Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Si Kumbang Merah Pengisap Kembang
Jilid 27
Han Lojin
mengangkat tangan memberi isyarat kepada para anak buahnya agar menahan senjata
mereka. Kemudian dia melangkah maju sambil tersenyum, diikuti Ji Sun Bi yang
memandang kepada pemuda itu dengan sinar mata jeri bercampur kagum. Sejak
dahulu Ji Sun Bi amat mengagumi Hay Hay, namun juga gentar karena beberapa kali
dia selalu kalah dan tak berdaya kalau bertanding melawan pemuda ini. Han Lojin
yang juga merasa kagum kepada Hay Hay, kagum dan suka, juga mengharapkan agar
puteranya ini dapat membantunya, tersenyum ramah.
"Ahhh,
ternyata engkau yang datang, Hay Hay!" katanya dengan ramah.
"Kedatanganmu memang sudah kunanti-nanti. Mengapa engkau tidak datang
secara biasa saja dari pintu depan, sebagai tamu yang kami hormati? Sama sekali
kami tidak memiliki keinginan untuk menerimamu sebagai seorang lawan, Hay
Hay."
Hay Hay
menahan kemarahannya ketika berhadapan dengan orang yang sesungguhnya adalah
ayahnya sendiri itu. "Ang-hong-cu, engkau manusia jahat dan curang! Hadapi
aku kalau engkau memang jantan, dan engkau boleh mengeroyokku bersama kaki
tanganmu. Akan tetapi mengapa engkau bertindak curang, menawan Mayang? Selain
gadis itu tidak bersalah apa pun, juga engkau tahu bahwa dia adalah anak
kandungmu sendiri, hasil dari perbuatanmu yang keji dan penuh dosa! Bebaskan
Mayang sekarang juga, selanjutnya engkau boleh mengeroyokku bersama
antek-antekmu ini!”
Biar pun
dihina seperti itu di depan orang banyak, Han Lojin masih tersenyum. Di antara
anak-anaknya, dia merasa bangga mempunyai anak seperti Hay Hay, satu-satunya
anak yang gagah berani dan malah berani menentangnya. Juga memiliki ilmu
kepandaian yang tinggi sehingga dia sendiri merasa sukar untuk mengalahkannya,
bahkan sudah membuat dia merasa jeri!
Han Lojin
tertawa dan mengangkat kedua lengan ke atas. "Heiii, kalian semua lihatlah
dan dengar baik-baik! Pemuda yang gagah perkasa ini adalah Tang Hay. Dia adalah
puteraku, putera kandungku! Apa bila dia bersedia membantu kita, maka dia akan
kuangkat menjadi wakilku, dan dialah yang akan memimpin Ho-han-pang!"
"Ang-hong-cu,
tidak perlu banyak cakap lagi. Keluarkan Mayang, atau terpaksa aku akan
menyerangmu dan memaksamu membebaskan Mayang serta dua orang gadis lain yang
kau tawan!"
"Ha-ha-ha,
anakku yang baik, anakku yang gagah perkasa. Mayang menjadi tamu, juga menjadi
keluarga, karena dia adalah anakku pula. Ia adikmu berlainan ibu. Tentu saja
aku tidak akan mengganggu selembar rambut anakku sendiri. Juga Siangkoan Bi
Lian dan Cia Kui Hong, mereka menjadi tamuku dan tidak diganggu. Mereka semua
dapat berkumpul kembali denganmu, asal engkau suka membantuku. Dengar, anakku
yang baik. Hidup ini tidaklah lama. Apa artinya hidupmu kalau engkau tidak
meraih kedudukan yang mulia?"
“Cukup! Aku
tak sudi berbincang-bincang lagi denganmu! Bebaskan mereka bertiga, lalu kita
berdua akan menyelesaikan urusan lama di antara kita tanpa menyangkut orang
lain!"
Han Lojin
mulai mengerutkan alisnya dan sepasang matanya mengeluarkan sinar berapi. Saat
itu Ji Sun Bi berkata, "Bengcu, untuk apa banyak bicara dengan bocah
sombong ini? Mari kita tangkap dia. Aku mempunyai cara untuk menundukkannya,
memaksanya dan menghilangkan ingatannya. Biarlah dia menjadi boneka hidup,
kemudian kita pergunakan kepandaiannya untuk membantu Ho-han-pang!"
Han Lojin
cepat memberi isyarat kepada para anggota Ho-han-pang yang sekarang telah
mengepung tempat itu. "Kalian bersiap, jangan sampai dia dapat lolos dari
sini! Hay Hay, engkau lihat! Sedikitnya lima puluh orang anggota Ho-han-pang
mengepungmu. Melawan pun akan sia-sia saja. Engkau akan mati, juga tiga orang
gadis itu tak akan tertolong lagi kalau engkau melawan. Menyerahlah dan mereka
akan selamat!"
"Ang-hong-cu,
engkau adalah iblis berujud manusia. Aku tak percaya padamu. Kehadiran
perempuan ini, iblis betina Ji Sun Bi saja sudah membuktikan bahwa
perkumpulanmu ini adalah perkumpulan jahat! Segera engkau bebaskan tiga orang
gadis itu, atau aku akan mengamuk dan membunuh kalian semua!"
"Kepung
dan tangkap dia!" Han Lojin berseru. "Di mana Cun Sek, Hok Seng, Ki
Liong? Panggil mereka dan para pembantu lain!"
Pada saat
itu pula terdengar suara orang tertawa. Suara ini semakin lama semakin keras
dan sedemikian kuatnya sehingga banyak orang Ho-han-pang terhuyung dan
menyeringai karena dada mereka terasa sakit, bahkan ada pula yang secara aneh
turut tertawa! Han Lojin terkejut karena maklum bahwa di dalam suara ketawa itu
terkandung khikang yang amat kuat, bahkan mengandung kekuatan sihir.
Hay Hay
membelalakkan matanya dan tersenyum girang. "Bagus sekali! Engkau datang
tepat pada waktunya, Han Siong!"
Yang muncul
ini memang Pek Han Siong! Dia sedang melakukan penyelidikan dan begitu tiba,
dia mendengar suara ribut-ribut dan melihat Hay Hay sudah dikepung banyak
orang. Juga dia mengenal Han Lojin dan Ji Sun Bi. Terkejutlah Han Siong yang
sama sekali tidak mengira bahwa Ang-hong-cu menjadi pimpinan Ho-han-pang, dan
juga Ji Sun Bi menjadi pembantu Si Kumbang Merah.
"Jangan
khawatir, Hay Hay. Mari kita basmi semua tikus busuk ini!” kata Han Siong yang
sudah melayang turun dari atas wuwungan rumah di mana tadi dia bersembunyi.
Dapat
dibayangkan betapa kaget rasa hati Han Lojin ketika melihat munculnya Pek Han
Siong, orang ke dua sesudah Hay Hay yang paling diseganinya karena dia tahu
bahwa pemuda ini juga sukar ditandingi olehnya. Akan tetapi dia mengandalkan
anak buahnya yang banyak dan pada saat itu, muncul pula Tang Gun dan Tang Cun
Sek dari dalam.
"Mana
Ki Liong?" tanya Han Lojin kepada Cun Sek.
"Entah
ke mana dia pergi bersama gadis Tibet itu," kata Cun Sek. "Kami
menyingkirkan dua orang tawanan wanita lainnya.”
Dia pun
terkejut melihat munculnya Pek Han Siong dan Hay Hay. Tanpa banyak cakap lagi
Tang Gun lantas mencabut pedang Kwan-im-kiam yang dirampasnya dari sumoi-nya,
Siangkoan Bi Lian. Ada pun Tang Cun Sek juga sudah mencabut Hok-mo-kiam, sepasang
pedang milik Cia Kui Hong yang telah dirampasnya.
Terkejutlah
Han Siong ketika melihat pedang Kwan-im-kiam di tangan Tang Gun.
"Kwan-im-kiam...!” serunya. Jika pedang pusaka itu berada di tangan orang
yang tak dikenalnya ini, hal itu berarti bahwa Bi Lian berada di situ pula dan
mungkin sudah menjadi tawanan sehingga pedangnya dapat dirampas!
"Siangkoan
Bi Lian sudah menjadi tawanan mereka, Han Siong. Juga Cia Kui Hong dan
Mayang!" kata Hay Hay yang melihat kekagetan sahabatnya.
Hay Hay
mengenal Hok-mo Siang-kiam, sepasang pedang milik Kui Hong yang sekarang berada
di tangan Tang Cun Sek. Dia pun segera menggerakkan tangannya dan nampak sinar
kilat ketika Hong-cu-kiam tercabut dan berada di tangannya. Juga Han Siong
sudah mencabut Gin-hwa-kiam sehingga nampak sinar putih berkilauan.
Dua pemuda
itu kini sudah berdiri saling membelakangi, siap menghadapi pengeroyokan Han
Lojin bersama para pembantunya dan banyak anak buahnya itu. Hay Hay dan Han
Siong maklum bahwa mereka menghadapi lawan yang kuat dan jumlahnya banyak. Akan
tetapi mereka sudah mengambil keputusan untuk melawan mati-matian, bukan saja
untuk menyelamatkan diri sendiri, melainkan juga untuk dapat menyelamatkan tiga
orang gadis yang menjadi tawanan di situ.
"Kepung!
Tangkap atau bunuh saja mereka!" Kini Han Lojin mengeluarkan perintah
bunuh karena sungguh bukan merupakan pekerjaan mudah untuk menangkap
hidup-hidup dua orang pemuda perkasa itu, bahkan amat sukar.
Dia sendiri
sudah mengeluarkan senjatanya yang luar biasa dan yang selama ini belum pernah
dia perlihatkan atau pergunakan, yaitu sebatang rantai baja yang besar dengan
dua macam senjata di kedua ujung rantai yang panjangnya dua meter itu. Ujung
pertama merupakan sebatang pisau yang kedua sisinya tajam dan runcing, sedangkan
ujung ke dua merupakan kaitan yang kokoh dan runcing. Begitu rantai baja itu
diputar, terdengarlah suara mendengung bagai kumbang dan angin
menyambar-nyambar, tanda bahwa senjata itu digerakkan oleh tenaga yang dahsyat.
Namun
senjata seperti itu kurang leluasa digerakkan karena banyaknya teman atau anak
buahnya yang mengepung dan mengeroyok, ada bahaya mengenai teman sendiri. Maka
dia pun hanya ikut mengepung dan belum ikut menyerang.
Kini yang
maju menyerang hanyalah Ji Sun Bi dengan sepasang pedangnya, Tang Cun Sek, Tang
Gun dan lima orang pembantu lain yang kepandaiannya sudah lumayan, serta
puluhan orang yang mengepung dan mengeroyok, dan terjadilah pertempuran yang
hebat di mana Hay Hay dan Han Siong mengamuk bagaikan dua ekor naga sakti.
Han Lojin
menoleh ke kanan kiri, mencari-cari dengan pandang matanya. Dia mendongkol
sekali karena Sim Ki Liong, pembantu utamanya yang paling lihai, yang
diharapkan akan mampu menandingi lawan, belum juga nampak.
Di manakah
adanya Sim Ki Liong? Telah terjadi sesuatu yang aneh atas diri Sim Ki Liong.
Hati Sim Ki Liong tergoncang hebat semenjak dia melihat Mayang, gadis peranakan
Tibet yang menjadi tawanan. Dia telah jatuh cinta seperti yang belum pernah
dialaminya! Bukan sekedar bangkit gairahnya, sama sekali bukan, melainkan
benar-benar dia jatuh hati!
Karena itu,
ketika mereka semua mengeluarkan Tan Hok Seng atau Tang Gun dari dalam kamar
tahanan di mana pemuda ini ikut terbius ketika mereka melumpuhkan Bi Lian, dan
diperkenalkan dengan pembantu baru ini, mereka bertiga, yaitu Sim Ki Liong,
Tang Cun Sek dan Tang Gun, segera berkenalan.
Dari sikap
dan percakapan mereka, ketiganya menyatakan cinta kepada tiga orang gadis yang
menjadi tawanan. Sim Ki Liong lantas mengajukan usul kepada Cun Sek dan Tang
Gun agar mereka bertiga menghadap Bengcu agar mereka dapat memiliki gadis
masing-masing yang telah mereka pilih.
"Kalau
kita tidak segera menghadap Bengcu dan menyatakan cinta kita terhadap mereka,
tentu kita akan kehilangan! Aku yakin bahwa Bengcu tidak akan mau melepaskan
mereka bertiga. Kita hanya akan gigit jari saja bila gadis yang kita cinta itu
akhirnya nanti menjadi milik Bengcu semua!” demikian dia membujuk.
Cun Sek
memang jatuh cinta kepada Kui Hong dan sejak dahulu sudah bangkit birahinya
rnelihat Kui Hong. Juga Tang Gun sudah tergila-gila sekali pada Siangkoan Bi
Lian yang menjadi sumoi-nya. Maka, sesudah mendengar ucapan Sim Ki Liong itu
mereka langsung menyetujui.
Tentu saja
kedua orang pemuda itu maklum sepenuhnya bagaimana watak ayah mereka!
Ang-hong-cu pasti tidak akan begitu saja melepaskan tiga orang gadis cantik
itu, seperti seekor kumbang merah yang selalu kehausan tidak akan melewatkan
tiga tangkai bunga yang demikian segar mengharum.
Demikianlah,
ketika mereka bertiga dibentak oleh Han Lojin sesudah mereka menyatakan cinta
mereka terhadap tiga orang gadis tawanan itu, lantas mereka diperintahkan untuk
memisah-misahkan tiga orang gadis itu, ketiganya tak berani membantah dan
mereka lalu memasuki lorong tempat tahanan dalam tanah. Biar pun ketiganya
memperlihatkan sikap yang sama-sama gembira walau pun permohonan mereka
ditolak, namun isi hati mereka berbeda, jauh berbeda seperti bumi langit.
Jika Tang
Gun dan Tang Cun Sek merasa bergembira karena mereka akan mendapatkan
kesempatan berdua saja dengan gadis yang mereka cinta, dan mereka sudah
mengambil keputusan hendak mendahului ayah mereka untuk terlebih dulu
memperkosa gadis yang mereka cinta itu selagi mereka terbius, sebaliknya Sim Ki
Liong merasa gembira karena dia mendapat kesempatan untuk menolong Mayang!
Ya, terjadi
perubahan besar dalam diri atau batin Sim Ki Liong yang pernah menjadi murid
Pendekar Sadis dan isterinya di Pulau Teratai Merah itu. Dia sungguh-sungguh
jatuh cinta kepada Mayang! Dia merasa kasihan dan ingin menolong gadis itu,
bukan sekedar ingin memuaskan gairah nafsunya seperti Tang Cun Sek dan Tang
Gun.
Dengan mudah
mereka membuat tiga orang gadis itu roboh terbius dalam kamar tahanan, kemudian
mereka membuka pintu kamar itu dan otomatis mereka memondong gadis yang menjadi
pilihan hati masing-masing. Melihat tiga orang pembantu utama ini, para penjaga
tidak ada yang berani bertanya, bahkan mereka cepat-cepat keluar dari tempat
itu ketika Ki Liong memerintahkan mereka pergi. Kemudian, tanpa mengeluarkan
sepatah kata pun, tiga orang itu berpencaran, menuju ke kamar tahanan yang
lebih kecil sambil memondong gadis pilihan masing-masing.
Kalau Tang
Gun dan Tang Cun Sek yang memondong Bi Lian dan Kui Hong bermaksud membawa
gadis mereka ke kamar kemudian menggaulinya dengan paksa selagi mereka masih
terbius, sebaliknya Ki Liong membawa Mayang ke kamar paling sudut. Memang dia
sudah mempersiapkan obat penawar bius.
Dia
menutupkan pintu kamar itu, merebahkan Mayang di atas pembaringan, kemudian dia
mempergunakan obat penawar bius yang diciumkan di depan hidung gadis itu. Tak
lama kemudian Mayang mengeluh lirih sambil menggerakkan pelupuk matanya. Begitu
dara itu membuka mata dan melihat Sim Ki Liong yang duduk di dekat pembaringan,
dia meloncat dan siap menyerang.
"Tenanglah,
Nona, dan jangan berisik," bisik Ki Liong. "Aku telah membawamu ke
sini dan menyadarkanmu dari obat bius. Aku sedang menyelamatkanmu, hendak
mengajakmu lari dari tempat ini...."
Mayang
menghentikan gerakannya yang tadinya siap menerjang itu, lalu dia memandang Ki
Liong dengan kedua alis berkerut dan sinar mata penuh kecurigaan. "Engkau?
Hendak menolong aku? Bukankah engkau adalah seorang pembantu Ho-han Pangcu yang
paling lihai? Namamu Sim Ki Liong, bukan? Tidak perlu kalian membujuk. Sampai
mati aku tidak akan mau menyerah!”
“Ssstttt,
nona Mayang. Aku bersungguh-sungguh. Engkau harus secepatnya lari dari sini.
Aku akan mengawalmu dan aku yang akan menahan serta melindungimu kalau ada yang
mengejarmu nanti. Bersiaplah..."
"Hemm,
nanti dulu!" Mayang masih tetap merasa curiga. "Sim Ki Liong, jika
engkau tidak berbohong, lantas apa artinya ini? Mengapa engkau mendadak
mengkhianati pimpinanmu dan hendak menolong aku?” Dengan sinar mata tajam penuh
selidik gadis itu mengamati wajah yang tampan itu, masih penuh kecurigaan.
"Nona, tak
perlu berpanjang cerita. Waktu kita sedikit sekali. Selagi pangcu masih berada
di taman, kita dapat melarikan diri. Kenapa aku menolongmu? Kenapa? Karena aku
cinta padamu. Nah, aku telah berterus terang, percaya atau tidak terserah
kepadamu. Aku tak ingin melihat engkau celaka!"
Mayang
memandang bengong. Bagaimana dia bisa percaya? Secara tiba-tiba ada orang jatuh
cinta begitu saja kepadanya! Tetapi harus diakuinya bahwa pemuda ini tampan dan
gagah, juga berilmu tinggi.
"Tapi
kau... kau jahat! Kau membantu Ang-hong-cu yang jahat!" tiba-tiba dia
berkata. "Aku tidak sudi kau tolong!"
Pandang mata
pemuda itu tiba-tiba saja nampak sedih dan wajahnya pucat. Dia merasa seperti
ditampar. Baru sekarang dia merasa sedih karena ada orang mengatakan bahwa dia
jahat! Ahh, betapa inginnya untuk menjadi seorang pendekar, bukan penjahat.
Semua
cita-cita untuk hidup senang sekarang sama sekali tidak ada artinya
dibandingkan dengan sambutan gadis ini terhadap cintanya. Apa pun rela dia
korbankan demi cintanya. Pandang mata itu. Ahh, tidak dapat dia menahannya.
Ingin dia menangis, ingin dia minta ampun kepada Mayang, ingin dia melihat
Mayang tidak menganggapnya sebagai orang jahat.
"Nona,
aku memang telah tersesat, akan tetapi setidaknya bantulah aku kembali ke jalan
benar dengan membiarkan aku menolongmu. Lihat, senjata pecutmu telah
kupersiapkan. Nah, terimalah senjatamu dan mari kuantar engkau pergi dari
tempat ini. Cepat, sebelum terlambat. Percayalah, aku melakukan ini karena aku
cinta kepadamu, karena aku ingin kembali ke jalan benar. Aku tidak mengharapkan
balas jasa darimu...”
Mayang
menerima senjatanya, lantas dia pun mengangguk. "Mari engkau tunjukkan
jalan keluarnya...”
"Sssttt...!"
Ki Liong memberi isyarat agar gadis itu tidak mengeluarkan suara karena pada
saat itu dia mendengar suara gaduh yang lapat-lapat memasuki tempat itu melalui
lorong bawah tanah. Dia mendengar suara orang berlari-lari masuk, kemudian
disusul teriakan seorang anggota Ho-han-pang,
“Semua siap!
Ada musuh datang mengacau! Pangcu memanggil semua anggota untuk menghadapi
musuh!" Kemudian terdengar suara Tang Cun Sek dan Tang Gun berlarian
keluar pula dari tempat itu.
"Mari
kita keluar, cepat!" kata Sim Ki Liong dan dia menangkap lengan kiri
Mayang, lalu diajaknya berlari keluar.
Mayang tidak
menolak. Dia pun merasa tegang karena kini dia mendengar suara orang bertempur
di luar sana. Mungkin kakaknya sudah datang untuk menolongnya!
"Tapi,
bagaimana dengan enci Kui Hong dan enci Bi Lian?" tanyanya ragu.
"Mereka
masih terbius, tidak cukup waktu untuk menyadarkan mereka, aku khawatir nanti
terlambat. Engkau lari lebih dulu, nanti akan kuusahakan menolong mereka
pula!" kata Ki Liong.
Dia melihat
kesempatan baik. Selagi terjadi kekacauan di situ, maka akan lebih mudahlah
baginya untuk menyelundupkan Mayang keluar. Asal tidak kepergok Han Lojin,
orang lain tidak akan ada yang berani menghalangmya.
Sesudah
mereka akhirnya tiba di luar bangunan itu, mereka melihat dua orang pemuda
dikeroyok oleh puluhan orang. Ki Liong segera mengenal dua orang yang dikeroyok
itu. Tang Hay dan Pek Han Siong, dua orang yang merupakan lawan paling lihai
yang pernah dia hadapi.
"Ahh,
itu Hay-koko dan Pek Taihiap! Aku harus membantu kakakku!" kata Mayang dan
dia pun cepat menerjang orang-orang yang mengepung Hay Hay dan Han Siong itu
dari luar. Sepak-terjangnya sangat menggiriskan, cambuknya meledak-ledak dan
terdengar orang-orang berteriak kesakitan ketika cambuknya mendapat korban.
"Hay-ko...,
aku datang membantumu!" teriak Mayang dengan penuh semangat.
“Mayang...!
Hati-hati...!” Hay Hay berseru khawatir sekali karena maklum betapa lihainya
pihak lawan.
Dia melihat
betapa Ji Sun Bi dan beberapa orang tokoh Ho-han-pang menyambut adiknya itu.
Dia khawatir sekali, akan tetapi juga tidak dapat membantu adiknya karena dia
sendiri bersama Han Siong sejak tadi sibuk menghadapi pengeroyokan banyak
orang.
Kalau hanya
menghadapi Ji Sun Bi seorang saja, satu lawan satu, kiranya Mayang tidak akan
mudah dikalahkan. Namun sekarang Ji Sun Bi dibantu oleh banyak orang sehingga
Mayang repot juga menghadapi pengeroyokan itu.
"Tar-tarr-tarrr...!"
Cambuknya
meledak-ledak, merobohkan dua orang pengeroyok akan tetapi pada lecutan ke tiga
ujung cambuknya terbelit golok seorang pengeroyok lainnya. Sebelum dia sempat
menarik kembali cambuknya, Ji Sun Bi telah menyerangnya dengan tusukan pedang
dari kiri, mengarah lambungnya. Mayang menggeser tubuh ke kanan hingga pedang itu
hanya lewat di samping tubuhnya, akan tetapi pada saat itu pedang ke dua di
tangan kiri Ji Sun Bi membabat ke arah kaki Mayang!
"Tranggg....!"
Pedang itu terpental dan hampir terlepas dari tangan Ji Sun Bi.
“Ihhh!
Kau...?” Ji Sun Bi berseru marah ketika melihat bahwa yang menangkis pedangnya
tadi untuk menolong Mayang adalah Sim Ki Liong!
Akan tetapi
Ki Liong tidak menjawab, bahkan segera menyerangnya dengan pedang yang sudah
dicabutnya dan dipergunakan untuk melindungi Mayang tadi. Ji Sun Bi terkejut
dan marah sekali, cepat menangkis dengan pedang kanan.
“Trangggg...!"
Pedang Ji
Sun Bi terlepas dari pegangannya sebab Ki Liong memang telah mengerahkan tenaga
sepenuhnya, dan di saat berikutnya sebuah tendangan sudah membuat wanita itu
terjengkang! Ji Sun Bi cepat bergulingan untuk menghindarkan diri dari serangan
lanjutan, dan dia pun terkejut bukan main, di samping penasaran dan marah
melihat Sim Ki Liong yang pernah menjadi pemimpinnya itu kini membalik!
"Tar-tarr-tarrr...!”
Cambuk di
tangan Mayang meledak-ledak dan menyambar-nyambar ke arah tubuh Ji Sun Bi yang
bergulingan itu. Ji Sun Bi memutar pedangnya untuk melindungi tubuh dan terus
bergulingan ke arah anak buah Ho-han-pang. Karena banyak anggota Ho-han-pang
yang membantunya membendung serangan Mayang, maka wanita itu dapat lolos dari
cambuk Mayang. Akan tetapi dia telah kehilangan sebatang pedang dan pahanya
terasa nyeri oleh tendangan Sim Ki Liong.
"Mayang...!”
Hay Hay berseru girang melihat adiknya masih dalam keadaan selamat.
Akan tetapi
dia terbelalak keheranan melihat Sim Ki Liong sedang dikeroyok oleh Ji Sun Bi
serta beberapa anggota Ho-han-pang! Pemuda itu membantunya, atau lebih tepatnya
membela dan membantu Mayang!
Hay Hay
adalah seorang yang cukup cerdik untuk dapat menduga apa yang sudah terjadi
dengan pemuda gemblengan Pulau Teratai Merah itu. Tak salah lagi. Tentu Sim Ki
Liong sudah jatuh cinta kepada Mayang lalu dia membalik, menentang kejahatan
demi cintanya kepada adiknya itu! Akan tetapi dia tidak sempat untuk berbicara
lagi karena dia dikepung dan dikeroyok oleh banyak orang.
Pek Han
Siong juga melihat Mayang dan merasa girang walau pun hatinya masih sangat
khawatir karena dia tidak melihat dua orang gadis lainnya, terutama sekali
Siangkoan Bi Lian. Akan tetapi seperti Hay Hay, dia pun sibuk menghadapi
pengeroyokan para anggota Ho-han-pang.
Ternyata
para anggota Ho-han-pang rata-rata mempunyai ilmu silat yang cukup tangguh
sehingga pengeroyokan mereka yang begitu banyak itu telah membuat Hay Hay dan
Han Siong kewalahan juga, walau pun mereka kini dibantu oleh Mayang dan Sim Ki
Liong.
Di lain
pihak Han Lojin juga merasa penasaran bukan main, apa lagi melihat Sim Ki Liong
yang sekarang membantu pihak lawan. "Sim Ki Liong, manusia busuk
pengkhianat hina!" Bentaknya ketika melihat betapa pemuda itu melindungi
dan membela Mayang. "Engkau berani melawan kami?!"
“Han Lojin,
demi cintaku yang murni, aku siap untuk membela Mayang dengan nyawaku!"
kata Sim Ki Liong sambil mengamuk di samping Mayang.
Diam-diam
Hay Hay tersenyum mendengar kata-kata itu. Memang cinta mampu merubah watak
manusia, mampu menguasai manusia untuk melakukan apa saja, baik atau pun tidak
baik menurut penilaian orang lain.
Diam-diam
Han Lojin kagum bukan main kepada Hay Hay dan Pek Han Siong karena kedua orang
ini sukar ditundukkan. Dan dia pun tahu betapa lihainya Sim Ki Liong, maka
meski pun dia mengeroyok empat orang muda itu dengan banyak orang, namun
agaknya banyak anak buahnya yang terluka atau tewas sebelum dia memperoleh kemenangan.
Di lain
pihak, Hay Hay dan Han Siong yang belum berhasil membebaskan Bi Lian dan Kui
Hong juga merasa bingung. Mereka tidak dapat menggunakan ilmu sihir mereka
karena selain Han Lojin atau Ang-hong-cu mempunyai kekuatan batin yang cukup
tangguh untuk melawan kekuatan sihir mereka, juga terlampau banyak orang yang
mengeroyok mereka sehingga sukar untuk dapat menguasai mereka dengan kekuatan
sihir. Terpaksa mereka berdua mengamuk dengan mengandalkan pedang pusaka di
tangan mereka.
"Gunakan
asap pembius!" Tiba-tiba saja terdengar perintah Han Lojin kepada para
anak buahnya yang masih menganggur dan hanya mengepung tempat itu saja karena
jumlah mereka terlalu banyak untuk dapat maju semua.
Mendengar
perintah ini, Hay Hay dan Han Siong menjadi bingung juga. Sebelum mereka dapat
melakukan sesuatu, terdengar ledakan-ledakan dan nampak asap putih mengepul
memenuhi tempat itu. Para anggota Ho-han-pang sudah mengeluarkan sapu tangan
dan menutupi mulut dan hidung dengan sapu tangan yang mengandung obat penawar
racun pembius itu.
"Awas,
tahan napas dan cepat menyingkir!" teriak Sim Ki Liong memperingatkan Hay
Hay dan Han Siong. "Nona Mayang, kau pakai sapu tangan ini!" Ia
meloncat ke dekat Mayang dan menyerahkan sehelai sapu tangan biru.
Mayang
menerima sapu tangan itu lalu mengikatkannya di depan mulut dan hidungnya. Ada
aroma harum aneh yang melindunginya dari asap pembius, dan Mayang masih dapat
memutar cambuknya untuk melindungi diri dari pengeroyokan, juga untuk membalas.
Hay Hay dan
Han Siong menahan napas, cepat melompat ke tempat yang tidak dipenuhi asap. Sim
Ki Liong bergulingan sambil pedangnya menyambar-nyambar dari bawah, dan dia
berhasil merobohkah tiga orang pengeroyok yang terbabat kakinya.
"Pengkhianat!"
Terdengar bentakan nyaring.
Ketika itu
Ki Liong sedang memutar pedang untuk menangkis hujan senjata para anggota
Ho-han-pang dan Ji Sun Bi, maka pada waktu kaitan itu menyambar dengan
dahsyatnya, dia kurang cepat dan tahu-tahu pundak kirinya sudah terkena kaitan
yang berada di ujung rantai yang dimainkan oleh Han Lojin.
"Aduhh...!"
Ki Liong berteriak karena merasa betapa pundaknya nyeri bukan main. Melihat ini
Mayang cepat menyerang Han Lojin dengan cambukhya.
"Tarrrr...!"
Akan tetapi
tangan kiri Han Lojin menangkap ujung cambuk dan menarik dengan tenaga yang
amat kuat sehingga tubuh Mayang terhuyung ke depan.
"Lepaskan!"
Tiba-tiba Hay Hay menerjang dari samping dengan tusukan pedang ke arah lengan
kiri yang menangkap ujung cambuk.
Han Lojin
terkejut bukan main, tidak mengira bahwa Hay Hay berani masuk lagi ke dalam
medan pertempuran yang penuh asap pembius. Terpaksa dia melepaskan ujung cambuk
Mayang, dan kesempatan itu digunakan oleh Ki Liong untuk mencabut keluar kaitan
dari pundak kirinya. Dia bergulingan sampai jauh kemudian meloncat berdiri,
pundak kirinya berdarah.
Pek Han
Siong sendiri terpaksa harus berloncatan ke tempat yang bebas asap. Keadaan
empat orang muda itu kini terancam karena mereka telah terdesak hebat. Pada
saat yang amat berbahaya bagi mereka itu, tiba-tiba saja terdengar suara
hiruk-pikuk dan muncullah puluhan orang prajurit!
Melihat
kedatangan para prajurit ini, tentu saja orang-orang Ho-han-pang menjadi
terkejut dan ketakutan. Bagaimana pun juga mereka merasa gentar kalau harus
melawan prajurit pemerintah yang jumlahnya tentu ratusan, bahkan ribuan orang
itu! Dan yang memimpin pasukan itu adalah seorang panglima tinggi bersama
Menteri Cang Ku Ceng sendiri!
Bagaimana
Menteri Cang dapat muncul pada saat yang amat tepat itu? Ketika Cia Kui Hong
meninggalkan istana Menteri Cang Ku Ceng, gadis itu yang terikat janji dengan
Han Lojin sehingga tidak berani membuka rahasia, hanya menganjurkan agar
pembesar yang bijaksana itu melakukan penyelidikan dan bertanya kepada
Hong-houw (permaisuri) lagi tentang rahasia laki-laki yang pernah mengacau di
bagian puteri istana kaisar.
Setelah
gadis itu pergi, Menteri Cang termenung dan akhirnya dia mengambil keputusan
untuk menjumpai sang permaisuri. Dengan bijaksana dan halus dia membujuk
permaisuri supaya bercerita demi keselamatan negara dan demi kehormatan istana
kaisar. Akhirnya berceritalah permaisuri tentang petualangan bekas perwira Tang
Bun An dan betapa dia sendiri tidak berdaya karena diancam oleh perwira itu
setelah perhiasannya dicuri.
Mendengar
ini Menteri Cang terkejut dan marah bukan main. Memang sejak dulu pun dia sudah
menaruh curiga terhadap perwira itu, akan tetapi karena tidak ada bukti, maka
dia pun tak mampu berbuat sesuatu. Kini, setelah mendengar keterangan Hong-houw
sendiri, tentu saja dia tidak ragu-ragu lagi.
Orang yang
sudah berani membuat kekacauan di istana, berbuat cabul, berani memaksa
Hong-houw agar menyimpan rahasia, adalah orang yang jahat dan berbahaya sekali.
Biar pun sekarang memimpin perkumpulan yang dinamakan Ho-han-pang, yang
kelihatannya membantu pemerintah dan mengamankan keadaan, tapi kalau orang
seperti itu dibiarkan bebas menyusun kekuatan, kelak tentu akan berbahaya
sekali bagi keselamatan negara. Karena itu dia segera menghubungi panglima
pasukan keamanan, mengerahkan pasukan dan dia pun ikut memimpin pasukan itu
menyerbu Ho-han-pang.
Tentu saja
Han Lojin terkejut bukan kepalang ketika melihat ada sejumlah besar pasukan
datang menyerbu. Maka tahulah dia bahwa permainannya telah tamat, harapannya
sudah hancur dan semua usahanya selama ini sia-sia belaka. Bahkan kini
keselamatan dirinya sudah terancam pula.
Tiba-tiba
dia melemparkan sebuah benda ke atas tanah. Benda itu meledak dan tempat itu
penuh asap hitam. Karena khawatir kalau-kalau asap itu beracun pula, Hay Hay
cepat melompat ke belakang sambil berseru kepada Han Siong dan Mayang agar
menjauhkan diri dari asap.
"Asap
ini hanya menggelapkan, tidak beracun. Halangi mereka melarikan diri!"
terdengar Sim Ki Liong berseru. Akan tetapi, Hay Hay, Han Siong dan Mayang
sudah berloncatan ke belakang.
Ketika asap
telah mulai menipis, pasukan pemerintah menyerbu kembali sehingga terjadi
pertempuran yang berat sebelah. Kalau tadi Hay Hay bersama Han Siong yang
kemudian dibantu Mayang dan Sim Ki Liong menghadapi pengeroyokan puluhan orang
banyaknya, kini puluhan orang Ho-han-pang harus menghadapi serbuan ratusan
orang prajurit!
Sim Ki Liong
sendiri yang tidak takut menghadapi asap itu. Dia tidak pernah melepaskan Ji
Sun Bi dan biar pun wanita itu berusaha untuk melarikan diri, tetapi dia selalu
dihadang oleh Ki Liong.
Ji Sun Bi
menjadi marah dan nekat, lantas menggunakan pedangnya yang tinggal sebuah itu
untuk menyerang Sim Ki Liong. Ki Liong menangkis dan Mayang yang melihat Ki
Liong tidak lari dari asap, segera melompat maju lagi membantu pemuda itu
mengeroyok Ji Sun Bi. Menghadapi Sim Ki Liong sendiri saja Ji Sun Bi sudah
kewalahan, apa lagi sekarang di situ juga ada Mayang yang memutar cambuknya
dengan dahsyat.
"Tar-tarr-tarrr....!”
Cambuk itu meledak-ledak di atas kepala Ji Sun Bi.
Wanita ini
menggerakkan pedangnya untuk melindungi kepala serta menangkis cambuk itu. Akan
tetapi saat itu Sim Ki Liong telah menyerangnya dengan pedang yang menusuk
dada. Terkejutlah Ji Sun Bi. Dia segera membuang diri ke samping untuk
mengelak, akan tetapi kaki Sim Ki Liong sudah menyambar dan mengenai
lambungnya. Dia mengeluh dan tubuhnya terpelanting.
Pada saat
itu pula ujung cambuk di tangan Mayang menyambar dan mematuk ubuh-ubun
kepalanya. Ji Sun Bi terkulai dan tewas seketika karena ubun-ubun kepalanya pecah
oleh patukan ujung cambuk.
Sementara
itu Pek Han Siong dan Hay Hay sibuk mengamuk sambil mencari Han Lojin, Tang Gun
dan Tang Cun Sek. Namun tiga orang itu telah menghilang di balik asap tebal
tadi. Ketika melihat betapa Mayang dan Ki Liong sudah berhasil merobohkan Ji
Sun Bi, Hay Hay meloncat ke dekat Ki Liong.
"Ke
mana larinya mereka?"
Sim Ki Liong
maklum siapa yang dimaksudkan Hay Hay. "Ada jalan rahasia menuju ke lorong
bawah tanah. Mari!"
Ki Liong
mendahului mereka memasuki sebuah ruang yang nampaknya seperti ruangan
sembahyang di mana terdapat sebuah meja sembahyang besar, lengkap dengan hio
yang masih berasap dan lilin bernyala. Di samping meja terdapat sebuah singa
batu yang indah ukirannya. Ki Liong memegang kepala singa batu ini, kemudian
mengerahkan tenaga dan memutar singa itu. Terdengar suara keras kemudian meja
sembahyang itu pun bergeser, membalik dan nampaklah sebuah lubang di mana
terdapat tangga menurun.
"Lorong
ini menuju ke tempat tahanan bawah tanah. Mari kutunjukkan!" Dia pun
langsung mendahului masuk, diikuti Mayang, kemudian Hay Hay dan Han Siong.
Dan benar
saja, lorong itu membawa mereka ke tempat tahanan bawah tanah. Masih ada
beberapa orang anak buah Ho-han-pang di situ. Mereka segera roboh oleh amukan
Sim Ki Liong dan Mayang. Akan tetapi semua kamar tahanan telah kosong. Cia Kui
Hong dan Siangkoan Bi Lian telah lenyap dari tempat tahanan itu.
"Ah,
tentu mereka telah dilarikan oleh Ang-hong-cu dan dua orang pembantunya
itu!" kata Hay Hay.
"Dua
orang pembantu itu adalah Tang Gun dan Tang Cun Sek, mereka adalah dua orang
putera Han Lojin...,” kata Sim Ki Liong.
"Ahhh...!"
Hay Hay memandang pada Ki Liong dengan sinar mata penuh selidik. "Sim Ki
Liong, jika benar engkau telah menyadari diri dan insyaf, hendak merubah jalan
hidupmu, lekas katakan ke mana mereka itu pergi!”
Sim Ki Liong
memandang kepada Mayang dan menarik napas panjang. Dia benar-benar merasa malu
sekali kepada Mayang dan merasa menyesal mengapa dia mempunyai latar belakang
yang hitam. Sukar mengharapkan balasan cinta kasih dari Mayang. Akan tetapi
cinta kasihnya terhadap gadis itu telah mengubah pandangan hidupnya,
menyadarkannya bahwa dunia hitam, jalan sesat bukanlah jalan yang baik dan
tidak menuju kebahagian.
“Aku tidak
dapat memastikan ke mana mereka pergi. Akan tetapi ada jalan keluar rahasia
dari lorong ini, menuju ke belakang perumahan Ho-han-pang menembus gunung. Ini
pun belum pernah kulalui sendiri, hanya menurut keterangan Han Lojin. Mari...!”
Kembali Sim
Ki Liong menjadi petunjuk jalan, dan di sudut ruang tahanan paling belakang dia
menggerakkan batu-batu tertentu yang menyembunyikan alat-alat rahasia di
dinding. Terdengar suara berderit lalu dinding itu pun bergerak, dan akhirnya
muncul sebuah pintu kecil.
"Mayang,
Ki Liong, kalian kembalilah ke depan. Biar aku bersama Han Siong saja yang
melakukan pengejaran. Katakan kepada Menteri Cang bahwa kami melakukan
pengejaran terhadap Han Lojin dan kami akan berusaha menangkapnya!"
Setelah
berkata demikian, Hay Hay dan Han Siong memasuki pintu rahasia itu melakukan
pengejaran. Mayang ragu-ragu, akan tetapi Ki Liong menyentuh lengannya.
"Kakakmu
berkata benar. Terlalu berbahaya bagimu untuk ikut mengejar, dan mungkin di
luar sana masih membutuhkan bantuan kita. Marilah, kita taati pesan
kakakmu."
Keduanya
lalu keluar dari lorong bawah tanah itu. Di luar masih terjadi pertempuran dan
mereka pun segera terjun ke dalam pertempuran untuk membantu pasukan
pemerintah. Para anak buah Ho-han-pang melawan mati-matian, tetapi pertempuran
itu berjalan berat sebelah dan tidak lama kemudian seluruh anak buah
Ho-han-pang sudah dapat digulung, ada yang tewas, terluka atau tertangkap.
Menteri Cang
Ku Ceng yang menerima laporan dari perwira pasukan bahwa Mayang dan Sim Ki
Liong tadi membantu pasukan pemerintah membasmi gerombolan Ho-han-pang,
menerima mereka dengan ramah. Apa lagi ketika mendengar bahwa Mayang adalah
adik Hay Hay dan Sim Ki Liong masih saudara seperguruan dengan Cia Kui Hong,
pembesar itu menjadi kagum. Dia lalu bertanya bagaimana keadaan Cia Kui Hong
dan Hay Hay.
"Taijin,
tadinya saya sendiri, enci Kui Hong dan enci Siangkoan Bi Lian ditawan oleh
ketua Ho-han-pang. Sekarang kedua orang enci itu agaknya dilarikan oleh ketua
Ho-han-pang dan para pembantunya, akan tetapi kakakku Hay Hay dan Pek Han Siong
Taihiap sedang melakukan pengejaran. Bahkan sekarang saya bersama Sim Ki Liong
hendak melakukan pengejaran pula untuk membantu mereka."
"Bagus
sekali! Kami harapkan agar mereka yang menjadi pengacau di kota raja itu dapat
ditangkap."
Mayang dan
Ki Liong kemudian segera pergi untuk melakukan pengejaran terhadap Han Lojln,
mengikuti jejak Hay Hay dan Han Siong melalui terowongan rahasia yang menjadi
jalan keluar lewat pintu belakang.
***************
Dengan
bantuan kedua orang puteranya, Tang Cun Sek dan Tang Gun, Han Lojin atau
Ang-hong-cu Tang Bun An memang sudah berhasil melarikan diri setelah dia
meledakkan alat peledak yang menimbulkan asap tebal. Mereka bertiga cepat-cepat
memasuki lorong bawah tanah.
Kedua orang
pemuda itu disuruh memanggul Cia Kui Hong dan Siangkoan Bi Lian yang masih
pingsan terbius, maka dengan sendirinya dua orang pemuda itu memondong gadis
pilihan masing-masing. Cun Sek memondong Kui Hong, ada pun Tang Gun memondong
Bi Lian.
Mereka
melarikan diri melalui lorong rahasia dan berhasil keluar dari belakang,
kemudian Han Lojin memimpin mereka melarikan diri ke sebuah bukit. Mereka tiba
di puncak bukit di mana terdapat sebuah gubuk atau pondok yang memang
dipersiapkan oleh Han Lojin di tempat itu.
Pondok itu
mempunyai dua buah kamar. Setelah dua orang gadis yang masih pingsan itu
direbahkan di atas dipan kayu, Ang-hong-cu Tang Bun An atau Han Lojin lalu
menyuruh dua orang puteranya keluar untuk diajak bicara di luar pondok.
"Hemm,
semua usaha kita telah gagal. Entah siapa yang membocorkan rahasiaku hingga
pasukan pemerintah menyerbu. Ho-han-pang telah hancur, akan tetapi masih untung
kita bertiga dapat menyelamatkan diri ke sini."
"Tapi,
Ayah...," kata Tang Cun Sek, kini menyebut ayah dan agaknya hal ini tidak
ditolak oleh Ang-hong-cu, "mengapa kita berhenti di sini? Tempat ini tidak
terlalu jauh dari markas Ho-han-pang. Bagaimana kalau mereka mengejar ke
sinii"
"Benar
sekali," kata pula Tang Gun. "Sebaiknya kalau kita berlari terus
sehingga mereka kehilangan jejak kita."
Si Kumbang
Merah tersenyum. "Jangan kalian khawatir. Tak akan ada seorang pun yang
mengejar ke sini. Hanya mereka yang tahu tentang jalan rahasia itulah yang
dapat ke sini, sedangkan dari jalan lain, puncak bukit ini hampir tak mungkin
didatangi karena dikurung oleh jurang-jurang yang sangat dalam. Takkan ada yang
menyangka bahwa kita berada di sini kalau mereka itu datang dari jurusan lain.
Jalan menuju ke bukit ini hanyalah melalui terowongan rahasia itu. Hal ini
sudah kuselidiki lebih dulu."
Mendengar
ini, dua orang pemuda itu merasa lega. "Tetapi... Sim Ki Liong si jahanam
itu? Bagaimana kalau dia menjadi petunjuk jalan?" tanya pula Cun Sek
dengan mendongkol ketika teringat akan sikap Sim Ki Liong yang berbalik
memusuhi ayahnya.
Si Kumbang
Merah mengepal tinju. Dia pun marah sekali kalau teringat akan peristiwa itu.
"Si pengkhianat keparat!" katanya lirih. "Kepala pengkhianat itu
pasti akan kuhancurkan kelak! Jangan khawatir, dia sendiri pun tidak pernah
memasuki lorong terowongan rahasia itu. Tidak ada yang tahu kecuali aku
sendiri. Kita aman di sini."
"Kalau
begitu, sekarang tibalah saatnya Ayah membuktikan bahwa Ayah adalah seorang
yang dapat menghargai jasa kami, dan juga seorang ayah yang baik. Kami berdua
mohon agar Ayah suka mengijinkan kami memperisteri dua orang gadis yang kami
cintai itu. Aku ingin memperisteri Cia Kui Hong, dan adik Tang Gun ini ingin
memperisteri Siangkoan Bi Lian."
"Benar
sekali apa yang dikatakan oleh koko Cun Sek, Ayah. Sudah semenjak dahulu aku
mencinta sumoi Siangkoan Bi Lian, dan sekaranglah saatnya Ayah memperkenankan
aku memperisteri sumoi. Kuharap Ayah tidak keberatan sehingga tak sia-sia sejak
dahulu aku merindukan Ayah bahkan kemudian membantu Ayah dengan setia."
Sepasang
mata itu mencorong seperti berapi, akan tetapi hanya sebentar saja, kemudian
Ang-hong-cu tertawa bergelak sambil mengelus jenggotnya yang rapi.
"Ha-ha-ha!
Ini namanya tidak punya anak susah, punya anak juga susah. Dengan adanya kalian
sebagai anak-anakku, kalian rewel dan membikin pusing saja! Sebelum ada orang
yang mengaku anakku, setiap ada gadis terjatuh ke dalam tanganku akan kumiliki
sendiri tanpa ada yang mengganggu. Sekarang aku telah menawan dua orang gadis
pilihan, tapi kalian ribut hendak merenggut mereka dari tanganku. Apa bila
permintaan kalian kuturuti, lalu untuk aku sendiri apa?"
Dua orang
muda itu saling pandang dengan alis berkerut, akan tetapi mereka tidak berani
membantah.
"Sekarang
begini saja. Karena di sini hanya ada dua orang gadis, maka biar yang seorang
akan kuberikan kepada kalian dan yang satunya lagi untukku. Nah, sekarang
kalian boleh bertanding mengadu kepandaian. Siapa yang menang boleh memilih
seorang di antara dua orang gadis itu. Yang kalah tak usah banyak rewel lagi,
dan gadis ke dua untuk aku. Nah, mulailah!”
Kembali dua
orang muda itu saling pandang dengan alis berkerut, akan tetapi kini sinar mata
mereka saling bertentangan. Tang Cun Sek lalu tersenyum menghadapi adik
tirinya.
"Gun-te
(adik Gun), engkau adalah adikku, maka sudah sepatutnya jika sekali ini engkau
mengalah. Biar aku dulu yang menikah, kelak tentu aku akan membantumu
mencarikan seorang isteri."
"Tidak
bisa begitu, Toako!" bantah Tang Gun dengan alis berkerut. "Aku
mencinta sumoi Siangkoan Bi Lian, maka aku akan mempertahankannya dengan
taruhan nyawa. Engkau sajalah yang mengalah terhadap adikmu ini, Toako, dan aku
tak akan pernah melupakan budimu ini."
"Mengalah
dan melepaskan Cia Kui Hong? Tidak mungkin, Gun-te!"
“Aku pun
tidak mungkin dapat mengalah!"
“Hemm,
mengapa kalian berdua begitu cerewet seperti perempuan-perempuan tua yang
bawel? Hayo cepat mulai! Jangan sampai aku kehabisan sabar, nanti kedua-duanya
akan kumiliki sendiri!”
Mendengar
ucapan ayah mereka itu, Tang Cun Sek dan Tang Gun segera melompat ke bawah
pohon. Tang Gun sudah mencabut pedang Kwan-im-kiam, sedangkan Tang Cun Sek
mencabut sepasang Hok-mo Siang-kiam, yaitu pedang-pedang yang mereka rampas
dari Bi Lian dan Kui Hong.
"Tak
boleh mempergunakan senjata. Serahkan dulu pedang-pedang itu kepadaku!"
Seru Ang-hong-cu. "Maksudku hanya untuk mengadu kepandaian, bukan mengadu
nyawa!"
Dua orang
pemuda itu tidak berani membantah, maka mereka lalu melemparkan senjata itu
kepada Ang-hong-cu yang menyambutnya dengan cekatan. Dia tak ingin pertarungan
itu menyebabkan kematian dua orang puteranya karena dia masih membutuhkan
bantuan mereka. Tapi di dalam hatinya tentu saja dia pun tidak rela menyerahkan
dua orang gadis tawanan itu kepada mereka.
Dua orang
dara itu amat lihai dan terlalu berbahaya. Harus dia sendiri yang menundukkan
mereka atau membunuh mereka apa bila mereka berkeras. Dia tahu dengan pasti
bahwa mereka itu tidak akan mau secara suka rela menjadi isteri kedua orang
puteranya ini, dan kalau menggunakan paksaan tentu mereka semakin tidak suka
membantunya. Maka dia sendiri yang akan ‘menangani’ mereka.
Kini Tang
Cun Sek dan Tang Gun telah saling berhadapan seperti dua orang jagoan yang
hendak mengadu ilmu. Karena maklum bahwa kakak tirinya itu sangat lihai, maka
Tang Gun tidak mau membuang waktu lagi.
"Lihat
serangan!" bentaknya.
Dia pun
telah menggerakkan tubuhnya, menyerang dengan pukulan yang disertai loncatan
seperti seekor ayam menerjang lawan. Karena maklum akan kelihaian lawan, maka
begitu menyerang Tang Gun sudah mempergunakan Ilmu Kim-ke Sin-kun yang
dipelajarinya dari suhu dan subo-nya!
Tang Cun Sek
terkejut bukan kepalang melihat serangan yang dahsyat ini,. Dia pun cepat
melempar tubuh ke belakang sambil berjungkir balik sehingga terhindar dari
serangan adik tirinya, kemudian membalas dengan memainkan ilmu silat andalan
dari Cin-ling-pai, yaitu Thai-kek Sin-kun dengan pengerahan tenaga Thian-te
Sin-ciang!
Tang Gun
yang tidak berani menyambut, segera mengelak dengan loncatan ke samping,
membalik dan menyerang lagi. Gerakannya lincah laksana seekor ayam jantan
berkelahi, berloncatan ke sana-sini untuk mengelak, sepasang lengannya seperti
sayap ayam yang menyambar dari kanan kiri, ada pun kakinya menendang-nendang
dengan gerakan yang sukar diduga.
Terjadilah
pertandingan yang sangat menarik. Sebenarnya ilmu silat yang dipelajari Tang
Gun dari suhu dan subo-nya, yaitu Kim-ke Sin-kun, merupakan ilmu silat tinggi
yang sukar dikalahkan. Tetapi sayangnya Tang Gun belum lama mempelajarinya
sehingga dia belum dapat menguasai benar ilmu itu. Andai kata dia telah
menguasai sepenuhnya, maka akan sukarlah bagi Tang Cun Sek untuk dapat
mengalahkannya.
Di lain
pihak, Tang Cun Sek adalah murid Cin-ling-pai yang tadinya sangat dikasihi
kakek Cia Kong Liang, malah kakek itu sendiri yang menggemblengnya sehingga dia
menguasai ilmu-ilmu simpanan dari Cin-ling-pai dengan baik sekali. Oleh karena
itu, tentu saja tingkat kepandaian dan tenaganya masih menang setingkat
dibandingkan Tang Gun dan setelah lewat tiga puluh jurus, nampaklah betapa Tang
Gun mulai terdesak hebat dan pemuda ini hanya mampu mengelak atau menangkis
saja, tidak diberi kesempatan untuk membalas lagi.
"Hyaaattttt…!"
Satu
tamparan dengan tenaga Thian-te Sin-ciang dari Tang Cun Sek menyentuh pundak
Tang Gun. Biar pun yang terkena tamparan hanya pundak, namun rasa nyerinya
sampai menembus ke jantung. Tang Gun terpelanting dan sebelum dia mampu bangkit
kembali, Tang Cun Sek sudah menyusulkan serangan totokan sehingga Tang Gun
langsung roboh lemas tak sadarkan diri lagi.
"Bagus,
coba kau lawan aku!" Tiba-tiba saja Ang-hong-cu Tang Bun An sudah
menyerang Cun Sek dengan hebatnya.
Cun Sek sama
sekali tak menyangka bahwa ayahnya akan menyerangnya, maka saking kaget dan
herannya, dia tidak sempat menghindarkan diri lagi sehingga dua buah totokan
mengenai pundak dan dadanya. Pemuda ini mengeluh lalu roboh tak sadar diri lagi
dalam keadaan tertotok.
Ang-hong-cu
tertawa. “Ha-ha-ha-ha, kalian anak-anak nakal! Ayah mana yang tidak ingin
menyenangkan anaknya? Akan tetapi kalian juga harus menjadi anak-anak yang
berbakti. Jangan khawatir, anak-anakku. Aku akan memberikan dua orang gadis itu
kepada kalian, tetapi aku adalah Si Kumbang Merah penghisap kembang. Aku harus
menghisap madu mereka dulu, baru akan kuserahkan mereka kepada kalian,
ha-ha-ha-ha!” sambil tertawa-tawa Si Kumbang Merah mencengkeram punggung baju
dua orang pemuda yang pingsan itu, mengangkat mereka seperti orang menjinjing
dua ekor ayam saja lantas menurunkan tubuh mereka di atas lantai dalam pondok.
Kemudian dia menutupkan daun pintu pondok dan keluar lagi.
Si Kumbang
Merah ini memang suka akan segala yang indah-indah. Bukan hanya wanita cantik,
tetapi dia suka pula akan kembang-kembang yang indah dan harum. Di sekeliling
pondok di puncak bukit itu pun penuh dengan tanaman bunga beraneka ragam dan
warna.
Sambil
melamun dan menikmati keindahan alam, dia duduk di tengah-tengah taman yang
dibuatnya sendiri itu. Saat itu musim semi telah lewat dan musim bunga membuat
semua tanaman di situ tengah berbunga. Bunga-bunga ini menarik kumbang dan
kupu-kupu yang beterbangan di sekitar tempat itu, hinggap dari satu ke lain
bunga untuk menghisap madu.
Dengan amat
asyiknya Ang-hong-cu Tang Bun An memandang kupu-kupu yang bermain-main di
antara bunga-bunga itu. Ketika nampak seekor kumbang merah terbang dengan
cepat, mendahului kupu-kupu yang banyak itu lantas hinggap di kembang-kembang
yang masih penuh madunya, dia pun memandang dengan hati tertarik.
Pandang
matanya jelas membayangkan kegembiraan dan kebanggaan. Melihat kumbang merah
menghisap madu kembang-kembang itu, dia pun teringat akan semua pengalaman
hidupnya. Sejak muda dia pun telah menghisap madu gadis-gadis muda yang cantik,
tak terhitung banyaknya. Si Kumbang Merah ini sama sekali tidak tahu betapa
pada saat dia melamun itu, dua orang yang ditakutinya tengah melakukan
pengejaran lewat terowongan rahasia!
Akhirnya Hay
Hay dan Han Siong sampai di ujung lorong rahasia di bawah tanah itu dan mereka
merasa kagum melihat bahwa terowongan itu menembus ke sebuah lereng bukit yang
dikepung jurang. Jalan satu-satunya menuju bukit itu hanyalah melalui
terowongan rahasia tadi! Maka mereka pun tidak merasa ragu lagi. Sudah pasti Si
Kumbang Merah yang mereka kejar itu berada di bukit ini. Mereka pun lalu
mendaki bukit itu dengan cepat namun hati-hati sekali karena maklum betapa
licik dan berbahayanya lawan yang mereka kejar.
Begitu tiba
di puncak, mereka dapat melihat sebuah pondok berdiri di sana. Nampaknya sunyi
saja di sekitar tempat itu. Pondok itu seperti tidak ada penghuninya dan di
sekeliling pondok terdapat taman bunga yang sangat indah karena pada waktu itu
hampir semua tanaman sedang berbunga. Dari tempat mereka mengintai saja sudah
kelihatan banyak kupu-kupu beterbangan di antara bunga-bunga.
"Sebaiknya
kita berpencar agar tidak terjebak berbarengan. Engkau menuju pondok lewat
depan dan aku lewat belakang, Han Siong. Akan tetapi berhati-hatilah engkau,
orang itu penuh dengan tipu muslihat."
Han Siong
mengangguk dan mereka kemudian berpencar. Hay Hay menyelinap di antara
pohon-pohon, mengambil jalan memutar menuju ke arah belakang pondok itu,
sedangkan Han Siong berindap-indap menghampiri pondok dari arah depan.
Jantung
dalam dada Hay Hay berdebar tegang ketika dia melihat Ang-hong-cu Tang Bun An
duduk seorang diri di belakang pondok, di dalam taman bunga, dikelilingi
bunga-bunga beraneka ragam dan warna! Orang yang dicari-carinya kini berada di
tengah taman itu, seorang diri!
Dia tidak ragu
lagi walau pun orang itu kini tidak berjenggot dan tak berkumis. Wajahnya
bersih dan tampan, tapi itulah wajah Han Lojin! Seorang lelaki yang usianya
kurang lebih lima puluh lima tahun, tampan dan gagah, dengan sinar mata penuh
semangat, wajahnya berseri, mulutnya tersenyum dan hidungnya mancung.
Dia yakin
bahwa itulah wajah Ang-hong-cu yang sebenarnya! Wajah Han Lojin hanyalah satu
di antara wajah samarannya saja, walau pun wajah Han Lojin tidak berubah, hanya
ditambah kumis dan jenggot.
Hay Hay menjadi
marah membayangkan nasib para gadis yang pernah menjadi korban orang ini,
terutama sekali Pek Eng dan Cia Ling. Dia sudah hampir melompat keluar tetapi
dia langsung menahan diri karena melihat pria itu tertawa-tawa seorang diri
seperti orang yang otaknya miring.
Ang-hong-cu
bangkit berdiri sambil tertawa-tawa, lantas memetik setangkai mawar merah yang
baru mekar dan semerbak mengharum. Diciumnya mawar itu dengan kedua mata
terpejam, nampaknya dia amat menikmati keharuman mawar itu. Kemudian dia membuka
mata, menatap bunga mawar yang tadi diciuminya itu, dan jari-jari tangannya
memereteli kelopak bunga itu satu demi satu, menaburkannya ke atas tanah,
kemudian membuang tangkainya. Dipetiknya bunga lain, lantas diciuminya seperti
tadi, penuh kasih sayang dan kemesraan seolah-olah keharuman bunga itu hendak
dihisapnya habis, namun tidak lama kemudian kembali jari-jari tangannya
memereteli sampai habis.
Hay Hay yang
sedang mengintai, memandang dengan mata terbelalak dan dia menahan napas
seperti terpesona. Dia melihat bunga-bunga itu bagaikan gadis-gadis yang
menjadi korban Si Kumbang Merah, dihisap keharumannya lalu dirusak dan
dicampakkan begitu saja setelah keharumannya dihisap!
Sesudah
menghabiskan belasan batang kembang, Si Kumbang Merah lantas menangkap seekor
kupu-kupu bersayap kuning kebiruan yang indah sekali. Diamatinya kupu-kupu itu.
Wajahnya berseri, pandang matanya mengagumi keindahan sayap kupu-kupu, kemudian
jari tangan yang kejam itu memereteli sayap kupu-kupu.
Kupu-kupu
itu meronta-ronta sampai akhirnya semua sayapnya putus dan habis, hanya tinggal
tubuhnya menggeliat-geliat serta meronta-ronta di atas tanah. Si Kumbang Merah
memandang ke arah sisa tubuh kupu-kupu itu, ke arah kelopak bunga yang
bertebaran di depan kakinya, kemudian dia pun tertawa-tawa.
"Manusia
berwatak iblis!"
Si Kumbang
Merah terkejut mendengar seruan ini dan dia cepat membalikkan tubuhnya. Matanya
terbelalak penuh keheranan ketika dia melihat bahwa orang yang menegurnya itu
adalah Hay Hay!
"Kau...?!"
serunya kaget karena sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa puteranya yang
paling disegani ini dapat menyusulnya ke situ.
"Ang-hong-cu,
engkau memang manusia iblis! Engkau memperlakukan para wanita yang tidak
berdosa seperti kembang-kembang itu, seperti kupu-kupu itu. Engkau memperkosa,
mempermainkan wanita sesuka hatimu, kemudian engkau campakkan mereka secara
kejam! Engkau tidak patut hidup dipermukaan bumi, dan engkau harus
mempertanggung jawabkan perbuatanmu yang busuk!"
"Hemmm,
orang muda. Lupakah engkau bahwa engkau she Tang, bahwa engkau adalah putera
Ang-hong-cu, puteraku? Engkau, seorang pendekar gagah perkasa dan budiman,
apakah engkau hendak menjadi seorang anak yang durhaka, pengkhianat, membuat
dosa menentang ayah kandung sendiri? Seorang pendekar harus berbakti kepada
ayahnya!"
"Ang-hong-cu,
engkau seorang penjahat besar, jadi tak perlu lagi memberi wejangan dan
berkhotbah di hadapanku. Seorang gagah selalu membela kebenaran dan keadilan,
dan hubungan keluarga tidak masuk hitungan dalam membela kebenaran dan
keadilan! Biar ayah sendiri harus kutentang kalau jahat dan melanggar kebenaran
dan keadilan!"
"Ha-ha-ha,
Hay Hay anakku yang ganteng dan gagah! Coba katakan, kesalahan apa yang telah
kulakukan? Kebenaran dan keadilan yang bagaimana yang telah kulanggar? Jangan
melemparkan fitnah kepada ayah kandung sendiri!"
"Hemm,
Ang-hong-cu, sejak kapan engkau mengakui aku sebagai anakmu? Ibuku sendiri kau
perkosa, kau permainkan, kemudian kau campakkan begitu saja sampai dia bunuh
diri. Dan masih banyak sekali wanita-wanita yang sudah kau rusak hidupnya,
gadis-gadis yang tidak berdosa, bahkan pendekar-pendekar wanita! Engkau manusia
berwatak iblis!"
"Ha-ha-ha-ha,
kau maksudkan wanita-wanita itu? Hay Hay, engkau anak kecil tahu apa? Wanita
itu seperti bunga, indah dan harum, sudah sepatutnya dikagumi dan dinikmati,
dan seorang laki-laki seperti engkau sungguh tolol apa bila sampai terjatuh
oleh rayuan wanita dan bertekuk lutut kepadanya. Akhirnya engkau sendiri yang
akan menderita, yang akan dikhianati cintamu, ditinggal menyeleweng dengan pria
lain!"
"Tidak
semua wanita seperti itu!"
"Tidak
semua wanita? Ha-ha-ha, engkau memang masih hijau. Karena pengalaman maka aku
tahu benar akan hal itu. Dari pada hatiku disakiti oleh wanita, dari pada
dipermainkan oleh wanita, lebih baik aku yang mempermainkan mereka."
"Engkau
memang jahat dan keji!"
"Dan
engkau sungguh mengecewakan hatiku. Engkau gagah perkasa dan tampan, juga
pandai menundukkan hati wanita, tapi engkau lemah, engkau munafik, engkau
pura-pura alim!"
"Cukup!
Aku tidak mau banyak bicara lagi denganmu!" Hay Hay membentak dengan hati
panas dan sebal.
"Habis
engkau mau apa, Hay Hay?"
"Aku
akan menangkapmu! Ang-hong-cu, menyerahlah. Engkau harus bertanggung jawab atas
semua perbuatanmu!”
"Menyerah?
Kepada anakku sendiri? Ha-ha-ha, anak baik, jangan dikira bahwa ayahmu ini
selemah itu! Kalau aku tidak mau menyerah, habis engkau mau apa?"
"Terpaksa
aku akan menggunakan kekerasan untuk menangkapmu!"
“Anak
durhaka, engkau perlu dihajar. Majulah!" Tentu saja ini hanya merupakan
gertakan yang membual karena sesungguhnya di sudut hatinya Ang-hong-cu Tang Bun
An merasa jeri terhadap Hay Hay. Dulu dia pernah menjadi pecundang sesudah
dikalahkan anaknya sendiri itu.
Karena
maklum akan kehebatan Hay Hay, maka Si Kumbang Merah telah mengeluarkan
senjatanya yang ampuh, yaitu rantai baja dengan dua ujungnya dipasangi sebuah
pisau dan sebuah kaitan. Diputarnya rantai itu sehingga terdengar suara
mendesing-desing dan nampak gulungan sinar putih gemerlapan.
Hay Hay juga
sudah melepaskan pedang Hong-cu-kiam yang dapat digulung dan dipakai sebagai
sabuk itu. Begitu pedang itu digerakkan, nampak sinar emas bergulung-gulung.
"Trangg!
Cringgg...!”
Ketika pisau
dan kaitan itu menyambar dahsyat secara beruntun, Hay Hay menyambut dengan
tangkisan pedang Hong-cu-kiam sambil mengerahkan tenaganya dengan maksud hendak
membabat putus senjata lawan dengan pedang pusaka dari Cin-ling-pai itu. Pisau
dan kaitan membalik, akan tetapi tidak sampai rusak. Hal ini menunjukkan bahwa
senjata di tangan Si Kumbang Merah itu pun terbuat dari baja yang kuat.
Ayah dan
anak itu segera bertanding dengan seru. Keduanya bertanding dengan hati-hati
dan mengeluarkan semua ilmu simpanan mereka karena maklum bahwa lawan tak boleh
dipandang ringan, harus dihadapi dengan pengerahan tenaga sepenuhnya.
***************
Kita
tinggalkan dahulu ayah dan anak yang sedang bertanding dengan hebatnya itu, dan
marilah kita menengok keadaan di dalam pondok. Karena tenggelam ke dalam
lamunan ketika berada di taman tadi, Ang-hong-cu Tang Bun An lupa dengan
keadaan dua orang puteranya yang sudah ditotok dan ditinggalkan di dalam pondok
tadi. Selain lengah, juga dia memandang ringan mereka, mengira bahwa kedua
orang pemuda yang sudah diberi pelajaran itu tentu tidak akan berani bertingkah
lagi.
Mula-mula
Cun Sek yang terbebas dari totokan. Begitu dapat bergerak dia pun mengomel
panjang pendek. "Ayah jahat, tega dia menipu anak-anaknya
sendiri....!" omelnya dan dia lantas membebaskan totokan pada diri Tang
Gun. Tang Gun yang sudah dapat bergerak segera hendak menyerangnya.
"Jangan
salah paham, Gun-te! Kita berdua telah ditipu oleh tua bangka itu. Kalau tadi
kita maju bersama tentu dia merasa berat, maka dia mengadu kita. Setelah engkau
roboh, dia juga menotokku!"
"Ehh?!
Kenapa begitu?"
"Hemm,
tidak salah lagi. Tentu dua orang gadis kita hendak dikuasainya sendiri."
Tang Gun
mengepal tinjunya. "Hemmm, tadinya aku sudah rnelupakan apa yang telah dia
lakukan terhadap ibuku. Aku hendak menganggap dia ayahku yang sejati dan aku
mau berbakti kepadanya. Tidak tahunya dia... dia...”
“Sama dengan
aku, Gun-te. Dia orang yang sangat jahat dan curang, bahkan tega sekali
mencurangi anak-anaknya sendiri. Mari kita lihat apakah dua orang gadis kita
masih ada."
Mereka
berdua memasuki dua kamar itu dan legalah hati mereka setelah mereka melihat
bahwa Kui Hong dan Bi Lian masih rebah terlentang di atas pembaringan dalam
keadaan tertotok. Mereka menambahkan lagi totokan agar dua orang gadis itu
tidak dapat bergerak dalam waktu yang cukup lama.
"Kalau
begitu, mari kita cari dia dan kita keroyok dia!" seru Tang Gun dengan
marah.
"Nanti
dulu, Gun-te...” Cun Sek mengusap-usap dagunya sambil memandang pada tubuh Bi
Lian. "Memang belum tentu kita kalah melawan dia, akan tetapi seandainya
kita kalah tentu usaha kita sia-sia belaka. Dua orang gadis kita tentu akan
dirampasnya. Karena itu sebaiknya kalau kita memiliki dulu kekasih kita
masing-masing, sesudah itu baru kita pergi mencarinya. Dengan demikian, andai
kata kita kalah sekali pun, dua orang gadis itu telah menjadi milik kita!"
"Ahhh,
benar sekali.... engkau benar, toako!" kata Tang Gun dan dia pun segera
berlari ke dalam kamar sebelah di mana tubuh Siangkoan Bi Lian masih tergeletak
dalam keadaan yang sama dengan Kui Hong, yaitu tak mampu bergerak dan lemas
tertotok.
Dua orang
gadis yang tak mampu bergerak akibat tubuh mereka lemas tertotok itu hanya bisa
memandang dengan mata mendelik penuh kemarahan saja ketika dua orang pemuda itu
menghampiri mereka di atas pembaringan masing- masing.
Tang Gun
memasuki kamar di mana Bi Lian rebah terlentang dan menutupkan daun pintu kamar
itu. Dengan napas memburu dan wajah merah dia lalu duduk di tepi pembaringan Bi
Lian. Gadis itu memandang kepadanya dengan mata mendelik penuh kebencian.
"Sumoi,
kenapa engkau memandangku seperti itu? Aih, Sumoi, semua ini kulakukan demi
cintaku kepadamu. Aku sayang padamu, Sumoi, aku cinta padamu..."
Bi Lian
membuang muka. Beberapa kali dia mencoba untuk mengerahkan tenaganya, tapi
sia-sia saja. Totokan pertama saja belum lenyap pengaruhnya dan tadi Tang Gun
sudah menotoknya lagi. Ia membenci orang yang pernah diterima ayah ibunya
menjadi suheng-nya ini. Kalau saja dia mampu bergerak, tentu orang ini segera
dibunuhnya, dipenggalnya kepalanya, ditembusinya jantungnya dengan pedang.
"Sumoi,
engkau akan menjadi korban Si Kumbang Merah. Oleh karena itu, demi cintaku
padamu dan untuk menyelamatkanmu, maka terpaksa aku akan menggaulimu. Terpaksa,
Sumoi, agar engkau lebih dahulu menjadi milikku sehingga Si Kumbang Merah tidak
akan menjamahmu lagi dan engkau akan menjadi… isteriku, Bi Lian."
Bi Lian
bukan hanya tertotok yang membuat dia tidak mampu bergerak, bahkan dia tidak
mampu bersuara. Dapat dibayangankan betapa sakit rasa hatinya ketika Tang Gun
mulai merangkulnya, menindih tubuhnya, memeluk dan menciumi mukanya, pipinya,
hidung dan bibirnya tanpa dia mampu mengelak. Dan perasaan hatinya bagaikan
disayat-sayat ketika dia melihat dan merasa betapa tangan pemuda itu mulai
menggerayangi tubuhnya dan membuka pakaiannya. Bi Lian memejamkan matanya dan
air mata mulai menitik keluar dari pelupuk matanya, tanpa dapat ditahannya.
Siangkoan Bi
Lian adalah seorang gadis yang berhati tabah, pemberani, bahkan galak dan keras
sehingga dia pernah mendapat julukan Tiat-sim Sian-li (Dewi Berhati Besi) di
dunia kang-ouw. Bahkan menangis pun seperti pantangan baginya. Jarang sekali
dia menangis. Akan tetapi sekali ini dia tidak mampu menahan air matanya ketika
menghadapi ancaman bahaya yang baginya lebih mengerikan dari pada maut. Dia
akan diperkosa orang, akan diperhina orang tanpa mampu mengelak, tanpa mampu
membela diri, bahkan tak mampu bersuara untuk memaki!
“Jangan
menangis, isteriku. Aku sayang padamu, aku tidak akan menyakitimu, sayang...”
kata Tang Gun ketika melihat air mata mengalir keluar dari kedua mata itu, lalu
dia pun mengecup pipi yang basah air mata itu dengan nafsu yang makin
menggelora.
Semakin
deras air mata mengalir dari kedua mata Bi Lian. Kubunuh kau, kubunuh kau...!
Kalimat ini berulang-ulang diucapkan di dalam hati. Dia tidak berani membuka
mata dan akan menerima aib yang akan menimpa dirinya itu untuk mempertebal rasa
dendam dan bencinya.
“Brakkkk…!"
Pada saat
terakhir yang amat gawat bagi kehormatan Siangkoan Bi Lian itu, tiba-tiba pintu
kamar itu jebol ditendang orang dari luar. Sesosok bayangan menyambar cepat ke
arah Tang Gun yang sudah siap menanggalkan pakaian dari tubuhnya sendiri.....
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment