Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Kisah Sepasang Naga
Jilid 07
Maka kini
mendengar obrolan Hui Tat, ia dapat menduga bahwa orang ini hanya mengaku-aku
saja cabang Kun-Lun sebagai cabangnya untuk mengangkat diri, atau boleh jadi
juga ia seorang murid cabang itu, karena memang murid cabang Kun-Lun-Pai banyak
sekali jumlahnya dan tersebar kemana-mana. Maka berubahlah sikapnya, karena
tadipun ia hanya ingin main-main saja, sedangkan ada dugaan tidak baik terhadap
orang sombong ini.
“Jadi kau
adalah seorang tokoh Kun-Lun-Pai yang ternama? Aku telah lama sekali mendengar
bahwa ilmu pedang dari Kun-Lun-Pai adalah luar biasa sekali, dan diantaranya
terdapat gerakan-gerakan seperti Pek-Hong Koan-Jit dan Tiang-Khing King-Thian.
Sukakah kau menambah pengetahuanku yang dangkal dan memperlihatkan kedua
gerakan ini?”
Memang watak
Hui Tat sangat sombong dan jumawa, dan kini ia kena di 'bakar' oleh Giok Ciu
yang nakal. Gadis ini sengaja menyebutkan gerakan ilmu pedang yang mudah hingga
tentu saja Hut Tat girang mendengar ini. Dengan lagaknya yang jumawa ia
berkata,
“Kau baru
mendengar sebutannya saja sudah tertarik, apa lagi kalau melihat gerakan itu
dimainkan olehku! Lihatlah, ini yang disebut Pek-Hong Koan-Jit!”
Ia
menggerakkan pedangnya dan diputar sedemikian rupa hingga pedang itu
mengeluarkan sinar putih yang besar dan bulat di atas kepala dan melindungi
bagian atas dari serangan musuh. Memang gerakan ini bagus sekali karena dilihat
sekelebatan seakan-akan Hui Tat sedang memegang sebuah payung putih di atas
kepalanya!
“Dan inilah
yang disebut Tiang-Khing King-Thian!” Ia lalu mengubah gerakan tangannya yang
tadi memutar-mutar pedang dan kini tubuhnya ikut berloncatan ke kanan kiri dan
pedangnya mendatangkan sinar panjang berkelebatan.
Giok Ciu
yang telah mempelajari Kun-Lun Kiam-Hoat dengan baik dan kenal semua tipu
gerakan ilmu pedang cabang ini, mendapat kenyataan bahwa biarpun gerakan si
sombong ini cukup cepat, namun hanya merupakan latihan luar saja dan
kepandaiannya yang bagus ditonton itu sebenarnya tidak berisi. Maka ia segera
tertawa nyaring hingga Hut Tat menjadi makin sombong. Ia mengangkat dada dan
berkata sambil tersenyum girang,
“Bagaimana
nona? Bukankah hebat gerakan ilmu pedangku?”
Tiba-tiba
Giok Ciu memandangnya dengan mata tajam dan menghina. “Hui Tat, hayo kau lekas
berlutut di depanku!” bentaknya.
Bukam main
kagetnya Hui Tat mendengar perubahan sikap gadis cantik ini. Juga semua tamu
dan tuan rumah yang semenjak tadi melihat mereka menjadi terkejut. “Eh, apa...
apa maksudmu?” Hui Tat bertanya.
“Jangan
banyak cerewet, hayo lekas memberi hormat kepadaku. Kau hanyalah cucu muridku
kalau dipandang dari sudut kepandaianmu!”
“Apa? Kau
juga anak murid Kun-Lun?”
“Mungkin
gurumu baru pantas menjadi murid keponakanku. Maka hayo lekas kau berlutut!”
Marahlah Hui
Tat. “Kau jangan kurang ajar seperti kawanmu itu. Memang kalian
pemberontak-pemberontak yang harus dibasmi. Jangan kau sembarangan hendak
menghina Kun-Lun-Pai!”
“Siapa yang
menghina Kun-Lun-Pai? Bukan aku, tapi kau sendirilah! Akulah benar-benar anak
murid Kun-Lun sedangkan kau ini hanya mengaku-aku saja! Kau kira kedua gerakan
tadi betul? Ha ha ha! Dalam satu dua jurus saja aku bisa mainkan Tiang-Khing
King-Thian dan merobohkanmu jika kau menangkis dengan gerakanmu Pek-Hong
Koan-Jit yang tak karun tadi.”
“Boleh kau
coba!” tantang Hui Tat yang merasa dihina sekali.
“Betulkah?
Nah, lihat baik-baik, dalam satu jurus saja aku akan merampas pedangmu dan
merobek bajumu yang terlalu mewah itu!” Sambil berkata begitu Giok Ciu mencabut
pedangnya dari punggung.
“Awas, kau
gunakan Pek-Hong Koan-Jit baik-baik!” Seru gadis itu dan dengan cepat.
Hui Tat
telah bersiap dan pasang kuda-kuda, Giok Ciu lalu bersuit keras dan mengerahkan
ginkangnya meloncat menyerbu ke arah lawan itu. Hui Tat melihat lawannya
menyerang dari atas segera memutar pedangnya dengan tipu gerakan Pek-Hong
Koan-Jit tadi untuk melindungi kepalanya. Dan benar saja, Giok Ciu bergerak
menjalankan serang dengan tipu Tiang-Khing King-Thian atau Pelangi Panjang
Melengkung di Langit. Pedangnya bergerak cepat dan dari mulutnya masih
melengking suitannya yang membuat Hui Tat tiba-tiba merasa keder dan gugup
sekali.
Karena Giok
Ciu memang memiliki tingkat kepandaian dan lweekang yang jauh diatasnya, maka
sekali kedua pedang menempel, Hui Tat kehilangan keseimbangan badan dan
tangannya. Ketika Giok Ciu menggunakan tangan kiri mengetuk pergelangan
tangannya maka pedangnya telah pindah tangan tak terasa pula! Pada saat tubuh
gadis itu turun di sebelah kiri lawan, gadis itu menggerakkan pedangnya dan...
"Brebeett”
ujung pedang itu merobek baju Hui Tat hingga terbukalah baju itu dari batas
leher sampai pinggang!
“Nah, tidak
lekas berlutut mau tunggu kapan lagi?” Giok Ciu membentak sambil mengayunkan
pedang rampasan itu keatas dan pedang itu bagaikan anak panah menancap di balok
melintang hingga hampir setengahnya!!
Hui Tat
merasa malu dan terkejut sekali. Tanpa berkata apa-apa ia lalu lari pergi dan
menggunakan tangan kanan unuk memegang bajunya yang robek. Sedikitpun ia tidak
berani menoleh dan lari bagaikan dikejar setan karena ia merasa malu sekali!
Giok Ciu dan Sin Wan tertawa bergelak-gelak.
“Siauw-San
Ngo-Sinto! Janganlah berlaku pengecut, dan keluarlah kalian untuk mengadu
kepandaian! Apakah kalian takut pada kami?”
Kelima Golok
Sakti dari Siauw-San yang telah puluhan tahun membuat nama besar itu, tentu
saja tidak sudi menelan hinaan kedua anak muda itu, dan berbareng mereka
berlima meloncat menghadapi Sin Wan dan Giok Ciu, sedangkan golok andalan
mereka telah berada di tangan masing-masing!
“Hm, anak
muda sombong. Kalian terlau mengandalkan kepandaian sendiri dan tidak pandang
sebelah mata kepada semua orang berada disini! Tidak tahukah kalian bahwa kami
sedang melakukan pesta perjamuan dan bahwa kalian tidak kami undang? Tapi
kalian sengaja datang mengacau dan karena ini selain kalian menghina kami
berlima orang-orang tua, juga kalian telah memandang rendah dan tidak
menghargai semua tamu-tamu kami yang terhormat!” kata Twa-Sinto sambil
memandang kepada semua tamu.
Sin Wan
terkejut dan mengagumi kecerdikan dan kelicinan orang tua itu. Ucapan yang
dikeluarkan seakan-akan menegurnya itu sebenarnya adalah semacam hasutan untuk
menarik semua tamu di pihak mereka agar semua tamu dipandang rendah oleh Sin
Wan dan Giok Ciu sehingga menjadi marah. Maka buru-buru Sin Wan menjura ke
sekelilingnya dan berkata dengan suara yang lebih keras lagi dari pada suara Twa-Sinto.
“Cuwi yang
terhormat! Ketahuilah bahwa kami berdua orang muda tidak sekali-kali berani
memandang rendah kepada cuwi yang gagah perkasa. Siauwte telah cukup mendapat
didikan Kakekku Kang Lam Ciuhiap untuk berlaku hormat kepada sahabat-sahabat
dari kalangan kang-ouw dan para Lo-Cianpwe, sedangkan adikku inipun cukup
mendapat didikan dari Ayahnya yang bukan lain adalah Kwie Cu Ek si Harimau
Terbang! Kami berdua adalah keturunan orang-orang gagah yang binasa dalam
keadaan mengandung penasaran karena penghinaan orang-orang semacam Ngo-Sinto
ini! Kini kami datang ke sini semata-mata hendak membalas sakit hati atas
terbunuhnya orang-orang tua kami, dan urusan kami hanyalah dengan Ngo-Sinto,
sedikitpun tiada sangkut paut dengan cuwi sekalian!”
Mendengar
kata-kata Sin Wan ini, semua tamu diam-diam mengangguk-angguk karena nama-nama
besar seperti Kang Lam Ciuhiap dan Hui-Hauw Kwie Cu Ek memang telah mereka
dengar dengan baik. Maka sebagian besar daripada mereka ini lalu duduk dan
tidak hendak mencampuri urusan orang lain yang sebenarnya adalah urusan pribadi
dan balas dendam perseorangan yang sedikitpun tiada sangkut paut dengan mereka.
Tapi seorang
pertapa rambut panjang yang digelung ke atas dan memakai tusuk rambut emas dan
jubahnya berwarna merah, berdiri dari tempat duduknya dan lalu tubuhnya yang
jangkung kurus itu berjalan tenang dan menghampiri Sin Wan dan Giok Ciu. Ia
mengangguk ke arah tuan rumah lalu berkata kepada Sin Wan,
“Eh, anak
muda! Kau pandai sekali menggunakan nama Kakekmu Kang Lam Ciuhiap dan nama
Hui-Hauw Kwie Cu Ek untuk menakut-nakuti para tamu! Tapi ketahuilah, nama-nama
yang kau sebut itu tidak berada di atas kedudukan dan tingkatku, maka aku tidak
berlaku lancang kalau mengajukan diri untuk membereskan urusan ini!”
Sin Wan melihat
seorang Tosu tinggi kurus yang bermata tajam itu datang-datang membela tuan
rumah, segera mengerti bahwa urusan akan menjadi hebat, maka buru-buru ia
mengangkat tangan memberi hormat,
“Totiang
dari mana dan siapakah maka sudi mencapekkan diri mengurus kami yang
muda-muda?”
Tosu itu
tertawa sambil mengdongakan kepalanya ke atas hingga lehernya memanjang
bagaikan leher merak. “Aku adalah Keng Kong Tosu. Kau tadi bilang bahwa
urusanmu dengan Siauw-San Ngo-Enghiong tiada sangkut pautnya dengan para tamu,
tapi mengapa kawanmu telah menghina seorang tamu, yakni Hui Tat Enghiong tadi?
Apakah kalian benar-benar hendak mengagulkan kepandaian disini?” Atas
pertanyaan ini Giok Ciu yang maju menjawab.
“Bukankah
Totiang tadi juga melihat bahwa orang she Hui adalah seorang sombong yang
hendak menggunakan nama Kun-Lun-Pai untuk menjual muka? Aku sebagai keturunan
seorang tokoh Kun-Lun tentu takkan membiarkan nama Kun-Lun-Pai dipermainkan
orang macam itu!”
“Hm, sungguh
masih muda tapi sudah mempunyai suara besar! Kulihat kepandaian nona ini cukup
bagus, maka tentu kepandaianmu lebih kuat lagi, anak muda! Sebenarnya kau murid
siapakah?”
“Guru kami
adalah Bu Beng Sianjin.” Tapi nama ini tak dikenal oleh Tosu itu maka ia
keluarkan suara ejekan.
“Ketahuilah
anak muda. Siauw-San Ngo-Enghiong bukanlah anak-anak kecil yang boleh kau ajak
berkelahi begitu saja. Itu berarti kalian menghina padanya, sedangkan aku pada
saat ini menjadi tamu, maka bagaimana aku bisa membiarkan orang luar menghina
tuan rumahku? Biarlah kuukur dulu kepandaianmu apakah sudah cukup pantas untuk
digunakan melayani Ngo-Enghiong. Kalau kepandaianmu masih terlampau rendah,
maka pulanglah saja dan belajar barang sepuluh tahun lagi sebelum memberanikan
diri mencari Siauw-San Ngo-Enghiong!”
Sambil
berkata begini, Tosu ini mengeluarkan sebuah hudtim, yakni kebutan pertapa dan
sebatang pedang pendek, lalu menghadapi Sin Wan sambil berkata,
“Nah,
keluarkanlah senjatamu dan kalian berdua boleh maju berbareng.”
Sin Wan dan
Giok Ciu marah sekali melihat lagak orang ini yang terang-terangan memandang
rendah kepada mereka. Tapi Sin Wan memberi isyarat kepada Giok Ciu dan sambil
mencabut pedangnya ia berkata kepada Keng Kong Tosu,
“Totiang,
ketahuilah! Kami berdua bukanlah orang-orang berjiwa pengecut yang mudah
digerak untuk menarik kembali niat kami membalas dendam. Jangankan baru kau
yang menghalangi kami, biarpun menghadapi lautan api akan kami terjang untuk
mencari dan membalas dendam ini! Kalau kau orang tua hendak merendahkan diri
dan mengotorkan tangan mengikut campuri urusan yang tiada sangkut pautnya
dengamu, maka silahkan maju dan jangan kira kami takut padamu!”
Melihat
ketabahan anak muda yang bersikap tenang ini, Keng Kong Tosu yang sudah banyak
pengalaman maklum bahwa anak muda ini tentu memiliki kepandaian tinggi. Apapula
ketika melihat sinar pedang Pek Liong Pokiam yang mengeluarkan hawa mujijat dan
sinar mengerikan! Diam-diam Keng Kong Tosu terkejut sekali dan menjadi keder
menghadapi pokiam yang benar-benar jarang dicari keduanya itu.
Namun
sebagai seorang yang mempunyai tingkat dan disebut Lo-Cianpwe oleh kebanyakan
orang kang-ouw, Keng Kong Tosu menenangkan hatinya. Tiba-tiba ia mengeluarkan
suara ketawa menyeramkan yang nyaring dan panjang. Suara ini memang terdengar
aneh dan serem hingga semua orang yang berada di situ merasa bulu tengkuk
mereka berdiri, karena selain kedengarannya menyeramkan, juga suara ketawa itu
mengandung pengaruh yang kuat sekali!
Memang Tosu
itu sedang mengluarkan kepandaian Hoat-Sutya, yakni semacam sihir atau ilmu
hitam. Dengan mukjizat ia dapat menyebarkan pengaruh yang kuat di dalam suara
ketawa itu untuk membuat Sin Wan lemah semangat dan terpengaruh olehnya. Memang
benar Sin Wan yang terkena tenaga yang sebenarnya ditujukan sepenuhnya
kepadanya itu merasa seakan-akan ada sesuatu memukul dari dalam tubuhnya, yakni
tenaga yang memasuki telinganya dan terbawa oleh suara ketawa yang menyeramkan
itu.
Tapi,
sebelum ia merasa mabuk dan pening, tiba-tiba jari tangan kanannya yang
memegang pedang merasakan seperti ada air hangat yang menjalar ke seluruh tubuh
dan mengusir pergi pengaruh Mukjizat itu! Sin Wan menduga bahwa tentu pokiamnya
yang memang ampuh dan mukjizat itu menolongnya dan dari Pokiamnya itulah
datangnya tenaga hawa aneh yang melenyapkan pengaruh ilmu hitam! Maka ia selalu
tersenyum dan dengan hati tetap berkata,
“Majulah,
Totiang!”
Keng Kong
Tosu heran dan terkejut sekali melihat betapa Sin Wan tenang-tenang saja
seakan-akan tidak terpengaruh oleh suaranya, bahkan ketika Giok Ciu juga
mencabut pedangnya yang hitam mulus bersinar-sinar, iya merasa betapa cahaya
pedang itu tajam menusuk matanya hingga ia mundur dua tindak! Segera ia dapat
menguasai dirinya dan dengan seruan keras ia maju menyerang dan mengayunkan
pedang dan hudtim dari dua jurus yang bertentangan menyerang tempat-tempat
berbahaya di tubuh anak muda itu!
“Bagus!”
seru Sin Wan yang segera melibatkan pokiamnya dan menangkis.
Keng Kong
Tosu biarkan pedang pendeknya tertangkis, karena pedang pendeknya itu pun
pedang pusaka yang ampuh dan tajam, tapi dia tidak berani membiarkan hudtimnya
menjadi putus oleh pedang lawan yang hebat itu, maka cepat sekali ia kelebatkan
kebutannya dan kini meluncurlah ujung kebutan itu dengan cepatnya ke arah darah
di leher Sin Wan! Inilah serangan maut yang sangat berbahaya dan disebut gerak
tipu Hio-Te Hoan-Hwa atau Dibawah Daun Cari Bunga.
Namun Sin
Wan telah berlaku waspada. Cepat ia merubah bhesi (bhesi=kuda-kuda) dengan
memiringkan kepala dan leher hingga ia dapat berkelit dari ujung kebutan lalu
balas menyerang dengan pokiamnya yang tak kalah hebat dan berbahayanya.
Serangan
balasan ini demikian hebatnya hingga Keng Kong Tosu berseru kaget dan meloncat
mundur sambil putar pedang pendeknya di depan tubuhnya sebagai pelindung. Tapi
ketika Sin Wan memutar pula pedangnya ke arah yang bertentangan, kedua pedang
itu beradu keras dan hampir saja pedang pendek Keng Kong Tosu terlepas karena
kuatnya serangan lweekang anak muda itu. Keng Kong Tosu merasa telapak
tangannya panas dan ia menjadi pucat karena timbul rasa jerih terhadap anak
muda yang tenang ini!
Untung Gadis
itu tidak maju mengeroyoknya, kalau terjadi hal ini, tentu ia takkan dapat
bertahan, karena ia tahu bahwa pokiam di tangan Gadis itu mukjizat sekali dan
tidak kalah ampuhnya dengan pokiam putih di tangan pemuda ini! Diam-diam Keng
Kong Tosu heran sekali mengapa tiba-tiba di dunia kang-ouw bisa muncul
jago-jago luar biasa yang semuda ini dan ia mulai memikir siapa gerangan Suhu
mereka ini yang tadi disebut Bu Beng Sianjin!
Tapi
serangan dan desakan Sin Wan membuat ia tidak dapat berpikir karena ia harus
memusatkan seluruh perhatiannya kepada senjata musuh agar tidak sampai di
robohkan. Setelah bertempur hampir dua ratus jurus dengan hebat sekali,
mulailah Keng Kong Tosu terdesak hebat tak berdaya. Ia segera mengerahkan
kekuatan gaibnya dan sambil semburkan Tenaga dari dada dan perutnya ke arah
lawan, membentak dengan suara menggeledek,
“Robohlah
kau!”
Tenaga ilmu
hitam ini hebat sekali karena Sin Wan merasa betapa tenaga raksasa yang tidak
kelihatan mendorongnya ke belakang hingga ia terhuyung-huyung dan bhesi kakinya
tergempur, tapi aneh! Kembali ada tenaga hangat yang menjalar dari telapak
tangan yang memegang pedang hingga ia tertolong dari bahaya maut karena pada
saat itu Keng Kong Tojin yang heran sekali melihat lawannya tidak roboh terkena
ilmu hitamnya tapi hanya terhuyung saja, segera maju menerjang dan mengirim
serangan maut dengan pedang pendek dan hudtimnya!
Ketika itu
Ujung hudtim telah dekat sekali dengan urat di leher Sin Wan yang jika terkena
akan menghentikan jalan pernapasannya. Tapi untung sekali pemuda itu telah
tertolong oleh hawa pedangnya hingga ia bisa menggulingkan diri ke samping dan
menggunakan pokiamnya menyabet keras ke arah lengan lawan yang memegang hudtim!
Keng kong
Tosu berteriak kaget dan menarik lengannya tapi Pek Liong Pokiam telah berhasil
membabat kebutannya itu hingga putus di dekat gagangnya! Kemudian dengan gemas
Sin Wan maju menyerang dan mengeluarkan Pek Liong Kiam-Sut yang jarang terdapat
keduanya di dunia ini! Payahlah Keng Kong Tosu mempertahankan diri, maka dengan
terpaksa sekali dan lupa akan rasa malu, ia meloncat mundur keluar dari
kalangan pertempuran sambil berkata,
“Kau hebat
sekali! Biar Lain kali kita bertemu pula!” kemudian Tosu itu lalu kabur dengan
cepat sekali turun gunung karena merasa tidak ada muka untuk bertemu dengan
semua orang yang menyaksikan kekalahannya tadi!
Sin Wan dan
Giok Ciu dengan pedang di tangan kini menghadapi kelima musuh besarnya yang
sementara itu telah bersiap sedia, walaupun hati mereka gentar sekali melihat
kehebatan Sin Wan tadi. Namun betapa pun juga, mereka masih mengandalkan
Ngo-Heng-Tin mereka yakni barisan lima elemen yang diatur oleh kelima golok
mereka itu. Selamanya belum pernah mereka dapat dikalahkan musuh dalam barisan
hebat ini.
“Ngo-Sinto,
bersiaplah terima binasa!” kata Giok Ciu.
Twa-Sinto
tersenyum, “Kalian anak muda sungguh sayang sekali, setelah memiliki kepandaian
tinggi akhirnya harus mampus di tangan kami.”
Setelah
Twa-Sinto berkata demikian maka ia dan keempat saudaranya lalu berdiri
berjajar, yang tertua di depan, kedua di belakangnya demikian seterusnya hingga
mereka merupakan barisan seekor ular, memang mereka sengaja membentuk
Kim-Coa-Tin atau Barisan Ular Emas.
“Bersiaplah
kalian terima binasa!” Twa-Sinto berkata keras dan Ia lalu maju menyerang Sin
Wan dengan goloknya.
Harus
diketahui bahwa golok kelima orang tua ini, selain indah dipandang dan
bergagang emas, juga terbuat dari baja tulangan yang baik sekali hingga
merupakan senjata mustika yang ampuh dan tajam, kenapa senjata itu berani
menghadapi Pek Liong dan Ouw Liong, tanpa kuatir tertabas putus. Dan golok itu
berat dimainkan dengan gerakan gerakan golok yang khusus mereka pelajari untuk
digunakan dalam barisan mereka ini hingga gerakan mereka bagaikan dilakukan
oleh satu orang saja!
Melihat
datangnya serangan, Sin Wan menangkis dan balas menyerang, tapi Twa-Sinto yang
merupakan kepala barisan ular, menjauhinya dan serangan itu disambut Ji-Sinto,
lalu Diteruskan oleh serangan Sam-Sinto! Demikianlah, tiap kali gebrakan, Sin
Wan menghadapi orang lain dan kelima orang itu bergerak bergerak teratur sekali
bagaikan seekor ular merayap rayap!
Sin Wan
menjadi bingung dan pada saat itu Giok Ciu berseru keras lalu menyerbu.
Pertempuran menjadi lebih ramai. Karena kini dua pedang melawan lima golok!
Dengan masuknya Giok Ciu ke dalam pertempuran, maka Kim-Coa-Tin dapat dibikin
bubar dan kacau karena kalau Sin Wan menyerang kepalanya, Giok Ciu membarengi
menghantam lehernya atau orang kedua gerakan barisan ular itu tidak bisa
otomatis lagi dan terpotong-potong!
Karena
inilah maka Twa-Sinto yang selalu merupakan pimpinan karena Ia memang paling
cerdik, juga kepandaiannya paling tinggi, bersuit dua kali dan tiba-tiba barisan
ular itu bergerak-gerak dan berubah menjadi barisan ombak samudra! Tiga orang
menyerang Sin Wan dan Giok Ciu sedangkan yang dua lagi menyerang sambil
bergulingan dan selalu menunjukkan golok mereka ke arah kaki kedua anak muda
itu. Golok kedua orang ini menyambar-nyambar dan sekali saja kaki terbabat,
maka akan putuslah kaki anak-anak muda itu!
Sin Wan dan
Giok Ciu tak dapat mendesak kedua orang yang bergulingan sambil menyerang kaki
mereka itu karena tiga orang lawan menjaga dengan kuat tiap serangan ke arah
dua orang penyerang bawah itu dilindungi oleh tiga orang penyerang atas!
Barisan ini bahaya sekali dan membingungkan Sin Wan dan Giok Ciu yang tiap kali
harus berloncat-loncatan melindungi kaki mereka!
Tiba-tiba
Giok Ciu bersuit keras dan Ia menggunakan ginkangnya untuk berkelebat ke atas
dan menyerang orang-orang yang bergulingan itu dengan menyambar-nyambar dari
atas! Sin Wan melihat gerakan ini teringat akan ilmu silat garuda terbang yang
dulu diajarkan oleh Kwie Cu Ek. Maka iapun lalu menggunakan ginkangnya untuk
melayani barisan aneh ini!
Diserang
oleh dua anak muda yang sangat gesit dan memiliki ginkang tinggi ini hingga
merupakan sepasang Garuda menyambar-nyambar, barisan ombak Samudra menjadi
kacau balau. Maka kembali Twa-Sinto bersuit keras tiga kali dan kali ini kelima
Tosu itu mengeluarkan kepandaian mereka yang paling hebat, yakni Ngo-Heng-Tin
atau Barisan Lima Elemen merupakan segi lima yang kadang-kadang berubah menjadi
Bundaran. Mereka lari berputar dan menyerang Sin Wan dan Giok Ciu dari lima
jurusan yang teratur sekali! Golok mereka yang berat dan tajam itu bergerak
dengan cepat dan pergerakan kelima golok itu demikian teratur dengan otomatis
mereka itu saling membantu kawan setiap serangan merupakan serangan berantai!
Misalnya
Twa-Sinto menyerang, maka musuh yang berkelit segera disambut serangan golok
kedua dan demikian seterusnya hingga apabila lawan dapat sebuah serangan,
berarti ia harus dapat pula kelit empat serangan golok lain! Karena mereka
berlima menyerang dan bersilat sambil berputaran dan mengurung Sin Wan dan Giok
Ciu yang berada di tengah, maka kedua anak muda itu tak dapat bergerak leluasa.
Kemudian
Giok Ciu memberi seruan keras dan pokiamnya itu mendengung mengeluarkan suara
ketika digerakkan dengan hebatnya! Ternyata Gadis itu telah menggunakan
pokiamnya bersilat dengan ilmu Pedang Naga Hitam yakni Ouw Liong Kiam-Sut yang
menjadi kepandaian simpanannya!
Melihat
betapa kawannya telah mulai bersungguh-sungguh, Sin Wan tidak mau kalah dan
setelah berseru keras, ia menggerakkan pedangnya yang putih dalam ilmu Pedang
Naga Putih atau Pek Liong Kiam-Sut! Sebentar saja kedua pemuda-pemudi itu
lenyap dalam gulungan dua sinar pedang hitam dan putih yang mengeluarkan hawa
dingin dan panas secara mukjizat sekali!
Yang
menonton pertandingan ini diam-diam meleletkan lidah melihat kehebatan
permainan pedang kedua anak muda itu! Pedang hitam dan putih itu kini
seakan-akan telah berubah menjadi sepasang naga hitam dan putih yang
melayang-layang dan menyambar-nyambar menerbitkan angin, gerakan yang indah
tapi buas sekali. Sin Wan dan Giok Ciu setelah mainkan Ouw Liong Kiam-Sut dan
Pek Liong Kiam-Sut menjadi demikian gembira hingga seakan-akan mereka berlomba
memperebutkan pahala!
Sebentar
saja terdengar jeritan ngeri ketika pada saat hampir berbaring sepasang pokiam
itu menyambar leher dua orang Tosu hingga leher mereka terbabat dan kepalanya
terpental jauh! Tiga Tosu lagi menggertak gigi dan melawan dengan nekad, tapi
dibarengi teriakan nyaring, kembali pedang hitam Giok Ciu telah menembus dada
Sam-Sinto hingga Tosu ini menjerit ngeri dan roboh binasa.
Melihat
hasil Giok Ciu , Sin Wan tidak mau kalah, dengan gerak tipu Pek Liong Cut-Tong
atau Naga Putih Keluar Gua, iya berhasil menusuk mati Ji-Sinto! Tinggal
Twa-Sinto seorang yang masih melawan mati-matian, tapi karena kedua anak muda
itu agaknya benar-benar bersaing dalam membunuh musuh mereka, kedua pedang itu
dengan secara hebat sekali dan tak terduga datangnya, tahu-tahu keduanya telah
tembus perutnya!
Saudara
tertua dari Siauw-San Ngo-Sinto ini roboh tak dapat bersuara lagi! Melihat
betapa kelima musuh besar telah menggeletak dalam darah mereka sendiri, Sin Wan
dongakkan kepala keatas dan berseru keras,
“Ibu,
Kong-kong! Lihatlah, musuh-musuhmu telah dapat kami binasakan!”
Kemudian ia
tertawa bergelak-gelak dan sebentar kemudian disusul dengan suara tangisnya
terisak-isak. Giok Ciu lalu ikut menangis tersedu-sedu di samping Sin Wan,
karena ia teringat akan kematian Ayahnya sendiri yang sampai saat itu belum
juga terbalas! Musuh besar gadis ini ialah Cin Cin Hoatsu, yakni pendeta Tibet
yang telah membunuh Ayahnya, sedangkan pada saat itu ia belum dapat bertemu
dengan musuh besar itu.
Para tamu
yang tadinya merasa ngeri dan kagum melihat betapa dua orang muda yang konsen
dan lihai sekali itu dapat menewaskan kelima golok sakti dari Siauw-San dengan
mudah, kini merasa heran sekali melihat betapa keduanya berdiri sambil menutup
muka dan kucek-kucek mata dengan kedua tangan dalam tangisan sedih!
Mendengar
tangis Giok Ciu makin keras saja, Sin Wan menunda tangis dan memandang ke arah
gadis itu dengan heran. Ia sendiri tadi menangis karena terharu dan girang,
terharu teringat akan Ibunya dan Kakeknya yang tercinta dan girang karena
akhirnya ia berhasil membasmi semua musuh besar, Tapi kini mendengar tangis
Giok Ciu, ia memandang heran dan kuatir.
“Eh, moi-moi
kau kenapakah?” tangannya sambal memegang pundak orang.
Mendengar
pertanyaan ini, Giok Cu makin memperhebat tangisannya dan ia kipatkan tangan
Sin Wan yang memegang pundaknya! Sin Wan makin heran dan bertanya mendesak.
“Eh,
moi-moi, kenapakah? Mengapa kau ngambek? Katakanlah?"
Sementara
itu para tamu melihat tontonan ini merasa heran sekali, karena kedua anak muda
yang lihai itu ternyata bersikap seolah-olah disitu hanya ada mereka berdua
saja! Benar-benar sepasang orang muda yang berilmu tinggi dan bersikap luar
biaa dan aneh!
“Kau… kau
murid tidak setia! Sudah lupakah kau akan terbunuhnya Ayah? Atau… atau kau tak
mau ambil perduli lagi??”
“Moi-moi,
jangan berkata begitu! Sakit hati Ayahmu adalah sakit hatiku juga,
penderitaanmu adalah penderitaanku juga! Mari kita mencari Cin Cin Hoatsu untuk
membalas kematian hati Ayahmu!”
Kemudian Sin
Wan memandang ke sekeliling dan menjura, “Dengan sangat menyesal kami mengharap
cuwi suka memberi maaf kepada kami orang-orang muda yang datang untuk menagih
hutang kelima orang yang kini telah tewas ini. Sekali lagi kami tekankan bahwa
kami tiada urusan apa-apa dengan cuwi. Mungkin diantara cuwi ada yang tahu
dimanakah seorang Tibet yang bernama Cin Cin Hoatsu?”
Tiba-tiba
dari sudut kiri terdengar suara orang bertanya, “Jiwi mencari Cin Cin Hoatsu
ada urusan apakah?”
Sin Wan
menengok dan Giok Ciu segera keringkan air matanya lalu ikut berpaling juga.
Ternyata yang bertanya adalah seorang tua yang gundul dan Hwesio ini tampaknya
gagah dan berkepandaian. Melihat sikap orang yang ramah tamah dan pandangan
matanya yang menyatakan simpati kepada mereka itu, Sin Wan lalu maju dan
menjura,
“Lo-Suhu
apakah dapat menolong kami memberitahukan tempat Cin Cin Hoatsu? Orang tua
penjilat Kaisar itu adalah musuh kami juga, karena ia telah membunuh mati Suhu
kami, Kwie Cu Ek.”
Hwesio itu
mengangguk-angguk, “Mencari Cin Cin Hoatsu bukanlah perkara mudah, karena
selain Lo-Cianpwe itu berkepandaian tinggi sekali juga kemana ia pergi tak
seorangpun dapat mengetahuinya. Khabarnya ia mendapat tugas dari Kaisar untuk
melawat ke Tibet membawa pesan rahasia dan penting. Tahukah kalian bahwa Keng
Kong Tosu yang kau kalahkan tadi juga seorang diantara saudara-saudaranya?”
Alangkah
kecewa dan menyesalnya Sin Wan dan Giok Ciu. Kalau tadi mereka tahu bahwa Keng
Kong Tosu adalah sute atau saudara Cin Cin Hoatsu, tentu mereka takkan
melepaskan begitu saja! Melihat kekecewaan kedua anak muda itu, si Hwesio
segera menambahkan,
“Tapi yang
pasti ialah bahwa waktu ini Cin Cin Hoatsu telah pergi ke Tibet!”
Sin Wan dan
Giok Ciu menghaturkan terima kasih dan mereka segera meninggalkan tempat itu
untuk menyusul ke Tibet! Giok Ciu sangat bernafsu untuk lekas-lekas bertemu
dengan musuh besarnya itu hingga ia medesak Sin Wan untuk terus-menerus
melakukan perjalanan cepat.!
Pada suatu
hari mereka melepaskan lelah di dalam sebuah hutan yang lebat dan penuh dengan
pohon-pohon besar dan bunga-bunga indah. Mereka duduk di dekat serumpun tanaman
bunga yang sedang mekar kembangnya dan menyebar bau harum menyedapkan.
“Giok Ciu,
ketika kita bertempur membinasakan Siauw-San Ngo-Sinto dulu, ternyata bahwa ilmu
pedangmu sangat hebat dan maju sekali,” Sin Wan menyatakan pendapatnya memuji.
Tapi Giok
Ciu memandangnya tak puas, “Aah, dikata majupun susah, engko Sin Wan. Buktinya
masih belum melebihi kemajuanmu, kau berhasil pula membunuh dua orang musuh dan
yang seorang terakhir mati di tangan kedua pokiam kita!”
Sin Wan
memandang gadis itu dengan heran, “Itu bukan berarti bahwa kau masih kalah
olehku, moi-moi. Kita seri, sama-sama kuat hingga seorang berhasil menewaskan
dua setengah orang musuh!”
Mendengar kelakar
Sin Wan ini, Giok Ciu tersenyum.
“Giok Ciu,”
kata Sin Wan pula dengan suara halus sambal memandang wajah gadis yang manis
itu, “Kalau kita dapat bertemu dengan Cin Cin Hoatsu, pasti kau dan aku akan
dapat membunuhnya.”
Giok Ciu
menghela napas. “Mudah-mudahan kita akan lekas bertemu dengan bangsat tua itu,
kalau aku belum membunuh mati orang tua itu, selamanya hatiku dan pikiranku
takkan tenteram dan tenang.”
“Jangan kau
kuatir, moi-moi, bukankah ada aku yang selalu akan berada disampingmu dan membelamu?”
kata Sin Wan mengulurkan tangan dan memegang tangan gadis itu.
Giok Ciu
diam saja dan tidak menarik tangannya karena tempat yang indah itu dengan
hawanya yang nyaman rupanya juga mempengaruhi hatinya, maka ia hanya memandang
saja wajah Sin Wan yang tampan dan terkasih itu dengan lirikan mesra. Keduanya
diam tak bergerak hanya merasakan nikmat dan bahagia ayunan asmara melalui
denyutan tangan mereka yang saling berpegang dan melalui pandang mata mereka
yang menyampaikan seribu satu kalimat bisu yang mesra! Akhirnya terdengar
elahan napas perlahan Sin Wan,
“Giok Ciu,
setelah kita berhasil membalas sakit hati dan menewaskan Cin Cin Hoatsu, kita…
kita akan kemanakah?”
Untuk
beberapa saat Giok Ciu tak dapat menjawab, hanya menekan tangan Sin Wan dengan
erat dan penuh arti. “Aku… aku hanya menurut saja padamu, Koko."
Sin Wan
menjadi girang sekali dan menarik tubuh Giok Ciu hingga kepala gadis dengan
rambutnya yang harum itu bersandar di dada Sin Wan yang bidang. “Benarkah?
Kalau begitu, setelah kita berhasil, kau… Kita… akan… kawin?”
Merahlah
wajah Giok Ciu, tapi ia hanya meramkan mata dan berbisik, “Terserahlah, Koko,
bukankah aku memang calon jodohmu…?”
Giok Ciu yang
bersandar di dada Sin Wan tiba-tiba merasa sesuatu mengganjal kepalanya. Segera
ia mengangkat kepalanya yang bersandar dan memandang Sin Wan karena teringat
sesuatu,
“Koko,
apakah… Sepatuku dulu itu masih tergantung di lehermu?”
Sin Wan
tersenyum malu dan ia mengeluarkan sepatu kecil itu. “Tentu saja!” jawab Sin
Wan pasti.
“Koko, kau
simpan baik-baik sepatu itu dan belum pernah terpisah dari tubuhmu. Kalau…
Kalau kita sudah suami isteri, apakah kau juga masih akan menyimpan terus
sepatu itu?”
“Tentu
saja!” jawab Si Wan pasti. “Untuk… untuk dipakai oleh kaki kecil kelak!”
Gok Ciu
masih belum mengerti. “Kaki kecil? Kaki siapa, Koko?” di dalam suaranya
terdengar cemburu.
Sin Wan
tertawa besar. “Kaki siapa lagi? Kaki anak kita, tentu!”
“Ah, kau ceriwis!”
kata Giok Ciu sambil mencubit lengan pemuda itu, tapi Sin Wan hanya tertawa
saja.
“Dan
sulingku itu kau kemanakan, moi-moi?”
Giok Ciu
mencabut suling itu dari ikat pinggang. “Apakah hanya kau yang bisa berlaku
setia?” katanya.
Sin Wan
mengambil suling itu dan segera mainkan dengan tiupannya yang merayu. Tapi kali
ini ia meniup lagu gembira yang menyatakan betapa bahagia rasa hatinya saat
itu, sedangkan Giok Ciu lalu menyandarkan kepalanya di dada itu lagi, karena
dalam bersandar ini ia merasa seakan-akan dirinya aman sentosa dan mendapat
sandaran yang teguh kuat hingga mengamankan hatinya. Memang ia menganggap
pemuda itu sebagai tiang sandaran hidup yang selamanya akan melindunginya!
Pada saat
kedua anak muda itu dimabuk anggur asmara, tiba-tiba terdengar suara tertawa
menghina di belakang mereka! Karena asyik mendengar suling yang ditiup oleh Sin
Wan, maka keduanya sampai tidak mendengar bahwa di belakang mereka berdiri dua
orang Kakek!
Sin Wan dan
Giok Ciu mencelat bangun dengan muka merah karena malu. Tapi setelah melihat
siapa adanya kedua orang yang menertawakan mereka itu, terkejutlah mereka,
berbareng merasa marah sekali. Ternyata bahwa yang datang adalah Kwi Kai Hoatsu
dan Keng Kong Tosu, dua pertapa lihai yang pernah bertempur dengan mereka!
Diam-diam
kedua anak muda itu terkejut juga melihat betapa dua orang saudara dari Cin Cin
Hoatsu berdiri di depan mereka dengan sikap mengancam. Untuk Keng Kong Tosu
mereka tak perlu takut, walaupun Tosu itupun memiliki kepandaian yang tidak
boleh dipandang ringan, tapi karena disitu terdapat Kwi Kai Hoatsu yang telah
mereka ketahui memiliki kepandaian jauh lebih tinggi daripada Keng Kong Tosu.
Maka kali ini mereka berdua benar-benar merupakan lawan yang jauh lebih berat
daripada Siauw-San Ngo-Sinto!
Ternyata
bahwa ketika dikalahkan oleh Sin Wan, Keng Kong Tosu lalu ke kota raja dan
menemui Kwi Kai Hoatsu. Tapi kebetulan sekai, mereka bertemu di jalan, karena
Kwi Kai Hoatsu juga sedang menuju ke Siauw-San untuk membela kelima Tosu ini
dari pembalasan musuh-musuhnya yang ia dapat menduga pasti akan mengunjungi
Siauw-San pula.
Kwi Kai
Hoatsu terkejut sekali ketika mendengar bahwa ia terlambat dan bahwa kedua anak
muda yang lihat itu telah datang ke Siauw-San bahkan telah mengalahkan Keng
Kong Tosu. Ia segera mengajak Keng Kong Tosu cepat-cepat ke Siauw-San, tapi
disitu ia hanya menemui makam kelima golok sakti itu yang ternyata telah
terbunuh oleh Sin Wan dan Giok Ciu!
Marahlah Kwi
Kai Hoatsu dan ia melakukan pengejaran dengan Keng Kong Tosu. Karena kepandaian
mereka memang tinggi, pula mereka tiada hentinya melakukan pengejaran, mereka
dapat menyusul kedua anak muda itu. Kedua pertapa itu merasa sakit hati sekali
karena telah dikalahkan hingga mendapat malu oleh sepasang anak muda itu, maka
alangkah girang hati mereka dapat menyusul Sin Wan dan Giok Ciu. Mereka yakin
bahwa dengan maju berdua, pasti sakit hati itu dapat terbalas. Pula mereka
telah mendengar bahwa kedua anak muda itu adalah musuh-musuh suheng mereka,
ialah Cin Cin Hoatsu!
Sebenarnya,
ketiga pertapa ini bukanlah saudara seperguruan, tapi ketiganya telah merupakan
persekutuan pemimpin paderi Lama di Tibet, yakni sekumpulan paderi yang
memberontak dan mengingkari hak kekuasaan pemerintah Lama pusat di Tibet.
Karena sikap memberontak ini, maka terjadi pertempuran dan perebutan kekuasaan
di Tibet dan ternyata dalam pertempuran hebat itu, Cin Cin Hoatsu, Kwi Kai
Hoatsu dan Keng Kong Tosu dapat dikalahkan dan diusir dari Tibet dan lari ke
Tiong-Gwan.
Dalam hal
tingkat ilmu silat dan ilmu sihir, Cin Cin Hoatsu dan Kwi Kai Hoatsu menduduki
tingkat ketiga, hingga dapat diduga betapa tinggi kepandaian mereka. Tingkat
kepandaian Cin Cin Hoatsu dan Kwi Kai Hoatsu hampir sama, hanya mereka memiliki
ke istimewaan masing-masing. Memang senjata Kwi Kai Hoatsu berupa kebutan dan
tongkat ular itu lebih menyeramkan dan lebih berbahaya, karena kedua senjata
itu dapat menyemburkan senjata-senjata rahasia yang tak terduga datangnya dan
lihai sekali.
Tapi dalam
hal kepandaian lweekang, agaknya Cin Cin Hoatsu lebih lihai, sedangkan dalam
pertempuran, selalu Cin Cin Hoatsu menggunakan ujung lengan baju yang tidak
kalah berbahayanya dengan senjata tajam yang bagaimanapun juga. Keng Kong Tosu
sebenarnya adalah seorang murid dari Cin-San-Pai yang sesat jalan dan sudah
lama mengekor saja kepada kedua pendeta berilmu tinggi itu, bahkan mempelajari
ilmu hitam dan ilmu sihir dari mereka.
Keng Kong
Tosu mempunyai semacam penyakit, yakni ia tidak boleh melihat wanita cantik.
Maka, sekali bertemu dan melihat Giok Ciu yang cantik jelita, timbullah niat
jahat didalam batinnya yang kotor. Kini, setelah melihat betapa mesra hubungan
antara gadis itu dengan Sin Wan, cemburulah hatinya.
“Bangsat
kecil tak tahu malu!” ia memaki hudtimnya lalu menyerang Giok Ciu!
Ia terlalu
cerdik untuk menyerang Sin Wan yang pernah merobohkannya, maka ia hendak
menyerahkan pemuda yang lihai itu kepada suhengnya saja, sedangkan ia sendiri
ingin menghadapi Giok Ciu yang jelita! Tidak disangka sedikitpun olehnya,
ketika Giok Ciu berseru nyaring dan mencabut Ouw Liong Pokiam dan menangkisnya,
ternyata pedang pendeknya terpental karena tenaga lweekang gadis itupun luar
biasa sekali!
Ia lalu
berlaku hati-hati dan melempar semua pikiran-pikiran yang nyeleweng untuk dapat
memusatkan perhatian dan kepandaian gadis yang ternyata merupakan lawan yang
tangguh ini. Sementara itu, dengan senyum menyindir Kwi Kai Hoatsu berkata
kepada Sin Wan.
“Kau hendak
mencari dan membunuh Cin Cin Hoatsu? Ha, jangan kau mimpi terlalu jauh, anak
muda. Untuk menghadapi kami saja tak mungkin kau menang, apalagi jika ada
saudaraku itu disini! Bersiaplah kau menerima pembalasanku terhadap hinaanmu
yang melukai kulit pundakku dulu!” Sambil berkata demikian, pendeta itu lalu
mencabut keluar kebutan hudtim dan tongkat ularnya yang lihai telah siap di
tangan!
Sin Wan tahu
benar bahwa lawan ini adalah sangat tangguh dan kepandaiannya masih lebih
tinggi daripada kepandaiannya sendiri, maka ia tidak mau didahului, lalu berkelebat
dan menyerang hebat dengan Pek Liong Pokiam!
“Bagus!” Kwi
Kai Hoatsu berseru menyindir dan iapun menggerakkan tongkatnya di tangan kanan
yang diputarnya sedemikian rupa hingga merupakan sinar bundar yang hitam
warnanya dan mengeluarkan hawa dingin dan bau amis. Ular yang telah kering dan
menjadi tongkat itu kini seolah-olah hidup lagi dalam tangan pendeta itu hingga
Sin Wan harus berlaku hati-hati sekali dan mengeluarkan seluruh kepandaiannya
dan Pek Liong Kiam-Sut untuk melayaninya.
Memang dalam
hal lweekang, Sin Wan masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Kwi Kai Hoatsu
yang telah berpengalaman dan telah memiliki tenaga batin yang kuat, biarpun
tenaga itu berasal dari ilmu hitam. Baiknya ilmu Pedang Naga Putih yang
dimainkan oleh pemuda itu adalah semacam ilmu yang jarang bandingannya di
permukaan bumi, hingga ia masih dapat melayani pendeta lihai itu dengan ulet.
Sebaliknya
permainan Ouw Liong Kiam-Sut dari Giok Ciu juga telah membuat Keng Kong Tosu
repot sekali dan hanya dapat menangkis saja. Tosu ini dalam sibuknya lalu
memusatkan tenaga batinnya dan mulutnya berkemak-kemik membaca mantera,
kemudian ia mengeluarkan suara siulan keras sekali hingga Giok Ciu merasa
jantungnya berdebar dan merasa ada hawa yang dingin menyerangnya dari depan.
Dalam
pandangan matanya, tiba-tiba Tosu itu telah berubah menjadi pucat sekali
bagaikan seorang mayat hidup yang mengerikan hingga ia menjadi terkejut sekali.
Baiknya ia masih dapat teringat bahwa Tosu ini pandai ilmu siluman dan tentu
ini adalah sebuah dari pada ilmu hitamnya itu, maka cepat sekali gadis itu lalu
mengumpulkan lweekangnya dan meloncat keatas sambil mementang kedua tangannya
dan mengeluarkan siulan-siulan tinggi dan nyaring sekali.
Inilah
Sin-Tiauw Kiam-Hwat Ilmu Pedang Rajawali Sakti, kepandaian tunggal dari Ayahnya
yang telah dipelajari baik-baik. Memang ilmu ini gerakan-gerakannya mengandung
tenaga lweekang tinggi dan gerakan-gerakan tangannya mempunyai pengaruh untuk
memunahkan segala cengkeraman ilmu sihir dan ilmu hitam.
Biarpun
dalam hal ilmu lweekang, gadis itu masih kalah sedikit jika dibandingkan dengan
Keng Kong Tosu, namun berkat ilmu pedangnya yang luar biasa dan keteguhan
hatinya yang membaja, ia tak usah menyerah kalah terhadap seorang pendeta ilmu
hitam semacam Keng Kong Tosu saja!
Keng Kong
Tosu terkejut sekali karena setelah berkali-kali gadis itu menyerang dari atas
dengan gerakan-gerakan aneh dibarengi siulan-siulan nyaring, maka buyarlah
semua tenaga yang dipusatkan, bahkan ia lalu terhuyung-huyung kebelakang.
Dengan gemas ia lalu mengebutkan lengan bajunya dan dari situ mengebul keluar
asap tebal warna hijau!
Giok Ciu
dapat menduga bahwa itu tentu semacam racun yang berbahaya sekali. Maka cepat
ia meloncat mundur menjauhinya, lalu menggunakan ginkangnya meloncat tinggi
sekali di atas asap itu dan menyerang lawannya dari atas! Gerakannya bagaikan
seekor naga sakti terjun dari awan dan terdengarlah teriakan ngeri karena ujung
Ouw Liong Pokiam berhasil melukai pundak Keng Kong Tosu!
Baiknya Tosu
ini mempunyai ilmu kebal, yakni yang disebut 'Kim-Ciong-Ko' hingga pedang yang
seharusnya membinasakannya itu, hanya melukai pundaknya saja. Tapi ini cukup
membuat ia gugup dan jerih sekali. Sedangkan Kwi Kai Hoatsu mendengar teriakan
ini lalu menengok. Marahlah ia setelah melihat bahwa kawannya telah terluka. Ia
sendiri, biarpun dengan tongkat ular dan kebutan hudtimnya dapat melayani Sin
Wan dengan baik, namun ternyata bahwa pemuda itu benar-benar tangkas dan gagah
perkasa.
Sin Wan
telah mainkan Pek Liong Pokiam sedemikian sempurnanya, hingga sinar putih dari
pedangnya merupakan gelombang ombak yang kuat dan besar sekali dan menahan
segala serangan kedua senjata lawannya. Namun lawan ini terlalu tangguh hingga
ia tidak dapat balas menyerang, biarpun sebaliknya Kwi Kai Hoatsu sendiripun
tidak berdaya untuk melukai lawannya yang masih muda itu!
Kini
marahlah Kwi Hoatsu. Kalau tadi ia masih merasa malu untuk mengeluarkan ilmu
hitamnya, kini terpaksa ia gunakan. Diam-diam ia menyimpan kebutannya dan kini
tangan kirinya telah memegang segulung tali sutera hitam yang dibuat dari
semacam ular. Sin Wan tidak mengerti apa maksud lawannya itu dan senjata apakah
yang dipegangnya, maka berlaku sangat hati-hati. Pada saat itu, Kwi Kai Hoatsu
membentak,
“Awas
jarum!”
Dulu pernah
Sin Wan menghadapi serangan jarum pendeta ini dan maklum betapa bahayanya
serangan itu, maka ia berlaku waspada. Dari mulut tongkat ular itu menyembur
benda warna hitam dan tahu-tahu benda itu terpecah menjadi puluhan jarum-jarum
kecil sekali yang menyambar ke seluruh tubuhnya dari mata sampai ke kaki!
Karena menyambarnya jarum ini cepat sekali, maka sukar untuk dikelit, juga
kalau ditangkis dengan pedang, mungkin tidak semuanya akan tertangkis. Terpaksa
Sin Wan lalu jengkangkan tubuh ke belakang dan setelah tubuhnya menyentuh
tanah, ia bergulingan pergi cepat sekali!
Maka
selamatlah ia, karena jarum-jarum kecil berwarna hitam yang menyambarnya tadi
semua adalah jarum berbisa yang luar biasa berbahayanya. Tapi pada saat itu ia
menjadi terkejut sekali. Ternyata setelah melihat Sin Wan bergulingan dan untuk
sementara waktu tidak berdaya, Kwi Kai Hoatsu lalu meloncat ke arah Giok Ciu
yang masih mendesak Keng Kong Tosu dan sambil mengeluarkan bentakan keras, Kwi
Kai Hoatsu menggerakkan tangan kirinya. Sinar hitam panjang menyambar bagaikan
ular hidup dan tahu-tahu sutera hitam panjang yang lemas itu telah membelit
pedang dan tangan Giok Ciu!
Gadis itu
terkejut sekali karena benda yang halus lemas itu datangnya tidak mengeluarkan
suara apa-apa dan tahu-tahu pedangnya telah dibelit, sedangkan tangannya yang
terbelit benda hitam itu merasa kesemutan dan tak berdaya. Juga dari sutera
hitam itu keluarlah bau wangi sekali yang menusuk hidungnya dan membuat
kepalanya terasa pening hingga ia tidak dapat menguasai tenaga lweekangnya lagi
untuk mempertahankan ketika sabuk sutera itu disendal. Pedangnya Ouw Liong
Pokiam kena terampas dan kini terpegang oleh Kwi Kai Hoatsu yang tertawa
bergelak-gelak!
Sin Wan
terkejut dan marah sekali. Sambil berseru nyaring ia meloncat menerjang Kwi Kai
Hoatsu, tapi pada saat itu Keng Kong Tosu berseru sambil mengeluarkan asap
hijaunya ke arah Sin Wan, sedangkan Kwi Kai Hoatsu meloncat ke samping dan
kembali menggerakkan tangan kirinya dan pedang Sin Wan seperti halnya pedang
Giok Ciu tadi, kini kena terampas pula! Sin Wan terpaksa melepaskan Pek Liong
Pokiam, karena ia tahu akan hebatnya racun asap hijau yang mengancamnya, maka
ia meloncat pergi sambil melepaskan pedangnya.
“Ha ha ha!
Kalian seperti harimau-harimau muda kehilangan kuku dan gigi! Mau ke mana
lagi?”
Kwi Kai
Hoatsu mengejek dan mengirim serangan dengan tongkatnya. Juga Keng Kong Tosu
segera menyerang Giok Ciu yang kini bertangan kosong! Memang tadi kedua anak
muda itu dapat melawan dengan baik dan berada di pihak penyerang karena mereka
mengandalkan pokiam dan permaian pedang mereka yang hebat. Tapi kini, bertangan
kosog saja menghadapi dua lawan yang sedemikian tangguhnya, membuat mereka
sibuk sekali dan harus berkelit ke sana kemari!
“Mari kita
pergi, moi-moi!” Sin Wan berteriak.
Mereka lalu
menggunakan ginkang mereka yang tinggi untuk meloncat jauh dan lari. Tapi
mereka menahan kaki mereka karena ternyata kedua pendeta itu tidak mengejar,
hanya tertawa bergelak-gelak sambil memandang. Sin Wan dan Giok Ciu saling
pandang dan kertak gigi karena marah dan gemas, tapi apa yang dapat mereka
lakukan? Melawan dengan nekad berarti mengantarkan nyawa sia-sia belaka,
sedangkan musuh besar mereka belum juga dapat dibalas!
Dengan hati
hancur mereka melihat betapa kedua orang tua itu sambil tertawa-tawa membawa
pedang mereka meninggalkan tempat itu. Memang Kwi Kai Hoatsu maklum akan
kelihaian ginkang kedua anak muda itu hingga kalau ia memaksa mengejar, takkan
berhasil dan berarti mencapaikan diri dengan sia-sia.
Melihat
betapa pedangnya dibawa pergi, tiba-tiba Giok Ciu menangis sambil menutup
mukanya dengan tangan. Ia menangis karena gemas dan penasaran sekali dan karena
tidak berdaya. Tapi tiba-tiba Sin Wan memegang tangannya dan berbisik,
“Moi-moi,
kau lihat disana itu!”
Giok Ciu
mengangkat muka dan memandang dan iapun terbelalak heran dan mereka lalu tak
merasa pula gerakkan kaki dan perlahan-lahan menghampiri kedua musuh mereka.
Sebenarnya apakah yang telah terjadi? Ketika kedua pertapa itu sambil
tertawa-tawa membawa pedang rampasan meninggalkan tempat itu dan belum jauh
pergi dengan heran mereka tiba-tiba melihat seorang pengemis tua yang bertubuh
tinggi besar dan bermuka hitam sedang tidur melintang di tengah jalan di depan
mereka.
Pengemis itu
sudah tua dan hampir telanjang, karena pakaiannya compang-camping, rambutnya
panjang, hingga dengan mukanya yang hitam itu ia tampak bagaikan setan
berkeliaran! Mukanya kurus penuh keriput menandakan usia tua, tapi rambutnya
yang panjang itu masih hitam mulus. Ia tiduran di jalan kecil itu hingga sama
sekali menghalangi jalan yang hendak dilewati kedua pertapa. Melihat si jembel
itu, Keng Kong Tosu membentak,
“Hei,
pengemis tua! Pergilah jangan menghalangi jalan kami.”
Mendengar
bentakan ini, pengemis jembel itu memalingkan mukanya yang tadi sebagian
tertutup tangan dan lengannya, dan terkejutlah Keng Kong Tosu melihat wajah
itu, karena benar-benar menyerupai setan! Matanya lebar memandangnya dan
sepasang mata itu berputar-putar aneh mengerikan, sedangkan mulutnya yang
berbibir merah sekali itu menyeringai menakutkan. Ini bukanlah wajah seorang
biasa yang sehat! Kwi Kai Tosu dapat menduga bahwa jembel tua yang tinggi besar
itu tentu berotak miring, karena sinar mata orang waras tidak demikian! Maka ia
mencegah Keng Kong Tosu mengganggu orang itu lebih jauh.
“Kita
lompati saja dia!” katanya. Tapi kata-katanya ini bahkan membuat orang gila itu
menjadi marah, walaupun ia sama sekali tidak bergerak untuk bangun, hanya
tubuhnya yang tadinya miring kini menjadi telentang memandang ke langit dengan
matanya yang merah jelalatan. Bibirnya masih tetap menyeringai, tapi sama
sekali ia tidak melihat kepada dua Tosu itu. Kini tangan kanannya mengambil
batu-batu kecil dan ia bawa batu-batu itu di depan matanya, dipandangi sambil
tertawa ha-ha hi-hi, lalu batu-batu itu diciuminya!
Kwi Kai
Hoatsu tertawa geli dan berkata, “Kau tidak mau pergi, baiklah, kami pergi!” Ia
lalu menggerakkan tubuh hendak meloncati gembel gila itu.
Tapi
tiba-tiba si jembel menggerakkan kakinya yang panjang dan ia melonjorkan kedua
kakinya ke udara sambil tertawa ha-ha hi-hi! Gerakan ini seperti tidak
disengaja, tapi kebetulan sekali ujung kakinya bergerak sedemikian rupa
merupakan tendangan-tendangan maut ke arah perut dan dada Kwi Kai Hoatsu yang
sedang meloncat, hingga pendeta itu terkejut sekali lalu meloncat kembali ke
tempat semula!
Ia hendak
marah, tapi melihat betapa si jembel itu mempermainkan kedua kakinya ke atas
bagaikan laku seorang kanak-kanak sambil tertawa, ia mengurungkan marahnya
karena tahu bahwa orang gila itu tidak sengaja menggunakan kaki untuk
menghalang-halanginya ketika meloncat tadi. Setelah memandang kepada Keng Kong
Tosu sambil tersenyum untuk menghilangkan kekesalan hatinya, Kwi Kai Hoatsu
kembali meloncat, kini tinggi sekali agar jangan sampai melanggar kedua kaki
orang gila itu.
Tapi
tiba-tiba orang gila itu berseru girang, “Ada burung besar! Ada burung besar!”
Suaranya serak dan besar sekali, sedangkan tangannya lalu melempar batu-batu
kecl itu ke atas!
Kwi Kai
Hoatsu yang sedang melayang diatas terkejut sekali karena batu-batu kecil itu
menyambar ke arah jalan-jalan darah di kedua kaki dan kedua pundaknya! Cepat
sekali ia poksai berjumpalitan untuk menghindarkan batu-batu itu dan kembali
meloncat turun di sebelah Keng Kong Tosu. Kini wajahnya berubah merah dan ia
marah sekali karena tahu bahwa orang gila itu sengaja mempermainkannya.
“Bangsat
gila, bangun kau!” Bentaknya, tapi orang gila itu tidak mengindahkannya dan
tertawa ha-ha hi-hi sambil bergulingan di atas tanah.
“Coba lihat,
kau mau bangun tidak!” kata Kwi Kai Hoatsu sambil menggunakan ujung kaki
mengorek-ngorek tanah hingga debu tebal mengepul ke arah muka dan tubuh, orang
gila itu tetap tidak mau bangun dan membiarkan muka dan tubuhnya berleporan
debu tebal dan kotor.
Tiba-tiba
kedua mata yang merah dari si jembel itu memandang ke arah sepasang pedang Pek
Liong Pokiam dan Ouw Liong Pokiam yang dipegang oleh kedua Tosu itu, dan
matanya memancarkan sinar yang ganjil dan terkejut. Sejak melihat kedua pedang
itu, ia tidak mau melepaskan pandangan matanya dari kedua pedang itu lagi.
Kemudian ia bangun berdiri dan tubuhnya benar-benar tinggi besar hingga kedua
Tosu itu hanya sampai dibawah lehernya. Urat-urat di tubuhnya melingkar-lingkar
bagaikan belut dan rambutnya yang panjang terurai ke depan dan belakang. Sungguh
ia mengerikan sekali.
“Kau manusia
kurang ajar! Siapakah kau yang berani mengganggu kami?” Kwi Kai Hoatsu menahan
napsu marahnya dan bertanya, karena ia kuatir kalau-kalau orang ini adalah
tokoh kang-ouw yang ternama dan tidak ia kenal.
Si gila itu
tertawa bekakakan. “Aku siapa! Siapa aku... Coba kau katakan aku siapa? Aku
sendiri sering bertanya-tanya siapakah aku ini! Aku adalah aku dan habis
perkara. Kau sudah tahu bahwa aku ini aku, mengapa pakai bertanya-tanya lagi?”
Dan ia lalu tertawa ha-ha hi-hi tak karuan.
Kwi Kai
Hoatsu dan Keng Kong Tosu kini percaya betul bahwa mereka sedang menghadapi
orang gila. “Kau pergilah dan jangan mengganggu kami. Ketahuilah, aku adalah
Kwi Kai Hoatsu dan tidak boleh dibuat permainan. Kau pergilah!”
Suara Kwi Kai
Hoatsu berpengaruh sekali ketika ia memerintah ini. Aneh sekali, tiba-tiba
sikap si gila itu menjadi penurut. Ia menundukkan kepala sebagai seorang
kanak-kanak yang ketakutan sekali mendengar perintah ini, lalu keluar jawaban
dari mulutnya.
“Aku tidak
kenal segala Hoatsu, tapi baiklah aku akan pergi, jangan kau ganggu aku. Tapi…
tapi… kedua pedang itu… berikan padaku!”
“Kurang
ajar! Pedang ini pedang kami, kau tidak boleh memintanya!”
“Bohong!”
tiba-tiba terdengar teriakan Sin Wan yang sementara itu sudah datang mendekat.
“Pedang itu pedang kami yang mereka rampas!”
Orang gila
itu tertawa keras. “Nah, nah! Kalau begitu harus dikembalikan kepada
orang-orang muda ini. Kembalikanlah dulu, nanti aku pergi!” Ia mendesak Kwi Kai
Hoatsu yang kini sudah habis sabarnya lagi.
Ia maju dan
mengirim pukulan keras ke dada orang gila itu untuk mendorongnya ke pinggir.
Pukulan itu mengenai dada si gila dengan tepat sekali, tapi aneh sekali, si
otak miring itu tidak roboh, bahkan menyeringai sambil berkata berkali-kali,
“Jangan
pukul aku... jangan pukul aku...!” kemudian terdengar pula suara ketawanya yang
menggema di hutan itu.
Bukan main
terkejutnya Kwi Kai Hoatsu. Dorongannya tadi sedikitnya mengandung tenaga lima
ratus kati, tapi si gila itu tidak terpental bahkan sedikitpun tidak
memperlihatkan rasa sakit! Juga Keng Kong Tosu dan kedua anak muda yang berdiri
di situ menjadi bengong terheran.
“Kau ingin
mampus!” teriak Kwi Kai Hoatsu yang segera mengayun hudtimnya menyambar ke arah
leher si gila itu.
Ujung hudtim
itu menotok ke arah leher dan tepat mengenai jalan darah, tapi lagi-lagi Kwi
Kai Hoatsu terkejut sampai pucat mukanya, karena jangankan roboh, berkejap mata
juga tidak si gila yang aneh itu. Hanya kali ini ia memandang Kwi Kai Hoatsu
dengan mata heran dan berkata,
“Kenapa
berkali-kali kau pukul aku?”
Kwi Kai Hoatsu
tidak menjawab, tapi dengan gemas sekali lalu pencet tekanan di gagang
hudtimnya dan dari tengah bulu hudtim itu melayang keluar tujuh buah jarum
kecil yang menyambar ke arah leher dan dada si gila!
Giok Ciu
hampir berteriak ngeri karena merasa bahwa kali ini si gila pasti akan mampus!
Juga Sin Wan merasa kuatir sekali. Tapi si jembel gila itu tidak menjadi gugup.
Ia moncongkan bibirnya yang merah seperti darah itu lalu meniup dan sekalian
jarum-jarum kecil yang terkenal kelihaiannya itu runtuh ke bawah semua tak
berdaya!
Kini Kwi Kai
Hoatsu benar-benar terkejut dan maklum bahwa gila atau tidak, orang tinggi
besar di depan ini bukanlah sembarang orang dan memiliki ilmu yang tinggi! Ia
lalu berkemak-kemik dan menggunakan ilmu sihirnya, karena tak mungkin orang ini
dapat bertahan menghadapi ilmu hoatlek. Setelah tenaganya terkumpul, ia
menggerakkan kedua tangan ke depan dan dengan suara yang sangat berpengaruh ia
membentak,
“Kau
rebahlah!”
Si jembel
itu cepat membarengi bentakan Kwi Kai Hoatsu dan berseru lebih keras lagi
dengan suaranya yang serak dan besar,
“Mari kita
sama-sama rebah!” dan aneh sekali Kwi Kai Hoatsu tak dapat mempertahankan
tenaga gaib yang memaksanya untuk menggulingkan diri, hingga lalu rebah di
tanah!
Kwi Kai
Hoatsu jengkel dan marah mendengar betapa Sin Wan dan Giok Ciu terkekeh melihat
pemandangan lucu itu, bahkan Keng Kong Tosu sendiri yang menganggap kawannya
sedang main gila, berkata,
“Suheng, apa
penyakit otak si gila itu menular padamu?”
Tapi Kwi Kai
Hoatsu juga berbareng merasa terkejut dan jerih, karena entah dengan ilmu apa,
si gila telah berhasil menampar kembali tenaga gaibnya hingga senjata makan
tuan! Melihat Kwi Kai Hoatsu bangun si gila juga ikut bangun sambil tertawa
menyeringai.
“Sobat,
sebenarnya kau siapakah dan apa maksudmu menggangu kami?” Kwi Kai Hoatsu
bertanya.
“Kau sudah
tahu, aku ya aku, dan siapa menganggu kalian? Kaulah yang mengganggu mereka,
maka pulangkanlah pedang mereka itu!”
“Kau sungguh
keterlaluan!” Keng Kong Tosu membentak marah dan ia lalu menggerakkan pedang
pendeknya untuk menyerang.
Tapi
tiba-tiba ia terkejut sekali karena sekali berkelebat saja si gila itu telah
lenyap dari pandangannya dan tahu-tahu suara ketawanya yang ha-ha hi-hi telah
terdengar di belakang telinganya! Ia membalikkan tubuh dan menyerang lagi
bertubi-tubi, tapi sia-sia, karena gerakan si gila yang tak teratur itu sungguh
cepat sekali dan membingungkannya.....
BERSAMBUNGKE
JILID 08
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment