Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Si Kumbang Merah Pengisap Kembang
Jilid 23
LIMA orang
ltu sama sekali tidak memperhatikan Hay Hay. Mata mereka semua ditujukan kepada
Mayang dan mulut mereka tersenyum-senyum. Sikap mereka tidak kasar, bahkan
tidak ada ucapan-ucapan tak sopan yang keluar dari mulut mereka yang tersenyum,
akan tetapi pandang mata mereka itu amat dikenal oleh Mayang. Pandang mata
laki-laki yang dibakar nafsu birahi kalau melihat wanita cantik!
Oleh pandang
mata seperti itu saja, Mayang sudah merasa marah dan dia tahu dengan orang
macam apa dia berhadapan. Segera dia teringat akan keterangan kakek di dusun
tadi, tentang sekelompok orang yang menamakan diri mereka ho-han atau orang
gagah berjiwa pahlawan yang menentang kejahatan akan tetapi mereka suka
mengganggu para wanita.
"Apakah
kalian berlima ini yang dinamakan orang-orang Ho-han-pang?" Mayang
langsung saja berteriak dengan suara lantang dan membentak.
Lima orang
pria muda itu saling pandang, kemudian mereka tertawa. Sikap mereka ketika
tertawa juga tidak kasar, melainkan suara tawa orang-orang yang biasa
bersopan-santun atau orang-orang terpelajar!
Seorang di
antara mereka yang berkumis tipis mengajukan kudanya dan mewakili
teman-temannya memberi hormat dengan merangkapkan kedua tangan di depan dada.
"Selamat
sore, Nona. Maafkan kebodohan kami bahwa kami tidak mengenal Nona yang ternyata
telah mengenal kami. Kami berlima memang orang-orang Ho-han-pang. Bolehkah kami
mengetahui siapa nama nona dan hendak pergi ke manakah?"
Melihat
sikap mereka yang sopan, bagaimana pun juga Mayang merasa tidak enak untuk
bersikap kasar. Mulailah dia merasa ragu. Mereka ini harimau-harimau berkedok
domba, ataukah keterangan kakek tadi yang tidak benar dan bersifat fitnah? Ia
harus berhati-hati, jangan sampai nanti ditertawakan oleh Hay Hay yang
nampaknya hanya berdiam diri saja di belakangnya itu.
"Aku
tidak ingin berkenalan dengan kalian, tidak perlu memperkenalkan nama. Aku
hanya ingin tahu kenapa kalian agaknya sengaja menghadang dan merintangi
perjalanan kami? Minggirlah dan beri jalan kepada kami!"
Kembali si
kumis tipis mewakili teman-temannya dan dengan sikap hormat dia menjawab,
"Maatkan kami, Nona. Kami memang sengaja menghadang, tetapi bukan dengan
maksud buruk melainkan memang telah menjadi tugas kami untuk menjaga keamanan
di wilayah ini. Karena Nona adalah seorang yang asing dan belum kami kenal,
maka sudah rnenjadi kewajiban kami untuk bertanya dan mengetahui siapa Nona dan
temanmu itu. Ketahuilah bahwa keamanan di seluruh daerah kota raja menjadi
tanggung jawab Ho-han-pang, oleh karena itu kami harus berhati-hati dan selalu
menyelidiki semua pendatang yang belum kami kenal. Oleh karena itu, harap Nona
dan teman Nona suka memperkenalkan diri dan memberi tahukan kami, dari mana
Nona datang dan hendak ke mana Nona pergi.”
“Hemm,
apakah sekarang Ho-han-pang sudah menggantikan pasukan pemerintah untuk menjaga
keamanan? Bagaimana kalau kami tidak mau memperkenalkan diri. Apa yang hendak
kalian lakukan?”
Kembali lima
orang itu saling pandang, masih tersenyum dan kini pandang mata mereka
bertambah kekaguman terhadap keberanian gadis jelita itu menantang mereka. Si
kumis tipis kembali berkata,
“Nona,
agaknya Nona belum mendengar tentang Ho-han-pang, maka Nona tidak percaya
kepada kami. Ketahuilah bahwa ketua kami adalah Bengcu yang hendak
mempersatukan seluruh kekuatan di dunia persilatan. Bengcu kami adalah seorang
pendekar dan patriot yang berilmu tinggi, yang hendak menuntun semua tokoh
kang-ouw untuk menjadi patriot pembela negara! Bengcu kami membawa kami ke
jalan kebenaran dan siapa saja yang menentang kami tentu akan tergilas oleh
kebenaran. Oleh karena itu, harap Nona suka memperkenalkan diri sehingga kami
tidak akan memberi laporan buruk tentang diri Nona kepada ketua perkumpulan
kami."
Empat orang
temannya itu pun memberi hormat kepada Mayang dan berkata, "Maafkan kami,
Nona."
Sikap mereka
berlima itu demikian sopan dan menarik, disertai senyuman menghias pada wajah
mereka yang rata-rata memang tampan dan gagah.
Mayang
hendak bersikeras tidak mau memperkenalkan diri, tetapi tiba-tiba dia mendengar
suara Hay Hay di belakangnya.
"Maafkan
adikku ini, ngo-wi ho-han (lima orang gagah)! Terus terang saja, adikku enggan
memperkenalkan diri karena maklumlah, sebagai gadis-gadis terhormat, betapa
mungkin memperkenalkan diri begitu saja kepada lima orang pria muda?"
Mayang
hendak menegur kakaknya dengan marah, akan tetapi dia bengong saat melihat
betapa kelima orang laki-laki itu kini bersikap aneh sekali. Mereka berlima itu
memandang kepada Hay Hay dengan sikap yang sangat aneh. Kini mereka berlagak
dan pasang aksi, bahkan seorang di antara mereka berkata lirih,
"Aduhhh...
bukan main jelitanya nona berbaju biru ini...”
Hanya
sebentar saja Mayang terheran. Setelah dia memperhatikan, dia dapat merasakan
getaran tak wajar yang keluar dari arah Hay Hay, maka tahulah dia bahwa
kakaknya telah main-main lagi, menggunakan sihirnya untuk mempengaruhi lima
orang itu yang agaknya melihat dia sebagai seorang wanita jelita! Maka kini
Mayang diam saja, hanya tersenyum-senyum geli dan hendak melihat apa yang akan
dilakukan Hay Hay terhadap lima orang anggota Ho-han-pang itu.
Si kumis
tipis kini memandang kepada Hay Hay yang mengajukan kudanya. Jelas betapa sinar
mata si kumis tipis itu terpesona dan penuh kagum.
"Duhai
Nona yang cantik jelita dan manis budi! Terima kasih atas keramahanmu dan kami
mohon sudi kiranya Nona memperkenalkan diri bersama adik Nona itu."
"Aku
bernama Ma Hwa dan adikku ini bernama Ma Yang. Kami datang dari luar kota raja
dan hendak melihat-lihat keindahan kota raja. Kalian sungguh sopan dan gagah,
terutama engkau sungguh ganteng dengan kumis tipismu."
"Nona
Ma Hwa dan nona Ma Yang. Ji-wi (kalian berdua) adalah gadis-gadis jelita dari
luar kota yang hendak memasuki kota raja, maka biarlah kami yang mengawal
kalian supaya jangan terdapat gangguan di dalam perjalanan."
“Ahhh, tidak
perlu dikawal. Kami berani pergi berdua saja!" Mayang cepat berkata karena
dia tidak ingin ditemani lima orang itu. Dia mendahului kakaknya karena takut
kalau-kalau kakaknya itu akan menerima tawaran mereka.
"Kalau
begitu, barang kali ada hal lain di mana kami dapat membantu ji-wi?” Si kumis
tipis masih terus berusaha menawarkan jasa baiknya.
Sikap lima
orang itu demikian sopan dan menarik, maka kini mengertilah Mayang kenapa
banyak gadis yang terpikat dan mau menjadi isteri para anggota Ho-han-pang.
Ternyata Ho-han-pang memiliki anggota pria-pria muda yang pandai berlagak.
"Jika
sobat mau membantu kami, kami memang ingin mencari seorang perwira pengawal she
Tang di kota raja..." Hay Hay yang dengan kekuatan sihirnya telah membuat
mereka memandangnya sebagai seorang gadis cantik itu menatap dengan penuh
perhatian, dan dia melihat betapa lima orang itu nampak kaget.
"Perwira
she Tang...? Bagaimana rupa orang itu?"
Tentu saja
Hay Hay tidak mampu menjelaskan karena sebenarnya dia sendiri pun belum pernah
melihatnya. Dia hanya mendengar berita bahwa di kota raja ada seorang perwira
muda she Tang yang membual bahwa dia adalah putera Ang-nong-cu.
Tentu saja
Hay Hay tidak menganggapnya sebagai bualan belaka karena memang benar bahwa
Ang-hong-cu adalah seorang she Tang! Kalau hanya membual, bagaimana nama
keturunan itu bisa demikian tepat? Padahal tak ada seorang pun yang mengetahui
bahwa Ang-hong-cu adalah seorang she Tang.
"Dia…
dia seorang perwira pengawal yang masih muda," akhirnya Hay Hay hanya
dapat menerangkan apa yang diketahuinya. Akan tetapi hal itu agaknya telah
cukup karena lima orang itu nampak lega mendengar keterangan itu.
"Jangan
khawatir, kami akan membantu ji-wi mencarinya. Kami akan menemui ji-wi siocia
(nona berdua) di kota raja. Silakan melanjutkan perjalanan, Nona Ma Hwa dan Ma
Yang.” Mereka lalu meminggirkan kuda mereka, membiarkan Hay Hay dan Mayang
lewat.
Setelah
melewati lima orang itu, Mayang menegur kakaknya. "Hay-ko, mengapa engkau
memperkenalkan namaku dan kenapa pula engkau menyamar sebagai seorang
wanita?"
"Mayang,
orang yang kita cari ini lihai bukan main. Dia belum tahu namamu, akan tetapi
dia sudah mengenal namaku, juga wajahku. Karena itu tidak ada salahnya kalau
engkau memperkenalkan rupa dan namamu. Akan tetapi bagiku, lebih baik aku
bersembunyi dan tidak sembarangan memperlihatkan diri."
"Koko,
begitu takutkah engkau terhadap Ang-hong-cu?"
"Bukan
takut, adikku, melainkan aku harus berhati-hati. Kalau dia tahu bahwa aku
datang mencarinya di kota raja, dan kalau benar dia berada di sini, tentu dia
akan melarikan diri lebih dahulu. Dia lihai bukan main, juga licik dan pandai
menyamar. Kita tidak ada waktu main-main dengan Ho-han-pang, maka lebih baik
kita segera melepaskan diri dari mereka karena kita memiliki tugas yang lebih
penting. Sebaiknya kalau kita dapat masuk ke kota raja sebelum hari menjadi
gelap sekali.”
Mereka lalu
membalapkan kuda mereka. Setelah tiba di kota raja dan masuk melalui pintu
gerbang tanpa menimbulkan kecurigaan, mereka lalu menyewa dua buah kamar di
dalam sebuah rumah penginapan di kota raja. Mereka menyerahkan dua kuda mereka
kepada pelayan untuk dipelihara dan diberi makan.
Tentu saja
Hay Hay sama sekali tak pernah menyangka bahwa yang dinamakan Ho-han-pang
adalah sebuah perkumpulan yang dipimpin oleh Ang-hong-cu sendiri! Tidak pernah
mengira bahwa lima orang anggota Ho-han-pang itu adalah anak buah ayah
kandungnya yang sedang dicari-carinya.
***************
Seperti yang
telah diceritakan di bagian depan, sesudah keluar dari pekerjaannya sebagai
perwira pasukan pengawal, dan telah membuat jasa-jasa, bukan hanya menangkap
calon pembunuh kaisar, akan tetapi juga dia dianggap berjasa sudah membuat
daerah kota raja menjadi aman, keluar dengan terhormat, Ang-hong-cu Tang Bun An
lalu menghilang dan muncullah Han Lojin memimpin Ho-han-pang!
Usahanya
untuk menjadi seorang bengcu atau pemimpin besar di dunia kangouw dengan
mempersatukan atau lebih tepat lagi menaklukkan seluruh tokoh dunia kang-ouw
lantas mengangkat diri sebagai bengcu atau semacam raja, mulai berkembang
dengan baik. Hal ini berkat bantuan Sim Ki Liong, Tang Cun Sek dan Ji Sun Bi.
Terutama sekali Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi yang memiliki banyak sekali hubungan
dengan para tokoh kang-ouw, telah menarik banyak tokoh kang-ouw untuk mengakui
Han Lojin sebagai bengcu!
Biar pun
kini perkumpulan Ho-han-pang mulai berpengaruh, mulai diakui oleh para tokoh
kang-ouw, namun Han Lojin tetap bersikap waspada. Dia selalu menyebar anak
buahnya yang dipercaya untuk melakukan pengamatan di kota raja dan sekitarnya.
Bila mana ada tokoh kang-ouw atau perkumpulan yang agaknya tidak mau tunduk,
maka cukup dengan mengutus Sim Ki Liong, Tang Cun Sek atau Ji Sun Bi saja,
mereka yang menentang itu pasti dapat ditundukkan. Tidak usah dia sendiri yang
turun tangan!
Han Lojin
bukan orang bodoh. Dia tahu pasti bahwa perkumpulannya akan semakin maju pesat
selama didukung oleh pembesar-pembesar kota raja, terutama para pejabat tinggi.
Karena itu dia pun selalu menjaga agar Ho-han-pang mendatangkan kesan baik.
Dia berpesan
dengan ancaman keras kepada semua anak buahnya agar tidak melakukan perbuatan
yang terlarang dan melanggar hukum. Tak boleh mencuri atau merampok, tak boleh
bersikap kasar terhadap rakyat, bahkan harus selalu menentang kejahatan. Tentu
saja mereka diberi jaminan yang cukup. Kalau ada yang melanggar maka Han Lojin
tidak segan-segan untuk memberi hukuman dan menyiksanya sehingga semua anak
buahnya menjadi takut dan taat.
Bahkan dia
juga melarang keras anak buah Ho-han-pang untuk memperkosa wanita, hal yang
biasanya suka dilakukannya sendiri. Mereka boleh saja memilih seorang gadis
yang disukai sebagai isteri, akan tetapi harus dengan cara baik, tidak boleh
memperkosa.
Dan Ji Sun
Bi banyak membantu anak buah Ho-han-pang dalam hal menundukkan gadis yang
mereka pilih. Banyak sudah para wanita yang berjatuhan dan terpaksa menjadi
isteri salah seorang di antara anggota-anggota Ho-han-pang karena sudah
‘dijatuhkan’ dengan cara yang tidak wajar, walau pun bukan dengan kekerasan.
Ji Sun Bi
mempunyai banyak akal untuk membantu para anak buah Ho-han-pang dalam
menjatuhkan kaum wanita, baik dengan ramuan obat, dengan rayuan dan bermacam
akal lagi. Beberapa orang gadis dengan suka rela bahkan menyerahkan diri kepada
‘pendekar’ yang menyelamatkannya dari ancaman perampok ganas yang hendak
memperkosanya. Tentu saja semua itu hanya permainan saja, siasat yang diatur
oleh Ji Sun Bi!
Demikianlah,
Ho-han-pang segera dikenal oleh rakyat di kota raja dan sekitarnya sebagai
perkumpulan orang-orang gagah yang menentang kejahatan, akan tetapi
kenyataannya banyak pula gadis yang menyerahkan diri menjadi isteri dari para
anggota Ho-han-pang itu.
Tentu saja
Han Lojin sendiri belum dapat membebaskan diri dari kerakusannya terhadap
wanita. Hanya beberapa bulan saja setelah menjadi bengcu, Ang-hong-cu sudah
berhasil mengumpulkan banyak wanita muda yang cantik-cantik untuk dijadikan
pelayan atau pun pembantu di rumahnya yang berdiri di dalam hutan pada puncak
bukit.
Nampaknya
saja belasan orang gadis cantik itu menjadi pelayan dan pembantu, padahal
sebenarnya mereka dijadikan pemuas birahi Han Lojin yang tetap melakukannya
karena rasa bencinya kepada para wanita sehingga ingin mempermainkan mereka.
Maka dalam beberapa bulan saja sudah beberapa kali dia berganti pelayan.
Ada kalanya
belum sampai satu bulan dia sudah mengeluarkan seorang gadis pelayan dari dalam
rumahnya karena merasa bosan, lalu gadis itu dihadiahkan kepada seorang di
antara para anak buahnya untuk diperisteri. Anak buah ini tentu saja menerima
dengan kedua tangan terbuka karena ‘hadiah’ seorang gadis dari bengcu sudah
dapat dipastikan amat cantik menarik!
Gadis itu
sendiri pun tidak mempunyai pilihan lain kecuali menerima. Dia sudah ternoda,
kalau dicampakkan begitu saja oleh bengcu, mereka tentu akan terlantar dan
mereka juga tidak berani pulang ke rumah orang tua karena malu.
Tidak ada
seorang pun di antara para pelayan ini yang diperkosa oleh Han Lojin. Semua
dijatuhkan dengan bantuan siasat Ji Sun Bi! Dalam keadaan mabok atau lupa diri
karena pengaruh ramuan obat, para gadis itu menyerahkan diri dengan suka rela
kepada Bengcu dan mereka baru menyesal sesudah semuanya terlanjur sehingga
hanya dapat menerima nasib!
Ketika Han
Lojin menerima Sim Ki Liong sebagai pembantu, dia telah berjanji bahwa bila
pengaruhnya telah mulai berkembang, maka akan mudah saja mencari orang-orang
yang menjadi musuh besar pemuda perkasa itu, yaitu Siangkoan Ci Kang. Dan dia
memegang teguh janjinya. Sesudah banyak tokoh kang-ouw mulai mengakui kedudukannya
sebagai bengcu di dunia kang-ouw, Han Lojin lalu menyebar penyelidik ke seluruh
penjuru untuk mencari keterangan tentang Siangkoan Ci Kang. Demikianlah, secara
perlahan-lahan Han Lojin mulai memperkuat kedudukannya sebagai ketua
Ho-han-pang, juga sebagai bengcu baru di dunia kang-ouw.
"Dua
orang gadis Tibet katamu?" Han Lojin minta penjelasan pada waktu dia
mendengar laporan anak buahnya, si kumis tipis bersama empat orang temannya.
"Benar
sekali, Pangcu (ketua)," kata si kumis tipis.
Sebagai ketua
perkumpulan itu, Han Lojin disebut Pangcu (ketua) oleh semua anak buah
Ho-han-pang. Akan tetapi para pembantunya yang utama seperti Sim Ki Liong, Tang
Cun Sek, Ji Sun Bi serta para tokoh kang-ouw yang mengakui kedudukan Han Lojin
sebagai bengcu namun tidak menjadi anggota Ho-han-pang, menyebutnya Bengcu
(pemimpin).
"Dua
orang gadis peranakan Tibet yang cantik jelita bukan kepalang. Belum pernah
kami bertemu dengan dua orang gadis secantik itu!”
"Benar,
Pangcu. Terutama yang lebih tua, yang bernama Ma Hwa.”
“Yang lebih
muda juga cantik jelita, Pangcu, namanya Ma Yang.”
Lima orang
anggota Ho-han-pang ini termasuk anggota lama, bahkan telah menjadi anak buah
sejak Han Lojin masih menjadi perwira Tang Bun An. Tentu saja mereka termasuk
orang-orang kepercayaan sehingga mereka pun sudah tahu bahwa ketua mereka
adalah seorang laki-laki yang suka mengumpulkan gadis cantik.
Akan tetapi
Han Lojin bukanlah seorang laki-laki yang mudah tertarik wanita cantik kalau
dia tidak melihat sendiri.
"Kau
bilang tadi bahwa mereka datang ke kota raja untuk mencari perwira Tang?”
"Benar,
Pangcu. Akan tetapi yang mereka cari adalah seorang perwira Tang yang masih
muda. Mungkin yang mereka maksudkan adalah perwira Tang Gun yang dahulu dihukum
buang itu," kata si kumis tipis yang juga tahu akan peristiwa penangkapan
Tang Gun yang kemudian dihukum buang dan sampai kini tidak ada lagi kabar
ceritanya.
Han Lojin
mengerutkan alisnya, lantas menyuruh mereka mundur. Dia sendiri termenung.
Kalau ada orang mencari Tang Gun, seperti dia dahulu, tentu karena tertarik
mendengar bahwa Tang Gun membual sebagai putera Ang-hong-cu! Dan ini hanya
berarti bahwa dua orang gadis cantik itu tentu dua di antara para pendekar
wanita yang mencarinya!
Dia
mengingat-ingat para pendekar wanita yang pernah ditemuinya ketika terjadi
peristiwa pembasmian gerombolan pemberontak pimpinan Lam-hai Giam-lo. Di antara
mereka itu, yang paling mengesankan hanya beberapa orang saja, yaitu Cia Kui
Hong, Kok Hui Lian, Siangkoan Bi Lian, Pek Eng, dan Cia Ling. Dua yang terakhir
itu, Pek Eng dan Cia Ling, tidak pernah dapat dia lupakan karena mereka menjadi
korban perkosaannya.
Apa bila
yang muncul adalah dua orang di antara mereka, dia tidak merasa heran karena
para wanita pendekar itu memang memusuhinya. Akan tetapi jelas Kui Hong tidak
masuk hitungan. Cia Kui Hong yang telah menjadi ketua Cin-ling-pai itu telah
berjanji kepadanya dan dia merasa yakin bahwa gadis perkasa itu tidak akan
melanggar janjinya sendiri.
Akan tetapi
dua gadis yang kini mencari perwira Tang Gun itu agaknya juga bukan gadis-gadis
pendekar lainnya itu. Menurut anak buahnya, dua orang gadis itu bernama Ma Hwa
dan Ma Yang, dan mereka adalah dua orang gadis peranakan Tibet.
Karena
merasa tidak enak dan penasaran, Han Lojin kemudian memanggil Sim Ki Liong,
pembantu utamanya karena pemuda ini rnerupakan seorang yang berilmu tinggi.
Bahkan dalam hal ilmu silat, dia sendiri tidak akan mudah dapat mengalahkan Sim
Ki Liong yang telah menguasai ilmu-ilmu silat tinggi dari Pulau Teratai Merah
itu.
Ki Liong
sudah menjadi seorang pemuda lain sejak menjadi pembantu Han Lojin. Berkat ilmu
penyamaran yang hebat dari Han Lojin, pemuda itu mengenakan kedok tipis,
setipis kulit mukanya sehingga wajahnya telah berubah sama sekali. Kini dia
tidak khawatir akan dikenal oleh para pendekar. Tang Cun Sek juga mengenakan
kedok tipis yang merubah bentuk mukanya, seperti juga Ji Sun Bi.
Han Lojin
tak ingin para pembantunya itu dikenal orang. Dia mengatakan bahwa samaran itu
hanya untuk sementara saja. Kalau kedudukan Ho-han-pang sudah kuat benar, maka
kelak tak ada halangannya bagi tiga orang pembantunya itu untuk memperlihatkan
wajah mereka yang sebenarnya.
"Kau
selidiki dua orang gadis itu," kata Han Lojin setelah menceritakan kepada
Ki Liong tentang laporan lima anak buah Ho-han-pang tadi. "Selidiki yang
jelas siapa mereka, dan mengapa pula mereka mencari perwira Tang. Kalau mereka
itu mencurigakan dan dapat merugikan kita, jangan kau ragu. Tangkap atau bunuh
saja mereka, akan tetapi lakukan dengan hati-hati agar jangan sampai
menimbulkan kekacauan di kota raja. Mengertikah engkau?"
Ki Liong
mengangguk dan tersenyum. "Itu urusan kecil saja, Bengcu. Apa sih artinya
dua orang gadis Tibet? Malam ini juga pasti aku sudah mendapat keterangan
lengkap tentang mereka, dan kalau perlu malam ini juga kutangkap mereka
kemudian kuhadapkan kepada Bengcu."
"Bagus!
Aku percaya akan kesanggupanmu, Ki Liong. Dan kau tahu, kalau bukan urusan
penting, aku tak akan mengutusmu, cukup anak buah saja. Jadi, urusan ini
penting sekali karena hatiku merasa tidak enak."
Sim Ki Liong
lalu meninggalkan puncak bukit yang kini menjadi perkampungan besar dan pusat
perkumpulan Ho-han-pang itu, lantas dia pun memasuki kota raja dan mulai dengan
penyelidikannya. Karena Han Lojin memang sudah menugaskan banyak sekali
penyelidik dan anak buahnya di kota raja, maka bukan pekerjaan sukar bagi Ki
Liong untuk mencari tahu di mana adanya dua orang gadis Tibet itu.
Menurut para
penyelidik, yaitu anak buah Ho-han-pang yang bertugas di kota raja, di sana
tidak ada dua orang gadis Tibet, tetapi yang ada hanya seorang gadis Tibet saja
bersama seorang pemuda yang mengaku sebagai kakaknya. Mereka menyewa dua buah
kamar di rumah penginapan Hok Likoan.
Tentu saja
Ki Liong merasa heran bukan main. Menurut keterangan Bengcu, lima orang anak
buah Ho-han-pang itu melaporkan bahwa yang perlu diselidikinya adalah dua orang
gadis Tibet yang cantik-cantik dan mereka bernama Ma Hwa dan Ma Yang. Bagaimana
sekarang yang ada hanya seorang saja gadis Tibet bersama kakak laki-lakinya?
Dan menurut
para penyelidik, gadis Tibet yang berada di rumah penginapan Hok Likoan itu
serupa benar dengan seorang di antara dua orang gadis Tibet, yaitu yang muda.
Ciri-cirinya yang menonjol adalah bertubuh tinggi ramping dengan kulit yang
putih kemerahan, pinggulnya besar dan bulat, rambutnya panjang dikepang dua,
wajahnya manis, matanya agak sipit, hidungnya mancung besar dan mulutnya kecil.
Akan tetapi dara Tibet pertama, yang kabarnya lebih cantik jelita dibandingkan
adiknya, tidak terlihat dan sebagai gantinya adalah seorang pemuda kakak gadis
Tibet itu yang tampan.
Karena
penasaran, maka malam hari itu juga Ki Liong mendatangi rumah penginapan itu.
Kebetulan sekali ketika itu dua orang kakak beradik yang hendak diselidikinya
itu sedang makan malam di rumah makan sebelah rumah penginapan itu. Begitu dia
melihat pemuda yang mengaku kakak dari gadis Tibet, hampir saja Sim Ki Liong
terpelanting jatuh saking kagetnya sesudah dia mengenal pemuda itu yang bukan
lain adalah Hay Hay atau Tang Hay, pemuda yang amat ditakutinya karena dia tahu
betapa saktinya pemuda itu.
Dia tahu
bahwa Hay Hay bukan saja amat tinggi ilmu silatnya, akan tetapi juga memiliki
ilmu sihir yang amat kuat. Kini mengertilah dia mengapa lima orang anggota
Ho-han-pang itu melihat dua orang gadis Tibet. Tentu Hay Hay sudah menggunakan
sihirnya sehingga lima orang itu melihat dia sebagai seornag gadis.
Sesudah dia
merasa yakin bahwa pemuda itu benar Tang Hay, cepat Sim Ki Liong pergi
meninggalkan tempat itu dengan jantung berdebar tegang. Bahkan tadi napasnya
terasa sesak ketika dia bertemu pandang dengan Hay Hay, sungguh pun dia tahu
bahwa tak ada seorang pun yang akan dapat mengenal wajahnya yang sudah berubah
sama sekali oleh penyamaran yang dilakukan Han Lojin.
Dan memang
Hay Hay sama sekali tidak mengenal Sim Ki Liong dengan wajah barunya itu. Kalau
tadi dia sejenak memandang tajam adalah karena dia melihat pemuda tampan itu
mengerling ke arah Mayang dan dia.
Dengan napas
masih memburu, malam itu juga Ki Liong langsung menghadap Han Lojin. Tentu saja
Han Lojin terkejut bukan main melihat pembantu utamanya itu kelihatan gugup dan
seperti orang yang ketakutan! Juga sudah berani minta menghadap pada malam itu
juga, tanda bahwa dia datang membawa berita yang teramat penting.
"Hayaaa…!
Celaka, Bengcu..."
Han Lojin
mengerutkan alisnya sambil memandang marah. "Ki Liong, mengapa engkau?
Sungguh tak kusangka engkau dapat menjadi seorang penakut macam ini! Hayo
katakan, mengapa engkau kelihatan begini ketakutan?"
Wajah Ki
Liong menjadi merah. Dia baru menyadari bahwa sikapnya tadi memang sangat
memalukan sekali.
"Maaf,
Bengcu. Saya tidak takut, hanya….. ehh, terkejut sekali karena menemukan orang
yang sama sekali tidak disangka-sangka. Karena terkejut itulah maka saya
menjadi gugup dan ingin cepat-cepat memberi laporan kepada Bengcu."
Sekarang
harga dirinya sudah kembali. Dia adalah seorang pemuda yang gagah perkasa,
memiliki ilmu kepandaian tinggi, bahkan murid dari Pendekar Sadis dan
isterinya, majikan Pulau Teratai Merah yang amat terkenal di seluruh dunia
kang-ouw. Tidak sepatutnya dia memperlihatkan sikap ketakutan seperti tadi.
"Katakanlah,
Ki Liong, jangan seperti anak kecil. Siapa orang itu?"
Kini ada
perasaan was-was di hati Han Lojin karena dia cukup mengenal kegagahan dan
kelihaian Ki Liong. Kalau sampai seorang yang memiliki kelihaian seperti Ki
Liong sampai begitu ketakutan, maka tentu orang yang ditakutinya itu
benar-benar orang luar biasa.
"Dia
adalah Hay Hay...”
Sepasang
mata Han Lojin terbelalak dan dia merasa betapa jantungnya berdebar penuh
ketegangan.
"Dia...?
Dia... yang datang...?"
Sejenak
kedua orang berdiam diri, tidak ada yang mengeluarkan suara karena keduanya
melamun. Dan terbayanglah semua peristiwa yang pernah mereka alami, ketika Han
Lojin bertanding melawan Hay Hay puteranya sendiri sampai dia terdesak hebat.
Juga Ki Liong membayangkan ketika dia bertanding melawan Hay Hay sehingga
hampir saja dia celaka, bahkan pedang pusaka yang dibawanya dari Pulau Teratai
Merah, yaitu pedang pusaka Gin-hwa-kiam, akhir-akhir ini juga sudah dirampas
oleh pemuda yang memiliki kesaktian hebat itu.
Akan tetapi
Han Lojin segera dapat menguasai hatinya yang agak terguncang mendengar bahwa
musuhnya nomor satu yang ditakutinya, juga merupakan putera kandungnya, kini
telah datang ke kota raja dan sudah jelas niatnya. Tentu untuk mencari dia! Dia
langsung teringat akan kedudukannya. Kalau tadinya dia merasa gentar, kini dia
dapat menguasai hatinya, bahkan otaknya yang cerdik segera mengatur siasat
untuk dapat menundukkan Tang Hay.
Kalau saja
pemuda yang lihai itu, juga putera kandungnya sendiri itu, dapat membantu dia
seperti halnya Tang Cun Sek, tentu kedudukannya akan menjadi bertambah kuat!
Benar! Dia harus bisa membujuk atau bila perlu memaksa Tang Hay untuk membantu
usahanya menjadi bengcu di seluruh dunia kang-ouw!
"Ki
Liong, cepat kau pergi panggil Sun Bi dan Cun Sek ke sini!"
Ki Liong
memandang Han Lojin. "Sekarang?"
"Ya,
sekarang juga. Cepat, kutunggu di sini!"
Ki Liong
segera pergi ke kamar kedua orang itu dan tidak lama kemudian dia bersama Ji
Sun Bi dan Tang Cun Sek sudah berada di dalam ruangan duduk tadi di mana Han
Lojin masih menanti dengan alis berkerut. Dua orang itu pun terkejut setengah
mati mendengar dari Ki Liong bahwa Hay Hay sudah tiba di kota raja. Karena itu
mereka bergegas datang sesudah mendengar bahwa Bengcu memanggil, dan kini
keempat orang itu sudah duduk mengelilingi meja dan bicara dengan wajah serius.
Walau pun
wajahnya membayangkan kecemasan, akan tetapi dengan suara tenang Han Lojin
menggambarkan siasatnya untuk menghadapi Tang Hay atau Hay Hay. Sampai jauh
malam baru mereka mengakhiri perundingan itu dan pergi ke kamar masing-masing
untuk beristirahat karena besok mereka masing-masing memiliki tugas yang
penting dan berat sebagai pelaksanaan siasat yang telah diatur oleh Han Lojin!
***************
Pagi-pagi
sekali Hay Hay sudah mandi, kemudian keluar dari dalam kamarnya di rumah
penginapan Hok Likoan. Ia melihat pintu kamar Mayang masih tertutup, maka dia
pun tak mau mengganggu adiknya yang tentu lelah sesudah pada hari-hari yang
lalu melakukan perjalanan jauh itu. Biarlah adiknya melepas lelah dan beristirahat.
Dia
pagi-pagi bangun untuk mulai dengan penyelidikannya tentang perwira Tang, dan
dia tidak akan menyelidik jauh-jauh. Pagi hari itu tentu dia akan dapat minta
keterangan dari karyawan rumah penginapan itu secara santai, karena hari masih
pagi dan sepi.
Dia melihat
kesempatan yang baik sekali ketika melihat tukang kebun rumah penginapan itu
menyapu pekarangan di luar bangunan. Tukang kebun itu sudah setengah tua, tentu
sudah lama berada di kota raja. Maka dihampirinya tukang kebun yang sedang
menyapu pekarangan itu.
"Selamat
pagi, Paman," tegurnya.
Tukang kebun
itu mengangkat mukanya dan memandang heran. Selama bertahun-tahun menjadi
pegawai kasar dan yang dianggap rendah, yaitu menjadi tukang kebun, baru kali
ini dia mendapat salam demikian akrabnya dari seorang tamu hotel!
"Selamat
pagi, Kongcu!" jawabnya gembira.
“Sepagi ini
sudah bekerja, Paman? Rajin amat?”
Tukang kebun
itu menghentikan gerakan sapunya, lantas memandang sambil tersenyum. Seorang
tuan muda yang amat ramah, pikirnya.
"Kalau
kesiangan sedikit, para tamu akan berlalu lintas di sini dan selain sukar, juga
akan mengganggu tamu."
Hay Hay
melihat ada sebatang sapu bersandar di dinding luar. Diambilnya sapu itu dan
dia pun mulai menyapu, membantu pekerjaan si tukang kebun.
"Ehh, jangan,
Kongcu. Pakaianmu nanti kotor...!" kata si tukang kebun dengan heran.
"Aih,
tidak mengapa, Paman. Aku ingin membantumu menyapu. Aku ingin engkau segera
menyelesaikan pekerjaanmu ini sebab aku ingin mengajakmu bercakap-cakap
sebentar."
Biar pun dia
bukan tukang sapu dan tidak biasa menyapu pekarangan, akan tetapi berkat
tenaganya yang besar serta kecekatan gerakannya, maka sebentar saja Hay Hay
berhasil menyelesaikan pekerjaan itu. Si tukang kebun amat terheran-heran
melihat seorang tamu, seorang tuan muda, dapat mengayun tangkai sapu demikian
mahir dan cepatnya. Dengan hati girang dia pun melayani Hay Hay dan mengajaknya
bercakap-cakap.
"Paman,
aku hendak bertanya sedikit, aku harap Paman suka membantuku dan memberi
keterangan sejujurnya."
"Pertanyaan
apakah, Kongcu? Tentu saya akan menjawab sejujurnya."
"Begini,
Paman. Aku ingin mencari keterangan mengenai seorang perwira di kota raja ini,
seorang perwira she Tang yang mengaku sebagai putera Ang-hong-cu. Apakah engkau
pernah engkau mendengar tentang Tang-ciangkun itu?”
Tukang kebun
itu memandang kepada Hay Hay dengan wajah berkerut. Nama Ang-hong-cu merupakan
nama yang asing baginya.
“Saya pernah
mendengar tentang seorang perwira she Tang, namun entah dia itu putera
siapa...”
"Tidak
apa, Paman. Perwira she Tang yang Paman ketahui itu, di mana dia tinggal?"
Tukang kebun
itu menggelengkan kepala. “Sekarang dia sudah mengundurkan diri, tidak menjadi
perwira istana lagi. Entah ke mana perginya. Dia pernah berjasa besar terhadap
Sribaginda Kaisar, demikian beritanya, lalu dia diangkat sebagai perwira pengawal.
Akan tetapi sudah berbulan-bulan ini, mungkin sudah ada setahun, dia
mengundurkan diri dan pergi entah ke mana. Begitulah yang saya dengar, Kongcu.
Saya kurang memperhatikan urusan seperti itu, dan maaf kalau saya tidak dapat
memberi keterangan secukupnya."
"Keteranganmu
sudah cukup berharga, Paman," kata Hay Hay berbohong. Sebenarnya dia
merasa kecewa sekali mendengar keterangan yang tidak lengkap itu. "Tetapi
tahukah Paman siapa nama perwira itu dan berapa kira-kira usianya?"
"Saya
sendiri tidak pernah melihatnya, hanya mendengar kabar saja bahwa dia setengah
tua, lima puluh tahun lebih, dan namanya… namanya Tang... Bo An atau semacam
itu."
Hay Hay
merasa semakin kecewa. Kalau perwira itu benar-benar puteranya Ang-hong-cu,
tentu usianya tidak lima puluh tahun lebih! Dan mana ada orang bernama Bo An
(Tidak Selamat)? Mungkin Bu An atau Bun An.
Walau pun
dia menduga bahwa tentu bukan perwira setengah tua itu yang dimaksudkan sebagai
putera Ang-hong-cu, yang mengaku demikian dan merupakan satu-satunya jejak
baginya untuk menyelidiki Ang-hong-cu, akan tetapi tak ada cara lain lagi
baginya kecuali menyelidiki orang itu.
Memang
perwira setengah tua itu telah mengundurkan diri! Akan tetapi siapa tahu masih
ada orang di bekas tempat tinggalnya yang dapat bercerita lebih banyak,
terutama sekali memberi tahu kepadanya di mana sekarang perwira itu tinggal.
Bagaimana pun juga, she perwira setengah tua itu juga Tang, dan hal ini saja
sudah menarik perhatiannya.
"Terima
kasih sekali untuk semua keterangan tadi, Paman. Ada satu hal lagi, di manakah
rumah perwira Tang itu?"
Tukang kebun
itu memandang heran. "Tadi sudah saya katakan bahwa saya tidak tahu ke
mana dia pergi dan tidak tahu di mana rumahnya sekarang, Kongcu."
"Maksudku
bukan rumahnya yang sekarang, melainkan rumahnya dulu ketika dia masih menjadi
perwira di kota raja ini."
"Ahh,
kalau itu saya tahu. Siapa yang tidak tahu gedung perwira Tang yang amat
terkenal itu?" Lalu dia memberi petunjuk di mana adanya bekas rumah
perwira Tang.
Hay Hay mengucapkan
terima kasih, lantas meninggalkan tukang kebun itu yang segera melanjutkan
pekerjaannya. Dia tidak tahu betapa sesudah dia pergi, wajah ketololan dari
tukang kebun itu langsung berubah. Matanya berkilat dan mulutnya terhias
senyum, tanda seseorang yang merasa puas akan pelaksanaan tugasnya.
Melihat
betapa daun pintu kamar Mayang masih tertutup, Hay Hay tak mau mengganggu
adiknya. Biarlah Mayang tidur sampai sepuasnya. Pula, yang akan diselidikinya
hanyalah bekas tempat tinggal seorang perwira Tang yang agaknya lain dari pada
yang mengaku sebagai putera Ang-hong-cu.
Dia hendak
melakukah penyelidikan ini sebagai iseng-iseng saja, sebagai jalan-jalan pagi
selagi hawa udara masih sejuk dan bersih. Karena itu dia pun segera menggapai
seorang pelayan rumah penginapan yang sedang mengepel lantai dengan kain basah,
pekerjaan yang dilakukan setiap pagi sebelum para tamu bangun.
"Toako,"
kata Hay Hay kepada pelayan yang berusia sekitar tiga puluh tahun itu,
"maukah engkau menyampaikan pesan untuk adikku perempuan di kamar itu
kalau dia terbangun nanti dan mencari aku?"
Pelayan itu
mengangguk-angguk. "Tentu saja, Kongcu. Sudah menjadi tugas kami untuk
melayani setiap orang tamu.”
"Nah,
kalau dia terbangun nanti, tolong katakan bahwa aku pergi berjalan-jalan
mencari hawa pagi yang segar, dan agar dia menanti kembaliku untuk makan pagi
bersama."
Pelayan itu
mengangguk. "Baik, Kongcu. Akan saya sampaikan pesan Kongcu ini kepada
Siocia."
Hay Hay
mengeluarkan dua keping uang tembaga dan memberikannya kepada si pelayan yang
menerimanya dengan ucapan terima kasih. Hay Hay lalu pergi meninggalkan rumah
penginapan itu dan mengambil jalan ke arah bekas tempat tinggal Tang ciangkun
melalui jalan raya yang masih sepi. Dia pun tidak tahu betapa pelayan yang tadi
mencuci lantai itu berubah sikapnya, bahkan kemudian menyelinap masuk dan
berbisik-bisik dengan tukang kebun tadi bersama beberapa orang pelayan lain.
Tidak sukar
bagi Hay Hay untuk menemukan gedung yang megah itu karena dia sudah mendapat
gambaran dari tukang kebun di rumah penginapan. Seperti juga rumah-rumah lain,
pada pagi hari itu gedung ini masih terlihat sunyi. Di waktu sepagi itu hanya
burung-burung dan orang-orang miskin saja yang sudah keluar dari sarang atau
rumah mereka untuk mencari nafkah hidup sehari-hari. Orang-orang kaya,
bangsawan, dan mereka yang malas baru akan bangun setelah matahari naik tinggi.
Orang-orang
seperti ini tidak pernah dapat rnenikmati indahnya pagi hari, sejuknya hawa
pagi, segarnya mandi pagi yang kemudian akan menyegarkan pula badan sepanjang
hari. Orang yang terbiasa bangun pagi-pagi sekali, mandi air dingin, memulai
kehidupan di hari itu dengan kegembiraan dan semangat yang timbul karena
guyuran air dingin di pagi hari, badan dan batinnya akan selalu terasa segar
selama sehari itu. Sebaliknya, orang yang terlalu banyak tidur, yang bangun
terlampau siang, tidak akan kebagian suasana gembira dan penuh semangat di pagi
hari itu, karena begitu bangun langsung diserang panasnya sinar matahari yang
sudah naik tinggi sehingga menimbulkan kelesuan dan kemalasan di sepanjang hari
itu. Karena itu bukan hanya omong kosong jika para budiman jaman dulu
mengatakan bahwa siapa tidur tidak terlalu malam dan bangun pagi-pagi, akan
banyak rejeki dan tubuh sehat hati bahagia! Setidaknya, yang jelas badan akan
menjadi segar dan sehat!
Gedung bekas
tempat tinggal perwira Tang masih kelihatan sepi, bahkan lampu gantung yang
dipasang di luar rumah masih belum dipadamkan. Namun sepagi itu sudah nampak
seorang berpakaian pelayan atau tukang kebun menyirami bunga-bunga di
pekarangan depan, taman bunga yang terawat rapi. Ketika tukang kebun itu
melihat seorang pemuda berdiri di pintu pagar dan memandang-mandang ke dalam,
dia segera menghampiri dan menegur.
"Sahabat,
siapakah engkau dan ada keperluan apa maka berdiri di sini mengamati rumah
ini?" Sikapnya tidak bermusuhan, akan tetapi mengandung kecurigaan.
Kebetulan sekali, pikir Hay Hay. Kesempatan baik baginya untuk mencari
keterangan.
"Maaf,
lopek," katanya sambil memandang kakek yang usianya tentu lebih dari lima
puluh tahun tapi tubuhnya masih kokoh kuat, agaknya berkat terbiasa kerja
keras. "Aku hanya mengagumi gedung yang megah ini. Bukankah ini rumah
Tang-ciangkun?"
"Orang
muda, jangan ngawur! Ini adalah rumah perwira Su, bukan perwira Tang!"
"Akan
tetapi bukankah dahulu perwira Tang tinggal di rumah ini?" bantah Hay Hay
dengan sikap seolah dia sudah mengenal benar perwira Tang.
"Semua
orang juga sudah tahu, akan tetapi sudah setahun lebih rumah ini menjadi tempat
tinggal Su-ciangkun."
"Dan ke
manakah pindahnya Tang-ciangkun?"
"Mana
aku tahu? Kabarnya dia mempunyai rumah peristirahatan di luar kota. Di luar
kota raja sebelah utara ada bukit dan kabarnya di sanalah tempat tinggal
barunya. Akan tetapi baru saja Tang-ciangkun lewat di jalan ini. Dia menunggang
kuda di pagi hari, mungkin dia hendak pulang ke rumah peristirahatannya.”
"Ahh,
benarkah?" Hay Hay bertanya penuh semangat.
"Baru
saja dia lewat, kalau engkau cepat-cepat melakukan pengejaran, mungkin masih
dapat melihatnya.”
"Terima
kasih, lopek!" kata Hay Hay dan begitu dia berkelebat, dia pun lenyap dari
depan kakek itu.
Tukang kebun
itu tertegun, matanya terbelalak dan mulutnya ternganga. Lalu dia menarik napas
panjang.
"Aihhh….,
pantas saja Bengcu berpesan agar aku berhati-hati kalau bertemu pemuda itu.
Kiranya dia memiliki kesaktian seperti setan, dapat menghilang!" Dan dia
pun bergidik.
Hay Hay
memang mengerahkan tenaga dan kepandaiannya untuk melakukan pengejaran. Apa
bila dia dapat bertemu muka dengan perwira Tang ini, mungkin saja dia akan
dapat mendengar tentang perwira Tang yang lain, yang kabarnya membual sebagai
putera Ang-hong-cu itu.
Karena hari
masih pagi dan sepi, maka dia dapat dengan leluasa berlari cepat menuju ke
pintu gerbang utara, tidak peduli akan keheranan tukang kebun yang melihat dia
seperti menghilang.
Untung bahwa
sejak pagi pintu gerbang utara sudah dibuka karena ada saja orang-orang yang
keluar dari pintu gerbang, yaitu orang-orang yang mempunyai keperluan keluar
kota untuk berdagang atau untuk urusan lain. Ketika dia keluar dari pintu
gerbang, dia melihat debu mengepul di depan, dan tahulah dia bahwa di depan
sana ada orang menunggang kuda yang dibalapkan. Melihat ada dua orang petani
memanggul cangkul sedang berjalan melenggang seenaknya dari depan, dia pun
cepat bertanya kepada mereka.
"Sobat,
tahukah kalian siapa penunggang kuda itu tadi?" tanya Hay Hay sambil
menuding ke arah penunggang kuda yang tentu telah lebih dahulu berpapasan
dengan mereka.
"Ahh,
dia? Dia adalah Tang-ciangkun...," kata seorang di antara mereka.
Mendengar
ini, dengan girang Hay Hay melompat kemudian berlari cepat seperti terbang
meninggalkan dua orang petani itu sesudah mengucapkan terima kasih. Dua orang
petani itu berdiri bengong memandang sebab selama hidup mereka belum pernah
melihat orang berlari secepat itu. Hay Hay tidak tahu bahwa dua orang petani
itu saling pandang sambil tersenyum, dan seorang di antara mereka menjulurkan
lidah.
“Wuiii...
lihai dan berbahaya sekali orang itu!"
Hay Hay
mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengejar penunggang kuda di depan. Karena
debu mengepul tebal dia tidak dapat melihat kuda berikut penunggangnya, akan
tetapi debu itu yang menunjukkan ke mana penungang kuda itu pergi. Ketika
penunggang kuda itu mendaki bukit dan sampai di lereng yang berhutan, debu pun
menghilang karena jalan yang dilalui kini berumput.
Hay Hay
terpaksa menghentikan larinya ketika dia tiba di luar hutan. Dia kehilangan
jejak. Memang dapat saja dia melacak jejak kaki, akan tetapi hal itu akan
memakan waktu lama dan tentu orang yang dikejarnya itu sudah pergi jauh. Dia
tidak dapat terlalu lama pergi, karena Mayang akan menanti dan akan merasa
khawatir.
Bagaimana
pun juga dia sudah tahu ke arah mana Tang-ciangkun itu pergi. Kini dia akan
kembali ke rumah penginapan lebih dulu, lalu mengajak Mayang untuk kembali ke
tempat ini, mencari sampai berhasil menemukan bekas perwira Tang untuk
menanyakan apakah bekas perwira itu mengenal Perwira Tang muda yang mengaku
putera Ang-hong-cu. Dia lalu menuruni lereng bukit itu dan kembali ke kota
raja.
Matahari
sudah naik tinggi ketika Hay Hay tiba kembali di rumah penginapan Hok Likoan.
Dia segera menghampiri kamar Mayang dan merasa heran ketika melihat pintu kamar
itu masih tertutup. Begitu lelahkah adiknya itu sehingga sesiang itu belum juga
bangun? Dia mengetuk daun pintu kamar itu sambil memanggil-manggil, akan tetapi
tidak ada jawaban. Seorang pelayan losmen itu yang malam tadi menerima mereka,
menghampirinya.
"Percuma
diketuk, Kongcu. Siocia tidak berada di dalam kamar."
“Tidak
berada di dalam kamarnya? Lalu ia ke mana?" tanya Hay Hay sambil memandang
ke kanan kiri untuk melihat kalau-kalau adiknya berada di dekat situ.
“Entah ke
mana, Kongcu. Tadi ia duduk di depan kamar, lalu datang seorang tamu, bicara
dengan siocia kemudian mereka pergi tergesa-gesa meninggalkan rumah
penginapan.”
“Apakah dia
tidak meninggalkan pesan?"
“Siocia
sendiri tidak meninggalkan pesan, akan tetapi baru saja sebelum Kongcu datang,
tamu yang tadi mengajak siocia pergi, datang lagi dan menyerahkan sesampul
surat agar saya berikan kepada Kongcu.”
“Apa? Cepat
serahkan suratnya itu kepadaku!” Hay Hay berseru dan hatinya mulai terasa tidak
nyaman.
Setelah
pelayan itu menyerahkan sepucuk surat dalam sampul, Hay Hay cepat membuka
sampulnya kemudian dibacanya kertas yang mengandung tulisan yang rapi dan indah
itu. Singkat saja bunyinya, singkat namun membuat jantungnya berdebar penuh
ketegangan.
Tang Hay,
Kalau ingin
bicara tentang nona Mayang, silakan datang sendiri ke tempat kami.
Ho-han
Pangcu.
Celaka,
demikian teriak Hay Hay di dalam hatinya. Kini semuanya jelas baginya. Dia
telah terjebak! Dia seperti seekor harimau yang dipancing keluar meninggalkan
sarang. Orang sengaja memancingnya supaya menjauhi rumah penginapan itu dan
sementara dia pergi jauh, Mayang juga keluar dan tentu sudah ditangkap. Betapa
pun lihainya gadis itu, tentu dia dapat ditawan kalau dikeroyok, apa lagi kalau
lawan-lawannya berkepandaian tinggi.
Dia lalu
membayangkan kembali apa yang telah dialaminya sejak pagi tadi. Tukang kebun
rumah penginapan itu! Dia yang pertama melempar umpan untuk memancingnya,
dengan mengatakan di mana rumah Tang-ciangkun. Kemudian pelayan di gedung
tempat tinggal Tang-ciangkun dulu memancingnya dengan memberi tahukan bahwa
Tang-ciangkun baru saja lewat berkuda. Dan dua orang petani yang ditanyainya
mengenai penunggang kuda yang lewat. Mereka semua memancing sehingga dia
semakin jauh meninggalkan rumah penginapan, meninggalkan Mayang seorang diri.
Dia
memandang keluar dan melihat seorang tukang kebun sedang mencabuti rumput di
taman pekarangan. Orangnya masih muda, jelas bukan tukang yang dibantunya pagi
tadi dan ditanyainya tentang perwira Tang.
"Diakah
tukang kebun di rumah penginapan ini?" dia bertanya kepada pelayan itu
sambil menunjuk ke arah orang yang bekerja di pekarangan. Pelayan itu memandang
keluar, lalu mengangguk.
"Benar,
Kongcu. Dia A Kiat tukang kebun kami."
"Selain
dia apakah ada tukang kebun lain? Yang lebih tua?"
Pelayan itu
menggelengkan kepalanya. "Tidak ada lagi, Kongcu."
Hemm, jelas
bahwa orang tua pagi tadi adalah tukang kebun palsu, atau diselundupkan dan
menyamar sebagai tukang kebun. Tentu dia adalah anggota Ho-han-pang.
"Sobat,
tolong beritahukan, di mana adanya pusat perkumpulan Ho-han-pang?"
Pelayan itu
tidak nampak heran. Nama Ho-han-pang sudah terkenal sekali di seluruh kota raja
dan banyak sudah tamu-tamu yang menanyakan tempat itu. Banyak tokoh kang-ouw
berkunjung ke sana.
“Kongcu
keluar kota raja melalui pintu gerbang utara. Di luar kota terdapat sebuah
bukit dan di sanalah pusat Ho-han-pang…”
Belum habis
dia bicara, Hay Hay sudah berkelebat lenyap dari situ. Hay Hay sudah tahu di
mana dia harus mencari Mayang. Kiranya penunggang kuda tadi adalah orang
Ho-han-pang pula, dan tentu di sana pula sarang perkumpulan Ho-han-pang itu.
Akan tetapi
dia masih menduga-duga dengan hati mengandung keheranan. Mengapa Ho-han-pang
memusuhinya? Dan bagaimana pula mereka itu dapat mengenalnya, mengenal namanya?
***************
Apa yang
sudah terjadi dengan Mayang? Pagi hari itu dia terbangun dan melihat betapa
sudah ada sinar matahari pagi membayang pada tirai dan kaca jendela, dia lalu
pergi ke kamar sebelah, kamar Hay Hay. Akan tetapi ternyata kakaknya tidak
berada di kamarnya. Selagi dia termangu dan menduga-duga ke mana kakaknya
pergi, tiba-tiba pelayan rumah penginapan datang menghampiri.
"Selamat
pagi, Nona."
"Selamat
pagi. Ehh, Paman, di mana kakakku?"
"Pagi-pagi
sekali dia telah pergi, Nona. Dan ada seorang tamu yang sejak tadi menunggu
Nona keluar dari kamar. Dia bilang ada urusan penting sekali."
"Tamu?
Aku tidak mempunyai kenalan di sini...” Mayang berkata ragu.
"Entahlah,
Nona. Tetapi dia bilang ada urusan yang penting sekali dan ada hubungannya
dengan kakakmu..."
"Ahhh...
! Suruh dia masuk!" kata Mayang begitu mendengar bahwa tamu itu datang
untuk bicara tentang Hay Hay.
Tamu itu
seorang laki-laki yang usianya sudah lima puluh tahunan dan sikapnya lembut,
wajahnya pun bukan wajah orang jahat dan agaknya boleh dipercaya. Begitu
bertemu dia langsung mengangkat kedua tangannya dan berkata,
"Nona,
saya datang membawa pesan dari kakakmu, akantetapi dia hanya menyuruh saya
datang menemui Nona di sini dan mengatakan bahwa kakakmu sudah dapat menemukan
jejak dan Nona diminta menyusulnya ke sana sekarang juga."
Mayang
mengerutkan alisnya. "Hemm, bagaimana aku dapat percaya tentang kebenaran
omonganmu? Kita tidak saling mengenal dan...”
"Nona,
hal itu sudah saya katakan kepada Tang-taihiap kakakmu, akan tetapi dia hanya
mengatakan bahwa dia bersama Nona sedang melakukan penyelidikan tentang seorang
perwira she Tang di kota raja dan bahwa kini dia sudah mendapatkan jejaknya
maka dia minta agar Nona secepatnya menyusul ke sana."
"Di
mana dia?”
"Saya
akan menjadi penunjuk jalan, nona. Di sebelah timur kota raja dan..."
"Baiklah,
mari kita pergi! Paman pelayan, harap keluarkan dua ekor kuda kami. Lebih baik
kita menunggang kuda agar lebih cepat," tambahnya kepada laki-laki
setengah tua itu.
"Sebaiknya
begitu, Nona. Kedua kakiku sudah lelah sekali setelah melakukan perjalanan
cepat ke sini tadi."
Mereka lalu
menunggang dua ekor kuda itu dan melarikan kuda ke luar kota raja melalui pintu
gerbang sebelah timur. Begitu ke luar dari pintu gerbang, laki-laki itu
mempercepat larinya kuda. Mayang mengikuti dari belakang dan ketika mereka tiba
di kaki bukit yang sunyi, tiba-tiba pria itu menghentikan kudanya.
Mayang
hendak bertanya, namun dari balik pohon-pohon dan semak-semak bermunculan
belasan orang yang dipimpin oleh dua orang pemuda yang tampan dan gagah.
“Hemm, apa
artinya ini?" Mayang bertanya dengan alis berkerut.
"Turunlah,
Nona. Kita telah sampai dan Nona akan dapat bertemu dengan Tang Taihiap."
kata pembawa berita itu.
Dia sudah
meloncat turun, bahkan membantu Mayang memegangi kendali kuda. Gadis itu pun
melompat turun dan dengan waspada pandangan matanya menyapu belasan orang yang
nampaknya bersikap gagah, bukan seperti gerombolan penjahat itu.
Pembawa
berita itu menuntun dua ekor kuda ke bawah sebatang pohon, ada pun belasan
orang itu kini mengepung Mayang. Barulah Mayang merasa curiga. Melihat betapa
kedua orang pemuda gagah itu berdiri di depan dan bersikap sebagai pimpinan,
Mayang lantas menghadapi mereka dan mengamati dengan sinar mata tajam penuh
selidik.
Mereka
berdua lebih pantas menjadi pendekar dari pada penjahat. Yang seorang masih
muda, paling banyak baru berusia dua puluh tiga tahun. Wajahnya tampan dengan
tubuh sedang yang kokoh, sikapnya halus dan senyumnya sopan. Akan tetapi dalam
pandang matanya terdapat sesuatu yang membuat Mayang merasa marah dan bulu
tengkuknya meremang. Pandang mata pemuda tampan itu seakan-akan menggerayangi
dan meraba-raba seluruh bagian tubuhnya. Lelaki yang ke dua lebih tua, usianya
tiga puluh tahunan, tubuhnya tinggi besar dan gagah perkasa, kulit mukanya
putih dan matanya mencorong, wajahnya juga tampan.
Yang membuat
Mayang merasa semakin tidak enak adalah ketika dia melihat pembawa berita tadi,
sesudah menambatkan dua ekor kuda di batang pohon, kini berdiri di belakang dua
orang pemuda itu dan jelaslah bahwa pembawa berita itu ternyata merupakan anak
buah mereka pula. Dia mulai merasa terjebak, seperti seekor kelinci yang
dikepung oleh segerombolan serigala berkedok domba.
"Siapakah
kalian? Mengapa mengepungku? Di mana adanya kakakku?” tanyanya dengan sikap
siap siaga.
Ketika
berangkat tadi dia telah membawa buntalan pakaiannya dan juga senjatanya yang
sangat dia andalkan, yaitu sebatang cambuk penggembala. Sedikit pun dia tidak
merasa takut dikepung belasan orang lelaki itu, akan tetapi dia khawatir bukan
main memikirkan Hay Hay.
Dua orang
pemuda yang memimpin serombongan orang itu bukan lain adalah Cun Sek dan Ki
Liong. Inilah hasil siasat yang dilakukan Han Lojin, yang tadi malam
dirundingkan dengan para pembantu utamanya itu.
Han Lojin
menyebar anak buahnya menyusup ke rumah penginapan, menyamar sebagai tukang
kebun. Tentu hal ini mudah saja dilakukan sebab boleh dikata semua perusahaan
di kota raja pasti akan memenuhi permintaan Ho-han-pang yang sudah membuat nama
baik dengan menciptakan suasana tenang dan tenteram di kota raja.
Tepat
seperti yang diduga Hay Hay, setelah dia kehilangan adiknya dan menyadari bahwa
si tukang kebun di rumah penginapan, pelayan di bekas rumah Tang Ciangkun, juga
dua orang petani itu adalah orang-orang dari Ho-han-pang yang menyamar dan yang
bertugas untuk melempar umpan memancing Hay Hay keluar dari kota raja agar
menjauhi Mayang, Han Lojin sendiri lantas menunggang kuda dan membiarkan
dirinya dikejar oleh Hay Hay. Maksudnya tentu saja hanya untuk memancing Hay
Hay agar jauh meninggalkan Mayang seorang diri.
Setelah
sampai di bukit di mana dia memimpin Ho-han-pang, sebuah bukit yang kini telah
dilengkapi dengan berbagai jebakan dan perangkap berbahaya, dia menghilang ke
dalam hutan. Menurut rencananya, kalau Hay Hay mengejar terus, pemuda itu akan
menghadapi banyak jebakan berbahaya. Andai kata pemuda lihai itu sanggup
melewati semua jebakan dengan selamat, maka dia akan berhadapan dengan Han
Lojin, Ji Sun Bi beserta puluhan orang pembantunya dan akan dikeroyok!
Sementara
itu Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek bertugas untuk pergi menangkap Mayang! Untuk
ini Sim Ki Liong menyuruh seorang anak buah untuk mengundang Mayang keluar kota
raja dengan alasan dipanggil Tang Hay. Dan gadis yang masih kurang pengalaman
itu masuk perangkap dengan amat mudahnya. Kini Mayang sudah berhadapan dengan
Ki Liong dan Cun Sek, dalam keadaan terkepung.
Untuk
beberapa lamanya pertanyaan Mayang itu tidak ada yang menjawab. Sim Ki Liong
seperti terpesona, dan Cun Sek juga kagum. Ki Liong seketika jatuh cinta kepada
gadis peranakan Tibet yang memiliki kecantikan yang khas itu. Akan tetapi tentu
saja Ki Liong tidak berani menyimpang dari pada perintah yang sudah digariskan
oleh Bengcu.
Dia dan
kawan-kawannya hanya mendapat tugas menangkap gadis peranakan Tibet itu, tapi
tidak boleh mengganggunya sama sekali. Menangkap dara peranakan Tibet itu hanya
merupakan siasat Han Lojin untuk menundukkan Tang Hay dan memaksa puteranya
agar menakluk dan membantunya! Maka gangguan terhadap Mayang tentu saja bisa
merusak siasat yang sudah diatur sebaiknya demi keuntungan dirinya.
"Haiiii!
Apakah kalian ini tuli atau gagu semuanya? Engkau yang datang membawa berita
tentang kakakku. Di mana sekarang kakakku berada?" Mayang membentak dengan
suara mengandung kemarahan dan sekarang dia sudah mengeluarkan sebatang pecut
panjang, seperti yang biasa dipergunakan oleh para penggembala ternak.
Ki Liong
saling pandang dengan Cun Sek kemudian keduanya tersenyum, merasa makin kagum
karena sebagai orang-orang gagah, tentu saja mereka suka sekali melihat sikap
gadis cantik yang demikian pemberani dan tabah. Sim Ki Liong yang memimpin pasukan
kecil yang ditugaskan rnenangkap Mayang, cepat melangkah maju dan sambil
tersenyum dia berkata,
"Nona
manis, harap jangan marah dulu. Sepanjang yang kuketahui, yang namanya Tang Hay
itu tidak mempunyai seorang adik perempuan. Bagaimana engkau tiba-tiba mengaku
dia sebagai kakakmu? Sebenarnya kakak ataukah pacar?"
Sepasang
mata yang agak sipit jeli itu sekarang mencorong karena hati Mayang menjadi
panas akibat marah.
"Apakah
dia itu kakakku, pacarku atau apaku pun, apa hubungannya dengan kamu orang
bermulut lancang? Hayo lekas katakan di mana dia atau aku akan menghajar orang
yang datang membawa berita palsu!"
Karena semua
orang itu adalah orang-orang yang memiliki kepandaian silat dan tidak ada
seorang pun dari mereka yang pernah mengenal Mayang, juga tidak pernah melihat
gadis ini mengeluarkan kepandaian, maka mereka merasa kagum akan tetapi juga
geli melihat seorang gadis yang baru berusia delapan belas tahun mengeluarkan
ancaman seperti itu dan agaknya sama sekali tidak merasa gentar menghadapi
pengepungan belasan orang gagah. Mereka merasa seperti melihat seorang anak
kecil yang manja.
Memang Sim
Ki Liong pernah melihat beberapa orang dara pendekar seperti Siangkoan Bi Lian,
Cia Kui Hong, Pek Eng, Cia Ling, Kok Hui Lian dan beberapa orang lagi. Namun
gadis-gadis seperti mereka itu tidak banyak yang memiliki ilmu yang amat
tinggi. Apa lagi gadis di depannya ini seorang peranakan Tibet, dan bawaannya
hanya sebatang cambuk penggembala! Maka dia pun tersenyum mengejek.
"Nona,
pembawa berita itu adalah seorang anak buah Ho-han-pang yang gagah perkasa.
Jangan kau samakan seperti seekor kambing yang bisa kau hajar dengan cambukmu
itu."
Semua orang
tertawa mendengar ini, juga lelaki setengah tua yang tadi membawa berita kini
tersenyum mengejek. Dia pun tentu saja tidak takut kepada gadis Tibet itu, apa
lagi di situ terdapat banyak temannya dan dua orang pimpinan Ho-han-pang yang
amat lihai.
“Nona kecil,
kalau aku tidak mengatakan di mana adanya kakakmu, habis engkau dapat berbuat
apa? Ingin aku melihat bagaimana engkau akan menghajarku dengan cambuk itu,
ha-ha-ha…!" Dan semua orang pun tertawa geli.
Sepasang
mata Mayang bagaikan mengeluarkan kilat saking marahnya, namun sikapnya tetap
tenang ketika dia melangkah maju.
"Baik,
kalian lihat bagaimana aku menghajarnya!" Baru saja ucapannya itu habis,
segera nampak sinar berkelebat dibarengi suara ledakan tiga kali.
"Tarr!
Tarrr! Tarrrr!"
Ada sinar
rnenyambar-nyambar ke arah pembawa berita tadi yang menjadi terkejut dan
mencoba untuk mengelak. Akan tetapi sia-sia saja. Sinar yang menyambar itu
terlampau cepat baginya, dan setelah tiga kali mukanya kena tersambar, dia
terhuyung ke belakang, lantas menutupi muka dengan kedua tangan dan
merintih-rintih. Sementara itu Mayang sudah menarik kembali cambuknya dan kini
berdiri sambil tersenyum mengejek, sikapnya tenang sekali.
Sim Ki Liong
melompat ke dekat pembawa berita yang menutupi mukanya dengan kedua tangan
sambil mengaduh-aduh itu. Dia menangkap dan menarik dua tangan itu sehingga
mukanya kini nampak dan semua orang mengeluarkan seruan tertahan.
Ternyata
tiga kali ledakan pecut itu telah mengakibatkan wajah itu menderita hebat
sekali. Lecutan pertama menyayat kulit muka hingga membuat guratan melintang,
lecutan ke dua membuat guratan membujur, dua guratan silang yang mengeluarkan
darah, dan lecutan ke tiga membuat bukit hidung itu hancur sehingga rata dengan
pipi!
Kini
berubahlah pandang mata semua orang terhadap gadis Tibet itu. Sim Ki Liong
sendiri lalu melangkah maju menghadapi Mayang dan menatap wajah gadis yang
sikapnya amat tenang itu dengan sinar mata kagum sekali, akan tetapi juga
penasaran.
“Hemm,
kiranya engkau mempunyai sedikit ilmu memainkan cambuk, Nona..."
"Tidak
perlu banyak cakap lagi. Katakan di mana kakakku, jika tidak maka terpaksa aku
akan menghajar kalian semua seperti sekumpulan kerbau tolol!" Mayang cepat
memotong ucapan Sim Ki Liong.
Merah kedua
telinga pemuda ini karena dia dimaki di depan banyak anak buah Ho-han-pang!
Kesenangannya terhadap wanita cantik tidaklah sebesar keangkuhan dirinya, maka
makian seorang gadis secantik Mayang pun membuat perutnya terasa panas sekali.
Akan tetapi dia masih merasa terlampau tinggi untuk turun tangan sendiri
menangkap seorang gadis remaja.
"Tangkap
bocah ini akan tetapi jangan sampai melukainya. Kepung dan tangkap, lantas
belenggu kaki tangannya!" bentak Sim Ki Liong memberi aba-aba.
Belasan
orang anak buah Ho-han-pang itu seperti mendapat perintah yang benar-benar
menyenangkan. Mereka itu dengan gembira bergerak maju mengepung ketat dan
hendak berlomba agar dapat lebih dulu meringkus tubuh gadis yang denok manis
itu.
Melihat
betapa belasan orang yang mengepungnya itu sudah mulai bergerak dengan dua
tangan dijulurkan hendak mencengkeram dan menangkapnya, dengan cepat Mayang
lalu menggerakkan cambuknya. Ujung cambuk itu berputar-putar sehingga ujung itu
bagaikan berubah menjadi belasan banyaknya, sambil terdengar suara meledak-ledak
dan mencicit saking cepatnya cambuk itu bergerak.
Ujung cambuk
itu mematuk, menyengat, melecut dan para pengeroyok itu jatuh bangun,
mengaduh-aduh karena lecutan cambuk itu sungguh sangat nyeri. Di bagian tubuh
mana saja ujung cambuk mematuk, tentu kulit menjadi pecah berdarah hingga
terasa panas dan perih. Karena mereka tidak dibenarkan menggunakan senjata,
tidak boleh melukai, hanya maju dengan tangan kosong, maka kini mereka menjadi
gentar dan mereka pun mundur menjauhkan diri dari jangkauan cambuk yang
panjang.
Marahlah Sim
Ki Liong. Dia memberi tanda dengan mata kepada Cun Sek dan dua orang pemuda ini
lalu meloncat ke depan dan menggerakkan tangan hendak menangkap lengan Mayang.
“Wuuuttt…!"
Mayang
terkejut ketika merasa betapa ada angin pukulan yang sangat kuat, dan tangan
pemuda tinggi besar itu dari samping menyambar ke arah pundaknya. Karena tangan
itu mengandung tenaga yang sangat dahsyat, Mayang cepat menangkis dengan tangan
kiri sambil menggerakkan cambuknya menghantam dari atas ke arah kepala lawan.
"Dukkk…!
Tarrr...!"
Mayang
mengeluarkan teriakan kecil ketika merasa tubuhnya tergetar dan terhuyung oleh
pertemuan lengannya yang menangkis. Dia tidak menyadari bahwa pemuda tinggi
besar itu adalah Tang Cun Sek, murid dari Cing-ling-pai yang sudah menguasai
tenaga Thian-te Sin-ciang (Tenaga Sakti Langit Bumi).
Akan tetapi
gadis ini lihai, dan meski pun pertemuan tenaga itu membuat dia terhuyung ke
belakang, tetapi tetap saja cambuknya menyambar dan melecut ke arah kepala Tang
Cun Sek yang tadi menyerangnya. Cun Sek terkejut, cepat miringkan kepalanya,
namun ujung cambuk itu masih sempat mencium dan mencabik ujung pita rambutnya!
Dengan marah
Cun Sek lalu menerjang dan kini dia menyerang dengan pukulan dari ilmu silat
Thai-kek Sin-kun. Kembali Mayang terkejut, akan tetapi pukulan yang datangnya
dari kanan kiri dengan dua tangan itu bisa dihindarkannya dengan meloncat jauh
ke belakang, lalu cambuknya kembali menyambar dan kini ke arah leher Cun Sek.
Cun Sek yang telah marah itu mengeluarkan kepandaiannya. Dia mengerahkan tenaga
sinkang-nya ke lengan kiri, kemudian menangkis sinar cambuk yang menyambar.
"Prattt!"
Ujung cambuk
mengenai lengan lantas melibat. Cun Sek sengaja membiarkan lengannya dilibat,
lalu tangan kanannya menangkap cambuk itu dan menariknya. Mayang berusaha
mempertahankan dan selagi keduanya mengerahkan tenaga saling tarik, saat itu
segera dipergunakan oleh Sim Ki Liong untuk menyerang. Tangannya menotok ke
arah tengkuk Mayang.
Gadis itu
berusaha untuk mengelak, namun karena dia sedang mengadu tenaga dengan Cun Sek,
gerakannya lambat hingga jari tangan yang kuat dan ampuh dari Ki Liong masih
sempat mengenai jalan darah di pundaknya. Mayang mengeluh dan dia pun
terpelanting roboh dengan tubuh lemas. Sim Ki Liong cepat-cepat meringkusnya
dan dalam keadaan pingsan, Mayang dibawa pergi oleh rombongan orang Ho-han-pang
itu.
Ketika
Mayang siuman dan membuka matanya, dia segera teringat akan apa yang sudah
menimpa dirinya. Cepat dia hendak bangkit, namun hanya untuk mendapatkan
kenyataan bahwa kaki tangannya terbelenggu dan dia tak mampu bangkit. Ia
menenangkan hatinya, lalu membuka mata untuk menyelidiki keadaannya.
Ia rebah
telentang di atas sebuah pembaringan di dalam kamar yang luasnya kurang lebih
lima kali tujuh meter. Sebuah kamar yang cukup mewah. Dinding serta
langit-langit kamar dicat putih bersih, dimeriahkan oleh gantungan kain sutera
beraneka warna. Pembaringan itu sendiri berkasur tebal, dengan tilam sutera
merah dan kelambu kehijauan. Ada sebuah meja kecil bundar dengan empat buah
bangku terukir indah berdiri di dekat pembaringan. Dia seorang diri saja di
kamar itu.
Dia lalu
mengingat-ingat. Dia dihadang serombongan orang Ho-han-pang yang amat lihai,
terutama dua orang pemuda tampan yang memimpin rombongan itu. Dia dikeroyok dan
kalah. Agaknya dia pingsan dan ditawan, lantas dibawa ke tempat ini. Dibelenggu
di atas pembarigan!
Mayang
mengerahkan tenaganya, mencoba melepaskan belenggu kaki tangannya. Akan tetapi
tali pengikat kaki tangannya yang terbuat dari kulit itu ternyata kuat bukan
kepalang. Pergelangan kaki dan tangannya sampai terasa pedih dan panas ketika
ia mencoba untuk membebaskan diri. Akan tetapi dia berusaha terus.
Dia harus
bisa membebaskan dirinya. Dia maklum bahaya apa yang mengancam dirinya. Kalau
mereka itu memusuhinya dan ingin membunuhnya, tentu dia tidak akan ditangkap
seperti ini. Kulit pergelangan tangan dan kakinya mulai lecet-lecet. Suara
dibukanya pintu kamar membuat dia menghentikan usahanya dan dia pun menoleh ke
arah pintu dengan muka berubah karena hatinya tegang dan khawatir.
Mayang
melebarkan matanya yang sipit supaya dapat melihat dengan jelas orang yang
memasuki kamarnya. Bukan seperti orang jahat, pikirnya. Juga bukan seorang di
antara dua pemuda tampan yang telah menangkapnya.
Dia adalah
seorang lelaki yang usianya lima puluh tahun lebih, dengan kumis dan jenggot
yang terpelihara rapi sehingga wajahnya kelihatan ganteng dan berwibawa, juga
jantan. Pakaiannya rapi dengan rompi dari sutera mahal, sepatunya hitam
mengkilap, rambutnya juga disisir rapi dan meski pun sudah bercampur uban,
namun menambah kejantanannya. Sepasang matanya bersinar-sinar tajam, mulutnya
terhias senyum. Wajah seorang lelaki yang jantan dan matang, wajah lelaki yang
menarik hingga menimbulkan rasa suka dan percaya. Dan ketika dia bicara,
suaranya juga lembut dan dalam, suara yang berwibawa.
"Nona,
percuma saja engkau mencoba untuk melepaskan diri. Tali belenggu itu terlampau
kuat sehingga hanya akan membuat kulit lengan dan kakimu lecet-lecet."
Mayang
memandang kepada laki-laki itu dengan kedua alis berkerut. "Siapakah
engkau? Dan kenapa aku ditawan?"
Laki-laki
itu tersenyum, kemudian menghampiri dan duduk di tepi pembaringan sehingga
tubuhnya menyentuh tubuh Mayang. Gadis itu mencium bau harum cendana keluar
dari orang itu!
"Nona,
engkau manis sekali. Sebenarnya kami tidak mempunyai permusuhan denganmu. Aku
adalah Ho-han Pangcu, juga Bengcu (pemimpin) dari dunia kang-ouw. Engkau kami
tawan untuk mengundang kakakmu ke sini..."
"Hay-koko?"
"Benar,
Tang Hay. Nasibmu akan ditentukan berdasarkan sikapnya. Bila dia mau berbaik
dengan kami, tentu engkau akan segera dibebaskan, bahkan engkau juga dapat
menjadi anggota kehormatan kami. Tapi, Nona, bagaimana engkau dapat menjadi
adik Hay Hay? Setahuku dia tidak mempunyai seorang adik perempuan!"
Mayang
mengerutkan kedua alisnya. Ternyata dia ditangkap untuk memancing Hay Hay!
Kakaknya berada dalam bahaya. Dia tidak tahu siapa orang ini, akan tetapi tentu
sangat lihai, maka tidak perlu dia menceritakan keadaan dirinya dan apa
hubungannya dengan Hay Hay. Dia tidak boleh bersikap lancang, apa lagi kini
kakaknya terancam bahaya.
"Kalau
engkau tidak mau membebaskan aku, aku tidak sudi bicara lagi denganmu!” kata
Mayang dan dia pun membuang muka.
Han Lojin
tersenyum. Senang dia melihat gadis yang memiliki kecantikan khas ini. Selain
wajahnya cantik manis, juga bentuk tubuhnya padat dan indah menggairahkan.
Ditambah lagi sikap yang begitu tabah, pemberani dan penuh semangat! Seorang
wanita pilihan dan jelas wanita seperti ini membangkitkan gairahnya.
"Hemm,
tidak ada untungnya bagimu bersikap angkuh, Nona. Ketahuilah bahwa Ho-han-pang
adalah perkumpulan para pahlawan, dan aku bukan orang jahat. Kalau kakakmu itu
suka membantu perjuangan kami dalam mengamankan negara, maka dia akan menjadi
pembantu utamaku. Engkau juga akan kuangkat menjadi kepala pelayan dan pengawal
pribadiku."
"Aku
tidak sudi! Dan Hay-ko tentu tak sudi pula menjadi pembantumu. Pergilah dan
tidak usah merayu! Aku…. huhh, muak aku melihat mukamu!" Mayang sengaja
bersikap kasar dan menghina agar lelaki itu marah dan kehilangan gairah yang
membayang di matanya, dan meninggalkan dia sendiri.
Akan tetapi
Mayang tidak tahu dengan laki-laki macam apa dia berhadapan. Makin galak dia,
semakin berkobar pula gairah birahi Han Lojin. Pria setengah tua ini pada
hakekatnya sangat membenci wanita yang disebabkan oleh dendam sakit hati. Dia
tidak pernah dapat mencinta wanita. Yang ada hanya nafsu birahi dan nafsu
menyiksa, mempermainkan......
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment