Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Si Kumbang Merah Pengisap Kembang
Jilid 24
MULA-MULA
wanita dirayunya sampai benar-benar bertekuk lutut dan sangat mencintanya.
Setelah melihat wanita itu mencintanya setengah mati, lalu dia tinggalkan
begitu saja, dia patahkan hatinya, dia hancurkan perasaannya. Dan dia akan
meninggalkan wanita yang menangisinya itu sambil tertawa bergelak, dengan hati
amat puas.
Kalau
melihat wanita yang galak dan angkuh, makin berkobarlah birahinya karena makin
besar keinginannya untuk menaklukkan wanita itu dan menghancurkan keangkuhan
serta harga dirinya. Karena itu, ketika Mayang membentak dan marah-marah
memperlihatkan kegalakannya, di mata Han Lojin dia malah nampak semakin
menggairahkan!
“Ha-ha-ha,
engkau memang cantik dan gagah. Seperti seekor kuda betina yang liar dan binal!
Ha-ha-ha, akulah yang akan mampu menundukkanmu, manis, seekor kuda betina yang
binal akan menjadi seekor kuda betina yang jinak dan penurut, ha-ha-ha!"
Melihat
perubahan sikap pria itu, Mayang merasa ngeri. Akan tetapi juga kemarahannya
dan kebenciannya bertambah.
"Cih,
laki-laki tidak tahu malu! Kiranya engkau ini pangcu dan bengcu macam apa?
Hanya lelaki rendah dan hina yang menghina wanita, pengecut yang hanya berani
mengganggu kalau orang tidak berdaya. Lepaskan ikatanku dan aku akan
menghancurkan kepalamu. Mari kita bertanding sampai mati!" tantangnya.
"Ha-ha-ha,
engkau sungguh amat gagah dan menarik. Aku akan melepaskan engkau, lalu kita
boleh bertanding. Akan tetapi kalau engkau kalah, maka engkau harus mau menjadi
pelayanku dan juga kekasihku yang tercinta. Mau berjanji?"
Sepasang
mata Mayang melotot. "Kalau aku kalah, aku roboh dan mati. Siapa yang
kalah akan mampus!"
Makin
gembiralah hati Han Lojin. "Ha-ha, mari kita main-main sebentar kalau
begitu, akan tetapi bukan di sini tempatnya!"
Dengan cepat
sekali tangannya lantas bergerak, jari-jari tangannya menotok jalan darah di
bawah tengkuk dan Mayang seketika lemas. Dia tadi miringkan tubuh ketika
membuang muka, maka mudah saja terkena totokan. Dia tak mampu menggerakkan kaki
tangannya dan Han Lojin telah melepaskan belenggu kaki tangannya, lalu
memondong tubuhnya dan dibawa keluar dari kamar.
Mayang
membuka mata memperhatikan keadaan. Dengan ringannya lelaki setengah tua itu
memondongnya seolah-olah dia seorang anak kecil, lalu membawanya menuruni anak
tangga, menuju ke ruangan bawah tanah! Sebuah pintu besi terbuka sendiri,
agaknya ada alat rahasianya di situ dan dia pun dibawa masuk ke sebuah kamar.
Kamar ini
luas dan mewah. Terdapat sebuah pembaringan besar yang nampaknya cukup untuk
ditiduri sepuluh orang! Dan di sana terdapat pula meja besar dengan belasan
buah kursi. Kamar itu luasnya sama dengan lima kamar biasa yang dijadikan satu!
Dipasangi lampu penerangan siang malam, walau pun ada sedikit sinar matahari
turun dari sebuah lubang berterali baja di atas sana. Lantainya ditilami dengan
permadani hijau. Kamar itu dilengkapi pula dengan sebuah kamar mandi yang
lengkap. Sungguh sebuah kamar yang besar dan mewah sehingga amat enak
ditinggali.
Sambil
tersenyum Han Lojin merebahkan tubuh lunglai Mayang di atas pembaringan yang
besar itu. Mayang sudah merasa gelisah bukan main karena dia mengira bahwa
lelaki itu akan memperkosanya dan dia tidak akan mampu mencegah, tidak akan
mampu meronta atau melawan. Dia merasa ngeri sekali.
Akan tetapi
ternyata laki-laki itu tidak menjamahnya lagi, melainkan meninggalkannya dan
menghampiri pintu. Ia tidak melihat pria itu menutupkan daun pintu, akan tetapi
daun pintu itu menutup dengan sendirinya. Tentu ada alat rahasianya pula, pikir
Mayang.
Setelah
menutupkan daun pintu besi itu, Han Lojin lalu menghampirinya sambil tersenyum
dan kembali Mayang merasa ngeri, sepasang matanya membelalak, akan tetapi dia
tidak mampu bergerak.
“Jangan
khawatir, nona manis. Sekarang aku pantang memperkosa wanita. Wanita harus
menyerah dengan suka rela, menyambutku dengan mesra, seperti yang akan kau
lakukan nanti."
"Tidak
sudi, lebih baik aku mati!” bentak Mayang. Hanya kaki dan tangannya yang tidak
mampu bergerak, akan tetapi dia dapat bicara dan menggerakkan anggota tubuh
lainnya.
"Hemmm,
engkau cantik manis dan pemberani, namun aku ingin melihat dahulu sampai di
mana kelihaianmu. Menurut para pembantuku engkau cukup lihai dan berbahaya,
maka tangan dan kakimu dibelenggu. Padahal aku ingin melihat engkau menyambutku
dengan rangkulan kaki tanganmu, bukan terbelenggu. Nah, kini aku akan
membebaskan totokan itu, hendak kulihat engkau akan berbuat apa."
Dengan
gerakan cepat Han Lojin lantas menotok kedua pundak gadis itu. Harnpir Mayang
tidak percaya dengan apa yang dialaminya. Orang itu benar-benar sudah
rnembebaskan totokan pada tubuhnya. Kini dia dapat bergerak lagi!
Dia maklum
bahwa sehabis jalan darahnya dihentikan, maka kaki tangannya akan terasa kaku
sehingga tidak leluasa bergerak. Karena itu dia tetap tenang,
rnenggerak-gerakkan kaki tangannya dahulu supaya menjadi lemas kembali.
Sementara itu Han Lojin berdiri di tengah kamar sambil bersedakap, memandang
kepada gadis itu dengan senyum simpul.
Sesudah
rnerasa kedua tangan kakinya dapat digerakkan dengan wajar, barulah Mayang
meloncat turun dari atas pembaringan. Sikap ini saja sudah rnengagumkan hati
Han Lojin dan tahulah dia bahwa gadis yang usianya paling banyak delapan belas
tahun itu cukup cerdik.
Kini mereka
berdiri berhadapan. Mayang dapat menduga bahwa pria ini tentu lihai sekali.
Baru pembantu-pembantunya saja sudah demikian lihai, seperti dua orang pemuda
yang memimpin rombongan anak buah dan telah menawannya itu. Akan tetapi dia
sama sekali tidak merasa gentar. Dia akan melawan sampai mati karena maklum
bahwa bila mana dia tertawan kembali maka dia akan terhina oleh laki-laki yang
mengaku sebagai pangcu dan juga bengcu ini.
"Pangcu,
aku tadi telah mendengar alasanmu mengapa engkau menawanku, yaitu untuk
memancing kakakku datang ke sini dan engkau hendak membujuknya agar membantumu
dan membantu Ho-han-pang. Akan tetapi aku yakin bahwa seperti juga aku, dia tak
akan sudi membantumu, karena biar pun perkumpulanmu mempergunakan nama yang
muluk, yaitu Ho-han-pang (Perkumpulan Orang Gagah), namun sebenarnya
perkumpulan Orang Busuk! Kakakku adalah seorang pendekar besar. Dia akan marah
sekali dan tentu akan menghancurkan engkau berikut Ho-han-pang. Sebab itu
sebaiknya engkau membebaskan aku dari sini dan kami berdua akan pergi, tidak
akan mencampuri urusanmu."
Han Lojin
tertawa. Dalam keadaan terjepit gadis itu masih dapat mengancamnya! Betapa
beraninya. Dia juga dapat menduga bahwa gadis seperti ini tentu akan melawan
dengan mati-matian. Andai kata dia sampai memperkosanya, dalam sebuah kesempatan
gadis ini tentu akan membalas dendam atau membunuh diri. Maka dia harus dapat
menundukkan gadis ini, karena sekali menyerah, maka dia akan menjadi seorang
pembantu yang setia dan seorang kekasih yang penuh semangat dan panas.
"Sudah
kukatakan bahwa aku mengharapkan bantuan engkau serta kakakmu. Aku tidak ingin
memusuhi kalian. Akan tetapi aku ingin melihat sampai di mana kelihaianmu. Nah,
majulah, nona manis dan keluarkan semua kepandaianmu."
Mayang sudah
kehilangan cambuknya. Namun sebagai murid seorang guru yang berilmu tinggi,
tentu saja dia tidak hanya mengandalkan cambuknya sebagai senjata. Tangan dan
kakinya masing-masing merupakan senjata yang cukup ampuh.
Dia tahu
bahwa sekali ini tidak ada jalan lolos baginya. Dia dengan ketua Ho-han-pang ini
berada di ruangan bawah tanah, ada pun pintu besi itu telah tertutup. Jalan
satu-satunya hanyalah berusaha merobohkan lawannya yang dia tahu tentu lihai
sekali.
Dia harus
membela diri secara mati-matian, maka diam-diam Mayang telah mengerahkan
sinkang-nya, mengumpulkan kekuatan itu pada kedua lengannya sebelum dia
melakukan penyerangan. Kemudian dia mengeluarkan bentakan nyaring dan menerjang
dengan kuat dan cepat sekali.
“Haiiiiiiittt…!”
Gerakannya
cepat dan dahsyat. Tangan kiri dengan jari-jari direntangkan menyambar ke arah
muka lawan, sedangkan tangan kanannya dengan jari-jari terbuka juga menusuk ke
arah dada. Gerakan tangan kiri itu merupakan gerak pancingan atau gertakan,
sedangkan inti serangan terletak kepada tangan kanan yang menyerang dada.
Biar pun
tangan kanan Mayang itu berjari-jari kecil meruncing dengan kulit halus, namun
jangan keliru sangka. Di dalam jari-jari tangan itu terkandung tenaga dahsyat
yang akan mampu meremukkan tulang iga!
Han Lojin
mengenal pukulan ampuh, maka dia pun menghindarkan diri dengan melangkah ke
belakang dan memutar kedua lengannya untuk melindungi tubuh, menangkis dengan
cengkeraman untuk menangkap lengan lawan. Akan tetapi Mayang telah menarik kembali
kedua tangannya yang gagal itu, lantas tubuhnya meloncat ke depan, kakinya
melakukan tendangankilat. Kaki kanannya mencuat dengan cepat sekali sehingga
lambung Han Lojin hampir saja termakan tendangan. Tapi Han Lojin yang semakin
kagum sudah menangkis dengan lengan kirinya.
"Dukkk!"
Mayang
merasa betapa kakinya nyeri ketika bertemu dengan lengan orang itu, tetapi dia
menahan diri dan tidak mengeluh, melainkan melanjutkan serangan bertubi-tubi
dan kini telapak tangannya yang kiri berubah menghitam. Han Lojin terkejut
sekali melihat tangan hitam ini menyambar dahsyat, maka cepat melempar tubuh ke
belakang lantas berjungkir balik beberapa kali.
"Heiiiii!
Bukankah itu Hek-coa Tok-ciang (Tangan Beracun Ular Hitam)?" teriaknya
ketika dia mencium bau amis terbawa oleh hawa pukulan tangan itu.
Mayang
terkejut. Orang ini sungguh lihai, sudah mengenal ilmu pukulannya, padahal ilmu
pukulan itu merupakan ilmu simpanan yang dia pelajari dari Kim-mo Sian-kouw.
Gurunya berpesan bahwa dia tidak boleh mempergunakan pukulan beracun itu kalau
tidak sangat terpaksa, karena pukulan beracun sesungguhnya bertentangan dengan
watak subo-nya.
Kini, ketika
menghadapi ancaman yang lebih mengerikan dari pada maut, terpaksa tadi dia
mengeluarkan ilmunya itu dan sama sekali tidak disangkanya bahwa lawannya
segera mengenal pukulannya. Hal ini membuktikan bahwa lawannya banyak
pengalaman, tentu pernah berkelana ke daerah Tibet dan sangat boleh jadi pernah
pula berjumpa dengan subo-nya.
Mayang
tersenyum mengejek. "Aku adalah murid Subo Kim-mo Sian-kouw!"
Maksudnya dengan pengakuan ini agar lawannya menjadi jeri dan tidak akan
mengganggunya.
Han Lojin
nampak terkejut. "Ahhh…! Pantas engkau begini lihai, Nona. Namamu Mayang,
bukan? Nona Mayang, karena engkau murid Kim-mo Sian-kouw, pertapa yang sakti
dan gagah itu, maka aku lebih senang lagi dan makin ingin menarikmu sebagai
pembantu dan sekutu kami, bersama kakakmu Hay Hay itu. Oh ya, bagaimana
sebenarnya hubunganmu dengan Hay Hay? Engkau adiknya? Adik tirikah? Bagaimana
Hay Hay dapat mempunyai seorang adik di Tibet?"
"Pangcu,
lebih baik lagi kalau engkau telah mengetahui tentang subo-ku. Nah, sebaiknya
engkau segera membebaskan aku dan tidak ada urusan lagi di antara kita. Engkau
akan menghadapi kehancuran kalau masih berkukuh ingin bermusuhan dengan kami.
Pertama, aku akan melawan sampai mati, aku tidak sudi menjadi pembantumu atau
sekutumu. Ke dua, kalau engkau menggangguku dan aku sampai tewas, maka kakakku
Hay-koko tentu tidak akan mau sudah begitu saja, dan akan membalas kematianku
dengan bunga yang berlipat ganda. Dan ke tiga, jika subo mendengar pula bahwa
aku tewas di sini, beliau pun pasti tidak akan tinggal diam dan akan
menghukummu!"
Kembali Han
Lojin tertawa. "Ha-ha-ha-ha, nona Mayang. Engkau sungguh hebat. Engkau
berada dalam tawanan, engkau yang terhimpit dan terancam bahaya, akan tetapi
engkau pula yang mengancamku! Ha-ha-ha-ha, sungguh lucu. Aku tidak bermaksud
buruk, malah ingin memuliakan engkau dan kakakmu, takut apa? Nah, mari kita
lanjutkan, aku masih ingin menguji kepandalanmu."
Karena
maklum bahwa bicara tidak akan ada gunanya, Mayang kemudian menerjang lagi
sambil mengerahkan seluruh tenaganya dan mengeluarkan semua ilmu silat yang
pernah dipelajarinya.
Akan tetapi
lawannya adalah seorang yang jauh lebih berpengalaman dari pada gadis itu,
bahkan mempunyai tingkat kepandaian yang jauh lebih tinggi, maka bagaimana
dahsyat pun dia menyerang, selalu Han Lojin dapat menangkis atau mengelak,
bahkan melakukan serangan balasan yang membuat Mayang menjadi kewalahan dan
terdesak.
"Haiiittttt…!"
Mayang
kembali memukul sambil merendahkan diri sehingga sekali ini pukulan tangannya
mengarah ke perut lawan. Ketika lawannya mengelak ke samping, tangan itu dibuka
dan mencengkeram ke samping pula.
"Wuttttt...!"
Han Lojin menangkis, lalu dari atas tangan kirinya menotok ke arah tengkuk
gadis itu.
"Ihhhh…!"
Mayang
melempar diri ke belakang, lalu bergulingan dan ketika dia meloncat bangun, dia
telah menyambar sebuah bangku ukiran yang indah, mempergunakan bangku ini
sebagai senjata dan dia kembali menyerang kalang kabut, menggunakan bangku yang
diayun ke kanan dan kiri.
"Hemmm,
kuda petina yang liar!" Han Lojin memuji sambil berloncatan ke sana-sini
untuk menghindarkan diri dari hantaman bangku. “Mayang, bangku itu amat mahal,
terbuat dari kayu pilihan dan diukir oleh ahli. Jangan kau rusakkan!”
teriaknya.
"Lebih
baik mati dari pada harus menyerah kepadamu, iblis busuk!" Mayang kini
memaki karena dia telah merasa penasaran dan marah bukan main. Serangannya
semakin hebat dan meski pun hanya sebuah bangku, namun di tangan gadis itu
berubah menjadi senjata yang amat berbahaya.
“Wuuutttt...!”
Bangku itu
menyambar sedemikian cepatnya sehingga biar pun dapat dielakkan oleh Han Lojin,
akan tetapi angin pukulannya sempat membuat rambut kepala ketua Ho-han-pang itu
menjadi tertiup kusut.
“Ihhh! Kalau
kubiarkan, bisa hancur kepalaku oleh bangkumu itu. Dan aku masih sayang kepada
kepalaku ini, heh-heh-heh!"
Mendadak dia
membuat gerakan aneh. Tubuhnya bergulingan dan dari bawah dia lantas menyerang
dengan tendangan bertubi-tubi, dengan gerakan memutar, ke arah kedua lutut dan
kaki Mayang. Gadis ini mengeluarkan seruan kaget sambil berloncatan dengan
kacau karena tendangan itu susul menyusul, menendang, menyapu dengan kekuatan
luar biasa.
Selagi dia
kebingungan menghindarkan diri dari semua tendangan itu, tiba-tiba Han Lojin
mengeluarkan suara melengking panjang, dan tahu-tahu ada sinar putih mencuat ke
atas lalu lengan Mayang telah terlibat sehelai kain putih. Kain itu dibetot
hingga tubuh Mayang terhuyung, lalu Han Lojin melompat dan sekali dia
menggerakkan kedua tangan, yang kiri menotok sedangkan yang kanan merampas,
tahu-tahu bangku itu pun berpindah tangan! Mayang terpaksa melepaskan bangku
itu karena lengan kanannya seperti lumpuh terkena totokan tangan kiri lawan.
Han Lojin
meloncat ke belakang, mengamati bangku itu untuk melihat kalau-kalau rusak,
lalu dia meletakkan kembali bangku itu ditempatnya semula.
"Engkau
kuda betina yang binal harus cepat-cepat kutundukkan!" kata Han Lojin.
Mayang sudah
menjadi marah bukan main. Dengan mata berapi-api dia telah menyerang lagi,
tidak peduli akan kenyataannya bahwa dia memang bukan tandingan ketua
Ho-han-pang itu. Ia menyerang kalang kabut, mengamuk dan dengan nekat dia
hendak mengadu nyawa.
Ketika dia
mendapatkan kesempatan, dia meloncat dan menggunakan tendangan terbang dengan
kedua kakinya ke arah dada Han Lojin. Tendangan dengan tubuh seperti terbang
ini sungguh berbahaya sekali, baik bagi lawan mau pun bagi diri sendiri. Namun
Mayang sudah nekat dan ingin merobohkan lawan yang tangguh itu, maka dia
mempergunakan jurus tendangan terbang yang berbahaya itu.
"Wuuuttt...!
Plakkk!"
Dengan
perhitungan yang tepat dan mengandalkan tenaganya yang kuat, Han Lojin cepat
menyambut tendangan dengan kedua kaki itu dengan kedua tangannya dan dia
berhasil miringkan tubuh lalu menangkap kedua kaki itu pada pergelangannya,
lalu dengan cepat sekali sabuk sutera putih tadi sudah melibat kedua kaki.
Gadis itu
meronta-ronta, akan tetapi Han Lojin tertawa-tawa dan memutar tubuh gadis itu
dengan berpegang pada kedua kakinya. Tentu saja tubuh Mayang berputar seperti
kitiran, lantas tubuhnya jatuh ke atas pembaringan dengan dua kaki di luar dan
masih dipegangi oleh Han Lojin, bahkan kini kedua kakinya telah terbelenggu
sabuk sutera putih.
“Keparat,
lepaskan kakiku!" bentak Mayang dan dia mencoba untuk bangkit duduk lantas
menyerang dengan sepasang tangannya. Tapi Han Lojin menjauh, kemudian menangkis
kedua tangan itu seperti orang bermain-main saja.
"Engkau
memang manis sekali, Mayang. Seekor kuda betina binal yang amat manis. Ingin
kulihat apakah tubuhmu juga semanis wajahmu!" Han Lojin mencengkeram.
Sia-sia bagi Mayang untuk menangkis.
"Bretttt…!"
Leher
bajunya kena dicengkeram dan direnggut sehingga robek memanjang, cukup lebar
sehingga sepasang buah dadanya nampak sebagian karena pakaian dalamnya ikut
robek oleh renggutan tangan yang kuat itu.
Dan Han
Lojin berdiri bengong, terpesona, bukan terpesona melihat sebagian buah dada
itu, melainkan terpesona melihat apa yang tergantung di antara buah dada. Dia
menuding ke arah dada gadis itu.
"Itu...
itu... dari mana kau dapatkan benda itu?" tanyanya.
Tadi Mayang
terkejut dan marah bukan kepalang karena bajunya terobek dan tadinya dia
mengira bahwa ketua itu hendak menggodanya dan bermaksud cabul dengan menuding
ke arah buah dadanya yang nampak sebagian. Akan tetapi ketika ia menggunakan
kedua tangannya menutupkan kembali baju yang terobek, ia menyentuh benda yang
tergantung di dada dan dia teringat bahwa Han Lojin menyinggung tentang benda
itu, bukan tentang tubuhnya.
Mayang pun
menjawab dengan ketus sambil tangan kirinya menutupkan kembali bajunya yang
robek, "Benda ini tidak ada hubungannya dengan engkau!"
Sekarang Han
Lojin sudah terlihat tenang, hanya sepasang matanya mengeluarkan sinar
mencorong yang aneh dan mulutnya juga tersenyum aneh. Dia mengangguk-angguk.
"Hemm,
sekarang mengertilah aku kenapa engkau dapat menjadi adik Hay Hay. Hay Hay
adalah seorang putera dari Ang-hong-cu, sedangkan engkau juga mengenakan
lambang Si Kumbang Merah pada dadamu. Jadi engkau pun seorang puteri dari
Ang-hong-cu! Dan engkau datang dari Tibet? Apakah ibumu seorang wanita
bernama... Souli?"
Mayang
terkejut sekali, menatap wajah yang tampan itu dan berseru, "Bagaimana
engkau bisa tahu?"
Akan tetapi
kini Han Lojin tertawa bergetak. “Ha-ha-ha-ha!"
Pada saat
itu pula terdengar suara dari luar pintu, "Bengcu, dia sudah datang!"
Daun pintu
besi terbuka dengan sendirinya, dan di luar pintu sudah berdiri Sim Ki Liohg.
Sejenak Sim Ki Liong memandang ke arah Mayang. Gadis itu berdiri dengan tegak
seperti orang terheran-heran dan terkejut, dan tangan kirinya menutupkan baju
bagian dada yang terobek. Melihat ini Sim Ki Liong segera berkata kepada Han
Lojin.
"Maafkan
kalau saya mengganggu Bengcu…”
Akan tetapi
Han Lojin tidak marah, dan dia nampak tegang mendengar pemberitahuan Ki Liong
itu. Dia memandang lagi kepada Mayang dan berkata,
"Mayang,
engkau tinggallah dulu di sini. Segalanya tersedia lengkap untuk keperluanmu.
Kakakmu sudah datang dan aku akan menyambutnya. Jangan mencoba untuk melarikan
diri karena engkau tak akan berhasil. Tenang-tenang sajalah di sini."
Mendengar
bahwa kakaknya sudah datang, ingin Mayang meloncat dan menerjang keluar dari
tempat itu. Akan tetapi ia bukan gadis bodoh. Menghadapi seorang di antara
mereka berdua saja dia tidak menang, apa lagi kini bajunya robek di bagian dada
sehingga kalau dia bergerak menyerang, tentu baju itu akan terbuka kembali dan
dadanya akan kelihatan. Maka dia hanya berdiri sambil memandang dengan penuh
kemarahan ketika dua orang itu melangkah keluar dan daun pintu besi itu
tertutup dengan sendirinya.
Suara ketawa
ketua Ho-han-pang itu masih bergema di dalam telinganya, suara ketawa yang aneh
dan menyeramkan baginya. Mayang cepat melupakan kekhawatiran terhadap dirinya
sendiri, sebaliknya kini dia gelisah sekali memikirkan kakaknya, Hay Hay. Kini
dia pun mengerti mengapa dirinya dipancing keluar kota kemudian ditawan.
Kiranya mereka menghendaki kakaknya! Mereka menawannya hanya untuk memancing
datangnya Hay Hay ke tempat berbahaya itu.
Dan dia
merasa khawatir sekali membayangkan betapa lihainya sang ketua dengan para
pembantunya itu. Akan tetapi dia harus membetulkan bajunya yang terobek tadi.
Semua gerakannya takkan leluasa kalau bajunya terbuka seperti itu. Melihat di
kamar itu terdapat sebuah almari, dia lalu menghampirinya dan membukanya.
Dia
terbelalak. Di dalam almari itu terdapat tumpukan pakaian yang serba indah. Ia
hanya tinggal memilih saja! Pakaian wanita, pakaian pria, semuanya masih baru.
Akan tetapi dia tak sudi memakai pakaian yang bukan miliknya itu. Dia mengambil
sehelai sabuk panjang saja, lalu dengan sabuk itu diikatnya bajunya yang robek
sehingga kini dadanya tertutup rapat kembali. Setelah itu dia pun meneliti
keadaan di dalam kamar yang luas itu.
Benar
kata-kata ketua tadi. Kamar itu tertutup rapat sekali, tidak ada jalan keluar.
Tidak ada jendela dan jalan satu-satunya hanyalah melalui pintu, padahal daun
pintunya terbuat dari besi yang tebal dan kokoh. Jalan cahaya matahari dan hawa
dari atas itu juga tidak mungkin dilewati. Terlalu tinggi dan juga lubang di
atas itu tertutup jeruji besi yang kokoh pula.
Terdengar suara
pada pintu. Ia cepat bersiap siaga. Ia akan nekat menerjang keluar kalau pintu
itu terbuka, tidak peduli siapa yang akan muncul di pintu. Ia harus dapat
keluar dari situ, harus membantu kakaknya.
Tetapi yang
terbuka hanya sedikit saja di ujung bawah pintu. Terbuka lubang segi empat yang
kecil saja, hanya cukup untuk memasukkan piring buah itu. Sebuah tangan nampak
mendorongkan sebuah piring penuh berisi buah-buah segar. Juga sebuah poci teh
berikut mangkoknya didorong masuk. Kemudian tangan itu lenyap dan lubang itu
tertutup lagi.
Hemm, mereka
memperlakukan aku sebagai seorang tawanan yang dilayani dengan baik, seperti
seorang tamu saja, pikir Mayang. Dia pun tidak sungkan lagi. Buah-buah itu
perlu untuk memulihkan tenaganya. Dia pun memilih dan makan buah-buahan yang
segar dan pilihan. Juga minum teh itu karena dia yakin bahwa tuan rumah tidak
perlu meracuninya. Dia sudah tak berdaya. Kini dia hanya bisa menanti
terbukanya kesempatan baik baginya untuk meloloskan diri.
Setelah
makan buah-buahan dan minum teh, gadis Tibet itu lalu duduk termenung di atas
pembaringan yang lebar itu. Ia membayangkan sikap ketua tadi. Bagaimana ketua
itu bisa tahu bahwa dia puteri Ang-hong-cu dan bahkan mengenal pula nama
ibunya? Orang itu mengenal benda mainan kumbang merah yang tergantung pada lehernya,
juga mengenal nama ibunya, bahkan mengenal pula jurus Hek-coa tok-ciang! Hal
ini menunjukkan bahwa orang itu tentu pernah ke Tibet! Siapakah ketua itu? Ia
hanya bisa termenung dan merasa bingung.
***************
“Apakah Hay
Hay muncul seorang diri saja?" di luar tempat tahanan bawah tanah itu Han
Lojin bertanya kepada Ki Liong yang tadi mengabarkan kepadanya mengenai
kedatangan seseorang.
"Bukan
dia, Bengcu. Bukan Tang Hay yang muncul...”
"Ehh?
Habis siapa?" ketua itu bertanya penasaran karena yang dipancing dan
ditunggu-tunggu kemunculannya adalah Tang Hay.
"Dia
adalah... Cia Kui Hong... " suara Ki Liong menunjukkan bahwa hatinya
tegang.
Walau pun
tidak gentar, memang pemuda ini merasa tegang ketika mendengar dari anak buah
Ho-han-pang bahwa ada seorang gadis muncul di sarang mereka dan sesudah dia
mengintai, ternyata gadis itu adalah Cia Kui Hong! Gadis itu adalah cucu dari
suhu dan subo-nya di Pulau Teratai Merah, yaitu Pendekar Sadis Ceng Thian Sin
dan Lam-sin Toan Kim Hong!
Memang Ki
Liong tidak gentar terhadap gadis itu, akan tetapi mengingat bahwa dia telah
melarikan diri dari Pulau Teratai Merah dan mencuri pedang pusaka, bahkan kini
pedang pusaka itu tidak berada di tangannya lagi sesudah terampas oleh Tang
Hay, tentu saja dia merasa tidak enak dan tegang.
Han Lojin
sendiri tertegun, kaget dan heran mendengar bahwa yang muncul bukan orang yang
dinanti-nantinya, melainkan gadis ketua Cin-ling-pai yang lihai itu! Di antara
semua gadis pendekar, gadis inilah yang dianggapnya paling berbahaya dan paling
lihai, dan dia harus mengakui bahwa gadis itu memiliki tingkat kepandaian yang
tinggi dan sama sekali bukan merupakan lawan ringan baginya.
Akan tetapi
yang sungguh membuat dia merasa terkejut dan heran karena gadis itu telah
terikat janji dengan dia. Gadis itu sudah berjanji untuk tidak memusuhinya dan
tidak akan membuka rahasianya. Apa maksud gadis itu kini muncul? Ahh, tentu
ketua Cin-ling-pai itu tidak tahu bahwa Ho-han-pang dipimpin oleh Han Lojin
yang juga Tang Bun An itu. Tidak tahu bahwa dia yang memimpinnya, maka kini
berani datang berkunjung.
"Cia
Kui Hong? Biarlah aku yang menyambutnya sendiri. Engkau dan para rekanmu yang
lain bersiap-siap saja turun tangan kalau sudah kuberi tanda."
Sesudah
berkata demikian, Han Lojin lalu keluar sedangkan Ki Liong cepat memberi tahu
kepada Ji Sun Bi dan Tang Cun Sek agar mereka bertiga siap-siap membantu
pimpinan mereka kalau dikehendaki.
***************
Bayangan itu
berlari cepat dan gerakannya cekatan dan ringan sekali. Ia mendaki lembah bukit
menuju puncak di mana terdapat kompleks bangunan markas Ho-han-pang. Ketika
tiba di pintu gerbang pertama, dia merasa heran karena tidak kelihatan seorang
penjaga pun di situ. Ia mendorong pintu gerbang yang tertutup dan begitu pintu
terbuka, terdengar suara berdesingan. Dia pun cepat melompat tinggi ke atas
untuk menghindarkan diri dari sambaran anak-anak panah yang meluncur dari kanan
kiri pintu gerbang.
Dia memang
telah berhati-hati terhadap perangkap, maka dia mampu menghindarkan diri dengan
loncatan tinggi lantas melayang turun ke depan. Begitu kakinya menyentuh tanah,
tiga orang dari kanan dan tiga orang dari kiri langsung menyambutnya dengan
serangan tombak panjang.
Kui Hong
menggerakkan kedua tangannya dan nampak sinar berkelebat ketika sepasang
pedangnya menangkis ke kanan kiri. Terdengar suara nyaring saat enam batang
tombak itu patah-patah disusul pekik kesakitan kemudian dua di antara enam
orang penyerang itu roboh terjengkang dengan pundak berdarah. Mereka
bergulingan ke belakang kemudian menghilang di balik semak belukar.
Kui Hong
berdiri tegak. Sepasang pedang di tangannya siap menghadapi pengeroyokan. Akan
tetapi tidak nampak gerakan apa pun, hanya terdengar suitan-suitan panjang
saling sahut di sekitar tempat itu.
Karena tidak
ada serangan lagi, Kui Hong melanjutkan langkahnya, melalui jalan mendaki dari
pintu gerbang pertama itu menuju ke pintu gerbang ke dua. Namun di sini juga
tidak terdapat penjaga, dan tidak ada pula serangan lain. Keadaan sunyi saja.
Dia tidak
tahu bahwa suitan-suitan panjang tadi merupakan isyarat kepada para anggota
Ho-han-pang supaya tidak bergerak dan membiarkan gadis itu naik terus tanpa
diganggu. Bahkan perangkap-perangkap dimatikan agar tidak mengganggu perjalanan
Kui Hong.
Sesudah
melampaui tiga lapis pintu gerbang, akhirnya Kui Hong tiba di depan bangunan
yang kelihatan sunyi saja itu. Sunyi dan megah, sekaligus juga menyeramkan. Dia
berdiri dengan tegak, menyimpan kembali sepasang pedangnya, lalu dia berteriak
dengan suara melengking nyaring.
"Ketua
Ho-han-pang! Kalau engkau bukan seorang pengecut, cepatlah keluar! Aku ingin
bertemu!"
Dia tidak
perlu mengulang teriakannya karena daun pintu bangunan itu terbuka dari dalam
sebelum gaung suaranya padam. Kemudian nampak sedikitnya dua puluh orang
laki-laki yang berpakaian seragam putih-putih dengan ikat pinggang biru dan
sepatu kulit hitam mengkilap, dengan topi merah, berbaris rapi di kanan kiri
jalan keluar depan pintu. Mereka memiliki pedang yang tergantung di pinggang
dan sikap mereka gagah perkasa, seperti sepasukan pendekar!
Barisan itu
kemudian berdiri tegak dengan sikap menghormat, dan muncullah orang yang
dinanti-nanti Kui Hong. Seorang laki-laki berusia lima puluh tahun lebih,
nampak tampan dan gagah dengan kumis dan jenggot terpelihara rapi. Di kanan
kiri serta belakang pria ini berbaris belasan orang wanita muda yang cantik dan
mengenakan pakaian seragam pula. Cantik akan tetapi gagah, dengan pedang di
punggung masing-masing dan sikap mereka seperti pendekar-pendekar wanita
sejati!
Berkerutlah
sepasang alis Kui Hong melihat pria setengah tua itu. Tentu saja dia segera
mengenal Han Lojin! Dan dia tahu pula bahwa Han Lojin dan Tang Bun An adalah
orang yang sama! Entah yang mana yang merupakan muka aslinya, Tang Bun An
ataukah Han Lojin, dia tidak tahu. Akan tetapi dia yakin bahwa Tang Bun An, Han
Lojin, dan Ang-hong-cu adalah satu orang yang kini menjadi ketua Ho-han-pang!
Meski pun
hatinya terasa sangat tegang, Han Lojin tersenyum-senyum ketika melangkah
menghampiri Kui Hong, ada pun pasukan pria dan wanita yang mengawalnya kini
sudah berbaris rapi di kanan kiri, tidak ikut mendekat.
"Aihhh,
ternyata Cia Pangcu (Ketua Cia)! Selamat datang di tempat kami, Pangcu. Kami
ingin sekali mengetahui apakah kedatangan Pangcu ini sebagai ketua
Cin-ling-pai, atau sebagai pribadi?" Dia memberi hormat dengan mengangkat
kedua tangan di depan dada. "Perkenalkan, kami adalah Pangcu dari
Ho-han-pang, juga Bengcu dari dunia kang-ouw!"
Kui Hong
tersenyum pula, senyum mengejek. "Han Lojin, tidak perlu kita membawa-bawa
nama perkumpulan. Aku datang sebagai Cia Kui Hong, dan kita sama tahu siapa
engkau sebenarnya. Ini urusan pribadi antara aku dan engkau. Aku datang untuk
menantangmu bertanding sampai seorang di antara kita menggeletak tak
bernyawa!"
“Ck, ck,
ck!” Han Lojin mengeluarkan suara dengan lidahnya sambil menggeleng kepala.
"Cia Kui Hong, kenapa engkau bersikap seperti ini? Ingat, seorang pendekar
memegang teguh janjinya, lebih menghargai janji dari pada nyawa!"
Wajah gadis
perkasa itu berubah merah dan matanya mengeluarkan cahaya mencorong.
"Selama hidup aku tak pernah melanggar janjiku, keparat! Sampai detik ini
pun aku tidak pernah melanggar janjiku! Justru karena janji itulah aku datang
menantangmu. Aku ingin mencairkan dan membatalkan janji itu. Engkau boleh
mengeroyokku, boleh membunuhku juga. Lebih baik mati dari pada membiarkan iblis
macam engkau berkeliaran tanpa dapat menentangmu karena terikat janji. Nah,
kini aku datang untuk mematahkan ikatan janji itu. Majulah!" tantang Kui
Hong dengan sikap tabah dan tenang.
"Ha-ha-ha,
engkau tidak tahu malu, Kui Hong! Dulu ketika berjanji engkau berada dalam
keadaan tertawan dan tidak berdaya. Kemudian engkau berjanji bahwa apa bila
engkau kubebaskan, maka engkau takkan memusuhiku. Sekarang, setelah engkau
kubebaskan, engkau datang menantangku. Bukankah itu berarti engkau melanggar
janji?"
Bagi gadis
lain, diserang dengan ucapan ini tentu akan menjadi bingung. Akan tetapi Kui
Hong adalah seorang gadis yang cerdik sekali. Hal ini pun telah dia pikirkan
sebelumnya, maka dia tidak menjadi bingung mendengar ucapan itu, bahkan
tersenyum mengejek.
"Hemmm,
Ang-hong-cu, bercerminlah engkau! Lupakah engkau bagaimana cara engkau
menangkapku dahulu itu? Bukan seperti seorang gagah, tetapi sebagai seorang
pengecut yang curang. Engkau menawanku dengan mempergunakan perangkap!
Engkaulah yang sepatutnya merasa malu, pengecut! Sejak berjanji, aku tidak
pernah melanggarnya. Kalau aku melanggar, tentu aku sudah datang kembali
membawa kawan dan tentu engkau kini sudah mampus! Akan tetapi aku datang
seorang diri saja, menghadapi engkau yang kini dibantu oleh banyak sekali anak
buahmu. Engkau boleh mengeroyokku, menangkapku, menyiksaku dan membunuhku!
Bagiku hanya ada dua pilihan saja. Membatalkan janji dan membunuhmu, atau
terbunuh olehmu!"
Han Lojin
mengerutkan alisnya. Tahulah dia bahwa menggertak atau membujuk gadis ini tidak
akan berhasil. Kalau dulu dia membiarkan gadis ini bebas adalah karena dia
merasa ngeri menghadapi akibatnya kalau dia membunuh Cia Kui Hong, ketua
Cin-ling-pai. Ngeri menghadapi pembalasan dari Cin-ling-pai, dan terutama
sekali dari kakek gadis itu, yaitu Pendekar Sadis dan isterinya dari Pulau
Teratai Merah!
Namun
sekarang tidak ada pilihan lain baginya. Dan dia pun kini berbesar hati karena
dia kini memiliki banyak pembantu yang pandai. Kalau Cin-ling-pai datang
menyerbu, dia pun memiliki Ho-han-pang untuk melawannya. Jika Pendekar Sadis
dan isterinya yang datang menyerang, dia dan para pembantu utamanya pasti akan
mampu menandingi mereka.
"Cia
Kui Hong, kalau aku bisa menawanmu lagi, sekali ini aku tidak akan melepaskanmu
kembali!" katanya dan di dalam suaranya terkandung gairah yang membuat
hati Kui Hong merasa ngeri.
Dia pun
sudah siap siaga mengadu nyawa. Bagi gadis ini, hidup pun tidak ada artinya dan
dia akan selalu merasa menyesal kepada diri sendiri. Ia telah mengikat
perjanjian dengan seorang manusia iblis yang seharusnya dia tentang
mati-matian. Dengan perjanjian itu dia merasa seakan-akan sudah menjadi
pelindung dan pembantu Ang-hong-cu! Hal ini selalu menggerogoti perasaannya,
menumbuhkan penyesalannya.
Waktu itu
dia berjanji hanya karena ingin terbebas dari ancaman perkosaan maut! Namun
sungguh merupakan siksaan yang tidak dapat dia pertahankan lebih lama setelah
melihat Ang-hong-cu berbuat sekehendak hatinya, melakukan segala macam
kejahatan yang dia ketahui akan tetapi tidak dapat turun tangan mencegah atau
menentangnya. Ini sebabnya maka dia memaksa diri untuk mencari Ang-hong-cu dan
membatalkan semua perjanjian itu dengan membiarkan dirinya ditangkap kembali!
Ia tahu
bahwa sekali ini dia maju menentang Ang-hong-cu hanya untuk roboh binasa atau
tertawan. Ia datang seorang diri, menghadapi Ang-hong-cu beserta banyak anak
buahnya yang tergabung di dalam Ho-han-pang! Sama dengan bunuh diri. Namun dia
tidak peduli. Lebih baik dia mati sebagai pendekar dari pada tetap hidup tetapi
terpaksa harus menjadi pelindung seorang iblis macam Ang-hong-cu, demikian
tekad hatinya. Dia lalu mencabut sepasang pedangnya dan bersiap-siap.
Apa yang
disangkanya memang benar terjadi. Ang-hong-cu yang merasa jeri menghadapi gadis
itu seorang diri, karena dia pernah melawannya namun dia yang terdesak hebat,
cepat memberi isyarat dengan tepuk tangan dan muncullah Ji Sun Bi, Tang Cun
Sek, dan Sim Ki Liong! Akan tetapi mereka sudah mengenakan kedok tipis sehingga
Kui Hong tidak mengenal mereka. Mereka bertiga tentu saja mengenal Kui Hong,
mengenal dengan baik sekali! Bahkan kedua orang muda itu, Cun Cek dan Ki Liong,
pernah jatuh cinta kepada gadis ini!
"Tangkap
dia hidup-hidup!"
Hanya itulah
perintah Ang-hong-cu, akan tetapi ketiga orang itu sudah maklum apa yang
dikehendaki pemimpin mereka. Hanya ada satu hal mengapa ketua mereka
menghendaki dara itu ditangkap hidup-hidup, yaitu bahwa pangcu itu membutuhkan
Cia Kui Hong hidup untuk dimanfaatkan, entah untuk mengurangi kehausan serta
kerakusannya akan gadis-gadis cantik, atau untuk kepentingan lain.
Perintah ini
tidak berat bagi Cun Sek dan Ki Liong, sebab bagaimana pun juga dua orang muda
yang pernah mencinta Kui Hong juga merasa sayang kalau gadis itu terbunuh. Tapi
tidak demikian dengan Ji Sun Bi. Wanita ini amat membenci Kui Hong.
Dalam
pertemuan terakhir di antara mereka, ketika Ji Sun Bi membantu pemberontakan
yang dipimpin Lam-hai Giam-lo sedangkan Kui Hong bersama para pendekar membantu
pemerintah, dia pernah bertanding melawan Kui Hong dan akibatnya dia terlempar
masuk ke dalam jurang! Nyaris dia tewas di tangan gadis Cin-ling-pai itu.
Dan sekarang
dia dilarang membunuh gadis itu, melainkan hanya disuruh menangkapnya
hidup-hidup! Padahal dia melihat Kui Hong hanya datang seorang diri, sedangkan
dia kini bersama rekan-rekannya di bawah pimpinan Han Lojin.
Betapa pun
juga Ji Sun Bi tidak berani melanggar perintah pemimpinnya, maka bersama Cun
Sek dan Ki Liong, dia pun sudah mengepung Kui Hong yang kini berdiri dengan
sikap tenang dan waspada, dengan sepasang pedang Hok-mo Siang-kiam (Sepasang
Pedang Penakluk Iblis) siap di kedua tangannya.
Melihat Kui
Hong memegang sepasang pedang yang dikenalnya sebagai Hok-mo Siang-kiam milik
subo-nya, yaitu nenek Lam-sin Toan Kim Hong isteri Pendekar Sadis, Ki Liong
diam-diam bergidik. Dia tahu keampuhan sepasang pedang itu dan dia merasa
menyesal kenapa dia kehilangan Gin-hwa-kiam. Apa bila ada Gin-hwa-kiam di
tangannya, tentu dia akan mampu menandingi sepasang pedang ampuh di tangan Kui
Hong.
Akan tetapi
pedang Gin-hwa-kiam sudah dirampas oleh Hay Hay sehingga kini dia hanya
memiliki sebatang pedang yang meski pun merupakan pedang pilihan dari baja yang
baik, namun dia khawatir pedangnya itu akan rusak begitu beradu dengan Hok-mo
Siang-kiam. Dia lalu mencabut pedangnya dan mengepung.
Begitu pula
dengan Tang Cun Sek. Pemuda ini mengenal benar kelihaian Cia Kui Hong, maka dia
pun diam-diam gentar dan merasa menyesal mengapa dia kehilangan Hong-cu-kiam
yang juga terampas oleh Hay Hay. Akan tetapi karena di situ terdapat Sim Ki
Liong dan Ji Sun Bi, bahkan Han Lojin juga kini ikut mengepung, dia merasa
yakin mereka akan dapat menundukkan Kui Hong dan dia pun telah mencabut
pedangnya, sebatang pedang yang cukup baik walau pun tidak dapat disamakan
dengan pedang pusaka Hong-cu-kiam yang sudah terlepas dari tangannya.
Sejak tadi
Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi juga sudah mencabut senjata, yaitu sepasang pedang
pula, dan kini dia mengepung sambil melintangkan sepasang pedang di atas
kepala. Han Lojin sendiri juga turut maju, akan tetapi dia tidak memegang
senjata apa pun.
“Kau lihat,
Kui Hong. Engkau sudah kami kepung dan tidak mungkin dapat lolos. Apakah tidak
lebih baik engkau menyerah saja, kita berdamai dan engkau membantu perjuangan
kami membela negara dan bangsa?"
"Huhh!
Yang sudi bersekutu denganmu hanyalah golongan sesat, orang-orang jahat yang
sudah selayaknya dibasmi habis!" bentak Kui Hong dan tiba-tiba saja dia
membalik ke kiri, pedang kanannya menusuk ke arah dada Cun Sek. Gerakannya
cepat bukan main, ada pun pedangnya mengeluarkan sinar dan bunyi mendesing.
Cun Sek
menangkis dengan pedangnya dari samping, dia tidak berani mengadu langsung
karena takut pedangnya akan patah.
"Tranggg...!”
Nampak bunga
api berpijar dan diam-diam Kui Hong terkejut sekali. Tak dikiranya bahwa
pembantu Ang-hong-cu yang berwajah tampan serta bertubuh tinggi besar ini
tenaganya demikian kuat sehingga tangannya tergetar. Ia memutar pedang dan kini
pedangnya yang kiri membabat ke arah kedua kaki lawan tinggi besar itu.
Dan Cun Sek
mengelak dengan loncatan yang membuat Kui Hong hampir mengeluarkan seruan
kaget. Gerakan kaki itu mempunyai dasar ilmu Thai-kek Sin-kun dari
Cin-ling-pai! Dia terkejut dan heran sekali, akan tetapi masih belum yakin
benar.
Dia hendak
mendesak agar lawan tinggi besar itu mengeluarkan ilmu silatnya, akan tetapi
terpaksa dia harus membalik dan memutar sepasang pedangnya untuk melindungi
tubuh, karena pada saat itu pula wanita yang memegang sepasang pedang telah
menyerangnya, disusul pengeroyok ke tiga, seorang pemuda yang tampan dan mempunyai
gerakan kuat pula.
Dan kembali
dia terkejut ketika dia memutar siang-kiam melindungi tubuhnya karena dia
seperti pernah melihat gerakan siang-kiam seperti yang dimainkan oleh wanita
itu. Ketika dengan mendadak dia membalas ke arah laki-laki ke tiga yang
mengeroyoknya, dengan sambaran pedang kanannya, dia pun hampir berteriak saking
kagetnya sesudah melihat dasar gerakan kaki pemuda itu. Jelas dia melihat dasar
gerakan kaki ilmu silat Hok-te Sin-kun yang hanya dimiliki oleh kakek dan
neneknya di Pulau Teratai Merah.
Dan jantungnya
berdebar ketika dia memperhatikan bentuk tubuh mereka. Biar pun wajah mereka
itu berbeda, namun bentuk tubuh mereka dan gerakan silat mereka menunjukkan
bahwa dia dikeroyok oleh si tinggi besar Tang Cun Sek, pemuda tampan Sim Ki
Liong, dan wanita bersenjata siang-kiam Ji Sun Bi! Tak salah lagi!
Akan tetapi
Kui Hong menahan perasaannya dan hanya memusatkan perhatiannya pada penjagaan
diri. Ia membela diri mati-matian dan memutar sepasang pedangnya sehingga
tubuhnya seperti dilindungi oleh perisai yang kokoh kuat. Sambaran senjata
ketiga orang pengeroyoknya itu seperti menghadapi sinar perisai yang amat kuat
dan semua serangan itu membalik! Bahkan Han Lojin yang amat lihai, yang
semenjak tadi ikut mengepung dan mencari kesempatan untuk turun tangan, tidak
pernah berhasil karena sama sekali tidak ada lubang yang dapat dimasuki
serangannya!
Han Lojin
memandang kagum sekali, akan tetapi juga khawatir. Sudah puluhan jurus tapi
tiga orang pembantu utamanya belum juga mampu membekuk Kui Hong! Dia tahu bahwa
apa bila dia tidak mengeluarkan perintah agar gadis itu ditangkap hidup-hidup,
kalau tiga orang pembantunya berniat membunuhnya, maka perkelahian itu tidak
akan berlangsung selama ini. Kui Hong tentu sudah roboh dikeroyok tiga orang
yang tingkat kepandaiannya hanya sedikit di bawah tingkatnya.
Akan tetapi
justru karena mereka bertiga menjaga agar jangan sampai melukai apa lagi
membunuh lawan, dan senjata mereka hanya dipergunakan untuk menjaga diri dan
untuk berusaha meruntuhkan sepasang pedang Kui Hong, maka pertandingan menjadi
berlarut-larut dan memakan waktu lama. Mungkin hanya kalau Kui Hong sudah
kehabisan tenaga sajalah mereka itu akan berhasil. Tidak mudah untuk menanti
sampai Kui Hong kehabisan tenaga karena dia seorang gadis yang sehat, terlatih
baik dan tangguh.
Kui Hong
juga bukan seorang gadis bodoh. Dia maklum bahwa para pengeroyoknya amat taat
terhadap perintah Han Lojin, jadi kini mereka berusaha untuk membuat dia
kehabisan tenaga dan napas agar dapat ditawan hidup-hidup. Dan dia akan menderita
penghinaan yang lebih mengerikan dari pada maut kalau sampai tertawan
hidup-hidup.
Oleh karena
itu dengan nekat dia pun hendak mengadu nyawa dan sekarang mulailah dia
membalas serangan lawan dengan serangan-serangan yang dahsyat. Dengan begitu dia
membiarkan dirinya ‘terbuka’ sehingga mungkin saja dia akan terkena serangan
senjata para pengeroyoknya sehingga terluka atau bahkan tewas.
Setelah
menyerang dengan dahsyat, hatinya makin yakin bahwa pemuda tinggi besar itu
adalah Tang Cun Sek dan pemuda tampan itu adalah Sim Ki Liong.
Serangan-serangan dahsyatnya membuat mereka tidak dapat menyembunyikan gerakan
dasar yang asli dari ilmu silat mereka, dan dalam desakannya yang nekat ini dia
berhasil menendang paha Ji Sun Bi sehingga wanita itu terpelanting.
Akan tetapi
karena serangan-serangannya itu telah membuat tubuhnya terbuka sehingga
pertahanan dirinya tidak serapat tadi, Han Lojin lalu memperoleh kesempatan.
Pada saat yang baik sekali, selagi sepasang pedang Kui Hong menempel kepada
senjata di tangan Cun Sek dan Ki Liong, sebelum gadis itu mampu melepaskan
sepasang pedangnya dari tempelan senjata lawan, Han Lojin menerjang ke depan
dan tangannya berhasil menotok punggung Kui Hong. Gadis ini mengeluh lirih
kemudian terguling pingsan!
Hanya sebentar
saja Kui Hong tak sadarkan diri. Ketika siuman ternyata tubuhnya lemas tak
dapat digerakkan akibat jalan darahnya tertotok dan dia dipondong oleh pernuda
tinggi besar yang berjalan bersama Han Lojin menuju ke lorong bawah tanah. Dia
berpura-pura pingsan sesudah tahu bahwa dirinya tertotok dan tidak berdaya,
karena kalau dia sadar, tentu hanya akan mendengar penghinaan Han Lojin saja.
Setelah tiba
di depan sebuah pintu besi yang tertutup, ia mendengar pemuda tinggi besar itu
bicara dan begitu pemuda itu membuka mulut, tidak ada keraguan lagi dalam
hatinya bahwa pemuda itu adalah Tang Cun Sek. Wajahnya boleh berubah, akan
tetapi suaranya, bentuk badannya serta dasar-dasar ilmu silat Cin-ling-pai tadi
jelas membuktikan bahwa dia adalah Tan Cun Sek. Akan tetapi ada hal yang amat
mengherankan hatinya ketika dia mengikuti percakapan singkat mereka di depan
pintu.
"Bengcu,
kuharap Bengcu suka memberikan gadis ini kepadaku. Dia gadis yang kucinta dan
aku... aku ingin memperisterinya..."
"Hemm,
dia berbahaya sekali, Cun Sek. Yang satu ini tidak boleh, aku sendiri yang akan
menundukkannya agar tidak membahayakan kita."
"Tapi...
tapi... hanya sekali ini saja aku memohon. Aku adalah puteramu, aku minta agar
dijodohkan dengan Kui Hong…”
"Cukup!
Masukkan dara ini ke dalam!" Han Lojin membentak sehingga Cun Sek nampak
ketakutan.
"Baik,
Ayah... ehh, Bengcu. Baik!"
Pintu
terbuka secara otomatis dan dengan mata terbuka sedikit Kui Hong melihat
seorang gadis yang cantik berdiri dengan sikap gelisah akan tetapi juga marah.
Gadis itu berdiri di dekat sebuah pembaringan besar. Sesudah Cun Sek merebahkan
tubuh Kui Hong di atas pembaringan itu, si gadis lantas membentak dengan suara
kasar sambil menudingkan jari telunjuknya kepada Han Lojin.
"Mana
kakakku?! Dan siapa pula gadis ini, Ho-han Pangcu? Apa bila engkau tidak segera
membebaskan aku, kakakku pasti akan menghancurkan engkau berikut perkumpulanmu!
Sebaliknya, kalau engkau membebaskan aku, aku akan bicara dengan kakakku.
Mungkin dia mau membantu perkumpulanmu, asal perkumpulanmu memang perkumpulan
orang-orang gagah yang baik!"
Han Lojin
tersenyum. "Tenanglah, Mayang. Kakakmu tentu mau berunding denganku. Dia
belum datang, dan sementara itu biarlah nona ini menemanimu di sini. Alangkah
baiknya jika engkau dapat membujuknya agar dia suka membantu kami. Aku tentu
akan berterima kasih sekali!"
Sebelum
Mayang menjawab, pintu besi sudah tertutup dan Han Lojin bersama Tang Cun Sek
telah keluar dari kamar itu. Setelah yakin bahwa dia hanya berdua saja dengan
gadis yang dia dengar namanya disebut Mayang itu, Kui Hong membuka matanya,
lalu bangkit duduk. Melihat ini Mayang langsung menghampiri dan mereka duduk di
atas pembaringan yang lebar itu, saling pandang dan saling mengagumi kecantikan
masing-masing.
“Enci,
engkau siapakah dan bagaimana engkau dapat tertawan oleh mereka itu?"
Mayang bertanya ketika melihat pandang mata penuh curiga dari gadis cantik itu.
"Engkau
sudah tahu bahwa aku tawanan, akan tetapi aku belum tahu siapa engkau dan
mengapa pula di sini," kata Kui Hong yang masih menaruh curiga.
Meski tadi
dia mendengar betapa gadis Tibet ini mengancam Han Lojin bahwa kakaknya akan
menghancurkan Han Lojin beserta perkumpulannya, akan tetapi dia tidak tahu
siapa gadis ini. Mayang tersenyum, maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang
gadis yang galak dan penuh prasangka.
"Namaku
Mayang, Enci. Jangan engkau khawatir. Aku masih menanti datangnya kakakku dan
kalau dia sudah muncul, pasti dia akan dapat menghancurkan Ho-han-pang dan juga
membebaskan kita."
"Hemm,
siapa kakakmu itu?”
"Kakakku
bernama Hay Hay. Hay-ko lihai sekali dan dia pasti akan datang dan..."
Mayang cepat
menghentikan ucapannya karena melihat betapa wajah gadis di depannya itu
berubah, seperti orang terkejut dan memandang kepadanya dengan mata mencorong.
“Dia Tang
Hay maksudmu?"
"Benar,
Enci!"
“Kau bohong!
Dia tidak mempunyai adik perempuan, kecuali kalau engkau juga she Tang, berarti
engkau juga puteri Ang-hong-cu!"
Kini Mayang
berbalik kaget sekali mendengar bahwa gadis ini sudah tahu bahwa dia dan
kakaknya adalah anak-anak Ang-hong-cu.
“Enci,
engkau mengenal ini?" Dia menarik keluar mainan dari balik bajunya, yaitu
mainan berbentuk seekor kumbang merah.
"Ang-hong-cu...!
Jadi kau... kau puterinya?"
"Benar,
aku adalah puteri Ang-hong-cu, seperti juga Hay-koko yang putera Ang-hong-cu.
Agaknya engkau sudah mengetahui...”
“Bagus
sekali!"
Tiba-tiba
saja, secepat kilat tangan Kui Hong bergerak dan dia sudah menotok jalan darah
di pundak kiri hingga Mayang terkulai lemas, kaki tangannya menjadi lumpuh.
Tentu saja Mayang kaget dan marah sekali. Dia diserang dalam keadaan tidak
menyangkanya sama sekali, dan mereka duduk berdekatan maka dia tidak sempat
mengelak, apa lagi gerakan tangan Kui Hong memang cepat seperti kilat
menyambar.
Hanya kaki
tangannya serta punggungnya saja yang lumpuh, akan tetapi Mayang masih dapat
menggerakkan anggota tubuh yang lain. Dia memandang kepada Kui Hong dengan mata
bersinar penuh kemarahan.
"Heiiii!
Kenapa kau lakukan ini?" bentaknya marah.
Kui Hong
tersenyum mengejek. "Engkau puteri Ang-hong-cu. Engkau satu-satunya orang
yang dapat membebaskan aku dari sini. Engkau kujadikan sandera agar aku
dibebaskan. Kalau mereka tidak mau membebaskan aku, maka engkau akan
kubunuh!"
Mayang juga
seorang gadis yang keras hati dan tidak takut mati. Dia mendengus marah.
"Huhh,
aku tidak mengenal siapa engkau. Akan tetapi yang sudah jelas bagiku, engkau
ini seorang pengecut yang tolol!”
Kalau saja
dia tidak dalam tahanan, tentu Kui Hong sudah menampar mulut yang berani
memakinya pengecut dan tolol seperti itu. Dia menahan kemarahannya.
“Jelaskan
kenapa engkau mengatakan aku pengecut dan tolol. Kalau tidak ada alasannya yang
kuat, akan kutampar mulutmu yang lancang itu!”
"Lebih
dari pada pengecut dan tolol, engkau mungkin sudah gila!" Mayang
berteriak, tidak kalah galaknya dan walau pun dia rebah telentang tanpa dapat
menggerakkan tubuhnya, namun dia membelalakkan matanya yang sipit, hidungnya
kembang kempis dan mulutnya cemberut penuh amarah. "Masih perlu penjelasan
lagi? Engkau pengecut karena engkau menyerang dan menotokku secara curang,
tanpa memberi peringatan lebih dahulu bahwa engkau akan menyerangku. Apakah
perbuatan demikian tidak curang dan pengecut? Bila engkau memang gagah, kenapa
tidak terang-terangan saja menantang? Kau sangka aku takut padamu? Dan tentang tolol,
engkau memang bodoh dan tolol bukan kepalang. Kau bilang hendak menjadikan aku
sebagai sandera agar engkau dibebaskan? Apakah engkau ingin melucu di atas
panggung? Aku sendiri menjadi tawanan di sini! Bagaimana mungkin pangcu dari
Ho-han-pang mau membebaskan engkau hanya karena engkau menawan aku? Tawanan
menyandera tawanan? Apakah ini tidak gila namanya?"
Belum pernah
selama hidupnya Kui Hong dimaki-maki orang seperti itu, dimaki pengecut,
curang, tolol, bodoh, bahkan gila! Akan tetapi amarahnya masih kalah oleh
keheranannya mendengar semua kata-kata itu. Diakah yang gila, ataukah gadis ini
yang sudah menjadi gila? Gadis ini bicara tentang menjadi tawanan Ho-han
Pangcu! Padahal Ho-han Pangcu bukan lain adalah Han Lojin alias Tang Bun An
alias Ang-hong-cu alias ayah kandungnya sendiri!
"Hemmm,
bocah bermulut lancang! Sesungguhnya engkaulah yang tolol dan gila. Engkau ini
benar tidak tahu apakah pura-pura tidak tahu? Coba jawab, siapakah yang menawan
engkau?"
"Siapa
lagi kalau bukan dia yang juga menawanmu tadi. Yang menawanku adalah pangcu
dari Ho-han-pang..."
"Dan
engkau tidak tahu siapa dia?"
"Dia adalah
ketua Ho-han-pang dan bengcu..."
"Bodoh!
Dia itu Han Lojin!"
"Siapa
itu Han Lojin?"
Ahh,
sekarang mengertilah Kui Hong. Gadis tolol ini belum tahu bahwa dia sudah
menjadi tawanan ayah kandungnya sendiri
"Han
Lojin adalah Tang Bun An!"
"Tang Bun
An? Siapa pula..."
"Penawanmu
itu adalah Ho-han Pangcu, atau Han Lojin, alias Tang Bun An, alias Ang-hong-cu
pula!"
"Ahhh…!"
Sepasang mata itu terbelalak. "Dia… dia... Ang-hong-cu...? Aku tak
percaya!"
"Itulah
ketololanmu! Ketua Ho-han-pang adalah Ang-hong-cu dan hal ini aku tahu
benar!"
"Tapi...
tapi... jika benar dia Ang-hong-cu, berarti dia adalah ayah kadungku? Akan
tetapi kenapa dia... dia menawanku? Pantas saja dia mengenal nama ibu dan
subo-ku...! Ahh, akan tetapi mungkinkah itu? Kenapa dia menawanku dan sikapnya
seperti itu?” Ia teringat akan sikap cabul ketua Ho-han-pang itu.
"Apakah
engkau belum pernah melihat ayahmu?"
"Sejak
lahir belum pernah aku melihatnya."
"Dan
Hay Hay kakakmu itu, apakah dia pernah bercerita tentang jahatnya
Ang-hong-cu?"
"Hanya
sedikit... ahh, Enci yang baik, ceritakan kepadaku bagaimana sebenarnya semua
itu, tentang Han Lojin, tentang Tang Bun An, tentang Ang-hong-cu! Aku sungguh
bingung sekali. Aku datang ke sini bersama kakakku untuk menyelidiki perwira
she Tang, dan aku dipancing ke sini, lalu dikeroyok dan ditangkap, katanya
untuk memancing agar kakakku datang pula ke sini. Tapi tidak tahunya engkau
yang muncul! Apa artinya semua ini, Enci? Katakanlah. Engkau tidak ragu lagi
dan percaya kepadaku, bukan?"
Sepasang
mata Mayang menjadi basah karena dia merasa tegang dan penasaran sekali setelah
mendengar bahwa laki-laki setengah tua yang cabul dan menawannya itu adalah
ayah kandungnya sendiri.
Biar pun
masih muda, Kui Hong sudah berpengalaman dan dia pun dapat membedakan sikap
orang yang berbohong atau tidak. Dia tahu bahwa Mayang tidak berbohong dan dia
percaya kepada gadis Tibet itu yang dia tahu tentu puteri seorang wanita Tibet
yang dulu menjadi korban keganasan Ang-hong-cu pula, seperti ibu Hay Hay. Maka
tanpa ragu-ragu lagi dia pun membebaskan totokannya dan Mayang dapat
menggerakkan kaki tangannya. Gadis Tibet itu bangkit duduk, mengurut-urut kaki
tangannya sambil memandang kepada Kui Hong.
"Enci,
engkau mengenal kakakku?"
"Tang
Hay? Tentu saja aku mengenalnya."
"Enci,
siapakah namamu? Bagaimana pula engkau sampai dapat tertawan oleh mereka?
Ceritakanlah tentang semua ini…”
"Nanti
dulu, Mayang. Namamu Mayang, bukan? Nah, adik Mayang, sebelum aku mulai
bercerita lebih baik engkau lebih dahulu menceritakan pengalamanmu bersama Hay
Hay supaya aku bisa mengerti duduknya perkara dan dapat menentukan langkah
selanjutnya. Sekarang kita berada dalam kekuasaan persekutuan yang amat
berbahaya dan kuat, adik Mayang. Nah, kau ceritakan semuanya, juga hal yang
amat mengherankan bahwa engkau tidak tahu akan kenyataan bahwa ketua
Ho-han-pang adalah Han Lojin atau Tang Bun An atau Ang-hong-cu, yaitu ayah
kandungmu sendiri!"
Rasa kaku
pada kaki dan tangan Mayang sudah lenyap setelah dia mengurutnya, dan kini
mereka duduk saling berhadapan di tepi pembaringan.
"Baiklah,
Enci. Memang sudah sepatutnya kalau engkau merasa curiga dan berhati-hati, dan
maafkan semua kelancanganku tadi. Aku bertemu dengan kakakku Tang Hay ketika
dia berada di Tibet bersama pendekar Pek Han Siong. Apakah engkau juga kenal
dengan pendekar itu?"
Kui Hong
mengangguk. Ia mengenal Pek Han Siong. Ada persamaan antara Hay Hay dan Han
Siong. Keduanya mempunyai ilmu kepandaian tinggi, bahkan keduanya juga memiliki
ilmu sihir yang hebat.
"Lanjutkan
ceritamu," katanya.
"Sesudah
saling berjumpa, secara kebetulan kami saling melihat mainan yang tergantung di
leher kami dan tahulah kami bahwa kami adalah kakak beradik. Ayah kami adalah
Ang-hong-cu." Mayang tidak mau menceritakan bahwa dia sudah dinikahkan
dengan Hay Hay, karena hal itu merupakan rahasia pribadinya, merupakan hal yang
dapat mendatangkan aib. Menikah dengan kakak sendiri!
"Dan
ibumu?"
"Ibuku
bernama Souli, seorang wanita Tibet yang pernah tergila-gila kepada laki-laki
yang oleh ibu disebut Tang Taihiap. Akan tetapi sesudah ibuku mengandung, Tang
Taihiap itu meninggalkannya dan tidak pernah kembali, hanya meninggalkan benda
ini kepada ibu."
"Hemm,
memang itulah sifat khas Ang-hong-cu," kata Kui Hong gemas.
"Sesudah
mendengar dari kakakku, Tang Hay tentang ayah kandungku, aku lalu ikut Hay-ko
untuk mencari ayah, mencari Ang-hong-cu, bukan untuk berbaik-baik antara anak
dan ayahnya, melainkan untuk minta pertanggungan jawab Ang-hong-cu yang menurut
Hay-ko telah melakukan banyak kejahatan. Nah, kami berdua pergi ke kota raja
karena Hay-ko bilang bahwa dia mendengar di kota raja ada seorang perwira she
Tang yang mengaku sebagai putera Ang-hong-cu. Pada waktu kami melakukan
penyelidikan, kami mendengar bahwa yang ada seorang perwira she Tang yang telah
setengah tua, bukan perwira Tang muda. Ketika kemarin pagi Hay-koko pergi
melakukan penyelidikan, datang seorang yang mengabarkan bahwa Hay-ko
memanggilku. Aku dipancing dan dijebak, lalu aku dikeroyok sehingga akhirnya
aku tertawan. Ternyata Ho-han-pang mempunyai banyak orang pandai, terutama dua
orang pemuda yang menawanku itu."
Kui Hong
mengangguk-angguk. Dia sudah tahu dan dia juga tahu bahwa mereka adalah Sim Ki
Liong dan Tang Cun Sek, juga ada Ji Sun Bi. Bahkan baru sekarang diketahuinya
pula hal yang mengejutkan hatinya, yaitu bahwa Tang Cun Sek adalah putera
Ang-hong-cu pula! Putera Ang-hong-cu yang satu ini pernah menyelundup ke Cin-ling-pai
dan telah mempelajari ilmu-ilmu Cin-ling-pai, bahkan melarikan pedang pusaka
Hong-cu-kiam dari Cin-ling-pai....
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment