Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Pedang Kayu Harum
Jilid 18
Tiat-ciang-pang
adalah sebuah perkumpulan yang besar dan terkenal, apa lagi sesudah timbul
perang ketika Raja Muda Yung Lo memimpin bala tentaranya dari utara menyerbu ke
selatan dan perkumpulan ini membantu dengan penuh semangat. Setelah perang itu
dimenangkan tentara utara, nama Tiat-ciang-pang meningkat dan makin banyaklah
orang yang memuji-muji perkumpulan ini.
Maka, ketika
perkumpulan itu merayakan ulang tahun sekalian merayakan kemenangan bala
tentara utara, juga untuk mengadakan pemilihan ketua baru karena Ouw Beng Kok,
ketua pertama itu hendak mengundurkan diri karena merasa sudah terlalu tua,
banyak sekali tamu berdatangan dari segenap penjuru, tokoh-tokoh kang-ouw dan
bekas-bekas teman seperjuangan.
Keng Hong
menyelinap di antara para tamu dan tidak ada seorang pun memperhatikan pemuda
ini karena memang Keng Hong tidak tampak menyolok dengan pakaiannya yang amat
sederhana dan kelihatannya tidak membawa sepotong pun senjata, sama sekali tak
kelihatan seperti seorang tokoh kang-ouw yang pandai ilmu silat.
Apa lagi
karena pada saat itu warna kulit muka Keng Hong sudah berubah hitam, karena dia
sengaja menggunakan sejenis getah pohon untuk menghitamkan muka. Kepandaian
menyamar ini dia dapatkan dari sebuah di antara kitab-kitab suhu-nya, maka
sekarang dia tahu bagaimana harus mengubah warna kulit mukanya menjadi hitam,
kuning, merah atau putih bahkan kehijauan, hanya mempergunakan getah-getah
kulit pohon atau daun-daun.
Karena
kedatangannya dengan itikad baik, dia tidak ingin menimbulkan kekacauan dan
tidak ingin dikenal oleh anak buah Tiat-ciang-pang yang tentu akan mengacaukan
urusan sebelum dia sempat bicara dengan Ouw Beng Kok dan Lai Ban.
Dari tempat
duduknya di antara banyak tamu muda, Keng Hong memandang ke depan di mana para
pimpinan Tiat-ciang-pang dan para tamu yang dianggap terhormat berkumpul.
Bagian itu agak tinggi dan luas sehingga tampak jelas dari semua bagian, di
mana duduk tamu-tamu yang dianggap ‘biasa’ atau hanya para anggota-anggota
tingkat rendahan dari Tiat-ciang-pang. Karena di situ berkumpul pula tamu-tamu
dari pelbagai golongan, maka sebagian besar tidak dikenal oleh para anggota
Tiat-ciang-pang, dan karena ini kehadiran Keng Hong tidak menyolok.
Keng Hong
dapat melihat bahwa Ouw Beng Kok ketua Tiat-ciang-pang atau Ouw-pangcu itu
kelihatan tua dan mukanya penuh keriput, namun tubuhnya yang agak kurus itu
masih membayangkan tenaga yang kuat, dan Keng Hong merasa bulu tengkuknya
berdiri ketika melihat tangan kiri Ouw Beng Kok yang palsu, tangan besi yang
amat hebat itu, karena tangan besi itulah yang menciptakan Tiat-ciang-pang.
Perkumpulan
Tangan Besi, sungguh pun para anggotanya tidak mempunyai tangan palsu dari
besi, tetapi para tokohnya telah mempelajari ilmu Tiat-ciang-pang (Tangan Besi)
yang sangat ampuh sehingga tangan mereka yang dari tulang daging dan kulit itu
seakan-akan keras seperti besi.
Di sebelah
kirinya duduk seorang laki-laki berusia kurang lebih tiga puluh tahun yang
bermuka brewok dan bertubuh tinggi besar dan gagah. Sedangkan di sebelah
kanannya duduk Lai Ban, wakil ketua Tiat-ciang-pang yang berjuluk Kim-to Si
Golok Emas. Senjata itu tergantung dengan megahnya di punggung. Berbeda dengan
ketua Tiat-ciang-pang itu, wakilnya itu masih kelihatan gagah bersemangat biar
pun usianya sudah lima puluh tahun lebih.
Di belakang
kedua orang ketua ini duduk pembantu-pembantu pemimpin Tiat-ciang-pang dengan
sikap kereng. Dan di depan mereka, mengelilingi meja-meja besar yang ditaruh
berjajar, duduk para tokoh yang terhormat, yaitu tokoh-tokoh kang-ouw serta
tokoh-tokoh pejuang pembantu barisan dari utara.
Setelah
semua tamu menghaturkan ucapan selamat dan saling memuji dalam merayakan
kemenangan tentara utara, yang mereka lakukan sambil tertawa gembira,
menceritakan pengalaman pertandingan dalam perang saudara yang lalu, dan makan
minum gembira, ketua Tiat-ciang-pang lalu mengumumkan kesempatan itu untuk
mengadakan pemilihan ketua baru.
"Saya
sudah terlampau tua dan lelah, perlu mengundurkan diri beristirahat dan memberi
kesempatan kepada yang muda." Demikian Ouw Beng Kok menutup kata-katanya.
"Kini, kebetulan sekali para sahabat dari berbagai golongan hadir sehingga
dapat menjadi saksi pemilihan ketua baru Tiat-ciang-pang. Menurut pendapat dan
rencana saya, tentu saja bila seluruh anggota Tiat-ciang-pang bisa menyetujui
dan saya harap demikian, saya hendak menyerahkan jabatan ketua kepada putera
saya ini. Mungkin banyak di antara sahabat-sahabat yang belum mengenal
puteraku. Puteraku ini bernama Ouw Kian, dan karena semenjak kecil dia membantu
Raja Muda Yung Lo di utara yang kini menjadi kaisar kita, maka dia tidak
mendapat kesempatan untuk bekerja bagi Tiat-ciang-pang. Akan tetapi, mengingat
bahwa ilmu Tiat-ciang-kang telah di warisinya, dan karena dia pun ingin sekali
menyumbangkan tenaganya, dan sudah disetujui pula meninggalkan kerajaan, maka
saya sendiri mengusulkan untuk mengangkatnya menjadi ketua
Tiat-ciang-pang."
"Ha-ha-ha-ha,
Ouw-pangcu mengapa begini sungkan? Kalau yang pangcu usulkan untuk menggantikan
adalah putera Pangcu sendiri, tentu hal itu sudah sewajarnya. Ouw-pangcu selain
menjadi ketua dari Tiat-ciang-pang, juga menjadi pendiri Tiat-ciang-pang, dan
kalau kini Pangcu hendak mengundurkan diri lalu menunjuk putera Pangcu sebagai
ketua baru, siapa yang akan menyatakan tidak setuju." Ucapan ini keluar
dari mulut seorang di antara para tokoh yang hadir di situ.
Para tamu
lainnya sebagian besar menganggukkan kepala tanda setuju dengan pendapat ini.
Akan tetapi Ouw Beng Kok mengerutkan alisnya yang tebal lalu berkata,
"Sesungguhnya
Cu-wi sekalian (Tuan sekalian) tidak tahu akan keadaan Tiat-ciang-pang kami.
Perkumpulan kami selama beberapa tahun ini sudah mengalami kemajuan pesat
sekali dan sekarang sudah memiliki belasan buah cabang perkumpulan di kota-kota
dan jumlah anggota kami seluruhnya tidak kurang dari seribu orang! Pada hari
baik ini, hadir pula seluruh pimpinan cabang yang sebagian adalah murid-murid
saya dan sebagian lagi sahabat-sahabat seperjuangan yang jumlahnya tiga puluh
orang lebih. Saya tidak ingin mengandalkan kedudukan sebagai pendiri dan ketua
pertama untuk membawa kehendak sendiri dan apa bila saya mengusulkan agar
putera saya diangkat, semata-mata adalah karena saya mengenal kecakapan putera
saya dan tahu pula bahwa pada saat ini, dia merupakan ahli Tiat-ciang-kang yang
paling kuat. Tapi saya menyerahkan keputusannya dalam pemilihan umum yang
diadakan para pimpinan pusat dan cabang. Dan tentu saja mereka itu berhak untuk
memilih calon dan juga mengemukakan pendapat mereka demi kebaikan
Tiat-ciang-pang."
Semua tamu
menjadi kagum mendengar ucapan Ouw-pangcu ini dan diam-diam Keng Hong juga
merasa kagum. Orang tua itu ternyata mempunyai watak yang adil dan tidak
seperti pemimpin-pemimpin lainnya yang hanya ingin melaksanakan kehendaknya
sendiri saja.
Setelah
mendengarkan ucapan ketua Tiat-ciang-pang yang disaksikan oleh banyak tokoh
kang-ouw yang hadir di tempat itu, maka para dewan pimpinan cabang dan pusat
mulai ramai saling bicara sendiri. Memang di antara mereka sudah terjadi
perpecahan sehingga menjadi dua golongan, yaitu segolongan yang setuju dengan
pilihan ketua mereka untuk mengangkat Ouw Kian menjadi ketua baru. Akan tetapi
segolongan lain tidak setuju dan lebih suka melihat Lai Ban wakil ketua
Tiat-ciang-pang menjadi ketua baru.
Seorang di
antara mereka, yang bertubuh tinggi kurus dan bermuka seperti tikus bangkit
berdiri dan setelah menjura kepada Ouw Beng Kok lalu berkata, suaranya lantang,
"Hati
kami lega sesudah mendengar uraian Pangcu yang sangat adil dan yang memberi
kesempatan kepada kami untuk ikut pula mengajukan calon ketua baru. Oleh karena
itu perkenankan saya untuk mengajukan usul kepada Pangcu mengenai pencalonan
ketua baru, sesuai dengan pendapat kawan-kawan yang mengambil keputusan demi kebaikan
Tiat-ciang-pang yang kita cinta."
"Saudara
Lu Tong adalah ketua cabang Bi-na-seng, bukan? Tidak perlu merasa sungkan,
memang pemilihan ketua ini demi kebaikan perkumpulan kita. Karena itu engkau
boleh saja mengajukan usul itu," jawab Ouw Beng Kok dengan sabar dan
tenang.
"Terima
kasih, Pangcu. Kami mengajukan calon kami yang sudah kami pilih dengan suara
bulat, yaitu Ji-pangcu Lai Ban!" Sejenak pembicara yang bernama Lu Tong
ini berhenti berbicara karena segera bangkit berdiri lebih dari dua puluh orang
teman-temannya yang bersorak menyebut nama Lai Ban sebagai wakil atau calon
mereka.
Lai Ban
bangkit berdiri dan mengangkat kedua tangan ke atas, suaranya sangat nyaring
berpengaruh, "Harap saudara-saudara tidak berisik dan suka duduk kembali,
biar seorang saja mewakili saudara-saudara bicara!" Dan ternyata mereka
yang bersorak itu segera terdiam, lalu duduk kembali. Lai Ban dengan sikap
tenang juga duduk kembali, wajahnya tenang dan sungguh-sungguh.
"Kalau
Saudara Lu Tong masih ada kata-kata harap lanjutkan."
"Kami
memilih Ji-pangcu Lai Ban dengan alasan yang kuat. Pertama, kami rasa bahwa
selain Pangcu sendiri, Ji-pangcu Lai Ban adalah orang ke dua yang selama ini
memimpin Tiat-ciang-pang. Ke dua, dalam hal ilmu kepandaian, kami semua sudah
mengerti akan kelihaiannya yang hanya berada di bawah tingkat Pangcu sendiri
atau mungkin juga satu tingkat. Kami keberatan dengan pengangkatan atau
pencalonan Saudara Ouw Kian sama sekali bukan karena tidak suka kepadanya,
melainkan kami meragukan kepandaiannya. Sudah sering kali Tiat-ciang-pang
dimusuhi orang-orang jahat yang berilmu tinggi, maka bila dipimpin oleh seorang
pemuda yang belum berpengalaman dan kepandaiannya tidak boleh diandalkan,
bukankah hal itu akan melemahkan Tiat-ciang-pang?"
"Betul!
Betul! Pilih Lai-pangcu sebagai ketua baru!" Kembali terdengar
teriakan-teriakan riuh.
"Tidak!
Kami memilih Ouw-siauw-pangcu!" Mereka yang berpihak Ouw Kian berteriak
dan bahkan telah menyebutnya siauw-pangcu (ketua muda)!
Melihat
keadaan menjadi ribut, Ouw Beng Kok bangkit berdiri, dan seperti yang dilakukan
Lai Ban tadi, ia mengangkat kedua lengan ke atas dan seketika semua orang yang
tengah ribut-ribut itu terdiam. Ouw Beng Kok tersenyum dan berkata sabar,
"Memang
sudah menjadi hak Saudara Lai Ban untuk dipilih. Tadinya aku pun mempunyai
pendapat seperti saudara-saudara yang memilih Lai Ban. Akan tetapi setelah
yakin akan kepandaian puteraku, aku mempunyai pikiran bahwa lebih baik puteraku
menjadi ketua dan Saudara Lai Ban menjadi wakilnya."
"Buktikan
kepandaiannya! Kami ingin mengujinya!" Terdengar teriakan-teriakan.
Ouw-pangcu
tertawa lebar. "Memang untuk memperkenalkan puteraku, tadinya aku ingin
agar Saudara Lai Ban sendiri yang menguji puteraku. Akan tetapi kalau di antara
saudara ada yang penasaran dan ingin menguji dalam hal Ilmu Tiat-ciang-kang,
silakan. Kian-ji (anak Kian ), kau layanilah mereka baik-baik."
Ouw Kian
yang bertubuh tinggi besar serta bermuka brewok itu lalu meloncat ke tengah
ruangan yang seperti panggung itu, mengangkat kedua tangan ke sekeliling dan
berkata, suaranya ramah dan nyaring,
"Cu-wi
sekalian hendaknya suka memaafkan apa bila kami orang-orang Tiat-ciang-pang
terpaksa memperlihatkan kebodohan kami karena hal ini dilakukan demi
memperlancar pemilihan ketua. Karena urusan ini adalah urusan dalam, maka kami
harap cu-wi tidak mencampurinya dan menjadi saksi saja."
Setelah
memberi hormat kepada para tamu, Ouw Kian lalu menghadapi golongan atau
rombongan yang mencalonkan Lai Ban, lalu berkata, "Sudah sepatutnya kalau
saudara-saudara mengenal baik tingkat kepandaian calon ketua perkumpulan kita.
Aku menerima pencalonan bukan hanya untuk berbakti kepada ayah, juga ingin
sekali berbakti kepada perkumpulan. Kalau ada saudara yang meragukan tingkat
Tiat-ciang-kang saya, silakan mencoba."
Dipimpin
oleh Lu Tong, dari golongan tadi lalu meloncat keluar lima orang dan Lu Tong berkata
mewakili mereka berlima, "Seorang ketua kita harus dapat menandingi lima
orang pimpinan cabang, seperti juga dapat dilakukan oleh Ji-pangcu."
Ouw Kian
tersenyum lebar. "Apa bila memang demikian yang kalian kehendaki, silakan.
Jika memang kepandaianku masih jauh dari pada mencukupi, tentu saja aku tidak
pantas memimpin Tiat-ciang-pang."
Sesudah
berkata demikian Ouw Kian lalu memasang kuda-kuda persiapan menghadapi
pengeroyokan. Dengan kedua lutut di tekuk rendah, tubuh atas tegak dan kedua
tangan dengan jari-jari terbuka di depan pusar.
Lima orang
ketua cabang yang tentu saja merupakan ahli-ahli Tiat-ciang-kang dan sudah
berlatih di bawah pimpinan Lai Ban sendiri, tentu saja mengenal kuda-kuda
Tiat-ciang Kun-hoat ini dan mereka pun cepat mengurung sambil memasang
kuda-kuda.
"Kalian
semua ingat! Hanya boleh mempergunakan Tiat-ciang Kun-hoat!" terdengar Ouw
Beng Kok berseru kepada enam orang yang sudah siap itu.
Para tamu
menonton dengan hati berdebar. Mereka semua sudah mengenal kelihaian ilmu silat
dari para tokoh Tiat-ciang-pang. Ilmu Tiat-ciang Kun-hoat (Ilmu Silat Tangan
Besi) ini kabarnya terbagi tiga bagian. Pertama tentu saja hanya dimiliki Ouw
Beng Kok sendiri yaitu dimainkan dengan sebelah tangan palsu dari besi. Tingkat
ke dua adalah mereka yang memainkan ilmu silat ini dengan kedua tangan biasa
yang telah digembleng dengan latihan-latihan hingga memiliki Tiat-ciang-kang
(Tenaga Tangan Besi), sedangkan ke tiga adalah anak buah yang hanya mengerti
ilmu silatnya, akan tetapi tangan mereka belum memiliki tenaga Tiat-ciang-kang
sepenuhnya.
Bahkan di
antara mereka ini, untuk menambah keampuhan ilmu silat mereka, ada yang
menggunakan senjata sebuah tangan besi yang digenggam pada tangan kanan,
menjadi penyambung tangan! Yang memiliki Tiat-ciang-kang secara mahir hanya ada
beberapa orang saja dan di antaranya tentu saja Kim-to Lai Ban berada di
tingkat teratas. Ada pun kepandaian putera Ouw-pangcu ini memang belum ada yang
mengetahuinya.
Di antara
lima orang pengeroyok itu, yang memiliki Tiat-ciang-kang lumayan hanya Lu Tong
seorang. Empat orang kawannya hanya pandai ilmu silatnya, malah yang dua orang
sudah mengeluarkan dua buah senjata tangan besi dan memakainya di tangan kanan,
sedangkan yang dua orang lagi hanya mengandalkan ilmu silat dan kekuatan yang
besar, sungguh pun mereka belum memiliki Tiat-ciang-kang yang diciptakan dari
tenaga sinkang.
Para tamu
banyak yang bergerak mendekati panggung, termasuk juga Keng Hong yang menjadi
tertarik hatinya. Telah lama mereka mendengar akan nama besar Tiat-ciang-pang
dan sekali ini mereka akan menonton pertandingan yang khusus dilakukan dengan
Ilmu Silat Tangan Besi yang hebat dan terkenal itu.
Tiba-tiba Lu
Tong mengeluarkan seruan keras dan dia sudah mulai menyerang dengan pukulan
tangan miring menuju lambung Ouw Kian. Serangannya ini disusul oleh empat orang
kawannya yang juga sudah turut menerjang dengan pukulan tangan terbuka, atau
cengkeraman, atau pukulan dengan tangan besi yang menjadi senjata mereka.
Gerakan mereka itu cepat, kuat dan mantap sekali. Lebih-lebih Lu Tong, sehingga
ketika mereka bergerak menyerang, tangan mereka mengeluarkan suara berkerotok
dan angin pukulan menyambar dahsyat.
Namun Ouw
Kian bergerak dengan tenang dan tepat. Ternyata dia telah menguasai Ilmu Silat
Tiat-ciang Kun-hoat dengan amat baiknya. Hal ini terbukti betapa dengan tenang
dia menghadapi semua serangan itu dan jelas bahwa dia telah lebih dulu tahu ke
mana lima orang lawannya itu akan menyerang.
Dengan
lincah namun tenang dan tanpa membuang banyak gerakan sia-sia, Ouw Kian
mengelak dan menangkis. Ia tidak mau mengerahkan banyak tenaga karena memang
dia hendak memperlihatkan mereka bahwa dia telah mahir memainkan ilmu silat
perkumpulan ayahnya. Kalau saja dia menggunakan Tiat-ciang-kang, apa lagi jika
dengan pengerahan tenaga sepenuhnya, tentu hanya dalam satu gebrakan saja dia
mampu membuat kelima orang pengeroyoknya jungkir-balik.
Mula-mula
pertandingan itu berjalan dengan gerakan-gerakan mantap dan lambat, namun
gerakan lima orang pengeroyok itu semakin lama semakin cepat. Mereka mulai
menjadi penasaran sebab hingga tiga puluh jurus lebih Ouw Kian hanya mengelak
dan menangkis tanpa balas menyerang.
Tangkisan
putera ketua itu hanya membuat tangan mereka terpental dan mereka tidak
merasakan tenaga sakti yang hebat pada kedua tangan Ouw Kian, maka mereka
berlima menjadi makin bersemangat karena menganggap bahwa dalam hal ilmu silat,
Ouw Kian kalah cepat oleh Lai Ban, juga dalam hal tenaga sakti, pemuda ini
kalah jauh!
Sesudah
menghadapi serangan-serangan para pengeroyoknya selama lima puluh jurus, Ouw
Kian menganggap sudah cukup. Ia lalu mengerahkan tenaga dan membentak keras,
"Harap saudara berlima mundur…!"
Ucapan ini
dibarengi dengan tangkisan kedua tangannya secara bertubi dan tepat sekali
mengenai tangan kelima orang pengeroyoknya. Terdengar pekik kaget dan lima
orang itu sudah terlempar ke belakang semua, menyeringai dan melongo ketika
melihat betapa dua buah senjata tangan besi menjadi hancur, sedangkan tangan
mereka merah sekali tetapi tidak terluka, hanya panas dan perih! Itulah akibat
tersentuh ilmu sakti Tiat-ciang-kang.
Terdengarlah
tepuk tangan oleh mereka yang menyetujui pengangkatan putera ketua ini, bahkan
para tamu yang menyaksikan kelihaian Ouw Kian ikut pula memuji dan bertepuk
tangan. Keng Hong diam-diam juga kagum, terutama sekali cara Ouw Kian
mengalahkan lima orang ketua cabang itu sangat menyenangkan hatinya dan dari
cara ini saja dapat diharapkan putera Ouw-pangcu itu nantinya akan menjadi
seorang ketua yang baik. Dia tidak membikin malu ketua-ketua cabang itu, bahkan
bersikap mengalah sekali.
Lu Tong
bangkit berdiri, mukanya merah ketika dia memandang ke arah Lai Ban. Ia lalu
menjura kepada Ouw Kian dan berkata, "Harus kami akui bahwa Ilmu
Tiat-ciang Kun-hoat dari Saudara Ouw Kian cukup baik, akan tetapi kami kira
masih tidak sebaik kepandaian Lai-pangcu, dan kami tetap memilih Lai-pangcu
karena betapa pun juga, tentu Lai-pangcu lebih berpengalaman dalam memimpin
Tiat-ciang-pang!"
Ouw Beng Kok
segera berdiri kemudian berkata, "Saudara-saudara sekalian, hendaknya
maklum bahwa keputusanku untuk mengangkat Ouw Kian sebagai penggantiku menjabat
ketua baru dari perkumpulan kita telah kupikirkan dan kuperhitungkan
masak-masak. Dulu Tiat-ciang-pang kita dirikan dengan maksud untuk menegakkan
kebenaran dan keadilan serta hendak mengembangkan Ilmu Silat Tiat-ciang
Kun-hoat di antara para murid dan anggotanya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya
jika yang menjadi ketuanya adalah orang yang paling mahir dalam ilmu tersebut.
Dan sekarang ini, aku melihat bahwa yang paling mahir dalam ilmu kita itu
adalah Ouw Kian, karena itu aku memilih dia. Kemudian barulah Lai-ji-pangcu
sebagai wakilnya. Mungkin puteraku masih kalah dalam kepandaian lainnya, tetapi
aku menghendaki agar Tiat-ciang Kun-hoat dikembangkan tanpa pencampuran ilmu
silat lain hingga ilmu silat kita akan tetap dipertahankan keasliannya.
Hendaknya saudara sekalian dapat memaklumi akan hal ini…"
Ucapan itu
sangat berwibawa dan mempunyai dasar yang kuat sehingga mereka yang menentang
pengangkatan Ouw Kian tidak dapat membantah lagi. Lu Tong mengerutkan keningnya,
kemudian berkata,
"Ucapan
Pangcu tidak dapat dibantah kebenarannya. Akan tetapi kami ingin menyaksikan
lebih dulu apakah benar ilmu silat yang dimiliki Lai-pangcu kalah tinggi
tingkatnya dengan putera Pangcu."
"Benar,
harap diuji lebih dulu!" Terdengar teriakan-teriakan dari mereka yang
mendukung pencalonan Lai Ban.
Sekarang
Kim-to Lai Ban bangkit dari tempat duduknya dan berkata, "Terima kasih
atas kepercayaan saudara sekalian. Biarlah aku sendiri akan menguji kepandaian
Ouw-hiante dan memang aku pun ingin sekali menyaksikan sampai di mana
kepandaian orang muda yang dicalonkan menjadi pemimpin kita ini. Aku hanya
menyatakan tidak setuju dengan pendapat pangcu bahwa Ilmu silat Tiat-ciang
Kun-hoat tidak boleh dicampur dengan ilmu silat lain. Di dunia ini amat banyak
ilmu silat, dan jika tidak memasukkan bagian-bagian yang baik dari ilmu silat
lain, bagaimana Tiat-ciang Kun-hoat akan mendapat kemajuan? Nah, Ouw-hiante,
mari kita main-main sebentar!" Dia lalu meloncat dan menghadapi Ouw Kian yang
masih berdiri di tengah ruangan.
Semua orang
yang hadir di situ menjadi tegang hatinya. Kini mereka pun maklum bahwa mereka
akan menghadapi sebuah pertandingan yang hebat dan jauh lebih seru dari pada
tadi. Dua jago Tiat-ciang-pang tua dan muda itu sudah saling berhadapan dan
mereka memasang kuda-kuda yang sama.
"Ouw
Kian, majulah!" Lai Ban membentak nyaring.
Namun Ouw
Kian bersikap tenang dan berkata hormat, "Lai-susiok, engkau yang hendak
mengujiku, silakan mulai."
Ouw Kian
menyebut susiok (paman guru) kepada Lai Ban karena memang wakil ketua itu
dianggap adik seperguruan sendiri oleh Ouw Beng Kok sungguh pun ilmu
Tiat-ciang-kang dia pelajari dari ketua Tiat-ciang-pang itu. Dahulu dia hanya
sahabat orang she Ouw itu, dan memang Lai Ban telah memiliki ilmu kepandaian
tinggi, tetutama ilmu golok sehingga dia dijuluki Kim-to. Sesudah dia
mempelajari Tiat-ciang-kang, maka dia dianggap saudara dan ditarik sebagai
wakil ketua ketika Ouw Beng Kok mendirikan perkumpulan itu.
"Jagalah
seranganku!' Lai Ban membentak dan dia langsung menerjang dengan gerakan kuat
dan dahsyat. Ouw Kian maklum akan kelihaian wakil ketua ini, maka cepat-cepat
dia menggeser kaki mengelak dan balas menyerang.
Terjadilah
serang-menyerang dalam ilmu silat yang sama, makin lama makin seru dan cepat.
Pandang mata mereka yang menonton sampai menjadi pening karena gerakan kedua
orang itu sama-sama cepatnya sehingga tubuh mereka berkelebatan dan
kadang-kadang sukar dibedakan mana yang tua mana yang muda.
Akan tetapi
dalam pandang mata Ouw Beng Kok dan juga para tokoh yang tinggi ilmunya
termasuk Keng Hong, jelas tampak bahwa sungguh pun gerakan-gerakan Lai Ban
lebih matang karena menang pengalaman, akan tetapi dia kalah mahir dan juga
agaknya kalah latihan.
Gerakan Lai
Ban matang dalam pengalaman pertempuran, sebaliknya Ouw Kian adalah asli. Orang
muda ini juga lebih tekun berlatih Tiat-ciang Kun-hoat, apa lagi langsung di
bawah bimbingan ayahnya sendiri, pencipta ilmu silat ini. Dia belum dapat
mengalahkan Lai Ban akan tetapi sedikit demi sedikit setiap jurus serangannya
semakin mendesak Lai Ban sehingga wakil ketua ini mulai kelihatan sibuk dan
terus mundur.
Lai Ban
sebetulnya diam-diam amat mengharapkan menjadi ketua Tiat-ciang-pang. Ketika
putera Ouw-pangcu yang sejak lama di utara itu tiba dan kemudian memperdalam
Ilmu Silat Tiat-ciang Kun-hoat, diam-diam dia merasa tak senang, apa lagi saat
dia mendengar pernyataan Ouw-pangcu untuk mengangkat putera itu sebagai
pengganti, hatinya makin iri dan tidak puas.
Akan tetapi
di depan Ouw-pangcu, dia tidak berani membantah dan hanya menghubungi para
ketua cabang yang sebagian besar adalah murid-muridnya dan lebih setia padanya
supaya mengajukan pencalonan dirinya di dalam pesta itu. Apa lagi karena dia
merasa sangat yakin akan dapat mengalahkan keponakannya itu.
Betapa pun
juga, karena khawatir menghadapi kegagalan, jauh hari sebelumnya Lai Ban
diam-diam telah menghubungi sebuah perguruan lain di kota Liong-eng, yaitu
perguruan Kim-to Bu-koan (Perguruan Silat Golok Emas). Lai Ban memang seorang
murid pandai dari perguruan ini sebelum dia menjadi wakil ketua
Tiat-ciang-pang.
Akan tetapi
guru Lai Ban, yaitu tosu yang memimpin perguruan itu telah meninggal dunia dan
kini perguruan dilanjutkan oleh Thian It Tosu, seorang suheng dari Lai Ban.
Semenjak dipimpin Thian It Tosu, perguruan Kim-to Bu-koan menjadi mundur. Maka
ketika Lai Ban yang terhitung sute dari Thian It Tosu datang dan mohon bantuan
suheng-nya supaya niatnya menjadi ketua Tiat-ciang-pang tercapai, yaitu
dukungan moril dan kalau keadaan memerlukan juga bantuan tenaga, tosu ini cepat
berkata girang,
"Bagus
sekali, Sute! Jangan khawatir, tentu pinto akan membantumu dan kalau si tangan
palsu tua itu hendak merintangimu, biarlah pinto yang menghadapinya. Akan
tetapi tentu saja pinto tidak mau bekerja sia-sia dan engkau pun tentu sudah
tahu akan kemunduran bu-koan kita di mana engkau pun menjadi anak muridnya. Demi
nama besar bu-koan kita, pinto harap kelak Tiat-ciang-pang dapat digabungkan
dengan Kim-to Bu-koan, sehingga dengan demikian bukankah kedua perkumpulan akan
menjadi makin pesat dan besar?"
Demikianlah,
saat Tiat-ciang-pang mengadakan pesta, Thian It Tosu menerima undangan pula dan
menjadi seorang di antara tamu-tamu terhormat yang hadir di sana. Sebagai
suheng dari Lai Ban, tentu saja Ouw-pangcu menerimanya dengan kehormatan.
Ketika
terjadi pertandingan antara Lai Ban dengan Ouw Kian, tosu ini memandang penuh
perhatian dan diam-diam dia sudah bersiap sedia untuk membantu sute-nya. Kalau
saja Kim-to Bu-koan tidak hampir bangkrut, kiranya tosu ini segan untuk
mencampuri urusan pemilihan ketua perkumpulan lain yang menjadi urusan dalam
perkumpulan itu sendiri. Akan tetapi dia mempunyai tujuan lain untuk
menggabungkan kedua perkumpulan dan menghidupkan kembali Kim-to Bu-koan.
Pertandingan
berlangsung makin seru dan Lai Ban sudah amat terdesak. Beberapa kali dia
hampir terpukul, bahkan satu kali pundaknya sudah kena diserempet pukulan
tangan kiri Ouw Kian sehingga terasa ngilu. Hal ini membuatnya marah sekali.
Dia tahu bahwa Ouw-pangcu tidak berlebih-lebihan saat mengatakan bahwa tingkat
kepandaian puteranya itu lebih tinggi dari padanya sendiri.
Ia maklum pula
bahwa dalam Ilmu Silat Tiat-ciang Kun-hoat dia kalah mahir. Akan tetapi dia tak
percaya kalau tenaganya Tiat-ciang-kang kalah kuat, apa lagi kalau diingat
bahwa sebelum mempelajari Tiat-ciang-kang, dia juga telah mempunyai sinkang
yang kuat, hasil pelajarannya sebagai murid Kim-to Bu-koan. Maka dia lalu
mengeluarkan pekik nyaring, mengerahkan tenaga Tiat-ciang-kang hingga tangannya
berbunyi berkerotokan, kemudian memukul dengan tenaga dahsyat ini.
Ouw Beng Kok
terkejut. Pertandingan itu dimaksudkan untuk menguji Ilmu Silat Tiat-ciang
Kun-hoat, dan bila mana hendak menguji Tiat-ciang-kang, tentu saja bukan dengan
cara menyerang sehebat itu. Tenaga Tiat-ciang-kang dapat diuji tanpa bertanding
sebab amat membahayakan keselamatan lawan.
Namun
pukulan sudah dilakukan dan ketua ini hanya dapat menahan napas. Tidak hanya
Ouw Beng Kok yang kaget sekali, juga para pimpinan cabang-cabang
Tiat-ciang-pang dan terutama sekali Ouw Kian sendiri yang tiba-tiba diserang
demikian hebatnya. Ia amat menghormati Lai Ban, dan selain menganggap orang tua
ini sebagai paman gurunya, juga menganggapnya sebagai tokoh tua Tiat-ciang-pang
yang sangat diharapkan bantuannya kelak apa bila dia menjabat ketua dan Lai Ban
menjadi wakilnya.
Kini
menyaksikan serangan paman gurunya, Ouw Kian tak dapat mengelak lagi dan demi
untuk kemenangannya dalam pemilihan ketua dan juga untuk memperlihatkan kepada
Lai Ban yang mengandung niat tidak baik itu bahwa dalam hal tenaga
Tiat-ciang-kang dia pun tidak kalah, Ouw Kian lalu mengerahkan pula tenaga
sinkang pada kedua tangannya dan dia menyambut pukulan Lai Ban.
"Dessssss...!"
Hebat sekali
pertemuan dua tenaga sinkang itu, seperti bertemunya dua toya baja yang keras!
Ouw Kian terhuyung-huyung ke belakang sampai lima langkah, akan tetapi Lai Ban
terjengkang dan roboh bergulingan. Biar pun dia cepat melompat bangun dengan
muka merah, namun jelaslah bagi semua orang bahwa dalam pertempuran tenaga ini
Lai Ban kalah setingkat oleh Ouw Kian!
Ouw Kian
cepat menjura dan berkata, "Maafkan aku dan terima kasih bahwa Susiok tadi
suka mengalah."
Akan tetapi
ucapan ini bagaikan minyak menambah api yang berkobar di dada Lai Ban. Secepat
kilat tangannya bergerak dan kini sebatang golok sudah berada di tangannya,
berkilauan saking tajamnya.
"Ouw
Kian, aku belum kalah! Dia yang paling kuatlah yang patut menjadi ketua sebuah
perkumpulan!" Cepat sekali Lai Ban sudah menerjang dengan goloknya. Golok
bergagang emas itu menyambar ganas didahului pukulan Tiat-siang-kang jarak jauh
sehingga tentu saja hebat luar biasa!
"Ahhh...!"
Ouw Beng Kok mendengus marah.
Ouw Kian
juga kaget, cepat dia mengelak ke samping. Akan tetapi Lai Ban yang memang ahli
bermain golok, tidak memberi kesempatan kepada lawannya, goloknya berkelebatan
dan menjadi segulung sinar keemasan yang menyambar-nyambar.
Kepandaian
Ouw Kian baik dalam hal Ilmu Silat Tiat-ciang Kun-hoat mau pun tenaga sakti
Tiat-ciang-kang memang lebih tinggi setingkat dibandingkan dengan Lai Ban, akan
tetapi kalau Lai Ban menggunakan goloknya tentu saja Ouw Kian bukan
tandingannya. Biar pun sudah mengelak cepat, masih saja ujung golok menyerempet
paha kiri Ouw Kian hingga dia roboh terguling dengan paha mandi darah.
"Lai
Ban, manusia curang!" Tiba-tiba Ouw Beng Kok membentak dan tubuhnya
meloncat ke depan. Dia menudingkan telunjuknya dengan marah sekali ke arah muka
wakilnya itu lantas berseru keras, "Sungguh perbuatanmu tadi sangat
mencemarkan dan memalukan Tiat-ciang-pang! Sudah jelas bahwa ujian ini hanya
terbatas pada ilmu kita, mengapa kau menggunakan golok melukai Ouw Kian?"
Beberapa
orang pengurus cabang yang setia kepada Ouw Beng Kok segera menolong Ouw Kian,
memberi obat dan membalut luka di pahanya yang ternyata tidak hebat itu
sehingga Ouw Kian sudah dapat berdiri kembali dan kini memandang kepada Lai Ban
dan ayahnya penuh kekhawatiran. Dia tidak menghendaki terjadinya bentrokan di
antara para pimpinan Tiat-ciang-pang sendiri.
Lai Ban
berdiri menghadapi Ouw Beng Kok dengan golok di tangan, sikapnya menantang
ketika dia berkata, "Ouw-twako, sudah kukatakan bahwa aku tidak merasa
cocok dengan pendapatmu bahwa ilmu Tiat-ciang Kun-hoat tidak boleh dicampur
dengan ilmu silat lain. Buktinya, setelah kucampur dengan Kim-to-hoat (Ilmu
Golok Emas) memiliki kemampuan mengatasi Tiat-ciang Kun-hoat. Untuk menjadi
ketua harus mempunyai kepandaian yang paling tinggi, jika tidak, bagaimana
mungkin mampu memimpin perkumpulan? Kalau aku menjadi ketua, akan kupimpin
perkumpulan kita menjadi maju dan besar, dan akan kuajar ilmu golok kepada para
anggota."
"Lai
Ban! Engkau hendak berkhianat? Apa sih hebatnya ilmu golokmu itu? Biarlah aku
mencobanya dengan menggunakan Tiat-ciang-kang saja tanpa senjata!" Setelah
berkata demikian, Ouw Beng Kok menerjang maju dengan kedua tangannya,
menggunakan jurus Tiat-ciang Kun-hoat menyerang wakil ketua perkumpulannya
sendiri!
Para
penonton mulai menjadi gelisah. Peristiwa ini menjadi semakin menegangkan dan
hebat dan mereka dipaksa menjadi saksi pertikaian dalam perkumpulan itu. Mereka
tidak berani turut bicara karena maklum bahwa urusan itu tak berhak mereka
mencampurinya. Mereka menjadi bingung dan hanya saling pandang, bahkan para
murid dan anak buah Tiat-ciang-pang juga bingung, akan tetapi segera mereka
terpecah menjadi dua golongan, ada yang mendukung Ouw Beng Kok, ada yang mendukung
Lai Ban.
Melihat
serangan Ouw Beng Kok, Lai Ban melirik ke arah Thian-It Tosu sebagai isyarat
agar suheng-nya itu suka membantu karena dia maklum akan kelihaian si tangan
besi ini, akan tetapi dia pun cepat menyambut dengan bacokan goloknya sambil
melompat ke kiri. Terjadilah pertandingan yang lebih seru dan mati-matian.
Akan tetapi,
belasan jurus kemudian, ketika golok itu menyambar ke arah leher Ouw Beng Kok,
ketua Tiat-ciang-pang ini tidak mengelak, bahkan secepat kilat dia menangkap
golok itu dengan tangan kirinya yang palsu. Terdengarlah suara nyaring dan
golok itu berhasil dicengkeram, tak dapat terlepas lagi.
"Begini
sajakah ilmu golokmu?!" Ouw Beng Kok berseru.
Dia lantas
memukul dengan tangan kanannya, menggunakan Tiat-ciang-kang. Terpaksa Lai Ban
juga mengerahkan tenaga pada tangan kirinya, menangkis.
"Plakkk!"
Tubuh Ouw
Beng Kok tergetar, akan tetapi dia masih tetap berdiri. Kemudian sekali dia
mendorong, tubuh Lai Ban terlempar sehingga wakil ketua ini roboh sambil
memegang goloknya, darah segar mengucur keluar dari mulutnya. Ia terluka, walau
pun tidak hebat karena memang Ouw Beng Kok tidak hendak membunuhnya.
"Nah,
Lai Ban. Apakah masih hendak kau katakan bahwa Tiat-ciang-kang perlu dicampur
dengan segala macam ilmu golok?!" Ouw Beng Kok membentak.
"Siancai...
siancai... ucapanmu itu sungguh-sungguh takabur sekali, Ouw-pangcu!"
Tampak tubuh
berkelebat dan Thian It Tosu yang berjubah kuning dan membawa golok di
punggungnya telah berdiri di depan ketua Tiat-ciang-pang. Tosu tinggi kurus itu
tersenyum mengejek dan berkata,
"Ouw-pangcu,
mengapa engkau mencela ilmu golok kami? Benar-benarkah engkau tidak memandang
mata pada Kim-to-hoat kami? Jika memang begitu, pinto menantang Pangcu
menghadapi ilmu golok perguruan kami, hendak pinto lihat sampai di mana sih
hebatnya Tiat-ciang-kang yang tersohor!"
Ouw Beng Kok
menoleh dan cepat menjura, kemudian berkata, "Maaf, Totiang. Urusan ini
adalah urusan dalam perkumpulan kami sendiri dan sama sekali saya tidak
memandang rendah ilmu golok Totiang. Saya hanya mencela Lai Ban karena dia
adalah wakil ketua perkumpulan kami. Saya tuan rumah dan Totiang seorang tamu
terhormat, bagaimana saya berani bersikap tidak hormat? Harap Totiang sudi
duduk kembali."
Setelah
berkata demikian Ouw Beng Kok kembali ke tempat duduknya dan meninggalkan Thian
It Tosu karena dia tidak mau memancing keributan dalam pesta itu, sungguh pun
hal ini bukan berarti bahwa dia takut terhadap ketua Kim-to Bu-koan itu.
"Ha-ha-ha,
Ouw-pangcu benar-benar cerdik! Tentu saja ilmu golok Lai-sute tidak mewakili
ilmu golok kami yang sejati karena ilmu golok Sute sudah tercampur aduk dengan
segala macam ilmu silat cakar setan! Betapa pun juga, apa yang diusulkan Sute
tadi sangatlah tepat. Kenapa di antara kita harus bertentangan? Betapa akan
baiknya jika perkumpulan Tiat-ciang-pang disatukan dengan Kim-to Bu-koan, lalu
kedua ilmu kita dipersatukan pula sehingga menjadi ilmu yang tinggi, sedangkan
nama perkumpulan kalau diubah menjadi Kim-to Tiat-ciang-pang (Perkumpulan Golok
Emas Tangan Besi) bukanlah lebih gagah dan mentereng? Bukan sekali-kali karena
pinto terlalu pingin mempelajari Tiat-ciang-kang, karena sampai detik ini pun
pinto tidak pernah merasai kelihaian Tiat-ciang-kang, seperti juga para tokoh
Tiat-ciang-pang belum pernah merasai kelihaian kim-to yang sebenarnya.
Tiat-ciang-kang mengandalkan tangan yang keras melebihi baja, sanggup
mencengkeram golok dan menghancurkan batu. Wah, tentu hebat sekali! Tetapi
apakah di antara tokoh Tiat-ciang-pang ada yang begitu baik hati untuk
mencengkeram tangan pinto supaya pinto bisa merasakan kehebatannya? Hayo, siapa
yang sudi berjabat tangan dengan pinto dan menggunakan Tiat-ciang-kang?"
Tosu itu lalu mengulurkan tangan kanannya yang kurus, menantang untuk berjabat
tangan!
Karena kini
yang mencampuri urusan adalah orang luar, melihat sikap tosu itu yang amat
memandang rendah Tiat-ciang-kang, semua anggota Tiat-ciang-pang menjadi
penasaran dan marah. Akan tetapi karena maklum betapa lihainya tosu yang
sombong ini, apa lagi ketika mendengar bahwa tosu itu adalah ketua Kim-to
Bu-koan dan suheng dari Lai Ban, mereka pun menjadi gentar.
Hanya ada
dua orang ketua cabang yang merasa amat marah sudah melompat ke depan tosu itu
dan mereka ini sambil menahan kemarahan, menjura dan berkata, "Kami
memiliki sedikit tenaga Tiat-ciang-kang, walau pun masih belum sempurna biarlah
kami mewakili Tiat-ciang-pang untuk berjabat tangan dengan Totiang."
Ouw Beng Kok
mengerutkan keningnya. Ia maklum bahwa kedua orang muridnya itu baru menguasai
seperempat bagian saja dari Tiat-ciang-kang, akan tetapi karena ingin pula dia
mengetahui sampai di mana kekuatan tosu itu dan apa kehendaknya, maka dia pun
tidak melarang karena melarang pun hanya berarti jeri.
Sebaliknya,
Thian It Tosu memandang rendah, lalu mengulurkan kedua tangannya yang kurus dan
berkata, "Baik sekali ji-wi Sicu suka memberi pelajaran supaya membuka
mata pinto. Inilah kedua tanganku, bila sampai hancur oleh remasan
Tiat-ciang-kang ji-wi, pinto tidak akan menyesal."
Dua orang
ketua cabang itu lalu menyambut uluran tangan si tosu, yang kanan disambut
dengan tangan kanan ada pun yang kiri disambut pula dengan tangan kiri. Setelah
mereka saling menggenggam tangan, dua orang ketua cabang itu langsung
mengerahkan tenaga Tiat-ciang-kang mereka, mencengkeram dan meremas tangan yang
kecil dan kelihatan lemah itu.
"Krek!
Krek!"
Tosu itu
tertawa kemudian melepaskan tangannya, sedangkan dua orang ketua cabang
Tiat-ciang-pang itu meringis kesakitan, memegangi tangan mereka yang patah
tulangnya!
"Siancai...
kiranya tangan ji-wi tidak seperti besi, melainkan seperti kerupuk!"
Mendengar
ejekan ini, Ouw Kian tak dapat menahan kemarahannya lagi dan dia segera
melangkah maju ke depan tosu itu sambil membentak, "Tosu sombong, biarlah
aku yang mencoba tanganmu dengan tiat-ciang-kang!"
Ia lalu
mengulur tangan kanannya yang tampak kuat. Tanpa ragu-ragu tosu itu menerima
uluran tangan Ouw Kian dan mereka saling cengkeram. Berbeda dengan adu tangan
tadi, kini mereka saling mengerahkan tenaga dan kedua tangan mereka sampai
menggigil.
Diam-diam
tosu itu terkejut dan kagum karena memang Tiat-ciang-kang orang muda itu hebat.
Akan tetapi karena tingkat kepandaiannya lebih tinggi dan sinkang-nya lebih
kuat, maka pelan-pelan Ouw Kian mulai merasa betapa tangannya dihimpit dan
dicengkeram hebat. Ia mengerahkan tenaga, mempertahankan diri, namun sampai
peluhnya memenuhi dahi, dia tidak mampu mendesak bahkan makin dihimpit sehingga
tangannya terasa sakit sekali.
"Krekkk...!"
Tulang
tangan Ouw Kian ada yang patah, mukanya menjadi pucat saking nyerinya, akan
tetapi tosu itu sambil tertawa-tawa tidak mau melepaskan cengkeramannya karena
dia ingin mencengkeram hancur tangan Ouw Kian yang menjadi saingan sute-nya
ini. Hebat penderitaan Ouw Kian. Dia masih mengerahkan tenaga, namun rasa sakit
membuat dia kurang kuat.
“Krekk…!”
kembali terdengar suara ketika tulang jari ke dua patah, tetapi masih juga tosu
itu belum mau melepaskan tangannya!
Melihat ini,
semua orang menjadi pucat, dan Ouw Beng Kok cepat bangkit berdiri dan
membentak, "Tosu jahanam, akulah lawanmu!" Ia menerjang maju.
Thian It
Tosu tertawa, melepaskan tangannya dan mengirim tendangan kepada Ouw Kian yang
sudah lemas itu sehingga tubuh Ouw Kian terlempar. Dengan ringan sekali tosu
itu mengelak, mencabut goloknya kemudian balas menyerang dengan kelebatan
goloknya dari samping yang dapat dielakkan pula oleh Ouw Beng Kok.
"Ha-ha-ha,
kiranya pimpinan Tiat-ciang-pang hanya tukang mengeroyok belaka." Tosu itu
mengejek. "Marilah Ouw-pangcu. Sekarang marilah kita uji mana yang lebih
lihai antara Tiat-ciang-kang ilmumu itu dengan ilmu pinto Kim-to-hoat!"
Tosu itu
menggerak-gerakkan goloknya di depan dada dan nampak sinar berkeredepan.
Ternyata ilmu golok tosu ini jauh melampaui ilmu golok Lai Ban. Hal ini dapat
dilihat pula oleh Ouw Beng Kok yang diam-diam maklum bahwa kali ini, untuk
dapat menjaga nama baiknya, dia harus bertempur mati-matian mengadu nyawa
dengan tosu ini.
"Ha-ha-ha-ha,
pinto memang akan melampaui mayatmu, namun bukan untuk menguasai perkumpulanmu,
melainkan untuk membantu Sute agar perkumpulan kita menjadi besar dan juga
dipimpin secara benar, tidak seperti engkau yang hanya pintar menyombongkan
Tiat-ciang Kun-hoat yang kosong melompong!"
"Tunggu
dulu...!" Tiba-tiba terdengar teriakan nyaring.
Semua orang
memandang seorang pemuda muka hitam yang datang berlari dari ruangan tamu
rendahan, kemudian menghampiri tengah ruangan di mana dua orang tua itu sudah siap
akan bertanding. Tak ada seorang pun mengenal pemuda ini yang bukan lain adalah
Keng Hong.
"Ouw-pangcu,
harap jangan merendahkan diri melawan tosu tengik ini!" Sengaja Keng Hong
menghina tosu ini dengan makian keras.
Semua orang
terkejut dan Ouw Beng Kok juga memperhatikan. Akan tetapi karena dia tidak
mengenal pemuda muka hitam yang berpakaian sederhana itu, dan mengira bahwa
Keng Hong adalah seorang pemuda biasa saja yang mungkin hanya seorang di antara
anggota-anggota rendahan Tiat-ciang-pang, dia lalu membentak,
"Engkau
siapa? Mau apa mengganggu?"
Keng Hong
maklum akan sifat kegagahan ketua Tiat-ciang-oang ini. Kalau dia mengaku dan
memperkenalkan diri, tentu ketua itu tidak sudi dibantu oleh orang yang
dianggapnya musuh. Bahkan kalau dia mengaku orang luar sekali pun sudah tentu
ketua itu pun tidak mau merendahkan diri minta bantuan tenaga luar. Maka dia
lalu menggunakan akal dan berkata,
"Ahhh,
apakah Pangcu lupa kepada saya? Saya adalah seorang anggota dari luar kota.
Akan tetapi... siang malam saya melatih diri dengan Ilmu Silat Tiat-ciang
Kun-hoat dan tenaga Tiat-ciang-kang, saya melatih diri dengan tekun dan
mendapat kenyataan bahwa kedua ilmu itu adalah ilmu-ilmu yang sukar dicari
bandingnya di dunia ini. Sekarang ada tosu bau ini yang mengejek dan menghina
ilmu kita, mana bisa teecu (murid) berdiam diri saja? Apa bila masih ada
muridnya, perlukah gurunya turun tangan? Apa lagi kalau hanya menghadapi
seorang tosu yang begini tengik dan sombong, cukup teecu yang mengatasi dan
teecu mohon agar Pangcu tidak merendahkan diri melayaninya. Kalau teecu gagal,
barulah tokoh-tokoh Tiat-ciang-pang lainnya yang maju!"
Ouw Beng Kok
tertegun. Bukan main pemuda ini, begitu besar semangatnya. Dia kagum akan
kesetiaan pemuda ini, akan tetapi meski pun sudah mengingat-ingat, belum juga
dia mengenal siapakah pemuda ini dan kapan dia pernah melihat pemuda sederhana
ini.
Ia merasa
ragu-ragu. Tidak baik menyuruh seorang murid rendahan Tiat-ciang-pang maju dan
sekali gebrak saja tewas. Selain tidak perlu mengorbankan nyawa murid yang
masih rendah kepandaiannya, juga hal itu akan menjadikan buah tertawaan saja.
"Hemmm,
Totiang ini lihai, mengapa kau begini sembrono?"
"Pangcu,
tosu ini hanya lihai lagak dan suaranya saja. Orang macam ini adalah makanan
teecu. Percayalah, teecu akan sanggup merobohkannya!"
Mendengar
ucapan dan melihat lagak Keng Hong, terdengar suara ketawa di sana-sini. Mereka
yang tertawa ini sebagian adalah anggota-anggota Tiat-ciang-pang, ada pula para
tamu yang menganggap pemuda ini terlalu sembrono dan sombong. Jika Ouw Kian
yang menjadi putera Ouw-pangcu sendiri tidak sanggup mengalahkan tosu lihai
ini, apa lagi seorang bu-beng-siauw-cut (keroco) seperti pemuda muka buruk
hitam itu!
Ouw-pangcu
juga berpikir demikian dan karena tidak mau menjadi buah tertawaan, dia
membentak, "Bocah lancang! Kalau memang kau sudah pandai Tiat-ciang
Kun-hoat coba perlihatkan kepadaku!"
Semenjak
tadi Keng Hong menonton pertandingan adu silat yang menggunakan Ilmu Silat
Tiat-ciang Kun-hoat. Dia memiliki iangatan yang selain tajam juga kuat, sekali
melihat dia sudah dapat menangkap beberapa jurus terpenting. Maka dia cepat
meloncat ke depan, kedua kaki ditekuk rendah, tubuh tegak dan kedua tangan
dimiringkan di depan pusar.
"Coba
silakan Pangcu periksa, tidakkah sudah baik sekali gerakan teecu?" Ia lalu
bersilat dengan jurus-jurus Tiat-ciang Kun-hoat yang tadi sempat dilihatnya.
Gerakannya cukup gesit, akan tetapi hal ini menimbulkan rasa geli di hati Thian
It Tosu sehingga dia tertawa bergelak.
"Eh,
kenapa kau tertawa? Awas, sekali kena disodok tanganku yang mempunyai tenaga
sakti Tiat-ciang-kang, perutmu akan mulas dan usus buntumu kumat sehingga
engkau tak akan dapat tertawa, bahkan menangis pun tidak bisa!" Keng Hong
membentak, tentu saja ucapannya ini memancing suara ketawa terpingkal-pingkal
lagi dari para penonton.
Ouw-pangcu
mendongkol sekali. Celaka, pikirnya, dalam terancam bahaya kehancuran namanya,
masih muncul seorang badut gila!
"Orang
muda, pergilah dan jual kegilaanmu kepada orang lain!" Ia membentak.
"Pangcu,
harap suka mundur sebentar. Saya adalah murid Tiat-ciang-pang, dan sekarang
mendengar ada orang sudah menghina perkumpulan, saya berhak untuk membela nama
perkumpulan saya dengan taruhan nyawa. Pula, apa ruginya andai kata saya kalah
atau mati? Paling-paling saya mati, akan tetapi Pangcu dapat memperhatikan
gerakan-gerakan tosu bau ini. Apakah Pangcu takut saya mati? Saya sendiri tidak
takut!"
Ouw-pangcu
menarik napas panjang. Tentu saja kini dia tidak dapat berkeras dan sambil
mendengus marah dia lalu meloncat ke pinggir untuk memberi kesempatan kepada
orang gila ini membunuh diri di tangan tosu yang lihai itu.
Keng Hong
menjura ke arah Ouw-pangcu, kemudian tubuhnya membalik dan dia sudah memasang
kuda-kuda lagi, kuda-kuda dari Ilmu Tiat-ciang Kun-hoat yang kaku! Sikapnya
mengancam, seperti seekor anak kucing mengancam harimau sehingga tosu itu
kembali tertawa, diikuti suara ketawa para penonton.
"Eh,
tosu bau. Ketahuilah bahwa Tiat-ciang Kun-hoat adalah Ilmu yang amat hebat,
jauh lebih lihai dari pada golokmu penyembelih babi itu! Macam engkau ini mau
menantang Ouw-pangcu? Phuihhh, semut pun bisa mati kegelian mendengarnya."
Dimaki-maki
dan diolok sedemikian rupa oleh seorang ‘keroco’, hati tosu itu pun menjadi
panas sekali dan dia memaki marah, "Bangsat yang sudah bosan hidup! Apakah
hidupmu hanya untuk mati konyol? Tidak tahukah engkau bahwa sekali babat dengan
golokku aku dapat membuat tubuhmu putus menjadi delapan potong?"
Keng Hong
menyeringai, sengaja memperlihatkan muka mengejek. "Wah-wah, aku tidak
percaya dapat menemukan orang yang lebih takabur dari pada tosu bau yang tak
pernah mandi ini! Apa kau kira aku seekor babi yang biasa kau sembelih secara
diam-diam, babi tetangga lagi, kemudian kau ganyang mentah-mentah sambil
menutupi mukamu dengan jubah pendetamu?"
Thian It
Tosu sesungguhnya enggan bertanding melawan bocah sinting itu, akan tetapi
ucapan-ucapan Keng Hong bagaikan kilikan pada seekor jangkerik, membuat
telinganya merah dan kemarahannya memuncak. "Bedebah! Jahanam bermulut
busuk! Pinto akan membunuhmu dengan tubuh hancur!"
"Eiiittt,
eiiittt...!" Keng Hong melangkah mundur dengan gaya dibuat-buat, bukan
seperti orang bersilat, melainkan dengan pinggul megal-megol laksana badut
menari, kemudian dia berdiri tegak, mengacungkan telunjuknya dan bernyanyi!
Seorang
pendekar tidak memperlihatkan kegagahannya!
Seorang ahli
perang tidak dikuasai kemarahan!
Seorang yang
pandai menundukkan musuh tidak bertengkar!
Seorang yang
pandai memimpin tidak menekan!
Tapi engkau
ini monyet berpakaian manusia,
Jubah dan
doa menjadi kedok belaka!
Phuuuuiiih,
sungguh menyebalkan!
Karena Keng
Hong bernyanyi sambil berlagak seperti seorang pemain wayang beraksi di
panggung, banyak para tamu yang hadir tertawa terpingkal-pingkal, bukan hanya
karena merasa lucu, tapi juga terheran-heran betapa bocah itu begitu berani
mempermainkan si tosu yang lihai dan yang mendatangkan rasa tidak suka di hati
para tamu di samping rasa jeri.
Akan tetapi
Thian It Tosu yang tadinya marah itu kini melongo. Sejenak dia tercengang
ketika mengenal empat bait pertama dari nyanyian To-tik-keng, kitab suci para
tosu! Dia disindir dengan ayat-ayat kitab sucinya sendiri.
Keheranannya
berubah menjadi kemarahan memuncak ketika dia menerjang ke depan dengan pukulan
maut ke arah kepala Keng Hong yang cepat mengelak, menggunakan gerakan jurus
Tiat-ciang Kun-hoat seperti yang telah dilihatnya tadi.
"Eiiittttt,
jangan terburu nafsu, Totiang. Bukankah kau ingin mengalahkan Tiat-ciang-kang
dengan ilmu golok penyembelih babi itu? Hayo lekas cabutlah golokmu dan hadapi
Ilmu Tiat-ciang Kun-hoat kami yang mukjijat!"
"Bocah gila
kurang ajar! Tanpa golok pun aku sanggup sekali pukul membikin mampus
engkau!"
Tiba-tiba
Keng Hong menghentikan kuda-kudanya dan berdiri seenaknya, seolah-olah dia
tidak jadi bersilat. Ia memandang ke arah penonton dan mengomel.
"Coba,
betapa liciknya tosu ini. Tadi dia bilang bahwa ilmu goloknya lebih hebat dari
pada Tiat-ciang-kang, kini kutantang dia, tapi dia tidak berani mencabut
goloknya. Jangan licik. Kalau kau menghadapi aku tanpa golok, andai kata aku
menang sekali pun apa gunanya? Kau pandai sekali menjaga agar jangan sampai
ilmu golokmu kalah oleh Tiat-ciang-kang! Wah, benar-benar licin seperti belut
kepala dua engkau!"
Dapat
dibayangkan betapa marahnya Thian It Tosu. Seperti meledak rasa perutnya oleh
marah dan tak kuasa pula dia menahan hawa yang keluar dari perut melalui lubang
di belakangnya. Nyaring keras bunyinya seperti seekor katak tergencet. Keng
Hong sendiri sampai terbelalak heran, lupa untuk melucu ketika mendengar ini.
Benar-benarkah tosu itu membuang kentut? Terlalu amat sangat, ah!
Meledak
suara ketawa semua orang, bahkan Ouw-pangcu sendiri terpaksa menggunakan
telapak tangan menutupi mulutnya yang tertawa sambil menggelengkan kepala.
Orang yang benar-benar tak tahu malu, pikirnya.
Padahal tosu
itu tidak sengaja membuang gas beracun, hanya saking jengkelnya saja. Karena
kini menjadi buah tertawaan orang, dia langsung mencabut goloknya dan tanpa
mengeluarkan suara lagi dia menerjang maju. Agaknya dia ingin mencacah-cacah
tubuh Keng Hong seperti orang mencacah daging untuk bakso, demikian cepat dan
bertubi-tubi goloknya menyambar.
"Haiiiiitttt!
Wah, goloknya sih tidak seberapa akan tetapi baunya ini yang membuat orang
tidak tahan!" Keng Hong mengejek sehingga menimbulkan tertawa di samping
keheranan mereka yang menyaksikan betapa Keng Hong yang menggunakan gerakan
Ilmu Silat Tiat-ciang Kun-hoat itu selalu dapat mengelak dari sambaran golok
lawan!
Mula-mula
Ouw Beng Kok duduk melongo dan kedua tangannya mencengkeram lengan kursi saking
tegang hatinya. Kemudian dia terheran-heran menyaksikan betapa gerakan pemuda
aneh itu bersilat Tiat-ciang Kun-hoat yang amat kaku akan tetapi anehnya, tak
pernah ujung golok tosu itu menyentuh tubuhnya! Kelihatannya kadang-kadang
golok itu tak salah lagi akan mengenai tubuh, akan tetapi secara luar biasa
sekali golok itu selalu menyeleweng seolah-olah si tosu tak tega kemudian
sengaja menyelewengkan goloknya sehingga luput!
"Haiii,
hayaaaa... Luput lagi, sayang! Baunya sudah agak kurang, tidak merusak hidung
seperti tadi." Lagaknya mempermainkan sekali.
Diam-diam
Thian It Tosu terkejut setengah mati. Dia sudah mengerahkan ginkang-nya, sudah
mengerahkan tenaganya, akan tetapi anehnya, goloknya selalu meleset setiap kali
mendekati tubuh lawan, seolah-olah ada tenaga tersembunyi yang mendorong
senjatanya ke samping!
Makin lama
makin cepat dia menyerang dan akhirnya bulu tengkuknya meremang sendiri karena
bocah yang bersilat kaku tidak karuan dan jurusnya yang itu-itu juga selalu
dapat menghindarkan bacokan-bacokan dan tusukan-tusukannya!
Sebetulnya
kalau Keng Hong hanya mengandalkan Ilmu Silat Tiat-ciang Kun-hoat yang dia
pelajari hanya dengan melihat jurus-jurus yang sudah dimainkan dalam
pertandingan terdahulu tadi, mana mungkin dia mampu menandingi ilmu golok dari
ketua Kim-to Bu-koan itu? Tentu dia sudah roboh dalam beberapa jurus saja.
Akan tetapi,
tentu saja pemuda ini bukan semata-mata mengandalkan ilmu silat yang sama
sekali belum dikuasainya itu, melainkan mengandalkan kegesitan dan tenaga sakti
yang sudah ada di dalam tubuhnya. Ada pun gerakan-gerakan ilmu silat yang dia
tiru dari jurus-jurus Tiat-ciang Kun-hoat hanya merupakan kembangannya saja.
Ilmu silat
hanyalah cara mengatur gerakan kaki tangan serta tubuh sepraktis mungkin,
selain mengatur posisi tubuh agar dapat sebaiknya menghadapi lawan, juga agar
gerakan dapat teratur dan tidak ngawur, dapat mengubah-ngubah kedudukan tubuh
agar menjadi penyerang atau penjaga diri. Tetapi yang paling penting adalah
menguasai kegesitan dan tenaga.
Seekor
monyet yang tak mengerti ilmu silat telah memiliki kegesitan sebagai pembawaan
alam sehingga amatlah sulit untuk dapat memukul seekor monyet, demikian pula
dengan binatang-binatang kecil lainnya yang mempunyai kegesitan. Seekor gajah,
biar pun tidak pandai ilmu silat, merupakan lawan yang sangat berat karena
binatang ini telah memiliki tenaga dahsyat sebagai pembawaan alam pula.
Keng Hong
sudah mempunyai ginkang dan sinkang yang sangat luar biasa, sukar dicari
bandingnya, apa lagi dia sudah melatih diri dengan ilmu-ilmu silat tinggi yang
mencakup semua dasar ilmu silat sehingga tentu saja dengan mudah dia mampu
menghindarkan diri dari setiap sasaran golok Thian It Tosu. Hal ini bukan
dikarenakan kelihaian Tiat-ciang Kun-hoat, melainkan karena gerakannya jauh
lebih gesit dari pada lawannya itu.
Baginya,
gerakan Thian It Tosu merupakan gerakan-gerakan yang amat lamban sehingga mudah
dielakkan. Jangankan memakai gerakan jurus Tiat-ciang Kun-hoat yang tidak dia
kuasai benar, sedangkan kalau dia menghendaki, tanpa jurus apa pun dia akan
sanggup menghindarkan setiap tusukan atau bacokan golok lawannya itu.
Semua murid
yang berpihak kepada Ouw Beng Kok, mulai bersorak-sorak pada waktu menyaksikan
betapa ‘murid tak bernama’ dari Tiat-ciang-pang mampu mempermainkan tosu
sombong itu. Ouw Beng Kok sendiri sudah bangkit berdiri, semakin lama semakin
terheran-heran melihat betapa jurus-jurus Tiat-ciang Kun-hoat yang paling
banyak ada lima jurus yang dikuasai pemuda itu, ternyata mampu dipergunakan
untuk menghadapi serangan Kim-to yang begitu lihainya. Dia sendiri belum tentu
dapat menang menghadapi lima jurus yang diulang-ulang tanpa membalas sama
sekali!
Mulailah
timbul kesangsian dan pertanyaan dalam hatinya. Dia tak percaya, bahkan yakin
bahwa pemuda itu sama sekali bukan murid Tiat-ciang-pang, melainkan seorang
pemuda sakti yang sengaja hendak membela nama baik Tiat-ciang-pang, karena itu
diam-diam dia merasa berterima kasih sekali.
Lima puluh
jurus telah lewat dan sudah lebih dari seratus bacokan serta tusukan datang
menyambar dan selalu mampu dielakkan oleh Keng Hong. Tentu saja pemuda ini
tidak hanya mengandalkan kegesitan tubuhnya yang mengelak begitu saja karena
kalau hal ini dia lakukan, maka ada bahayanya tubuhnya akan tercium dan
terserempet golok.
Ilmu golok
yang dimainkan oleh Thian It Tosu amatlah hebat dan tosu itu sendiri sudah
memiliki tingkat kepandaian tinggi. Tidak, Keng Hong tidak hanya sekedar
mengandalkan ginkang-nya saja, akan tetapi diam-diam dia menyalurkan sinkang ke
arah dua lengannya sehingga setiap gerakan kedua tangannya membawa sambaran angin
sangat kuat yang cukup untuk membuat golok itu tertahan dan menyeleweng, tak
pernah dapat menyentuh kulit tubuhnya.
Thian It
Tosu sudah mandi peluh. Sebagian kecil karena serangan-serangannya yang tak
kunjung henti disertai tenaga sepenuhnya, sebagian besar karena penasaran,
marah dan juga gentar. Selama dia hidup, baru sekali ini dia bertemu lawan yang
hanya mengelak dan bertahan saja sampai lima puluh jurus menghadapi hujan
serangan goloknya!
"Heh-heh-heh,
ternyata begini saja ilmu golok yang kau sombongkan, tosu bau?" Keng Hong
mengejek.
"Wuuuuuutttt...!"
Golok menyambar ganas ke arah lehernya.
Keng Hong
memperlambat gerakannya sehingga terdengar seruan tertahan disana sini yang
mengira bahwa sekali ini leher pemuda itu akan terbabat putus. Akan tetapi pada
detik terakhir, Keng Hong merendahkan tubuhnya kemudian mengkeretkan leher
seperti kura-kura menarik kepalanya, dan kembali sambaran golok itu luput lagi.
"Wah,
sayang sekali, ya? Luput lagi! Eh, tosu bau, mengapa seranganmu sejak tadi
luput melulu? Bukan ilmu golokmu yang buruk, melainkan engkau yang tidak becus
mainkan golok!"
"Siuuutttt!"
Golok
membacok kepala. Seperti tadi, Keng Hong memperlambat elakannya dan baru
miringkan tubuh setelah golok dekat sekali.
"Luput
lagi! Thian It Tosu, sekarang engkau sudah yakin kelihaian Tiat-ciang Kun-hoat
yang dapat mengatakan golokmu penyembelih babi?"
"Bocah
setan!" Thian It Tosu menusukkan goloknya ke perut Keng Hong.
Pemuda ini
membuat gerakan jurus yang dilihatnya tadi, akan tetapi jika jurus tadi hanya
mengelak, kini dia tambahkan dengan penggunaan dua buah jari tangan telunjuk
dan jari tengah kanan, diulur cepat dan menjepit punggung golok dari atas.
"Cetttt!"
Golok itu terhenti gerakannya!
Thian It
Tosu membetot-betot sekuat tenaga, akan tetapi tidak mampu menarik kembali
goloknya. Dia melotot dan penasaran sekali. Masa dia kalah oleh tenaga jepitan
kedua tangan? Ia lantas mengerahkan seluruh tenaga, bukan hanya tenaga sinkang,
melainkan ditambah tenaga kasar, kedua kakinya menekan tanah di depan, tubuhnya
mendoyong ke belakang!
Orang yang
sedang dikuasai nafsu amarah kehilangan kewaspadaannya, dan karena itu maka
seorang ahli silat akan tetap tenang dan sabar, tidak mau dikuasai kemarahan
yang merupakan pantangan besar. Akan tetapi, setelah dipermainkan oleh Keng
Hong, tosu itu lupa akan pantangan ini, dan sikapnya yang mengotot untuk membetot
kembali goloknya amat menggelikan, seperti sikap seorang anak kecil
memperebutkan barang mainan!
Keng Hong
tersenyum dan menanti saat baik, kemudian secara tiba-tiba dia mendorong golok
itu dengan dua jari tangannya sambil melepaskan jepitan. Tanpa dapat dicegah
lagi tubuh Thian It Tosu terjengkang dan terbanting ke atas tanah sampai
berdebuk bunyinya. Masih untung dia cepat menggulingkan tubuhnya sehingga
kepalanya tidak terbanting ke tanah. Dia melompat bangun dan berdiri
terengah-engah, matanya melotot dan mukanya merah, rambutnya riap-riapan,
pakaiannya kotor terkena tanah.
Melihat ini,
Ouw Beng Kok yang sudah semenjak tadi bangkit berdiri itu berkata,
"Totiang, apakah Totiang tidak mau melihat kenyataan dan suka mengalah?
Harap Totiang jangan mencampuri urusan dalam perkumpulan kami"
"Heh,
orang she Ouw! Engkau boleh maju mengeroyok sekalian!" jawab tosu yang
sudah marah bukan main itu.
Mendengar
ini wajah Ouw Beng Kok menjadi merah dan dia melangkah mundur, duduk kembali di
atas kursinya, meneguk araknya dan mengambil keputusan untuk membiarkan pemuda
aneh yang menolong nama baik Tiat-ciang-pang itu memberi hajaran kepada tosu
sombong ini.
"Ha-ha-ha,
tosu yang sombong. Sudah jelas bahwa ilmu golokmu sama sekali tak mampu
mengalahkan Tiat-ciang Kun-hoat yang kumainkan. Padahal aku belum lagi
mengeluarkan pukulan Tiat-ciang-kang yang jarang ada bandingnya di dunia ini,
kutanggung sekali pukul akan membikin putus... tali kolormu!"
Ucapan ini
kembali memancing ledakan suara tertawa, bahkan ada yang bertepuk tangan saking
gembiranya menyaksikan tosu kurus yang hendak mengacau Tiat-ciang-pang itu
benar-benar dipermainkan, tidak hanya dalam ilmu silat, namun juga dalam
perbantahan. Pemuda ‘murid’ Tiat-ciang-pang itu sudah mempermainkan si tosu
habis-habisan dengan ilmu silat dan kata-kata.
Thian It
Tosu sebetulnya bukanlah seorang bodoh. Kalau bodoh tidak mungkin dia bisa
menjadi ketua Kim-to Bu-koan, biar pun perkumpulannya atau perguruannya itu
namanya makin surut dan suram. Akan tetapi, sungguh pun dia dapat menduga bahwa
pemuda ini seorang yang sakti, kemarahan telah membuat dia mata gelap dan
nekat.
Mendengar
ejekan pemuda itu, dia lalu menggerakkan goloknya dengan cepat dan penuh
tenaga. Di dalam hatinya dia tetap tidak dapat percaya bahwa pemuda ini akan
mampu merobohkannya dan mengira bahwa lawannya hanya mengandalkan gerakan
lincah saja, sungguh pun kenyataan yang baru saja dia alami, yaitu pemuda itu
sanggup menjepit goloknya dengan dua buah jari, seharusnya merupakan hal yang
telalu aneh baginya.
"Tosu
nekat minta dihajar!" Keng Hong berseru.
Sekarang dia
melompat ke kiri menghindarkan diri dari terjangan golok, kemudian kedua
tangannya bergerak cepat bukan main melakukan pukulan dengan gaya
Tiat-ciang-kang ke arah kepala dan tenggorokan! Dia tidak pernah mempelajari
Tiat-ciang-kang, tentu saja dia tidak bisa mengerahkan tenaga itu, akan tetapi
gaya pukulannya dapat dia tiru dan yang meluncur keluar dari kedua tangannya
bukanlah tenaga Tiat-ciang-kang, melainkan tenaga saktinya sendiri yang puluhan
kali lebih hebat dari pada Tiat-ciang-kang!
Thian It
Tosu terkejut bukan main ketika merasai adanya sambaran angin pukulan yang
demikian dahsyat ke arah muka serta lehernya. Pukulan itu amat cepat maka dia
cepat mengangkat golok dibabatkan ke atas diikuti tangan kirinya yang menjaga
tubuh bagian atas.
Golok
berkelebat menjadi sinar berkilau, kedua tangan Keng Hong agaknya akan terbabat
golok. Tetapi pemuda ini sesungguhnya hanya memancing saja dan pada saat
lengannya sudah dekat sekali dengan golok, tiba-tiba dia sudah mengubah
gerakannya, tangannya menyelonong ke bawah.
"Brettt...!"
Terdengar
suara orang tertawa-tawa dan bersorak riuh-rendah pada waktu celana tosu itu
putus kolornya dan karena celana itu kebesaran, maka seketika merosot turun.
Hebatnya, kakek ini ternyata tidak memakai pakaian dalam sehingga merosotnya
celana yang lalu berkumpul di bawah kakinya itu membuat tubuh bawahnya telanjang
bulat hingga tampak jelas semua bagian tubuh ini.
"Wah-wah-wah,
tak tahu malu!" Keng Hong mengejek sehingga memancing suara ketawa lebih
hebat lagi.
Thian It
Tosu hampir pingsan saking malu dan marah. Dengan tangan kirinya mendekap
bagian rahasia tubuhnya, tangan kanan mengangkat golok tinggi-tinggi, ia lalu
menerjang maju. Akan tetapi tubuhnya terguling karena dia lupa akan celananya
dan kedua kakinya yang terbelit celana itu membuatnya terjerat dan roboh!
Thian It
Tosu menjadi pucat mukanya. Dia menggigit goloknya, kemudian dia bangkit dan
menarik celananya ke atas, mengikat celananya dengan kolor yang putus itu
sedapatnya, kemudian menyambar kembali goloknya dan dengan mati-matian dia
menerjang pemuda yang masih tersenyum-senyum.
Sekali ini
Keng Hong tidak mau main-main lagi. Tubuhnya bergerak ke depan dan sebuah
tamparan dengan jari tangan terbuka membuat lawan terpental karena tangan kanan
tosu itu sudah patah oleh hantaman jari-jari tangannya! Tosu itu terhuyung
mundur dan berdiri dengan muka pucat serta mulut meringis kesakitan.
"Thian
It Tosu!" Kini Keng Hong berkata dengan suara nyaring dan penuh wibawa,
tidak lagi bermain-main seperti tadi, sikapnya angkuh dan seperti seorang
dewasa benar.
"Engkau
adalah seorang tosu, bahkan juga ketua dari sebuah perguruan seperti Kim-to
Bu-koan, akan tetapi kenapa engkau masih suka mengumbar nafsumu?
Tiat-ciang-pang melakukan pemilihan ketua baru adalah urusan dalam, tidak boleh
dicampuri orang luar, akan tetapi mengapa engkau dengan menggunakan ketajaman
golokmu hendak merebut kekuasaan? Andai kata engkau berhasil merebut kekuasaan,
apa kau kira para anggota Tiat-ciang-pang akan sudi menerimamu? Dan apakah
artinya kedudukan yang kau rebut jika para anggota tidak menerimanya? Apa
artinya raja tanpa rakyat? Apa artinya jenderal tanpa prajurit? Apa artinya
ketua tanpa anggota? Totiang, engkau tentu maklum bahwa yang memperebutkan
takkan mendapatkan dalam arti kata yang sesungguhnya. Lupakah Totiang dengan pelajaran
agama Totiang sendiri bahwa, ‘To adalah: selalu menang tanpa merebut, mendapat
sambutan tanpa berkata, semua datang tanpa memanggil, selalu berhasil tanpa
rencana. Jalan langit lebar dan luas, biar jarang namun tiada yang bocor’.
"Mengapa Totiang sekarang mempergunakan kekerasan untuk merebut kedudukan
yang bukan menjadi hak Totiang?"
Mendengar
ucapan ini dan melihat sikap Keng Hong, semua orang tertegun, juga Ouw Beng Kok
semakin kagum, akan tetapi Thian It Tosu yang ditegur dengan menggunakan pelajaran
dari kitab agamanya sendiri, malah menjadi semakin marah.
Ia sudah
merasa kepalang, kalau sekarang mundur berarti dia harus menderita malu yang
luar biasa, dan hal ini akan menghancurkan sama sekali namanya. Maka tanpa
menjawab dia lalu menerjang lagi dengan kedua tangan karena goloknya sudah
lenyap. Walau pun tangan kanannya patah tulangnya dan sakit rasanya, namun
kakek ini masih cukup kuat menerjang maju, bahkan mempergunakan tangan kanan
yang patah tulang lengannya itu untuk menyerang lagi...
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment