Friday, October 5, 2018

Cerita Silat Serial Kisah Sepasang Naga Jilid 07



























         Cerita Silat Kho Ping Hoo
      Serial Kisah Sepasang Naga

                 Jilid 07


Maka kini mendengar obrolan Hui Tat, ia dapat menduga bahwa orang ini hanya mengaku-aku saja cabang Kun-Lun sebagai cabangnya untuk mengangkat diri, atau boleh jadi juga ia seorang murid cabang itu, karena memang murid cabang Kun-Lun-Pai banyak sekali jumlahnya dan tersebar kemana-mana. Maka berubahlah sikapnya, karena tadipun ia hanya ingin main-main saja, sedangkan ada dugaan tidak baik terhadap orang sombong ini.

“Jadi kau adalah seorang tokoh Kun-Lun-Pai yang ternama? Aku telah lama sekali mendengar bahwa ilmu pedang dari Kun-Lun-Pai adalah luar biasa sekali, dan diantaranya terdapat gerakan-gerakan seperti Pek-Hong Koan-Jit dan Tiang-Khing King-Thian. Sukakah kau menambah pengetahuanku yang dangkal dan memperlihatkan kedua gerakan ini?”

Memang watak Hui Tat sangat sombong dan jumawa, dan kini ia kena di 'bakar' oleh Giok Ciu yang nakal. Gadis ini sengaja menyebutkan gerakan ilmu pedang yang mudah hingga tentu saja Hut Tat girang mendengar ini. Dengan lagaknya yang jumawa ia berkata,

“Kau baru mendengar sebutannya saja sudah tertarik, apa lagi kalau melihat gerakan itu dimainkan olehku! Lihatlah, ini yang disebut Pek-Hong Koan-Jit!”

Ia menggerakkan pedangnya dan diputar sedemikian rupa hingga pedang itu mengeluarkan sinar putih yang besar dan bulat di atas kepala dan melindungi bagian atas dari serangan musuh. Memang gerakan ini bagus sekali karena dilihat sekelebatan seakan-akan Hui Tat sedang memegang sebuah payung putih di atas kepalanya!

“Dan inilah yang disebut Tiang-Khing King-Thian!” Ia lalu mengubah gerakan tangannya yang tadi memutar-mutar pedang dan kini tubuhnya ikut berloncatan ke kanan kiri dan pedangnya mendatangkan sinar panjang berkelebatan.

Giok Ciu yang telah mempelajari Kun-Lun Kiam-Hoat dengan baik dan kenal semua tipu gerakan ilmu pedang cabang ini, mendapat kenyataan bahwa biarpun gerakan si sombong ini cukup cepat, namun hanya merupakan latihan luar saja dan kepandaiannya yang bagus ditonton itu sebenarnya tidak berisi. Maka ia segera tertawa nyaring hingga Hut Tat menjadi makin sombong. Ia mengangkat dada dan berkata sambil tersenyum girang,

“Bagaimana nona? Bukankah hebat gerakan ilmu pedangku?”

Tiba-tiba Giok Ciu memandangnya dengan mata tajam dan menghina. “Hui Tat, hayo kau lekas berlutut di depanku!” bentaknya.

Bukam main kagetnya Hui Tat mendengar perubahan sikap gadis cantik ini. Juga semua tamu dan tuan rumah yang semenjak tadi melihat mereka menjadi terkejut. “Eh, apa... apa maksudmu?” Hui Tat bertanya.

“Jangan banyak cerewet, hayo lekas memberi hormat kepadaku. Kau hanyalah cucu muridku kalau dipandang dari sudut kepandaianmu!”

“Apa? Kau juga anak murid Kun-Lun?”

“Mungkin gurumu baru pantas menjadi murid keponakanku. Maka hayo lekas kau berlutut!”

Marahlah Hui Tat. “Kau jangan kurang ajar seperti kawanmu itu. Memang kalian pemberontak-pemberontak yang harus dibasmi. Jangan kau sembarangan hendak menghina Kun-Lun-Pai!”

“Siapa yang menghina Kun-Lun-Pai? Bukan aku, tapi kau sendirilah! Akulah benar-benar anak murid Kun-Lun sedangkan kau ini hanya mengaku-aku saja! Kau kira kedua gerakan tadi betul? Ha ha ha! Dalam satu dua jurus saja aku bisa mainkan Tiang-Khing King-Thian dan merobohkanmu jika kau menangkis dengan gerakanmu Pek-Hong Koan-Jit yang tak karun tadi.”

“Boleh kau coba!” tantang Hui Tat yang merasa dihina sekali.

“Betulkah? Nah, lihat baik-baik, dalam satu jurus saja aku akan merampas pedangmu dan merobek bajumu yang terlalu mewah itu!” Sambil berkata begitu Giok Ciu mencabut pedangnya dari punggung.

“Awas, kau gunakan Pek-Hong Koan-Jit baik-baik!” Seru gadis itu dan dengan cepat.

Hui Tat telah bersiap dan pasang kuda-kuda, Giok Ciu lalu bersuit keras dan mengerahkan ginkangnya meloncat menyerbu ke arah lawan itu. Hui Tat melihat lawannya menyerang dari atas segera memutar pedangnya dengan tipu gerakan Pek-Hong Koan-Jit tadi untuk melindungi kepalanya. Dan benar saja, Giok Ciu bergerak menjalankan serang dengan tipu Tiang-Khing King-Thian atau Pelangi Panjang Melengkung di Langit. Pedangnya bergerak cepat dan dari mulutnya masih melengking suitannya yang membuat Hui Tat tiba-tiba merasa keder dan gugup sekali.

Karena Giok Ciu memang memiliki tingkat kepandaian dan lweekang yang jauh diatasnya, maka sekali kedua pedang menempel, Hui Tat kehilangan keseimbangan badan dan tangannya. Ketika Giok Ciu menggunakan tangan kiri mengetuk pergelangan tangannya maka pedangnya telah pindah tangan tak terasa pula! Pada saat tubuh gadis itu turun di sebelah kiri lawan, gadis itu menggerakkan pedangnya dan...

"Brebeett” ujung pedang itu merobek baju Hui Tat hingga terbukalah baju itu dari batas leher sampai pinggang!

“Nah, tidak lekas berlutut mau tunggu kapan lagi?” Giok Ciu membentak sambil mengayunkan pedang rampasan itu keatas dan pedang itu bagaikan anak panah menancap di balok melintang hingga hampir setengahnya!!

Hui Tat merasa malu dan terkejut sekali. Tanpa berkata apa-apa ia lalu lari pergi dan menggunakan tangan kanan unuk memegang bajunya yang robek. Sedikitpun ia tidak berani menoleh dan lari bagaikan dikejar setan karena ia merasa malu sekali! Giok Ciu dan Sin Wan tertawa bergelak-gelak.

“Siauw-San Ngo-Sinto! Janganlah berlaku pengecut, dan keluarlah kalian untuk mengadu kepandaian! Apakah kalian takut pada kami?”

Kelima Golok Sakti dari Siauw-San yang telah puluhan tahun membuat nama besar itu, tentu saja tidak sudi menelan hinaan kedua anak muda itu, dan berbareng mereka berlima meloncat menghadapi Sin Wan dan Giok Ciu, sedangkan golok andalan mereka telah berada di tangan masing-masing!

“Hm, anak muda sombong. Kalian terlau mengandalkan kepandaian sendiri dan tidak pandang sebelah mata kepada semua orang berada disini! Tidak tahukah kalian bahwa kami sedang melakukan pesta perjamuan dan bahwa kalian tidak kami undang? Tapi kalian sengaja datang mengacau dan karena ini selain kalian menghina kami berlima orang-orang tua, juga kalian telah memandang rendah dan tidak menghargai semua tamu-tamu kami yang terhormat!” kata Twa-Sinto sambil memandang kepada semua tamu.

Sin Wan terkejut dan mengagumi kecerdikan dan kelicinan orang tua itu. Ucapan yang dikeluarkan seakan-akan menegurnya itu sebenarnya adalah semacam hasutan untuk menarik semua tamu di pihak mereka agar semua tamu dipandang rendah oleh Sin Wan dan Giok Ciu sehingga menjadi marah. Maka buru-buru Sin Wan menjura ke sekelilingnya dan berkata dengan suara yang lebih keras lagi dari pada suara Twa-Sinto.

“Cuwi yang terhormat! Ketahuilah bahwa kami berdua orang muda tidak sekali-kali berani memandang rendah kepada cuwi yang gagah perkasa. Siauwte telah cukup mendapat didikan Kakekku Kang Lam Ciuhiap untuk berlaku hormat kepada sahabat-sahabat dari kalangan kang-ouw dan para Lo-Cianpwe, sedangkan adikku inipun cukup mendapat didikan dari Ayahnya yang bukan lain adalah Kwie Cu Ek si Harimau Terbang! Kami berdua adalah keturunan orang-orang gagah yang binasa dalam keadaan mengandung penasaran karena penghinaan orang-orang semacam Ngo-Sinto ini! Kini kami datang ke sini semata-mata hendak membalas sakit hati atas terbunuhnya orang-orang tua kami, dan urusan kami hanyalah dengan Ngo-Sinto, sedikitpun tiada sangkut paut dengan cuwi sekalian!”

Mendengar kata-kata Sin Wan ini, semua tamu diam-diam mengangguk-angguk karena nama-nama besar seperti Kang Lam Ciuhiap dan Hui-Hauw Kwie Cu Ek memang telah mereka dengar dengan baik. Maka sebagian besar daripada mereka ini lalu duduk dan tidak hendak mencampuri urusan orang lain yang sebenarnya adalah urusan pribadi dan balas dendam perseorangan yang sedikitpun tiada sangkut paut dengan mereka.

Tapi seorang pertapa rambut panjang yang digelung ke atas dan memakai tusuk rambut emas dan jubahnya berwarna merah, berdiri dari tempat duduknya dan lalu tubuhnya yang jangkung kurus itu berjalan tenang dan menghampiri Sin Wan dan Giok Ciu. Ia mengangguk ke arah tuan rumah lalu berkata kepada Sin Wan,

“Eh, anak muda! Kau pandai sekali menggunakan nama Kakekmu Kang Lam Ciuhiap dan nama Hui-Hauw Kwie Cu Ek untuk menakut-nakuti para tamu! Tapi ketahuilah, nama-nama yang kau sebut itu tidak berada di atas kedudukan dan tingkatku, maka aku tidak berlaku lancang kalau mengajukan diri untuk membereskan urusan ini!”

Sin Wan melihat seorang Tosu tinggi kurus yang bermata tajam itu datang-datang membela tuan rumah, segera mengerti bahwa urusan akan menjadi hebat, maka buru-buru ia mengangkat tangan memberi hormat,

“Totiang dari mana dan siapakah maka sudi mencapekkan diri mengurus kami yang muda-muda?”

Tosu itu tertawa sambil mengdongakan kepalanya ke atas hingga lehernya memanjang bagaikan leher merak. “Aku adalah Keng Kong Tosu. Kau tadi bilang bahwa urusanmu dengan Siauw-San Ngo-Enghiong tiada sangkut pautnya dengan para tamu, tapi mengapa kawanmu telah menghina seorang tamu, yakni Hui Tat Enghiong tadi? Apakah kalian benar-benar hendak mengagulkan kepandaian disini?” Atas pertanyaan ini Giok Ciu yang maju menjawab.

“Bukankah Totiang tadi juga melihat bahwa orang she Hui adalah seorang sombong yang hendak menggunakan nama Kun-Lun-Pai untuk menjual muka? Aku sebagai keturunan seorang tokoh Kun-Lun tentu takkan membiarkan nama Kun-Lun-Pai dipermainkan orang macam itu!”

“Hm, sungguh masih muda tapi sudah mempunyai suara besar! Kulihat kepandaian nona ini cukup bagus, maka tentu kepandaianmu lebih kuat lagi, anak muda! Sebenarnya kau murid siapakah?”

“Guru kami adalah Bu Beng Sianjin.” Tapi nama ini tak dikenal oleh Tosu itu maka ia keluarkan suara ejekan.

“Ketahuilah anak muda. Siauw-San Ngo-Enghiong bukanlah anak-anak kecil yang boleh kau ajak berkelahi begitu saja. Itu berarti kalian menghina padanya, sedangkan aku pada saat ini menjadi tamu, maka bagaimana aku bisa membiarkan orang luar menghina tuan rumahku? Biarlah kuukur dulu kepandaianmu apakah sudah cukup pantas untuk digunakan melayani Ngo-Enghiong. Kalau kepandaianmu masih terlampau rendah, maka pulanglah saja dan belajar barang sepuluh tahun lagi sebelum memberanikan diri mencari Siauw-San Ngo-Enghiong!”

Sambil berkata begini, Tosu ini mengeluarkan sebuah hudtim, yakni kebutan pertapa dan sebatang pedang pendek, lalu menghadapi Sin Wan sambil berkata,

“Nah, keluarkanlah senjatamu dan kalian berdua boleh maju berbareng.”

Sin Wan dan Giok Ciu marah sekali melihat lagak orang ini yang terang-terangan memandang rendah kepada mereka. Tapi Sin Wan memberi isyarat kepada Giok Ciu dan sambil mencabut pedangnya ia berkata kepada Keng Kong Tosu,

“Totiang, ketahuilah! Kami berdua bukanlah orang-orang berjiwa pengecut yang mudah digerak untuk menarik kembali niat kami membalas dendam. Jangankan baru kau yang menghalangi kami, biarpun menghadapi lautan api akan kami terjang untuk mencari dan membalas dendam ini! Kalau kau orang tua hendak merendahkan diri dan mengotorkan tangan mengikut campuri urusan yang tiada sangkut pautnya dengamu, maka silahkan maju dan jangan kira kami takut padamu!”

Melihat ketabahan anak muda yang bersikap tenang ini, Keng Kong Tosu yang sudah banyak pengalaman maklum bahwa anak muda ini tentu memiliki kepandaian tinggi. Apapula ketika melihat sinar pedang Pek Liong Pokiam yang mengeluarkan hawa mujijat dan sinar mengerikan! Diam-diam Keng Kong Tosu terkejut sekali dan menjadi keder menghadapi pokiam yang benar-benar jarang dicari keduanya itu.

Namun sebagai seorang yang mempunyai tingkat dan disebut Lo-Cianpwe oleh kebanyakan orang kang-ouw, Keng Kong Tosu menenangkan hatinya. Tiba-tiba ia mengeluarkan suara ketawa menyeramkan yang nyaring dan panjang. Suara ini memang terdengar aneh dan serem hingga semua orang yang berada di situ merasa bulu tengkuk mereka berdiri, karena selain kedengarannya menyeramkan, juga suara ketawa itu mengandung pengaruh yang kuat sekali!

Memang Tosu itu sedang mengluarkan kepandaian Hoat-Sutya, yakni semacam sihir atau ilmu hitam. Dengan mukjizat ia dapat menyebarkan pengaruh yang kuat di dalam suara ketawa itu untuk membuat Sin Wan lemah semangat dan terpengaruh olehnya. Memang benar Sin Wan yang terkena tenaga yang sebenarnya ditujukan sepenuhnya kepadanya itu merasa seakan-akan ada sesuatu memukul dari dalam tubuhnya, yakni tenaga yang memasuki telinganya dan terbawa oleh suara ketawa yang menyeramkan itu.

Tapi, sebelum ia merasa mabuk dan pening, tiba-tiba jari tangan kanannya yang memegang pedang merasakan seperti ada air hangat yang menjalar ke seluruh tubuh dan mengusir pergi pengaruh Mukjizat itu! Sin Wan menduga bahwa tentu pokiamnya yang memang ampuh dan mukjizat itu menolongnya dan dari Pokiamnya itulah datangnya tenaga hawa aneh yang melenyapkan pengaruh ilmu hitam! Maka ia selalu tersenyum dan dengan hati tetap berkata,

“Majulah, Totiang!”

Keng Kong Tosu heran dan terkejut sekali melihat betapa Sin Wan tenang-tenang saja seakan-akan tidak terpengaruh oleh suaranya, bahkan ketika Giok Ciu juga mencabut pedangnya yang hitam mulus bersinar-sinar, iya merasa betapa cahaya pedang itu tajam menusuk matanya hingga ia mundur dua tindak! Segera ia dapat menguasai dirinya dan dengan seruan keras ia maju menyerang dan mengayunkan pedang dan hudtim dari dua jurus yang bertentangan menyerang tempat-tempat berbahaya di tubuh anak muda itu!

“Bagus!” seru Sin Wan yang segera melibatkan pokiamnya dan menangkis.

Keng Kong Tosu biarkan pedang pendeknya tertangkis, karena pedang pendeknya itu pun pedang pusaka yang ampuh dan tajam, tapi dia tidak berani membiarkan hudtimnya menjadi putus oleh pedang lawan yang hebat itu, maka cepat sekali ia kelebatkan kebutannya dan kini meluncurlah ujung kebutan itu dengan cepatnya ke arah darah di leher Sin Wan! Inilah serangan maut yang sangat berbahaya dan disebut gerak tipu Hio-Te Hoan-Hwa atau Dibawah Daun Cari Bunga.

Namun Sin Wan telah berlaku waspada. Cepat ia merubah bhesi (bhesi=kuda-kuda) dengan memiringkan kepala dan leher hingga ia dapat berkelit dari ujung kebutan lalu balas menyerang dengan pokiamnya yang tak kalah hebat dan berbahayanya.

Serangan balasan ini demikian hebatnya hingga Keng Kong Tosu berseru kaget dan meloncat mundur sambil putar pedang pendeknya di depan tubuhnya sebagai pelindung. Tapi ketika Sin Wan memutar pula pedangnya ke arah yang bertentangan, kedua pedang itu beradu keras dan hampir saja pedang pendek Keng Kong Tosu terlepas karena kuatnya serangan lweekang anak muda itu. Keng Kong Tosu merasa telapak tangannya panas dan ia menjadi pucat karena timbul rasa jerih terhadap anak muda yang tenang ini!

Untung Gadis itu tidak maju mengeroyoknya, kalau terjadi hal ini, tentu ia takkan dapat bertahan, karena ia tahu bahwa pokiam di tangan Gadis itu mukjizat sekali dan tidak kalah ampuhnya dengan pokiam putih di tangan pemuda ini! Diam-diam Keng Kong Tosu heran sekali mengapa tiba-tiba di dunia kang-ouw bisa muncul jago-jago luar biasa yang semuda ini dan ia mulai memikir siapa gerangan Suhu mereka ini yang tadi disebut Bu Beng Sianjin!

Tapi serangan dan desakan Sin Wan membuat ia tidak dapat berpikir karena ia harus memusatkan seluruh perhatiannya kepada senjata musuh agar tidak sampai di robohkan. Setelah bertempur hampir dua ratus jurus dengan hebat sekali, mulailah Keng Kong Tosu terdesak hebat tak berdaya. Ia segera mengerahkan kekuatan gaibnya dan sambil semburkan Tenaga dari dada dan perutnya ke arah lawan, membentak dengan suara menggeledek,

“Robohlah kau!”

Tenaga ilmu hitam ini hebat sekali karena Sin Wan merasa betapa tenaga raksasa yang tidak kelihatan mendorongnya ke belakang hingga ia terhuyung-huyung dan bhesi kakinya tergempur, tapi aneh! Kembali ada tenaga hangat yang menjalar dari telapak tangan yang memegang pedang hingga ia tertolong dari bahaya maut karena pada saat itu Keng Kong Tojin yang heran sekali melihat lawannya tidak roboh terkena ilmu hitamnya tapi hanya terhuyung saja, segera maju menerjang dan mengirim serangan maut dengan pedang pendek dan hudtimnya!

Ketika itu Ujung hudtim telah dekat sekali dengan urat di leher Sin Wan yang jika terkena akan menghentikan jalan pernapasannya. Tapi untung sekali pemuda itu telah tertolong oleh hawa pedangnya hingga ia bisa menggulingkan diri ke samping dan menggunakan pokiamnya menyabet keras ke arah lengan lawan yang memegang hudtim!

Keng kong Tosu berteriak kaget dan menarik lengannya tapi Pek Liong Pokiam telah berhasil membabat kebutannya itu hingga putus di dekat gagangnya! Kemudian dengan gemas Sin Wan maju menyerang dan mengeluarkan Pek Liong Kiam-Sut yang jarang terdapat keduanya di dunia ini! Payahlah Keng Kong Tosu mempertahankan diri, maka dengan terpaksa sekali dan lupa akan rasa malu, ia meloncat mundur keluar dari kalangan pertempuran sambil berkata,

“Kau hebat sekali! Biar Lain kali kita bertemu pula!” kemudian Tosu itu lalu kabur dengan cepat sekali turun gunung karena merasa tidak ada muka untuk bertemu dengan semua orang yang menyaksikan kekalahannya tadi!

Sin Wan dan Giok Ciu dengan pedang di tangan kini menghadapi kelima musuh besarnya yang sementara itu telah bersiap sedia, walaupun hati mereka gentar sekali melihat kehebatan Sin Wan tadi. Namun betapa pun juga, mereka masih mengandalkan Ngo-Heng-Tin mereka yakni barisan lima elemen yang diatur oleh kelima golok mereka itu. Selamanya belum pernah mereka dapat dikalahkan musuh dalam barisan hebat ini.

“Ngo-Sinto, bersiaplah terima binasa!” kata Giok Ciu.

Twa-Sinto tersenyum, “Kalian anak muda sungguh sayang sekali, setelah memiliki kepandaian tinggi akhirnya harus mampus di tangan kami.”

Setelah Twa-Sinto berkata demikian maka ia dan keempat saudaranya lalu berdiri berjajar, yang tertua di depan, kedua di belakangnya demikian seterusnya hingga mereka merupakan barisan seekor ular, memang mereka sengaja membentuk Kim-Coa-Tin atau Barisan Ular Emas.

“Bersiaplah kalian terima binasa!” Twa-Sinto berkata keras dan Ia lalu maju menyerang Sin Wan dengan goloknya.

Harus diketahui bahwa golok kelima orang tua ini, selain indah dipandang dan bergagang emas, juga terbuat dari baja tulangan yang baik sekali hingga merupakan senjata mustika yang ampuh dan tajam, kenapa senjata itu berani menghadapi Pek Liong dan Ouw Liong, tanpa kuatir tertabas putus. Dan golok itu berat dimainkan dengan gerakan gerakan golok yang khusus mereka pelajari untuk digunakan dalam barisan mereka ini hingga gerakan mereka bagaikan dilakukan oleh satu orang saja!

Melihat datangnya serangan, Sin Wan menangkis dan balas menyerang, tapi Twa-Sinto yang merupakan kepala barisan ular, menjauhinya dan serangan itu disambut Ji-Sinto, lalu Diteruskan oleh serangan Sam-Sinto! Demikianlah, tiap kali gebrakan, Sin Wan menghadapi orang lain dan kelima orang itu bergerak bergerak teratur sekali bagaikan seekor ular merayap rayap!

Sin Wan menjadi bingung dan pada saat itu Giok Ciu berseru keras lalu menyerbu. Pertempuran menjadi lebih ramai. Karena kini dua pedang melawan lima golok! Dengan masuknya Giok Ciu ke dalam pertempuran, maka Kim-Coa-Tin dapat dibikin bubar dan kacau karena kalau Sin Wan menyerang kepalanya, Giok Ciu membarengi menghantam lehernya atau orang kedua gerakan barisan ular itu tidak bisa otomatis lagi dan terpotong-potong!

Karena inilah maka Twa-Sinto yang selalu merupakan pimpinan karena Ia memang paling cerdik, juga kepandaiannya paling tinggi, bersuit dua kali dan tiba-tiba barisan ular itu bergerak-gerak dan berubah menjadi barisan ombak samudra! Tiga orang menyerang Sin Wan dan Giok Ciu sedangkan yang dua lagi menyerang sambil bergulingan dan selalu menunjukkan golok mereka ke arah kaki kedua anak muda itu. Golok kedua orang ini menyambar-nyambar dan sekali saja kaki terbabat, maka akan putuslah kaki anak-anak muda itu!

Sin Wan dan Giok Ciu tak dapat mendesak kedua orang yang bergulingan sambil menyerang kaki mereka itu karena tiga orang lawan menjaga dengan kuat tiap serangan ke arah dua orang penyerang bawah itu dilindungi oleh tiga orang penyerang atas! Barisan ini bahaya sekali dan membingungkan Sin Wan dan Giok Ciu yang tiap kali harus berloncat-loncatan melindungi kaki mereka!

Tiba-tiba Giok Ciu bersuit keras dan Ia menggunakan ginkangnya untuk berkelebat ke atas dan menyerang orang-orang yang bergulingan itu dengan menyambar-nyambar dari atas! Sin Wan melihat gerakan ini teringat akan ilmu silat garuda terbang yang dulu diajarkan oleh Kwie Cu Ek. Maka iapun lalu menggunakan ginkangnya untuk melayani barisan aneh ini!

Diserang oleh dua anak muda yang sangat gesit dan memiliki ginkang tinggi ini hingga merupakan sepasang Garuda menyambar-nyambar, barisan ombak Samudra menjadi kacau balau. Maka kembali Twa-Sinto bersuit keras tiga kali dan kali ini kelima Tosu itu mengeluarkan kepandaian mereka yang paling hebat, yakni Ngo-Heng-Tin atau Barisan Lima Elemen merupakan segi lima yang kadang-kadang berubah menjadi Bundaran. Mereka lari berputar dan menyerang Sin Wan dan Giok Ciu dari lima jurusan yang teratur sekali! Golok mereka yang berat dan tajam itu bergerak dengan cepat dan pergerakan kelima golok itu demikian teratur dengan otomatis mereka itu saling membantu kawan setiap serangan merupakan serangan berantai!

Misalnya Twa-Sinto menyerang, maka musuh yang berkelit segera disambut serangan golok kedua dan demikian seterusnya hingga apabila lawan dapat sebuah serangan, berarti ia harus dapat pula kelit empat serangan golok lain! Karena mereka berlima menyerang dan bersilat sambil berputaran dan mengurung Sin Wan dan Giok Ciu yang berada di tengah, maka kedua anak muda itu tak dapat bergerak leluasa.

Kemudian Giok Ciu memberi seruan keras dan pokiamnya itu mendengung mengeluarkan suara ketika digerakkan dengan hebatnya! Ternyata Gadis itu telah menggunakan pokiamnya bersilat dengan ilmu Pedang Naga Hitam yakni Ouw Liong Kiam-Sut yang menjadi kepandaian simpanannya!

Melihat betapa kawannya telah mulai bersungguh-sungguh, Sin Wan tidak mau kalah dan setelah berseru keras, ia menggerakkan pedangnya yang putih dalam ilmu Pedang Naga Putih atau Pek Liong Kiam-Sut! Sebentar saja kedua pemuda-pemudi itu lenyap dalam gulungan dua sinar pedang hitam dan putih yang mengeluarkan hawa dingin dan panas secara mukjizat sekali!

Yang menonton pertandingan ini diam-diam meleletkan lidah melihat kehebatan permainan pedang kedua anak muda itu! Pedang hitam dan putih itu kini seakan-akan telah berubah menjadi sepasang naga hitam dan putih yang melayang-layang dan menyambar-nyambar menerbitkan angin, gerakan yang indah tapi buas sekali. Sin Wan dan Giok Ciu setelah mainkan Ouw Liong Kiam-Sut dan Pek Liong Kiam-Sut menjadi demikian gembira hingga seakan-akan mereka berlomba memperebutkan pahala!

Sebentar saja terdengar jeritan ngeri ketika pada saat hampir berbaring sepasang pokiam itu menyambar leher dua orang Tosu hingga leher mereka terbabat dan kepalanya terpental jauh! Tiga Tosu lagi menggertak gigi dan melawan dengan nekad, tapi dibarengi teriakan nyaring, kembali pedang hitam Giok Ciu telah menembus dada Sam-Sinto hingga Tosu ini menjerit ngeri dan roboh binasa.

Melihat hasil Giok Ciu , Sin Wan tidak mau kalah, dengan gerak tipu Pek Liong Cut-Tong atau Naga Putih Keluar Gua, iya berhasil menusuk mati Ji-Sinto! Tinggal Twa-Sinto seorang yang masih melawan mati-matian, tapi karena kedua anak muda itu agaknya benar-benar bersaing dalam membunuh musuh mereka, kedua pedang itu dengan secara hebat sekali dan tak terduga datangnya, tahu-tahu keduanya telah tembus perutnya!

Saudara tertua dari Siauw-San Ngo-Sinto ini roboh tak dapat bersuara lagi! Melihat betapa kelima musuh besar telah menggeletak dalam darah mereka sendiri, Sin Wan dongakkan kepala keatas dan berseru keras,

“Ibu, Kong-kong! Lihatlah, musuh-musuhmu telah dapat kami binasakan!”

Kemudian ia tertawa bergelak-gelak dan sebentar kemudian disusul dengan suara tangisnya terisak-isak. Giok Ciu lalu ikut menangis tersedu-sedu di samping Sin Wan, karena ia teringat akan kematian Ayahnya sendiri yang sampai saat itu belum juga terbalas! Musuh besar gadis ini ialah Cin Cin Hoatsu, yakni pendeta Tibet yang telah membunuh Ayahnya, sedangkan pada saat itu ia belum dapat bertemu dengan musuh besar itu.

Para tamu yang tadinya merasa ngeri dan kagum melihat betapa dua orang muda yang konsen dan lihai sekali itu dapat menewaskan kelima golok sakti dari Siauw-San dengan mudah, kini merasa heran sekali melihat betapa keduanya berdiri sambil menutup muka dan kucek-kucek mata dengan kedua tangan dalam tangisan sedih!

Mendengar tangis Giok Ciu makin keras saja, Sin Wan menunda tangis dan memandang ke arah gadis itu dengan heran. Ia sendiri tadi menangis karena terharu dan girang, terharu teringat akan Ibunya dan Kakeknya yang tercinta dan girang karena akhirnya ia berhasil membasmi semua musuh besar, Tapi kini mendengar tangis Giok Ciu, ia memandang heran dan kuatir.

“Eh, moi-moi kau kenapakah?” tangannya sambal memegang pundak orang.

Mendengar pertanyaan ini, Giok Cu makin memperhebat tangisannya dan ia kipatkan tangan Sin Wan yang memegang pundaknya! Sin Wan makin heran dan bertanya mendesak.

“Eh, moi-moi, kenapakah? Mengapa kau ngambek? Katakanlah?"

Sementara itu para tamu melihat tontonan ini merasa heran sekali, karena kedua anak muda yang lihai itu ternyata bersikap seolah-olah disitu hanya ada mereka berdua saja! Benar-benar sepasang orang muda yang berilmu tinggi dan bersikap luar biaa dan aneh!

“Kau… kau murid tidak setia! Sudah lupakah kau akan terbunuhnya Ayah? Atau… atau kau tak mau ambil perduli lagi??”

“Moi-moi, jangan berkata begitu! Sakit hati Ayahmu adalah sakit hatiku juga, penderitaanmu adalah penderitaanku juga! Mari kita mencari Cin Cin Hoatsu untuk membalas kematian hati Ayahmu!”

Kemudian Sin Wan memandang ke sekeliling dan menjura, “Dengan sangat menyesal kami mengharap cuwi suka memberi maaf kepada kami orang-orang muda yang datang untuk menagih hutang kelima orang yang kini telah tewas ini. Sekali lagi kami tekankan bahwa kami tiada urusan apa-apa dengan cuwi. Mungkin diantara cuwi ada yang tahu dimanakah seorang Tibet yang bernama Cin Cin Hoatsu?”

Tiba-tiba dari sudut kiri terdengar suara orang bertanya, “Jiwi mencari Cin Cin Hoatsu ada urusan apakah?”

Sin Wan menengok dan Giok Ciu segera keringkan air matanya lalu ikut berpaling juga. Ternyata yang bertanya adalah seorang tua yang gundul dan Hwesio ini tampaknya gagah dan berkepandaian. Melihat sikap orang yang ramah tamah dan pandangan matanya yang menyatakan simpati kepada mereka itu, Sin Wan lalu maju dan menjura,

“Lo-Suhu apakah dapat menolong kami memberitahukan tempat Cin Cin Hoatsu? Orang tua penjilat Kaisar itu adalah musuh kami juga, karena ia telah membunuh mati Suhu kami, Kwie Cu Ek.”

Hwesio itu mengangguk-angguk, “Mencari Cin Cin Hoatsu bukanlah perkara mudah, karena selain Lo-Cianpwe itu berkepandaian tinggi sekali juga kemana ia pergi tak seorangpun dapat mengetahuinya. Khabarnya ia mendapat tugas dari Kaisar untuk melawat ke Tibet membawa pesan rahasia dan penting. Tahukah kalian bahwa Keng Kong Tosu yang kau kalahkan tadi juga seorang diantara saudara-saudaranya?”

Alangkah kecewa dan menyesalnya Sin Wan dan Giok Ciu. Kalau tadi mereka tahu bahwa Keng Kong Tosu adalah sute atau saudara Cin Cin Hoatsu, tentu mereka takkan melepaskan begitu saja! Melihat kekecewaan kedua anak muda itu, si Hwesio segera menambahkan,

“Tapi yang pasti ialah bahwa waktu ini Cin Cin Hoatsu telah pergi ke Tibet!”

Sin Wan dan Giok Ciu menghaturkan terima kasih dan mereka segera meninggalkan tempat itu untuk menyusul ke Tibet! Giok Ciu sangat bernafsu untuk lekas-lekas bertemu dengan musuh besarnya itu hingga ia medesak Sin Wan untuk terus-menerus melakukan perjalanan cepat.!

Pada suatu hari mereka melepaskan lelah di dalam sebuah hutan yang lebat dan penuh dengan pohon-pohon besar dan bunga-bunga indah. Mereka duduk di dekat serumpun tanaman bunga yang sedang mekar kembangnya dan menyebar bau harum menyedapkan.

“Giok Ciu, ketika kita bertempur membinasakan Siauw-San Ngo-Sinto dulu, ternyata bahwa ilmu pedangmu sangat hebat dan maju sekali,” Sin Wan menyatakan pendapatnya memuji.

Tapi Giok Ciu memandangnya tak puas, “Aah, dikata majupun susah, engko Sin Wan. Buktinya masih belum melebihi kemajuanmu, kau berhasil pula membunuh dua orang musuh dan yang seorang terakhir mati di tangan kedua pokiam kita!”

Sin Wan memandang gadis itu dengan heran, “Itu bukan berarti bahwa kau masih kalah olehku, moi-moi. Kita seri, sama-sama kuat hingga seorang berhasil menewaskan dua setengah orang musuh!”

Mendengar kelakar Sin Wan ini, Giok Ciu tersenyum.

“Giok Ciu,” kata Sin Wan pula dengan suara halus sambal memandang wajah gadis yang manis itu, “Kalau kita dapat bertemu dengan Cin Cin Hoatsu, pasti kau dan aku akan dapat membunuhnya.”

Giok Ciu menghela napas. “Mudah-mudahan kita akan lekas bertemu dengan bangsat tua itu, kalau aku belum membunuh mati orang tua itu, selamanya hatiku dan pikiranku takkan tenteram dan tenang.”

“Jangan kau kuatir, moi-moi, bukankah ada aku yang selalu akan berada disampingmu dan membelamu?” kata Sin Wan mengulurkan tangan dan memegang tangan gadis itu.

Giok Ciu diam saja dan tidak menarik tangannya karena tempat yang indah itu dengan hawanya yang nyaman rupanya juga mempengaruhi hatinya, maka ia hanya memandang saja wajah Sin Wan yang tampan dan terkasih itu dengan lirikan mesra. Keduanya diam tak bergerak hanya merasakan nikmat dan bahagia ayunan asmara melalui denyutan tangan mereka yang saling berpegang dan melalui pandang mata mereka yang menyampaikan seribu satu kalimat bisu yang mesra! Akhirnya terdengar elahan napas perlahan Sin Wan,

“Giok Ciu, setelah kita berhasil membalas sakit hati dan menewaskan Cin Cin Hoatsu, kita… kita akan kemanakah?”

Untuk beberapa saat Giok Ciu tak dapat menjawab, hanya menekan tangan Sin Wan dengan erat dan penuh arti. “Aku… aku hanya menurut saja padamu, Koko."

Sin Wan menjadi girang sekali dan menarik tubuh Giok Ciu hingga kepala gadis dengan rambutnya yang harum itu bersandar di dada Sin Wan yang bidang. “Benarkah? Kalau begitu, setelah kita berhasil, kau… Kita… akan… kawin?”

Merahlah wajah Giok Ciu, tapi ia hanya meramkan mata dan berbisik, “Terserahlah, Koko, bukankah aku memang calon jodohmu…?”


Cersil karya Kho Ping Hoo Serial Jago Pedang Tak Bernama


Giok Ciu yang bersandar di dada Sin Wan tiba-tiba merasa sesuatu mengganjal kepalanya. Segera ia mengangkat kepalanya yang bersandar dan memandang Sin Wan karena teringat sesuatu,


“Koko, apakah… Sepatuku dulu itu masih tergantung di lehermu?”

Sin Wan tersenyum malu dan ia mengeluarkan sepatu kecil itu. “Tentu saja!” jawab Sin Wan pasti.

“Koko, kau simpan baik-baik sepatu itu dan belum pernah terpisah dari tubuhmu. Kalau… Kalau kita sudah suami isteri, apakah kau juga masih akan menyimpan terus sepatu itu?”

“Tentu saja!” jawab Si Wan pasti. “Untuk… untuk dipakai oleh kaki kecil kelak!”

Gok Ciu masih belum mengerti. “Kaki kecil? Kaki siapa, Koko?” di dalam suaranya terdengar cemburu.

Sin Wan tertawa besar. “Kaki siapa lagi? Kaki anak kita, tentu!”

“Ah, kau ceriwis!” kata Giok Ciu sambil mencubit lengan pemuda itu, tapi Sin Wan hanya tertawa saja.

“Dan sulingku itu kau kemanakan, moi-moi?”

Giok Ciu mencabut suling itu dari ikat pinggang. “Apakah hanya kau yang bisa berlaku setia?” katanya.

Sin Wan mengambil suling itu dan segera mainkan dengan tiupannya yang merayu. Tapi kali ini ia meniup lagu gembira yang menyatakan betapa bahagia rasa hatinya saat itu, sedangkan Giok Ciu lalu menyandarkan kepalanya di dada itu lagi, karena dalam bersandar ini ia merasa seakan-akan dirinya aman sentosa dan mendapat sandaran yang teguh kuat hingga mengamankan hatinya. Memang ia menganggap pemuda itu sebagai tiang sandaran hidup yang selamanya akan melindunginya!

Pada saat kedua anak muda itu dimabuk anggur asmara, tiba-tiba terdengar suara tertawa menghina di belakang mereka! Karena asyik mendengar suling yang ditiup oleh Sin Wan, maka keduanya sampai tidak mendengar bahwa di belakang mereka berdiri dua orang Kakek!

Sin Wan dan Giok Ciu mencelat bangun dengan muka merah karena malu. Tapi setelah melihat siapa adanya kedua orang yang menertawakan mereka itu, terkejutlah mereka, berbareng merasa marah sekali. Ternyata bahwa yang datang adalah Kwi Kai Hoatsu dan Keng Kong Tosu, dua pertapa lihai yang pernah bertempur dengan mereka!

Diam-diam kedua anak muda itu terkejut juga melihat betapa dua orang saudara dari Cin Cin Hoatsu berdiri di depan mereka dengan sikap mengancam. Untuk Keng Kong Tosu mereka tak perlu takut, walaupun Tosu itupun memiliki kepandaian yang tidak boleh dipandang ringan, tapi karena disitu terdapat Kwi Kai Hoatsu yang telah mereka ketahui memiliki kepandaian jauh lebih tinggi daripada Keng Kong Tosu. Maka kali ini mereka berdua benar-benar merupakan lawan yang jauh lebih berat daripada Siauw-San Ngo-Sinto!

Ternyata bahwa ketika dikalahkan oleh Sin Wan, Keng Kong Tosu lalu ke kota raja dan menemui Kwi Kai Hoatsu. Tapi kebetulan sekai, mereka bertemu di jalan, karena Kwi Kai Hoatsu juga sedang menuju ke Siauw-San untuk membela kelima Tosu ini dari pembalasan musuh-musuhnya yang ia dapat menduga pasti akan mengunjungi Siauw-San pula.

Kwi Kai Hoatsu terkejut sekali ketika mendengar bahwa ia terlambat dan bahwa kedua anak muda yang lihat itu telah datang ke Siauw-San bahkan telah mengalahkan Keng Kong Tosu. Ia segera mengajak Keng Kong Tosu cepat-cepat ke Siauw-San, tapi disitu ia hanya menemui makam kelima golok sakti itu yang ternyata telah terbunuh oleh Sin Wan dan Giok Ciu!

Marahlah Kwi Kai Hoatsu dan ia melakukan pengejaran dengan Keng Kong Tosu. Karena kepandaian mereka memang tinggi, pula mereka tiada hentinya melakukan pengejaran, mereka dapat menyusul kedua anak muda itu. Kedua pertapa itu merasa sakit hati sekali karena telah dikalahkan hingga mendapat malu oleh sepasang anak muda itu, maka alangkah girang hati mereka dapat menyusul Sin Wan dan Giok Ciu. Mereka yakin bahwa dengan maju berdua, pasti sakit hati itu dapat terbalas. Pula mereka telah mendengar bahwa kedua anak muda itu adalah musuh-musuh suheng mereka, ialah Cin Cin Hoatsu!

Sebenarnya, ketiga pertapa ini bukanlah saudara seperguruan, tapi ketiganya telah merupakan persekutuan pemimpin paderi Lama di Tibet, yakni sekumpulan paderi yang memberontak dan mengingkari hak kekuasaan pemerintah Lama pusat di Tibet. Karena sikap memberontak ini, maka terjadi pertempuran dan perebutan kekuasaan di Tibet dan ternyata dalam pertempuran hebat itu, Cin Cin Hoatsu, Kwi Kai Hoatsu dan Keng Kong Tosu dapat dikalahkan dan diusir dari Tibet dan lari ke Tiong-Gwan.

Dalam hal tingkat ilmu silat dan ilmu sihir, Cin Cin Hoatsu dan Kwi Kai Hoatsu menduduki tingkat ketiga, hingga dapat diduga betapa tinggi kepandaian mereka. Tingkat kepandaian Cin Cin Hoatsu dan Kwi Kai Hoatsu hampir sama, hanya mereka memiliki ke istimewaan masing-masing. Memang senjata Kwi Kai Hoatsu berupa kebutan dan tongkat ular itu lebih menyeramkan dan lebih berbahaya, karena kedua senjata itu dapat menyemburkan senjata-senjata rahasia yang tak terduga datangnya dan lihai sekali.

Tapi dalam hal kepandaian lweekang, agaknya Cin Cin Hoatsu lebih lihai, sedangkan dalam pertempuran, selalu Cin Cin Hoatsu menggunakan ujung lengan baju yang tidak kalah berbahayanya dengan senjata tajam yang bagaimanapun juga. Keng Kong Tosu sebenarnya adalah seorang murid dari Cin-San-Pai yang sesat jalan dan sudah lama mengekor saja kepada kedua pendeta berilmu tinggi itu, bahkan mempelajari ilmu hitam dan ilmu sihir dari mereka.

Keng Kong Tosu mempunyai semacam penyakit, yakni ia tidak boleh melihat wanita cantik. Maka, sekali bertemu dan melihat Giok Ciu yang cantik jelita, timbullah niat jahat didalam batinnya yang kotor. Kini, setelah melihat betapa mesra hubungan antara gadis itu dengan Sin Wan, cemburulah hatinya.

“Bangsat kecil tak tahu malu!” ia memaki hudtimnya lalu menyerang Giok Ciu!

Ia terlalu cerdik untuk menyerang Sin Wan yang pernah merobohkannya, maka ia hendak menyerahkan pemuda yang lihai itu kepada suhengnya saja, sedangkan ia sendiri ingin menghadapi Giok Ciu yang jelita! Tidak disangka sedikitpun olehnya, ketika Giok Ciu berseru nyaring dan mencabut Ouw Liong Pokiam dan menangkisnya, ternyata pedang pendeknya terpental karena tenaga lweekang gadis itupun luar biasa sekali!

Ia lalu berlaku hati-hati dan melempar semua pikiran-pikiran yang nyeleweng untuk dapat memusatkan perhatian dan kepandaian gadis yang ternyata merupakan lawan yang tangguh ini. Sementara itu, dengan senyum menyindir Kwi Kai Hoatsu berkata kepada Sin Wan.

“Kau hendak mencari dan membunuh Cin Cin Hoatsu? Ha, jangan kau mimpi terlalu jauh, anak muda. Untuk menghadapi kami saja tak mungkin kau menang, apalagi jika ada saudaraku itu disini! Bersiaplah kau menerima pembalasanku terhadap hinaanmu yang melukai kulit pundakku dulu!” Sambil berkata demikian, pendeta itu lalu mencabut keluar kebutan hudtim dan tongkat ularnya yang lihai telah siap di tangan!

Sin Wan tahu benar bahwa lawan ini adalah sangat tangguh dan kepandaiannya masih lebih tinggi daripada kepandaiannya sendiri, maka ia tidak mau didahului, lalu berkelebat dan menyerang hebat dengan Pek Liong Pokiam!

“Bagus!” Kwi Kai Hoatsu berseru menyindir dan iapun menggerakkan tongkatnya di tangan kanan yang diputarnya sedemikian rupa hingga merupakan sinar bundar yang hitam warnanya dan mengeluarkan hawa dingin dan bau amis. Ular yang telah kering dan menjadi tongkat itu kini seolah-olah hidup lagi dalam tangan pendeta itu hingga Sin Wan harus berlaku hati-hati sekali dan mengeluarkan seluruh kepandaiannya dan Pek Liong Kiam-Sut untuk melayaninya.

Memang dalam hal lweekang, Sin Wan masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Kwi Kai Hoatsu yang telah berpengalaman dan telah memiliki tenaga batin yang kuat, biarpun tenaga itu berasal dari ilmu hitam. Baiknya ilmu Pedang Naga Putih yang dimainkan oleh pemuda itu adalah semacam ilmu yang jarang bandingannya di permukaan bumi, hingga ia masih dapat melayani pendeta lihai itu dengan ulet.

Sebaliknya permainan Ouw Liong Kiam-Sut dari Giok Ciu juga telah membuat Keng Kong Tosu repot sekali dan hanya dapat menangkis saja. Tosu ini dalam sibuknya lalu memusatkan tenaga batinnya dan mulutnya berkemak-kemik membaca mantera, kemudian ia mengeluarkan suara siulan keras sekali hingga Giok Ciu merasa jantungnya berdebar dan merasa ada hawa yang dingin menyerangnya dari depan.

Dalam pandangan matanya, tiba-tiba Tosu itu telah berubah menjadi pucat sekali bagaikan seorang mayat hidup yang mengerikan hingga ia menjadi terkejut sekali. Baiknya ia masih dapat teringat bahwa Tosu ini pandai ilmu siluman dan tentu ini adalah sebuah dari pada ilmu hitamnya itu, maka cepat sekali gadis itu lalu mengumpulkan lweekangnya dan meloncat keatas sambil mementang kedua tangannya dan mengeluarkan siulan-siulan tinggi dan nyaring sekali.

Inilah Sin-Tiauw Kiam-Hwat Ilmu Pedang Rajawali Sakti, kepandaian tunggal dari Ayahnya yang telah dipelajari baik-baik. Memang ilmu ini gerakan-gerakannya mengandung tenaga lweekang tinggi dan gerakan-gerakan tangannya mempunyai pengaruh untuk memunahkan segala cengkeraman ilmu sihir dan ilmu hitam.

Biarpun dalam hal ilmu lweekang, gadis itu masih kalah sedikit jika dibandingkan dengan Keng Kong Tosu, namun berkat ilmu pedangnya yang luar biasa dan keteguhan hatinya yang membaja, ia tak usah menyerah kalah terhadap seorang pendeta ilmu hitam semacam Keng Kong Tosu saja!

Keng Kong Tosu terkejut sekali karena setelah berkali-kali gadis itu menyerang dari atas dengan gerakan-gerakan aneh dibarengi siulan-siulan nyaring, maka buyarlah semua tenaga yang dipusatkan, bahkan ia lalu terhuyung-huyung kebelakang. Dengan gemas ia lalu mengebutkan lengan bajunya dan dari situ mengebul keluar asap tebal warna hijau!

Giok Ciu dapat menduga bahwa itu tentu semacam racun yang berbahaya sekali. Maka cepat ia meloncat mundur menjauhinya, lalu menggunakan ginkangnya meloncat tinggi sekali di atas asap itu dan menyerang lawannya dari atas! Gerakannya bagaikan seekor naga sakti terjun dari awan dan terdengarlah teriakan ngeri karena ujung Ouw Liong Pokiam berhasil melukai pundak Keng Kong Tosu!

Baiknya Tosu ini mempunyai ilmu kebal, yakni yang disebut 'Kim-Ciong-Ko' hingga pedang yang seharusnya membinasakannya itu, hanya melukai pundaknya saja. Tapi ini cukup membuat ia gugup dan jerih sekali. Sedangkan Kwi Kai Hoatsu mendengar teriakan ini lalu menengok. Marahlah ia setelah melihat bahwa kawannya telah terluka. Ia sendiri, biarpun dengan tongkat ular dan kebutan hudtimnya dapat melayani Sin Wan dengan baik, namun ternyata bahwa pemuda itu benar-benar tangkas dan gagah perkasa.

Sin Wan telah mainkan Pek Liong Pokiam sedemikian sempurnanya, hingga sinar putih dari pedangnya merupakan gelombang ombak yang kuat dan besar sekali dan menahan segala serangan kedua senjata lawannya. Namun lawan ini terlalu tangguh hingga ia tidak dapat balas menyerang, biarpun sebaliknya Kwi Kai Hoatsu sendiripun tidak berdaya untuk melukai lawannya yang masih muda itu!

Kini marahlah Kwi Hoatsu. Kalau tadi ia masih merasa malu untuk mengeluarkan ilmu hitamnya, kini terpaksa ia gunakan. Diam-diam ia menyimpan kebutannya dan kini tangan kirinya telah memegang segulung tali sutera hitam yang dibuat dari semacam ular. Sin Wan tidak mengerti apa maksud lawannya itu dan senjata apakah yang dipegangnya, maka berlaku sangat hati-hati. Pada saat itu, Kwi Kai Hoatsu membentak,

“Awas jarum!”

Dulu pernah Sin Wan menghadapi serangan jarum pendeta ini dan maklum betapa bahayanya serangan itu, maka ia berlaku waspada. Dari mulut tongkat ular itu menyembur benda warna hitam dan tahu-tahu benda itu terpecah menjadi puluhan jarum-jarum kecil sekali yang menyambar ke seluruh tubuhnya dari mata sampai ke kaki! Karena menyambarnya jarum ini cepat sekali, maka sukar untuk dikelit, juga kalau ditangkis dengan pedang, mungkin tidak semuanya akan tertangkis. Terpaksa Sin Wan lalu jengkangkan tubuh ke belakang dan setelah tubuhnya menyentuh tanah, ia bergulingan pergi cepat sekali!

Maka selamatlah ia, karena jarum-jarum kecil berwarna hitam yang menyambarnya tadi semua adalah jarum berbisa yang luar biasa berbahayanya. Tapi pada saat itu ia menjadi terkejut sekali. Ternyata setelah melihat Sin Wan bergulingan dan untuk sementara waktu tidak berdaya, Kwi Kai Hoatsu lalu meloncat ke arah Giok Ciu yang masih mendesak Keng Kong Tosu dan sambil mengeluarkan bentakan keras, Kwi Kai Hoatsu menggerakkan tangan kirinya. Sinar hitam panjang menyambar bagaikan ular hidup dan tahu-tahu sutera hitam panjang yang lemas itu telah membelit pedang dan tangan Giok Ciu!

Gadis itu terkejut sekali karena benda yang halus lemas itu datangnya tidak mengeluarkan suara apa-apa dan tahu-tahu pedangnya telah dibelit, sedangkan tangannya yang terbelit benda hitam itu merasa kesemutan dan tak berdaya. Juga dari sutera hitam itu keluarlah bau wangi sekali yang menusuk hidungnya dan membuat kepalanya terasa pening hingga ia tidak dapat menguasai tenaga lweekangnya lagi untuk mempertahankan ketika sabuk sutera itu disendal. Pedangnya Ouw Liong Pokiam kena terampas dan kini terpegang oleh Kwi Kai Hoatsu yang tertawa bergelak-gelak!

Sin Wan terkejut dan marah sekali. Sambil berseru nyaring ia meloncat menerjang Kwi Kai Hoatsu, tapi pada saat itu Keng Kong Tosu berseru sambil mengeluarkan asap hijaunya ke arah Sin Wan, sedangkan Kwi Kai Hoatsu meloncat ke samping dan kembali menggerakkan tangan kirinya dan pedang Sin Wan seperti halnya pedang Giok Ciu tadi, kini kena terampas pula! Sin Wan terpaksa melepaskan Pek Liong Pokiam, karena ia tahu akan hebatnya racun asap hijau yang mengancamnya, maka ia meloncat pergi sambil melepaskan pedangnya.

“Ha ha ha! Kalian seperti harimau-harimau muda kehilangan kuku dan gigi! Mau ke mana lagi?”

Kwi Kai Hoatsu mengejek dan mengirim serangan dengan tongkatnya. Juga Keng Kong Tosu segera menyerang Giok Ciu yang kini bertangan kosong! Memang tadi kedua anak muda itu dapat melawan dengan baik dan berada di pihak penyerang karena mereka mengandalkan pokiam dan permaian pedang mereka yang hebat. Tapi kini, bertangan kosog saja menghadapi dua lawan yang sedemikian tangguhnya, membuat mereka sibuk sekali dan harus berkelit ke sana kemari!

“Mari kita pergi, moi-moi!” Sin Wan berteriak.

Mereka lalu menggunakan ginkang mereka yang tinggi untuk meloncat jauh dan lari. Tapi mereka menahan kaki mereka karena ternyata kedua pendeta itu tidak mengejar, hanya tertawa bergelak-gelak sambil memandang. Sin Wan dan Giok Ciu saling pandang dan kertak gigi karena marah dan gemas, tapi apa yang dapat mereka lakukan? Melawan dengan nekad berarti mengantarkan nyawa sia-sia belaka, sedangkan musuh besar mereka belum juga dapat dibalas!

Dengan hati hancur mereka melihat betapa kedua orang tua itu sambil tertawa-tawa membawa pedang mereka meninggalkan tempat itu. Memang Kwi Kai Hoatsu maklum akan kelihaian ginkang kedua anak muda itu hingga kalau ia memaksa mengejar, takkan berhasil dan berarti mencapaikan diri dengan sia-sia.

Melihat betapa pedangnya dibawa pergi, tiba-tiba Giok Ciu menangis sambil menutup mukanya dengan tangan. Ia menangis karena gemas dan penasaran sekali dan karena tidak berdaya. Tapi tiba-tiba Sin Wan memegang tangannya dan berbisik,

“Moi-moi, kau lihat disana itu!”

Giok Ciu mengangkat muka dan memandang dan iapun terbelalak heran dan mereka lalu tak merasa pula gerakkan kaki dan perlahan-lahan menghampiri kedua musuh mereka. Sebenarnya apakah yang telah terjadi? Ketika kedua pertapa itu sambil tertawa-tawa membawa pedang rampasan meninggalkan tempat itu dan belum jauh pergi dengan heran mereka tiba-tiba melihat seorang pengemis tua yang bertubuh tinggi besar dan bermuka hitam sedang tidur melintang di tengah jalan di depan mereka.

Pengemis itu sudah tua dan hampir telanjang, karena pakaiannya compang-camping, rambutnya panjang, hingga dengan mukanya yang hitam itu ia tampak bagaikan setan berkeliaran! Mukanya kurus penuh keriput menandakan usia tua, tapi rambutnya yang panjang itu masih hitam mulus. Ia tiduran di jalan kecil itu hingga sama sekali menghalangi jalan yang hendak dilewati kedua pertapa. Melihat si jembel itu, Keng Kong Tosu membentak,

“Hei, pengemis tua! Pergilah jangan menghalangi jalan kami.”

Mendengar bentakan ini, pengemis jembel itu memalingkan mukanya yang tadi sebagian tertutup tangan dan lengannya, dan terkejutlah Keng Kong Tosu melihat wajah itu, karena benar-benar menyerupai setan! Matanya lebar memandangnya dan sepasang mata itu berputar-putar aneh mengerikan, sedangkan mulutnya yang berbibir merah sekali itu menyeringai menakutkan. Ini bukanlah wajah seorang biasa yang sehat! Kwi Kai Tosu dapat menduga bahwa jembel tua yang tinggi besar itu tentu berotak miring, karena sinar mata orang waras tidak demikian! Maka ia mencegah Keng Kong Tosu mengganggu orang itu lebih jauh.

“Kita lompati saja dia!” katanya. Tapi kata-katanya ini bahkan membuat orang gila itu menjadi marah, walaupun ia sama sekali tidak bergerak untuk bangun, hanya tubuhnya yang tadinya miring kini menjadi telentang memandang ke langit dengan matanya yang merah jelalatan. Bibirnya masih tetap menyeringai, tapi sama sekali ia tidak melihat kepada dua Tosu itu. Kini tangan kanannya mengambil batu-batu kecil dan ia bawa batu-batu itu di depan matanya, dipandangi sambil tertawa ha-ha hi-hi, lalu batu-batu itu diciuminya!

Kwi Kai Hoatsu tertawa geli dan berkata, “Kau tidak mau pergi, baiklah, kami pergi!” Ia lalu menggerakkan tubuh hendak meloncati gembel gila itu.

Tapi tiba-tiba si jembel menggerakkan kakinya yang panjang dan ia melonjorkan kedua kakinya ke udara sambil tertawa ha-ha hi-hi! Gerakan ini seperti tidak disengaja, tapi kebetulan sekali ujung kakinya bergerak sedemikian rupa merupakan tendangan-tendangan maut ke arah perut dan dada Kwi Kai Hoatsu yang sedang meloncat, hingga pendeta itu terkejut sekali lalu meloncat kembali ke tempat semula!

Ia hendak marah, tapi melihat betapa si jembel itu mempermainkan kedua kakinya ke atas bagaikan laku seorang kanak-kanak sambil tertawa, ia mengurungkan marahnya karena tahu bahwa orang gila itu tidak sengaja menggunakan kaki untuk menghalang-halanginya ketika meloncat tadi. Setelah memandang kepada Keng Kong Tosu sambil tersenyum untuk menghilangkan kekesalan hatinya, Kwi Kai Hoatsu kembali meloncat, kini tinggi sekali agar jangan sampai melanggar kedua kaki orang gila itu.

Tapi tiba-tiba orang gila itu berseru girang, “Ada burung besar! Ada burung besar!” Suaranya serak dan besar sekali, sedangkan tangannya lalu melempar batu-batu kecl itu ke atas!

Kwi Kai Hoatsu yang sedang melayang diatas terkejut sekali karena batu-batu kecil itu menyambar ke arah jalan-jalan darah di kedua kaki dan kedua pundaknya! Cepat sekali ia poksai berjumpalitan untuk menghindarkan batu-batu itu dan kembali meloncat turun di sebelah Keng Kong Tosu. Kini wajahnya berubah merah dan ia marah sekali karena tahu bahwa orang gila itu sengaja mempermainkannya.

“Bangsat gila, bangun kau!” Bentaknya, tapi orang gila itu tidak mengindahkannya dan tertawa ha-ha hi-hi sambil bergulingan di atas tanah.

“Coba lihat, kau mau bangun tidak!” kata Kwi Kai Hoatsu sambil menggunakan ujung kaki mengorek-ngorek tanah hingga debu tebal mengepul ke arah muka dan tubuh, orang gila itu tetap tidak mau bangun dan membiarkan muka dan tubuhnya berleporan debu tebal dan kotor.

Tiba-tiba kedua mata yang merah dari si jembel itu memandang ke arah sepasang pedang Pek Liong Pokiam dan Ouw Liong Pokiam yang dipegang oleh kedua Tosu itu, dan matanya memancarkan sinar yang ganjil dan terkejut. Sejak melihat kedua pedang itu, ia tidak mau melepaskan pandangan matanya dari kedua pedang itu lagi. Kemudian ia bangun berdiri dan tubuhnya benar-benar tinggi besar hingga kedua Tosu itu hanya sampai dibawah lehernya. Urat-urat di tubuhnya melingkar-lingkar bagaikan belut dan rambutnya yang panjang terurai ke depan dan belakang. Sungguh ia mengerikan sekali.

“Kau manusia kurang ajar! Siapakah kau yang berani mengganggu kami?” Kwi Kai Hoatsu menahan napsu marahnya dan bertanya, karena ia kuatir kalau-kalau orang ini adalah tokoh kang-ouw yang ternama dan tidak ia kenal.

Si gila itu tertawa bekakakan. “Aku siapa! Siapa aku... Coba kau katakan aku siapa? Aku sendiri sering bertanya-tanya siapakah aku ini! Aku adalah aku dan habis perkara. Kau sudah tahu bahwa aku ini aku, mengapa pakai bertanya-tanya lagi?” Dan ia lalu tertawa ha-ha hi-hi tak karuan.

Kwi Kai Hoatsu dan Keng Kong Tosu kini percaya betul bahwa mereka sedang menghadapi orang gila. “Kau pergilah dan jangan mengganggu kami. Ketahuilah, aku adalah Kwi Kai Hoatsu dan tidak boleh dibuat permainan. Kau pergilah!”

Suara Kwi Kai Hoatsu berpengaruh sekali ketika ia memerintah ini. Aneh sekali, tiba-tiba sikap si gila itu menjadi penurut. Ia menundukkan kepala sebagai seorang kanak-kanak yang ketakutan sekali mendengar perintah ini, lalu keluar jawaban dari mulutnya.

“Aku tidak kenal segala Hoatsu, tapi baiklah aku akan pergi, jangan kau ganggu aku. Tapi… tapi… kedua pedang itu… berikan padaku!”

“Kurang ajar! Pedang ini pedang kami, kau tidak boleh memintanya!”

“Bohong!” tiba-tiba terdengar teriakan Sin Wan yang sementara itu sudah datang mendekat. “Pedang itu pedang kami yang mereka rampas!”

Orang gila itu tertawa keras. “Nah, nah! Kalau begitu harus dikembalikan kepada orang-orang muda ini. Kembalikanlah dulu, nanti aku pergi!” Ia mendesak Kwi Kai Hoatsu yang kini sudah habis sabarnya lagi.

Ia maju dan mengirim pukulan keras ke dada orang gila itu untuk mendorongnya ke pinggir. Pukulan itu mengenai dada si gila dengan tepat sekali, tapi aneh sekali, si otak miring itu tidak roboh, bahkan menyeringai sambil berkata berkali-kali,

“Jangan pukul aku... jangan pukul aku...!” kemudian terdengar pula suara ketawanya yang menggema di hutan itu.

Bukan main terkejutnya Kwi Kai Hoatsu. Dorongannya tadi sedikitnya mengandung tenaga lima ratus kati, tapi si gila itu tidak terpental bahkan sedikitpun tidak memperlihatkan rasa sakit! Juga Keng Kong Tosu dan kedua anak muda yang berdiri di situ menjadi bengong terheran.

“Kau ingin mampus!” teriak Kwi Kai Hoatsu yang segera mengayun hudtimnya menyambar ke arah leher si gila itu.

Ujung hudtim itu menotok ke arah leher dan tepat mengenai jalan darah, tapi lagi-lagi Kwi Kai Hoatsu terkejut sampai pucat mukanya, karena jangankan roboh, berkejap mata juga tidak si gila yang aneh itu. Hanya kali ini ia memandang Kwi Kai Hoatsu dengan mata heran dan berkata,

“Kenapa berkali-kali kau pukul aku?”

Kwi Kai Hoatsu tidak menjawab, tapi dengan gemas sekali lalu pencet tekanan di gagang hudtimnya dan dari tengah bulu hudtim itu melayang keluar tujuh buah jarum kecil yang menyambar ke arah leher dan dada si gila!

Giok Ciu hampir berteriak ngeri karena merasa bahwa kali ini si gila pasti akan mampus! Juga Sin Wan merasa kuatir sekali. Tapi si jembel gila itu tidak menjadi gugup. Ia moncongkan bibirnya yang merah seperti darah itu lalu meniup dan sekalian jarum-jarum kecil yang terkenal kelihaiannya itu runtuh ke bawah semua tak berdaya!

Kini Kwi Kai Hoatsu benar-benar terkejut dan maklum bahwa gila atau tidak, orang tinggi besar di depan ini bukanlah sembarang orang dan memiliki ilmu yang tinggi! Ia lalu berkemak-kemik dan menggunakan ilmu sihirnya, karena tak mungkin orang ini dapat bertahan menghadapi ilmu hoatlek. Setelah tenaganya terkumpul, ia menggerakkan kedua tangan ke depan dan dengan suara yang sangat berpengaruh ia membentak,

“Kau rebahlah!”

Si jembel itu cepat membarengi bentakan Kwi Kai Hoatsu dan berseru lebih keras lagi dengan suaranya yang serak dan besar,

“Mari kita sama-sama rebah!” dan aneh sekali Kwi Kai Hoatsu tak dapat mempertahankan tenaga gaib yang memaksanya untuk menggulingkan diri, hingga lalu rebah di tanah!

Kwi Kai Hoatsu jengkel dan marah mendengar betapa Sin Wan dan Giok Ciu terkekeh melihat pemandangan lucu itu, bahkan Keng Kong Tosu sendiri yang menganggap kawannya sedang main gila, berkata,

“Suheng, apa penyakit otak si gila itu menular padamu?”

Tapi Kwi Kai Hoatsu juga berbareng merasa terkejut dan jerih, karena entah dengan ilmu apa, si gila telah berhasil menampar kembali tenaga gaibnya hingga senjata makan tuan! Melihat Kwi Kai Hoatsu bangun si gila juga ikut bangun sambil tertawa menyeringai.

“Sobat, sebenarnya kau siapakah dan apa maksudmu menggangu kami?” Kwi Kai Hoatsu bertanya.

“Kau sudah tahu, aku ya aku, dan siapa menganggu kalian? Kaulah yang mengganggu mereka, maka pulangkanlah pedang mereka itu!”

“Kau sungguh keterlaluan!” Keng Kong Tosu membentak marah dan ia lalu menggerakkan pedang pendeknya untuk menyerang.

Tapi tiba-tiba ia terkejut sekali karena sekali berkelebat saja si gila itu telah lenyap dari pandangannya dan tahu-tahu suara ketawanya yang ha-ha hi-hi telah terdengar di belakang telinganya! Ia membalikkan tubuh dan menyerang lagi bertubi-tubi, tapi sia-sia, karena gerakan si gila yang tak teratur itu sungguh cepat sekali dan membingungkannya.....



BERSAMBUNGKE JILID 08





















Terima kasih telah membaca Serial ini.

No comments:

Post a Comment

Cerita Silat Kho Ping Hoo Serial Pendekar Budiman Jilid 12

   Cerita Silat Kho Ping Hoo Serial Pendekar Budiman             Jilid 12