Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Si Kumbang Merah Pengisap Kembang
Jilid 08
PADA sebuah
kamar di rumah yang letaknya tepat di belakang rumah penginapan, bahkan
bergandeng dengan penginapan itu, Hay Hay menemukan orang yang dicarinya, yaitu
Ai Ling. Kamar gadis itu cukup rapi dan bersih dan pada waktu Hay Hay tiba di
luar kamar, ternyata Kim Hwa, ibu tiri gadis itu telah berada di dalam kamar!
Bila Ai Ling
berpakaian sederhana saja, pakaian tidur yang longgar, sebaliknya Kim Hwa
mengenakan pakaian yang indah seolah-olah dia hendak bepergian. Mukanya juga
dirias dengan pesolek sekali. Hay Hay teringat akan janji wanita genit itu
untuk berkunjung ke kamarnya lewat tengah malam ini dan mukanya menjadi merah.
Agaknya wanita genit itu memang bersolek untuk berkunjung ke kamarnya dengan
maksud yang tidak sukar untuk ditebak.
Sungguh kasihan
sekali ayah kandung Ai Ling sudah mengawini seorang wanita seperti Kim Hwa.
Bukan saja selalu siap untuk melakukan penyelewengan dan berjinah dengan leIaki
lain, akan tetapi bahkan tidak ragu-ragu untuk menjebloskan puteri tirinya ke
dalam lembah kehinaan, menjadikannya korban dan mangsa serigala berwajah
manusia seperti Hartawan Coa!
"Ai
Ling, kenapa engkau tidak mau makan? Makanlah agar jangan masuk angin. Engkau
tahu, kita mempunyai banyak pekerjaan dan kalau engkau sampai jatuh sakit, maka
kami akan sibuk bukan main."
"Aku
tidak bernafsu makan dan kepalaku agak pening," Ai Ling mengeluh,
"biar aku akan tidur saja, tentu besok juga sudah sembuh."
"Mana
boleh tidur dengan perut kosong? Kalau begitu, biar kau minum saja obat masuk
angin. Manjur sekali obatku, pemberian Sinshe Tung. Biar kuambilkan
sebentar"' Kim Hwa lalu keluar dari dalam kamar itu dengan menyeret
sandalnya.
Ai Ling
menarik napas panjang dan duduk di tepi pembaringan. Tiba-tiba muncul seorang
pemuda di dalam kamar itu. Ai Ling yang sedang melamun, menjadi terkejut bukan
main saat melihat bahwa yang muncul seperti setan itu adalah pemuda yang tadi
pagi sarapan di rumah makan dan dilayaninya, pemuda tampan yang amat ramah dan
menyenangkan hatinya. Saking kagetnya hampir saja dia menjerit, akan tetapi Hay
Hay segera menaruh telunjuknya di depan mulut.
"Sssttt,
tenanglah Nona dan jangan berisik. Aku datang untuk membebaskan engkau dari
ancaman bahaya!"
"Apa...
apa maksudmu, Kongcu...? Aku tidak mengerti...” Gadis itu masih takut-takut dan
merasa bingung.
"Sstt,
dengarlah baik-baik. Ibu tirimu bermaksud mengorbankan engkau kepada Hartawan
Coa, dan obat yang dia berikan itu adalah obat bius. Karena itu ingatlah
baik-baik, kalau dia datang memberikan obat, katakan saja bahwa engkau tidak
suka dan agar dia sendiri yang minum obat itu. Mengerti?"
Gadis itu
mengangguk tetapi masih merasa bingung. " Akan tetapi...”
"Ikuti
saja petunjukku kalau engkau mau selamat." bisik Hay Hay.
Pada saat
itu pula terdengar bunyi sandal diseret. Sekali berkelebat, tubuh Hay Hay telah
lenyap karena dengan cepat dia sudah menyelinap ke balik pembaringan itu,
tertutup oleh kelambu dan lemari pakaian.
Daun pintu
kamar terbuka dari luar, lantas masuklah Kim Hwa dengan langkahnya yang
gemulai. Dia membawa sebuah cawan terisi cairan merah yang berbau harum.
"Nah,
ini obat masuk angin. Minumlah, Ai Ling sayang, supaya tubuhmu terasa segar dan
besok kau dapat bekerja dengan rajin. Minumlahl.” Ia menyerahkan cawan itu dan
Ai Ling memandang cawan itu dengan alis berkerut.
Ia masih
merasa heran akan kemunculan Hay Hay dan semua ucapan pemuda itu. Akan tetapi
apa yang dia dengar dari pemuda itu bukan hal yang tidak boleh jadi! Ia tahu
bahwa diam-diam ibu tirinya ini tidak suka kepadanya, apa lagi ketika pada
suatu hari dia pernah menegur ibu tirinya yang suka bercanda secara keterlaluan
dan berlebihan dengan para pegawai pria. Ia bahkan berani menduga bahwa ibu
tirinya itu tentu mempunyai hubungan gelap dengan beberapa orang pegawai. Maka,
tidak akan mengherankan kalau ibu tirinya mempunyai tipu muslihat busuk dan
menjerumuskannya ke dalam pelukan Hartawan Coa. Dia bergidik dan melihat betapa
cawan itu seperti mengandung racun!
"Tidak,
aku tidak mau minum. Aku mau tidur saja, harap kau suka minum saja sendiri obat
itu!" katanya, teringat akan pesan Hay Hay.
Mata Kim Hwa
terbelalak. Sungguh dia merasa aneh sekali mengapa ucapan puterinya itu
mempunyai kekuatan yang mendorongnya sehingga timbul suatu keinginan aneh di
dalam dirinya, yaitu untuk minum ‘obat’ di dalam cawan itu! Tentu saja cawan
itu berisi obat dari Hartawan Coa yang sudah dia campur dengan anggur merah.
"Apa?
Kuminum sendiri...?" dia berkata penuh keraguan, setengah berbisik.
Melihat sikap ibu tirinya ini, Ai Ling juga merasa heran, tetapi teringat akan
pesan pemuda aneh ltu, dia pun menjawab.
"Benar,
lebih baik kau minum sendiri obat itu!"
Dan kini
terjadi keanehan dalam sikap Kim Hwa. "Baik, kuminum saja sendiri, kuminum
sendiri...” dan sepertl dalam mimpi dia pun lalu minum obat dalam cawan itu
hingga habis!
Setelah
minum obat itu, Kim Hwa melepaskan cawan kosong yang jatuh berkerontang di atas
lantai. Ia berdiri dengan tubuh bergoyang-goyang dan kedua matanya dipejamkan.
Ai Ling memandang khawatir.
Obat itu
adalah obat yang mengandung bius, membuat orang kehilangan kemauan, juga
mengandung obat perangsang sehingga orang yang minum obat ini dalam keadaan
tidak sadar akan menjadi hamba nafsu birahinya sendiri. Kim Hwa mengeluh, lalu
tanpa pamit ia keluar dari kamar itu, diikuti pandang mata Ai Ling yang masih
bingung dan khawatir.
Hay Hay
muncul kembali, dipandang oleh Ai Ling yang masih menaruh curiga kepadanya.
Akan tetapi pemuda itu tidak rnelakukan sesuatu yang tidak patut, bahkan Hay
Hay cepat berkata kepadanya,
“Ai Ling,
lekas kau beri tahukan kepada ayahmu bahwa ibu tirimu mengadakan pertemuan
dengan Hartawan Coa di dalam kamar terbesar di rumah penginapan Hok-lai-koan.
Suruh ayahmu pergi sendiri menangkap basah isterinya yang menyeleweng itu dan
jangan takut! Aku akan melindunginya. Kim Hwa itu harus dihukum, Ai Ling, demi
keselamatan ayahmu dan engkau sendiri. Cepat!" Dan kembali Hay Hay
berkelebat lenyap dari dalam kamar.
Sejenak Ai
Ling menjadi bengong dan bulu tengkuknya meremang. Apakah pemuda itu bukan
manusia melainkan setan yang pandai menghilang? Ataukah dewa yang hendak
menolong dia dan ayahnya? Dia sama sekali tidak merasa heran mendengar betapa
ibu tirinya menyeleweng, mengadakan pertemuan dalam kamar hotel dengan Hartawan
Coa. Akhirnya dia turun dan pergi ke kamar ayahnya.
***************
Bagaikan
seorang yang kehilangan ingatannya, Kim Hwa melalui pintu tembusan menuju ke
ruangan rumah penginapan Hok-lai-koan. Yang dlingatnya hanyalah dua hal.
Pertama mengantarkan Ai Ling ke kamar Hartawan Coa, dan kedua pergi mengunjungi
pemuda ganteng yang menarik hati, yang menginap di kamar nomor tujuh di
belakang. Akan tetapi tubuhnya terasa demikian ringan dan dia tidak ingat lagi
mengapa dia bisa menjadi begitu, kepalanya juga ringan dan kosong!
Ketika Hay
Hay tiba-tiba muncul, dia tidak terkejut dan bahkan tersenyum genit. Apa lagi
ketika Hay Hay berbisik, "Manis, aku sengaja menjemputmu! Mari kita pergi
ke kamarku, sayang!"
Kim Hwa
tertawa kecil dengan sikap genit, kemudian membiarkan dirinya digandeng oleh
pemuda yang menarik hatinya itu dan dia malah menyandar, lalu mereka berdua
berjalan sambil bergandeng tangan.
Hay Hay
tidak membawa wanita itu ke kamarnya, namun diajaknya menghampiri kamar besar
di mana berdiri dua orang jagoan yang berjaga. Malam telah larut sekali,
menjelang tengah malam dan suasana sangat sunyi. Dua orang jagoan itu duduk di
atas kursi, agak melenggut. Mereka tenang saja karena siapa yang akan berani
mati mengganggu majikan mereka?
"Mari
Ai Ling, marilah sayang...”
Suara ini
mengejutkan dua orang jagoan itu. Akan tetapi pada waktu mereka mengangkat
muka, mereka melihat sekelebatan seorang pemuda bergandeng tangan dengan
seorang wanita cantik. Anehnya, begitu mereka memandang, pemuda itu segera
lenyap dan yang nampak adalah dua orang wanita muda yang sedang menghampiri
mereka sambil saling bergandeng tangan.
Setelah
lampu gantung menerangi wajah mereka, dua orang jagoan ini cepat berdiri dan
menyeringai senang. Mereka sudah tahu bahwa majikan mereka menanti datangnya
isteri pemilik rumah penginapan itu yang akan mengantarkan puterinya, dan
ternyata sekarang mereka benar-benar muncul!
Melihat
betapa gadis manis itu seperti orang mabok maka tahulah mereka bahwa gadis ini
telah minum obat bius, sementara isteri pemilik rumah penginapan yang cantik
genit itu senyum-senyum kepada mereka. Dua orang wanita ini menghampiri pintu
dan mengetuk tiga kali. Kedua orang jagoan itu tidak menghalangi mereka, hanya
saling pandang sambil tersenyum-senyum penuh arti.
"Siapa
yang mengetuk pintu?" terdengar suara parau yang dalam, suara Hartawan Coa
yang memang sejak tadi belum tidur dan dengan tidak sabar menanti datangnya Kim
Hwa yang berjanji akan mengantar Gui Ai Ling, si perawan jelita.
"Saya
Kim Hwa, tai-ya, saya mengantarkan Ai Ling. Harap buka pintunya!"
Mendengar
suara ini, tentu saja Hartawan Coa menjadi girang dan dia segera membuka daun
pintu. Mula-mula dia terkejut sekali melihat bahwa yang berdiri di depan pintu
adalah seorang pemuda yang tak dikenalnya dan Kim Hwa, isteri pemilik rumah
penginapan yang genit itu, akan tetapi ketika berkedip dia mendengar suara Kim
Hwa,
"Saya
Kim Hwa dan Ai Ling datang seperti yang telah saya janjikan, tai-ya," dan
ketika dia membuka mata, ternyata yang berdiri di hadapannya adalah Kim Hwa dan
Ai Ling, gadis yang membuatnya selalu menelan air liur itu!
"Ahhh,
engkau sudah datang, manis!" katanya sambil menggandeng tangan Ai Ling.
"Mari masuk, manis!" Ai Ling menurut saja digandeng masuk, dan Kim
Hwa tersenyum.
"Bersenang-senanglah
dengan Ai Ling, tai-ya, saya harap tai-ya tidak lupa kepada saya."
Hartawan Coa
yang sudah tidak sabaran itu hanya mengangguk, lantas menutup kembali daun
pintu tanpa menguncinya karena bukankah di luar telah ada dua orang
pengawalnya, jagoan-jagoan yang dapat dipercaya dan akan menjaga di situ
semalam suntuk? Kim Hwa lalu melenggang pergi.
"Eih,
nyonya muda. Hendak ke mana? Apakah tidak mau menemani kami di sini sebentar
menghilangkan dingin dan kantuk?" salah seorang di antara dua penjaga itu
menegur dan menggoda.
Kim Hwa
hanya tersenyum. "Lain kali saja, aku mempunyai keperluan lain." Dan
dia pun mempercepat langkahnya.
Setelah
sampai di tempat gelap, ternyata bahwa Kim Hwa ini bukan lain adalah Hay Hay
yang tadi mempergunakan kekuatan sihirnya untuk membuat mata dua orang jagoan
dan juga mata Hartawan Coa melihatnya seperti Kim Hwa, sedangkan Kim Hwa
sendiri yang sudah berada di bawah pengaruh obat bius itu mereka lihat sebagai
Gui Ai Ling!
Hay Hay
mengintai tak jauh dari situ. Tidak lama dia mengintai karena segera dia
melihat seorang laki-laki gendut berlari-lari melalui pintu tembusan dari rumah
Gui Lok, menuju ke rumah penginapan itu. Pria ini bukan lain adalah Gui Lok,
pemilik rumah penginapan dan rumah makan Hok-lai-koan. Agak jauh di
belakangnya, dia melihat pula Ai Ling berjalan dengan muka khawatir.
Gui Lok yang
menerima laporan dari puterinya bahwa isterinya mengadakan pertemuan gelap
dengan laki-laki di dalam kamar hotelnya, tentu saja menjadi marah sekali dan
dia langsung menuju ke kamar besar, kamar istimewa termahal di rumah
penginapannya itu. Ketika sampai di depan kamar, dua orang tukang pukul mencoba
untuk menghadangnya, akan tetapi si gendut Gui Lok berteriak lantang.
"Ini
rumah penginapanku sendiri! Siapa berhak melarang?"
Dua orang
tukang pukul itu tentu saja tahu bahwa Gui Lok pemilik rumah penginapan itu,
maka mereka pun merasa sungkan, juga mereka terbelalak heran bukan main melihat
Ai Ling berada di belakang si gendut itu! Bukankah tadi mereka melihat sendiri
betapa gadis itu diantar oleh ibu tirinya memasuki kamar majikan mereka dan
kini sedang berada dalam pelukan majikan mereka ? Bagaimana kini tahu-tahu
gadis itu berada di luar kamar tanpa pengetahuan mereka? Apakah tadi mereka
bermimpi? Padahal mereka tidak pernah tidur.
Bagaimana
pun juga, melihat adanya gadis itu, hati mereka tidak khawatir. Kalau gadis itu
tidak berada di dalam kamar majikan mereka, apa yang mereka khwatirkan? Biarkan
saja si gendut itu membikin ribut, kalau majikan mereka yang kini tentu
sendirian saja keluar, tentu si gendut itu yang akan mendapat kemarahan!
Kiranya majikan mereka sedang tidur sendirian di kamar itu!
Melihat dua
orang penjaga itu tidak menghalanginya lagi, Gui Lok lalu menghampiri daun
pintu kamar itu dan menggedor-gedor dengan keras. "Buka pintu! Kim Hwa,
engkau tidak perlu sembunyi! Aku sudah tahu bahwa engkau sedang berada di dalam
bersama laki-laki lain! Engkau perempuan busuk, pelacur hina, isteri
penyeleweng yang tak tahu malu!"
Karena Gui
Lok dilanda kemarahan hebat, maka dia berteriak-teriak bagaikan orang gila.
Tentu saja teriakannya yang keras itu membangunkan semua tamu, maka sebentar
saja seluruh kamar di rumah penginapan itu terbuka dan para tamu sudah keluar
dari dalam kamar untuk menonton pertunjukan menarik itu.
Hay Hay juga
keluar dari kamarnya, lalu turut pula menonton bersama para tamu. Ketika
pandang matanya bertemu dengan pandang mata Ai Ling yang nampak khawatir, dia
pun berkedip dan menganggukkan kepala, seolah-olah memberi jaminan kepada dara
itu agar tidak usah takut karena ada dia yang akan melindunginya. Dan anehnya,
melihat pemuda itu, hati Ai Ling menjadi agak tenteram, tidak lagi ketakutan
seperti tadi.
"Hayo
buka, kau perempuan laknat, pelacur hina tak tahu malu!”
“Dorr-dorrr-dorrrr…!"
Gui Lok
terus menggedor pintu dengan kemarahan meluap, apa lagi melihat munculnya
banyak tamu. Semua orang melihat dan mengetahui betapa isterinya telah
menyeleweng. Betapa malunya dia kalau tidak dapat membikin perhitungan dengan
isterinya itu!
Bisa
dibayangkan betapa kagetnya mereka yang sedang bermesraan di dalam kamar itu.
Baru saja Hartawan Coa dan Kim Hwa mendapatkan kenyataan yang mengejutkan hati
mereka berdua. Kim Hwa mulai ditinggalkan pengaruh obat bius dan ketika dia
sadar lalu mendapatkan dirinya dalam pelukan Hartawan Coa, hampir saja dia
menjerit.
Bukankah
seharusnya ia berada dalam pelukan pemuda tampan yang pandai merayu itu? Kenapa
kini dia berada dalam rangkulan Hartawan Coa yang bertubuh tinggi besar seperti
raksasa, penuh bulu kasar, mukanya hitam dan bopeng? Bukankah seharusnya Ai
Ling yang berada di pelukan hartawan ini?
Akan tetapi
dia adalah seorang wanita yang cerdik. Walau pun dia tidak mengerti kenapa bisa
begini, namun dia pandai bersandiwara dan dengan manja dia langsung mempererat
rangkulannya dan mengeluarkan suara rintihan manja.
Sementara
itu, Hartawan Coa juga sudah tidak lagi terpengaruh oleh kekuatan sihir yang
dilepaskan Hay Hay tadi, dan kini dia melihat bahwa yang dipeluk dan
digumulinya sejak tadi bukanlah gadis yang dirindukannya itu, melainkan isteri
Gui Lok, nyonya muda yang cantik dan genit itu!
Dia pun
terkejut mengapa bisa terjadi perubahan ini! Padahal tadi dia jelas melihat
bahwa yang dibimbingnya masuk adalah Ai Ling dan gadis itu tadi menurut saja
tanpa melawan karena berada dalam pengaruh obat bius. Akan tetapi mengapa kini
mendadak berganti orang?
Bagaimana
pun juga hartawan ini memang cocok sekali dengan Kim Hwa sehingga meski pun dia
terheran, namun dia tidak begitu peduli lagi setelah merasakan kehangatan tubuh
dan kepandaian Kim Hwa merayu dan melayaninya. Dia pun mendekap semakin kuat
dan keduanya tenggelam ke dalam gelombang nafsu yang tak pernah mengenal puas.
Mereka
berdua sedang terlena di ambang kepulasan karena lelah ketika tiba-tiba mereka
dikejutkan oleh gedoran pada daun pintu kamar itu! Mendengar teriakan suaminya,
tentu saja Kim Hwa terkejut setengah mati dan dia pun langsung melepaskan diri
dari rangkulan Hartawan Coa dan tergesa-gesa mengenakan pakaiannya.
Dia lalu
lari ke jendela, hendak membuka jendela kamar itu, akan tetapi betapa heran dan
khawatirnya ketika ternyata daun jendela itu macet dan sama sekali tak dapat
dibukanya. Tentu saja dia menjadi panik.
Melihat ini
Coa Wan-gwe lalu menghampiri jendela dan dia pun mencoba untuk membuka jendela
itu. Sia-sia belaka. Biar pun hartawan ini memiliki tenaga yang besar, namun
daun jendela itu sama sekali tidak dapat dibukanya, benar-benar macet. Hal ini
tidaklah aneh karena macetnya daun jendela itu bukan sewajarnya, namun akibat
perbuatan Hay Hay.
"Sudahlah,
kau tidak perlu gelisah. Biar aku yang bertanggung jawab!" kata hartawan
itu, teringat akan kedudukan dan kekuasaannya. Apa artinya seorang Gui Lok
baginya?
"Tapi...
tapi suamiku di depan kamar! Dia akan marah...”
"Huhh,
coba saja apa yang dapat dia lakukan kepadaku! Coba dia marah kepadaku kalau
berani, akan kusuruh hajar dia sampai mampus!” Hati hartawan itu semakin besar
karena bukankah di depan pintu itu ada dua orang pengawal yang menjaga
keselamatannya?
Mendengar
ucapan hartawan itu, hati Kim Hwa tidak menjadi lega, bahkan merasa makin
khawatir. Diraihnya lengan hartawan itu, kemudian ditahannya ketika pria itu
hendak keluar dari kamar.
"Kau
akan dapat menyelamatkan diri dengan mudah, dia takkan berani mengganggumu,
akan tetapi bagaimana dengan aku? Harap jangan tinggalkan aku di sini...!"
Coa Wan-gwe
mengerutkan alisnya, kemudian mengibaskan lengannya sehingga wanita itu
terpelanting ke atas pembaringan. "Huh, jangan banyak tingkah kau! Salahmu
sendiri! Bukankah engkau berjanji akan mengantarkan Ai Ling kepadaku di kamar
ini? Akan tetapi engkau sendiri yang datang menggantikan anakmu. Perempuan tak
tahu malu!"
Kim Hwa
terkejut dan tidak berani bicara lagi, hanya memandang dengan mata terbelalak
ketika hartawan itu membuka daun pintu kamar itu kemudian melangkah keluar
dengan mengangkat dada. Gui Lok yang berada di depan kamar itu sudah siap untuk
meluapkan kemarahannya, akan tetapi begitu melihat Hartawan Coa, nyalinya
menjadi kecil dan dia hanya memandang bengong seperti berubah menjadi arca.
"Hemm,
Gui Lok! Mau apa engkau lancang menggedor pintu kamarku? Bukankah kamar ini
sudah kusewa? Kau tahu, rumah penginapan ini dapat kubeli, bahkan kepalamu
dapat pula kubeli. Mengerti?!"
Begitu
mendengar bentakan hartawan ini, seketika keberanian dan kemarahan Gui Lok
menguncup dan kakinya gemetar.
"Maaf,
tai-ya, tapi... tapi isteriku..."
“Peduli apa
dengan isterimu?! Aku tidak memanggilnya ke sini! Kau tanyakan saja kepada
isterimu sendiri! Tapi kau... yang sudah berani menggangguku, menggedor pintu
kamarku secara kurang ajar, tidak dapat kumaafkan begitu saja. Kau perlu
dihajar!" Tangan yang besar dari hartawan itu menyambar dan sebuah pukulan
mengenai kepala Gui Lok.
"Plakkk!"
Si perut gendut itu terpelanting dan jatuh.
Hartawan Coa
melangkah maju, siap menendang kepala Gui Lok yang dianggapnya telah kurang
ajar dan membikin malu kepadanya di depan begitu banyak orang. Maka dia pun
hendak menghajar Gui Lok di depan para tamu yang sudah jadi penonton agar
namanya kembali terang dan disegani orang.
Kaki yang
besar dan dilindungi sepatu kulit yang tebal dan keras itu menyambar ke arah
kepala Gui Lok.
"Dukkk!"
Akibatnya
bukan kepala itu yang tertendang dan Gui Lok mengeluh kesakitan, sebaliknya
malah Hartawan Coa yang memekik kesakitan, mengangkat kaki yang menendang,
lantas memegangi kaki itu sementara kaki yang sebelah lagi
berjingkrak-jingkrak. Serasa patah-patah tulang kakinya.
Ketika tadi
dia menendang, kakinya itu bertemu dengan sebuah kaki lain, yaitu kaki Hay Hay.
Hartawan Coa menjadi marah bukan main melihat ada seorang pemuda sederhana yang
tadi menyambut tendangannya dengan tangkisan kaki, yang menyebabkan kakinya
terasa nyeri setengah mati.
"Hajar
dia! Bunuh dia!" teriaknya kepada dua orang pengawal yang semenjak tadi
hanya menjadi penonton.
Ketika dua
pengawal ini melihat majikan mereka menghajar Gui Lok, mereka diam saja. Sama
sekali tidak mereka sangka bahwa akan ada orang yang berani melindungi Gui Lok
dan bahkan membuat kaki majikan mereka kesakitan.
"Pemuda
lancang, beraninya kau menentang majikan kami?" Dua orang tukang pukul itu
meloncat ke depan, menghadapi Hay Hay yang berdiri tegak sambil tersenyum
tenang.
"Ha-ha-ha,
kalian ini adalah dua ekor anjing yang setia kepada majikan, sungguh pandai
menggonggong! Nah, lanjutkan gonggonganmu agar semua orang melihat
kalian!"
Kini semua
tamu yang telah keluar dari kamar masing-masing dan menonton keributan itu
terbelalak heran ketika melihat betapa dua orang tukang pukul yang tadi
bersikap galak kini tiba-tiba saja mereka menjatuhkan diri berdiri di atas kaki
dan tangan seperti binatang berkaki empat, lantas mereka berdua segera
menggonggong seperti dua ekor anjing yang sedang marah! Tentu saja gonggongan
mereka tidak seperti anjing.
Mereka yang
menonton tadinya terbelalak keheranan dan menyangka dua orang itu main-main
atau mendadak menjadi gila. Namun keadaan yang lucu itu membuat mereka tidak
dapat menahan ketawa mereka. Bahkan Hartawan Coa sendiri pun lupa akan
kenyerian kakinya dan dia pun berdiri bengong memandang kepada anak buahnya.
Apakah kedua orang pengawalnya itu mendadak menjadi gila?
Sementara
itu, Gui Lok yang tadi terhindar dari hajaran yang lebih hebat kini telah
bangkit berdiri dan dia pun melihat peristiwa aneh itu sehingga sejenak lupa
kepada isterinya yang menjadi biang keladi keributan itu.
Hay Hay
tersenyum sambil menghampiri dua orang tukang pukul yang masih merangkak-rangkak
itu, kemudian kaki kirinya bergerak dua kali dan dua orang tukang pukul itu
telah kena ditendang, terlempar kemudian terbanting jatuh. Setelah jatuh
agaknya mereka baru sadar akan keadaan diri mereka. Cepat mereka meloncat dan
sudah mencabut golok dari pinggang, lalu dengan kemarahan meluap karena mereka
merasa dibikin malu di depan banyak orang, mereka segera menerjang dan
menyerang Hay Hay dengan bacokan golok dari atas ke bawah, ke arah kepala
pemuda itu.
Semua orang
melihat dengan hati ngeri betapa dua batang golok itu dengan tepat sekali
mengenai kepala pemuda itu dan dengan mudahnya, bagaikan agar-agar saja, kepala
itu terbelah menjadi tiga potong oleh kedua bacokan itu. Akan tetapi tidak ada
darah keluar ketika tubuh yang terbelah menjadi tiga buah itu terkulai jatuh
sambil mengeluarkan suara bising.
Akan tetapi,
pada saat mereka semua memandang, termasuk dua orang tukang pukul itu,
terdengar seruan heran melihat bahwa yang terbabat buntung mejadi tiga potong
itu sama sekali bukan tubuh orang melainkan sebuah bangku panjang yang kini
sudah menjadi tiga potong! Pantas saja mengeluarkan suara bising! Ke mana
larinya pemuda aneh itu tadi?
Kiranya
pemuda itu telah berdiri di belakang dua orang tukang pukul itu. Sekarang kedua
tangannya tiba-tiba menjambak rambut dua orang tukang pukul itu dari belakang,
lantas dengan sekali menggerakkan kedua tangan dia mengadu dua buah kepala itu.
Dua orang pengawal itu mengeluh, goloknya terlepas dan mereka pun terkulai
lemas seperti karung basah ketika Hay Hay melepaskan kedua tangannya. Kedua
pengawal itu jatuh pingsan!
Melihat ini,
semua orang merasa kagum dan terheran-heran. Hartawan Coa yang tadinya
memandang bengis kini menjadi pucat bukan main. Apa lagi ketika pemuda itu
berjalan menghampirinya.
"Coa
Wan-gwe, engkau pulanglah dan bawa pula dua ekor anjingmu ini. Sebentar nanti
aku akan datang berkunjung ke rumahmu, ada urusan penting yang hendak
kubicarakan denganmu."
Kali ini
Hartawan Coa tidak banyak cakap lagi. Dia maklum bahwa menghadapi pemuda ini,
dia tak berdaya. Dia harus mengerahkan semua pengawalnya kalau mau menghadapi
dan menentang pemuda aneh ini. Dia lalu menendang-nendang dua orang
pengawalnya.
Mereka
siuman dan terheran-heran, akan tetapi langsung teringat akan keadaan mereka. Karena
itu, ketika majikan mereka memberi isyarat, mereka pun bersikap seperti dua
ekor anjing ketakutan, lalu mengikuti Hartawan Coa meninggalkan rumah
penginapan, bahkan melupakan golok mereka.
Sementara
itu, begitu hartawan itu pergi, Gui Lok menyerbu ke dalam kamar. Dia melihat
isterinya masih duduk ketakutan di atas pembaringan.
“Perempuan
lacur! Tidak tahu malu!" bentaknya dan dia pun menjambak rambut isterinya.
Rambut itu terurai dan diseretnya tubuh wanita itu keluar kamar.
"Lihat
semua! Lihat baik-baik perempuan ini. Dia bernama Kim Hwa dan dari pecomberan
kuangkat dia menjadi isteriku, akan tetapi kini dia melakukan penyelewengan
dengan laki-laki lain! Dia tiada bedanya dengan seekor babi betina, biar
dibersihkan dan ditempatkan di mana pun, biar diberi tempat yang bersih dan
baik, tetap saja babi betina ini memilih pecomberan. Nah, mulai saat ini juga
dia bukan isteriku lagi dan kuusir dia. Pergilah kau, perempuan laknat! Engkau
tidak mempunyai apa-apa ketika kupungut, sekarang engkau pergilah dan boleh kau
miliki pakaian serta perhiasan yang menempel di tubuhmu!"
Andai kata
mereka kini hanya berduaan saja tentu Kim Hwa akan minta-minta ampun dan
mempergunakan segala daya kecantikannya, segala ilmunya merayu untuk melemahkan
hati suaminya dan agar dirinya diampuni. Namun apa hendak dikata, peristiwa itu
terjadi di hadapan puluhan pasang mata yang menjadi penonton dan di sana sini
dia mendengar cemoohan dan celaan kepada dirinya. Maka sambil menutupi mukanya
dan menangis, dia pun lari keluar dari rumah penginapan yang tadinya menjadi
miliknya itu. Beberapa bulan kemudian orang-orang sudah mendapatkan dirinya
menjadi kembang dari sebuah rumah pelacuran di sebuah kota besar dekat kota
raja!
Pada
keesokan harinya, pagi-pagi sekali sebelum Gui Lok beserta puterinya, Gui Ai
Ling, sempat menghaturkan terima kasih kepadanya, Hay Hay sudah menghilang dari
kamar itu sambil membawa buntalan uang emasnya. Hari masih pagi sekali ketika
dia sudah berada di depan pintu gerbang pekarangan gedung Hartawan Coa!
Ternyata
pekarangan itu kini telah penuh dengan pasukan pengawal yang jumlahnya tak
kurang dari dua lusin orang bersenjata lengkap! Mereka telah diperingatkan oleh
Hartawan Coa agar berjaga dengan ketat dan terutama sekali menjaga kalau ada
muncul seorang pemuda berpakaian sederhana yang memakai caping lebar.
Setibanya di
rumah, Hartawan Coa yang tadi malam mengalami kekagetan itu langsung
mengumpulkan para pembantunya dan dia menjadi semakin terkejut dan khawatir
ketika menerima laporan bahwa pemuda yang bercaping lebar, yakni pemuda yang
itu-itu juga, ternyata sudah mengacau rumah judi pula, bahkan sudah menggondol
puluhan tail emas yang dimenangkan dalam permainan dadu di mana pemuda itu
menggunakan ilmu yang aneh seperti sihir.
Dan dia pun
teringat betapa dua orang pengawalnya juga disihir sehingga menggonggong
seperti anjing, kemudian betapa tubuh pemuda itu kelihatan terpotong-potong
akan tetapi ternyata yang terpotong itu hanyalah sebuah bangku panjang! Jelas
pemuda yang itu-itu juga, pikirnya. Maka dia pun mengerahkan seluruh pasukan
pengawal untuk melakukan penjagaan di pekarangan, di sekeliling rumah
gedungnya, bahkan ada pula yang berjaga di dalam gedung dan di atas atap!
Barulah dia merasa aman dan dapat tidur pulas.
Ketika Hay
Hay muncul pagi-pagi sekali, hartawan itu masih belum bangun. Setelah para
penjaga melihat munculnya seorang pemuda yang memakai caping lebar, berdiri di
depan pintu gerbang, segera mereka menjadi panik. Tentu saja mereka itu gentar
sekali karena mereka sudah mendengar cerita kawan-kawan mereka tentang sepak
terjang pemuda itu di rumah judi, juga cerita dua orang tukang pukul yang
menderita pengalaman pahit di rumah penginapan.
Tapi betapa
pun juga, karena kini berada di pekarangan itu dan di dalam rumah terdapat kepala-kepala
pengawal yang merupakan orang-orang berkepandaian silat tinggi, mereka tidak
menuruti hati yang gentar. Dengan memberanikan hati, mereka kemudian mengikuti
pimpinan mereka menyambut kedatangan pemuda itu.
Kepala
pengawal yang kini berjaga di rumah gedung Hartawan Coa ada tiga orang. Yang
pertama adalah seorang jagoan dari kota raja bernama Thio Kang berjuluk Tiat-ci
(Si Jari Besi), terkenal sebagai seorang yang memiliki tangan seperti besi,
dapat menusuk papan tebal dan batu sampai tembus dan selain itu pandai pula
bermain sepasang pedang.
Tiat-ci Thio
Kang adalah seorang jagoan yang berasal dari kota raja, bahkan pernah pula
menjadi jagoan di istana kaisar, dan kini menjadi jagoan nomor satu dari Coa
Wan-gwe, bergaji besar. Jagoan ini berusia kurang lebih lima puluh lima tahun,
tubuhnya jangkung kurus kering dan sikapnya tinggi hati, sikap seorang yang
percaya akan kemampuan diri sendiri dan memandang rendah orang lain.
Jagoan ke
dua berjuluk Hek-houw (Harimau Hitam) dan bernama Ji Sun. Sesuai dengan
julukannya, Hek-houw Ji Sun ini berperawakan kokoh, tinggi besar berkulit hitam
dan dia memiliki ilmu silat harimau yang menubruk dan mencengkeram dengan
tangkas sekali, di samping ahli bermain golok dan perisai. Usia jagoan nomor
dua ini sekitar empat puluh lima tahun.
Ada pun
jagoan yang ke tiga bernama Phang Su, julukannya Kang-thouw-cu (Si Kepala Baja)
dan tubuhnya pendek gemuk bundar. Kepalanya yang besar dan bundar itu sudah
terkenal sekali karena amat kuat, kebal dan dapat membobolkan tembok, sesuai
dengan julukannya. Selain keahlian mempergunakan kepala sebagai senjata, juga
Kang-thouw-cu Phang Su pandai memainkan sebatang rantai besi yang berat.
Tiga orang
kepala pengawal ini tentu saja sudah mendengar akan sepak terjang seorang
pemuda bercaping lebar yang mengacau di rumah judi dan di rumah penginapan,
bahkan juga telah mengganggu majikan mereka. Akan tetapi mereka adalah
jagoan-jagoan besar, terutama sekali Tiat-ci Thio Kang, tentu saja memandang
rendah kepada pengacau yang katanya mau datang berkunjung ke gedung majikannya
itu.
Apa yang
perlu ditakuti? Dia mengandalkan kepandaian sendiri yang selama ini sulit
dicari tandingannya, hampir belum pernah kalah. Selain itu masih ada dua orang
pembantunya yang juga amat lihai, dan ada pula hampir lima puluh orang pengawal
di rumah itu! Setan pun tidak akan mampu masuk ke dalam rumah itu tanpa
ketahuan penjaga yang sudah ditempatkan di seluruh lingkungan rumah itu. Dan
kalau pemuda itu benar-benar berani datang, dia tentu akan menghadapi
kehancuran di sini!
Akan tetapi
tidak urung jantungnya berdetak tegang pada waktu mendengar laporan anak
buahnya bahwa pagi-pagi itu, pemuda bercaping lebar sudah datang dan berada di
luar pintu gerbang!
"Tahan
dia di luar pintu gerbang, aku akan menemuinya sendiri!" kata Tiat-ci Thio
Kang.
Dia cepat mempersiapkan
diri, memasang siang-kiam pedang pasangan di punggungnya, lantas mengajak dua
orang pembantunya untuk keluar menemui pemuda itu. Hek-houw Ji Sun dan
Kang-thouw-cu Phang Su juga sudah siap siaga dengan senjata masing-masing.
Mereka bertiga diikuti puluhan orang pengawal, semuanya bersenjata lengkap
seolah-olah mereka itu bukan hendak menyambut seorang pemuda melainkan seperti
hendak maju perang melawan banyak musuh!
Hay Hay yang
mengintai dari balik caping lebarnya, diam-diam tersenyum ketika melihat
munculnya tiga orang yang nampaknya gagah, diiringi oleh puluhan orang pengawal
yang semuanya bersenjata lengkap! Dia tidak merasa heran karena tentu Hartawan
Coa sudah siap siaga menanti kedatangannya dan dia dapat menduga bahwa dia akan
menghadapi kekerasan dari pihak Hartawan Coa yang tentu saja merasa penasaran
dan marah atas terjadinya dua peristiwa yang merugikan uangnya dan namanya,
yaitu di rumah judi dan di rumah penginapan.
Dengan sikap
angkuh Tiat-ci Thio Kang memberi isyarat kepada Hek-houw Ji Sun sebagai wakil
pembicara, untuk menegur pemuda itu. Si Harimau Hitam ini selain pandai bicara,
juga orangnya tinggi besar dan suaranya lantang berwibawa. Hek-houw Ji Sun
mengerti dan dia pun maju dua langkah mendekati Hay Hay.
"Orang
muda, siapakah engkau dan apa maksudmu pagi-pagi begini datang ke sini?"
Hay Hay
mendorong caping bagian depan ke belakang. Caping itu lantas merosot turun dari
kepalanya sehingga tergantung di pungguungnya, menutupi buntalan yang berada di
punggung. Kini wajahnya nampak jelas, wajah yang periang, mulut yang selalu
tersenyum nakal, hidung yang mancung, mata bersinar-sinar dan kadang-kadang
mencorong aneh. Hay Hay tersenyum sambil memandang ke arah orang-orang itu
seperti mencari-cari, lalu dia menggelengkan kepala.
"Hemm,
tidak kulihat dia berada di sini! Aku sedang mencari Hartawan Coa. Harap kalian
sampaikan kepada majikan kalian itu bahwa aku bernama Hay Hay ingin bertemu
dengan Hartawan Coa karena ada urusan penting sekali hendak kubicarakan dengan
dia."
"Hemm,
orang muda, tidak mudah untuk bertemu dengan majikan kami. Tidak sembarang
orang boleh bertemu dengan beliau, dan karena saat ini majikan kami masih
tidur, maka sampaikan saja urusanmu itu kepada kami. Kami akan melaporkannya
dan kalau majikan kami memang berkenan menerimamu, tentu engkau dapat
menghadap."
Hay Hay
tertawa. "Wah, seperti hendak menghadap seorang kaisar saja! Majikan
kalian itu bukan raja, bukan pula orang berpangkat tinggi. Dia hanyalah
hartawan yang memiliki rumah-rumah judi, dan kulihat dia semalam tidak begitu
tinggi hati, bahkan mau bermalam di rumah penginapan umum dan tidur bersama
isteri pemilik rumah penginapan! Mengapa sekarang tiba-tiba saja dia tidak mau
menerimaku? Ingat, kedatanganku ini akan memberi untung kepadanya, akan
menyerahkan uang lima puluh tail emas!"
Mendengar
ucapan itu, tiga orang jagoan itu saling pandang. Alangkah beraninya pemuda
ini! Sesudah memenangkan perjudian sebanyak lima puluh tail emas lebih, agaknya
kini dia membawa harta itu ke sini! Mata mereka segera ditujukan ke arah
punggung pemuda itu di mana terdapat buntalan yang nampaknya berat.
"Serahkan
saja lima puluh tail emas itu kepada kami! Memang sudah sepatutnya engkau
mengembalikan uang yang kau rampas dari rumah judi milik majikan kami itu, dan
mohon maaf kepada majikan kami!" kata pula Hek-houw Ji Sun.
Hay Hay
tersenyum. "Menyerahkan kepada kalian? Wah, mana mungkin? Kalian adalah
orang-orang yang paling tidak dapat dipercaya di dunia ini! Sudahlah, tidak ada
gunanya membuang banyak waktu bicara dengan orang-orang seperti kalian ini.
Bangunkan saja Hartawan Coa kalau dia masih tidur, dan katakan bahwa aku datang
untuk bicara dengan dia dan aku akan menyerahkan uang lima puluh tail
emas."
Tiat-ci Thio
Kang memberi isyarat kepada pembantunya yang ke dua, yaitu Kang-thouw-cu Phang
Su. Si gundul yang pendek berperut gendut ini lalu melangkah maju.
"Bocah
sombong, serahkan saja lima puluh tail emas itu kepada kami dan cepat berlutut
untuk menyerah!" bentaknya dan tangannya menyambar.
Kedua lengan
yang pendek itu menyambar dari kanan kiri, mengirim pukulan dan totokan susul
menyusul. Gerakannya yang cepat serta mengandung angin pukulan yang kuat itu
menunjukkan betapa si pendek gendut ini memang bertenaga besar dan mempunyai
ilmu kepandaian yang sudah tinggi. Namun sekali ini dia bertemu dengan Hay Hay!
Kelihatan
pemuda ini tidak bergerak sama sekali, akan tetapi serangan kedua tangan Si
Kepala Baja itu tidak mengenai sasaran. Demikian halus dan cepatnya gerakan Hay
Hay ketika kakinya membuat geseran hingga tubuhnya hanya miring sedikit dan
mundur satu langkah.
Aneh bagi
mereka yang menonton karena nampaknya si gundul pendek yang menyerang dan
luput, akan tetapi kenapa si gundul itu yang berteriak kesakitan dan kedua
lengannya seperti mendadak menjadi lumpuh? Kang-thouw-cu Phang Su memang amat
terkejut dan merasa kesakitan karena kedua sikunya seperti disengat
kalajengking dan kedua lengan itu tergantung lumpuh selama beberapa detik. Dia
tidak tahu mengapa begitu, akan tetapi Tiat-ci Thio Kang, seorang ahli totok
yang pandai, dapat mengerti bahwa pemuda itu telah menotok kedua siku
pembantunya itu.
"Ihh,
engkau kenapa sih? Datang-datang menyerang orang kemudian menjerit-jerit
sendiri seperti babi disembelih?" Hay Hay sengaja mengejeknya sehingga
Kang-thouw-cu Phang Su menjadi merah mukanya dan kemarahannya memuncak.
Sekarang dia
merendahkan tubuhnya, kepalanya dipasang di depan dan sikapnya seperti seekor
kerbau yang siap mempergunakan tanduknya, bahkan kedua kakinya menggaruk-garuk
tanah di depannya. Sungguh sikap ini lucu sekali dan agaknya si gundul pendek
itu memang mendapat ilmu ini dari gerakan seekor kerbau marah! Hidungnya
mengeluarkan suara mendengus.
Namun yang
menarik perhatian Hay Hay adalah kepala yang gundul licin itu. Dia melihat
betapa kepala itu kini mengkilap seperti diberi minyak dan digosok, juga agak
kemerahan! Tahulah dia bahwa orang ini tidak boleh dipandang ringan dan agaknya
mempunyai ilmu serangan dengan kepalanya yang sudan terlatih baik dan kepala
itu tentu mengandung tenaga yang amat dahsyat!
Benar saja
dugaannya. Mendadak si gundul pendek gendut itu mengeluarkan gerengan aneh dan
tubuhnya lalu menerjang ke depan, dengan kepala lebih dulu laksana terjangan
seekor kerbau!
Hay Hay
tidak mau menyambut kepala itu dengan tangan atau badannya karena dia tidak
ingin membunuh orang. Pertemuan tubuhnya dengan kepala itu membahayakan nyawa
lawan karena kalau sampai bagian dalam kepala itu terluka sedikit saja, maka si
pendek itu akan tewas! Maka, dia pun lalu cepat mengelak sambil melompat ke
kanan belakang.
Namun
kembali Kang-thouw-cu Phang Su sudah membalikkan tubuh dan menerjangnya lagi.
Sungguh seperti sikap seekor kerbau. Hay Hay melompat lagi sehingga kini dia
tiba di dekat sebatang pohon sebesar pinggangnya. Sengaja dia membelakangi
pohon itu dan sekarang kembali lawannya sudah menerjang dari depan, lebih hebat
dari pada tadi. Dia menanti hingga kepala itu dekat sekali, lalu tiba-tiba
tubuhnya melayang ke atas melewati kepala lawan.
"Brakkkkk…!"
Kepala itu
menghantam batang pohon dan seketika pohon itu tumbang, batangnya patah dan
remuk terkena terjangan kepala yang gundul itu!
Hay Hay
memandang kagum. Memang seperti yang telah diduganya. Lawannya memiliki kepala
di mana terkumpul tenaga yang dahsyat. Tentu saja dia akan mampu menerima
terjangan kepala itu dengan perut atau dada atau tangannya, akan tetapi
akibatnya akan terlalu hebat, kemungkinan besar kematian bagi orang yang sama
sekali tidak dikenalnya dan tidak pernah bermusuhan dengan dia itu.
Kembali
Kang-thouw-cu Phang Su sudah menerjang ke depan, sepasang matanya melirik
juling, persis kerbau marah atau kerbau gila. Kembali Hay Hay sengaja bergerak
lambat. Begitu kepala itu menyeruduk, Hay Hay miringkan tubuhnya hingga kepala
itu lewat dekat sekali dengan perutnya, hanya dua sentimeter saja jaraknya dan
secepat kilat tangan Hay Hay bergerak menyambar.
"Plakkk!"
Tangan itu
menghantam tengkuk, tidak terlalu keras akan tetapi cukup membuat Kang-thouw-cu
Phang Su terjungkal bergulingan sambil mengaduh-aduh, dan kedua tangannya sibuk
menjangkau tengkuk yang terkena tamparan tadi. Kalau Hay Hay menambah sedikit
lagi saja tenaganya, tentu si gundul pendek itu tidak akan mampu mengeluh lagi.
Kang-thouw-cu
Phang Su memang sudah terbiasa mengandalkan diri sendiri. Maka, biar pun
lehernya terasa seperti akan patah-patah dan kepalanya berkunang, dia masih
cepat melompat bangkit kembali lantas memandang kepada Hay Hay yang tersenyum
lebar itu dengan pandang mata merah. Seperti hendak ditelannya bulat-bulat
pemuda di depannya yang sudah membuat dia malu itu.
"Wuuuttt…!"
Kini tangan
kanannya telah memegang rantai baja yang tadi dilibatkan pada pinggangnya.
Rantai ini terbuat dari baja, panjangnya satu setengah meter dan cukup berat
sehingga ketika diputar-putar terdengar suara angin bersiutan. Tanpa banyak
cakap lagi dia sudah menerjang ke depan dengan serangan rantainya ke arah
kepala Hay Hay.
Dengan mudah
saja Hay Hay merendahkan tubuh dan rantai itu lewat di atas kepalanya. Akan
tetapi sekali putaran rantai itu telah menyambar lagi ke arah kakinya, maka Hay
Hay kembali mengelak dengan loncatan sehingga rantai itu menyambar di bawah
kakinya. Kini rantai berputar dan menyerang lagi ke arah pinggangnya!
Melihat
datangnya rantai yang menyambar ke arah pinggangnya, Hay Hay tidak mengelak
lagi, namun melindungi pinggang dengan sinkang. Rantai itu datang melibat
pinggangnya, cepat dan kuat sekali sehingga pinggangnya sudah dilibat dua kali.
Dengan wajah girang membayangkan kemenangan di depan mata untuk menebus
beberapa kali kekalahannya tadi, kini Kang-thouw-cu Phang Su mengerahkan
seluruh tenaga yang ada dan menarik! Dia ingin membuat pemuda itu tersungkur di
depan kakinya.
Akan tetapi
dia merasa seolah-olah tangannya menarik sebuah karang yang sangat besar dan
berat. Tubuh Hay Hay sedikit pun tidak terbetot, apa lagi sampai roboh
tersungkur! Kang-thouw-cu merasa penasaran sekali. Kembali dia menarik dan
menarik, makin lama semakin kuat, menahan napas yang membocor sana-sini sampai
terdengar suaranya ah-ah-uh-uhh!
“Brooottt…!"
Saking
penasaran serta kuatnya dia menarik dan menahan napas, ada angin membocor dari
bawah! Beberapa orang sempat tertawa karena geli sehingga wajah Kang-thouw-cu
menjadi semakin merah.
"Wah,
benar-benar tidak tahu malu...!" Hay Hay mempergunakan jari tangan kanan
untuk menjepit hidungnya. "Bau.... bau....! Pergilah!" Kakinya lalu
menendang.
"Desss....!"
Perut gendut
itu kena ditendang dan tubuh itu pun terlempar, terbanting dan bergulingan. Si
gendut merasa perutnya mulas sekali sehingga dia pun tidak mampu bangkit
kembali, hanya menekan-nekan perut yang terasa mulas dalam keadaan setengah
pingsan!
Melihat
rekannya tidak sanggup melawan lagi, Hek-houw Ji Sun marah bukan kepalang.
Kekalahan rekannya berarti merupakan sesuatu yang memalukan dirinya juga. Dia
masih belum percaya bahwa rekannya itu kalah melawan pemuda ini. Akan tetapi
kenyataan itu tidak membuat dia jeri.
"Bagus!
Pemuda sombong, kiranya engkau memiliki juga sedikit kepandaian! Pantas saja
engkau berani membuat kekacauan di kota Shu-lu ini!" Dia meloncat ke depan
sehingga berhadapan dengan Hay Hay. "Kalau memang engkau mampu menandingi
Hek-houw Ji Sun, barulah aku mengakui kehebatanmu!"
"Sungguh
di sini banyak harimaunya! Ada harimau gundul, ada harimau hitam, dan entah
harimau apa lagi. Akan tetapi sayang, harimau-harimau di sini nampaknya sudah
ompong dan kehilangan kukunya sehingga hanya pantas untuk menakut-nakuti
kanak-kanak saja. Hek-houw Ji Sun, aku tidak mau mencari permusuhan dengan
kalian atau dengan siapa pun juga. Aku hanya ingin bertemu dengan Hartawan Coa,
mengapa kalian menghalangi dan mencari keributan dengan aku?"
Hek-houw Ji
Sun mendelik dan dia lalu mengeluarkan suara gerengan yang mengejutkan hati Hay
Hay. Banyak anak buah para jagoan itu sendiri sampai terkulai seperti mendadak
kaki mereka lumpuh ketika gerengan yang merupakan auman itu menggetarkan
jantung mereka.
Tahulah Hay
Hay bahwa orang ini mahir sekali mempergunakan suara untuk menyerang lawan.
Semacam ilmu khikang yang disalurkan lewat suara untuk menyerang! Pantas dia
menjadi juru bicara teman-temannya.
Selamanya
Hay Hay tidak pernah memandang rendah lawannya, tetapi serangan melalui auman
harimau itu lewat tanpa mempengaruhinya. Kalau hanya serangan seperti itu saja
tidak ada artinya bagi Hay Hay. Kalau dia mau, dia dapat membalas dengan
serangan melalui suara yang seketika akan melumpuhkan lawan!
Seperti
kebanyakan para jagoan tukang pukul yang biasanya mengandalkan kekerasan dalam
hidup mereka, juga Hek-houw Ji Sun ini terlalu mengandalkan kepandaian sendiri,
memandang remeh orang lain. Biar pun dia tadi melihat betapa rekannya kalah
oleh Hay Hay dengan mudah, namun dia masih belum mau mengakui kehebatan lawan
dan kini dia menyerang dengan tangan kosong, mengandalkan keampuhan ilmu
silatnya yang dia beri nama Hek-houw sin-kun (silat sakti Harimau Hitam).
Begitu
gerengannya lenyap dan tinggal gemanya saja, dia sudah menyerang. Tubuhnya
melompat seperti seekor harimau menubruk, kedua lengannya dikembangkan dan
jari-jari tangan itu membentuk cakar, mencengkeram ke arah leher dan ubun-ubun
kepala lawan!
Hay Hay
sudah waspada. Dia cepat mengelak dan membiarkan tubuh lawan lewat. Kalau dia
mau, alangkah mudahnya untuk menyambut serangan itu dengan serangan balasan,
akan tetapi dia tidak ingin menghilangkan muka lawan ini.
Memang ilmu
silat milik Hek-houw Ji Sun itu hebat sekali. Cepat dan juga mengeluarkan angin
pukulan yang kuat, ada pun jari-jari tangan itu dapat merobek benda yang kuat
dan keras, apa lagi hanya kulit dan daging tubuh manusia! Namun semua
serangannya selalu dapat dielakkan oleh Hay Hay. Beberapa kali dia menubruk
tetapi selalu gagal. Karena itu dia lalu menyerang dari jarak dekat. Seperti
cakar harimau, dua tangannya menyambar-nyambar dengan kuat sekali.
Hay Hay
terpaksa menangkis pada waktu tangan kiri lawan mencengkeram dengan cepat bukan
main ke arah lambung kanannya. Tangan kanannya menangkis lengan lawan, akan
tetapi tangan yang tertangkis itu cepat membalik dan kini mencengkeram lengan
kanan Hay Hay dekat siku.
Lengan itu
kena dicengkeram, maka Hek-houw Ji Sun sudah merasa girang sekali karena tentu
lengan itu akan dapat dia cengkeram sampai patah dan buntung! Akan tetapi
betapa terkejutnya ketika jari-jari tangannya merasa betapa lengan yang
dicengkeramnya itu licin sekali bagai batangan baja yang diminyaki sehingga
cengkeramannya meleset dan hanya merobek lengan baju!
“Breettt…!"
Tangan Hay
Hay cepat sekali meraih baju orang dan sekali renggut, baju di bagian perut dan
dada dari Hek-houw Ji Sun terobek lebar sehingga nampak perut dan dadanya yang
berkulit hitam!
"Salahmu
sendiri, engkau merobek lengan bajuku, maka aku pun harus merobek bajumu supaya
lunas!" kata Hay Hay.
Diam-diam
Hek-houw Ji Sun kaget sekali. Jika tadi dia merobek lengan baju, hal ini tidak
disengajanya karena dia gagal mencengkeram patah lengan pemuda itu. Tapi
sebaliknya pemuda itu memang sengaja merobek bajunya. Apa bila pemuda itu
menghendaki, tentu bukan bajunya yang dirobek, melainkan perut dan dadanya!
Baru dia
tahu benar bahwa ilmu silat dan gerakan pemuda ini memang hebat bukan main,
maka dia tidak mau mengalami seperti rekannya tadi dan cepat dia sudah melompat
ke samping, menyambar golok dan tameng (perisai) yang sudah dipersiapkan
sebelumnya.
"Orang
muda, keluarkan senjatamu! Mari sekarang kita bertanding senjata!"
tantangnya dengan garang.
Hay Hay
tersenyum. Dia melihat betapa lengan bajunya yang kanan sudah robek, maka dia
menggunakan tangan kiri untuk merenggut putus robekan itu. Kini ada robekan
kain dari lengan bajunya, hanya sehelai kain yang panjangnya setengah meter.
"Baik,
Hek-houw Ji Sun, inilah senjataku!"
Semua orang
terbelalak, ada pun wajah Ji Sun yang hitam menjadi semakin hitam karena
terlalu banyak darah yang naik ke kepalanya. Dia telah dipandang rendah, bahkan
dihina oleh musuhnya yang masih muda itu. Bagaimana mungkin ada orang berani
menghadapi golok dan perisainya yang kehebatannya sudah amat terkenal itu hanya
dengan sepotong kain yang pendek? Pemuda ini mencari mampus! Juga semua orang
memandang dengan heran, tidak percaya bahwa pemuda itu berani menghadapi
sepasang senjata itu dengan sepotong kain saja!
"Orang
muda, aku bukanlah seorang yang suka mempergunakan kellcikan untuk mencari
kemenangan. Lekas keluarkan senjatamu agar engkau tidak mati konyol dan orang
akan mentertawakan aku!"
"Aih,
engkau menantang berkelahi dengan senjata dan ini adalah senjataku! Engkau
tidak percaya? Hemm, dengan senjataku yang istimewa ini aku sanggup mengalahkan
sepuluh ekor harimau, apa lagi hanya seekor saja! Majulah, Hek-houw Ji Sun dan
hati-hatilah agar jangan sampai engkau kalah dalam waktu kurang dari sepuluh
jurus!"
Sepasang
mata Ji Sun terbelalak, mendelik saking marahnya, "Bagus. Bocah sombong!
Bila aku kalah olehmu kurang dari sepuluh jurus, aku akan berlutut dan
menyembahmu!"
"Begitukah?
Baik!" Belum juga Hay Hay sempat menutup mulutnya, nampak sinar golok menyambar
dengan kecepatan kilat. Hay Hay cepat mengelak sambil mundur dan secara
diam-diam harus mengakui bahwa gerakan Hek-houw Ji Sun ini lebih hebat
dibandingkan gerakan Kang-thouw-cu Phang Su dengan rantai bajanya tadi.
Memang
permainan golok dan perisai itu amat hebat. Golok itu berkelebatan
menyambar-nyambar, sedangkan tubuh Hek-houw Ji Sun praktis bersembunyi di balik
perisai! Sukar sekali bagi lawan untuk menyerang tubuhnya yang terlindung itu,
sedangkan dia dengan enaknya dapat mengincar lawan dan melakukan serangannya
dari bawah atau samping perisai yang terbuat dari baja tebal dan kuat!
Namun
sekarang dia menghadapi seorang lawan yang tingkat kepandaiannya jauh lebih
tinggi, bahkan gurunya sendiri sekali pun belum tentu akan dapat menandingi pemuda
ini! Dengan amat mudahnya Hay Hay dapat menghindarkan diri dari setiap sambaran
golok, padahal dia seolah-olah tidak pernah mengelak, tetapi tahu-tahu sambaran
golok itu luput. Hal ini karena dia telah mempergunakan ilmu langkah-langkah
sakti Jiauw-pou Poan-san. Akan tetapi, walau pun sambaran goloknya tidak pernah
menyentuh lawan, Hek-houw Ji Sun menyerang terus bertubi-tubi dan dia tetap
bersembunyi di balik perisainya.
Diam-diam
Hay Hay maklum betapa lihai dan cerdiknya lawan ini. Agaknya Hek-houw Ji Sun
kini sudah mengetahui benar akan kelihaian lawan, maka dia teringat akan
janjinya dan andai kata dia harus kalah sekali pun, dia harus dapat
mempertahankan diri sampai sepuluh jurus! Hal ini hanya dapat terjadi apa bila
dia terus menyerang secara bertubi-tubi sambil bersembunyi di balik perisainya!
Dan kini dia sudah menyerang selama tujuh jurus! Tinggal tiga jurus lagi maka
dia dapat bertahan sampai sepuluh jurus!
"Wirrrrrr...!"
Golok itu kembali menyambar.
Kali ini
tubuh Hek-houw Ji Sun hampir mendekam di atas tanah, ditutupi perisai dan golok
itu menyambar dari atas kakinya yang tampak terjulur di bawah perisai, golok
menyambar ke arah kaki Hay Hay. Kembali hal ini menunjukkan kecerdikan Ji Sun.
Agaknya dia
tahu bahwa kelihaian pemuda itu yang selalu dapat menghindarkan diri dari
sambaran goloknya terletak pada geseran-geseran dan langkah-langkah kaki. Oleh
sebab itu kini dia menyerang kaki pemuda itu, sambil bersembunyi di balik
perisainya sehingga dia sudah berani memastikan di dalam hatinya bahwa tentu
dia akan sanggup bertahan sampai lebih dari sepuluh jurus!
Katakanlah
dia tidak akan mampu menang melawan pemuda ini, akan tetapi jika ternyata dia
sanggup mempertahankan diri selama lebih dari sepuluh jurus, maka berarti dia
sudah dapat membersihkan mukanya karena pemuda itu seperti kalah bertaruh!
Hek-houw
Ju-sin sama sekali tidak tahu bahwa Hay Hay memang sengaja mengalah. Apa bila
pemuda itu menghendaki, dengan dasar tingkat ilmu kepandaiannya yang jauh lebih
tinggi, maka hanya dalam dua tiga jurus saja agaknya Hay Hay sudah bisa
melumpuhkan semua perlawanan Hek-houw Ju-sin!
Hay Hay
memang sengaja membiarkan lawan menyerangnya secara bertubi-tubi sambil memperhatikan
permainan golok dan perisai itu, mencari titik kelemahan. Kalau dia mau
mengerahkan sinkang-nya, dengan tangan kosong saja agaknya dia akan dapat
memukul pecah perisai itu, atau kalau dia mau menggunakan kekuatan sihirnya,
juga akan mudah baginya untuk menundukkan lawan. Akan tetapi dia tidak mau
melakukan hal itu, menanti sampai Ji Sun menyerangnya sebanyak delapan jurus.
Kemudian, melihat betapa kaki kiri lawan itu terjulur keluar dari lindungan
perisainya, secepat kilat buntungan lengan baju itu menyambar ke arah
pergelangan kaki itu, bagaikan seekor ular kain itu membelit kaki.
Hek-houw Sun
terkejut bukan main, menggerakkan goloknya untuk membacok putus kain itu. Akan
tetapi pada saat itu pula Hay Hay sudah menarik kain itu secara tiba-tiba sambil
mengerahkan tenaganya dan... tubuh Hek-houw Ji Sun yang tinggi besar itu
terlempar ke atas.
Biar pun
tubuhnya telah melambung ke atas, kaki kirinya masih saja terlibat kain. Dengan
sekali sentakan ke bawah, tubuhnya meluncur lagi ke bawah dan sebelum
menghantam tanah, kembali Hay Hay menggerakkan tangan. Demikianlah, tubuh itu
diputar-putar oleh Hay Hay, makin lama semakin cepat sepertl kitiran hingga
akhirnya Hay Hay melepaskan kain dan tubuh itu pun meluncur sampai jauh dan
terbanting ke atas tanah.
Hek-houw Ji
Sun telah kehilangan golok dan perisainya yang terlepas ketika diputar-putar
tadi. Begitu tubuhnya terbanting ke atas tanah, dia pun segera meloncat bangun.
Semua orang sudah merasa kagum melihat betapa si tinggi besar hitam yang sudah
dipurat-putar seperti itu dan terbanting jatuh, begitu jatuh sudah dapat
bangkit kembali.
Juga Hay Hay
memandang terbelalak. Betapa kebal tubuh orang itu, pikirnya. Akan tetapi dia
lalu tersenyum melihat betapa tubuh itu terhuyung-huyung, lalu jatuh terkulai
dan tidak bergerak lagi karena pingsan. Ternyata Hek-houw Ji Sun hanya mampu
bangkit sebentar saja. Kepalanya terasa pening, pandang matanya berputar-putar
dan dia roboh pingsan. Karena pemandangan ini memang menggelikan, di antara
para anak buah yang berada di situ, banyak yang menahan senyum geli melihat
tingkah jagoan kedua ini.
"Keparat...!"
Tiat-ci Thio Kang membentak keras dan kini dia sudah menghadapi Hay Hay,
mengamati wajah dan seluruh tubuh pemuda itu. Seorang pemuda yang biasa-biasa
saja, pikirnya, namun mampu merobohkan Hek-houw Ji Sun dalam sembilan jurus!
"Orang
muda, sebenarnya siapakah engkau, dari mana asalmu dan apa pula maksudmu datang
membikin kacau di sini?" Lagaknya tinggi dan memang Tiat-ci Thio Kang
terkenal seorang yang tinggi hati. Dia adalah jagoan yang datang dari kota
raja, suka memandang rendah orang lain.
Hay Hay
tersenyum. "Sudah kukatakan bahwa namaku Hay Hay, aku seorang perantau dan
aku datang bukan untuk membikin kacau, melainkan hendak bertemu dan berbicara
dengan Hartawan Coa. Tapi kenapa engkau dan teman-temanmu menghalangiku? Kalian
yang membikin kacau, bukan aku!"
"Hemm,
lagakmu sombong sekali, Hay Hay. Jika engkau mampu mengalahkan sepasang
pedangku serta jari tanganku, barulah engkau boleh menghadap majikan kami. Nah,
kini rasakan kelihaian Tiat-ci Thio Kang!" Berkata demikian dia lantas
menggerakkan tangan dan nampaklah kilatan sinar sepasang pedang yang telah
dicabutnya dari punggung. Kini dia telah memasang kuda-kuda sambil melintangkan
sepasang pedang itu di atas kepala, membentuk sebuah gunting.
Hay Hay
mengangguk-angguk. "Memang kalian ini orang-orang yang tinggi hati dan
biasa mengandalkan kepandaian silat untuk menggunakan kekerasan memaksakan
kehendak."
"Tak
usah cerewet! Jika engkau tidak berani, berlututlah dan menyerahkan kembali
emas yang lima puluh tail itu kepadaku!"
Kini Hay Hay
sudah kehabisan kesabaran. Dia tidak mau melayani orang-orang sombong ini, maka
diam-diam dia mengerahkan kekuatan sihirnya dan berkata lantang. "Tiat-ci
Thio Kang, engkau membawa-bawa dua ekor ular berbisa di tanganmu itu untuk
apakah?"
Tiat-ci Thio
Kang terkejut. "Hah? Ular berbisa...?!"
Dia
menurunkan kedua tangannya dan melihat sepasang pedangnya. Matanya terbelalak
dan mulutnya mengeluarkan bentakan aneh, lalu dia membuang jauh-jauh dua ekor
ular kobra yang dipegangnya! Dua ekor ular itu sudah mengembangkan lehernya dan
agaknya siap hendak mematuknya! Untung dia cepat membuangnya, kalau tidak,
sekali patuk saja dia akan tewas! Semua orang yang melihat betapa Tiat-ci Thio
Kang tiba-tiba membuang sepasang pedangnya, menjadi heran sekali.
Hay Hay
mengambil sepasang pedang itu, kemudian dengan dua tangannya dia menekuk dua
batang pedang itu.
“Krekk!
Krekk!” terdengar suara dan dua batang pedang itu pun patah-patah. Pemuda itu
seolah mematahkan dua batang ranting kecil yang lemah saja! Dibuangnya patahan
dua batang pedang itu ke atas tanah.
Tiat-ci Thio
Kang terbelalak. Ketika membuang dua ekor ular itu, dia melihat betapa dua ekor
ular itu terjatuh ke atas tanah lalu berubah menjadi dua batang pedangnya
sendiri! Lantas dia melihat pula betapa dua batang pedangnya itu
dipatah-patahkan oleh pemuda yang luar biasa itu!
"Bagaimana,
Tiat-ci Thio Kang, apakah engkau belum juga mau mengundang majikanmu untuk
keluar menemui aku?" tanya Hay Hay yang mengharapkan agar perkelahian
dapat terhenti sampai sekian saja.
Akan tetapi
watak Tiat-ci Thio Kang amat tinggi hati. Biar pun dia melihat kenyataan yang
aneh ketika sepasang pedangnya berubah menjadi ular berbisa, kemudian kedua
pedang itu dipatah-patahkan lawan, hal yang membuktikan betapa lihainya lawan,
tetapi dia masih belum mau menyerah kalah bahkan menjadi penasaran. Dia tak
percaya bahwa seorang pemuda sederhana seperti itu akan dapat mengalahkannya,
dan mampu menandingi jari-jari tangannya!
"Pemuda
iblis! Jangan engkau mempergunakan sihir dan ilmu setan, mari kita mengadu
kekuatan sebagai laki-laki sejati!"
"Maksudmu,
mengadu kekuatan bagaimana?" Hay Hay bertanya.
"Lihat
jari-jari tanganku ini!" Thiat-ci Thio Kang mengangkat kedua tangannya ke
depan, menunjukkan jari-jari tangannya yang warna kulitnya berbeda dengan warna
kulit bagian tubuh lain. Kulit jari tangan itu agak membiru dan mengkilat.
"Sudah
kulihat jelas. Jari-jari tanganmu itu seperti tahu!" kata Hay Hay sambil
tersenyum mengejek.
Thio Kang
marah bukan main, akan tetapi dia menahan diri dan berkata, "Bagus! Mari
kita mengadu kekuatan. Jari tanganku yang seperti tahu ini boleh diadu dengan
dadamu yang seperti agar-agar itu! Kalau sekali tusuk dengan kedua jari
telunjukku ini aku tidak mampu menembus dadamu, maka aku mengaku kalah!"
"Bagus,
bagus! Sungguh pertandingan yang menarik. Jari tahu melawan dada agar-agar!
Baik, Thiat-ci Thio Kang, aku menerima tantanganmu, tapi harus kubuka bajuku
agar tidak sampai kotor oleh jari tanganmu." Berkata demikian, Hay Hay
lantas melepaskan kancing bajunya dan setelah bajunya terbuka, nampak kulit
dadanya yang putih.
Secara
diam-diam Tiat-ci Thio Kang telah mengerahkan sinkang-nya, menggunakan Ilmu
Jari Besi sehingga jari-jari tangannya menjadi keras, terutama sekali dua jari
telunjuknya di mana dia memusatkan tenaga dalamnya. Mereka sudah saling
berhadapan. Hay Hay berdiri tegak dan santai, ada pun Tiat-ci Thio Kang berdiri
dengan kaku sambil memasang kuda-kuda.
"Aku
sudah siap!" kata Hay Hay dan ketika dia masih berbicara, Tiat-ci Thio
Kang sudah mengeluarkan suara bentakan nyaring lantas tiba-tiba saja kedua
lengannya meluncur ke depan, kedua jari telunjuknya menusuk ke arah dada kanan
kiri!
Cepat dan
kuat sekali tusukannya itu dan semua orang yang sudah pernah melihat jagoan ini
menggunakan dua jari tangannya menusuk batu sampai berlubang dan papan sampai
tembus, langsung membayangkan betapa dada pemuda itu akan segera berlubang dan
mengucurkan darah.
"Krekkkk!"
Dua jari
telunjuk itu dalam saat yang sama bertemu dengan dada yang telanjang itu dan
akibatnya, tiba-tiba Tiat-ci Thio Kang menekuk pinggangnya, kemudian membungkuk
dan menggenggam jari telunjuk di kedua tangan, mukanya pucat dan mulutnya
merintih-rintih, mukanya penuh dengan keringat dingin. Rasa nyeri yang
menusuk-nusuk jantung datang dari dua jari telunjuknya yang tulangnya
patah-patah! Dia mencoba untuk bertahan, akan tetapi akhirnya dia terkulai dan
roboh pingsan!
Kini
Hek-houw Ji Sun dan Kang-thouw-cu Phang Su sudah dapat memulihkan diri. Melihat
jagoan pertama itu roboh pingsan, mereka lalu memberi aba-aba kepada puluhan
orang pengawal untuk mengeroyok Hay Hay.
"Tangkap
dia!"
"Bunuh
dia!"
Para
pengawal sengaja bergerak lambat. Mereka ragu-ragu dan merasa agak jeri setelah
melihat betapa tiga orang jagoan itu sudah roboh semuanya oleh pemuda sederhana
ini, roboh dengan mudahnya! Pada saat itu pula terdengar bentakan seorang
wanita.
"Tahan
semua senjata! Semua orang mundur!'
Mendengar
suara yang sangat mereka kenal ini serta melihat munculnya Siok Bi, gadis
cantik manis yang selain menjadi pengawal pribadi Hartawan Coa juga menjadi
seorang kekasihnya itu, para pengawal cepat-cepat menahan gerakan mereka. Tentu
saja mereka mentaati gadis itu yang biar pun ilmu kepandaiannya tidak setinggi
tiga orang jagoan yang telah kalah, namun memiliki kekuasaan yang lebih tinggi
dari mereka.
"Kalian
mundur dan tidak boleh mengeroyok tamu ini! Di samping kalian takkan menang,
juga majikan kita berkenan hendak menerimanya. Dia memang datang untuk berjumpa
dengan majikan kita dan diterima sebagai tamu!"
Siok Bi
memberi isyarat kepada Hay Hay, akan tetapi dia menjura dan berkata,
"Taihiap dipersilakan masuk."
Hay Hay juga
memberi hormat dan menjawab, "Terima kasih, Nona."
Mereka
berdua berjalan memasuki gedung itu, diikuti pandangan mata semua pengawal yang
kini memandang jeri dan kagum. Tidak mereka sangka bahwa pemuda bercaping lebar
yang sederhana itu memiliki ilmu kepandaian yang demikian hebatnya. Bukan hanya
ilmu silat yang aneh dan tinggi, akan tetapi juga kekebalan tubuh dan ilmu
sihir!
Diam-diam
tiga orang jagoan itu, setelah kini Thio Kang siuman, bergidik membayangkan apa
akan jadinya dengan mereka andai kata tadi pemuda itu bersungguh-sungguh hendak
mencelakakan mereka. Tentu sekarang mereka bertiga telah menjadi mayat.
Sementara
itu Siok Bi mendampingi Hay Hay memasuki gedung yang sangat besar itu. Para
pengawal menjaga di setiap tikungan dengan tombak di tangan. Akan tetapi mereka
berdiri tegak tak bergerak karena melihat bahwa pemuda asing itu ditemani oleh
Siok Bi yang mereka kenal dan percaya.
"Aku
girang sekali engkau memenuhi janji, taihiap....” Siok Bi berbisik ketika
mereka lewat di bagian yang jauh dari penjaga.
Hay Hay
tersenyum. "Aku tidak pernah melanggar janji, apa lagi terhadap seorang
gadis cantik jelita seperti engkau, nona Siok Bi!"
Gadis itu
menahan senyum dan merasa terharu sekali. Pemuda ini memang hebat. Setiap
kalimat yang keluar dari mulutnya selalu menyenangkan hati! Aihh, kalau saja
dia dapat hidup di samping pria ini untuk selamanya! Biar dikurangi sepuluh
tahun usianya, dia rela!
Mereka
berhenti di depan pintu yang tertutup, pintu sebuah kamar yang amat besar. Siok
Bi mengetuk pintu dengan ketukan lirih tiga kali.
"Ah,
engkaukah itu, Siok Bi? Bagaimana, apakah dia sudah datang?" terdengar
suara dari dalam kamar, suara besar Hartawan Coa.
"Sudah,
tai-ya, bahkan dia kini sudah berada di sini bersama saya. Bolehkah dia masuk
menghadap?"
Hening
sejenak, kemudian terdengar suara Hartawan Coa. "Suruh dia masuk!"
Daun pintu
didorong terbuka oleh Siok Bi. Hay Hay melihat sebuah kamar yang mewah sekali.
Kamar yang luas dan penuh dengan perabot yang serba mahal, indah dan mewah.
Hartawan Coa sedang menghadapi meja penuh hidangan yang masih mengepulkan uap
panas!
Itukah
sarapan pagi? Bukan main! Hidangan untuk sarapan pagi saja sudah mengalahkan
sebuah pesta orang biasa, lantas bagaimana dengan makan siang atau makan
malam?! Agaknya hartawan itu sedang sarapan pagi, dilayani oleh tujuh orang
gadis yang rata-rata berwajah cantik, bertubuh langsing dan bersikap genit. Di
sebelah dalam agak ke sudut, terdapat sebuah pembaringan yang besar, yang cukup
untuk tidur sepuluh orang.
Agaknya kini
hartawan itu telah selesai sarapan, karena pada saat itu para gadis sedang
menyingkirkan sisa hidangan yang masih panas itu. Ketika Hartawan Coa melihat
Siok Bi masuk bersama seorang pemuda yang menggantung caping lebar di
punggungnya hingga menutupi sebuah buntalan yang cukup besar, dia pun cepat memandang
penuh perhatian.....
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment