Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Si Kumbang Merah Pengisap Kembang
Jilid 26
DAUN pintu
di sebelah dalam terbuka lantas muncullah seorang laki-laki berusia lebih dari
setengah abad tapi masih nampak ganteng dan gagah, dengan pakaian yang rapi,
kumis jenggot terpelihara baik serta penampilan yang memikat. Dia tersenyum dan
pandangan matanya bersinar tajam.
Begitu
melihat lelaki ini, Bi Lian langsung bangkit berdiri sambil menatap tajam. Dia
tidak salah lihat. Memang itulah Han Lojin yang dahulu pernah dilihatnya.
Itulah Ang-hong-cu, Si Kumbang Merah!
"Kau...
Ang-hong-cu...!” Bi Lian berkata dan sepasang matanya mengeluarkan sinar kilat.
Diam-diam
Han Lojin bergidik. Gadis ini benar-benar amat berbahaya, mirip Cia Kui Hong.
Kalau menjadi lawan, akan mengancam keselamatannya. Akan tetapi dia tersenyum
dan membungkuk dengan sikap hormat.
"Aihhh…,
ternyata sumoi dari Tan Hok Seng adalah nona Siangkoan Bi Lian yang gagah
perkasa! Kita sudah pernah saling bertemu dan bekerja sama membantu pemerintah
saat membasmi gerombolan pemberontak yang dipimpin Lam-hai Giam-lo! Selamat
datang di Ho-han-pang, Nona! Kami akan merasa terhormat dan gembira sekali apa
bila kita dapat bekerja sama lagi dalam membantu pemerintah di segala
bidang."
Akan tetapi
dengan senyum sindir Bi Lian menggerakkan tangan kanannya lalu tampaklah sinar
berkelebat dan tahu-tahu tangan kanan itu sudah memegang sebatang pedang yang
bercahaya. Itulah Kwan-im-kiam, pedang pusaka ampuh pemberian orang tuanya.
Dengan pedang melintang di jari depan dada, Bi Lian menudingkan telunjuknya ke
arah muka Han Lojin dan suaranya terdengar lantang.
"Ang-hong-cu,
tidak perlu banyak cakap lagi dan segera keluarkan senjatamu! Aku harus
membunuhmu demi membalaskan kekejian yang kau lakukan terhadap Pek Eng, Cia
Ling serta banyak wanita lain, juga demi menjaga keselamatan wanita-wanita lain.
Keluarkan senjatamu dan mari kita mengadu nyawa!"
"Aihhh,
nona Siangkoan! Kami mengundang kalian berdua ke sini untuk membantu kalian
menemukan orang yang sedang kalian cari, bukan untuk bermusuhan...!" kata
Han Lojin sambil memandang kepada Tang Gun.
Pemuda itu
menjadi bingung melihat sikap sumoi-nya, maka dia pun cepat melangkah ke depan
sumoi-nya. "Ehh, sumoi, kenapa begini? Bengcu ini adalah penyelamatku,
juga dia akan menunjukkan di mana adanya orang yang kucari-cari...”
"Suheng,
dia inilah Ang-hong-cu, orang yang sangat jahat dan kejam. Dia harus kubunuh
demi keselamatan dan keamanan para wanita lemah yang tidak berdosa!"
Dengan sikap galak gadis itu telah melangkah maju hendak menyerang Han Lojin.
Melihat ini Tang Gun cepat meloncat ke depan gadis itu dan menghalanginya.
"Sumoi,
kuminta engkau jangan menyerangnya dulu. Biarkan dia lebih dulu menunjukkan di
mana aku dapat bertemu dengan musuhku, setelah itu barulah engkau boleh
berurusan dengan dia. Kalau engkau menyerangnya, tentu dia tidak mau membantuku
menunjukkan tempat di mana Tang Bun An bersembunyi!”
Bi Lian
mengerutkan alisnya, matanya mencorong menatap wajah Han Lojin yang masih
tersenyum-senyum dengan tenangnya. Dia tahu bahwa jika dia berkeras menyerang
Han Lojin, tentu saja Ang-hong-cu tak akan sempat memberi tahu lagi di mana
adanya musuh besar Tang Gun. Maka dia menahan diri dan mengangguk.
"Baiklah,
akan tetapi aku tidak akan melepaskan dia dan aku harus mengikuti ke mana dia
membawamu pergi!"
"Ha-ha-ha,
nona Siangkoan Bi Lian yang gagah dan cantik jelita. Jangan khawatir, Nona. Aku
tidak akan melarikan diri dan setiap saat aku siap untuk melayanimu. Tapi
sekarang, karena sudah berjanji dengan bekas perwira ini, aku akan melayaninya
lebih dahulu untuk menunjukkan tempat di mana dia dapat menemukan sahabat
lamanya, ha-ha-ha!"
"Tak
perlu banyak cakap lagi. Tunjukkan tempat orang itu kepada suheng, kemudian
kita bertanding sampai kau mampus di ujung pedangku untuk pergi menghadapi
hukumanmu di neraka!" bentak Bi Lian.
"Bengcu,
marilah! Kau tunjukkanlah di mana adanya Tang Bun An!"
"Mari
kalian ikuti aku!" kata Han Lojin sambil tersenyum, dan tanpa menoleh lagi
dia pun melangkah memasuki pintu belakang.
Bi Lian yang
merasa khawatir kalau Ang-hong-cu yang dibencinya itu melarikan diri, juga
untuk melindungi suheng-nya supaya jangan terjebak oleh jai-hwa-cat yang kini
menjadi ketua Ho-han-pang itu, mendahului Tang Gun dan melangkah dengan cepat
di belakang Han Lojin. Tang Gun berjalan di belakangnya sehingga dia tidak tahu
betapa pemuda itu nampak tegang sekali.
Memang hati
Tang Gun gelisah bukan main memikirkan sumoi-nya ini! Ia telah jatuh cinta
kepada sumoi-nya yang cantik manis dan gagah perkasa ini, dan setelah kini
jelas bahwa sumoi-nya tidak saja enggan membantu Han Lojin bahkan memaksanya
untuk mengadu nyawa, dia merasa khawatir karena sudah tahu bahwa ayahnya itu,
Han Lojin, kini hendak menggunakan siasat untuk menjebak Bi Lian.
Dan dia tahu
pula bagaimana perangkap itu dipasang dan apa yang harus dilakukannya. Dia
sayang kepada Bi Lian, akan tetapi juga taat kepada ayahnya. Akan tetapi karena
dia sudah mendapat ketegasan dari ayahnya bahwa sumoi-nya hanya akan ditawan
dan tidak akan diganggu atau dibunuh, bahkan kemudian akan dipergunakan siasat
agar sumoi-nya suka menyerahkan diri kepadanya dan dengan suka rela mau menjadi
isterinya, hatinya pun lega dan dia hanya mentaati saja perintah ayahnya yang
kini menjadi atasannya. Dia tahu pula bahwa kini para pembantu ayahnya tentu
sudah berjaga-jaga dan mengepung tempat itu sehingga bagaimanapun lihai
sumoi-nya, dia tak akan mampu lolos dari tempat ini.
Walau pun
hatinya penuh dengan kecurigaan, namun Bi Lian tidak merasa gentar ketika tuan
rumah memasuki sebuah lorong yang menuju ke bawah, menuju ke ruangan bawah tanah!
Dia hanya menoleh sebentar ke arah suheng-nya.
"Hati-hati,
Suheng," bisiknya dan Tang Gun mengangguk. Engkaulah yang harus
berhati-hati, Sumoi, katanya di dalam hati.
Lorong bawah
tanah itu membawa mereka ke depan sebuah kamar berpintu besar.
"Nah,
di dalam kamar ini kalian bisa menemukan orang yang kalian cari. Bukalah
pintunya dan masuklah," kata Han Lojin.
Tang Gun
melewati sumoi-nya. Dia hendak membuka pintu itu, akan tetapi Bi Lian sudah
menangkap lengannya. "Suheng, jangan! Waspada terhadap perangkap orang
jahat!"
Karena
lengannya dipegang oleh Bi Lian, Tang Gun tidak jadi membuka daun pintu dan
menoleh kepada Han Lojin yang tertawa.
"Ha-ha-ha-ha-ha,
nona Siangkoan Bi Lian yang gagah perkasa itu kiranya penakut. Nona, apakah
engkau tidak berani membuka pintu itu? Apakah harus aku yang membukakannya
untuk kalian?"
Bi Lian
tersenyum mengejek. "Ang-hong-cu, aku sama sekali tidak takut padamu,
hanya tidak percaya dan curiga kepadamu. Bukan takut tetapi hati-hati terhadap
kecuranganmu! Bukalah pintunya dan biarkan kami melihat dulu siapa yang berada
di dalam kamar ini."
Han Lojin
tertawa, diam-diam kagum pada gadis perkasa itu. Seorang gadis yang gagah
berani dan cerdik sekali, seperti juga Cia Kui Hong, maka akan amat
menguntungkan bila gadis ini mau menjadi pembantunya. Dia sudah mengatur siasat
sebelumnya dan merasa girang bahwa hal ini dia lakukan karena kalau tidak, akan
berbahaya menghadapi amukan gadis semacami ini. Sebelum membawa Bi Lian ke
depan kamar tahanan bawah tanah itu dia telah membuat kedua orang tawanan di
kamar itu, Mayang dan Cia Kui Hong, roboh pingsan oleh asap pembius.
"Ha-ha-ha,
Siangkoan Bi Lian, akan kubuka pintunya. Kau lihatlah baik-baik siapa yang
berada di dalam kamar ini!" katanya sambil maju menghampiri pintu kamar.
Bi Lian
menggerakkan tangan dan mencabut lagi pedang pusaka Kwan-im-kiam yang tadi
telah dia simpan lagi di sarung pedangnya. Daun pintu terbuka dan Bi Lian
melangkah ke ambang pintu, memandang ke dalam, Tang Gun berada pula di
belakangnya, dekat sekali dan ikut menjenguk ke dalam.
Kamar itu
cukup luas akan tetapi tidak ada meja atau kursi di situ. Hanya ada kasur tebal
di atas lantai dan sebuah kamar kecil di sudut. Di atas kasur itu nampak dua
orang wanita rebah terlentang seperti dalam keadaan tidur. Bi Lian memandang
penuh perhatian, begitu pula dengan Tang Gun.
Tang Gun
sama sekali tidak mengenal dua orang gadis itu. Dua orang gadis yang sama-sama
cantik jelita. Dia hanya tahu bahwa ayahnya akan menggunakan tipu muslihat dan
perangkap untuk menangkap dan menundukkan sumoi-nya, namun dia tidak tahu
dengan cara bagaimana.
Tiba-tiba
Han Lojin mendorong punggung Tang Gun. Pemuda ini mengerti maka dia pun
menabrak sumoi-nya yang berada di depannya sambil berteriak, "Celaka,
sumoi...!"
Bi Lian
terkejut ketika merasa betapa suheng-nya terdorong dari belakang sehingga kedua
tangan suheng-nya itu pun mendorong punggungnya,. Sama sekali dia tidak
menyangka bahwa yang diserang bukan dia melainkan suheng-nya yang berada di
belakangnya. Tadi dia agak lengah karena kagetnya sesudah mengenal seorang di
antara dua orang wanita yang rebah telentang di dalam kamar itu. Dia mengenal
Cia Kui Hong!
Pada saat
dia terkejut itu, Tang Gun yang berada di belakangnya terdorong ke depan dan
pemuda itu pun mendorongnya. Baginya tidak ada jalan lain kecuali cepat
mendoyongkan tubuh ke kiri sambil meloncat ke dalam kamar, kemudian membalik.
Dia melihat suheng-nya terdorong ke depan dan terhuyung, dan yang mendorong
suheng-nya itu bukan lain adalah Ang-hong-cu!
"Keparat!"
serunya, akan tetapi terlambat.
Ketika tadi
dia meloncat, daun pintu kamar itu segera ditutup dari luar oleh Han Lojin. Dia
melompat ke pintu untuk mencegah, namun pintu itu terbuat dari besi dan sudah
tertutup. Dicobanya untuk mendorong daun pintu, namun sia-sia belaka.
"Sumoi,
mari kita buka pintu itu!" Tang Gun juga melompat, kemudian membantu sumoi-nya.
Keduanya mengerahkan tenaga sinkang, namun pintu itu terlampau kuat!
"Ha-ha-ha-ha!"
Han Lojin tertawa bergelak dari luar pintu. Suaranya masuk melalui lubang kecil
yang biasanya digunakan penjaga untuk memasukkan makanan dan minuman untuk
tawanan yang berada di dalam kamar itu.
"Tan
Hok Seng dan Siangkoan Bi Lian, sekarang kalian tinggal pilih. Menyerah dan
suka menjadi pembantu kami, bersama-sama bekerja di dalam Ho-han-pang untuk
menguasai dunia kang-ouw, ataukah kalian akan kami bunuh perlahan-lahan sebagai
tawanan kami!"
Mendengar
ini, Tang Gun mengerti bahwa dia sengaja dipergunakan oleh ayahnya untuk
menjebak sumoi-nya. Dengan begini maka sumoi-nya takkan menyangka buruk
terhadap dirinya, karena bukankah dia sendiri pun ikut pula terjebak dan
tertawan?
"Bengcu,
kami tidak mempunyai permusuhan denganmu. Bukankah dahulu Bengcu telah
menolongku? Mengapa kami ditawan? Apa bila kami tidak disuruh melakukan
kejahatan, tentu saja kami mau membantumu dan..."
"Suheng....!"
Bi Lian membentak suheng-nya yang langsung terdiam. Kemudian gadis itu
menghadapi lubang di pintu dan suaranya lantang ketika ia menjawab,
"Ang-hong-cu! Biar pun gerombolanmu memakai nama Ho-han-pang (Perkumpulan
Orang Gagah), siapa mau percaya? Aku tidak sudi membantumu dan tentang
ancamanmu tadi, aku tidak takut mati! Kalau engkau gagah dan bukan seorang
pengecut yang curang, mari kita bertanding satu lawan satu sampai seorang di
antara kita mampus di ujung pedang!"
Akan tetapi
Han Lojin hanya menjawab dengan suara ketawanya yang riang. Agaknya dia gembira
sekali melihat betapa dengan mudahnya dia telah berhasil menjebak gadis yang
berbahaya itu. Gembira dia membayangkan betapa gadis yang keras dan liar itu
akhirnya akan menjadi lunak dan tunduk kepadanya, menyerahkan segalanya dengan
suka rela.
Dia merasa
muda kembali membayangkan betapa dalam waktu dekat ini dua orang gadis pendekar
yang berilmu tinggi akan berada di dalam pelukannya. Siangkoan Bi Lian dan Cia
Kui Hong, mereka berdua akan menjadi wanita taklukannya yang terakhir, yang
akan mendatangkan perasaan bangga di hatinya di samping kepuasannya merusak
kehidupan dua orang wanita, wanita pendekar pula!
Suara ketawa
itu semakin menjauh, juga langkah kaki Han Lojin terdengar meninggalkan lorong
bawah tanah itu. Setelah suara langkah kaki itu tidak terdengar lagi, Bi Lian
cepat-cepat menghampiri Kui Hong yang menggeletak seperti orang tidur itu.
"Cia
Kui Hong...!" dia berseru heran dan memeriksa. Hatinya lega karena Kui
Hong tidak terluka dan pingsan saja.
Ia mengenal
Kui Hong sebagai seorang gadis yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, tidak
kalah dibandingkan dirinya sendiri, tetapi ternyata menjadi tawanan pula di
sini. Dia dapat menduga bahwa Kui Hong terjebak pula, seperti dia dan
suheng-nya. Ia memeriksa gadis ke dua yang juga rebah telentang dan keadaannya
sama dengan Kui Hong. Tidak terluka tapi pingsan. Ia tidak mengenal gadis itu,
yang melihat wajahnya seperti peranakan asing.
Ketika dia
menengok, dia melihat suheng-nya tengah memeriksa keadaan kamar tawanan itu,
seolah mencari jalan keluar. Ia pun bangkit berdiri. "Bagaimana, Suheng?
Apakah ada bagian lemah yang memungkinkan kita keluar?"
Tang Gun
menarik wajah duka dan khawatir, menggelengkan kepala kemudian dia balik bertanya,
"Siapakah gadis-gadis itu, Sumoi? Agaknya engkau telah mengenal
mereka."
"Aku
tidak kenal dengan yang peranakan asing ini, akan tetapi gadis ke dua ini tentu
saja aku mengenalnya dengan baik. Ia seorang pendekar wanita yang berilmu
tinggi, pendekar terkenal dari Cin-ling-pai. Sungguh mengherankan sekali
bagaimana seorang gadis yang lihai seperti dia dapat menjadi tawanan di
sini."
"Sumoi,
hal itu membuktikan betapa lihainya Bengcu, ketua Ho-han-pang itu. Apakah tidak
lebih baik bila kita membantu perkumpulan orang gagah itu dari pada
menentangnya dan membiarkan diri kita terancam bahaya?"
"Suheng!
Engkau tidak tahu betapa jahat dan kejinya Ang-hong-cu! Kalau engkau tahu tentu
tak akan berpendapat seperti itu! Kita harus menentang iblis busuk itu. Sampai
mati aku tidak sudi membantu iblis seperti dia!"
Tang Gun
menundukkan mukanya yang terlihat amat sedih. Ini bukan dibuat-buat, karena
memang dia merasa sedih sekali melihat betapa sumoi-nya sangat membenci Han
Lojin, ayah kandungnya! Dia merasa sayang kepada Siangkoan Bi Lian dan dia
mengharapkan dapat menjadi suami gadis perkasa yang cantik jelita itu. Akan
tetapi gadis itu demikian membenci ayahnya. Apa bila sumoi-nya itu mengetahui
bahwa dia bukan Tan Hok Seng, melainkan Tang Gun putera Ang-hong-cu, tentu
sumoi-nya akan membencinya pula.
“Akan
tetapi... dia... eh, dia pernah menyelamatkan aku dan sikapnya kepadaku
demikian baik...."
Bi Lian
memandang suheng-nya dan dia pun mengerti. Ang-hong-cu menjebak dia karena
memusuhi jai-hwa-cat itu dan karena dia dan Ang-hong-cu bermusuhan. Kini
suheng-nya itu terbawa-bawa dan menjadi tawanan pula.
"Tan-suheng,
aku menyesal sekali bahwa engkau ikut pula tertawan. Akan tetapi jangan
khawatir, Suheng. Kita masih hidup dan kita berdua akan mampu membela diri.
Bahkan kalau kita dapat bebas dari sini, aku tidak akan terjebak lagi dan akan
kubasmi Ang-hong-cu dan sarangnya. Betapa pun muluk nama yang dia pakai untuk
perkumpulannya, pasti di dalamnya busuk! Dan di sini masih ada Cia Kui Hong.
Dia amat lihai, bahkan mungkin lebih lihai dari pada aku, maka kita bertiga
pasti akan dapat membasmi Ang-hong-cu dan anak buahnya. Siapa tahu, mungkin
gadis peranakan asing ini pun memiliki kepandaian. Biar kucoba menyadarkan Kui
Hong."
Bi Lian
berjongkok di dekat Kui Hong yang masih pingsan, sedangkan Tang Gun hanya
berdiri memandang saja. Tiba-tiba dia melihat asap putih memasuki kamar itu
dari lubang kecil dari mana biasanya penjaga memasukkan makanan dan minuman.
"Sumoi
awas...!” teriaknya.
Bi Lian
cepat meloncat sambil membalikkan tubuhnya. Dia pun melihat asap itu. Dengan
sekali bergerak tubuhnya telah mendekati lubang itu dan sekali tangannya
bergerak, sinar hitam lembut menyambar keluar dari lubang.
Terdengar
teriakan kesakitan di luar dan asap berhenti berhembus masuk. Mudah diduga
bahwa jarum-jarum halus yang dilepaskan oleh Bi Lian tadi sudah mengenai
sasaran dan orang yang melepas asap itu tentu menjadi korban jarum beracun!
Ilmu ini dipelajarinya dari kedua orang gurunya yang pertama, yaitu Pak Kwi Ong
dan Tung Hek Kwi!
Tang Gun
terbatuk-batuk. Dia sudah terkena pengaruh asap putih tadi. Asap tadi tersedot
olehnya sehingga membuatnya batuk-batuk dan pusing. Akan tetapi Bi Lian
bersikap lebih berhati-hati. Pada saat menyerang tadi dia menahan napas
sehingga asap itu tak sampai tersedot dan kini dia meloncat ke belakang
menjauhi lubang.
Akan tetapi
terdengar suara mendesis dan dia terkejut sekali ketika memandang ke kanan kiri
dan atas. Asap putih sudah menyerbu kamar itu dari mana-mana, dari
lubang-lubang tersembunyi, bahkan dari atas!
Bi Lian
cepat menyambar selimut yang berada di atas kasur dan memutar-mutar selimut itu
untuk mengusir asap yang mendekatinya. Akan tetapi karena lubang-lubang di
kamar tahanan itu tidak terlalu banyak sedangkan asap yang masuk sangat banyak,
maka asap yang diusir dengan putaran selimut itu hanya berputar-putar saja di
dalam kamar itu dan akhirnya membalik lagi ke arah Bi Lian.
Gadis itu
menahan napas dan terus melawan sekuat tenaga. Dia melihat betapa suheng-nya
telah terhuyung kemudian terkulai pingsan. Dia masih terus melawan hingga
akhirnya dia pun harus bernapas dan tersedotlah asap ke dalam paru-parunya. Dia
mencium bau yang keras dan wangi, yang membuatnya terbatuk-batuk, lantas tubuhnya
terkulai lemas dan dia pun pingsan.
***************
Kalau saja
Hay Hay langsung berkunjung ke Ho-han-pang, tentu dia akan dapat bertemu dengan
Siangkoan Bi Lian. Akan tetapi Hay Hay tidak mau langsung berkunjung. Mayang
sudah ditawan orang-orang Ho-han-pang. Kalau dia datang berkunjung, sama saja
artinya dengan menyerahkan diri karena mereka pasti mempergunakan Mayang
sebagai sandera untuk membuat dia tidak berdaya dan dia tahu bahwa kalau mereka
mengancam Mayang, tentu dia tidak berani menggunakan kekerasan.
Tidak, dia
maklum bahwa dia berhadapan dengan pihak lawan yang licik dan curang. Dia tidak
boleh datang berkunjung begitu saja. Dia harus lebih dulu melakukan
penyelidikan dan kalau mungkin, lebih dulu membebaskan Mayang sebelum bertindak
lebih lanjut.
Dia masih
menduga-duga mengapa perkumpulan yang namanya begitu gagah, Ho-han-pang,
perkumpulan orang-orang gagah, sudah memusuhinya bahkan menawan Mayang. Dan
cara yang mereka pergunakan itu jauh dari pantas untuk dilakukan oleh para ho-han
(patriot gagah)!
Setelah
menggunakan kepandaiannya yang tinggi, menyusup mengelilingi dinding tembok
yang mengepung perkampungan yang menjadi sarang Ho-han-pang, Hay Hay mendapat
kenyataan bahwa penjagaan dilakukan secara ketat sekali oleh para anak buah
Ho-han-pang yang rata-rata nampak muda dan gagah itu. Apa lagi di dua buah
pintu gerbangnya, di situ dijaga oleh lebih dari dua puluh orang! Dan pada
sepanjang dinding yang tingginya sekitar dua meter itu selalu terdapat peronda
sehingga akan sulitlah bagi orang luar untuk memasuki tempat itu tanpa
diketahui para peronda dan penjaga.
Dengan
ginkang-nya yang amat tinggi, tentu tidak sulit bagi Hay Hay untuk meloncat dan
menyelinap masuk ke balik dinding tembok. Akan tetapi dia ingin yakin agar
dapat masuk tanpa diketahui orang. Akan berbahayalah kalau sampai ada yang
melihatnya, bukan bagi diri sendiri melainkan bagi Mayang! Tentu mereka itu
akan mengancam untuk mencelakai Mayang kalau sampai diketahui dia memasuki
sarang perkumpulan itu. Padahal dia ingin masuk tanpa diketahui, agar mendapat
kesempatan untuk membebaskan Mayang terlebih dahulu sebelum bentrok secara
terbuka dengan mereka. Dia pun tidak tahu mengapa Ho-han-pang memusuhinya.
Hay Hay
lantas teringat akan nasehat kakek yang dijumpainya bersama Mayang di dusun
sebelah luar kota raja. Kakek itu menasehati bahwa perjalanan tidak aman, bukan
karena gangguan perampok melainkan karena adanya orang-orang gagah dari
Ho-han-pang yang suka merayu dan menggoda gadis-gadis cantik untuk dijadikan
isteri mereka!
Dia makin
tertarik dan ingin sekali mengetahui, perkumpulan apa gerangan yang bernama
Ho-han-pang itu. Kalau dilihat dari namanya, sepatutnya sebuah perkumpulan yang
baik, bukan perkumpulan orang jahat. Tetapi mengapa kini memusuhinya dan
mempergunakan siasat busuk untuk menawan Mayang?
Baik adalah
suatu keadaan batin, suatu mutu batin yang wajar, tidak dibuat-buat, seperti
keadaan pohon mawar yang mengeluarkan bunga mawar yang indah dan harum tanpa
disengaja. Perbuatan yang nampaknya baik belum tentu baik mutunya, karena
perbuatan itu dapat saja palsu, kelihatannya saja baik akan tetapi itu hanya
merupakan cara untuk mendapatkan sesuatu. Yang berpamrih selalu palsu!
Batin yang
bersih dari cengkeraman nafsu berdaya rendah akan membuahkan perbuatan yang
baik, wajar, bahkan pelakunya sendiri tak menganggapnya sebagai perbuatan baik.
Karena itu kebaikan tidak mungkin dapat dilatih atau dipelajari, karena kalau
demikian maka kebaikan yang dilakukan dengan sengaja itu hanya merupakan
perbuatan munafik belaka, sengaja dilakukan agar mendatangkan sesuatu yang
diinginkan oleh si pelaku.
Kebaikan
adalah bebas dari perhitungan pikiran. Kebaikan adalah sesuatu yang dilandasi
cinta kasih. Seorang ibu yang menyusui anaknya tak akan merasa bahwa dia
melakukan suatu kebaikan wajar dan tidak disengaja, dasarnya cinta kasih. Cinta
kasih hanya akan menyinari batin yang bebas dari pengaruh pikiran yang
bergelimang nafsu daya rendah!
Matahari
telah condong ke barat. Hay Hay cepat menyelinap ke belakang sebatang pohon
pada saat melihat ada dua orang peronda berjalan menuju ke tempat itu sambil
bercakap-cakap. Dia mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Mengapa
pangcu menyuruh kita berjaga dengan ketat dan waspada? Bukankah semua pengacau
telah tertawan? Dan kalau yang datang itu hanya gadis-gadis cantik, untuk apa
kita takut?"
"Wah,
engkau tidak tahu! Tiga orang gadis cantik itu memiliki ilmu kepandaian yang
amat tinggi sehingga sepuluh orang dari kita belum tentu akan mampu mengalahkan
mereka!"
"Hemm,
kalau begitu, tentu pangcu akan berpesta pora karena kemenangannya. Apakah
ketiga-tiganya akan dimiliki dan dinikmati oleh pangcu sendiri?"
"Hushh,
jangan mencari penyakit!" bisik kawannya. "Apa pun yang akan
dilakukan pangcu dan para pembantu utamanya, bukan urusan kita. Itu urusan
tingkat tinggi!"
Keduanya
berjalan melewati pohon di mana Hay Hay bersembunyi dan tiba-tiba Hay Hay
keluar dari balik pohon. Sejak tadi dia memang telah mengerahkan kekuatan
sihirnya.
"Ssttttt....!"
Dua orang
itu terkejut sekali dan cepat membalikkan tubuh mereka. Mereka memandang
terbelalak dan nampak bingung. Tadi Hay Hay sudah mengintai ke arah gardu di
depan pintu gerbang di mana berkumpul para anak buah Ho-han-pang dan melihat
seorang di antara mereka yang agaknya menjadi pimpinan dan disebut Ciong-toako.
"Hemm,
mengapa kalian bengong? Apakah sudah tidak mengenal lagi pemimpinmu, aku orang
she Ciong ini?"
"Ahh,
Ciong-toako!" kata yang tinggi kurus.
"Ciong-toako
mengejutkan kami saja!" kata orang ke dua yang perutnya agak gendut.
"Kalau
meronda baik-baik, jangan melamun," kata Hay Hay yang telah berhasil
membuat dua orang itu melihat dia sebagai ‘Ciong-toako’. "Kalian tahu
bukan? Bahwa pangcu kita sudah menawan tiga orang gadis yang sangat
lihai?" Tentu saja kata-kata ini dikeluarkan sesuai dengan apa yang baru
saja didengarnya dari percakapan mereka. Dua orang itu mengangguk-angguk.
"Kalian
tahu di mana tiga orang tawanan kita itu dikurung, bukan?"
"Tahu,
Toako. Di kamar tahanan bawah tanah..."
"Bagus!
Akan tetapi tutup mulutmu dan jangan ceritakan hal ini kepada siapa pun juga.
Hati-hati kalau terdengar pihak musuh," kata Hay Hay.
"Tidak
mungkin, Toako. Lagi pula lorong bawah tanah itu selain rahasia juga dijaga
ketat oleh para pembantu utama pangcu. Siapa yang akan mampu masuk ke
sana?"
"Hemm,
bagaimana pun juga kalian yang berjaga di luar harus hati-hati. Tahukah kalian
di mana sekarang pangcu berada?"
"Tadi
kami melihat pangcu pergi menuju ke puncak bukit kecil itu, mungkin pergi ke
taman kesayangannya," jawab seorang dari mereka sambil menunjuk ke arah
sebuah bukit kecil yang menjulang di tengah perkampungan itu. Bukan bukit,
hanya merupakan bagian yang lebih tinggi saja dan di bawah gundukan itulah
tahanan bawah tanah itu dibuat.
"Sudahlah,
sekarang lanjutkan perondaanmu!" katanya dan diam-diam dia mengerahkan
kekuatan sihirnya untuk membuat mereka berdua itu melupakan pertemuan ini.
Setelah
mereka pergi dia pun segera melompati pagar dinding itu dan memasuki daerah
perkampungan Ho-han-pang. Dia merasa lega bahwa dia sudah memperoleh keterangan
yang amat diharapkan, yaitu tempat di mana Mayang ditahan. Dia merasa yakin
bahwa di antara tiga orang wanita tawanan mereka ini terdapat adiknya. Dan dia
tahu pula di mana adanya sang ketua yang menawan Mayang dan mengundangnya.
Bukan hal
yang mudah untuk mencoba menolong Mayang. Mayang ditahan dalam tempat tahanan
di bawah tanah dan dijaga ketat oleh para pembantu utama Ho-han-pang. Sebaliknya
sang ketua berada di gundukan tanah seperti bukit kecil itu, mungkin sedang
berada di taman kesayangannya di sana. Mungkin seorang diri. Adalah lebih mudah
untuk menemui ketua itu, kalau perlu menangkapnya dan memaksanya membebaskan
Mayang, dari pada harus menghadapi semua anak buah Ho-han-pang dan dikeroyok
banyak orang sebelum sempat membebaskan Mayang.
Dengan
kecepatan gerakannya yang ringan, Hay Hay menyusup-nyusup di antara pohon-pohon
dan rumah-rumah perkampungan Ho-han-pang. Dua kali dia kepergok orang, akan
tetapi dengan cepat dia menggunakan ilmu sihirnya sehingga dua kali pula dia
dapat lolos dari perhatian orang-orang itu yang percaya bahwa yang mereka lihat
itu hanya bayangan saja.
Akhirnya
dengan jantung berdebar tegang Hay Hay berlari naik mendaki gundukan tanah
seperti bukit kecil yang berada di tengah perkampungan itu. Sebuah bukit kecil
yang pada puncaknya dijadikan sebuah taman bunga yang indah oleh ketua
Ho-han-pang!
***************
Sementara
itu, siang tadi di kota raja terjadi hal lain yang menarik hati. Seorang pemuda
berusia dua puluh tiga tahun yang berpakaian sederhana bagai seorang pelajar,
berwajah tampan dengan muka bulat putih dan alis tebal, mata agak sipit, dengan
langkah tenang memasuki rumah penginapan Pak-hai-koan.
Pemuda ini
menggendong sebuah buntalan kuning dan gerak-geriknya halus dan tenang. Tidak
terlihat tanda bahwa dia seorang pemuda luar biasa, kecuali bahwa sepasang mata
yang agak sipit itu mengandung sinar cemerlang dan kadang-kadang tajam bukan
main.
Pemuda ini
bertubuh sedang namun tegap dan dia adalah Pek Han Siong, pemuda yang di waktu
kecilnya disebut Sin-tong (Anak Ajaib) dan dikejar-kejar oleh para pendeta Lama
untuk dijadikan Dalai Lama!
Seperti kita
ketahui, dengan bantuan Hay Hay akhirnya Han Siong mampu membebaskan diri dari
pengejaran para pendeta Lama, bahkan telah bertemu dengan Wakil Dalai Lama yang
menyatakan bahwa para pendeta tidak lagi menganggap Han Siong sebagai calon
Dalai Lama. Malah Han Siong sempat pula ikut ‘menjodohkan’ Hay Hay dengan
Mayang, akan tetapi kemudian dia merasa menyesal bukan main sebab perjodohan
itu hampir saja menyeret keduanya ke dalam lembah kenistaan, karena ternyata
bahwa Mayang adalah adik tiri seayah berlainan ibu dengan Hay Hay. Dua
muda-mudi itu adalah anak-anak dari Ang-hong-cu!
Menghadapi
peristiwa yang menyedihkan ini, Han Siong merasa semakin marah kepada Si
Kumbang Merah yang dianggapnya menjadi penyebab utama dari kesengsaraan batin
yang diderita Hay Hay, sahabat baiknya yang telah dianggapnya sebagai saudara
sendiri, dan juga Mayang, gadis yang tidak berdosa itu.
Dia kemudian
berpamit dari Hay Hay yang sedang dilanda duka itu. Dengan hati penuh semangat
dia pergi untuk mencari Ang-hong-cu dan membinasakannya, menghukumnya atas dosa
yang sudah diperbuatnya terhadap adik kandungnya, Pek Eng, juga terhadap para
gadis lain yang menjadi korbannya. Termasuk pula untuk dosanya terhadap Hay Hay
dan Mayang!
Sesudah
meninggalkan Hay Hay yang juga sedang bersiap untuk pergi bersama Mayang yang
mencari Ang-hong-cu, Han Siong lalu pergi mengunjungi suhu serta subo-nya,
yaitu suami isteri Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu yang kini tinggal di
puncak Kim-ke-kok (Lembah Ayam Emas) Pegunungan Heng-tuan-san sebelah timur.
Dia mencoba
mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa dia berkunjung untuk memberi hormat
kepada suhu dan subo-nya, akan tetapi jauh di lubuk hatinya terpendam pamrih
utama dari keinginannya berkunjung itu. Pamrih itu ialah untuk dapat melihat
dan bertemu dengan Siangkoan Bi Lian yang sudah amat dirindukannya.
Dia tak
pernah dapat melupakan gadis itu. Gadis yang menjadi bekas tunangannya, yang
kemudian menjadi pujaan hatinya. Meski pun gadis itu menolak tali perjodohan
itu dengan alasan bahwa dia tidak mempunyai perasaan cinta asmara kepada Han
Siong, melainkan hanya perasaan suka sebagai saudara seperguruan, akan tetapi
dia tidak pernah dapat melupakannya dan tidak pernah berhenti mencintainya.
Akan tetapi
ketika dia tiba di puncak Lembah Kim-ke-kok, yang menyambutnya hanyalah
Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu. Suhu dan subo-nya menyambutnya dengan penuh
kegembiraan dan kasih sayang. Mereka menghujaninya dengan berbagai pertanyaan
dan mereka merasa ikut bangga dan gembira ketika mendengar akan pengalaman Han
Siong di Tibet, gembira bahwa murid mereka kini sudah terbebas dari pengejaran
para pendeta Lama di Tibet.
Sungguh pun
pada lahirnya Han Siong juga menperlihatkan kegembiraannya, namun dia merasa
kecewa bukan main karena tidak melihat adanya Bi Lian. Akan tetapi dia merasa
sungkan untuk bertanya kepada suhu dan subo-nya.

Setelah
mereka mendengarkan pengalaman yang sangat menarik dari murid mereka itu,
akhirnya Toan Hui Cu yang berpenglihatan tajam bisa menduga bahwa muridnya ini
tentu diam-diam mempertanyakan ketidak munculan puterinya.
"Han
Siong,. engkau tentu merasa heran mengapa Bi Lian tidak berada di sini."
Berdebar
rasa jantung di dada Han Siong. "Benar, Subo. Di mana sumoi? Kenapa teecu
sejak tadi tidak melihatnya?"
"Baru
beberapa hari yang lalu sumoi-mu berangkat turun gunung, Han Siong. Dia pergi
bersama... sute-mu."
"Sute?
Siapakah yang Subo maksudkan?" tanya Han Siong terheran.
"Belum
lama ini kami menerima seorang murid baru, namanya Tan Hok Seng. Sebelum
menjadi murid kami, dia sudah memiliki ilmu kepandaian yang cukup
lumayan." Toan Hui Cu lantas menceritakan tentang Tan Hok Seng yang
menjadi murid mereka dan menjadi ‘suheng’ baru Bi Lian.
"Dan
sekarang mereka berdua pergi? Ke manakah kalau teecu boleh bertanya?"
"Mereka
pergi ke kota raja untuk mencari orang jahat yang melempar fitnah kepada Tan
Hok Seng hingga dia dipecat dari kedudukannya sebagai perwira istana, bahkan dijatuhi
hukuman. Karena merasa kasihan kepada suheng-nya itu, Bi Lian hendak
membantunya dan kini mereka berada di kota raja untuk mencari musuh yang
bernama Tang Bun An itu."
"Tang...?"
Han Siong terkejut mendengar disebutnya she ini. She yang dihafalnya benar
karena itu adalah she dari Hay Hay dan juga she dari Ang-hong-cu!
"Ya,
Tang Bun An. Apakah engkau mengenal nama itu, Han Siong?" tanya Siangkoan
Ci Kang yang sejak tadi membiarkan isterinya yang bicara.
Han Siong
menggelengkan kepalanya. "Teecu belum pernah mendengar nama itu, akan
tetapi she Tang itu yang amat menarik perhatian teecu karena Ang-hong-cu yang
sedang teecu cari-cari juga she Tang."
Suami isteri
itu mengangguk-angguk. "Demikian pula dengan Bi Lian. Dia tertarik karena
she Tang itulah."
Han Siong
mengerutkan alisnya. "Teecu merasa khawatir, Suhu. Siapa tahu sumoi akan
berhadapan dengan Ang-hong-cu yang amat lihai dan jahat itu. Apa bila Suhu dan
Subo menyetujui, teecu akan menyusul mereka ke kota raja, hanya untuk melihat
kalau-kalau sumoi menghadapi bahaya dan memerlukan bantuan teecu."
Suami isteri
itu saling bertukar pandang, kemudian Siangkoan Ci Kang berkata, "Memang
sebaiknya begitulah, Han Siong. Kami berdua juga akan merasa lebih tenang jika
engkau suka membantu sumoi-mu."
Han Siong
lantas berpamit dan dia pun menuruni Gunung Heng-tuan-san untuk menyusul
sumoi-nya ke kota raja. Dia tidak tahu betapa suhu dan subo-nya mengikuti
bayangannya dengan pandang mata penuh keharuan dan betapa subo-nya berkata
kepada suhu-nya.
"Murid
kita itu jelas masih mencinta Bi Lian."
Suhu-nya
menghela napas panjang. "Engkau benar. Kasihan dia..."
"Memang
kasihan, akan tetapi kalau Bi Lian tidak suka menjadi isterinya, bagaimana kita
dapat memaksanya? Dan nampaknya anak kita itu akrab dengan Hok Seng."
"Hemm,
jodoh berada di tangan Tuhan. Biarlah Tuhan yang menentukan siapa yang akan
menjadi jodoh anak kita. Kita hanya dapat berdoa semoga Bi Lian tidak akan
salah pilih."
Demikianlah,
tanpa mengenal lelah Han Siong melakukan perjalanan, pergi ke kota raja untuk
mencari sumoi-nya. Dan pada siang hari itu dia sudah sampai di kota raja. Kota
raja amat besar dan ramai. Sukar untuk mencari sumoi-nya yang tidak
diketahuinya berada di mana.
Jalan
satu-satunya baginya adalah menyelidiki tentang perwira yang bernama Tang Bun
An itu. Akan lebih mudah menyelidiki tempat tinggal seorang perwira dari pada
seorang pendatang seperti sumoi-nya yang tidak dikenal orang-orang di tempat
itu.
***************
Han Siong
memasuki rumah penginapan Pak-hai-koan. Dia akan mencari sebuah kamar
penginapan dahulu sebelum melakukan penyelidikannya. Dengan demikian dia akan
lebih leluasa meninggalkan buntalan pakaiannya di dalam kamar. Lagi pula dia
merasa gerah sekali dan pakaiannya kotor berdebu. Dia ingin mandi dan berganti
pakaian. Dan di rumah penginapan itu pun dia sudah dapat memulai dengan
penyelidikannya, bertanya kepada karyawan di situ tentang perwira Tang Bun An
dan di mana dia tinggal.
"Selamat
siang, Kongcu…," seorang pelayan rumah penginapan menyambutnya dengan
ramah. Meski pun pakaian Han Siong sederhana, akan tetapi dia rapi, tampan
gagah dan juga sikapnya berwibawa dan lembut seperti seorang terpelajar.
"Apakah Kongcu hendak menyewa kamar?"
Han Siong
mengangguk. "Benar, Paman. Tolong beri saya sebuah kamar yang sejuk dan
bersih."
"Ahh,
kamar nomor tujuh kebetulan sedang kosong, Kongcu. Kamar itu sejuk dan bersih.
Mari, silakan, Kongcu."
Kamar itu
memang bersih walau pun tidak besar. Han Siong lalu minta disediakan air dan
mandi sampai bersih hingga tubuhnya terasa segar. Setelah mengenakan pakaian
bersih, dia kemudian duduk melamun di kamarnya. Ke mana dia harus mencari Bi
Lian? Dan dia terkenang akan perjalanannya dari Tibet ke sini.
Dia sudah
singgah di rumah ayah ibunya di Kong-goan, Propinsi Secuan. Ayahnya masih
menjadi ketua Pek-sim-pang yang kini menjalankan usaha pengawalan barang dalam
lalu lintas barat timur atau sebaliknya. Hanya dengan adanya usaha piauw-kiok
(perusahaan pengawalan ekspedisi) inilah maka perkumpulan Pek-sim-pang
(Perkumpulan Hati Putih) dapat dipertahankan, bahkan nampak maju.
Ketika dia
pulang, ayahnya yang berusia empat puluh tiga tahun itu minta agar dia tinggal
saja di rumah membantu pekerjaan perkumpulan yang mempunyai perusahaan itu.
Juga ibunya membujuk agar dia segera memilih calon isteri dan berumah tangga.
Akan tetapi
dengan halus dia menolak kehendak ayah ibunya itu dan mengatakan bahwa dia masih
ingin meluaskan pengalaman dan menambah pengetahuan. Sedangkan tentang
perjodohan dia mengatakan bahwa dia belum memiliki pilihan dan masih ingin
menyendiri.
Dia telah
berbohong pada ibunya. Dia sudah mempunyai pilihan hati, bahkan sudah lama,
sejak dia berjumpa dengan sumoi-nya yang dicari-carinya, Siangkoan Bi Lian,
sumoi-nya juga bekas tunangannya. Bayang-bayang gadis itu masih selalu melekat
di hatinya.
Akan tetapi
dengan jujur dan gagah sumoi-nya menyatakan bahwa dia tidak mempunyai perasaan
cinta kepadanya, dan minta agar tali perjodohan yang diikatkan oleh suhu dan
subo-nya itu dibikin putus. Walau pun demikian, diam-diam dia masih selalu
mengenang sumoi-nya itu, bahkan masih mengharapkan agar sekali waktu sumoi-nya
itu akan dapat merasakan cinta kasihnya dan dapat pula menerima dan
membalasnya.
"Tok-tok-tok!"
Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya dan dia menoleh ke arah pintu.
"Buka
saja pintunya, tidak dikunci," katanya.
Daun pintu
didorong dan terbuka dari luar. Pelayan yang tadi nampak berdiri di situ sambil
membawa baki yang dipenuhi dengan mangkok piring yang berisi makanan masih
panas dan mengepulkan asap yang sedap.
"Kongcu,
ini makanan yang Kongcu pesan tadi. Kongcu hendak makan di ruangan makan
ataukah di dalam kamar ini saja?"
"Bawa
masuk saja, Paman. Aku ingin makan di sini saja."
Mangkok dan
panci berisi makanan itu ditaruh di atas meja oleh pelayan yang diam-diam
merasa heran mengapa seorang pemuda yang begini halus memesan masakan demikian
banyaknya. Tapi keheranannya berubah sesudah Han Siong berkata sambil
menahannya ketika dia hendak pergi.
"Paman,
harap duduk di sini dan temani aku makan. Rasanya tak enak makan sendirian.
Marilah, Paman. Aku sudah memesan makanan untuk dua orang, bukan?"
Pelayan itu
sejenak tertegun. Kini mengertilah dia kenapa pemuda itu memesan masakan
demikian banyaknya. Dan dia terheran-heran melihat seorang tamu mengajaknya
makan bersama. Dalam pekerjaannya selama belasan tahun sebagai pelayan, belum
pernah dia mengalami hal yang seaneh ini. Akan tetapi karena sikap Han Siong
demikian ramahnya, setelah menutupkan daun pintu dia pun lantas duduk di atas
bangku berhadapan dengan pemuda itu, terhalang meja.
"Terima
kasih, Kongcu. Engkau baik sekali dan memang sesungguhnya saya juga belum makan
siang ini." Dia meragu sejenak. "Akan tetapi, Kongcu, mengapa Kongcu
mengajak saya seorang pelayan untuk makan bersama? Belum pernah saya mendapat
kehormatan seperti ini."
"Terus
terang saja, Paman. Ketika melihat Paman, aku segera merasa suka sekali karena
wajah Paman mirip sekali dengan wajah seorang pamanku yang tinggal jauh di
selatan dan sudah bertahun-tahun tidak pernah kutemui," kata Han Siong.
Tentu saja kata-kata ini hanya merupakan alasan yang dicari-cari. Dia sengaja
menjamu pelayan ini karena ingin mencari keterangan pertama dari pelayan ini.
Mereka lalu
makan dan minum. Kesempatan inilah yang digunakan oleh Han Siong untuk
melakukan penyelidikan. Sesudah bertanya tentang keadaan pelayan itu dan
mendengar bahwa semenjak kecil pelayan itu tinggal di kota raja dan sudah
belasan tahun bekerja di rumah penginapan itu, Han Siong lalu berkata dengan
sikap sambil lalu.
"Kalau
begitu engkau tentu mengenal atau setidaknya mengetahui di mana tempat tinggal
seorang perwira yang bernama Tang Bun An, Paman."
"Perwira
Tang... Bun An? Sungguh aneh!"
"Kenapa
aneh, Paman?"
"Katakan
dulu, Kongcu. Ada urusan apakah Kongcu mencari perwira she Tang itu?"
"Aku
mempunyai urusan pribadi yang amat penting dengan dia, Paman,” kata Han Siong
girang, tak menyangka akan semudah itu mendapatkan keterangan tentang perwira
Tang Bun An yang sedang dicari oleh Bi Lian itu. "Tahukah engkau di mana
dia sekarang?"
Han Siong
kecewa ketika melihat pelayan itu menggelengkan kepala. “Saya tidak tahu di
mana dia sekarang, Kongcu. Tentu saja saya tahu siapa dia. Tang Ciangkun
tadinya amat terkenal di kota raja sebagai penolong kaisar, lantas dia menjadi
perwira di istana. Akan tetapi sudah lama dia mengundurkan diri dan sekarang
entah berada di mana.”
"Kalau
begitu, mengapa engkau tadi terheran dan mengatakan aneh ketika aku bertanya
tentang dia kepadamu, Paman?"
"Memang
saya merasa heran karena baru kemarin dulu ada dua orang yang bermalam di sini,
kebetulan yang pria juga menginap di kamar ini, juga mereka bertanya-tanya
tentang seorang perwira she Tang. Dan sekarang Kongcu juga menanyakan orang
yang sama, bukankah itu suatu kebetulan yang aneh?"
"Hemm,
siapakah dua orang itu? Apakah seorang gadis cantik dan seorang pemuda?"
“Tepat
sekali! Ahh, ternyata Kongcu mengenal mereka? Mereka itu aneh sekali. Setelah
bermalam di sini, pagi-pagi sekali pemuda itu pergi. Kemudian ada tamu yang
mengajak gadis itu pergi dan mereka tidak pernah kembali lagi, padahal mereka
belum membayar sewa kamar...”
"Jangan
khawatir, Paman. Biar aku yang akan membayar sewa kamar mereka! Katakan,
bukankah gadis itu cantik jelita, bertubuh ramping, berkulit putih mulus, ada
tahi lalat kecil di dagu dan mukanya bulat telur?"
Pelayan itu
mengerutkan alisnya. "Dia memang cantik jelita dan bertubuh tinggi
ramping. Akan tetapi saya tidak berani terlalu memperhatikan karena dia
kelihatan galak. Entah di dagunya ada tahi lalat atau tidak, Kongcu. Ada pun
tentang sewa kamar, biar pun mereka belum membayar, tetapi telah diselesaikan
dan dibayar oleh Ho-han-pang, jadi tidak perlu menyusahkan Kongcu."
Han Siong
merasa heran. Dia belum yakin apakah gadis dan pemuda yang menginap di rumah
penginapan ini benar Bi Lian dan suheng barunya itu. Akan tetapi kenapa mereka
bertanya-tanya tentang perwira Tang? Tentu sumoi-riya. Dia tidak boleh terlalu
mendesak sehingga menimbulkan kecurigaan pelayan itu, maka dia lalu mengajak
pelayan itu untuk melanjutkan makan minum sampai kenyang.
"Aih,
sudah lama saya tidak menikmati masakan mahal seperti ini, Kongcu. Terima
kasih, Kongcu," kata pelayan itu sambil menyusut bibirnya dengan lengan
bajunya. "Dan tentang pemuda dan gadis itu, sekarang aku dapat
membayangkan mereka, Kongcu. Pasangan yang serasi sekali. Gadis itu cantik
manis walau pun kelihatan galak, tapi kecantikannya berbau asing. Dia bukan
gadis Han, Kongcu. Agaknya peranakan dari barat, dari Sinkiang atau Tibet. Dan
pemuda itu memakai caping lebar wajahnya tampan dan dia periang..."
"Apakah
pakaiannya berwarna biru?"
"Benar,
warna biru dengan garis-garis kuning!" kata pelayan itu girang.
"Apakah Kongcu mengenal mereka?"
Han Siong
mengangguk. Tentu saja dia mengenal Hay Hay yang selalu memakai pakaian biru
bergaris kuning dan bercaping lebar itu! Dan gadis peranakan Tibet yang cantik
itu, siapa lagi kalau bukan Mayang? Kiranya mereka pun sudah tiba di kota raja
dalam usaha mereka mencari Ang-hong-cu, dan agaknya Hay Hay juga menaruh curiga
kepada perwira she Tang itu karena Ang-hong-cu juga she Tang.
Akan tetapi
apa pula peranan Ho-han-pang di dalam urusan ini? Mengapa Ho-han-pang membayar
hutang Hay Hay dan Mayang kepada rumah penginapan ini? Dia tahu bahwa bukan
watak Hay Hay, apa lagi Mayang, gadis yang angkuh dan memiliki harga diri yang
tinggi itu, untuk begitu saja meninggalkan kamar yang rnereka sewa tanpa bayar!
"Tahukah
engkau di mana kedua orang itu sekarang? Kebetulan sekali rnereka itu adalah
sahabat-sahabatku."
"Saya
tidak tahu, Kongcu. Hanya saja setelah mereka pergi, datang orang-orang
Ho-han-pang membayar rekening mereka dan dalam percakapan mereka dengan majikan
kami, mereka mengatakan bahwa dua orang muda itu menjadi tamu Ho-han-pang dan
mereka datang untuk membayar uang sewa kamar."
Tentu saja
Han Siong menjadi girang sekaligus juga curiga terhadap perkumpulan yang
memakai nama gagah itu. Ho-han-pang, perkumpulan orang gagah!
"Di
manakah markas Ho-han-pang itu, Paman? Aku ingin menyusul dua orang sahabatku
itu."
“Aihh!
Kongcu belum mengenal Ho-han-pang? Biar pun belum lama berdiri, perkumpulan ini
sudah terkenal sekali di kota raja dan semenjak perkumpulan itu berdiri,
keadaan kota raja menjadi aman, tidak pernah ada gangguan penjahat. Markasnya
di luar kota, Kongcu, di sebuah bukit."
Pelayan itu
lantas memberi petunjuk. Setelah menyelidiki di mana letaknya Ho-han-pang dan
tidak berhasil bertanya lebih banyak karena pelayan itu nampaknya jeri untuk
banyak bicara tentang Ho-han-pang, Han Siong lalu meninggalkan buntalan
pakaiannya di dalam kamar dan keluar dari rumah penginapan itu.
Pada siang
hari itu juga dia keluar dari kota raja menuju ke bukit yang menjadi sarang
Ho-han-pang untuk melakukan penyelidikan, apakah benar Hay Hay dan Mayang
menjadi tamu di perkumpulan itu dan kalau benar demikian, apakah sebabnya?
***************
Han Lojin
duduk melamun seorang diri di puncak itu. Puncak bukit itu memang indah. Biar
pun hanya sebuah bukit kecil merupakan gundukan tanah, akan tetapi dia telah
membuat gundukan tanah itu menjadi sebuah kebun yang indah, dengan tanaman
bunga beraneka warna dan pohon-pohon buah.
Tanaman di
situ hidup dengan subur karena dia memang memelihara tempat itu dengan baik,
memberinya pupuk serta merawat tanaman itu dengan tangannya sendiri. Merawat
tanaman merupakan satu di antara kesenangan hidupnya. Dia tidak menaruh bangku
di kebun itu, melainkan batu-batu gunung yang halus, rata dan bersih, hitam
mengkilap dan dapat menjadi tempat duduk yang nyaman.
Han Lojin
duduk melamun, menghirup hawa yang segar dan wajahnya berseri gembira. Memang
hatinya gembira sekali karena dia berhasil menawan tiga orang gadis cantik itu.
Terutama dia merasa gembira dapat menawan Siangkoan Bi Lian dan Cia Kui Hong,
dua orang gadis pendekar yang selain ilmunya amat lihai, juga amat cantik.
Mayang pun
mempunyai kecantikan yang khas, malah sempat membangkitkan birahinya sungguh
pun dia tahu bahwa gadis itu adalah anaknya sendiri! Mereka bagaikan
bunga-bunga yang sedang mekar mengharum, dan akan puaslah hatinya kalau dapat
menikmati, memetik dan merusak mereka.
Semua
perempuan harus menderita karena semua perempuan berhati palsu! Demikian besar
kebenciannya terhadap para wanita, kebencian yang bercampur berkobarnya nafsu
birahi, membuat dia selalu ingin menguasai wanita, akan tetapi juga
menyengsarakannya.
Han Lojin
tidak tahu bahwa pada saat itu, satu-satunya orang yang membuat dia gentar dan
takut, yaitu seorang di antara anak-anaknya sendiri, Tang Hay atau Hay Hay,
sedang mengintai dan mengamati gerak-geriknya!
Pada waktu
Hay Hay menyusup-nyusup naik ke gundukan tanah yang menjadi kebun dan taman
bunga itu, dia melihat seorang laki-laki duduk seorang diri di taman, duduk di
atas batu hitam dan dia terkejut bukan main. Dia mengenal benar siapa yang
dipandangnya itu. Pria setengah tua yang gagar dan tampan itu, dengan jenggot
dan kumis terpelihara rapi. Han Lojin! Alias Ang-hong-cu! Ayah kandungnya yang
jahat seperti iblis. Orang yang dicarinya dan akan terus dikejarnya sampai ke
ujung dunia sekali pun.
Dia sudah berjanji
di dalam hatinya, juga kepada semua pendekar, untuk memaksa Ang-hong-cu
mempertanggung jawabkan semua perbuatannya yang keji. Bukan saja penjahat itu
melakukan perbuatan yang hina dan keji, memperkosa serta mempermainkan
gadis-gadis tidak berdosa, bahkan gadis-gadis pendekar, akan tetapi juga
melemparkan aib dan fitnah kepada dirinya. Hampir saja dia yang menjadi korban,
dituduh menjadi pelaku dari perkosaan itu. Ayahnya harus bertanggung jawab! Dan
sekarang, tanpa disangka-sangka dia melihat orang yang dicari-carinya itu duduk
seorang diri di taman bukit!
Akan tetapi
Hay Hay belum mau memperlihatkan diri karena pada saat itu pula dia melihat
berkelebatnya bayangan orang dan hatinya berdebar keras ketika dia melihat
siapa tiga orang muda yang berlari cepat memasuki taman bukit itu. Di antara
tiga orang muda itu, dia segera mengenal Sim Ki Liong!
Pada saat
itu Sim Ki Liong memang sedang menanggalkan topeng tipis penyamarannya, maka
Hay Hay langsung mengenalnya dan tentu saja hal ini sangat mengejutkan hatinya.
Dan meski pun pada waktu itu Tang Cun Sek masih mengenakan topeng tipisnya,
namun, Hay Hay dapat pula mengenal Cun Sek setelah melihat Sim Ki Liong. Bentuk
tubuh dan gerakan pemuda itu segera dikenalnya walau pun wajahnya berubah
karena topeng tipis yang dipakainya.
Kiranya dua
orang tokoh Kim-lian-pang yang telah terbasmi dan berhasil melarikan diri itu
kini berada di Ho-han-pang! Dengan adanya dua orang ini saja Hay Hay langsung
dapat mengetahui macam apa adanya perkumpulan Ho-han-pang itu! Apa lagi di situ
terdapat pula Ang-hong-cu! Pemuda yang ke tiga tidak dikenalnya, akan tetapi
juga nampak gagah dengan gerak-gerik yang gesit. Pemuda ke tiga itu adalah Tang
Gun.
Mereka
bertiga langsung memasuki taman nlenghadap Han Lojin, dan Hay Hay mengintai
sambil menahan napas dengan hati tegang. Sungguh berbahaya, pikirnya. Han Lojin
saja sudah amat lihai, kalau ditambah pembantu-pembantu seperti Sim Ki Liong
dan pemuda tinggi besar yang pandai memainkan ilmu-ilmu silat Cin-ling-pai itu,
tentu saja dia tidak boleh memandang rendah.
Han Lojin
menyambut tiga orang pembantunya itu dengan alis berkerut, tanda bahwa dia tak
senang mendapat gangguan itu. "Hemm, mengapa kalian ke sini? Seharusnya
kalian melakukan penjagaan ketat di bawah sana!" Dia menyambut mereka
dengan teguran.
Tang Cun Sek
dan Tang Gun kelihatan ragu dan takut. Akan tetapi Sim Ki Liong nampak tenang
dan tabah dan agaknya dialah yang bertugas menjadi pelopor.
"Bengcu,
maafkan kalau kami mengganggu Bengcu di sini. Kami bertjga sengaja mencari dan
menghadap Bengcu untuk mengajukan permohonan pribadi."
Makin
mendalam kerut merut di antara alis Han Lojin. "Hemm, permohonan pribadi?
Apa maksudmu? Permohonan apakah itu?"
“Bengcu,
begitu bertemu dengan nona Mayang, terus terang saja saya sudah jatuh cinta
seperti yang belum pernah saya rasakan selama hidup saya. Oleh karena itu saya
mohon perkenan Bengcu untuk mengambil nona Mayang sebagai isteri saya!"
kata Sim Ki Liong.
Han Lojin
mengangkat muka memandang wajah pemuda itu. Di tempat pengintaiannya Hay Hay
juga terkejut. Sim Ki Liong jatuh cinta kepada Mayang? Hemmm, melihat sepak
terjang pemuda itu di masa lalu, tentu saja di dalam hatinya dia sama sekali
tidak setuju kalau adik tirinya itu menjadi isteri Sim Ki Liong yang jahat!
"Dan
engkau, Cun Sek?" tiba-tiba Han Lojin bertanya sambil memandang pemuda
tinggi besar itu.
Dengan muka
merah Cun Sek memberi hormat dan berkata lantang, "Bengcu, sejak saya
menjadi murid Cin-ling-pai, saya telah jatuh cinta kepada Cia Kui Hong. Oleh karena
itu harap Bengcu suka menyerahkan gadis itu kepada saya!"
Sepasang
mata Han Lojin mengeluarkan sinar marah, akan tetapi dia masih menahan diri dan
kini menoleh kepada puteranya yang ke dua dan bertanya,
"Dan
engkau, Tan Hok Seng?" Dia sengaja memanggil Tang Gun dengan nama ini
sebab ketika mereka menerima Tang Gun yang dikeluarkan dari dalam kamar tahanan
sesudah terkena bius, Han Lojin memperkenalkan dia sebagai Tan Hok Seng dan
menjadi seorang pembantu barunya.
"Saya
pun seperti dua orang saudara ini, Bengcu. Siangkoan Bi Lian adalah sumoi saya,
dan sejak pertama kali bertemu saya sudah jatuh cinta kepadanya. Oleh karena
itu saya harap agar Bengcu suka menyerahkan Bi Lian kepada saya. Saya akan
mempertaruhkan nyawa saya untuk membantu Bengcu."
Dalam tempat
pengintaiannya Hay Hay mengerutkan alis. Sekarang jelaslah semuanya. Adiknya,
Mayang sudah menjadi tawanan di Ho-han-pang. Bukan Mayang saja, bahkan juga Cia
Kui Hong dan Siangkoan Bi Lian! Sungguh luar biasa sekali!
Tiga orang
gadis itu, terutama sekali Kui Hong dan Bi Lian, memiliki ilmu kepandaian yang
tinggi. Bagaimana mereka itu dapat tertawan? Dan kini tiga orang pembantu
Ang-hong-cu yang dia tahu juga lihai itu jatuh cinta kepada tiga orang gadis
tawanan! Sungguh hal ini amat menarik hatinya, biar pun dia marah sekali kepada
mereka yang tidak tahu diri! Akan tetapi Hay Hay menahan kesabarannya dan ingin
sekali tahu apa yang akan dikatakan Ang-hong-cu dalam menghadapi permintaan
tiga orang pembantunya itu.
Dan kini Han
Lojin tampak marah! Wajahnya berubah kemerahan dan dia berkata dengan suara
penuh teguran. "Kalian ini sungguh mau enaknya saja, tidak melihat keadaan
yang sangat berbahaya! Tiga orang tawanan itu merupakan gadis-gadis yang amat
lihai. Kalau mereka itu sampai lolos, agaknya kalian bertiga belum tentu akan
sanggup menandingi mereka! Mereka harus dijaga ketat karena merupakan tawanan
yang amat penting, tetapi pikiran kalian hanya ingin bersenang-senang saja! Aku
sendiri yang akan menundukkan mereka. Setelah mereka tunduk, barulah mungkin
dapat kuhadiahkan kepada kalian. Nah, sekarang pergi kepada mereka. Pergunakan
asap pembius dan pisah-pisahkan mereka di dalam tiga kamar. Mereka akan terlalu
kuat dan berbahaya kalau bersatu! Pergilah!"
Tiga orang
muda itu saling pandang, tetapi agaknya mereka jeri melihat pimpinan mereka
marah. Mereka pun pergi meninggalkan Han Lojin yang masih duduk dengan wajah
yang kini menjadi murung.
Meski pun
hatinya sudah panas sekali melihat Ang-hong-cu, juga tangannya sudah
gatal-gatal untuk menerjang ayah kandung itu, namun Hay Hay menahan diri.
Sesudah kini dia tahu bahwa Mayang, Cia Kui Hong serta Siangkoan Bi Lian
menjadi tawanan di sana, dia tidak boleh tergesa-gesa menyerang dan menangkap
Ang-hong-cu. Tindakan itu hanya akan membahayakan keadaan tiga orang gadis
tawanan itu.
Dia harus
berusaha untuk menolong mereka lebih dulu, membebaskan mereka. Baru dia akan
menghadapi Ang-hong-cu serta kaki tangannya. Dia tahu benar betapa bahayanya
kalau ketiga orang gadis itu berada dalam cengkeraman Ang-hong-cu. Bahaya yang
lebih mengerikan dari pada maut bagi mereka. Walau pun Mayang puteri kandung
Ang-hong-cu sendiri, namun hal itu tidak merupakan jaminan akan keselamatan
Mayang. Dia harus dapat membebaskan mereka secepatnya.
Oleh karena
itulah, ketika tiga orang itu meninggalkan taman, secara diam-diam Hay Hay
membayangi mereka dan dia pun meninggalkan Ang-hong-cu. Namun mulailah Hay Hay
menghadapi kesulitan ketika tiga orang pemuda itu memasuki bangunan besar di
tengah perkampungan markas Ho-han-pang.
Tak mungkin
lagi dia dapat membayangi mereka karena kini dia berada di sarang mereka, di
tempat yang ramai di mana terdapat banyak anggota Ho-han-pang. Tiga orang
pemuda itu menghilang ke dalam sebuah bangunan. Ketika Hay Hay mengikuti hingga
memasuki sebuah ruangan, dia bertemu dengan lima orang anggota Ho-han-pang!
Karena
perjumpaan itu amat tiba-tiba, Hay Hay yang ingin mengikuti tiga orang pemuda
tadi tidak sempat menyingkir lagi. Lima orang itu pun memandang heran.
"Heiii,
siapa...?"
Akan tetapi
Hay Hay cepat mengerahkan kekuatan sihirnya dan berkata dengan sikap berwibawa,
"Aku Bengcu kalian! Mengapa kalian tidak cepat memberi hormat?"
Dalam
pandangan lima orang yang terkena daya sihir itu, seketika Hay Hay telah
berubah menjadi Han Lojin sehingga mereka terkejut dan cepat-cepat memberi
hormat.
"Kiranya
Pangcu...!" kata orang yang tadi hendak menegur.
"Kalian
tidak menjaga tawanan dengan baik malah mengobrol di sini?!" bentak Hay
Hay.
"Pangcu,
sekarang giliran jaga bukan kami. Tempat tawanan terjaga dengan kuat, bahkan
baru saja tiga orang pembantu utama Pangcu pergi ke tempat tahanan itu." ,
"Hemm,
engkau ikut denganku, ada tugas untukmu. Mari!" kata Hay Hay kepada
anggota Ho-han-pang yang hidungnya besar dan yang tadi mewakili teman-temannya
bicara. Dia lalu melangkah keluar, diikuti si hidung besar.
Hay Hay
sengaja mengajak si hidung besar ke balik sebuah rumah yang kelihatan sunyi.
Dari sini dia lalu mengajaknya terus ke sudut perkampungan yang berupa sebuah
kebun kosong. Orang itu merasa heran melihat sikap pangcu (ketua) itu, akan
tetapi tidak berani membantah.
Sesudah tiba
di kebun yang sunyi, tiba-tiba Hay Hay menangkap lengan orang itu. "Hayo
katakan, di mana tiga orang gadis itu ditahan?"
Si hidung
besar terkejut, dan semakin kaget lagi sesudah dia memandang. Sang ketua itu
telah berubah menjadi seorang pemuda tampan. “Eh, siapa engkau...?” Akan tetapi
hanya sampai sekian dia bertanya karena dia telah terkulai pula di bawah
pengaruh sihir .
"Cepat
gambarkan keadaan tempat tahanan itu kepadaku!" kata Hay Hay dengan suara
memerintah.
Orang itu
kemudian menceritakan dengan jelas. Kiranya tempat tahanan itu dapat dicapai
melalui rumah besar yang tadi dimasuki ketiga orang pembantu Han Lojin, melalui
lorong bawah tanah dan tempat tahanan itu berada di bawah gundukan tanah
seperti bukit kecil yang dijadikan kebun atau taman bunga.
Sesudah
mendapatkan keterangan jelas, Hay Hay lalu berkata dengan suara berwibawa,
"Engkau tidur pulas di sini dan nanti sesudah terbangun engkau lupakan
semua yang kau alami di sini!" Dia mengerahkan tenaga sihirnya sehingga si
hidung besar itu terkulai dan tertidur di atas tanah.
Hay Hay lalu
meloncat pergi. Akan tetapi dia sama sekali tidak pernah menduga bahwa di
antara para penjaga tadi ada yang menaruh curiga. Bukan curiga terhadap sang
pangcu, melainkan kecurigaan yang mengandung rasa iri.
Si hidung
besar diajak pergi oleh pangcu, tentu akan menerima hadiah dan tugas rahasia.
Dia merasa iri sehingga diam-diam dia pun mengikuti dari jauh. Ketika Hay Hay
membawa si hidung besar ke dalam kebun, anggota Ho-han-pang yang bercuriga itu
pun diam-diam membayangi dan mengintai dari jauh, dari balik sebatang pohon.
Dapat
dibayangkan betapa kaget hati orang itu ketika melihat kawannya, si hidung
besar, roboh terkulai di kebun itu dan sang pangcu kini telah berubah menjadi
seorang pemuda! Dia sudah terbebas dari pengaruh sihir, maka kini dia dapat
melihat Hay Hay seperti apa adanya. Maka, begitu Hay Hay tiba di dekat pintu
masuk rumah besar di mana terdapat lorong tempat tahanan bawah tanah, tiba-tiba
terdengar teriakan-teriakan riuh dan gaduh.
"Tangkap
penjahat!"
"Tangkap
mata-mata!"
Belasan
orang sudah mengepungnya dengan senjata di tangan! Tahulah Hay Hay bahwa dia
tadi kurang teliti, menjadi lengah sehingga ada orang yang memergokinya. Hay
Hay mengerahkan kekuatan sihirnya dan mengeluarkan lengking panjang, tubuhnya
berputar dan belasan orang yang mengepungnya itu terkejut lantas banyak di
antara mereka yang roboh!
Akan tetapi,
sebelum Hay Hay sempat lolos dari kepungan itu, di sana telah datang para
anggota Ho-han-pang lainnya yang jumlahnya lebih banyak. Mereka segera
mengepung dan yang berdiri paling depan adalah Han Lojin sendiri, didampingi
oleh seorang wanita yang dikenalnya sebagai Ji Sun Bi!....
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment