Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Petualang Asmara
Jilid 28
KINI sambil
tersenyum Kim Seng Siocia melangkah perlahan menghampiri pembaringan, dan
setiap langkah terasa oleh Kun Liong seolah-olah seluruh kamar itu tergetar
seperti terjadi gempa bumi!
Setelah kini
tampak kedua buah kaki wanita itu, Kun Liong merasa seram bukan main. Kaki
gajah! Kaki yang besarnya ada empat kali kakinya sendiri! Apa lagi ketika kaki
itu melangkah, seluruh tubuh yang merupakan gumpalan-gumpalan daging yang
bertumpuk menjadi satu itu bergoyang-goyang semua! Kun Liong hampir pingsan
ketika wanita itu akhirnya berdiri dekat sekali di hadapannya, dan hidungnya
mencium bau minyak wangi yang terlalu keras sehingga membuat dia sukar
bernapas.
"Hi-hi-hik,
Koko... jangan malu-malu, suamiku... aku cinta padamu..."
Cepat luar
biasa, tak sesuai dengan bentuk tubuhnya, Kim Seng Siocia sudah menubruk
sehingga Kun Liong terjengkang dan terlentang di atas pembaringan, lenyap
tertindih oleh bukit daging itu! Kun Liong megap-megap tak dapat bernapas,
hanya kedua kakinya yang kelihatan bergerak-gerak dan kedua lengannya yang
terpentang.
"Ehh...
ohh... nanti dulu... ehh, Siocia... ehh, Moi-moi..." Dia gelagapan ketika
Kim Seng Siocia menutupi mukanya dengan ciuman-ciuman kasar sehingga hampir
seluruh muka Kun Liong basah oleh ciumannya.
Ketika
merasa betapa wanita itu menjadi semakin ganas dan mulutnya yang besar itu
menutupi separuh mukanya, Kun Liong cepat menggerakkan dua jari tangannya
menotok pundak wanita itu, menotok jalan darah hong-hu-hiat-to untuk membuat
wanita itu lemas. Akan tetapi dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika
merasakan kedua jari tangannya menotok daging yang sedemikian tebalnya sehingga
jari tangan itu tidak dapat mencapai jalan darah! Mengertilah dia bahwa wanita
ini menjadi kebal bukan lain karena jalan darah di tubuhnya terlindung oleh
ketebalan dagingnya!
Dia kaget,
akan tetapi Kim Seng Siocia juga terkejut. Kesempatan ini dipergunakan oleh Kun
Liong, dia menggigit bibir wanita itu untuk mencegahnya berteriak, dan
mengerahkan Thi-khi I-beng ketika wanita itu menggunakan kedua tangan
mencengkeram pundaknya.
"Iiihhhh...
oooohhhh...!" hanya keluhan ini yang keluar dari mulut Kim Seng Siocia
yang bibirnya masih tergigit oleh Kun Liong ketika dia merasa betapa
sinkang-nya memberobot keluar, membanjir melalui kedua telapak tangan, tersedot
oleh hawa mukjijat dari dalam tubuh pemuda itu.
Memang
kesempatan inilah yang dinanti-nanti Kun Liong, yang sejak tadi diasah di dalam
benaknya. Dia maklum akan kelihaian wanita ini, dan kalau saja wanita itu
berada dalam keadaan siap siaga, apa lagi dengan cambuk sakti yang ditaruh di
atas meja itu, dia tidak akan mampu menolong Hong Ing. Dia tidak akan sanggup
mengalahkan wanita ini dan membuatnya tak berdaya tanpa mampu berteriak.
Tadinya,
menurut rencananya, dia akan menotoknya begitu wanita itu menerkamnya di tempat
tidur. Akan tetapi ternyata totokannya gagal, sehingga terpaksa dia menggunakan
Thi-khi I-beng sambil ‘menahan’ mulut Kim Seng Siocia supaya jangan berteriak,
dengan jalan mengigigit bibirnya!
Makin lama
Kun Liong merasa makin pengap karena onggokan daging yang membukit itu makin
menghimpitnya, makin panas rasa tubuhnya karena kemasukan sinkang dan makin
lemah pula tubuh Kim Seng Siocia! Kun Liong tidak berniat membunuhnya, maka
begitu melihat bahwa wanita itu sudah tak mampu meronta lagi karena sinkang-nya
telah hilang setengahnya lebih, dia lalu mempergunakan ujung bantal untuk
menyumpali mulut yang lebar itu, kemudian menggunakan alas tempat tidur untuk
mengikat kaki tangannya.
Dia maklum
bahwa apa bila wanita itu bertenaga sepenuhnya, tentu ikatan itu tidak ada
artinya. Akan tetapi dalam keadaan sinkang-nya sudah tersedot terlalu banyak,
membuat wanita itu seperti tidur, atau setengah pingsan dan mendengkur keras
seperti seekor babi, Kun Liong sudah merasa cukup.
Dia lalu
meloncat dari tempat tidur, maksudnya hendak meloncat dan berpakaian. Akan
tetapi hampir dia menjerit ketika loncatannya itu membuat tubuhnya melayang ke
atas! Dia lupa bahwa penambahan tenaga sinkang di tubuhnya membuat tenaganya
menjadi berlebihan dan tubuhnya terasa seperti bola karet yang penuh hawa,
merasa seolah-olah tubuhnya menjadi sebesar tubuh Kim Seng Siocia!
"Dukkkk!"
Kepalanya
yang gundul terbentur pada langit-langit kamar hingga langit-langit itu ambrol
dan pecah! Dia terkejut sekali, baru teringat, maka cepat dia mengatur tenaga
yang liar menjelajahi seluruh tubuh itu sesuai dengan petunjuk Cia Keng Hong.
Biar pun
dadanya masih terasa sesak dan tubuhnya terasa panas, namun dapat juga dia
mengenakan pakaiannya. Dia maklum bahwa tanpa mengurangi hawa yang disedotnya
dari Kim Seng Siocia itu, dia seperti orang mabuk dan akan sukar menguasai
tenaga yang berlebihan.
Maka dia
lalu meloncat, menerobos melalui langit-langit yang jebol tadi, mempergunakan
ginkang-nya yang menjadi berlipat ganda itu berkelebat keluar dari istana. Dia
memasuki hutan yang gelap dan setelah merasa yakin di situ tidak terdapat orang
lain, mulailah dia menghamburkan tenaga kelebihan dari tubuhnya itu untuk
memukul batu-batu dan pohon besar. Dalam waktu singkat, lima buah batu besar
hancur dan tujuh batang pohon besar tumbang! Barulah terasa enak tubuhnya,
ringan dan tidak mabuk seperti tadi.
Dia lalu
melesat kembali menuju ke istana hendak menolong Hong Ing sebelum Kim Seng
Siocia dapat melepaskan dirinya atau sebelum para pembantu wanita itu ada yang
tahu. Dia bergidik ngeri bila dia mengenangkan pengalamannya dalam kamar Kim
Seng Siocia tadi.
Memang dia
bukanlah perjaka lagi, dan dia sudah berenang di lautan cinta dengan Hwi Sian,
akan tetapi hal itu dilakukan oleh keduanya atas dasar suka rela. Akan tetapi
tadi? Bukan main ngerinya! Dan dia tak dapat membayangkan apa akan jadinya
dengan dirinya kalau saja dia tidak memiliki Thi-khi I-beng!
Dengan
tergesa-gesa namun hati-hati sekali Kun Liong memeriksa seluruh bagian istana
dan akhirnya dia dapat menemukan tempat rahasia di mana Hong Ing ditahan.
Tempat itu merupakan bagian belakang istana, rapat terkurung dinding baja dan
pada bagian depan terjaga oleh belasan orang wanita.
Dengan sigap
dan cepat sekali, tanpa diketahui mereka, Kun Liong lalu meloncat ke atas
genteng tempat tahanan itu, kemudian membuka atap dan mulai mengintai ke bawah.
Dia melihat pemandangan yang amat mengherankan.
Hong Ing
masih seperti tadi, kaki tangannya dibelenggu dengan tali hitam yang bisa mulur
dan sukar diputuskan itu, dijaga oleh Acui yang memegang pedang dan menodongkan
pedang itu ke tubuh Hong Ing, siap sewaktu-waktu untuk menusuk tubuh tawanan
itu apa bila majikannya memberi tanda! Keadaan Hong Ing benar-benar amat
berbahaya karena andai kata tadi Kim Seng Siocia sempat mengeluarkan jeritan
mencurigakan sedikit saja tentu pedang di tangan Acui itu sudah menembus
jantungnya!
Selagi dia
yang bersikap hati-hati itu, mencari-cari di mana adanya Amoi, dia mendengar suara
tertawa pelayan genit itu dan muncullah Amoi bersama Marcus bergandeng tangan
dari sebuah kamar di samping tempat tahanan itu. Wajah Amoi berseri kemerahan
dan rambutnya kusut.
"Enci
Acui, sekarang giliranmu. Biarlah aku menjaganya!"
Acui
tersenyum, memberikan pedangnya kepada Amoi dan dia sendiri lalu dirangkul oleh
Marcus dan keduanya memasuki kamar sebelah. Kesempatan ini tidak disia-siakan
oleh Kun Liong. Cepat dia menyambar turun sebelum Amoi yang nampak kelelahan
itu sempat menodongkan pedangnya kepada Hong Ing.
Amoi
terkejut mendengar suara angin bertiup dari atas. Dia membalik namun terlambat,
karena tubuh Kun Liong yang menukik turun sudah menyambar dirinya. Sekali
tangannya bergerak pedang itu sudah terampas olehnya dan sebuah tamparan perlahan
ke pundak Amoi membuat gadis ini menjerit dan terguling.
Mendengar
jeritan ini, Acui bertanya dari dalam kamar, "Amol, ada apakah?"
"Enci
Acui, tolong...!"
Acui dan
Marcus berloncatan keluar dari kamar, keduanya sama-sama dalam keadaan setengah
telanjang. Melihat betapa Kun Liong sudah menyambar dan memondong tubuh Hong
Ing, Acui cepat menubruk sambil memukul. Akan tetapi sekali ini Kun Liong tidak
menaruh sungkan atau kasihan lagi karena keadaan Hong Ing terancam.
Dia
mendahului gadis itu dengan sebuah tendangan yang segera mencium lutut kiri
gadis ini sehingga Acui terkejut sekali, berteriak dan terjungkal. Kun Liong
tidak mempedulikan mereka lagi, lebih-lebih karena Acui dan Amoi sudah mulai
berteriak-teriak memanggil kawan-kawannya. Dia memondong tubuh Hong Ing dan
meloncat melalui atas atap.
Baru saja
tubuhnya muncul ke atas genteng, dia sudah disambut oleh lima orang gadis
penjaga yang bersenjata tombak. Lima buah mata tombak menusuknya dari lima
penjuru. Akan tetapi tubuh Kun Liong sudah mencelat ke atas, menukik cepat
sekali ke kiri dan menyambar sebatang tombak sebelum pemiliknya sempat melihat
jelas apa yang terjadi.
"Krekkk!"
Bagian ujung
tombak yang runcing dipatahkan oleh Kun Liong, kemudian dengan jurus Ilmu
Tongkat Siang-liong-pang, akan tetapi hanya mainkan sebatang tongkat saja
karena lengan kirinya mengempit tubuh Hong Ing, dia lantas menyerang.
Terdengar
empat kali suara nyaring akibat empat batang tombak pengeroyoknya sudah patah
semua. Kun Liong membuang tongkatnya dan meloncat turun, bukan ke atas tanah di
bawah di mana sudah menunggu puluhan orang gadis bersenjata lengkap, melainkan
meloncat ke sebuah pohon dan dari sana, menggunakan ginkang-nya yang bertambah
karena penyedotan sinkang dari Kim Seng Siocia tadi, dia meloncat lagi ke atas
pohon di depan, kemudian menghilang ke dalam gelap.
***************
Sampai lama
sekali Kun Liong melarikan diri dengan hati-hati karena malam itu gelap sekali
dan hanya diterangi oleh bintang-bintang di langit. Dia menuruni puncak dengan
hati-hati, kadang-kadang harus meraba-raba lebih dulu dengan kakinya, sampai
dia jauh meninggalkan istana Kim Seng Siocia. Akan tetapi dia maklum bahwa anak
buah Kim Seng Siocia terus melakukan pengejaran, maka dia tidak mau berhenti
berjalan dan mulai menuruni puncak dengan hati-hati. Di tengah jalan dia
melepaskan ikatan kaki tangan Hong Ing dan tiba-tiba dara itu berkata,
"Lepaskan
aku! Aku bukan bayi yang harus dipondong. Aku bisa jalan sendiri!"
Kun Liong
terkejut dan heran sekali. Susah payah dia menolong gadis ini, bahkan melalui
pengalaman yang mengerikan pada saat dia dihimpit oleh gumpalan daging
menggunung, dan sekarang begitu dapat bicara, Hong Ing malah mengeluarkan
kata-kata yang keras! Akan tetapi dia menurunkan gadis itu dan mereka terus
bergerak perlahan melanjutkan perjalanan mereka menjauhi istana Kim Seng
Siocia.
Keheranan
hati Kun Liong makin bertambah saat dia melihat betapa Hong Ing melakukan
perjalanan dengan sikap diam, tanpa pernah bicara, dan kadang-kadang kalau dia
dapat memandang wajah itu di bawah sinar bintang yang remang-remang, dia
melihat wajah itu cemberut. Ingin sekali dia bertanya mengapa gadis itu menjadi
tak senang hati, bahkan seperti orang marah, akan tetapi karena mereka sedang
melarikan diri dari kejaran anak buah Kim Seng Siocia, dia pun tidak banyak
bertanya.
Ketika
mereka dipaksa berhenti oleh keadaan jalan yang amat berbahaya, selain cuaca
makin gelap karena halimun menutupi cahaya bintang yang hanya sedikit itu, dan
banyak jurang melintang di depan menghadang perjalanan mereka, dan mereka sudah
berlindung di bawah sebuah bukit batu yang berlubang sehingga merupakan goa
kecil, dengan api unggun yang menghangatkan badan mereka, barulah Kun Liong
bertanya.
"Hong
Ing, kenapa kau kelihatan seperti orang berduka dan tidak senang hati?"
Sambil duduk
membelakangi Kun Liong, kemudian bahkan merebahkan diri miring, Hong Ing
menjawab dengan sikap acuh tak acuh dan suara yang datar, "Mengapa aku
harus tidak senang hati? Aku sudah ditolong, bukan? Tidak, aku tidak apa-apa,
hanya ingin tidur karena lelah."
Jawaban ini
tentu saja sama sekali tidak memuaskan hati Kun Liong, akan tetapi dia pun
mengeraskan hatinya. Kalau tidak mau mengaku, sudahlah, bukan urusannya. Maka
dia pun menjawab datar, "Kalau begitu, kau tidurlah, biar aku yang menjaga
di sini sampai pagi."
Mendongkol
juga hati Kun Liong karena dara itu tidak menjawab, melainkan menggeser
tubuhnya lebih dekat dengan api unggun agar hawa dingin tidak terlalu
mengganggunya. Hemm, sikapnya begitu tidak acuh, begitu sombong! Sombongkah
Hong Ing? Seingatnya tidak, tetapi mengapa sekarang...? Hemm, dan mengapa pula
dia menjadi tidak enak hati, tidak senang melihat sikap dara itu tidak pedulian
kepadanya?
Kun Liong
duduk termenung. Malam telah tua. Sunyi sekali sekeliling itu, sesunyi hati Kun
Liong. Akan tetapi pikirannya mulai mengaduk kesunyian dan dia mengingat-ingat
semua pengalaman yang telah dialaminya. Terutama sekali hal-hal yang baru saja
terjadi, yang amat berkesan di hatinya.
Kematian
ayah bundanya yang sudah impas karena lima orang datuk kaum sesat yang membunuh
mereka itu telah terbunuh semua. Usul ikatan jodoh antara dia dan Cia Giok Keng
yang tidak disetujui oleh dara itu. Kematian Souw Li Hwa dan Yuan yang sangat
mengharukan hatinya dan yang mulai merubah pandangannya tentang cinta kasih
antara pria dan wanita. Kemudian pengalamannya bersama Lim Hwi Sian yang tidak
mungkin dapat dia lupakan selama hidupnya. Dan yang terakhir pengalaman
mengerikan dengan Kim Seng Siocia sampai saat ini.
Mengapa
jalan hidupnya selalu melintasi persoalan cinta? Mengapa banyak benar gadis
yang dijumpainya dan dikenalnya, dan yang menimbulkan rasa suka dalam hatinya?
Akan tetapi, cintakah semua itu? Tidak, dia yakin itu bukanlah cinta seperti
yang disebut-sebut orang!
Dia suka
kepada Yo Bi Kiok, kepada Souw Li Hwa, Cia Giok Keng, Lim Hwi Sian, Yuanita,
karena mereka adalah dara-dara yang cantik jelita dan memiliki daya tarik
masing-masing yang khas sehingga dia merasa suka dan tertarik. Akan tetapi itu
bukan cinta! Bahkan apa yang dilakukannya bersama Hwi Sian pada malam itu, bagi
dia sama sekali bukan karena dorongan cinta, melainkan karena rangsangan dan
dorongan nafsu birahi. Entah bagi Hwi Sian. Cintakah itu?
Dan apa yang
dilakukan Kim Seng Siocia terhadapnya itu, jelas bukan cinta karena Kim Seng
Siocia memaksanya menjadi suami dengan tujuan hendak mengajaknya membantu dalam
usahanya membalas dendam kepada Cia Keng Hong.
Dan
bagaimana perasaannya terhadap Hong Ing? Dia menundukkan muka memandang tubuh
yang meringkuk membelakanginya itu. Cintakah dia kepada Hong Ing? Ahhh, tentu
saja tidak. Kalau kepada yang lain dia tidak pernah mencinta, mengapa kepada
Hong Ing ada kecualinya? Dia hanya suka kepada Hong Ing, suka dan merasa kasihan
mendengar riwayat dara yang terpaksa menjadi nikouw untuk menghindarkan dirinya
dari pernikahan paksaan itu. Mengapa benar dia harus jatuh cinta kepada Hong
Ing?
Kemudian
terbayanglah peristiwa di atas kapal yang terbakar. Terbayanglah dua makhluk
orang muda yang dengan ikhlas suka mati bersama. Yuan dan Li Hwa! Mereka saling
berpelukan sampai pada saat terakhir, sampai kapal yang terbakar itu membawa
mereka tenggelam. Itukah cinta? Agaknya itulah!
Saling
membela, siap untuk mengorbankan diri sampai mati! Itukah cinta? Apa bila perlu
membasmi siapa saja dengan kekerasan, membasmi mereka yang hendak menghalangi
hasrat mereka untuk hidup bersama. Inikah cinta antara pria dengan wanita?
Membawa kekerasan, pertentangan, bahkan kematian yang begitu mengerikan?
Agaknya
itulah cinta yang disanjung-sanjung manusia, cinta antara pria dan wanita dan
segala sesuatu yang tercakup di dalamnya. Cemburu, iri hati, nafsu birahi,
kesenangan, kekecewaan, kepuasan, kemarahan, kedukaan dan kebencian. Semuanya
ini tercakup di dalam perasaan yang disebut cinta!
"Hemmm,
kalau begitu selamanya aku tak mau jatuh cinta!" Kun Liong mengepal
tinjunya dan kembali pandang matanya menimpa punggung Hong Ing.
Kalau bukan
cinta, lalu apakah itu yang mendorong dia melakukan segala pengorbanan demi
untuk menyelamatkan Hong Ing? Hanya karena kasihan begitu saja? Ataukah ada
udang di balik batu, ada sesuatu di balik semua itu? Mengapa dia mau bersusah
payah menyusul Hong Ing ke Go-bi-san sampai dia kesasar ke istana Kim Seng
Siocia akan tetapi yang malah merupakan suatu kebetulan karena ternyata orang
yang dicarinya, Pek Hong Ing, memang berada di situ? Bukankah itu cinta
namanya?
"Tidak!
Aku tidak mau jatuh...!" Tiba-tiba dia menghentikan kata-katanya ini.
Ternyata
diluar kesadarannya, dia telah meneriakkan suara hatinya ini hingga dia melihat
Hong Ing bergerak, agaknya terbangun oleh kata-katanya tadi. Betapa tololnya
dia! Dan dara ini kelihatan begini angkuh! Jika kini dia memperlihatkan bahwa
dia agaknya hampir saja jatuh cinta, tentu dara ini akan menjadi semakin angkuh
saja! Tidak, dia tidak akan merendahkan diri sedemikian rupa, hanya karena dia
suka dan kasihan kepada dara in!
Karena
hatinya merasa mengkal terhadap dirinya sendiri, Kun Liong melempar tubuhnya ke
belakang, untuk rebah di dekat api unggun dan supaya dia tidak dapat melihat
lagi kepada Hong Ing.
"Dukkkk!"
Hampir dia
berteriak akan tetapi cepat ditahannya, hanya jari-jari tangannya saja yang
mengusap-usap kepala gundulnya yang tadi membentur batu ketika dia merebahkan
diri terlentang. Kulit kepala itu berdenyut-denyut. Lumayan juga nyerinya!
***************
Kun Liong
membuka matanya, akan tetapi cepat menutupkannya kembali dan melindungi mata
dengan tangan kiri dari sinar matahari yang sangat menyilaukan dan menggunakan
tangan kanan untuk menggaruk kepalanya yang terasa gatal-gatal. Kiranya
matahari telah naik tinggi dan sinar matahari yang tepat sekali menimpa
kepalanya itu menggigiti kulit kepalanya dan menyilaukan matanya.
Setelah
bangkit duduk dan terbebas dari sinar matahari yang tadi langsung menimpanya,
dia baru berani membuka mata dan melihat Hong Ing sudah duduk di depannya
dengan muka segar dan mulut tersenyum! Manisnya! Sepagi itu telah kelihatan
segar dan jelas sekali bahwa dara ini tentu telah mandi, entah di mana!
"Tidurmu
enak sekali, aku tidak tega membangunkanmu."
"Kau..."
Kun Liong menahan kata-katanya dan menelan kembali pujiannya ketika teringat
betapa semalam dara ini kelihatan marah-marah dan sekarang dia tak ingin
melihat wajah yang berseri itu kembali marah, "kau... kelihatan segar
sekali, Hong Ing."
Senyum itu
melebar dan untuk kedua kalinya Kun Liong menjadi silau. Hanya bedanya, bila
yang pertama dia silau oleh sinar matahari yang menyakitkan mata, kini dia
silau akan kemanisan wajah dengan deretan gigi seputih mutiara yang sangat
menyedapkan mata, yang membuat dia bengong sejenak dan baru sadar kembali pada
waktu dara itu berkata dengan wajah berseri gembira.
"Aku
sudah mandi. Segar dan sejuk sekali, Kun Liong. Di sana..." Dia menuding
ke timur, "hanya setengah li dari sini terdapat mata air yang sangat
jernih. Aku sudah mandi dan ketika kembali ke sini, aku menangkap seekor
kelinci gemuk."
"Kelinci...?"
Tiba-tiba saja cuping hidung Kun Liong bergerak-gerak seperti hidung kelinci karena
dia mencium bau yang gurih dan sedap. "Mana kelincinya?"
Melihat
betapa lubang hidung pemuda itu persis hidung kelinci yang tadi ditangkapnya,
Hong Ing lalu terkekeh sambil menutupi mulut dengan punggung tangan kirinya,
gerakan kebebasan yang terselimut kesopanan tradisional sehingga menjadi
perpaduan harmonis sekali. Manis sekali.
"Hi-hi-hik,
kelincinya sudah tidak ada lagi, yang ada hanya daging kelinci
panggang..."
"Sedaaap...!"
Kun Liong memuji dan tiba-tiba perutnya terasa lapar sekali.
"Mandi
dulu, baru aku mau menghidangkan daging panggang. Hayo, pemalas benar
kau!" Sambil tertawa-tawa Hong Ing mengebut-ngebutkan seranting daun-daun
basah sehingga airnya bepercikan ke muka Kun Liong.
Senang benar
rasa hati Kun Liong pagi itu. Semua perasaan pahit di hatinya terusir pergi
oleh senyum di bibir dan seri di wajah dara itu. Dia berloncatan sambil
berteriak-teriak,
"Ihhh...
dingin... dingin!"
Lalu dia
berlari menuju ke timur seperti yang tadi ditunjuk oleh Hong Ing. Benar saja,
dia mendapatkan sebuah mata air yang mengeluarkan air jernih sekali dan di
bawah sumber air itu air telah tergenang, merupakan sebuah kolam air penuh
dengan air kebiruan saking jernihnya. Rumput-rumput yang tumbuh di pinggiran
kolam itu kacau-balau, meninggalkan bekas Hong Ing mandi tadi.
Dengan hati
penuh kegembiraan, kegembiraan luar biasa yang belum pernah dirasakan olehnya
sepanjang ingatannya, Kun Liong lalu menanggalkan semua pakaiannya. Ketika
hanya tinggal celana dalamnya saja yang menempel pada tubuhnya, tiba-tiba dia
berhenti dan bergidik karena teringatlah dia akan pengalamannya di dalam kamar
tidur Kim Seng Siocia. Terbayanglah betapa dia menggigil penuh kengerian dan
tiba-tiba dia tertawa dan membuka celana itu lalu melempar tubuhnya yang
telanjang bulat ke dalam air.
Daging
kelinci panggang itu memang sedap sekali, gurih manis dan lunak, sungguh lezat
terutama sekali bagi perut mereka yang lapar. Seolah-olah terasa oleh Kun Liong
betapa sesudah memasuki perutnya sari makanan itu memulihkan tenaganya yang diserap
habis oleh kelelahan dan kelaparan.
Sesudah
menyiram daging panggang dalam perut itu dengan air jernih sebagai minuman, Kun
Liong mengelus perutnya, memandang kepada Hong Ing dan berkata, "Kau
pandai benar memanggang daging kelinci. Selama hidupku baru sekali makan daging
panggang begitu lezatnya!"
"Kau
masih ingin lagi? Nih, kau makanlah bagianku!" Hong Ing mengulurkan tangan
yang memegang daging paha kelinci ke depan mulut Kun Liong.
"Eihh,
mengapa engkau begini baik hati kepadaku, Hong Ing?" tanpa disengaja,
tangan kanan Kun Liong menangkap lengan yang kecil itu dan sejenak mereka
berpandangan. Hong Ing cepat menundukkan mukanya dan Kun Liong melepaskan
kembali pegangan tangannya.
"Kau
makanlah sendiri, aku sudah kenyang! Ahh, enak sekali masakanmu!"
Sepasang
pipi itu menjadi merah dan mata itu jernih sekali ketika diangkat memandang.
Sejenak mereka saling memandang dan akhirnya Hong Ing menundukkan mukanya.
Kun Liong
terheran-heran. Kenapa pula ini? Hatinya menjadi berdebar-debar dan terharu!
Biasanya saat melihat wajah cantik seorang dara, ia ingin mengusapnya, ingin
mendekat, ingin memeluk dan menciumnya, ingin menggodanya. Akan tetapi mengapa
sekarang lain lagi? Hatinya seperti tersentuh sesuatu yang halus yang membuat
dia memandang Hong Ing dengan perasaan penuh hormat, penuh iba, penuh haru.
Keadaan
sunyi itu sangat mengusik hati, dan akhirnya tanpa mengangkat mukanya Hong Ing
lalu bertanya, "Bagaimana engkau dapat muncul begitu tiba-tiba di istana
Kim Seng Siocia?"
Lega hati
Kun Liong mendengar suara ini. Inilah suara Hong Ing seperti biasanya, seperti
sebelum peristiwa itu terjadi di istana, sebelum mereka berdua saling berpisah
dahulu itu dan suara ini mengusir semua suasana tegang dan aneh tadi.
"Tadinya
aku hendak menyusulmu. Hatiku merasa tidak enak ketika aku melihat engkau pergi
bersama suci-mu itu, aku lalu menuju ke Go-bi-san dan bertanya-tanya. Akan
tetapi tidak ada penduduk dusun yang dapat memberi tahu di mana tempat
tinggalnya Go-bi Sin-kouw. Akhirnya tanpa kusengaja aku tiba di lereng puncak
tempat tinggal Kim Seng Siocia. Karena mengira bahwa itu adalah tempat tinggal
gurumu, maka aku menyelundup masuk dan..."
"Kau
berteriak memanggil nama Subo (Ibu Guru). Hemmm, mengapa kau jauh-jauh dan
bersusah payah datang ke Go-bi-san untuk mencariku?"
"Aku
tidak rela melihat kau dipaksa orang untuk menikah dengan pangeran yang tidak
kau suka. Aku kasihan melihat engkau yang sudah mengorbankan diri menjadi
nikouw untuk menghindar dari paksaan itu, dalam keadaan tidak berdaya terpaksa
ikut dengan suci-mu, seolah-olah engkau seekor domba yang dituntun ke tempat
penjagalan. Karena itu maka aku segera mencarimu."
"Kau
baik sekali, Kun Liong."
"Ahh,
tidak. Aku melakukan itu bukan karena ingin baik, melainkan karena aku kasihan
kepadamu, penasaran melihat urusanmu. Tidak kusengaja."
Keduanya
terdiam sampai agak lama.
"Dan
demi keselamatanku, kau mengorbankan dirimu, kau membiarkan dirimu ditawan oleh
Kim Seng Siocia," kata pula Hong Ing tanpa mengangkat muka, dan jari-jari
tangan yang kecil putih halus itu memainkan ujung rumput di depan kakinya.
"Tentu
saja, Hong Ing! Masa setelah jauh-jauh mencarimu dan bertemu di situ, aku bisa
membiarkan saja engkau dibunuhnya? Waktu itu aku tidak berdaya, jalan
satu-satunya hanya menyerah."
"Dan
kau membiarkan dirimu menjadi... suaminya?"
"Hemm,
permintaannya yang gila!"
Kun Liong
kembali bergidik terbayang dengan pengalamannya di kamar itu. "Akan
tetapi, melihat betapa ancamannya untuk membunuhmu itu amat bersungguh-sungguh,
terpaksa pula aku menyerah. Pada waktu itu keselamatanmu lebih penting..."
Tiba-tiba
Hong Ing mengangkat mukanya dan terkejutlah hati Kun Liong ketika dia melihat
sepasang mata itu bersinar-sinar penuh kemarahan!
"Jadi
kau anggap bahwa nyawaku lebih penting dari pada kehormatanmu?"
"Kehormatan?
Apa maksudmu?"
"Kau
menyerahkan diri sebagai suami paksaan, bukankah itu berarti kau
menginjak-injak kehormatan sendiri?"
Kun Liong
menjadi bengong dan sejenak hanya dapat memandang dara itu.
"Begitu
rendahkah kau? Mau saja menuruti nafsu menjijikkan seorang wanita gila seperti
dia?"
Kun Liong
menggelengkan kepala. "Jangan salah mengerti, Hong Ing. Aku tidak berdaya,
kita tidak berdaya. Itu hanya satu-satunya jalan, bukan berarti bahwa aku mau
menyerah betul-betul. Buktinya, akhirnya aku berhasil membebaskan diri dan
membebaskan kau."
"Aku
tidak minta kau bebaskan! Aku tidak minta kau merendahkan diri seperti itu
hanya untuk menolongku! Atau agaknya kau memang senang melayaninya!"
"Apa
maksudmu?"
"Kau
memang mempunyai watak mata keranjang, maka penawaran Kim Seng Siocia itu malah
menyenangkan hatimu."
"Aihhh,
bukan begitu!" Kun Liong mengerutkan alisnya sambil menggelengkan
kepalanya yang gundul. "Dia... dia... ihhh, menjijikkan dan
mengerikan."
"Bagaimana
kau dapat membebaskan diri? Dengan bujuk rayu?"
Kun Liong
menggaruk-garuk kepalanya. Bagaimana dia harus menceritakan segala yang
dialaminya malam itu? Masih terasa betapa separuh mukanya basah oleh ciuman
mulut lebar yang rakus itu!
"Aku...
aku memang pura-pura menyerah, kemudian... ketika dia lengah... aku... ehh, aku
berhasil membuatnya tidak berdaya. Aku lalu lari dari kamarnya dan mencarimu.
Untung belum terlambat... dan hatiku girang sekali melihat engkau selamat, Hong
Ing."
Sepasang
mata yang tadinya bersinar-sinar penuh kemarahan itu kini berubah menjadi sayu,
agak terpejam memandang kepada Kun Liong, kemudian kepala itu menunduk dan
terdengar suaranya lirih, "Aku... aku selalu menyusahkanmu... sudah
berkali-kali engkau menolong dan menyelamatkan aku, Kun Liong. Kenapa?"
Hong Ing
mengangkat mukanya dengan tiba-tiba dan sepasang mata itu kini begitu tajam
pandangnya, tajam penuh selidik seolah-olah hendak menjenguk isi hatinya.
"Kenapa?
Tentu saja aku menolongmu Hong Ing, menolong sedapatku dan hal itu sudah lumrah,
bukan? Siapa pun tentu akan menolong setiap orang yang menderita dan tengah
terancam bahaya."
"Jadi
bukan karena aku..."
"Maksudmu?"
Muka yang
cantik itu kembali menunduk dan terdengar helaan napas panjang-panjang sebelum
Hong Ing bersuara lagi, "Jadi bagimu, siapa saja yang terancam bahaya,
tentu akan kau tolong?"
"Tentu
saja, sedapat mungkin. Mengapa kau bertanya demikian?"
Hong Ing
kembali mengangkat wajahnya dan kini wajah itu kelihatan lesu, seperti orang
kecewa. Kun Liong menjadi bingung dan terheran-heran.
"Tidak
apa-apa, aku hanya bertanya... dan kau memang seorang pendekar budiman. Hal ini
seharusnya kuketahui sejak dahulu."
"Aihh,
jangan memuji, Hong Ing. Aku hanya orang biasa saja."
"Mungkin
ilmu kepandaianmu tak terlalu tinggi, akan tetapi keberanianmu menolong orang
lain amat besar."
"Sudahlah,
Hong Ing. Kepalaku bisa menjadi lebih besar lagi kalau kau melanjutkan pujian
kosong itu. Lebih baik kau ceritakan bagaimana kau yang tadinya dibawa oleh
suci-mu itu tiba-tiba bisa menjadi orang tawanan Kim Seng Siocia."
Hong Ing
menghela napas lagi dan kini alisnya berkerut tanda bahwa hatinya benar-benar
merasa tertekan dan berduka. Teringat akan suci-nya, dia lalu melupakan keadaan
dirinya sendiri. Urusan suci-nya sebenarnya merupakan urusan yang memalukan
sekali sehingga seyogianya dirahasiakan dari siapa pun juga. Akan tetapi entah
mengapa, terhadap Kun Liong, semenjak pertemuan pertama, dia tidak bisa
menyimpan rahasia, seolah-olah Kun Liong adalah seorang yang benar-benar sudah
dipercayanya, seseorang yang lebih dari sahabat biasa, lebih dari saudara!
"Suci...
dia... dia seperti juga engkau, demi menolongku dia rela mengorbankan dirinya
menjadi isteri manusia iblis Ouwyang Bow..."
"Hah...?!"
Berita ini benar-benar sangat mengejutkan hati Kun Liong. Lauw Kim In, dara
yang manis dan dingin itu, menjadi isteri seorang manusia seganas Ouwyang Bouw
yang berotak miring?
"Bagaimana...
bagaimana hal itu bisa terjadi?"
Hong Ing
lalu menceritakan kesemuanya. Mula-mula dia menceritakan tentang suci-nya yang
patah hati akibat tunangannya menyeleweng, berjinah dengan isteri muda
Thian-ong Lo-mo sehingga tunangan itu terbunuh oleh kakek ini. Hal itulah yang
membuat suci-nya menjadi dingin dan membenci atau memandang rendah pria.
Kemudian
diceritakannya betapa mereka berdua bertemu dengan Ouwyang Bouw yang amat lihai
hingga akhirnya mereka berdua tertawan. Barulah mereka dibebaskan setelah
suci-nya menerima pinangan Ouwyang Bouw yang tergila-gila kepadanya.
"Aku
tahu mengapa suci mengorbankan diri sedemikian rupa. Bukan semata-mata untuk
menyelamatkan aku, namun juga untuk kepentingannya sendiri. Dia akan dapat
mewarisi ilmu-ilmu tinggi dari Ouwyang Bouw sehingga terbuka kemungkinan
baginya untuk dapat membalas dendam, di samping menyelamatkan dirinya sendiri
yang tentu akan ternoda dan mungkin tewas apa bila menolak pinangan itu.
Kasihan sekali Suci..."
Kun Liong
menghela napas panjang. "Seseorang yang keadaan hidupnya sendiri sangat
sengsara akan tetapi melupakan keadaan sendiri dan mengingat serta menaruh
kasihan kepada orang lain merupakan ciri seorang yang mempunyai hati mulia
penuh welas asih. Aku kagum kepadamu, Hong Ing."
"Tidak
perlu kau memuji, Kun Liong." jawab Hong Ing cepat-cepat sambil menekan
debar jantungnya yang menjadi gembira mendengar pujian itu. "Memang aku
sudah melupakan diriku sendiri. Apa sih yang kuharapkan lagi?"
"Aahh,
mengapa dilanda putus asa selagi hidup? Teruskanlah ceritamu, bagaimana kau
sampai terjatuh ke tangan Kim Seng Siocia yang gila itu."
"Aku
tersesat jalan karena mengambil jalan lain agar jangan sampai ketahuan oleh
Subo. Tanpa kusengaja aku memasuki daerah kekuasaan Kim Seng Siocia dan aku
ditawannya. Kemudian wanita gila itu menyuruh aku bekerja di sana, yaitu berdoa
untuknya, berdoa agar dia cepat membalas dendamnya kepada Pendekar Sakti Cia
Keng Hong."
"Hemmm..."
"Tentu
saja aku tidak pernah berdoa apa-apa untuknya, akan tetapi aku pun tidak berani
membantah karena hal itu berarti kematian. Dia amat lihai... dan untung sekali
kau dapat lolos, Kun Liong. Aku masih heran bagaimana kau dapat lolos dari
orang selihal itu. Tentu kau menggunakan akal bujuk rayu, bukan?"
Kun Liong
menggelengkan kepalanya yang gundul. Dia tahu bahwa dara ini menyangka bahwa
ilmu kepandaiannya ‘biasa’ saja dan dia pun tidak ingin membuka rahasianya.
"Memang
aku sudah menggunakan akal menyerah karena tidak berdaya, akan tetapi aku tidak
biasa membujuk rayu siapa pun juga, apa lagi orang semacam dia. Aku berhasil
membuatnya tidak berdaya. Ehh, soal itu tidak penting, Hong Ing. Sekarang
bagaimana? Hari sudah terang, mari kita lekas melanjutkan perjalanan. Tentu Kim
Seng Siocia akan melakukan pengejaran, dan belum lagi bahayanya bila mana
subo-mu sampai turut pula mencari."
Pucat wajah
Hong Ing dan dia cepat meloncat berdiri. Mendengar tentang subo-nya, dia
menjadi takut sekali. "Aih, sampai lupa aku keenakan bicara di sini. Mari
kita cepat pergi, kita masih berada di wilayah Go-bi-san."
"Sebaiknya
kita pergi ke timur. Di tempat ramai seperti di timur, di mana banyak terdapat
kota-kota besar, tentu lebih mudah bagi kita untuk melarikan diri."
Hong Ing
mengangguk. "Dan di sana banyak terdapat kuil-kuil Kwan-im-bio yang besar
di mana aku dapat minta tolong dan bersembunyi."
Berangkatlah
dua orang ini dengan tergesa-gesa, melanjutkan pelarian mereka menuju ke timur.
Berhari-hari mereka melakukan perjalanan cepat tanpa henti, keluar masuk hutan
di Pegunungan Go-bi-san, kemudian melintasi padang pasir. Mereka melakukan
perjalanan dengan cepat, hanya berhenti kalau mau makan atau tidur saja
sehingga beberapa hari kemudian mereka telah keluar dari daerah Go-bi-san dan
tiba di tepi Sungai Huang-ho.
Walau pun
air Sungai Huang-ho tidak dapat dikatakan jernih, namun sesudah melakukan
perjalanan berhari-hari melintasi padang pasir yang panas, kedua orang itu
dengan girang dan lega menuruni tepi sungai dan menggunakan air sungai itu
untuk membasahi muka, leher, kedua tangan dan kaki mereka.
"Tangkap
mereka!"
Kun Liong
dan Hong Ing yang sedang bergembira karena bertemu dengan air yang dingin sejuk
hingga melupakan segala urusan mereka, terkejut bukan main dan keduanya cepat
melompat ke darat. Dapatlah dibayangkan betapa kaget hati Hong Ing pada saat
melihat subo-nya, Go-bi Sin-kouw bersama Pangeran Han Wi Ong dan sepasukan
tentara yang jumlahnya ada lima puluhan orang!
"Nona
Pek Hong Ing, mengapa engkau menjadi begini...? Dengan mati-matian kami telah
mencarimu..." Pangeran itu berkata dengan nada suara berduka sekali ketika
melihat dara yang dicintanya itu telah menjadi seorang nikouw seperti itu.
"Pangeran
Han Wi Ong, pinni sudah menjadi seorang nikouw, perlu apa dicari lagi?"
Hong Ing berkata.
"Hong
Ing, murid durhaka!" Tiba-tiba Go-bi Sin-kouw membentak.
Mendengar
bentakan gurunya ini, Hong Ing yang sejak kecil diasuh dan dididik nenek itu
cepat menjatuhkan diri berlutut dan menangis terisak-isak.
Kun Liong
memandang penuh perhatian. Harus diakuinya bahwa Pangeran Han Wi Ong, sungguh
pun sudah berusia empat puluh tahun, namun masih tampak muda dan tampan gagah,
sesungguhnya tidak mengecewakan menjadi suami Hong Ing, apa lagi mengingat
bahwa Pangeran itu mempunyai kedudukan tinggi. Dicinta oleh seorang seperti itu
dan menjadi isterinya, sebetulnya merupakan nasib baik bagi diri Hong Ing.
Ada pun
nenek itu mendatangkan rasa gentar juga di hati Kun Liong. Nenek itu usianya
tentu sudah sekitar enam puluhan tahun, punggungnya bungkuk, pakaiannya serba
hitam, rambutnya digelung ke atas dan muka penuh keriput itu membayangkan
kehidupan yang sengsara sehingga membuat wajah itu nampak bengis. Tangan kiri
nenek itu memegang sebatang tongkat butut berwarna hitam pula.
Kelihatannya
saja seorang nenek yang ringkih serta lemah, akan tetapi Kun Liong dapat
menduga bahwa nenek ini tentu memiliki kepandaian tinggi, maka dia bersikap
waspada. Selain berhadapan dengan nenek dan Pangeran itu, dia dan Hong Ing juga
telah dikurung rapat oleh lima puluh orang tentara anak buah pasukan yang
mengawal Pangeran Han Wi Ong.
"Subo..."
Hong Ing berkata.
"Hong
Ing, di mana suci-mu?"
"Dia
telah ikut dengan Ouwyang Bouw, Subo...," dengan suara berat Hong Ing
kemudian menceritakan perihal suci-nya.

Sepasang
mata nenek itu yang sipit sekali mengeluarkan sinar kemarahan dan mulutnya
cemberut sehingga mukanya menjadi semakin bengis. "Setan! Semua gara-gara
engkau yang murtad! Dan siapa laki-laki gundul ini?"
"Dia...
dia sahabat teecu (murid), dan dia sudah berkali-kali menolong teecu dari
bahaya kematian..."
"Bohong!
Tentu dialah yang membujukmu melarikan diri dan menjadi nikouw. Hong Ing, saat
ini juga engkau harus ikut denganku, membatalkan keadaanmu sebagai nikouw dan
siap menghadapi pemikahanmu dengan Pangeran Han Wi Ong!"
"Subo..."
"Diam!
Kau mau melawan gurumu?"
Hong Ing
hanya menangis. Melihat ini, Kun Liong melangkah maju dan berkata dengan suara
nyaring.
"Apakah
saya berhadapan dengan Go-bi Sin-kouw?"
Nenek itu
mendengus. "Mau apa kau? Karena kau sudah berani membujuk muridku, kau
harus mampus!"
"Nanti
dulu, Go-bi Sin-kouw. Mampus ya mampus, tetapi ingatlah bahwa perbuatanmu ini
sungguh amat tidak patut! Memaksa murid sendiri untuk melakukan pernikahan yang
tak disukainya. Memaksa murid sendiri yang sudah menjadi nikouw untuk menikah.
Mana ada guru ingin melihat murid sendiri menderita sengsara?"
"Heii,
kau! Siapa kau berani mencampuri urusan kami?" Tiba-tiba Pangeran Han Wi
Ong melangkah maju. "Tidak tahukah kau dengan siapa kau berhadapan? Aku
Pangeran Han Wi Ong, putera Kaisar! Tahu engkau? Apakah engkau hendak menjadi
pemberontak yang dapat dihukum mati? Kau pergilah dan jangan mencampuri urusan
Nona Pek Hong Ing dengan kami, maka aku masih akan mengampunimu. Kalau tidak,
kau kuanggap sebagai pemberontak dan akan kutangkap."
Mendongkol
juga hati Kun Liong. Dia dianggap begitu pengecut dan mudah ditakut-takuti lalu
disuruh meninggalkan Hong Ing yang sedang dihadapi orang-orang seperti harimau
kelaparan itu!
"Maaf,
Pangeran. Sebagai seorang berkedudukan tinggi dan terpelajar, tentu Pangeran
juga maklum betapa tidak baiknya memaksa seorang gadis seperti Nona Pek Hong
Ing yang sudah menjadi nikouw untuk menikah. Betapa rendahnya perbuatan seperti
itu."
"Keparat!
Pemberontak laknat! Pasukan, hayo tangkap dia!" Pangeran itu memerintahkan
anak buahnya dan pasukan yang sudah siap itu lantas maju mengurung Kun Liong
yang sudah bersiap pula untuk membela diri.
"Tahan
dulu senjata!" Bentakan ini demikian nyaring dan mengandung khikang amat
kuat sehingga mengejutkan semua orang, bahkan pasukan yang sudah bersiap
menyerbu dan mengeroyok Kun Liong menjadi ragu-ragu. Mereka membuka kepungan
dan membiarkan wanita gemuk yang baru berteriak tadi memasuki lapangan itu dan
berhadapan dengan Go-bi Sin-kouw serta Pangeran Han Wi Ong.
Kun Liong
dan Hong Ing menjadi semakin kaget. Celaka sekali! Kim Seng Siocia sudah muncul
pula dan mereka maklum bahwa di belakang wanita gendut ini tentu terdapat pula
banyak anak buahnya. Dugaan mereka benar karena kini nampak bermunculan puluhan
orang wanita anak buah Kim Seng Siocia, mereka sudah siap dengan senjata
lengkap pula. Pasukan pemerintah pengawal Pangeran Han Wi Ong menjadi bingung
pada saat melihat ‘pasukan’ wanita yang cantik-cantik itu!
"Go-bi
Sin-kouw, engkau orang tua harap tidak bertindak sembarangan!" Kim Seng
Siocia menegur sambil memandang nenek itu.
Go-bi
Sin-kouw mendengus marah. "Siapa engkau?" bentaknya.
"Aku?
Aku adalah Kim Seng Siocia, pewaris dari Go-bi Thai-houw."
Tentu saja
Go-bi Sin-kouw terkejut mendengar nama ini dan dia pun memandang dengan penuh
perhatian dan juga keheranan. Perempuan gendut ini pewaris Go-bi Thai-houw yang
kabarnya amat lihai itu? Betapa pun juga, dia tidak berani sembarangan dan
balas menegur "Mengapa kau menuduh aku bertindak sembarangan?"
"Mengapa
kau hendak membunuh orang ini?" Kim Seng Siocia menudingkan telunjuknya
yang besar ke arah Kun Liong.
"Hemm,
dia telah membujuk muridku melarikan diri. Karena itu, dia harus mainpus!"
"Enak
saja bicara! Apakah dia itu adalah muridmu?" Dia menuding ke arah Hong
Ing.
"Benar."
"Kalau
begitu, kau ngawur! Laki-laki ini adalah suamiku dan dia lari karena terbujuk
oleh Pek Hong Ing muridmu itu. Jadi sebetulnya, Pek Hong Ing itulah yang harus
kubunuh dan aku datang untuk mengambil pulang suamiku."
Go-bi
Sin-kouw semakin bingung. Dia hendak mendapatkan kembali muridnya, kemudian
memaksanya menjadi isteri Pangeran Han Wi Ong yang merupakan jalan baginya
untuk memperoleh kemuliaan, dan membunuh pemuda gundul yang hanya menjadi
penghalang itu. Sekarang Kim Seng Siocia muncul dengan niat yang berlawanan.
Yaitu mengambil kembali pemuda gundul itu dan membunuh Pek Hong Ing!
"Mau
membunuh muridku? Akan kulihat lebih dahulu sampai di mana kemampuan!"
Go-bi Sin-kouw membentak dan tongkatnya sudah meluncur ke depan merupakan sinar
hitam yang berkelebat cepat sekali.
"Wuuuutttt...
taarrr!"
Tongkat itu
tertangkis oleh cambuk di tangan Kim Seng Siocia dan kedua orang itu lalu
mencelat mundur dengan kaget, maklum akan kehebatan tenaga lawan masing-masing.
Mereka saling memandang dan sudah siap untuk bertanding mati-matian
memperebutkan kebenaran.
"Harap.
Ji-wi (Anda Berdua) bersabar dulu!" Tiba-tiba Han Wi Ong berkata dengan
suara penuh wibawa.
Dua orang
wanita itu melangkah mundur dan memandang kepada Han Wi Ong. Betapa pun juga,
laki-laki ini adalah seorang pangeran, baru pakaiannya saja sudah menimbulkan
segan di hati orang.
"Mengapa
Ji-wi harus saling serang? Ada jalan yang sangat mudah dan baik. Nona ini
datang untuk minta kembali suaminya, pemuda gundul itu, dan Sin-kouw juga
menuntut supaya muridnya, Nona Pek Hong Ing kembali bersama dia. Nah, ada
urusan apa lagi? Biarlah pemuda gundul itu pergi bersama Kim Seng Siocia,
sebaliknya Nona Pek Hong Ing ikut bersama gurunya, bukankah beres sudah dan
tidak perlu timbul pertandingan yang tiada gunanya?"
Kim Seng
Siocia dan Go-bi Sin-kouw saling pandang kemudian keduanya mengangguk-angguk.
Memang tidak ada perlunya mereka harus bertanding, pula memang di dalam hati
masing-masing sudah timbul perasaan jeri. Go-bi Sin-kouw maklum akan kelihaian
wanita gendut itu, dan sebaliknya, Kim Seng Siocia juga maklum bahwa agaknya
Go-bi Sin-kouw dibantu oleh Pangeran dan tentara kerajaan sehingga amatlah
berbahaya kalau dia sampai bentrok dengan mereka.
"Hi-hi-hi-hik,
memang tepat sekali! Go-bi Sin-kouw, kita adalah tetangga, perlu apa mesti
saling bermusuhan? Aku tidak membutuhkan muridmu, hanya menginginkan kembalinya
suamiku."
“Memang apa
yang diucapkan Pangeran Han Wi Ong benar sekali, Kim Seng Siocia. Aku pun hanya
membutuhkan kembalinya muridku. Nah, kau bawalah suamimu dan kuharap kau tidak
lupa untuk mengirim undangan, sedangkan aku pun pasti akan mengharapkan kedatanganmu
untuk mencicipi arak merah jika muridku melangsungkan pernikahannya dengan
Pangeran Han Wi Ong.”
Kim Seng
Siocia terkekeh girang.
“Kalian
sungguh tidak tahu aturan!” Tiba-tiba Kun Liong menegur dengan suara lantang
dan pemuda ini sudah bergerak maju beberapa langkah sedangkan Hong Ing
mengikuti di belakangnya dengan muka pucat.
Dara ini
sudah merasa putus harapan karena maklum bahwa mana mungkin dia dan Kun Liong
mampu menghadapi subo-nya dan Kim Seng Siocia ditambah lagi dengan pasukan Pangeran
dan anak buah wanita gemuk itu?
“Kun Liong…,
sudahlah, kau pergilah, lekas lari tinggalkan aku…,” Hong Ing memegang lengan
Kun Liong.
“Engkau
diamlah, Hong Ing, dan serahkan urusan ini kepadaku,” kata Kun Liong yang
kemudian memandang kepada Go-bi Sin-kouw dan Kim Seng Siocia.
Kim Seng
Siocia maju dua langkah ke depan, kemudian jarinya menunjuk ke muka Kun Liong
dan berkata, “Kau sudah berjanji untuk secara suka rela menjadi suamiku asal
aku membebaskan Pek Nikouw. Sekarang dia telah bebas, maka kau harus kembali ke
istana dan menjadi suamiku!”
“Mulutmu
minta aku suka rela menjadi suamimu, sementara tanganmu mengancam Pek Hong Ing
dan akan membunuhnya jika aku menolak. Apakah demikian yang kau maksud dengan
suka rela?” Kun Liong menjawab dengan lantang.
Pemuda ini
benar-benar merasa marah. Pada satu pihak, Hong Ing dipaksa oleh gurunya untuk
menjadi isteri laki-laki yang tidak disukainya, walau pun laki-laki itu adalah
seorang pangeran. Pada pihak lain, bahkan dirinya sendiri dipaksa untuk secara
suka rela menjadi suami wanita gendut tetapi pada waktu bersamaan sedang
mengancam nyawa Hong Ing.
“Jadi kau
menolak untuk kembali ke istanaku?” tanya Kim Seng Siocia, dalam suaranya
terkandung nada mengancam.
“Tentu saja
aku menolak!” jawab Kun Liong, masih dengan suara lantang karena hatinya juga
masih panas.
“Baik, kalau
kau tidak mau kembali secara baik-baik, aku akan menyeretmu pulang!”
Baru saja
selesai berkata, tangan Kim Seng Siocia sudah bergerak dan segera terdengar
suara meledak-ledak cambuk panjang di tangannya yang telah menyambar-nyambar
turun ke arah kepala Kun Liong,
Wanita
gendut ini marah sekali. Ketika sinkang-nya disedot di atas pembaringan malam
tadi, dia sudah terkejut dan dapat menduga bahwa itulah Ilmu Thi-ki I-beng yang
kabarnya hanya dimiliki oleh Pendekar Sakti Cia Keng Hong. Maka timbullah
dugaannya bahwa tentu ada hubungan di antara pemuda gundul itu dengan Cia Keng
Hong musuh besarnya.
Dia merasa
betapa tenaganya tinggal setengahnya dan meski pun dia sudah melakukan siu-lian
dan mengumpulkan hawa sakti, namun tenaganya masih belum pulih seluruhnya
ketika pada keesokan harinya dia melakukan pengejaran dengan seluruh anak
buahnya. Inilah sebabnya mengapa ketika dia mengadu tenaga denga Go-bi
Sin-kouw, dia hanya seimbang dengan nenek itu, padahal dalam keadaan biasa, dia
tentu jauh lebih kuat.
Kemarahannya
lalu memuncak dan dengan mengandalkan bantuan Go-bi Sin-kouw, anak buahnya dan
pasukan Pangeran Han Wi Ong, dia kini menerjang Kun Liong dengan niat, kalau
mungkin menawannya, kalau tidak membunuhnya! Tentu saja dia senang sekali kalau
berhasil menawan pemuda gundul ini karena selain dia ingin memperoleh tubuhnya,
juga dia ingin pula bertanya tentang bokor emas seperti yang diceritakan oleh
Markus kepadanya.
Kun Liong
cepat menghindarkan diri dan berusaha menangkap ujung cambuk, tetapi Kim Seng
Siocia sudah menarik kembali cambuknya. Dia berteriak kaget ketika tubuh Kun
Liong dengan kecepatan kilat telah meloncat ke arahnya pada saat cambuk ditarik
kembali, dan tahu-tahu tangan pemuda itu sudah menyambar hendak merampas gagang
cambuk.
“Aihhhh…!”
“Dukkk!”
Terpaksa Kim
Seng Siocia menangkis dengan tangan kirinya, tangkisan yang dilanjutkan dengan
dorongan ke arah pundak Kun Liong. Gerakannya tak tersangka-sangka sehingga
pundak pemuda itu dapat didorongnya, akan tetapi akibatnya dia sendiri yang
terdorong sehingga dia cepat melempar tubuhnya ke atas tanah lalu bergulingan.
“Murid
murtad!” Pada saat itu pula kedua tangan Go-bi Sin-kouw sudah mencengkeram ke
arah Hong Ing untuk menangkap muridnya itu.
Betapa pun
marahnya kepada Hong Ing, nenek ini tidak mau memukul dan hanya ingin menangkap
karena dia masih mengharapkan muridnya menjadi isteri Pangeran Han Wi Ong, oleh
karena hal ini akan mengangkat derajatnya sebagai guru atau mertua seorang
pangeran!
“Plakk!
Plakk!”
Nenek itu
menjerit dan terhuyung ke belakang ketika lengannya tertangkis oleh lengan Kun
Liong.
Pemuda ini
telah membuat Kim Seng Siocia terdorong sehingga terpaksa bergulingan di atas
tanah. Tepat pada saat itu pula dia dapat melihat dua tangan Go-bi Sin-kouw
sedang mengancam hendak menangkap Hong Ing. Maka dia segera meninggalkan lawan
gendut itu dan seperti kilat tubuhnya berkelebat cepat lantas menangkis kedua
tangan nenek lihai yang menjadi guru Hong Ing, membuat tubuh Go-bi Sin-kouw
terguling roboh.
Mata Hong
Ing terbelalak. Hampir dia tak dapat percaya. Yang dilihatnya tadi terlalu
aneh. Gurunya dan Kim Seng Siocia, kedua orang yang sakti itu, terguling oleh
gempuran Kun Liong hanya dalam segebrakan saja?
"Hong
Ing, kau larilah...!" Kun Liong cepat berkata, sambil menyambar lengan
dara itu dan ditariknya Hong Ing yang tadi berlutut itu sehingga berdiri.
Hong Ing
masih bengong memandang kepadanya, lalu dara itu menggelengkan kepala.
"Aku
pergi dan kau...?"
"Wuuutt...
tar-tarr...!"
Kun Liong
mendorong tubuh Hong Ing sehingga dara ini terguling, sedangkan dia sendiri
segera meloncat ke samping untuk menghindarkan diri dari sambaran cambuk di
tangan Kim Seng Siocia. Namun ujung cambuk itu langsung membalik dan
mengejarnya ke mana pun juga dia bergerak.
Kun Liong
menjadi repot juga dan tiba-tiba dia mengelak sambil melempar tubuh ke atas
tanah ketika cambuk itu kembali menyambar. Sambil berguling dia menggenggam
tanah bercampur pasir di tangannya, kemudian terus bergulingan mendekati Kim
Seng Siocia. Ketika dia melirik dan melihat Go-bi Sin-kouw kembali sudah
menghampiri Hong Ing yang kelihatan gentar dan tidak berani melawan, mendadak
Kun Liong memekik keras sekali, mengejutkan hati semua orang, kedua tangannya
bergerak ketika tubuhnya mencelat ke atas dan... batu bercampur pasir meluncur
ke arah Kim Seng Siocia dan Go-bi Sin-kouw!
"Hayaaaa...!"
Kim Seng Siocia berseru dan cepat memutar cambuk memukul sinar itu.
Juga Go-bi
Sin-kouw terkejut dan cepat menarik kembali tangannya yang tadinya hendak
memegang lengan muridnya dan dia dapat meloncat dan berjungkir balik
menghindarkan diri dari sambaran sinar kehitaman itu.
Mereka sudah
berhasil menghindarkan diri dari sambaran tanah, akan tetapi debu masih mengebul,
membuat mereka cepat-cepat mundur karena mengira bahwa Kun Liong telah
melepaskan benda yang mengandung racun. Kesempatan ini digunakan oleh Kun Liong
untuk mendekati Hong Ing dan dia berbisik,
"Pergilah.
Aku dapat melawan mereka."
"Mana
mungkin?" Hong Ing berbisik dengan wajah penuh putus asa, "Kita telah
dikepung oleh tentara dan anak buah Kim Seng Siocia..."
"Pakai
akal! Menyelinap di antara pasukan... yang lihai hanya mereka berdua..."
"Siuuuttt...
tar-tar-tar...!"
Kun Liong
terkejut sekali karena dia sedang mendorong tubuh Hong Ing ke arah pasukan
tentara yang mengepung sehingga dia kurang cepat mengelak dan sambaran ke tiga
dari cambuk itu sudah mengenai pundaknya. Bajunya di bagian pundak itu robek
dan sedikit kulit pundaknya tergigit robek oleh piauw yang diikat di ujung
cambuk sehingga berdarah.
"Wirrrrr...!"
Tongkat di
tangan Go-bi Sin-kouw menyambar dan Kun Liong cepat meloncat ke kanan,
mengelak. Pada lain saat dia telah dikeroyok oleh dua orang wanita lihai itu
sehingga dia harus berloncatan ke sana-sini untuk menyelamatkan diri. Akan
tetapi hatinya lega karena Hong Ing telah menurut permintaannya.
Dara itu
telah lenyap dan menyelinap di antara pasukan sehingga terjadilah kekacauan di
antara pasukan yang berusaha menangkap dara itu. Namun bagi Hong Ing, mereka
itu adalah makanan lunak sehingga dia dapat bergerak leluasa melompat ke
sana-sini dan keributan yang terjadi di sekelilingnya membuat gurunya dan juga
Kim Seng Siocia tidak mungkin menghampirinya, apa lagi karena kedua orang wanita
yang lihai itu sedang sibuk mengeroyok Kun Liong yang terlalu gesit bagi
mereka.
Pangeran Han
Wi Ong yang khawatir kehilangan calon isterinya yang dicintainya, cepat lari
dan mengejar Hong Ing sambil mengerahkan para pengawalnya dan berkali-kali dia
berteriak agar anak buahnya jangan melukai dara itu. Sementara itu, anak buah
Kim Seng Siocia yang dipimpin oleh Acui dan Amoi, juga Marcus, sudah mengurung
tempat itu dan melihat betapa Kim Seng Siocia sudah bertanding melawan Kun
Liong, tanpa diperintah lagi mereka sudah maju, terutama sekali Acui dan Amoi
yang merupakan bantuan amat berharga bagi Kim Seng Siocia.
Kun Liong
merasa sibuk bukan main. Menghadapi cambuk Kim Seng Siocia dan Go-bi Sin-kouw
saja dia telah merasa terancam, apa lagi kini muncul pula Acui dan Amoi,
sedangkan puluhan orang wanita anak buah Kim Seng Siocia sudah mengepung dengan
senjata di tangan.
Jika saja
Kun Liong tidak berpendirian bahwa dia tidak akan melukai apa lagi membunuh
orang, kiranya dia akan dapat lolos dengan mudah sambil merobohkan beberapa
orang di antara pengeroyok-pengeroyoknya. Namun karena dia hanya membela diri
dan berusaha menyelamatkan diri, maka dia menjadi repot sekali dan beberapa
kali dia sudah terkena gebukan tongkat Go-bi Sin-kouw yang membuat nenek itu berteriak
kaget dan terbelalak lebar karena setiap gebukannya tidak membuat pemuda gundul
itu roboh, bahkan telapak tangannya sendiri terasa nyeri!
Kadang-kadang
Kun Liong menoleh ke arah Hong Ing yang tadi kelihatan menyelinap di antara
pasukan pemerintah. Ketika melihat betapa di situ masih kacau tanda bahwa Hong
Ing masih berada di antara pasukan pemerintah dan dikeroyok oleh pasukan, Kun
Liong menjadi semakin khawatir.
Mengapa dara
itu tidak lekas-lekas melarikan diri? Dia tidak mempedulikan keadaannya sendiri
karena dengan mudah dia akan dapat membebaskan diri, akan tetapi dia sangat
khawatir kalau-kalau Hong Ing tertawan lagi karena dia akan sukar
menyelamatkannya, mengingat betapa banyaknya lawan yang dihadapinya.
Karena itu
dia lalu mengambil keputusan untuk mengeluarkan kepandaian dan membuat lawan
tidak berdaya lebih dahulu agar dia dapat melarikan Hong Ing. Ketika cambuk
yang sangat berbahaya dari Kim Seng Siocia menyambar lagi, disusul oleh
hantaman tongkat Go-bi Sin-kouw serta serangan kilat dengan pedang yang
dilakukan oleh Acui dan Amoi, Kun Liong cepat menendang tongkat nenek itu
dengan pengerahan tenaganya sesudah berhasil mengelak dari sambaran cambuk,
memukul jatuh pedang di tangan Acui dan menangkap pergelangan tangan Amoi yang
memegang pedang.
Karena itu
dia lalu mengambil keputusan untuk mengeluarkan kepandaian dan membuat lawan
tidak berdaya lebih dahulu agar dia dapat melarikan Hong Ing. Ketika cambuk
yang sangat berbahaya dari Kim Seng Siocia menyambar lagi, disusul oleh
hantaman tongkat Go-bi Sin-kouw serta serangan kilat dengan pedang yang
dilakukan oleh Acui dan Amoi, mula-mula Kun Liong miringkan tubuhnya dan
sesudah berhasil mengelak dari sambaran cambuk, ia cepat menendang tongkat
nenek itu dengan pengerahan tenaganya kemudian memukul jatuh pedang di tangan
Acui dan menangkap pergelangan tangan Amoi yang memegang pedang.
"Lepaskan!"
Amoi membentak sambil menghantamkan tangan kirinya ke arah leher Kun Liong.
"Plakk!
Plakk!”
“Aihhh,
lepaskan aku...!" Amoi langsung menjerit-jerit ketika telapak tangan
kirinya yang tepat menghantam leher itu melekat tak dapat ditarik kembali,
bahkan kini lengan kiri Kun Liong dengan ketat sudah merangkul pinggangnya yang
ramping, dan gadis itu merasa betapa tenaga sinkang-nya menerobos keluar dihisap
oleh tenaga mukjijat yang keluar dari leher dan lengan pemuda itu.
Melihat
keadaan Amoi, Acui cepat maju dan memukul punggung Kun Liong.
"Bukk!”
“Aihhhhh...!"
Juga Acui menjerit-jerit dan meronta-ronta untuk membebaskan tangannya yang
menempel di punggung Kun Liong. Akan tetapi, karena dia sudah menjadi korban
penghisapan Thi-khi I-beng, semakin hebat dia meronta, semakin kuat dia
mengerahkan sinkang, makin kuat pula telapak tangannya melekat dan makin banyak
pula sinkang-nya terbetot dan terhisap.
Dua orang
gadis itu menjerit-jerit dan mereka berdua meronta-ronta, berusaha memukul,
menendang, bahkan menggigiti. Kun Liong merasa kegelian juga sehingga beberapa
kali dia melepaskan sinkang-nya dan akhirnya dua orang gadis itu kelihatan
seperti sedang membelainya, yang seorang merangkul lehernya dari belakang dan
yang ke dua memeluk pinggang dari depan.
Melihat ini,
Go-bi Sin-kouw lalu maju dan memegang lengan Amoi, menariknya dengan pengerahan
sinkang untuk membantu gadis itu terlepas. Sungguh pun dia tidak mengenal Amoi
dan tidak peduli akan apa yang menimpa diri gadis ini, akan tetapi dia tahu
bahwa kedua orang gadis itu adalah anak buah Kim Seng Siocia dan yang telah
membantunya menghadapi pemuda gundul lihai itu, maka dianggapnya sebagai kawan
juga, maka dia mencoba untuk menolongnya agar pihaknya kuat lagi.
Akan tetapi
dia pun langsung terpekik penuh kekagetan ketika merasa betapa tangannya yang
memegang lengan Amoi itu melekat dan ada daya sedot luar biasa yang menghisap
tenaga sinkang-nya melalui lengan gadis yang dipegangnya itu! Dia berteriak
nyaring dan mengerahkan sinkang-nya membetot, akan tetapi dapat dibayangkan
betapa heran serta kagetnya ketika sinkang yang dikerahkannya itu seolah-olah
membanjir memasuki lengan Amoi yang dipegangnya!
Thi-khi
I-beng memang hebat bukan main. Sekali dikerahkan, daya sedotnya sedemikian
kuatnya sehingga dapat menembus tubuh orang lain seolah-olah merupakan aliran
listrik! Maka terjadilah hal yang amat lucu.
Betot-membetot
ini tidak hanya terjadi antara tiga orang itu, melainkan makin bertambah ketika
anak buah Kim Seng Siocia turut pula mengeroyok Kun Liong untuk membantu dua
orang pelayan kepala yang melekat pada pemuda gundul itu. Namun, setiap orang
gadis sekali bergerak memegang tubuh Acui, Amoi, Go-bi Sin-kouw atau pun tubuh
Kun Liong sendiri, kontan melekat dan terhisap sinkang-nya!
Hal ini
malah membuat Kun Liong menjadi payah! Terlalu banyak tenaga sinkang yang
membanjiri tubuhnya. Sungguh pun dia sudah dapat menguasai Thi-khi I-beng dan
dapat menghentikan daya hisap itu sewaktu-waktu yang dikehendakinya, akan tetapi
karena dia masih belum banyak pengalaman dalam menguasai ilmu mukjijat ini,
sekarang kebanjiran tenaga membuat dia seperti mabok, merasa tubuhnya seperti
sebuah balon karet yang terus ditiup sampai sebesar-besarnya, merasa
seolah-olah tubuhnya akan pecah meledak setiap saat. Pemuda itu pun hanya dapat
mengeluh,
"Lepaskan
aku..., lepaskan aku... jangan pegang...!"
Kemudian dia
pun roboh telentang dengan tujuh orang wanita yang melekat kepadanya itu turut
pula terbawa, roboh menindih tubuhnya! Memang lucu pemandangan ini, seakan
tujuh orang wanita, yang seorang nenek-nenek, sedang mengeroyok dan menggulat
Kun Liong!
Kim Seng
Siocia sudah mengerti apa yang terjadi. "Celaka, kalian menjadi korban
Thi-khi I-beng!" teriaknya, lantas dia memutar-mutar cambuknya tetapi
tidak berani sembarangan menggunakannya karena tubuh Kun Liong seolah-olah
terlindung oleh tubuh tujuh orang itu.
Lebih sulit
lagi, kini Acui dan Amoi yang merasa betapa hawa sinkang mereka tersedot oleh
Kun Liong dan betapa tubuh mereka menindih, tiba-tiba merasakan kemesraan aneh
seolah-olah mereka akan dibawa mati bersama-sama pemuda itu dan keduanya kini
tidak mengeluh lagi, melainkan merintih perlahan kemudian menciumi muka pemuda
gundul itu dengan mesra!
Hal ini
membuat Kun Liong semakin gelagapan lagi, maka dia lalu mengerahkan seluruh
tenaga dari pusarnya, mencurahkan seluruh perhatiannya untuk menarik kembali
tenaga hisap. Hal ini amat sukar dilakukan karena tubuhnya seperti membengkak,
membuat dia sulit bergerak. Namun akhirnya dia berhasil. Dia tidak ingin
membunuh tujuh orang wanita itu dan dia maklum bahwa kalau dia tidak
cepat-cepat dapat menarik kembali daya hisap dari Thi-khi I-beng, tentu mereka
akan mati dalam keadaan lemas kehabisan tenaga.
"Aughhh...!"
Berturut-turut tujuh orang wanita itu mengeluh ketika tiba-tiba daya hisap itu
lenyap dan mereka dapat melepaskan diri dari pemuda itu.
Go-bi
Sin-kouw cepat meloncat ke belakang dan terhuyung-huyung, mukanya pucat dan
tangannya yang memegang tongkat menggigil, sepasang matanya memandang
terbelalak penuh kengerian kepada Kun Liong dan bibirnya yang kebiruan itu lalu
berkata perlahan, "Thi-khi I-beng...!"
"Tar-tarr-tarrr...!"
Kini ujung
cambuk di tangan Kim Seng Siocia meledak-ledak di atas kepala Kun Liong. Pemuda
ini terkejut sekali dan menggulingkan tubuhnya ke kanan kiri untuk menghindar
dari sambaran ujung cambuk itu.
"Hi-hi-hik-hik!
Aku tahu bahwa engkau telah menggunakan Thi-khi I-beng semalam, akan tetapi aku
sudah siap untuk melawan ilmu itu! Cambukku inilah yang akan melumpuhkan Ilmu
Thi-khi I-beng dan akan mencabut nyawamu!"
Kun Liong
merasa betapa tubuhnya digigit ujung cambuk yang dipasangi piauw tajam
meruncing itu. Dia tahu pula bahwa ujung piauw itu beracun, akan tetapi untuk
ini dia tidak khawatir karena tubuhnya sudah kebal akan racun. Akan tetapi rasa
nyeri membuat dia harus melanjutkan satu-satunya jalan untuk membela diri,
yaitu bergulingan di atas tanah. Gerakannya gesit sekali akan tetapi celakanya
tubuh yang penuh hawa sinkang kelebihan itu sangat sukar dikendalikan sehingga
gerakannya bergulingan menjadi kacau, kadang-kadang terlampau cepat sampai dia
menjadi pening sendiri!
"Tahan
senjata! Bebaskan dia, kalau tidak, aku akan membunuh pangeran ini!"
Kim Seng
Siocia menengok, demikian pula Go-bi Sin-kouw dan yang lain-lain. Ternyata yang
berseru itu adalah Pek Hong Ing. Dara ini sudah merampas sebatang pedang lawan
dan kini dia tengah menempelkan pedangnya di leher Pangeran Han Wi Ong,
sedangkan tangan kirinya mencengkeram tengkuk pangeran itu.
Wajah
Pangeran Han Wi Ong menjadi pucat sekali dan dia berkata dengan suara parau,
"Lepaskan dia... lepaskan...!"
Kim Seng
Siocia memandang ragu. Bagaimana dia dapat melepaskan Kun Liong yang amat
dibutuhkannya itu hanya untuk menolong pangeran itu? Kembali cambuknya sudah
meledak-ledak lagi, namun Go-bi Sin-kouw dan para pasukan pemerintah sudah
bergerak maju menghadangnya dengan sikap bermusuh!
"Kim
Seng Siocia, yang terpenting adalah keselamatan Pangeran!" bentak Go-bi
Sin-kouw garang.
Walau pun
nenek ini masih belum pulih, tubuhnya terasa lemah kepalanya pening karena
terlampau banyak sinkang-nya terhisap oleh Kun Liong, namun dia siap untuk
menyerang wanita gemuk itu demi keselamatan pangeran yang amat dia harapkan
bisa mengangkat tinggi derajatnya itu...
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment