menerima dua syarat itu, akan tetapi dia merasa seperti dipersukar, apalagi dia tidak mendapat kesempatan untuk 

berpamit kepada Hui Hong sehingga dapat bertemu lagi dengan gadis itu. 

Maka,sebelum ayahnya meninggalkan pintu gerbang keluarga Ouwyang, dia berhenti dan memberi hormat kepada Ouwyang Sek.

"Maafkan saya, paman Ouwyang, Karena syarat itu cukup berat dan entah sampai kapan saya akan dapat membawa ke sini mustika itu untuk dihaturkan kepada paman dan adinda Ouwyang Hui Hong,maka 

perkenankanlah saya untuk berpamit kepada puteri paman yang amat saya cinta itu."

Mendengar ini, Suma Koan cepat berkata untuk membela puteranya, 


"Ha-ha-ha, dasar orang muda.
Sobat Ouwyang, kurasa permintaan anakku itu pantas saja. Pula, sebagai tamu, aku sendiri merasa kurang enak kalau tidak pamit dari semua keluargamu yang tadi menyambut kami. Akupun ingin berpamit kepada isterimu dan puterimu."


Ouwyang Sek baru teringat akan sopan santun. Keluarganya telah menyambut tamu, bagaimana
sekarang tidak muncul ketika tamu-tamunya pulang. 


"Ha-ha-ha, memang sulit mengatur wanita. Toan-Ji (anak Toan), kau cepat minta ibumu dan adikmu keluar mengantar tamu!"

Biarpun hatinya merasa tidak senang, Ouwyang Toan pergi juga ke kamar adiknya. Dia mengetuk pintu kamar dan yang keluar adalah ibu tirinya. Akan tetapi dia dapat mendengar suara adiknya menangis!


Adiknya menangis! Sungguh hal yang teramat aneh. Gadis yang keras hati dan gagah berani itu menangis! Dan dia teringat akan rahasia yang dibuka ayahnya tadi. Agaknya itulah yang membuat Hui Hong menangis.


Ketika mendengar Ouwyang Toan 

menyampaikan permintaan 
suaminya, Pouw Cu Lan mengerutkan
alisnya. "Katakan pada ayahmu bahwa saat ini adikmu tidak mungkin dapat keluar mengantar tamu 

pulang,"

"Tapi ayah akan marah ..."
"Katakan saja kepada ayahmu bahwa kalau besok para tamu mendatang 

lagi, aku tentu sudah dapat 
membujuk Hui Hong untuk keluar dan mengantar mereka pulang." Ia 
lalu masuk lagi dan menutupkan 
daun pintu kamar anaknya.

Terpaku Ouwyang Toan 

menyampaikan jawaban ibunya itu kepada ayahnya yang menjadi 
bingung, takt ahu bagaimana harus bersikap atau bicara kepada tamunya.
Akan tetapi mendengar laporan Ouwyang Toan itu. Suma Hok yang cerdik segera berkata dengan
gembira. 


"Kalau begitu, biarlah kita menanti semalam di sini, ayah! Kesempatan ini dapat kupergunakan untuk melihat-lihat keindahan bukit ini."

"Ha-ha-ha, boleh saja kalau sobat 

Ouwyang Sek tidak berkeberatan 
menerima kita bermalam di sini 
semalam, agar besok aku dapat 
berpamit dari semua keluarganya." 
kata Suma Koan.

Tentu saja Ouwyang Sek tidak dapat berbuat lain kecuali menerima 

mereka, dan mereka semua masuk
kembali. Hanya Ouwyang Toan yang diam-diam mendongkol kepada Suma Hok yang mulai saat itu dianggap sebagai saingannya untuk 

memperisteri Hui Hong yang sudah disayangnya sejak kecil. 

Rasa sayang sebagai kakak terhadap adik yang makin lama berkembang menjadi asmara, Apalagi setelah
diketahui bahwa Hui Hong bukan adiknya, melainkan orang lain!"

Ouwyang Toan tidak salah dengar. Ketika dia menyampaikan pesan ayahnya kepada ibu tirinya, dia
memang mendengar adiknya sedang menangis. 


Dan memang hal ini amat aneh. Hui Hong sejak kecil hidup dalam 
keluarga Ouwyang Sek, digembleng sehingga menjadi seorang gadis yang berani, keras hati dan seolah-olah pantang menangis, seperti seorang laki-laki gagah perkasa saja. Akan tetapi ketika itu, ia menangis terisak-isak, tak tertahankan sampai 
sesenggukan.

Kemarahan ayahnya yang hendak 

memaksanya menerima pinangan 
Suma Hok tidak membuat ia
menangis walaupun ia marah, kecewa dan penasaran sekali. Akan tetapi, ketika mendengar ucapan ayah dan ibunya, ketika ibunya mengatakan 

bahwa ia bukan anak kandung 
ayahnya, hal itulah yang menikam ulu hatinya. 

Setelah ayahnya pergi, ia menubruk ibunya, bahkan mengguncang kedua pundak Ibunya. "Ibu, apa artinya semua itu" Aku bukan-anak kandung ayah" Ibu, apa artinya ini" Ayah bilang ibu telah membuka rahasia. Ibu, rahasia apakah yang terkandung di balik kehidupan ibu dan ayah" 

Kalau aku bukan anak kandung ayah, lalu siapakah ayahku" Ibu, ceritakan semua kepadaku!"
Dan berceritalah Pouw Cu Lan. Wanita cantik berusia empat 
puluh dua tahun kita berceritera dengan suara gemetar menahan perasaan yang menusuk-nusuk. 

"Tahukah engkau siapa ibumu ini, anakku?"
"Bukankah ayah sering 
membanggakan bahwa ibu adalah bekas selir kaisar" Apakah kalau begitu ayahku adalah ... kaisar?"

Wanita itu menggeleng kepalanya. Sungguh berat rasanya membuka rahasianya, rahasia yang penuh
keaiban terhadap anak kandungnya sendiri.


"Memang benar, aku adalah seorang yang pernah menjadi selir mendiang Kaisar Cang Bu di Nan-king.
kaisar Kerajaan Liu-sung yang telah jatuh dan digantikan Kerajaan Chi yang sekarang ini, anakku. 


Dengan mendiang kaisar, aku tidak mempunyai anak. Akan tetapi, duapuluh dua tahun yang lalu, 
sebagai selir kaisar aku bertemu dengan seorang pangeran. Kami. ... saling jatuh hati, saling mencinta dan kami ...mengadakan hubungan gelap."
Hui Hong yang mendengar cerita itu mengerutkan alisnya, akan tetapi ia tidak mengatakan sesuatu. Ia hanya tahu bahwa ibunya terpaksa menjadi selir kaisar tidak mencinta kaisar dan bertemu dengan pangeran yang di cintanya.

"Akan tetapi, hubungan kami 

ketahuan kaisar. Pangeran itu merasa malu dan ... membutakan kedua matanya sendiri, lalu minggat dari Istana, dan aku ... aku menerima hukuman dari kaisar. 

Aku dihukum buang, ... " Kini Pouw Cu Lin tidak dapat menahan tangisnya lagi karena ia teringat akan kekasihnya, pangeran itu.

"Lalu bagaimana, ibu?" Karena penasaran dan ingin tahu, Hui Hong mendesak ibunya yang sedang menangis.


"Ketika aku sedang dikawal menuju ke tempat pembuangan, Ouwyang Sek menghadang, membunuh para 

pengawal dan membebaskan aku dari kerangkeng, lalu dia ... dia mengambil aku sebagai isterinya.

Hui Hong mengerutkan alisnya. Cerita ibunya sungguh membuat ia tidak merasa senang. Ibunya seorang yang demikian cantik, dan pria yang 

selama ini dianggap sebagai ayahnya demikian buruk dan kasar.

"Dan ibu mau?" komentarnya yang mengandung teguran karena 

penasaran.
Wanita itu terisak, kepalanya tunduk dan ia mengangguk. "Aku ... aku terpaksa mau karena ... karena hendak menyelamatkan ... engkau, Hui Hong."
Sekali ini Hui Hong terlonjak kaget. "Ibu, apa artinya ini! Apa maksud ibu?"


"Hui Hong, apakah engkau kira ibumu ini demikian rendah sehingga rela begitu saja dipisahkan dari pangeran itu, satu-satunya orang yang kukasihi dengan badan dan batinku. Demi 

engkaulah maka aku terpaksa 
menerima paksaan derita lahir batin. Kalau tidak ada engkau, tentu 
sebelum dihukum buang, aku sudah 
membunuh diri mencuci aib dan 
duka karena dipisahkan dari 
pangeranku."

"Demi aku, Ibu, jelaskanlah!" Hui 

Hong semakin penasaran.
"Ketika aku dan pangeran itu dipisahkan dengan paksa. aku dalam keadaan mengandung, anakku.
Mengandung ... engkau! Baru tiga bulan kandunganku itu. Aku tidak ingin kehilangan engkau, karena engkaulah satu-satunya peninggalan kekasihku itu kepadaku. Aku rela dihukum buang, bahkan ketika aku diselamatkan Ouwyang Sek, aku rela diperisteri dengan syarat bahwa aku baru mau menjadi isterinya setelah engkau terlahir dan setelah dia 

berjanji bahwa dia akan 
menganggapmu sebagai anak sendiri, akan memperlakukanmu dengan kasih sayang seperti anak sendiri."

"Aihhhh, ibu ... !" Mulai saat itulah Hui Hong menangis, merangkul ibunya.
Ia dapat membayangkan betapa hebat penderitaan ibunya, derita lahir batin demi untuk menyelamatkan dirinya, puterinya! Semua itu dilakukan ibunya karena amat besar cinta ibunya,terhadap ayah kandungnya, pangeran itu, sehingga rela berkorban perasaan, menderita lahir batin asal dapat menyelamatkan keturunan pangeran itu.


Sampai lama dua orang wanita itu saling rangkul dan bertangis-tangisan. "Menangislah anakku ...
menangislah karena engkau adalah manusia biasa, dari ayah yang luhur budi bukan anak seorang datuk sesat yang keras kepala dan keras hati ... menangislah, anakku sayang ... " Belaian Ibunya itu membuat Hui Hong makin mengguguk dalam tangisnya.


Setelah tangis itu mereda, Hui Hong hanya terisak-isak, dan pada saat itu Ouwyang Toan muncul di pintu 

memanggil ibunya. Ia mendengar 
percakapan mereka dan matanya 
terbelalak, kemudian dia tersenyum-senyum dan batinnya bersorak. Hui Hong bukan adik kandungnya, bukan adik tirinya, bukan apa-apa, orang lain. Ini berarti bahwa dia boleh mengawini gadis itu!"

Setelah pemuda itu pergi, Hui Hong telah dapat menguasai dirinya, tidak terisak lagi. Ada perasaan aneh dalam hatinya. Ia bukan putri Ouwyang Sek! Sungguh aneh sekali perasaan ini membuat ia merasa lega dan bahkan bangga! Seringkali diam-diam ia merasa tidak suka akan sifat dan watak ayahnya itu. Terlalu keras, terlalu kejam, dan kadang terlalu licik. 


Kini bahkan ia merasa lega bahwa yang berbuat jahat dan keji terhadap Kwa Bun Houw bukanlah ayah kandungnya, bukan pula sanak 
saudara, melainkan orang lain. Tidak ada sedikitpun darah datuk itu 
mengalir di tubuhnya. Ayah 
kandungnya seorang pangeran!
Perasaan bangga timbul dan ia 

merasa betapa harga dirinya 
melambung tinggi!

"Ibu, siapakah nama pangeran itu, 

ayah kandungku itu?" akhirnya ia 
bertanya.
Tiba-tiba terdengar suara lembut menyelinap masuk kamar itu. Datang dari arah jendela kamar.
"Namanya Pangeran Tiauw Sun Ong!"
"Ehh" Siapa itu ...?" Pouw Cu Lan terkejut dan terbelalak memandang ke arah jendela.


Akan tetapi, reaksi Hui Hong sudah lebih cepat lagi. Sekali berkelebat, gadis itu telah meloncat keluar dari dalam kamar sambil mendorong 

daun jendela kamar terbuka. Ia masih sempat melihat berkelebatnya 
bayangan seorang wanita berlari 
cepat sekali meninggalkan taman 
bunga di luar kamarnya. Tanpa 
mengeluarkan suara, iapun 
mengerahkan ilmunya berlari cepat dan melakukan pengejaran. 

Bayangan itu mampu bertari secepat terbang. Hui Hong merasa penasaran sekali melihat bayangan itu melesat 
amat cepatnya menuruni bukit 
melalui bagian belakang yang sunyi dan juga amat sukar dilalui.

Ia tidak mau kalah, mengerahkan ilmunya berlari cepat, meloncat bagaikan seekor kijang melakukan pengejaran. Namun, sampai tiba di kaki bukit yang sudah amat jauh dari rumah Ouwyang Sek, belum juga ia mampu menyusulnya. Akan tetapi, setelah mereka tiba di tepi hutan yang amat sunyi, wanita itu berhenti dan membalikkan tubuhnya, menanti 

pengejarnya sambil tersenyum. 

Dan begitu berhadapan,Hui Hong, 
tertegun. Wanita itu cantik manis dengan kulit muka yang putih dan 
tubuh yang ramping, padat. 
Nampaknya baru berusia tiga puluhan tahun, dan ia sama sekali tidak mengenalnya, bahkan belum pernah merasa berjumpa dengan wanita itu. Suara wanita inikah yang tadi menjawab pertanyaannya 
tentang nama ayah kandungnya"

"Bibi, engkaulah yang tadi menjawab pertanyaanku dari luar kamar?" 

tanya Hui Hong, sambil memandang dengan penuh perhatian.

Wanita itu tersenyum dan nampak deretan giginya yang putih, Ia hanya mengangguk tanpa menjawab,
akan tetapi pandang matanya juga mengamati wajah dan bentuk tubuh Hui Hong yang merupakan seorang gadis yang cantik jelita, nampak gagah dan anggun, seorang gadis yang sudah matang, bagaikan setangkai bunga sedang mekarnya.


Melihat wajah yang cantik itu 

tersenyum ramah, Hui Hong merasa tidak enak kalau bersikap kasar, maka iapun merangkap kedua tangan di depan dada, lalu bertanya, "Kalau boleh aku mengetahui, siapakah bibi dan mengapa pula bersikap seaneh ini?"

"Engkau tentu Tiauw Hui Hong, 

bukan?" Wanita itu menjawab 
pertanyaan dengan pertanyaan pula.
Hui Hong mengerutkan alisnya. "Tiauw ...?" ia menegaskan.

"Tentu saja," wanita itu tersenyum. "Ayah kandungmu adalah Pangeran Tiauw Sun Ong, engkau tentu she Tiauw, bukan she Ouwyang."


"Siapakah engkau, bibi" Kenapa 
engkau mengetahui tentang ayah kandungku?"

"Hemm, hanya akulah yang tahu di mana adanya ayah kandungmu sekarang. Ibumu sendiri mana tahu"


Sejak pangeran meninggalkan istana, ibumu tak pernah bertemu lagi 

dengan ayahmu, apalagi ia lalu 
menjadi isteri datuk iblis itu."

"Bibi, siapa nama bibi?"
"Belum waktunya engkau mengenal namaku. Kalau sekarang engkau suka ikut dengan aku, tentu aku akan dapat mengusahakan pertemuan 

antara engkau dan ayahmu. Nah, 
marilah engkau ikut pergi denganku."
Hui Hong mengerutkan alisnya. "Bibi, bagaimana mungkin aku pergi bagitu saja" Ibuku tentu tahu di mana adanya ayah kandungku dan aku dapat mencarinya sendiri."

Wanita itu memandang kepadanya dengan senyum mengejek. "Hemm, 

keras hati dan sombong seperti 
ayahnya. Kalau tidak percaya 
kepadaku, boleh kau tanya sekarang juga kepada Ibumu. Akan tetapi ingat, tanpa aku engkau takkan dapat tahu di mana adanya ayahmu itu. Nah, aku tunggu di sini, akan tetapi tidak sampai malam. Tanyalah kepada ibumu."

Hui Hong mengangguk dan cepat ia mempergunakan Ilmu berlari cepat mendaki bukit, diikuti pandang mata wanita itu yang tersenyum-senyum.
"Pangeran, kalau aku menahan puterimu, engkau pasti akan datang kepadaku." kata wanita itu seorang diri.


Kwan Im Sianli Bwe Si Ni merasa senang karena ia memperoleh akal yang baik. Tidak ada gunanya
membunuh puteri kandung pangeran itu, karena hal itu tentu membuat pangeran itu makin benci kepadanya. Padahal ia menghendaki pangeran yang dicintanya itu akan membalas cintanya dan menghabiskan sisa 

hidup di sampingnya.

Pouw Cu Lan masih berada di kamar puterinya dengan bingung, menduga-duga siapa suara wanita tadi yang mengenal nama Pangeran Tiauw Sun Ong! Iapun merasa khawaitir karena sudah agak lama puterinya 

melakukan pengejaran belum juga kembali. 
Namun, ia percaya akan kelihaian puterinya, dan menanti di situ sampai puterinya kembali.

Ketika Hui Hong meloncat masuk 
melalui jendela. Pouw Cu Lau 
memandang dengan gembira.
"Bagaimana, Hui Hong. Siapakah orang yang bicara tadi?"


"Nanti dulu, ibu. Aku ingin kepastian, benarkah nama ayah kandungku 

Tiauw Sun Ong?"
"Benar, anakku. Akan tetapi siapakah ia tadi ... ?"


"Dan ibu tahu, di mana sekarang ayah kandungku itu" Di mana Pangeran Tiauw Sun Ong sekarang?"


Ibunya menggeleng kepala dengan sedih. "Bagaimana aku tahu, anakku" Sejak peristiwa itu terjadi, aku ditangkap lalu dihukum buang, dan sejak itu aku tidak pernah lagi 

bertemu dangan dia, bahkan tidak 
pernah mendengar di mana ia 
berada. Aku yakin bahwa ayahmu ... ah maksudku, Ouwyang Sek, dia
tentu tahu di mana adanya Pangeran Tiauw Sun Ong, akan tetapi dia tidak pernah mau bicara tentang pangeran itu."


"Benar juga ucapan perempuan 

cantik tadi." pikir Hui Hong. "Ibunya sendiri tidak tahu di mana adanya ayah kandungnya!"
"Ibu, aku akan pergi mencari ayah kandungku."


"Tapi, di mana engkau akan 

mencarinya! Dan belum 
kauceritakan, siapa wanita yang tadi menyebut nama ayahmu?"

"Aku tidak mengenalnya, ibu. Ia seorang wanita cantik yang usianya sekitar tigapuluh tahun lebih. Ia tahu di mana ayahku berada dan aku akan diajaknya pergi mencari ayah."


"Tapi ... tapi, apakah ia" Aku khawatir sekali, anakku. Jangan engkau pergi kalau belum mengenal benar wanita itu."


Akan tetapi Hui Hong tidak perduli. Cepat ia mengambil beberapa potong pakaian dan berkemas,dibuntalnya pakaian itu dan setelah membawa bekal, tidak lupa membawa siang-kiam (sepasang pedang) yang menjadi senjatanya, iapun pergi meninggalkan ibunya walaupun wanita itu 

menangis dan mencegahnya.

Di kaki bukit itu, ia melihat wanita cantik tadi masih menantinya dan tanpa banyak cakap lagi Hui Hong lalu pergi bersamanya, meninggalkan Bukit Siluman.

Pria itu usianya sudah kurang lebih enam puluh tahun, namun tubuhnya masih gagah dan ramping kokoh, tidak seperti orang seusia dia yang biasanya kalau tidak kurus kering, tentu gendut dan gembrot dengan kulit bergantungan penuh lemak, muka penuh keriput dan garis-garis ketuaan tanda derita hidup. 
Wajahnya masih nampak tampan dan anggun walaupun kedua matanya 
buta, terpejam dan tidak
berbiji lagi. Dia melangkah perlahan dengan tongkat butut di tangan pada saat ada belasan orang berdatangan dari depan. 


Pada hal tadi, ketika tidak ada orang lain, pria ini berjalan dengan cepat seperti orang berlari saja, akan tetapi begitu muncul rombongan terdiri dari belasan orang itu, tiba-tiba saja 
langkahnya menjadi perlahan dan 
biasa. 

Hal ini saja membuktikan bahwa biarpun kedua matanya buta, orang ini dapat mengetahui akan 
munculnya belasan orang itu.


          **********



BELASAN orang itu rata-rata nampak gagah dan kuat. berusia dari tigapuluh sampai limapuluh tahun, dipimpin seorang laki-laki tinggi besar berusia limapuluh tahun yang sikapnya gagah sekali. Begitu melihat pria buta itu, belasan orang ini saling berbisik dan mereka sengaja lari menghadang pria itu. 


Pria buta itu maklum bahwa belasan orang itu menghadang di depannya. Dia menahan langkahnya, berdiri
bersandar tongkat bututnya dan menundukkan muka. Nampak acuh, namun sesungguhnya, sepasang
telinganya menangkap semua gerakan belasan orang itu, sampai gerakan yang sekecil-kecilnya.


Setelah berhadapan. pemimpin 

rombongan itu, yang tinggi besar dan gagah, segera maju dan berlutut dengan sebelah kakinya, memberi hormat dengan mengangkat kedua 
tangan depan dada. Empat belas 
orang pengikutnya. Ikut pula berlutut ketika si tinggi besar berlutut dan semua orang memberi hormat.

Akan tetapi, pria buta itu bersikap seolah tidak tahu akan, apa yang terjadi di depannya.
"Pangeran, hamba bekas Jenderal Yap Lok, maafkan hamba dan empat belas orang pengikut hamba yang terdiri dari bekas para perwira menengah Kerajaan Liu-sung kalau hamba 

sekalian menghadang dan 
mengganggu ketenteraman paduka."

Pria buta itu memang bekas Pangeran Tiauw Sun Ong. Dia tersenyum, senyum lembut dan suaranya juga lembut ketika dia berkata, "Seperti juga kalian ini bekas jenderal dan bekas perwira, akupun hanya bekas pangeran saja. Saudara Yap, kita 

sekarang menjadi orang-orang biasa, harap jangan memakai segala macam peradatan dan kesungkanan. Marilah kita bicara seperti kanalan dan 
sahabat saja.

Bangkitlah kalian dan kalau aku boleh bertanya, kalian hendak ke mana?"
"Maaf, pangeran. Kami tidak dapat menghapus sebutan pangeran karena bagi kami, paduka satu-satunya 

pangeran yang masih ada, dan 
padukalah harapan kami satu-
satunya. Kami sengaja mendaki
Bukit Hwa-san untuk mencari dan menghadap paduka."

Pria buta itu mengerutkan alisnya. 

Sudah puluhan tahun dia 
meninggalkan Kerajaan Liu-sung, 
sampai beberapa tahun yang lalu 
kerajaan itu hancur dan runtuh, kini digantikan oleh Kerajaan Chi. Dia sudah tidak menganggap dirinya 
sebagai pangeran, Apalagi 
berhubungan dengan bekas pembesar militer kerajaan keluarganya yang sudah jatuh itu.

"Saudara Yap, ada urusan apakah 

engkau dan teman-temanmu mencari aku" Sudah puluhan tahun aku 
mengasingkan diri dan tidak ingin 
lagi berurusan dengan keributan 
dunia." Biarpun mulutnya berkata 
demikian, namun diam-diam Tiauw Sun Ong merasa hatinya pedih. 

Baru saja dia terpaksa meninggalkan puncak Hwa-san setelah mendengar bahwa dia mempunyai keturunan, mempunyai seorang anak kandung 
yang terlahir dari Pouw Cu Lan, hasil hubungan gelapnya dengan selir kaisar duapuluhan tahun yang lalu. 

Dan kini, keselamatan Pouw Cu Lan dan puterinya itu diancam oleh Kwan Im Sianli Bwe Si Ni yang hendak membalas dendam kepadanya karena dia tidak mau diajak hidup bersama! Dia terpaksa terjun ke dunia ramai untuk melindungi anak kandungnya, akan tetapi di depan bekas Jenderal Yap Lok, dia mengatakan bahwa dia tidak ingin lagi berurusan dengan keributan dunia!"

"Pangeran, bagaimana mungkin kita 

mendiamkan saja para pemberontak dari keluarga siauw yang hina itu 
merampas tahta kerajaan, 
menghancurkan Kerajaan Liu-Sung kita yang jaya dan mendirikan 
kerajaan baru" Selama kita masih hidup, kita harus berusaha untuk merebut kembali kekuasaan itu dan
menegakkan kembali Kerajaan Liu-sung" Selama ini, kami tidak berdaya karena tidak ada lagi seorangpun 

pangeran dari Kerajaan Liu-sung. 

Kami telah berusaha mencari paduka, namun sia-sia belaka. Baru sekarang kami dapat menemukan jejak paduka, dan kami sengaja menghadap untuk
mohon agar paduka suka memimpin kami, menyusun barisan untuk 

merebut kenbali kekuasaan dari raja pemberontak Chi itu."

Tiauw Sun Ong tertawa, tertawa 

karena geli mendengar usul yang 
penuh semangat itu. "Ha-ha-ha, 
sungguh lucu mendengar kata-
katamu itu, seperti bermain 
sandiwara di panggung saja, maaf 
saudara Yap Lok, cita-citamu itu 
seperti membangun benteng di 
awang-awang saja. 

Aku hanya seorang buta,apalagi 
sudah tidak menginginkan segala 
kemuliaan duniawi, bagaimana kini kalian menganjurkan aku untuk menjadi pemimpin pemberontak terhadap Kerajaan Chi" Tidak, selain aku tidak mampu, juga aku tidak mau terlibat dalam perang dan keributan."

"Harap paduka tidak berpura-pura 
lagi. Kami telah melakukan 
penyelidikan dengan seksama dan kami tahu bahwa paduka sekarang, biarpun tidak dapat melihat lagi, namun telah menjadi seorang sakti yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. 

Pangeran, demi kejayaan Kerajaan Liu-sung, demi nama dan kehormatan keluarga paduka sendiri, marilah kita bangkit dan rampas kembali 
kerajaan ... "

"Cukup! Aku tidak mau dengar lagi dan harap kalian memilih orang lain saja. Jangan ganggu aku lagi."
kata bekas pangeran itu, nada dan suaranya tegas.


Wajah bekas jendral itu berubah merah dan dengan matanya dia memberi isarat kepada kawan-

kawannya. Limabelas orang itu kelihatan marah dan garang, bahkan sudah meraba gagang senjata
masing-masing. 


"Hemmm, sungguh tidak kami sangka bahwa Pangeran Tiauw Sun Ong 
hanya seorang penakut dan 
pengecut."
"Yap Lok, tahan mulutmu!" bentak pria buta itu.


"Pangeran, kalau paduka tidak takut dan bukan pengecut, maka paduka lebih rendah lagi, karena paduka 

akan menjadi seorang pengkhianat 
yang menaruh dendam terhadap 
kerajaan keluarga sendiri karena 
peristiwa dengan selir yang sangat memalukan itu. Paduka dendam dan karena itu tidak perduli kerajaan sendiri dirampas orang lain."

"Yap Lok. aku tidak mau bekerja sama denganmu. Tidak perlu engkau 
menghinaku dan memanaskan 
hatiku. Pergilah kalian dan jangan ganggu aku lagi."

"Kalau paduka tidak mau, terpaksa kami paksa. Lebih baik kami melihat paduka tewas di tangan kami dari pada melihat paduka berkeliaran sebagai seorang pengkhianat," kata Yap Lok sambil mencabut pedangnya.

Perbuatannya ini di ikuti empatbelas orang pengikutnya dan nampaklah senjata berkilauan di tangan mereka dan otomatis merekapun membuat gerakan mengepung pangeran itu. 

Lima belas orang itu adalah bekas 
para perwira kerajaan, masing-
masing memiliki Ilmu silat yang 
tangguh dan merupakan Jagoan-
Jagoan Istana Kerajaan Liu-sung yang sudah jatuh.

Biarpun dia masih berdiri dengan 

kepala menunduk, namun bekas 
pangeran yang buta matanya itu
dapat mengikuti gerak-gerik lima 

belas orang itu dengan 
pendengarannya yang amat peka dan 
tajam.

Dia tahu bahwa limabelas orang itu telah mengepungnya dengan senjata tajam di tangan, siap membunuh atau menawannya. Dia tersenyum getir. Tak di sangkanya bahwa setelah menyembunyikan diri dan hidup 

tenteram di tempat-tempat sunyi, hari ini dia terpaksa turun gunung dan begitu turun, dia sudah bertemu 
dengan belasan orang yang hendak 
menawan atau membunuhnya! 

Seolah makin terasa olehnya betapa dunia ini menjadi panas dan kotor oleh nafsu yang lelah menguasai diri manusia.

Di mana terdapat manusianya, di mana terdapat kekerasan, nafsu 

bergelora dan manusia menjadi
hamba setan yang merajalela dalam hati dan akal pikiran. 


Nafsu iblis mengendalikan manusia. menyeret manusia dalam segala 
macam perbuatan yang keras, kejam, kotor dan menyimpang dari sifat manusia pada saat dia dilahirkan. Panas bumi semakin panas, dunia semakin kacau. 

Di tempat-tempat yang tidak ada manusianya, segala sesuatu nampak penuh damai dan tenteram, 
margasatwa, bahkan pohon-pohon, 
hidup bebas dan begitu wajar. 

Namun, begitu dia tiba di tempat di mana ada manusianya,kebebasan 
sirna, persaingan, perebutan 
kekuasaan, pengejaran kesenangan, pemaksaan kehendak terhadap orang lain, penindasan, permusuhan, tiada hentinya menjadi permainan 
manusia.

"Kalian mau apa" Sadarlah, Yap Lok, engkau dan kawan-kawanmu telah menyimpang dari kebenaran.

Jangan biarkan nafsu setan menyeret kalian ke jalan sesat!" Bekas pangeran itu masih mencoba untuk menyadarkan mereka.

"Engkau yang menyimpang dari kebenaran, engkau yang tersesat, Tiauw Sun Ong!" bentak Yap Lok.
"Menyerahlah atau terpaksa kami akan membunuhmu!"

"Hemm, seekor semutpun akan menggigit kalau diinjak. Aku manusia. tentu akan membela diri kalau 
hendak dibunuh!" kata pangeran itu dengan sikap tenang.

Yap Lok memberi Isarat dengan pandang matanya dan seorang di antara pengikutnya, yang berdiri di belakang pangeran itu, mengeluarkan bentakan nyaring dan menusukkan pedangnya ke arah punggung
Tiauw Sun Ong. "Hai i litttt ...!"


Pedang meluncur bagaikan kilat menyambar dan agaknya tidak mungkin bekas pangeran itu akan
mampu menyelamatkan diri dari serangan tiba-tiba yang dilakukan dari belakangnya dan amat cepat
dan kuat itu. 


Namun, baru saja orang itu bergerak, Tiauw Sun Ong sudah dapat 
mengetahui dan menangkap 
gerakannya dengan pendengaran. Dia hanya menggerakkan tubuhnya 
sedikit saja, memutar tubuh atas ke belakang didahului sinar hitam 
menyambar dan tahu-tahu tongkat bututnya yang hitam sudah bergerak ke belakang dan memakai 
pergelangan tangan yang 
menusukkan pedang. 

Gerakan memutar tubuh itu membuat pedang yang menusuk lewat di samping tubuhnya dan pukulan
tongkatnya dengan tepat mengenai pergelangan tangan lawan yang memegang pedang.


"Dukkk! Aughhh ...!" Orang itu melepaskan pedangnya dan meloncat ke belakang sambil menggosok 

pergelangan tangan kanan yang menjadi matang biru dan terasa nyeri bukan main. Masih untung bahwa Tiauw Sun Ong tidak menggunakan seluruh tenaganya. Kalau demikian halnya, tentu tulang lengan itu telah menjadi patah!"

Melihat ini, empat belas orang yang lain dipimpin Yap Lok segera menggerakkan senjata menyerang.

Hujan senjata menyambar dari segala jurusan ke arah tubuh Tiauw Sun Ong. Bekas pangeran ini dengan amat lincahnya berloncatan ke sana-sini. didahului gulungan sinar hitam tongkatnya dan diapun tenggelam 
dalam pengeroyokan yang amat ketat. 

Biarpun lima belas orang itu 
merupakan bekas jagoan-jagoan 
Istana, namun kalau dibandingkan, 
tak seorangpun di antara mereka 
yang mampu menandingi tingkat 
kepandaian Tiauw Sun Ong. Akan 
tetapi karena mereka berjumlah banyak, rata-rata lihai dan memiliki pengalaman bertempur, di lain pihak Tiauw Sun Ong tidak tega untuk membunuh atau melukai berat, hanya membela diri, maka sebentar saja bekas pangeran itu terdesak hebat! 

Tiauw Sun Ong menganggap mereka itu tidak jahat, walaupun dia tahu benar akan watak manusia yang selalu berbuat dengan bimbingan nafsu. Mereka ini hanya akan memperalat dia, karena kalau dia mau memimpin "perjuangan" mereka itu, karena dia seorang bekas 
pangeran, tentu banyak bekas 
pasukan Liu-sung yang suka 
bergabung. 

Di balik semua ini, tentu mereka ini mempunyai suatu cita-cita yang pada
hakekatnya mementingkan diri sendiri. Disebut dengan kata yang muluk bagaimanapun juga, pada
dasarnya, mereka itu nekat karena mengejar sesuatu hasil yang mereka bayangkan akan dapat membuat 

mereka hidup mulia dan senang. 

Dan dia tahu bahwa ini memang 
kelemahan manusia. Nafsu yang 
menguasai diri membuat manusia 
selalu mengejar sesuatu yang 
dianggap akan menyenangkan
dirinya, dan dalam pengejaran ini, manusia lupa diri, lupa akan 

kebenaran. 

Cara apapun yang dipergunakan, 
dianggap benar demi mencapai cita-cita yang dikejarnya. Tujuan 
menghalalkan segala cara selalu akan terjadi, lambat maupun cepat, 
disadari maupun tidak. Tiauw Sun Ong tidak menyalahkan mereka. 

Mereka ini hanya manusia-manusia lemah, seperti yang lain. Karena itu, dia tidak tega untuk membunuh atau melukai mereka, dan hal ini membuat dia sendiri menjadi repot dan 
terdesak hebat, bahkan terancam 
bahaya maut!

Pada saat itu, tiba-tiba bagaikan ada badai mengamuk, sesosok bayangan tubuh orang terjun ke dalam 

pertempuran. Dia menggerakkan 
kedua tangannya dan hanya dengan mendorong saja, para pengeroyok
itu terpelanting, terjengkang dan 

terlempar bagaikan sekumpulan daun kering tertiup angin.

"Suhu ... !" Bayangan itu berteriak girang.

"Ehh ... " Kaukah itu, Bun Houw?"
"Suhu, biar tcecu (murid) yang mengusir anjing-anjing serigala yang jahat ini!" teriak pula Kwa Bun Houw yang baru datang.


"Jangan lukai mereka, jangan bunuh. Mereka bukan perampok, bukan penjahat. Mereka bekas para perwira Liu-sung." kata Tiauw Sun Ong.

Bun Houw terkejut dan juga merasa heran. Gurunya bekas pangeran kerajaan Liu-sung, berarti para
perwira Liu-sung adalah 

bawahannya. 

Kenapa menyerang bekas pangeran atasan mereka sendiri" Dan melihat gerakan mereka, penyerangan itu 
bukan main-main, melainkan 
dimaksudkan untuk membunuh.

Lebih aneh lagi gurunya melarang dia untuk melukai mereka, apalagi 

membunuh. Akan tetapi, Bun Houw amat menghormati dan mentaati gurunya, maka diapun berseru, "Baik, suhu. Harap suhu mundur dan biar teecu sendiri menghadapi mereka."

Bun Houw mengamuk. Ketika bekas panglima Yap lok mendengar 

percakapan itu, dia tahu bahwa
pemuda itu adalah murid bekas 

pangeran itu. Dan memang pernah 
mendengar bahwa pangeran yang
menjadi buta dan meninggalkan istana sebelum kerajaan Liu-sung 

jatuh itu kabarnya telah menjadi
seorang yang lihai. 


Tadinya dia dan kawan-kawannya memandang rendah karena 
betapapun lihainya,bekas pangeran itu telah menjadi seorang buta. Siapa kira, pangeran itu benar-benar lihai, buktinya tadi pengeroyokan mereka tidak mampu merobohkan sang 
pangeran. Kini muncul muridnya, tentu tidak  selihai gurunya. 

Maka dengan marah karena putus harapan ditolak permintaannya oleh bekas pangeran itu, Yap Lok berseru menyuruh anak buahnya untuk 
menyerang dan diapun memelopori mereka dengan menusukkan 
pedangnya. diikuti oleh empat belas orang anak buahnya.

Akan tetapi Bun Houw menghadapi mereka dengan amat mudahnya. 

Pemuda ini hanya berdiri tegak
dan nampak dia menggerak-gerakkan kedua lengannya seperti orang menangkis dan mendorong. Akan
tetapi akibatnya sungguh luar biasa. 


Lima belas orang itu tidak mampu mendekat dan mereka terpental atau terpelanting seperti dilanda badai yang dahsyat dan setiap kali mereka menyerang, dalam jarak dua meter mereka seperti bertemu dengan 
dinding yang tidak nampak, yang 
membuat mereka terpental kembali. 

Akhirnya, setelah jatuh bangun tanpa tersentuh langsung oleh kedua tangan Bun Houw. Yap Lok maklum bahwa kepandaian pemuda ini bahkan jauh lebih dahsyat dan mengerikan 
dibandingkan ilmu Pangeran Tiauw Sun Ong!  Maka, diapun memberi  
isyarat kepada anak buahnya dan 
mereka melarikan diri dari tempat 
itu.

Bun Houw membalik, menghadapi 

gurunya dan menjatuhkan diri 
berlutut di depan kaki gurunya. 
"Suhu, apakah selama ini suhu baik-
baik saja?"

Akan tetapi kakek buta itu berdiri 

tegak, alisnya berkerut dan dia tidak segera menjawab, mukanya terangkat ke atas seperti tidak perduli kepada pemuda yang berlutut di depan 
kakinya.

"Suhu ... " Bun Houw merasa akan sikap yang dingin itu.
"Bun Houw, katakan, ilmu iblis apa yang kau pergunakan tadi?"

Kini mengertilah Bun Houw. Gurunya yang buta ini lebih waspada 
dibandingkan orang yang melek.

Sehingga gurunya tadi dapat 

mengikuti semua gerakannya ketika dia melawan empat belas orang itu.
"Suhu, tcecu mentaati perintah Suhu, tidak melukai mereka, bahkan tidak menyentuh mereka, hanya 
mendorong dari jauh saja."

"Itulah yang kumaksudkan. Tenaga 

doronganmu itu. Ilmu apa yang 
kau pergunakan dan dari mana
engkau mempelajari ilmu itu" Hayo katakan! Apakah selama ini engkau berguru kepada orang lain tanpa 

minta ijin dariku?"

"Suhu, bagaimana teecu berani 

berguru kepada orang lain" Pula, di dunia ini mana ada guru lain yang lebih baik dari pada suhu suhu" 
Tidak, teecu tidak berguru kepada orang, akan tetapi teecu telah mengalami banyak hal yang aneh yang suhu tidak akan pernah 
mimpikan. 

Di antaranya, teecu telahm enelan 
habis mustika Akar Bunga Gurun 
Pasir."
Kini sepasang mata yang buta itu terbelalak. kedua tangan itu kini meraba-raba kepala pemuda yang berlutut di depannya. 

"Apa ..." Kau ... kau makan seluruh Akar Bunga Gurun Pasir dan kau masih hidup ..." Muridku, apa yang telah terjadi" Ceritakan semua 
kepadaku!"




Gembira sekali rasa hati Bun Houw melihat sikap gurunya yang sudah berubah ramah itu. 

Dia memegang tangan gurunya, 
bangkit dan menuntun gurunya untuk duduk di atas batu besar di 
bawah pohon yang teduh. Setelah keduanya duduk, Bun Houw berkata, "Panjang sekali ceritanya, suhu. 

Selama ini teecu telah mengalami banyak hal yang hebat dan aneh." Pemuda itu lalu menceritakan semua
pengalamannya, betapa dia 

menerima pukulan yang dahsyat dari Bu-eng-kiam Ouwyang Sek yang
bahkan telah merampas pedangnya, 


Lui-kong-kiam dan membiarkan dia pergi dengan menderita luka parah. Betapa kemudian dia bertemu dengan Kui-siauw Giam-ong Suma Koan dan karena tidak tahu dimana adanya Akar Bunga Gurun Pasir, datuk majikan Bukit Kui-eng-san itu memukul punggungnya,membuat dia semakin payah karena menerima dua kali pukulan beracun dari dua orang datuk sakti.

"Dalam keadaan hampir mati, teecu yang hampir telanjang karena semua pakaian dan bekal emas pemberian suhu dirampas Suma Koan, teecu menerima pertolongan suami isteri pemburu ketika teecu jatuh pingsan di depan pondok mereka. 


Dan entah bagaimana teecu sendiri tidak tahu, isteri pemburu itu di luar pengetahuannya, telah memberi teecu obat minum. Teecu sendiri tadinya tidak tahu obat apa yang diminumkan kepada teecu itu. 

Teecu merasa seperti terbakar dari dalam, akan tetapi selanjutnya 
ternyata teecu telah mendapatkan tenaga sinkang yang dahsyat luar 
biasa. Dan tanpa disengaja, tanpa 
diketahui pula oleh suami isteri itu, teecu telah menelan habis seluruh Akar Bunga Gurun Pasir!'

"Hemm, menarik sekali! Bagaimana pemburu itu dapat menemukan Akar Bunga Gurun Pasir?"

"Teecu tidak tahu bagaimana mustika yang dibuat perebutan oleh semua orang sakti di dunia itu terjatuh ke tangan seorang pemburu yang lemah saja. Dan tanpa disengaja, mustika itu telah memasuki perut teecu!"

"Teruskan ceritamu yang amat 

menarik itu, Bun Houw."
"Setelah teecu minum mustika aneh itu, terjadi keanehan dalam tubuh teecu. Agaknya hawa beracun dari kedua orang datuk itu bercampur dengan mustika Akar Bunga Gurun Pasir, mendatangkan semacam hawa yang dahsyat dan sukar 
dikendalikan." Bun Houw lalu 
menceritakan tentang pertemuannya dengan perampok-perampok yang 
kemudian memberi tahu kepadanya tentang adanya guha siluman yang telah menjatuhkan banyak korban.

"Banyak terdapat kerangka manusia dan senjata-senjata di depan guha itu, dan pada saat teecu datang ke sana, teecu sempat melihat seorang korban terakhir. Dia seperti orang gila, menyerang teecu ketika teecu melihat dia bersilat aneh dan terhuyung. 

Teecu menangkis dan diapun roboh tewas. 

Kemudian teecu mendengar suara orang-orang di luar guha ketika teecu sudah berada di dalam bahwa yang baru saja tewas itu adalah Toat-beng Kiam-ong."
"Hemm, Toat-beng Kiam-ong" Dia seorang tokoh sesat yang memiliki tingkat kepandaian cukup tinggi.
Kalau dia sampai tewas, tentu ada yang amat hebat di dalam guha itu dan engkau memasukinya, Bun Houw" Manusia macam apakah yang berada di dalam guha dan telah membunuh banyak tokoh persilatan itu?"

"Tidak ada seorangpun manusia di 

sana, suhu. Yang ada hanyalah 
pelajaran Ilmu silat dan ilmu itulah yang telah membunuh banyak orang itu!"
"Ehh" Apa maksudmu" Ceritakan yang jelas!" Kakek buta itu semakin tertarik mendengar cerita muridnya.

Bun Houw lalu menceritakan dengan jelas tentang isi guha, tentang 

pelajaran ilmu Im-yang Bu-tek Cin-keng dan tentang peringatan akan bahayanya mempelajari ilmu yang mujijat itu. 

Kemudian Bun Houw menceritakan bahwa karena tertarik, dan karena ingin menguasai kekuatan dahsyat yang menggelora dan meliar di dalam tubuhnya, dia lalu mempelajari Im-yang Bu-tek Cin-keng sampai berhasil baik dan dia mampu menguasai dan mengendalikan hawa sakti yang 
meliar di dalam tubuhnya.

"Ahh, kiranya begitu" Engkau telah mewarisi Im-yang Bu-tek Cin-keng" Akan tetapi, aku sendiri hanya pernah mendengar Ilmu itu yang dikabarkan telah musnah dari dunia ini. siapa 

tahu engkau malah yang telah 
mewarisi, Bun Houw. 

Pantas saja engkau tadi menggunakan tenaga yang demikian dahsyat,
kiranya engkau telah menguasai Im-yang Bu-tek Cin-keng yang tadinya kukira hanya dongeng belaka.
Muridku yang baik. bersiaplah engkau!"


"Tapi, suhu ... " Akan tetapi pada saat itu, Pangeran Tiauw Sun Ong telah menyerangnya dengan ganas sekali, menggunakan tongkatnya dengan 

jurus maut dan bahkan menggunakan seluruh tenaganya sehingga nampak kilat berkelebat dan bunyi berciutan ketika tongkat itu sudah melakukan totokan yang bertubi-tubi terhadap jalan darah di bagian depan tubuh Bun Houw.

Bun Houw maklum bahwa gurunya tidak main-main dan ingin 

mengujinya, maka dia pun tahu 
bahwa kalau dia mempergunakan 
Ilmu yang dia dapat dari gurunya, dia tidak akan mampu bertahan. Gurunya menyerang dengan sepenuh tenaga dan kecepatan. Juga 
menggunakan jurus-jurus yang paling lihai.

Maka, diapun tidak ragu lagi, segera mengerahkan tenaga sakti dan 

bergerak menurut ilmu barunya, 
yaitu Im-yang Bu-tek Cin-keng. 
Bagaikan air samudera digerakkan badai, datanglah tenaga yang
bergelombang dahsyat menyambut serangan Tiauw Sun Ong.


Terjadi benturan-benturan tanaga 

jarak jauh yang membuat semua 
serangan kakek buta itu membalik.
Tiauw Sun Ong terkejut akan tetapi juga girang sekali. Kini dia 
membuktikan sendiri bahwa Im-yang Butek Cin-keng adalah ilmu yang amat hebat dan yang membuat dia girang dan bangga adalah bahwa
muridnya yang menjadi pewaris Ilmu itu! 


Dia menyerang lagi semakin hebat. Akan tetapi, makin keras dia menyerang, semakin keras pula dia terpental dan akhirnya. ketika 
sarangan terakhir yang amat 
dahsyatnya dia lakukan, ditangkis 
oleh Bun Houw. tubuh kakek itu 
terlempar dan terbanting keras.

"Suhu ... !" Bun Houw berteriak dan sekali meloncat dia sudah berada di dekat suhunya dan membantu kakek itu bangkit berdiri.

"Suhu. maafkan teecu ... "
Tiauw Sun Ong tertawa girang dan menyusut keringat dari dahi dan lehernya. "Ha-ha-ha, bukan main!


Sungguh aku merasa girang dan bangga sekali, Bun Hoaw. Engkau kini lebih hebat dariku, jauh lebih kuat 

dan aku bukanlah tandinganmu lagi! Ha-ha-ha!"

Wajah pemuda itu berubah kemerahan. "Aih, suhu! Tadi suhu hanya menguji tenaga teecu saja dan mungkin karena teecu telah menelan Akar Bunga Gurun Pasir, dan karena suhu sudah tua, maka teecu unggul dalam hal tenaga. Kalau suhu 

menggunakan tongkat pedang dan menyerang teecu tanpa
mengandalkan tenaga, mungkin teecu tidak akan mampu melawan."


"Hemm, memang baik sekali sikapmu merendahkan diri itu, tanda bahwa biar engkau telah mewarisi ilmu yang dahsyat, engkau tidak menjadi 

sombong. Akan tetapi, sesungguhnya, Bun Houw. Ilmu pedang kilat kita tidak akan mampu menandingi Im-yang Bu-tek Cin-keng. Apalagi kalau engkau sudah melatihnya sampai 
matang. 

Aku yakin semua datuk di 
empat penjuru tidak akan mudah
mengalahkanmu kalau engkan 

menggunakan ilmu itu dan 
mengerahkan tenagamu yang timbul dari Akar Bunga Gurun Pasir. 

Hemm, bagaimanapun juga, engkau harus berterima kasih kepada dua datuk itu, Ouwyang Sek dan Suma Koan."
"Suhu, mereka berdua sudah memukul dan menyiksa teecu dengan pukulan beracun yang tentu akan mematikan teecu kalau saja tidak secara kebetulan teecu diberi minum Akar Bunga Gurun Pasir!" Bun Houw merasa penasaran.


"Justeru pukulan itulah yang 

membantu mustika itu bekerja dalam tubuhmu. Kalau hanya meminum air masakan mustika itu saja, kuyakin tidak akan sehebat itu khasiatnya. 

Ingat, mustika itu adalah milik 
Ouwyang Sek. Kalau mustika itu mendatangkan kekuatan sehebat itu. tentu sudah sejak dahulu dia
minum sendiri! Mustika itu tadinya hanya dikenal sebagai obat 

penyembuh saja. 

Baru setelah bertemu dengan dua 
macam hawa beracun dalam 
tubuhmu, terjadi akibat yang luar 
biasa, yaitu menimbulkan tenaga mujijat yang kini menjadi milikmu. Nah, bukankah mereka telah berjasa besar, walaupun mereka melakukan 
tanpa sengaja, bahkan beriktikad 
buruk, yaitu untuk membunuhmu 
secara perlahan-lahan?"

Bun Houw mengangguk-angguk. 

"Sekarang barulah teecu mengerti 
akan kata-kata dan nasehat suhu 
dahulu bahwa cara yang 
dipergunakan Tuhan untuk 
memberkahi manusia kadang 
berselubung rahasia
besar. 


Kini teecu mengerti apa artinya 
berkah terselubung. Dalam suatu 
peristiwa yang nampaknya
buruk merugikan, mungkin 

tersembunyi berkah yang amat besar seperti yang teecu alami sendiri."

Kakek buta itu mengangguk sagguk. "Benar sekali, muridku. Aku sendiri, kalau tidak terjadi peristiwa dengan selir kaisar sehingga akan 

membutakan mataku, yang membuat aku hampir tewas, tentu tidak
akan dapat menguasai ilmu seperti sekarang ini dan tidak akan berjumpa denganmu. 


Oleh karena itu, seorang bijaksana pantang mengeluh apabila 
mengalami hal-hal yang tampaknya merugikan dan mengecewakan, 
karena dalam setiap peristiwa itu 
selalu terdapat hikmatnya yang 
terselubung,"

"Suhu benar, akan tetapi teecu hanya seorang manusia biasa, bagaimana mungkin teecu. dapat terbebas dari 

permainan rasa puas kecewa dan 
suka duka" Seperti kehilangan Lui-kong-kiam, hal itu tetap saja membuat teecu merasa kecewa dan menyesal sekali. Sekarang teecu harus 
mengunjungi Bueng-kiam Ouwyang Sek. untuk minta kembali pedang itu."

"Bun Houw, engkau tadi belum 

bercerita jelas tentang terampasnya Lui-kong-kiam dari tanganmu oleh 
Ouwyang Sek. Nah, sekarang aku 
ingin mendengar ceritamu yang 
sejelasnya tentang itu."

Bun Houw mengulang ceritanya 

tentang pertemuannya dengan 
Ouwyang Hui Hong, kemudian
pertemuannya dengan Ouwyang Sek dan betapa nyaris dia dibunuh 

Ouwyang Sek kalau tidak ada Hui
Hong yang menyelamatkannya dan mencegah ayahnya dengan 

mempertaruhkan nyawanya sendiri!

Kakek buta itu mendengarkan dengan asyik dan wajahnya berubah-ubah, sebentar pucat sebentar merah 

sehingga Bun Houw khawatir kalau-kalau suhunya terluka ketika 
bertanding dengan dia tadi.

"Kau kenapakah, suhu" Apakah suhu sakit?" tanyanya, menghentikan ceritanya yang sudah berakhir.

"Tidak, tidak, aku tidak apa-apa. Bun Houw, ceritakan kepadaku, 
bagaimana keadaan gadis bernama Ouwyang Hui Hong itu" Bagaimana bentuk wajahnya, bentuk tubuhnya dan terutama bagaimana watak
dan perangainya ketika engkau 

bersamanya?"

Tentu saja Bun Hoiw merasa heran sekali kenapa gurunya bertanya tentang gadis yang tidak dikenalnya itu. 


"Ia ... ia seorang gadis yang gagah perkasa, suhu, dan menurut pendapat teecu, wataknya baik sekali, berbudi dan sederhana walaupun ia dapat bersikap keras dan galak."

"Wajahnya ... wajahnya bagaimana?"
Bun Houw menahan keheranannya, "Wajahnya! Ia cantik dan agung, suhu, dan bentuk tubuhnya,ramping indah ... " Bun Houw teringat ketika sekilas dia melihat tubuh Hui Hong yang telanjang di dalam guha.


"Usianya berapa?"
"Sekitar dua puluh satu tahun ... "
"Ceritakan bagaimana bentuk matanya, hidungnya, mulutnya dan bentuk wajahnya, satu demi satu, yang jelas. ... " Kakek itu nampak tegang dan bergairah sekali sehingga Bun Houw merasa semakin heran. 


Akan tetapi, merasa kasihan karena teringat bahwa gurunya tidak mampu melihat, dia lalu menggambarkan keadaan Hui Hong sejelasnya dan dia semakin bingung mendengar mulut gurunya berbisik-bisik.
"Mirip ia ... ah, mirip ia ... "

Kamudian tiba-tiba Tiauw Sun Ong menangkap kedua tangan muridnya dan kedua mata yang hanya putih itu seperti hendak menatap wajah Bun Houw ketika mulutnya bertanya dengan suara gemetar, "Bun Houw, bilang terus terang kepadaku. Apakah engkau mencinta Hui Hong?"

Bun Houw terkejut mendengar 

pertanyaan ini. Akan tetapi, dia amat sayang dan taat kepada gurunya, dan tidak pernah berkata yang tidak 
benar. Dia menganggap gurunya 
sebagai pengganti orang tuanya, maka mendengar pertanyaan itu, dia 
menjenguk isi hatinya sendiri. 

Dia memang tak pernah dapat 
melupakan Hui Hong, hanya dia 
sendiri tidak yakin apakah dia 
mencinta Hui Hong, Dia pernah mencinta seorang wanita, yaitu Ling Ay. mungkin cintanya terhadap Ling Ay hanyalah cinta remaja, hanya 
karena ada ikatan perjodohan di antara mereka. 

Setelah perjodohan itu putus, dia tidak lagi memikirkan Ling Ay, Ketika dia bertemu lagi dengan Ling Ay yang telah menjadi isteri Cun Hok Seng dan melihat penderitaan wanita itu, yang ada dalam hatinya hanyalah iba. Dan sekarang, perasaannya terhadap Hui Hong membuat dia bingung 
bagaimana harus menjawab 
pertanyaan suhunya.

"Bagaimana, Bun Houw" Katakan 

terus terang, apakah eugkau mencinta Hui Hong?""
"Suhu, Justeru teecu masih bingung untuk menjawab yang sebenarnya kepada suhu. Teecu juga bingung mengapa suhu menanyakan hal itu. 


Akan tetapi, suhu, terus terang saja, teecu merasa kagum, suka dan iba kepadanya. Ia telah mempertaruhkan nyawanya demi keselamatan teecu. Bagaimana mungkin teecu
dapat melupakannya" Akan tetapi, teecu tidak berani memastikan bahwa teecu mencintanya karena
terus terang saja, teecu sendiri tidak mengerti, bagaimana dan apa cinta itu?"


Kakek itu tertawa. "Ha-ha-ha, cinta 

antar pria dan wanita penuh 
pengaruh nafsu berahi, cinta seperti itu mementingkan kesenangan hati 
sendiri, karenanya hanya 
mendatangkan lebih banyak tangis dari pada tawanya. Akan tetapi, cinta seperti itu mungkin diperlukan oleh manusia. 

Begini saja, apakah engkau ingin selain berdekatan dengan Hui Hong, ingin melihat ia berada di sampingmu selalu ingin hidup bersamanya, 
membagi susah dan senang berdua" Nah, jawablah sejujurnya."

Wajah Bun Houw berubah 

kemerahan. "Aih, suhu, siapa yang tidak mau" Ia pandai dan cantik jelita, berbudi dan ... ah, apa gunanya semua itu" Seorang gadis seperti Hu Hong, mana mungkin mau menjadi ... eh, maksud teecu, mana mungkin mau dekat dengan orang seperti 
teecu" Dari pada mengharapkan 
lamunan kosong, lebih baik teecu 
melihat kenyataan. Ayahnya dan 
kakaknya amat membenci teecu, 
bahkan menganggap teecu sebagai 
musuh,"

Akan tetapi, Tiauw Sun Ong tertawa, "Ha-ha-ha, Bun Houw, engkau seorang laki-laki yang bodoh.
Kau tahu, Hui Hong itu amat 

mencintamu!"

"Eh-eh" Bagaimana mungkin suhu 

dapat mengetahuinya" Bakankah 
suhu belum pernah jumpa dengannya" Bagaimana suhu dapat mengatakan demikian?"

"Bodoh! Seorang gadis yang sudah membela seorang laki-laki dengan taruhan nyawa, itu berarti bahwa ia mencintamu. Bun Houw, mencintamu dengan tulus, bahkan lebih dari pada nyawanya sendiri."


"Akan tetapi, hal itu ia lakukau hanya untuk membatas budi, suhu. Teecu pernah menghindarkan ia dari pada malapetaka diperkosa oleh Suma Hok!"


"Tidak ada balas budi dengan 

mengorbankan nyawa sendiri. Aku yakin. Bun Houw, gadis itu 
mencintamu.

Dan aku pun yakin bahwa engkau juga mencintanya! Tidak perlu kau membantah lagi, aku dapat
menjenguk isi hatimu dari suara dan kata-katamu. 


Nah, sekarang, bagaimana kalau kita pergi menemui keluarga Ouwyang dan aku melamarkan Hui Hong untuk menjadi jodohmu?"

Berbagai macam perasaan 

mencengkeram hati Bun Houw. Dia merasa girang, akan tetapi juga 
terharu dan diapun menjatuhan diri di depan kaki gurunya, "Suhu ... "
Tiauw Sun Ong meraba kepala muridnya. "Eh! Kau kenapa" Tidak girangkah hatimu kalau kulamarkan Hui Hong untuk menjadi Jodohmu!"

"Suhu. tentu saja teecu gembira sekali dan terima kasih atas budi kecintaan suhu terhadap teecu. Akan tetapi, 

suhu. keluarga Ouwyang amat 
membenci teecu, Teecu khawatir 
kalau lamaran suhu hanya akan mendatangkan kemarahan kepada mereka dan akan menyusahkan suhu saja. 

Mengingat akan sikap Bueng-kiam Ouwyang Sek kepada teecu, teecu hampir yakin bahwa dia tentu akan menolak lamaran itu."
Bun Houw merasa betapa jari-jari tangan gurunya yang kini berada di pundaknya itu mengeras dan
menegang. "Dia berani menolaknya, akan kubunuh dia! Perhitungan 

antara aku dan dia masih belum lunas dan dia harus mempertanggung 
jawabkan  perbuatannya!"

"Suhu, kenapa suhu marah 

kepadanya" Apakah karena dia telah menganiaya teecu dan merampas Lui-kong-kiam! Harap suhu jangan 
membunuhnya, teecu kasihan kepada Hui Hong dan ... "

"Justeru karena Hui Hong aku hendak membunuhnya! Karena Hui Hong dan Ibunya!" "Suhu ...!"

"Bun Houw, dengar baik-baik. Kalau engkau mencinta Hui Hong, dan Hui Hong mencintamu, tidak ada seorang manusia atau iblis pun di dunia ini yang akan menghalangi kalian 
berjodoh. 

Cintamu terhadap Hui Hong kuterima dan engkau kutarima menjadi calon suami Hui Hong. Ingin aku melihat siapa yang akan berani mencampuri!"
"Akan tetapi, yang berhak 

menentukan tentu saja ayahnya, 
suhu."

"Tepat sekali! Ayahnya yang harus 

menentukan tentang pernikahan 
anaknya, dan ayah Hui Hong adalah aku!"
Bun Houw hampir terjengkang saking kagetnya. Dia memandang kepada 

gurunya dengan mata terbelalak dan bingung, khawatir lagi kalau-kalau suhunya terluka oleh pertandingan 
tadi dan mengalami gangguan pada pikirannya karena terguncang hebat.
"Sudahlah, suhu, harap jangan 
pikirkan lagi urusan itu. Mari, suhu, silakan suhu beristirahat. Sebetulnya, kenapa suhu meninggalkan pondok dan mengapa suhu berada di sini" Suhu hendak pergi ke manakah?"
Tiauw Sun Ong tertawa, maklum apa yang dikhawatirkan muridnya. "Ha-ha-ha, engkau mengira aku gila" Bun Houw, justeru aku pergi untuk mengunjungi Ouwyang Sek, dan 
kebetulan bertemu denganmu
di sini. Tidak ada berita yang lebih 

menggembirakan dari pada 
kenyataan bahwa engkau saling 
mencinta dengan Hui Hong, saling mencinta dengan anakku."

"Anak suhu" Siapakah anak suhu ...?"
"Hui Hong itu adalah puteriku, Bun Houw."


"Akan tetapi bagaimana mungkin ...?"
"Bun Houw, ingatkah engkau akan ceritaku dahulu tentang sebab 

butanya kedua mataku?"

Bun Houw mengangguk, lupa bahwa gurunya tidak dapat melihatnya. Ketika ingat akan hal itu, dia cepat berkata, "Teecu ingat, suhu. Bukankah karena suhu membutakan diri sendiri karena urusan ... eh, selir kaisar itu?"

"Benar. Nah, selir itu bernama Pouw Co Lan dan setelah aku pergi 
meninggalkan Istana, kemudian aku mendengar bahwa selir itu dihukum buang oleh kaisar, akan tetapi di 
dalam perjalanan ia dibebaskan oleh seorang tokoh kang-ouw yang 
kemudian terkenal dengan 
julukannya Bu-eng-kiam ... "

"Ouwyang Sek ... ?"
"Benar. Pouw Cu Lan dibebaskan 

Ouwyang Sek dari tangan para 
perajurit pengawal, dan dia 
membunuh semua perajurit dan 
membawa pergi wanita itu yang kemudian dia jadikan isterinya."
"Ibunya Hui Hong ...?" Bun Houw bertanya terkejut dan heran.
"Benar lekali. Pouw Cu Lan menjadi isteri Ouwyang Sek dan kemudian ia melahirkan Hui Hong, anakku!"

"Bagaimana ini, suhu" ia menjadi isteri Bu-eng-kiam Ouwyang Sek lalu melahirkan seorang anak, akan tetapi suhu mengatakan bahwa anak itu, Ouwyang Hui Hong, adalah puteri suhu?"

"Karena kemudian kuketahui bahwa setelah enam bulan menikah dengan Ouwyang Sek, Pouw Cu Lan 

melahirkan seorang anak perempuan. Hal ini berarti bahwa ketika menjadi Isteri datuk itu, ia telah mengandung kurang lebih tiga bulan. Jelas bahwa Hui Hong adalah keturunanku, 
anakku, bukan keturunan Ouwyang Sek. 

Maka, akulah yang berhak 
menentukan jodohnya, jodoh anakku. Nah, mari kita berkunjung ke Lembah Bukit Siluman!"

Bun Houw masih bingung. Kiranya Hui Hong adalah puteri gurunya, 

walaupun sejak anak itu berada
dalam perut ibunya, sudah 

ditinggalkan ayah kandung. Bagaimana mungkin Hui Hong akan dapat mengakui Tiauw Sun ong sebagai ayahnya kalan sejak lahir ia berada di rumah Ouwyang Sek yang tentu dianggap ayahnya sendiri" Akan tetapi, kini dia berbesar hati. Kiranya gadis yang dikasihinya itu malah puteri gurunya sendiri! Kalau begitu, bukan hal penting mengenai 
pendapat Ouwyang Sek tentang
hubungan batin antara dia dan gadis itu. Dengan hati dan langkah ringan, Bun Houw lalu berangkat bersama gurunya, menuju ke Lembah Bukit Siluman, tempat tinggal datuk yang ditakuti orang itu.


          **********


Dengan sikap jengkel Ouwyang Sek melangkah ke arah kamar puterinya dan sekali ini dia bertekad
untuk memaksa Hui Hong keluar menemui kedua orang tamunya. Kui-siauw Giam-ong Suma Koan dan
puteranya, Tok-siauw-kui suma Hok yang hendak pamit. 


Akan tetapi ketika dengan kasar dia mendorong daun pintu kamar itu terbuka, dia hanya mendapatkan isterinya yang sedang menangis di atas
pembaringan Hui Hong.


"Hem, kenapa engkau menangis di sini dan di mana Hui Hong?" tanya datuk itu dengan suara yang ketus karena dia masih marah kepada isterinya yang membuka rahasia tentang ayah kandung Hui Hong. Dia
telah banyak mengalah terhadap wanita ini, yang memang amat dicintanya. 


Dia memenuhi permintaan Pouw Cu Lan dan tidak mengganggunya sama tekali sebelum Hui Hong terlahir, kemudian, dia menyayang Hui Hong seperti anak kandungnya sendiri walaupun dia tahu bahwa anak itu bukan keturunannya. Dan kini tahu-tahu wanita itu sendiri yang 
membuka rahasia berkata di depan 
Hui Hong bahwa gadis itu bukan 
anaknya!

Mendengar suara suaminya, Pouw Cu Lan bangkit duduk dan menghadapi suaminya. Kedua matanya
merah membengkak karena tangis.


Kedua pipinya yang menjadi pucat basah air mata dan kedua mata
itu mengeluarkan sinar marah.


Melihat pria tinggi besar bermuka hitam itu berdiri di situ dan teringat akan kepergian Hui Hong, timbul sakit hati dan kemarahan yang hebat di dalam hati wanita itu. Teringat ia betapa selama bertahun-tahun, demi keselamatan Hui Hong, ia rela dijadikan benda permainan oleh pria yang sebetulnya amat dibencinya ini.

Kini baru ia menyadari sepenuhnya betapa ia amat muak dan benci kepada wajah yang kasar hitam dan bengis itu. Maka, Pouw Cu Lan lalu bangkit berdiri dan dengan tangan gametar ia menudingkan telunjuknya ke arah muka itu dan suaranya terdengar lantang,
"Ouwyang Sek, engkan manusia jahat! Engkaulah yang membuat anakku pergi, tak dapat kucegah lagi!


Engkau hendak memaksanya menikah dengan seorang pemuda yang tidak disukainya!"


Ouwyang Sek mengerutkan alisnya yang tebal. "Apa Hui Hong pergi" ia berani minggat" Anak bedebah itu!"


"Engkau yang bedebah! Engkau tidak berhak menentukan jodohnya akan tetapi engkau memaksanya menjadi calon Isteri orang yang tidak disukainya!"
"Cu Lan, engkau tidak tahu diri! 


Bukankah selama ini aku selalu baik dan mencintamu" Bukankah selama ini aku amat menyayang Hui Hong seperti anakku sendiri" Akan tetapi engkau malah yang membuka
rahasia itu, tentu membuat Hui Hong menjadi bingung. Dan aku memilihkan jodoh yang amat baik,
kenapa kau ribut-ribut" Suma Hok adalah seorang pemuda yang tampan, gagah perkasa dan kaya raya.


Kurang Apalagi" Ayahnya juga seorang sahabatku, seorang yang memiliki tingkat yang sama denganku!"


"Huh, pemuda jahat itu kaupuji-puji" Padahal, dia nyaris memperkosa Hui Hong! Sepatutnya engkau marah dan membunuh pemuda itu, bukannya malah hendak manariknya sebagai mantu."


"Perbuatannya itu wajar saja, karena cintanya kepada Hui Hong ... "


"Busuk! Jahat! Tentu saja engkau tidak menyalahkan dia yang hendak memperkosa anakku, karena engkau sendiri juga jahat seperti dia, karena engkau juga telah memperkosaku!"


"Cu Lan ... !" Wajah yang hitam itu menjadi semakin hitam karena marah. "Engkau perempuan tak mengenal budi! Kalau tidak ada aku, kini tentu engkau telah mati bersama anak dalam kandunganmu, atau menjadi seorang nenek terlantar, mungkin menjadi jembel, minta-minta bersama anakmu,
mungkin anak perempuanmu menjadi pelacur karena tidak ada yang menjamin kehidupannya. 


Engkau kini menjadi wanita terhormat dan hidup mewah, anakmu menjadi seorang gadis yang berilmu dan dihormati temua orang. Semua itu berkat jasaku, mengerti" Dan engkau berani bersikap seperti ini kepadaku?"

Cu Lan merasa terpukul karena apa yang diucapkan pria itu memang tidak bohong. Karena mengingat
akan budi itulah ia rela menyerahkan hati dan tubuhnya kepada Ouwyang Sek, sekedar membalas budi, demi kebahagiaan putrinya. Kalau kini ia marah adalah karena melihat anaknya dipaksa untuk berjodoh dengan orang yang tidak disukai anaknya sehingga anaknya sekarang nekat pergi untuk mencari ayah kandungnya.


"Bagaimanapun juga, engkau yang memaksa ia menerima laki-laki yang bahkan dibencinya dan sekarang ia melarikan diri, ia pergi tanpa dapat kucegah." Cu Lan menangis dengan sedihnya, Ouwyang Sek mengepal tinju, dia marah sekali. "Anak itu sungguh tak tahu diri! Sejak kecil kusayang dan kurawat, kudidik akan tatapi sekarang bukan saja berani membantahku bahkan pergi tanpa pamit. 


Tentang perjodohannya, bukan aku memaksanya! Bukankah ia telah mengajukan syarat yang cukup berat, yaitu pertama agar yang menjadi calon suaminya menemukan kembali mustika Akar Bunga Guruu Pasir, dan
kedua agar calon suaminya dapat mengalahkannya dalam 

pertandingan" Nah, dengan adanya syarat itu, apakah itu berarti aku memaksanya?"

Cu Lan juga tarpaksa membenarkan ucapan suaminya ini. Ia tahu bahwa suaminya memang sungguh
menyayang Hui Hong seperti anak sendiri, dan syarat yang diajukan Hui Hong itupun diterima, kecuali syarat ke tiga, yaitu agar calon jodohnya dapat mempertemukannya dengan Bun Houw untuk minta
maaf tidak dipenuhi oleh Ouwyang Sek. 


Dilain hal itu, berarti suaminya memang sudah memberi
kelonggaran kepada Hui Hong, "Syarat itu harus ditambah, sekarang syarat dari aku sendiri! Kalau syaratku itu tidak dipenuhi, sampai mati aku akan menentang perjodohan anakku!"


"Hemm, syarat apalagi" Dua syarat Hui Hong itu sudah cukup berat!" Ouwyang Sek mengomel.


"Syaratku adalah bahwa siapa yang dapat mengembalikan Hui Hong kepadaku, ialah yang patut menjadi mantuku!"


Ouwyang Sek dapat menerima syarat isterinya, karena diapun maklum betapa akan duka hati isterinya kalau Hui Hong tidak kembali lagi kepadanya. Akan tetapi tentu saja dia merasa sungkan kepada
rekannya, datuk dari Bukit Bayangan Iblis (Kui-eng-san). "Baik, kau katakan sendiri kepada ayah dan anak itu agar tidak disangka aku yang sengaja mempersulit mereka."


"Huh, di mana kegagahanmu yang selama ini kau sombongkan" Demi membela anak, kenapa engkau
tidak berani menentang mereka" 


Baik, aku akan menemui mereka dan mengatakannya sendiri!" kata
Pouw Cu Lan dan diam-diam Ouwyang Sek memandang heran dan kagum, isterinya ini, bekas selir kaisar dan bekas kekasih Pangeran Tiauw Sun Ong, selama ini bersikap sebagai seorang wanita lemah yang
suka melakukan segala perintahnya dengan patuh. 


Akan tetapi saat ini telah berubah menjadi seorang wanita pemberani, bahkan berani untuk menentang keluarga Suma. Dan diapun menyadari bahwa semua kelemahan dan kepatuhan Cu Lan ternyata hanya demi puterinya. 

Kini begitu puterinya
terganggu, iapun dapat berubah sebagai seekor harimau betina yang melindungi anaknya!"


Kui-siauw Giam-ong Suma Koan dan puteranya, Tok-siauw-kwi suma Hok telah siap untuk pergi dan
mereka berdua menanti di ruangan depan untuk berpamit dari keluarga Ouwyang, terutama sekali
Suma Hok ingin bertemu lagi dengan Hui Hong dan pamit kepada gadis yang dianggapnya sebagai
tunangan atau calon isterinya itu. 


Tentu saja mereka merasa heran, dan terutama Suma Hok merasa
kecewa ketika mereka melihat Ouwyang Sek muncul kembali hanya bersama isterinya. Tidak nampak
Hui Hong bersama mereka, juga tidak nampak Ouwyang Toan! Tidak munculnya Ouwyang Toan tidak
diambil pusing oleh Suma Hok, akan tetapi tidak adanya Hui Hong membuat dia merasa kecewa sekali dan saking tidak dapat menahan kekecewaan hatinya, diapun menyambut Ouwang Sek dengan
pertanyaan tanpa sungkan lagi, "Paman Ouwyang, mana Hui Hong" 


Aku ingin berpamit kepada
tunanganku yang tercinta itu!"


Sebelum Ouwyang Sek yang merasa malu dapat menjawab, isterinya telah mendahului dan dengan
suara lantang Pouw Cu Lan berkata, "Orang muda. dengarlah baik-baik. Anakku Hui Hong telah pergi tanpa pamit, entah ke mana kamipun tidak tahu, aku sebagai ibunya, kini menambahkan syarat sebagai sayembara untuk menjadi calon suami anakku. Anakku Hui Hong sudah mengajukan tyarat bahwa calon suami harus dapat menemukan kembali mustika Akar Bunga Gurun Pasir, dan harus pula dapat
mengalahkan ia dalam pertandingan. 


Sekarang kutambah dengan sebuah syarat lagi, yaitu siapa yang dapat menemukan Hui Hong dan dapat mengajaknya pulang ke sini, dialah calon suami anakku, calon
mantuku!" Tiba-tiba terdengar suara orang dari luar, "Bagus sekali! Syarat yang tiga itu cukup adil dan kami sanggup memenuhi ketiganya!"


Tentu saja semua orang terkejut, terutama Ouwyang Sek dan Suma Koan karena kedua orang datuk ini tidak dapat mengetahui atau mendengar kedatangan orang yang mengeluarkan suara itu. Tahu-tahu
orang itu telah berada di situ dan ketika mereka menengok, ternyata di pekarangan itu telah berdiri seorang pemuda dan seorang kakek buta! 


Mereka itu bukan lain adalah Bun Houw dan gurunya, bekas
Pangeran Tiauw Sun Ong.


Sejenak semua orang memandang ke arah guru dan murid itu dan suasana menjadi sunyi sekali, sunyi yang menegangkan. Akan tetapi tiba-tiba kesunyian itu dipecahkan oleh isak tangis dari Pouw Cu Lan sudah menjatuhkan diri berlutut menghadap kepada Tiauw Sun Ong dan terdengar di antara isaknya ia berkata lemah.


"Pangeran ...!" Dapat dibayangkan betapa hancur hati wanita itu. Dahulu, ketika ia menjadi selir terkasih kaisar, ia telah saling jatuh cinta dengan Pangeran Tiauw Sun Ong. Adik suaminya. 


Mereka berdua telah lupa diri, berdua sehingga akhirnya tertangkap basah dan biarpun kaisar tidak menghukum adiknya, namun Pangeran Tiauw Sun Ong yang merasa berdosa dan malu, membutakan matanya sendiri di
depannyal Pangeran itu telah menjadi seorang buta karena iapun ketika itu tidak mengharapkan hidup lagi, dihukum buang dan akhirnya dirampas oleh Ouwyang Sek. 


Andaikata Ia tidak mengandung, tentu ia akan membunuh diri! Kini, setelah kesemuanya itu hanya tinggal kenangan belaka, tiba-tiba ia
berhadapan dengan Pangeran Tiauw Sun Ong, satu-satunya pria yang dicintanya, akan tetapi juga yang menderita sengsara karenanya!"


"Pangeran ...!" Kembali ia memanggil dengan suara merintih, di ringi tangis mengguguk.


"Ha-ha-ha-ha!" Kui-siauw Giam-ong tertawa bergelak. "Saudara Ouwyang Sek. sungguh pertunjukan ini lucu sekali, seperti di atas panggung wayang dan engkau membiarkan saja badut ini datang disambut sembah dan tangis isterimu" Kalau perlu, aku dapat membantumu mengirimnya ke neraka!"


Ouwyang Sek yang mukanya hitam itu kini memandang kepada Tiauw Sun Ong dengan mata melotot
marah. "Tiauw Sun Ong, mau apa engkau datang ke sini?" Sungguh sama sekali tidak ramah ucapannya itu, namun Tiauw Sun Ong menyambutnya dengan senyum. 


Kakek buta ini juga sama sekali tidak
memperdulikan bekas kekasihnya yang kini telah menjadi isteri datuk Bukit Siluman itu. Seperti orang yang dapat melihat saja, dia mengangkat muka ke arah dua orang datuk itu dan suaranya terdengar
lembut namun berwibawa.


"Suma Koan, kebetulan sekati aku bertemu denganmu di sini. Dan Ouwyang Sek, aku juga girang bahwa engkau berada di rumah sehingga aku dapat bertemu dengan kalian dua orang datuk besar. Aku ingin menyampaikan terima kasih kepada kalian yang telah memukul muridku dengan pukulan beracun,
karena perbuatan kalian itu mendatangkan untung yang teramat besar dan tak ternilai harganya bagi muridku."


Mendengar ucapan itu wajah kadua orang datuk itu berubah kemerahan karena tentu saja mereka
mengira bahwa ucapan bekas pangeran itu merupakan ejekan atau sindiran, sama sekali mereka tidak tahu bahwa ucapan itu memang sungguh sungguh!


"Tiauw Sun Ong, tidak perlu banyak cakap. Cepat katakan mau apa kau ke sini sebelum kuusir engkau yang tidak kuundang!" bentak Ouwyang Sek yang menjadi semakin marah karena mara ia diejek.


Bekas pangeran itu tetap tersenyum. "Ouwyang Sek, kami telah mendengar sayembara untuk pencalonan suami bagi anakmu Hui Hong. Nah, aku datang bersama muridku untuk mengajukan pinangan agar Hui Hong dapat menjadi jodoh muridku Bun Houw ... "


"Tidak boleh!" bentak Ouwyang Sek memotong.
"Ouwyang Sek, engkau tidak berhak bercakap begitu. Dengarkan dulu apa yang dikatakan pangeran!"
bentak Cu Lan dan kembali Ouwyang Sek merasa heran. Wanita ini sekarang sungguh amat berani! 


"Hui Hong adalah anakku dan aku berhak pula memutuskan!" sambung pula Pouw Cu Lan.

"Kami sudah mendengar tentang tiga macam syarat itu. Pertama, menemukan Akar Bunga Gurun Pasir, ke dua menandingi Hui Hong dalam ilmu silat, dan ke tiga, membawa kembali Hui Hong yang sekarang pergi entah ke mana. Dan juga pedang Lui-kong-kiam milik muridku telah berada di tanganmu, Ouwyang Sek, biarlah kami menganggap itu sebagal Ikatan jodoh!"


"Tidak, aku tidak menerima pinangan itu! Hui Hong telah kujodohkan dengan putera saudara Suma Koan! Andaikata belum juga, aku tidak akan menjodohkan anakku dengan murid seorang buta!"


"Ouwyang Sek, engkau tidak berhak bicara seperti itu!" Pouw Cu Lan berteriak, lalu ia bangkit, lari ke depan kaki Tiauw Sun Ong, menjatuhkan diri berlutut lagi dan berkata, "Pangeran, Hui Hong adalah puteri pangeran, anak kita, dan saya setuju kalau ia dijodohkan dengan muridmu ... ,"


"Diam kau, perempuan binal!" bentak Ouwyang Sek marah, kemudian dia berkata kepada bekas pangeran itu dengan pandang mata penuh kebencian karena cemburu. "Tiauw Sun Ong, pargilah engkau dari sini atau terpaksa aku akan melakukan kekerasan!"


Akan tetapi bekas pangeran itu kini tidak memperdulikannya lagi. Dia menunduk dan memalingkan
muka ke arah bekas kekasihnya." Cu Lan, aku menyesal sekali telah menyebabkan engkau menderita dalam hidupmu. Aku pun cukup menderita dan agaknya memang Tuhan telah menghukum kita berdua
karena perbuatan kita yang tidak benar. Cu Lan, aku telah tahu tentang anak kita Hui Hong, sekarang katakan, ke mana ia pergi?"

.
"Pangeran, saya menceritakan 

kepadanya tentang kita, dan ia ... ia pergi bersama seorang wanita yang katanya mengetahui di mana engkau berada. Saya tidak dapat 
mencegahnya ... "

"Siapa wanita itu?" tanya Tiauw Sun Ong, sedangkan Ouwyang Sek juga mendengarkan dengan penuh 

perhatian karena baru sekarang dia mendengar bahwa anaknya pergi 
bersama seorang wanita.

"Saya tidak melihatnya. hanya mendengar suaranya, dan menurut Hui Hong, ia seorang wanita cantik yang usianya sekitar tiga puluhan. Pangeran, tolong carikan ia, carilah anakku, cari anak kita karena aku merasa khawatir sekali ... "


"Ha-ha-ha, saudara Ouwyang, 

sebetulnya bagaimanakah ini" Hui Hong yang hendak diperisteri putraku itu anak siapa! Anakmu, anak si buta ini, ataukah anak haram?" Suma Toan yang tidak sabar kini berseru dengan suara mengejek.

"Tiauw Sun Ong, dengar baik-baik!" Ouwyang Sek kini membentak marah. "Engkau dan perempuan binal ini sama sekali tidak berhak atas diri Hui Hong! Lihat perempuan ini. Ia selir kaisar yang telah memberi segala galanya, kedudukan dan kemewahan, akan tetapi apa yang ia lakukan" Ia melakukan penyelewengan, 

berkhianat dan berjina denganmu, adik suaminya sendiri. 

Setelah tertangkap basah, kalian berpisah dan apa yang ia lakukaa" Ia mau menjadi isteriku dan ?a 
melayaniku dengan sepenuh hati 
sampai sekarang. Perempuan macam ini apakah berhak untuk menjadi seorang ibu yang berhak penuh atas diri Hui Hong" Dan lihat dirimu sendiri! Engkau telah mengkhianati kakak sendiri, berjina dengan isteri kakakmu. 

Setelah ketahuan, engkau tidak 
bertanggung jawab, malah melarikan diri, tidak perduli kekasih gelapmu telah mengandung. Orang macam engkan ini apakah pantas menjadi ayah Hui Hong" Sebaliknya, sejak kecil, sejak lahir, Hui Hong 
kupelihara, kudidik sampai menjadi seorang gadis seperti sekarang 
keadaannya. 

Tidakkah sudah sepatutnya kalau aku yang berhak menentukan
jodohnya" Hayo jawab!"


Terdengar rintihan dan tangis keluar dari mulut Pouw Cu Lan. Wanita ini merasa betapa ucapan suaminya itu seperti pedang beracun menancap di ulu hatinya. Ia tidak mampu membantahnya walaupun semua itu ia lakukan demi Hui Hong! Juga bekas pangeran itu berdiri menunduk dan berulang kali menghela napas panjang. Biarpun kasar dan keji, ucapan dari datuk sesat itu memang benar. diapun mempunyai alasan, yaitu bahwa dia tidak tahu bahwa kekasihnya itu telah mengandung 

ketika diameninggalkannya. 

Andaikata dia tahu, mnngkin tidak akan begini jadinya. Akan tetapi alasan itupun amat lemah dan dia tidak mau mengeluarkannya.

"Ouwyang Sek, aku datang bukan untuk merampas hakmu sebagai ayah atas diri Hui Hong. Bahkan aku mengakui engkan sebagai ayahnya. Buktinya, aku datang sebagai wakil muridku ini untuk melakukan
pinangan atas diri Hui Hong sebagai puterimu. 


Dan kami akan memenuhi tiga syarat tadi, juga pedang Lui-kong-kiam itu boleh kausimpan sebagai tanda ikatan jodoh atau tanda bahwa kami telah meminang puterimu."

"Pedang Lui-kong-kiam ini kuambil dari tangan muridmu dengan 

kekerasan. Kalau memang dia 
mempunyai kemampuan, boleh 
merampasnya kembali dari 
tanganku!" kata Ouwyang Sek sambil
menepuk pedang dengan sarungnya yang seperti tongkat dan yang 

tergantung di punggungnya itu.

Sementara itu Suma Koan juga melangkah maju menghampiri Tiauw Sun Ong dan tertawa dengan nada
mengejek. "Hei , orang buta. Sungguh lancang sekali engkau, berani meminang Ouwyang Hui Hong.


Anak perempuan itu telah menjadi calon mantuku, tahu" Siapa yang meminang calon mantuku, berarti menghinaku. Engkau boleh 

mengajukan pinanganmu kalau 
mampu menghadapi suling mautku!"
Ditantang olah kedua orang datuk itu, Tiauw Sun Ong menoleh ke arah muridnya. "Bun Houw, tidak ada jalan lain lagi. Kau rampaslah kembali Lui-kong-kiam dari Ouwyang Sek, dan biar aku yang akan melayani Iblis 
Suling Maut ini."

Bun Houw yang merasa kasihan sekali kepada ibu kandung Hui Hong, mengangguk, lalu diapun melangkah maju mengbampiri Ouwyang Sek. Bagaimaupun juga, dia tetap memandang kakek tinggi besar muka hitam ini sebagai ayah Hui Hong. maka diapun bersikap sopan. 


"Lo-cian-pwe, aku menerima 
tantanganmu untuk mencoba 
mengambil kembali Lui-kong-kiam 
yang kau dapat."

"Heh, bocah yang bosan hidup. Kebetulan sekali karena akupun ingin menyelesaikan niatku yang tidak 

kulaksanakan dahulu, yaitu 
membunuhmu. 

Nah, majulah untuk menerima 
kematian!" Kakek itu
menggerakkan tangannya dan dia sudah menyerang dengan dahsyat, kedua tangannya menyambar dari
kanan kiri sehingga mendatangkan suara menyambar-nyambar ke arah tubuh Bun Houw. 


Pemuda ini sudah maklum akan 
kelihaian lawan, maka dia pun sudah bersikap waspada, cepat dia meloncat ke belakang untuk mengelak dan mencari tempat yang lebih luas agar jangan mengganggu gurunya. 
Juga agar tidak terlalu dekat dengan ibu Hui Hong yang masih berlutut sambil menangis sedih.

Sementara itu, Suma Koan sudah menggunakan sulingnya untuk menyerang Tiauw Sun Ong Datuk dari
Bukit Bayangan Iblis ini berjuluk Kui-siauw Giam-ong (Iblis Suling Maut), tentu saja senjata sulingnya itu dahsyat bukan main. Suling itu selain dapat dipergunakan sebagai senjata yang kokoh kuat karena terbuat dari baja yang pilihan, juga ujungnya mengandung racun, dan suling itupun dapat dipergunakan untuk 

meniupkan jarum-jarum beracun ke arah lawan. 

Senjata inilah yang mengangkat Suma Koan dan membuat dia dijuluki Suling Maut.

Namun sekali ini, majikan Kui-eng-san itu berhadapan dengan Tiauw Sun Ong. Tadinya dia memang
memandang rendah kepada kakek buta itu karena diapun baru pernah mendengar saja nama bekas
pangeran ini. namun belum membuktikan sendiri kelihaiannya. Bagaimanapun juga, dia hanya seorang buta," demikian pikir Suma Koan dan serangan-serangannya yang dahsyat itu, dia mengira akan mampu merobohkan lawan buta itu dalam beberapa gebrakan saja. 


Akan tetapi, begitu Tiauw Sun Ong
menggerakkan tangannya, sebatang pedang berkilauan telah berada di tangannya dan dia melemparkan tongkat yang menjadi sarung pedang itu kepada muridnya sambil berseru, 


"Bun Houw, kau pergunakan ini!"
Tiauw Sun Ong menggerakkan 

pedangnya dan nampak sinar 
bergulung-gulung, menangkis suling dan begitu kedua senjata itu bertemu, Kui-siauw Giam-ong Suma Koan terkejut bukan main karena dia
merasa betapa retapak tangannya yang memegang suling tergetar hebat, tanda bahwa lawan buta itu
memiliki tenaga sin-kang yang amat kuat, tidak berada di sebelah 

bawahnya! 

Maka, diapun berseru keras dan sulingnya melakukan serangkaian serangan yang lebih dahsyat lagi. disambut dengan tenang oleh Tiauw Sun Ong yang juga maklum bahwa dia melawan seorang datuk yang 
lihai.

Bun Houw menyambut sarung 

pedang berbentuk tongkat butut yang dilemparkan suhunya, akan tetapi
melihat betapa Ouwyang Sek menyerangnya dengan tangan kosong, diapun hanya menyelipkan tongkat itu di ikat pinggangnya dan menghadapi serangan datuk Bukit Siluman itu dengan tangan kosong pula.


Sampai belasan jurus dia hanya mengelak dengan berloncatan dan dengan menggeser kedua kakinya
secara ringan dan lincah sekali sehingga semua serangan kakek itu hanya mengenai tempat kosong.


Bu-eng-kiam Ouwyang Sek menjadi penasaran bukan main, rasa 

penasaran yang mendatangkan
kemarahan. Belasan jurus dia menyerang dan pemuda itu hanya mengelak, akan tetapi tidak pernah
pukulannya mengenai sasaran. Diam-diam dia terkejut di samping 

kemarahannya. 

Pemuda ini dahulu telah dia pukul dengan pukulan yang mengandung hawa beracun mematikan. Akan tetapi, kini bukan saja pemuda itu sama sekali tidak kelihatan menderita oleh pukulannya, bahkan kini 
pemuda itu sedemikian mudahnya menghindarkan diri dari belasan kali serangannya yang dahsyat.

"Bocah sombong, mampuslah!" Tiba-tiba dia membentak dan dia mengirim serangan dengan kedua tangannya yang menghadang dari kanan kiri dengan cepat dan kuat. tidak memungkinkan pemuda itu
untuk mengelak lagi. Andaikata lawannya meloncat ke belakangpun tentu akan dilanda hawa pukulan
jarak jauh yang mengandung tenaga sin-kang dan hawa beracun itu.


Melihat serangan maut ini. Bun Houw tidak mau mengelak lagi. Diapun diam-diam mengerahkan tenaga yang didapatnya dari latihan Im-yang Bu-tek Cin-keng, hanya dia mengatur dan membatasi tenaganya, hanya untuk melindungi dirinya saja, tanpa niat untuk menyerang atau mencelakai lawan.


"Wuuuuttt, desss ...!" Kedua telapak tangan Bu-eng-kiam Ouwyang Sek bertemu dengan dinding yang tidak nampak dan demikian kuatnya benturan pada dinding tak nampak itu sehingga tubuh datuk itu terdorong ke belakang.


Dia tidak mampu menguasai kuda-kudanya lagi sehingga terpaksa 

kakinya terhuyung melangkah ke
belakang sampai lima langkah! Dan yang membuat dia terbelalak adalah melihat pemuda itu masih berdiri tegak dengan sikap tenang!


Ilmu apa ini, pikirnya kaget dan 

karena maklum bahwa dengan tangan kosong dia tidak akan mampu
menandingi pemuda yang memiliki tenaga mujijat yang tidak dikenalnya itu, Ouwyang Sek lalu menggerakkan tangan kanan ke punggungnya dan di lain saat, nampak kilat berkelebat menyambar ketika dia telah 

mencabut Lui-kong-kiam (Pedang Kilat) yang dahulu dirampasnya dari tangan Bun Houw!" 

Melihat pedangnya sendiri kini 
dipergunakan lawan untuk 
menyerangnya, Bun Houw segera 
mencabut tongkat sarung pedang gurunya yang dia selipkan di pinggang. Dia tentu saja mengenal keampuhan Lui-kong-kiam, dan biarpun dia belum pernah melihat ilmu pedang datuk itu, namun mengingat bahwa datuk itu berjuluk Bu-eng-kiam (Pedang Tanpa 
Bayangan), dia dapat menduga bahwa Ouwyang Sek tentu seorang ahli pedang yang amat lihai.

"Singgg ... wuuuut, singgg ...!" Lui-kong-kiam di tangan Ouwyang Sek diputar-putar di atas kepalanya 

membentuk gulungan sinar yang 
menyilaukan mata. "Bocah sombong, 
biar pedangmu sendiri
menghirup darahmu!"


Pedang yang kalau digerakkan 

menimbulkan sinar berkilat itu 
menyambar ke arah leher Bun Houw.
Memang pantas Ouwyang Sek dijuluki Bu-eng-kiam karena dia memang seorang ahli pedang yang mampu menggerakkan pedang dengan kecepatan luar biasa sehingga seolah-olah pedang itu tidak mempunyai bayangan, tahu-tahu telah tiba 

disasaran yang dituju. 

Namun Bun Houw adalah murid
tersayang dari Tiauw Sun Ong yang memiliki ilmu pedang yang ampuh, yaitu ilmu pedang yang
mengandalkan ketajaman 

pendengaran dan perasaan naluri seorang buta. Gerakan pedang yang
betapapun dapat ditangkap oleh 

pendengaran dan perasaan itu, maka begitu pedang itu menyambar ke arah lehernya, Bun Houw, sudah dapat menangkisnya dengan tongkat sarung pedang gurunya.

"Trangg ... !" Pedang terpental lalu menukik ke bawah, menusuk ke arah perut Bun Houw.


"Trangg ...!" Kembali pedang yang terpental itu membuat gerakan membalik dan kini sudah menyambar lagi menusuk dada.


"Trangg ...!" Dan kini Bun Houw melanjutkan tangkisannya dengan serangan balasan yang membuat Ouwyang Sek harus cepat memutar pedangnya untuk membuat perisai gulungan sinar melindungi dirinya karena dia dapat merasakan 

sambaran angin dahsyat ketika 
tongkat itu menyambar-nyambar ke arah dirinya.

Terjadi perkelahian yang amat hebat antara Ouwyang Sek dan Bun Houw, dan makin lama, Ouwyang Sek menjadi semakin terkejut dan terheran-heran. Belum lama, ketika dia untuk pertama kalinya bertemu dengan pemuda ini, Bun Houw belumlah sepandai ini walaupun tingkat pemuda ini sudah sedikit lebih tinggi dari pada tingkat Ouwyang Toan dan Hui Hong. 


Akan tetapi sekarang, bagaimana mungkin pemuda ini sudah menjadi sedemikian lihainya sehingga dia 
sendiri selalu kalah kalau beradu 
tenaga, dan ilmu pedangnyapun tidak mampu mendesak pemuda yang 
hanya bersenjatakan tongkat pendek ini"

Sementara itu. perkelahian antara Tiauw Siauw Ong dan Suma Koan juga terjadi dengan hebatnya.
Namun, setelah beberapa kali meniupkan jarum beracun tanpa hasil karena selalu dapat dipukul runtuh oleh gulungan sinar pedang di tangan lawan yang buta itu. mulailah Suma Koan terdesak oleh gulungan sinar pedang yang dimainkan Tiauw Sun Ong. Melihat betapa ayahnya tidak mampu menang bahkan
terdesak oleh orang buta yang tadinya mereka pandang rendah itu. 

Suma Hok juga mencabut sulingnya dan dia tanpa banyak cakap lagi sudah terjun ke dalam perkelahian membantu ayahnya mengeroyok Tiauw Sun Ong! Sang ayah juga diam saja dan agaknya mereka tidak merasa malu harus mengeroyok seorang lawan yang buta! Mengelahui bahwa dia dikeroyok oleh dua orang lawan tangguh. Tiauw Sun Ong 
memutar pedangnya semakin cepat dan membentuk benteng pertahanan dari gulungan sinar pedang yang berkilauan untuk melindungi dirinya.

Bun Houw hanya mengimbangi 

permainan Ouwyang Sek karena 
bagaimanapun juga, dia tidak ingin
membuat datuk yang menjadi ayah tiri Hui Hong ini merasa terhina kalau dia kalahkan. 


Akan tetapi, kini dia melihat keadaan gurunya yang dikeroyok secara 
curang oleh ayah dan anak Suma, dia harus membantu gurunya," pikir Bun Houw dan untuk dapat melakukan itu. dia harus menyudahi 
perkelahiannya melawan Ouwyang 
Sek. 

Tiba-tiba Bun Bouw mengeluarkan bentakan nyaring, bentakan yang 
membuat Ouwyang Sek merasa 
betapa jantungnya terguncang dan 
saat itu, pedang Lui-kong-kiam di 
tangannya bertemu dengan tongkat di tangan Bun Houw dan melekat! 

Dia berusaha menarik kembali 
pedang itu, namun tidak dapat dan karena marah dia lalu 
menghantamkan tangan kirinya 
dengan telapak tangan terbuka ke 
arah muka Bun Houw. Hantaman ini dilakukan sekuat tenaga dengan 
kandungan hawa beracun dan kalau 
sampai terkena pukulan ini. 
betapapun lihainya, tentu pemuda itu akan roboh dan tewas.

Melihat pukulan tangan kiri ini, Bun Houw maklum betapa besar 

bahayanya, maka diapun 
mengerahkan tenaga dari Im-yang Bu-tek Cin-keng dan menggerakkan tangan kiri menyambut hantaman ke arah mukanya itu. 

"Plakkk!" Dua telapak tangan bertemu dan akibatnya, Ouwyang Sek 
mengeluarkan seruan kaget dan tubuhnya gemetar, terhuyung ke 
belakang. 

Kesempatan ini dipergunakan oleh Bun Houw untuk secepat kilat 
melepaskan lekatan tongkatnya dari pedang, dan ujung tongkatnya sudah menotok pergelangan tangan kanan Ouwyang Sek sehingga pedang itu terlepas dan dilain detik, Lui-kong-kiam telah kembali kepada pemiliknya!".....



BERSAMBUNG KE JILID 08





















Terima kasih telah membaca Serial ini.

No comments:

Post a Comment

Cerita Silat Kho Ping Hoo Serial Pendekar Budiman Jilid 12

   Cerita Silat Kho Ping Hoo Serial Pendekar Budiman             Jilid 12