Cerita Silat Kho Ping Hoo
Serial Pedang Ular Merah
Jilid 02
Pemuda murid
Hek Sin-mo ini sudah membuktikan kepandaiannya dan kalau saja ia bisa mendapat
bantuan pemuda ini, alangkah baiknya!
"Kalau
begitu, marilah kita berangkat, taihiap. Kota Hun-leng tidak berapa jauh lagi
dari sini."
Demikianlah
Eng Eng lalu mengikuti Ting Kwan Ek menuju ke Hun-leng. Sampai pada saat itu,
Eng Eng belum memberitahukan namanya dan Ting piauwsu juga tidak berani
mendesaknya, takut kalau kalau pemuda aneh ini menjadi marah dan membatalkan
niatnya mengunjungi Hun-leng.
Pek eng-to
Ouw Tang Sin si golok garuda putih adalah seorang berusia kurang lebih empat
puluh lima tahun. Biarpun ia sudah termasuk golongan tua, namun melihat
potongan tubuhnya yang kekar kuat dan mukanya yang gagah, ia masih nampak muda
dan terhitung tampan menarik.
Ouw Tang Sin
yang kini lebih terkenal dengan sebutan Ouw piauwsu setelah mengepalal Pek eng
Piauwkiok, sesungguhnya adalah seorang ahli silat yang mempunyai jiwa gagah dan
budiman. Akan tetapi ia mempunyai cacat batin, yakni bersifat mata keranjang,
lstrinya masih muda berusia dua puluh lima tahun dan cantik pula. Akan tetapi
agaknya Ouw-piauwsu masih belum puas dan masih selalu main-main di Iuar
sungguhpun ia tidak mau melakukan gangguan mengandaIkan kepandaiannya.
Betapapun
juga ia kini mempunyai banyak uang, wajahnya tampan, namanya terkenal. maka
mudahlah baginya untuk mencari kekasih di luar. Hal ini membuat istrinya selalu
menaruh hati cemburu. Ouw Tang Sin tinggal di rumah yang besar dan di situ ia
membuka kantor piauwkiok. Juga Ting Kwan Ek, sutenya, setelah bekerja
membantunya lalu pindah bersama isteri dan dua orang anaknya di rumah itu pula,
menempati bangunan sebelah kiri.
Sebagaimana
telah dituturkan di bagian depan, setelah Ting-piauwsu datang membantu, Ouw
plauwsu menjadi malas dan jarang sekali menguruskan piauwkiok, cukup ia
serahkan kepada sutenya saja. la Iebih senang pergi main-main dengan
kawan-kawannya bermain judi atau mencari kekasih baru di lain kota!
Selain Ouw
piauwsu dan Ting piauwsu berdua yang mengepalai perusahaan ekspedisi ini,
disitu terdapat juga pembantu yang jum-lahnya sampai dua puluh orang.
Barang-barang yang dipercayakan kepada Pek eng Piauwkiok amat banyak dan barang
barang ini harus dikirimkan ke banyak tempat. Untuk mengirimkan barang-barang
kecil yang begitu berharga, cukup dilakukan oleh para pembantu.
Serombongan
diantar oleh sedikitnya lima orang piauwsu dan cukup ditancapi bendera garuda
Putih tanda bahwa barang-barang itu dilindungi oleh Pek-eng Piauwkiok. Untuk
benda-benda kiriman yang berharga, maka barulah Ting piauwsu turun tangan
sendiri untuk mengawal barang itu. Dua puluh orang pembantu ini boleh juga
disebut murid-murid dari Ouw piauwsu karena biarpun ketika masuk bekerja di
situ mereka telah memiliki kepandaian silat yang sudah diuji oleh Ouw piauwsu,
namun mereka masih mendapat latihan-latihan ilmu golok Pek eng to yang Iihai!
Oleh karena
pengaruh Pek-eng Piauw-kiok masih besar dan namanya makin terkenal, maka sampai
bertahun-tahun belum pernah kiriman barang yang mereka kawal itu diganggu oleh
penjahat. Perampok-perampok akan berpikir masak-masak dahulu sebelum berani
meraba kumis harimau, yakni sebelum mengganggu barang yang dilindungl oleh
Pek-eng Piauwkiok.
Pada hari
itu kebetulan Ouw Tang Sin berada di rumah. Ketika ia melihat Ting Kwan Ek
datang bersama seorang pemuda yang tampan dan bermuka putih, ia merasa heran,
lain bangun menyambut.
"Bagaimana,
sute? Tidak ada gangguankah di jalan dan apakah patung itu sudah kau bawa
dengan aman!" tanyanya tanpa memperdulikan Eng Eng karena disangkanya
bahwa pemuda itu tentu seorang langganan saja.
"Aman?
Ah, suheng, hampir saja celaka. Jangankan patung itu, bahkan nyawaku sendiri
hampir saja melayang dalam tangan Ban Yang Tojin."
Ouw Tang Sin
menjadi pucat. "Apa? Orang kedua dari Thian-te Sam-kui itu turun tangan
kepadamu? Dan bagaimana selanjutnya?"
Ting piauwsu
lalu menggerakkan tangannya dan Eng Eng yang mendengarkan percakapan itu dengan
sikap tidak mengacuhkan.
"kalau
tidak ada In-kong (tuan penolong) yang gagah perkasa ini tentu sutemu sekarang
hanya tinggal nama saja dan nama besar Pek-eng Piauwkiok kita akan
hancur!"
Baru
sekarang Ouw Tang Sin menengok dan memandang kepada Eng Eng. Ia merasa heran
dan masih belum mengerti akan maksud ucapan sutenya. Dengan cara bagaimanakah
seorang pemuda lemah seperti ini menolong nyawa sutenya?
"Apa
maksudmu, sute? Bagaimanakah kong-cu (tuan muda) ini dapat menolongmu?"
Ting piauwsu
dapat mengerti mengapa suhengnya menjadi heran, dan dengan senyum bangga ia
berkata, "Tentu saja dengan mengalahkan Ban Yang Tojin!"
Kini
benar-benar Ouw Tang Sin melongo. "Apa? Ban Yang Tojin kalah dengannya...?
Sute, jangan kau main-main!"
Ting piauwsu
tertawa dan sambil menjura ia berkata kepada Eng Eng. "Taihiap,
perkenalkanlah. Ini adalah suhengku yang bernama Ouw Tang Sin, kepala dari
Pek-eng Piauwkiok. Dan suheng, kongcu ini adalah..."
Sampai di
sini Ting Kwan Ek nampak bingung karena sesungguhnya ia belum tahu siapa nama
penolongnya yang muda ini! Eng Eng tersenyum, mengangguk kepada Quw Tang Sin
dan berkata,
"Suhu
menyebutku Eng Eng dan kalau tidak salah namaku adalah Suma Eng."
Tentu saja
Ouw Tang Sin dan Ting Kwan Ek saling pandang dengan heran. Di mana ada orang
memperkenalkan namanya dengan tambahan kata-kata kalau tidak salah? Bagaimana
orang bisa merasa ragu-ragu atas namanya sendiri? Dan pula, nama Eng Eng lebih
patut dipergunakan oleh seorang wanita!
Setelah
untuk sejenak berdiri melenggong, akhirnya Ting piauwsu ingat masih saja
berdiri berhadapan maka buru-buru ia lalu mempersilakan Eng Eng duduk. Dengan
tidak sabar Ouw Tang Sin lalu bertanya kepada sutenya tentang peristiwa yang
terjadi. Ketika Ting piauwsu menceritakan betapa ia hampir terbunuh kemudian
betapa Suma Eng mengalahkan Ban Yang Tojin, Ouw Tang Sin merasa sukar sekali
untuk dapat percaya omongan adik seperguruannya.
Pada saat
itu, muncullah dua orang wanita dan dua orang anak kecil. Mereka ini adalah
nyonya Ting, nyonya Ouw, dan kedua orang anak dari Ting piauwsu. Nyonya Ting
adalah seorang wanita yang berwajah sabar dan manis budi, nyonya Ouw juga
berwajah cantik, akan tetapi dalam pandangan Eng Eng adalah seorang wanita muda
yang cantik dan genit. Sepasang mata nyonya Ouw yang bening itu mengerling
kepadanya dengan genitnya.
Sebagai
seorang wanita, tentu saja Eng Eng lebih senang berkenalan dengan wanita pula,
maka ketika ia diperkenalkan, ia lalu bangkit berdiri, menghampiri mereka dan
ia lalu memegang tangan nyonya Ting dan nyonya Ouw sambil berkata,
"Cici,
aku girang sekali dapat berkenalan dengan kalian!" Eng Eng masih ingat
bahwa terhadap seorang wanita yang lebih tua, harus menyebut cici!
Bukan main kagetnya
semua orang melihat perbuatan ini. Ting Kwan Ek, Ouw Tang Sin sampai melompat
bangun dari tempat duduk mereka dengan mata terbelalak. Sedangkan kedua orang
nyonya muda itu tersipu-sipu dan muka mereka menjadi merah sekali. Nyonya Ting
memandang marah, akan tetapi nyonya Ouw memandang wajah yang tampan itu dengan
senyum di bibir dan kembali kerling matanya menyambar ganas!
Akan tetapi
Eng Eng tidak memperdulikan ini semua karena ia merasa tidak tahu akan perasaan
hati mereka. Ia lalu melihat anak bungsu dari keluarga Ting, seorang anak
perempuan berusia lima tahun. Sambil tersenyum Eng Eng lalu berjongkok, mencium
anak ini dan menggendongnya dan menimang-nimangnya.
"Adik
yang manis? Mari bermain-main dengan cici."
Empat orang
yang tadinya melongo itu kini saling pandang dan meledaklah suara ketawa
mereka. Eng Eng menjadi terheran dan cepat memandang, lalu bertanya,
"Eh...
eh, apakah yabg kalian ketawakan?"
Nyonya Ting
lalu memegang tangannya dan berkata, "Sesungguhnya, bukankah kau seorang
perempuan?"
"Eh,
cici, kau ini aneh benar. Siapa bilang bahwa aku adalah seorang laki
laki!"
Ting piauwsu
memukul-mukul kepalanya sendiri sambil tertawa geli, lalu berkata,
"Sungguh lucu dan sungguh bodoh aku ini. Mengapa mataku seperti buta,
tidak tahu bahwa kau adalah seorang lihiap (pendekar wanita)? akan tetapi,
mengapa kau diam saja dan tidak mau menyangkal ketika aku menyebutmu-taihiap?
Ah, nona, kau benar-benar telah mempermainkan aku!"
"Siapa
yang mempermainkan orang? Dan mengapa kau mengira bahwa aku seorang
laki-laki?" tanya Eng Eng sambil menurunkan anak perempuan itu dari
gendongan.
"Pakaianmu...
siapa yang mengira bahwa kau seorang wanita??"
"Mengapa
pula pakaianku? Aku memang sudah seringkali mengenakan pakaian seperti
ini," jawab Eng Eng.
Tiba tiba
teringatlah Ting Kwan Ek bahwa gadis perkasa ini adalah murid dari Hek Sin-mo
yang miring otaknya, maka kembali timbul dugaannya kalau-kalau gadis ini juga
gila seperti gurunya! Ia berkata kepada suhengnya.
"Suheng,
Suma lihiap ini adalah murid tunggal dari Hek Sin-mo!"
Ouw piauwsu
tercengang mendengar ini dan iapun timbul dugaan seperti yang dipikirkan oleh
sutenya, Ting piauwsu tentu saja tidak mau menyatakan keinginannya mendapat
bantuan dari Eng Eng di depan gadis itu, maka ia lalu berkata kepada istrinya.
"Suma
lihiap tentu lelah, kau antarkanlah dia ke kamarnya, agar supaya dia bisa
beristirahat." Diam-diam ia mengejapkan matanya kepada istrinya itu.
Eng Eng
tidak membantah karena ia Iebih senang bercakap-cakap dengan nyonya Ting yang
nampak manis budi itu, sedangkan nyonya Ouw yang bernama Lo Kim Bwe itu
semenjak tadi memandang dengan muka merah dan terheran-heran. Setelah Eng Eng
masuk ke dalam bersama Ting hujin ( Nyonya Ting ) OuW Tang Sin menghela napas
dan berkata,
"Sute,
sungguh sukar untuk percaya bahwa dia bisa mengalahkan Ban Yang Tojin. Dan dia
seorang wanita pula!"
"Akupun
heran sekali, suheng. Baru sekarang aku tahu bahwa dia adalah seorang wanita!
Sikapnya benar-benar aneh sekali, jangan-jangan dia..." Ting Kwan Ek lalu
menunjuk ke arah keningnya sendiri.
"Gurunya
terkenal sebagai seorang sakti yang berotak miring." kata Ouw piauwsu yang
duduk kembali.
Lo Kim Bwe
lalu menyuruh pelayan mengeluarkan minuman untuk mereka berdua, kemudian nyonya
muda yang cantik dan genit ini lalu masuk ke ruang dalam untuk ikut
bercakap-cakap dengan tamu mereka yang aneh itu.
"Suheng!
Betapapun juga, dia benar-benar berkepandaian tinggi." la lalu
menceritakan tentang jalannya pertempuran antara Eng Eng dan Ban Yang Tojin
sehingga Ouw piauwsu merasa makin terheran-heran.
"Celaka,
kau telah menanam bibit permusuhan dengan Thian te Sam kui, bagaimana kalau
mereka datang mengganggu kita?"
"Akupun
mengkhawatirkan haI ini, suheng. Oleh karena itulah maka aku rnembujuk murid
Hek Sin-mo itu untuk suka datang ke sini. Agaknya dia tidak waras otaknya atau
memang aneh adatnya. Kalau kita bisa mengikatnya disini kita boleh mempunyai
pembantu yang boleh dipercaya."
Ouw Tang Sin
mengangguk-angguk menyatakan setuju atas siasat sutenya itu, namun dengan
perlahan ia berkata, "Aku masih ragu-ragu dan biarlah aku mencari
kesempatan untuk menguji kepandaiannya. Dalam menghadapi Thian-te Sam kui, kita
harus berhati-hati. Kau sudah tahu akan keganasan mereka, sute."
"Tentu,
suheng. Akan kubujuk agar supaya Suma Eng suka melayani kau menguji kepandaian
dan sementara itu lebih baik kita jangan menerima pengiriman barang-barang
berharga dan untuk sementara waktu, aku tidak akan pergi dari Hun-leng sehingga
sewaktu-waktu datang bahaya, kita bisa menghadapinya bersama-sama."
Sementara
itu, setelah berada di dalam kamar bersama nyonya Ting, Eng Eng lalu melepaskan
ikat kepala dan buntalannya, kemudian atas permintaan nyonya Ting, ia
menceritakan semua pengalamannya semenjak kecil dan hidup di dalam hutan
bersama suhunya. Nyonya Ting yang baik hati merasa sangat terharu dan tahulah
ia kini bahwa Eng Eng sama sekali bukannya berotak miring, akan tetapi adatnya
yang aneh timbul oleh karena ia tidak mengetahui tata susila kehidupan
masyarakat ramai.
la minta
agar supaya Eng Eng berganti pakaian dan setelah buntalan dibuka, ia melihat
bahwa di antara pakaian dara perkasa itu terdapat beberapa stel pakaian wanita
yang cukup Indah, hasil curian Hek Sin-mo.
"Adik
Eng Eng yang baik, sesungguhnya seorang wanita harus mengenakan pakaian wanita
pula, karena pakaian yang kau pakai tadi adalah pakaian untuk laki-laki.
Kecuali kalau memang kau hendak menyamar agar memudahkan perantauanmu, tiada
halangan kau mengenakan pakaian laki-laki..."
Sambil
tertawa-tawa karena tidak mengerti betul Eng Eng lalu mengenakan pakaian wanita
dibantu oleh Ting Hujin yang baik hati dan ramah tamah. Setelah ia mengenakan
pakaian itu, Ting hujin sendiri memandang kagum dan beberapa kali mengeluarkan
ucapan memuji. Memang kecantikan yang dimiliki oleh Eng Eng adalah kecantikan
yang wajar, kecantikan yang sama sekali tidak tersentuh oleh bantuan Iuar
berupa bedak ataupun yanci.
Bahkan gadis
ini tidak pernah menyisir rambutnya akan tetapi oleh karena selama tinggaI di
dalam hutan ia selalu mandi dan mencuci rambutnya dengan semacam daun yang
berbusa, rambutnya bersih, hitam dan halus. Kini nyonya Ting yang merasa kagum
meIihat kecantikannya dan sayang melihat kemurnian dan ketulusannya, lalu
menghias gadis itu seperti menghias seorang calon pengantin.
Makin
bertambah kemolekan Eng Eng dan ketika nyonya Ouw masuk ke dalam kamar
kecantikan nyonya muda yang banyak dibantu oleh hiasan ini nampaknya muram dan
tidak berarti! la berdiri dengan mata terbelalak heran dan kagum.
"Aduh
hampir aku tak dapat percaya bahwa pemuda tampan tadi kini telah menjadi
seorang gadis cantik jelita" katanya.
Sambil
tersenyum-senyum ia menghampiri, Eng Eng meras tidak enak dan entah mengapa, ia
tidak suka kepada nyonya muda yang berbedak tebal, bermata genit dan berbau
harum menyolok di hidung karena memakai wangi-wangian ini.
Demikianlah,
semenjak hari itu Eng Eng menjadi murid nyonya Ting, menerima pelajaran tentang
tata susila dan kesopanan seorang wanita. Baru sekarang terbuka matanya
terhadap kehidupan manusia di dunia ramai. Karena menganggap bahwa Eng Eng
sudah cukup dewasa untuk mempelajari kesopanan dan batas persoalan laki-laki
dan wanita. Nyonya Ting lalu memberi keterangan tentang segala macam hal itu.
Berbeda
dengan nyonya Ouw yang pandai ilmu silat, Nyonya Ting ini adalah seorang
terpelajar dan dengan halus ia memberi pelajaran kepada Eng Eng tentang
prikemanusiaan dan sopan-santun. Bahkan ia hendak memberi pelajaran ilmu
membaca kepada Eng Eng akan tetapi Eng Eng tidak suka dan tidak sabar
mempelajarinya.
Eng Eng
merasa suka tinggal di samping nyonya Ting yang manis budi. Ia suka pula kepada
kedua anak kecil putera dan puteri Ting-piauwsu dan memberi pelajaran
dasar-dasar ilmu silat kepada mereka. Perhubungannya terhadap Ting piauwsu dan
Ouw piauwsu tetap baik dan terbuka. Biarpun ia kini telah mendengar dari nyonya
Ting tentang kekurang-ajaran laki-laki terhadap wanita, namun kebebasannya
masih belum dapat dikekang dan ia bergaul dengan kedua orang kepala piauwkiok
dengan ramah dan terbuka. la tidak merasa sungkan untuk makan bersama-sama
mereka, untuk duduk mengobrol sampai jauh malam!
Tentu saja
kecantikan gadis ini dan keramahan serta kejenakaannya memabokkan kepala
Ouw-piauwsu yang terkenal mata keranjang! Hatinya berdebar-debar keras apabila
ia bercakap-cakap dengan Eng Eng dan gadis ini mengobral senyumnya yang manis,
sungguhpun senyum itu bersih dan jujur.
Kalau dulu
nyonya Ouw, yakni Lo Kim Bwe tergila-gila kepada Eng Eng ketika dara pendekar
ini datang sebagai seorang pemuda, kini rasa cintanya ini berobah kebencian
yang hebat berdasarkan cemburu terhadap Eng Eng yang ramah tamah dan manis budi
terhadap laki-laki yang manapun, juga membuat hati Lo Kim Bwe menjadi panas dan
ia menyangka bahwa suaminya bermain gila dengan Eng Eng!
Kim Bwe
adalah puteri seorang perampok besar. Lima tahun yang lalu ketika Ouw Tang Sin
sedang mengantarkan barang berharga ke kota raja, di tengah hutan ia diganggu
oleh kawanan perampok yang dikepalai oleh Lo Beng Tat, perampok yang telah
terkenal karena ilmu silatnya yang tinggi. Lo Beng Tat mempunyai banyak sekali
anak buah sedikitnya ada lima puluh orang perampok yang menjadi kaki tangannya.
Ouw Tang Sin
tentu saja tidak mau menyerah dan dibantu oleh anak buahnya, ia melakukan
perlawanan hebat sehingga banyak sekali perampok yang tewas oleh amukannya.
Akan tetapi ia harus menyerah karena tidak saja kepala perampok she Lo itu
tangguh sekali, juga ia dikeroyok oleh banyak orang. Enam orang kawannya tewas
dalam pertempuran itu dan ia sendiri kena ditawan oleh Lo Beng Tat.
Lo Beng Tat
merasa kagum melihat kegagahan Ouw piauwsu. Perampok ini mempunyai dua orang
anak, yakni yang sulung seorang laki-laki bernama Lo Houw yang memiliki
kegagahan seperti ayahnya. Anak kedua yang bungsu, bernama Lo Kim Bwe yang
cantik jelita dan juga pandai ilmu silat pula. Melihat kegagahan Ouw piauwsu
timbul niatan untuk mengambil mantu piauwsu ini.
Dengan
perantaraan seorang perampok tua kepala rampok itu menyampaikan kehendaknya
kepada Ouw Tang Sin. Tentu saja Ouw piauwsu tidak sudi menerima pinangan ini.
Ia memang belum menikah sungguhpun usianya telah tiga puluh tahun lebih, akan
tetapi siapa mau dipunggut mantu seorang kepala rampok? Dan pula, seorang
perampok yang hidup seperti orang liar di dalam hutan mana bisa mempunyai
seorang anak gadis yang patut dan cantik?
Akan tetapi,
ketika ia melihat Kim Bwe, puteri kepala rampok itu, ia menjadi melongo! Gadis
yang berusia dua puluh tahun itu benar-benar cantik jelita seperti puteri
bangsawan, matanya kocak dan pinggangnya ramping. Ditambah oleh gaya Kim Bwe
yang memang genit menarik, hati Ouw piauwsu yang mata keranjang ini dengan
mudah jatuh terpikat. Akhirnya ia menerima juga dan dikawinkanlah mereka di
dalam hutan itu!
Tak lama
kemudian, Ouw piauwsu lalu mengajak istrinya pulang ke Hun-leng dan melanjutkan
pekerjaannya. Dua bulan kemudian semenjak Eng Eng tinggal di rumah Pek-eng
Piauwkiok, Baik Ouw-piauwsu maupun Ting piauwsu selama dua bulan itu tidak
berani meninggalkan rumah, takut kalau datang gangguan dari Ban Yang Tojin dan
kawan-kawannya. Antaran barang-barang dilakukan oleh anak buah mereka saja.
Pada suatu
bari, Ouw piauwsu dan Ting piauwsu bercakap-cakap dengan Eng Eng yang kini
mengenakan pakaian wanita yang ringkas dan mencetak tubuhnya sehingga tidak
saja ia nampak manis molek, akan tetapi juga nampak gagah sekali.
"Suma
lihiap, kau tentu sudah maklum bahwa keadaan kami dan perusahaan kami berada
dalam bahaya dan ancaman. Ban Yang Tojin yang dulu pernah kau kalahkan."
kata Ting Kwan Ek kepada Eng Eng.
"Ting
twako, mengapa orang macam Ban Yang Tojin saja harus ditakuti? Kalau dia memang
penasaran, biarkan ia datang ke sini untuk mencari penyakit!" jawab Eng
Eng.
Memang, atas
permintaan Ting hujin, Eng Eng selanjutnya menyebut twako (kakak) kepada Ting-piauwsu.
Akan tetapi kepada Ouw Tang Sin ia tidak mau menyebut kakak, dan bahkan
menyebut Ouw piauwsu saja! Entah mengapa mungkin perasaan wanitanya yang halus,
sungguh ia sendiri tidak tahu mengapa ia merasa kurang suka kepada Ouw Tang Sin
dan isterinya.
Namun, ia
selalu ingat akan pelajaran yang diterimanya dari Ting hujin bahwa seorang
wanita harus dapat menyimpan perasaan hatinya dan jangan memperlihatkan apa
yang dipikir dan dirasainya kepada orang lain. Oleh karena ini ia dapat menekan
perasaan tidak sukanya dan bersikap biasa terhadap Ouw Piauwsu dan nyonyanya.
"Nona,
kau tidak tahu..." kata Ouw Tang Sin mendengar gadis itu memandang rendah
Ban Yang Tin. "Ban Yang Tojin hanyalah orang kedua dari tiga iblis yang
terkenal dengan nama Thian-te Sam-kui. Kita telah menyakiti hati Ban Yang Tojin
dan aku merasa kuatir kalau-kalau Ban Yang Tojin akan datang mengganggu kita
bersama dua orang saudaranya yang lebih lihai lagi, yaitu Ban Im Hosiang dan
Ban Hwa Yang. Kalau sampai mereka bertiga datang, mereka ini sama sekaIi tidak
boleh dipandang rendah!"
"Suma
lihiap...!" Ting piauwsu menyambung, "Sesungguhnya kami merasa amat
bersyukur dengan adanya kau di sini, karena dengan kepandaianmu kami merasa
aman dan mengandalkan bantuanmu yang amat berharga untuk menghadapi iblis-iblis
jahat itu. Aku sendiri telah menyaksikan kepandaianmu, akan tetapi suheng belum
pernah menyaksikannya. Maka, apabila kau tidak berkeberatan, marilah kau layani
suheng main-main sebentar agar pengetahuan kami yang rendah mendapat tambahan
dan kita dapat mengukur pula sampai dimana kekuatan kita untuk menghadapi
mereka."
Seandainya
dua bulan yang lalu, Ting Kwan Ek bicara seperti ini mungkin Eng Eng tidak akan
mengerti betul maksudnya akan tetapi Eng Eng telah mendapat keterangan yang jelas
setiap harinya oleh nyonya Ting tentang keadaan di dunia ramai dan ditambah
oleh kecerdikannya, maka tahulah dia bahwa orang she Ouw itu masih belum
percaya kepadanya. Ia tersenyum dan bangkit berdiri, lalu berkata,
"Baiklah
akupun ingin sekali menyaksikan kehebatan Pek-eng To-hwat seperti yang pernah
kudengar dari cici!" Ia selalu menyebut Ting hujin dengan panggilan cici
atau kakak perempuan.
Ouw Tang Sin
tersenyum puas, dan ia memang sudah bersiap untuk melakukan pibu ini. Pakaian
yang dipakainya ringkas dan pendek sedangkan goloknya memang selama ini tak
pernah berpisah dari pinggangnya dalam persiapannya menjaga datangnya musuh
tangguh. Ia lalu melompat berdiri di tengah lapangan lian bu thia (ruang
belajar silat) yang berada di tengah ruangan besar itu sambil mencabut
goloknya.
"Bagus,
nona. Silakan kau maju memperbaiki sedikit kepandaian!"
Pada saat
itu, Lo Kim Bwe muncul dari pintu dalam dan nyonya muda yang juga pandai silat
ini lalu menonton dengan hati tertarik. Lo Kim Bwe sendiri memliiki ilmu silat
siang-to (sepasang golok) yang cukup lihai, maka kini melihat suaminya hendak
mengadu kepandaian dengan nona Suma Eng yang diam-diam dibenci dan
dicemburuinya, ia memperhatikan dengan mata tajam. Seperti juga suaminya,
nyonya yang pandai ilmu silat inipun telah bersiap untuk menjaga kedatangan
musuh-musuh yang tangguh. Bahkan ia telah memberi kabar kepada ayah dan
kakaknya untuk datang melakukan penjagaan.
Eng Eng
menghampiri Ouw Tang Sin yang sudah memasang kuda-kuda dengan gagahnya, sepasang
kaki, dipentang teguh dan goloknya melintang di depan dada. Dengan secara
sembarangan saja Eng Eng lalu berdiri dekat dengan piauwsu itu, lalu berkata,
"Nah,
kau maju dan seranglah, Ouw piauwsu, Masih menanti apalagi?"
"Mana
senjatamu, nona? Keluarkanlah senjatamu agar mataku terbuka dan menyaksikan
kelihaianmu."
"Aku
tidak biasa menggunakan senjata kalau tidak terpaksa, demikianlah pesan suhuku.
Hayo kau seranglah, kalau kiranya aku tidak tahan menghadapi golokmu, tanpa kau
minta aku akan mengeluarkan senjata."
Diam-diam
Ouw Tang Sin merasa mendongkol juga karena ucapan ini bersifat memandangnya
rendah sekali. la lalu majukan kakinya dan menggerakkan tangan kirinya,
kemudian berseru,
"Nona,
awas golok!" berbareng dengan ucapannya ini, ia menyerang dengan goloknya,
menggunakan gerak tipu Pek-eng Tho-sim (Garuda Putih Mencuri Hati).
Dengan
gerakan yang cepat sekali goloknya berkelebat menyambar ke arah dada Eng Eng
yang masih berdiri dengan tenang, seakan-akan tidak memperdulikan berkelebatnya
golok yang menyilaukan mata. Melihat betapa Eng Eng sama sekali tidak mengelak
sedangkan goloknya sudah mendekati dada, Ouw-piauwsu menjadi terkejut sekali
dan cepat ia menahan serangannya. Orang yang dapat menahan gerakan golok yang
cepat itu secara tiba-tiba sudah menunjukkan bahwa ilmu silatnya cukup baik dan
tenaganya sudah sempurna, karena ia dapat menguasai tenaga dalam goloknya.
Tentu saja Ouw piauwsu tidak tega untuk melukai dada nona cantik yang menarik
hatinya itu.
"Ah,
nona, mengapa kau tidak mengelak?" tanyanya heran sambil menahan
serangannya.
Suma Eng
tersenyum mengejek, "Mengapa harus mengelak? Golokmu masih jauh dan tidak
dielak juga ternyata kau tarik kembali. Mengapa aku harus bersusah payah
mengelak?"
"Kalau
diteruskan bukankah kau akan terluka berat?" tanya pula Ouw piauwsu dengan
mendongkol juga, merasa dipermainkan.
"Walau
kau teruskan seranganmu, tak usah kau suruh tentu akan kuhindarkan bahaya
itu..."
"Kau
tabah sekali, nona. Nah awaslah seranganku ini!"
Kini Ouw
Tang Sin tidak berlaku sungkan lagi dan ia mulai menyerang dengan gerak tipu
Garuda Putih Menyambar Air. Goloknya mula-mula diangkat ke atas dan agaknya
hendak membabat pinggang akan tetapi tiba-tiba goloknya meluncur ke bawah dan
membabat pergelangan kaKi orang!
Eng Eng
seperti juga tadi, berdiri dengan sembarangan saja dan ketika golok itu hampir
membabat kakinya ia tidak melompat, melainkan mengangkat kaki kirinya dan
memapaki golok itu dari atas! Memang luar biasa sekali cara menyambut golok
dengan kaki ini. Dengan gerakan yang melebihi cepatnya sambaran golok, kaki
yang diangkatnya ini menginjak dengan tiba-tiba dan kalau sambaran golok
dilanjutkan golok itu tentu akan kena diinjak-injak sebelum mengenai sasaran.
Ouw Tang Sin
terkejut dan juga heran. Tentu saja ia tidak mau membiarkan goloknya terinjak,
karena hal ini berarti merupakan penghinaan baginya. Ia menarik kembali
goloknya dan ia membacok bertubi-tubi sambil mengeluarkan gerak tipu Garuda
Putih Bermain di Awan, sebuah cabang dari ilmu golok Pek-eng To-hwat yang
lihai.
Goloknya
menyambar-nyambar dengan cepat sekali, berobah menjadi seguluug sinar putih
yang lebar dan mendatangkan angin membuat rambut Eng Eng berkibar-kibar.
Diam-diam Eng Eng memuji dan maklum bahwa ilmu kepandaian Ouw piauwsu masih
lebih tinggi setingkat dari pada ilmu silat Ting Kwan Ek. Akan tetapi hasil
serangan-serangan dari Ouw Tang Sin, ini tidak ada sama sekali bahkan akibatnya
membuat Ting Kwan Ek dan juga Lo Kim Bwe menjadi bengong saking herannya.
Mereka hanya
melihat tubuh Eng Eng bergerak dengan aneh seperti orang menari-nari melenggok
ke kanan kiri, kadang-kadang melompat atau menyampok dengan tangannya. Akan
tetapi biarpun gerakan tubuh ini nampak aneh dan tidak teratur sama sekali,
namun sedikitpun golok di tangan Ouw piauwsu tak pernah mengenai sasaran.
Beberapa kali punggung golok itu terkena sampokan tangan Eng Eng dan Ouw
piauwsu merasa betapa tangannya tergetar secara aneh!
Sebetulnya
Eng Eng sedang menghadapi Ouw Tang Sin dengan ilmu silat tangan kosong yang
disebut Kwan-im Jip-pek-to (Dewi Kwan Im Menyambut atau Masuk Dalam Ratusan
Golok) dan mempergunakan ginkang yang sudah sempurna itu untuk menghindarkan
diri dari sambaran golok. Akan tetapi oleh karena ilmu silat ini hanya sebagai
dasarnya saja, sedangkan gerakannya dilakukan dengan bebas, maka nampaknya
tidak karuan dan membingungkan lawan.
Betapapun
juga, tidak mudah bagi Eng Eng untuk membalas dengan serangannya. Gerakan golok
lawan benar-benar cepat dan bertubi-tubi sehingga ia hanya dapat mengerahkan
seluruh kepandaiannya untuk mengelak dan menjaga diri saja. Ouw Tang Sin adalah
seorang ahli silat kawakan yang sudah banyak mengalami pertempuran-pertempuran
besar dan ilmu silat serta tenaganya termasuk tingkat tinggi.
Sampai lima
puluh jurus lebih Ouw Tang Sin menyerang, namun sedikit juga belum pernah dapat
menyerempet ujung baju dara perkasa itu! Diam-diam Ouw Tang Sin terkejut dan
tunduk betul. Kini ia tidak ragu-ragu lagi dan mulai percaya akan penuturan
sutenya. Siapakah orangnya yang dapat menghadapi goloknya dengan tangan kosong
sampai lima puluh jurus tanpa terdesak sama sekali!
Ia mengalami
hal yang aneh dalam pertempuran menghadapi Eng Eng ini. Sebagian besar dari
serangannya gagal di tengah jalan, bahkan gagal sebelum serangan itu
dilancarkan. Beberapa kali, baru saja goloknya hendak digerakkan untuk
menyerang, agaknya nona itu sudah maklum dan dapat menduga sehingga selalu
mendahuluinya dengan pemasangan kaki atau tangan ke arah jalan darah pada nadi
tangannya yang memegang golok. Dangan demikian, apabila serangan ia teruskan,
sebelum goloknya mengenai tubuh lawan, terlebih dulu nadinya akan terkena
tiamhwat (ilmu totokan) gadis yang sangat lihai itu.
Eng Eng
merasa gemas juga melihat betapa Ouw piauwsu belum juga mau mengaku kalah.
Menurut patut, setelah dilawan dengan tangan kosong sampai lima puluh jurus
tanpa bisa mendapat kemenangan, piauwsu itu sudah harus mengaku kalah. Agaknya
orang ini perlu diberi bukti, katanya dalam hati.
Memang Ouw
Tang Sin belum merasa puas dan pula ia telah jatuh hati terhadap gadis cantik
jelita yang pandai sekali ini. Berpibu melawan Eng Eng dianggapnya sebagai
suatu kesempatan yang baik sekali untuk berdekatan dengan gadis itu. Selain
demikian, iapun hendak mendesak gadis itu sekuatnya agar supaya gadis ini
memperlihatkan kepandaiannya yang terlihai, karena dengan jalan ini akan lebih
tebal kepercayaannya untuk mengandalkan bantuan Eng Eng menghadapi Thian-te
Sam-kui yang tangguh.
Demikianlah
dengan membuta dengan kenyataan bahwa gadis itu berlaku murah dan mengalah
terhadapnya. Ouw Tang Sin memutar goloknya makin cepat lagi, mengeluarkan gerak
tipu simpanan dari ilmu golok Pek-eng-to-hwat.
Tiba-tiba ia
merasa terkejut dan silau matanya karena entah dengan gerakan bagaimana,
tahu-tahu gadis itu telah memegang sebatang pedang yang ketika digerakkan
mengeluarkan sinar yang menyilaukan mata! Ketika melihat sinar pedang bergulung
mengarah lehernya, Ouw Tang Sin cepat menangkis dengan goloknya, akan tetapi
bagaikan mempunyai mata, pedang itu dapat mengelak dari benturan dan kini
menerobos ke bawah hendak menusuk perutnya!
Ouw Tang Sin
terkejut sekali karena gerakan serangan ini seperti serangan sungguh-sungguh
dan agaknya perutnya akan tertembus pedang kalau ia tidak cepat bertindak.
Untuk mengelak tidak ada waktu lagi, maka ia cepat menyabetkan goloknya ke
bawah, ke arah pergelangan tangan lawan! Pikirnya, kalau gadis ini melanjutkan
serangannya, tentu pergelangan tangannya akan terbabat putus oleh goloknya!
"Tranggg...!"

Bunga api
menyambar dan Ouw Tang Sin cepat melepaskan gagang goloknya. Ketika ia membacok
ke bawah tadi, ia telah menggunakan tenaga, maka ketika ditimpa dari atas,
tenaga bacokan ke bawah menjadi berlipat kekuatannya sehingga tangannya terasa
panas dan sakit.
Setelah
goloknya terlepas dan ia melihat ke bawah ternyata bahwa goloknya telah dapat
dipatahkan menjadi dua oleh pedang yang luar biasa dan yang bersinar
kemerah-merahan itu. Akan tetapi, ketika ia memandang kepada Eng Eng dengan
senyum kagum gadis itu sudah bertangan kosong lagi, entah kapan ia menyimpan
pedangnya yang luar biasa tadi.
"Hebat,
hebat!" Seru Ouw Tang Sin sambil menjura. "Setelah kau bersenjata,
dalam tiga jurus saja kau berhasil mengalahkan aku! Ah, nona Suma Eng, kini aku
tidak ragu-ragu lagi dan terimalah hormat serta kagumku. Kau benar-benar
lihai!"
Eng Eng
tidak melayani pujian ini, hanya tersenyum dan dengan tenang duduk kembali ke
atas bangku.
"Baru
kali ini aku melihat pedangmu yang hebat, lihiap." Kata Ting Kwan Ek
dengan girang. "Pedangmu bersinar merah dan dapat kau lilitkan seperti
ikat pinggang, benar-benar luar biasa. Pedang apakah gerangan pusakamu itu,
Suma lihiap? "
Eng Eng
tersenyum puas dan girang mendengar orang memuji pedangnya. "Pedangku ini
oleh suhu diberi nama Ang-coa-kiam (Pedang Ular Merah) dan jarang sekali
kupergunakan kalau tidak perlu."
Mendengar
nama pedang ini, Ouw Tang Sin dan Ting Kwan Ek saling pandang dengan heran.
"Nona
Suma Eng, pedang Ang-coa-kiam adalah pusaka milik Kim liong-pai di Liong san.
Bagaimana bisa terjatuh di dalam tanganmu?" Ouw Tang Sin berseru.
Tentu saja
Eng Eng tidak tahu apakah yang disebut Kim liong-pai (Partai Naga Emas) dan di
mana letaknya bukit Liong-san, maka ia hanya memandang sambil mengerutkan alis
karena Ouw piauwsu menyatakan bahwa pedang itu milik orang lain.
Ting Kwan Ek
yang lebih cerdik lalu memandang kepada suhengnya dengan sinar mata mencela,
kemudian ia buru-buru berkata kepada Eng Eng.
"Suma
lihiap, tentu saja pedangmu itu bukan milik orang lain. Hanya saja memang betul
bahwa Kim-liong-pai memiliki sebuah pedang pusaka yang namanya juga Ang-coa-kiam.
Bolehkah kami melihat pedangmu itu sebentar saja? Kami pernah melihat Ang Coa
Kiam dari Kim-liong-pai maka dapat kami mengenal pedang itu."
Eng Eng
mengeluarkan pedangnya dan memberikan senjata itu kepada Ting Kwan Ek. Dengan
kagum kedua orang piauwsu itu bergantian memeriksa pedang yang luar biasa itu
dan Ouw piauwsu segera berkata,
"Ah,
bukan? Pedang ini bukan pedang pusaka dari Kim-liong-pai! Pedang Ang Coa Kiam
yang menjadi pedang pusaka Kim-liong-pai berbentuk seekor ular merah yang runcing
ekornya dan kepalanya menjadi gagang. Pedang ini sama sekali tidak berbentuk
ular, hanya warnanya yang agak sama dengan Ang Coa Kiam dari
Kim-liong-pai!"
Ting Kwan Ek
mengangguk-angguk dan mengembalikan pedang itu kepada Eng Eng. "Memang
bukan, akan tetapi kurasa belum tentu Kalah ampuhnya dengan Ang-coa-kiam dan
Kim-Liong-pai."
"Jangan
bilang demikian, sute. Ang-coa- kiam dari Kim-Liong-pai luar biasa sekali dan
telah terkenal di empat penjuru dunia. Apa lagi kalau dimainkan oleh anggota
Kim liong-pai yang memiliki ilmu pedang Ang coa-kiam-sut," kata
Ouw-piauwsu.
Ting piauwsu
tidak menjawab, hanya di dalam hatinya ia menyesal mengapa suhengnya sebodoh
itu, karena ucapan ini sama artinya dengan merendahkan nilai pedang dara
perkasa itu. Akan tetapi, karena belum lama terjun dalam dunia ramai, Eng Eng
tidak merasa demikian, hanya di dalam hati ia ingin sekali mencoba kelihaian
perkumpulan Kim liong-pai dengan pedangnya yang bernama Ang coa-kiam itu.
Pada saat
itu, dari luar mendatangi dua orang laki-laki yang seorang sudah tua akan
tetapi bertubuh tinggi besar, bermuka penuh cambang bauk dan sikapnya kasar
sekali, pakaiannya menunjukkan bahwa ia adalah seorang ahli silat, dan di
pinggangnya tergantung sepasang golok yang lebar dan berat. Orang kedua masih
muda, berusia paling banyak dua puluh lima tahun, juga bertubuh tinggi besar
dan bermuka hitam.
"Cihu,
Kami datang?" seru orang muda itu sambil tertawa menyeringai dan matanya
tajam mengerling ke arah Eng Eng.
"Ayah!
Adik Houw...!"
Lo Kim Bwe yang
masih duduk di situ segera melompat berdiri dan dengan wajah girang menyambut
kedatangan kedua orang ini. Ouw Tang Sin juga cepat berdiri menyambut dengan
muka berseri-seri, sedangkan Ting piauwsu juga berdiri dan memberi hormat
kepada orang tua yang baru datang.
Orang tua
tinggi besar yang bersikap gagah dan galak seperti Thio Hui tokoh perkasa di
jaman Sam-kok ini bukan lain adalah ayah dari nyonya Ouw Tang Sin yang bernama
Lo Beng Tat. Adapun pemuda yang tinggi besar bermuka hitam itu adalah adik dari
Lo Kim Bwe dan bernama Lo Houw, Kedua orang ini sengaja datang atas undangan Lo
Kim Bwe guna membantu dan memperkuat kedudukan Ouw Tang Sin yang
mengkhawatirkan datangnya gangguan dari Thian-te Sam-kui.
Ketika
mereka berdua ini diperkenalkan kepada Eng Eng, Lo Houw memandang dengan
sepasang mata yang lebar. Pandangan ini mengandung kekaguman dan juga kurang
ajar sekali sehingga Eng Eng menjadi merah mukanya. Perasaan wanitanya
membuatnya merasa malu dan jengah, ia tidak berani menentang pandangan mata
orang yang kurang ajar ini.
"Nona
Suma Eng, sungguh aku merasa beruntung dan girang sekali mendapat kesempatan
bertemu dan berkenalan dengan kau." kata Lo Houw yang pemberani dan sudah
biasa menghadapi wanita ini, kemudian ia berpaling kepada Ouw Tang Sin dan
bertanya,
"Cihu
(kakak ipar)! mengapa kau tidak dulu- dulu memberi kabar bahwa ada nona Suma
Eng di rumahmu? Kau harus menceritakan padaku bagaimana nona itu bisa berada di
sini. Siapakah ia dan darimana datangnya dan untuk berapa lama ia tinggal di
sini?"
Ting Kwan Ek
mengerutkan keningnya dan hatinya mendongkol sekali. Diam-diam ia takut kalau
Eng Eng menjadi marah, akan tetapi ketika ia mengerling ke arah nona itu, ia
melihat Eng Eng menahan senyum dan gadis ini tanpa berkata sesuatu apapun lalu
pergi dari situ, kembali ke kamar yang berada dekat kamar Ting hujin.
Eng Eng
merasa mendongkol sekali, akan tetapi melihat muka kedua orang piauwsu yang
menjadi tuan rumah, ia dapat menekan kemarahannya. Kalau tidak melihat muka
kedua orang tuan rumah, tentu ia sudah memberi hajaran kepada laki-laki kasar
dan kurang ajar itu. Setelah mendengar keterangan dan pelajaran tentang sopan
santun, Eng Eng dapat merasa bahwa orang tinggi besar bermuka hitam memang
kurang ajar dan tidak sopan.
Melihat muka
Eng Eng yang menjadi merah dan matanya menyinarkan kemarahan, Ting hujin lalu
bertanya, "Ah, adik Eng! kau kenapakah? Tidak seperti biasa, kegembiraan
yang biasa lenyap sama sekali dari wajahmu, terganti oleh cahaya kemarahan. Ada
terjadi apakah gerangan?"
Di antara
serumah itu hanya nyonya Ting yang ramah tamah dan manis budi ini saja yang
membuat Eng Eng merasa suka tinggal di rumah itu. Ia telah menganggap nyonya
muda ini seperti kakaknya sendiri, dan tidak pernah merahasiakan perasaannya
Nyonya Ting juga merasa amat sayang dan kasihan kepada nona yang bernasib
malang yang sama sekali masih hijau dan gelap akan keadaan kehidupan dunia
ramai.
"Cici,
kalau kau tidak berada lagi di dalam rumah ini, aku sebetulnya sudah tidak suka
lagi tinggal di sini. Hanya kau seorang yang kupercaya dan kusayangi, dan hanya
Ting twako yang kuhormati karena iapun menghormati kepadaku. Akan tetapi yang
lain-lain... dan terutama sekali dua orang yang baru datang itu! Yang muda
sungguh mempunyai mata kurang ajar sekali."
"Hush,
jangan keras-keras, adik Eng! Mereka itu adalah keluarga dari Kim Bwe! Mereka
itu datang atas undangan nyonya Ouw untuk memperkuat kedudukan kita dan
kepandaian mereka cukup tinggi. Yang tua adalah ayah dari Kim Bwe bernama Lo
Beng Tat, sedangkan yang muda bernama Lo Houw adik dari Kim Bwe."
"Perduli
apa!" Eng Eng mencela. "Siapapun juga adanya orang itu, tidak patut
ia memandangku seperti orang kelaparan!"
Nyonya Ting
tersenyum geli. "Salahmu sendiri adik Eng mengapa engkau mempunyai wajah
demikian cantik jelita dan tubuhmu demikian molek dan ramping?"
Eng Eng
memandang kepada nyonya Ting sambil cemberut. "Cici, apakah engkau juga
hendak menggodaku?"
Nyonya muda
itu tertawa, "Sudahlah, adik Eng." Ia menghibur, "Bersikaplah
sabar, Kalau dia tidak melakukan atau mengeluarkan ucapan yang menghina, perlu
apa kau harus marah-marah? Anggap saja ia seperti patung, habis perkara! Mereka
belum mendengar tentang kelihaianmu, maka mereka berani bersikap kurang
ajar."
Akan tetapi,
pada waktu itu, di luar terjadi pembicaraan yang amat menarik perhatian, Ting
Kwan Ek dan Ouw Tang Sin menceritakan kepada kedua orang tamu itu bahwa Eng Eng
adalah seorang dara perkasa yang berkepandaian tinggi dan yang mereka harapkan
untuk dapat menghadapi Thian-te Sam-kui.
"Ah,
cihu, jangan kau main-main!" kata Lo Houw sambil tersenyum menyeringai.
"Thian-te Sam-kui adalah tokoh-tokoh kang-ouw yang amat dahsyat dan
menakutkan. Terus terang saja, ketika aku mendengar bahwa kau bermusuhan dengan
Thian-te Sam-kui, aku merasa terkejut dan seram. Kalau saja musuh itu
orang-orang lain, aku tidak takut menghadapinya. Akan tetapi Thian-te
Sam-kui...? Hm, sungguh harus kunyatakan bahwa Ting-piauwsu kurang hati-hati
sehingga bisa bentrok, dengan mereka!"
Ting piauwsu
merasa mendongkol sekali, akan tetapi Lo Beng Tat yang sudah tua dan
berpengalaman, lalu mencela puteranya.
"Tak
perlu hal ini dibicarakan lagi. Yang terpenting sekarang kita harus dapat
mempersiapkan diri untuk menghadapi mereka itu. Kalau nona tadi memang
berkepandaian tinggi dan mau membantu, alangkah baiknya, karena makin banyak
kawan makin baik. Kalau kiranya perlu dapat juga aku mencari kawan yang akan
membantu kita.
"Kurasa
dengan kita berdua dan dibantu oleh cihu dan Ting piauwsu, kita akan cukup
menghadapi mereka!" kata Lo Houw yang selalu menyombongkan kepandaiannya
sendiri. "Adapun nona itu... hm, dia memang cantik jelita seperti bidadari
dan nampak gagah, akan tetapi kepandaiannya? Aku masih meragukannya!"
"Houw
te (adik Houw), jangan kau memandang rendah." kata Ouw piauwsu, "Aku
sendiri sudah mencoba kepandaiannya dan ternyata golokku tidak berdaya terhadap
dia!"
Kata-kata
ini mencengangkan Lo Beng Tat dan Lo Houw karena mereka ini sudah tahu akan
kepandaian Ouw Tang Sin. Agaknya mereka tidak dapat mempercayai ucapan ini.
Akan tetapi belum ada orang membuka mulut, tiba- tiba Kim Bwe berkata dengan
muka berseri,
"Aku
sudah memikirkan hal ini berhari-hari dan sekarang setelah adik Houw datang,
makin kuatlah kehendak hatiku ini. Ayah, bagaimana kalau adik Houw dijodohkan
dengan nona Suma Eng? Selain ia cantik dan gagah sehingga cocok untuk menjadi
isteri adik Houw, juga ikatan ini akan membuat dia lebih bersungguh-sungguh
membela kita..."
Serta merta
Lo Houw menyatakan setujunya. Ia tertawa lalu berdiri dan menjura kepada kakak
perempuannya dengan sikap lucu yang dibuat-buat sambil berkata,
"Enci
Kim Bwe, tidak percuma aku mempunyai saudara tua seperti kau ini! Terima kasih,
enci yang baik, terima kasih! Kalau memang hal ini dapat berhasil, selama
hidupku aku akan menjadi adikmu yang berbakti..."
Akan tetapi
Ting Kwan Ek dan Ouw Tang Sin mengerutkan kening, dan di dalam hati
masing-masing, kedua orang ini tidak setuju dengan usul ini. Ting Kwan Ek tidak
setuju oleh karena dalam pandangannya Lo Houw tidak pantas menjadi suami Eng
Eng. Sedangkan Ouw Tang Sin yang sudah tergila-gila kepada Eng Eng, tentu saja
tidak senang mendengar gadis ini hendak dijodohkan dengan lain orang! Akan
tetapi tentu saja mereka tidak berani menyatakan ketidak-setujuan mereka karena
merasa tidak berhak.
Lo Beng Tat
berpikir sebentar, kemudian tertawa girang. "Bagus, Kim Bwe, memang bagus
sekali pikiranmu ini. Akupun tidak keberatan mempunyai seorang nyonya mantu
secantik dia."
Kim Bwe
merasa girang sekali. Dia memang sengaja hendak merangkap perjodohan ini agar
supaya hatinya terlepas dari pada cemburu terhadap Eng Eng dan suaminya.
"Adik
Ting," katanya kepada Ting piauwsu "Karena kau dan isterimu lebih
dekat hubungannya dengan Eng Eng, maka kuharap kau suka menyuruh isterimu menjadi
perantara dan wakil nona itu untuk menerima pinangan ini dan membicarakannya
dengan nona Suma Eng."
Ting Kwan Ek
merasa tidak enak sekali.akan tetapi sambil tersenyum ia menjawab. "Kami
tentu saja tidak berhak sama sekali untuk memutuskan hal ini dan tak dapat kami
memaksa kepada nona Suma Eng untuk menerima atau menolaknya. Segala keputusan
tergantung kepada pikiran nona itu sendiri. Akan tetapi tentu saja isteriku
tidak akan merasa keberatan untuk menyampaikan pinangan ini."
Setelah
berkata demikian, ia lalu masuk ke dalam ruangan sebelah kiri. Melihat
kedatangan Ting piauwsu, Eng Eng lalu masuk ke dalam kamarnya sendiri dengan
hati masih mendongkol dan gemas kepada muka hitam yang dianggapnya menjemukan
itu. Ketika Ting Kwan Ek memberitahukan kepada isterinya tentang usul pinangan
itu, isterinya mengerutkan keningnya dan berkata sambil menarik napas panjang,
"Ah,
benar-benar mencari perkara dan kesulitan! Baru saja Eng Eng telah datang dan
menuturkan dengan marah betapa Lo Houw bersikap tidak menyenangkan. Gadis itu
agaknya amat benci melihat muka dan pandangan mata Lo Houw yang dianggapnya
kurang ajar." la lalu menuturkan kepada suaminya tentang percakapan antara
dia dan Eng Eng tadi.
"Ah,
sukar sekali kalau begitu Akan tetapi isteriku, betapapun juga, kau harus
menyampaikan pinangan ini kepada Suma lihiap. Diterima atau tidak, bukanlah
urusan kita. Suheng telah menyerahkan urusan ini kepada kita untuk disampaikan
kepada yang bersangkutan, mau tidak mau kita harus melakukan. Kau yang pandai
saja bicara agar Suma lihiap tidak menjadi marah."
"Baiklah,
akan kucoba." Kata isterinya dengan hati rusuh karena ia dapat menduga
dengan penuh keyakinan bahwa Eng Eng pasti akan marah mendengar pinangan ini,
ia maklum bahwa gadis itu masih belum tahu betul tentang tata susila kehidupan
dan masih kasar, apalagi tentang jodoh dan pinangan, dalam hal ini benar-benar
Eng Eng masih belum mengerti.
Benar saja,
betapapun hati-hatinya menyampaikan pinangan itu kepada Eng Eng di dalam kamar
gadis ini, Eng Eng menyambut dengan mata memancarkan cahaya berapi dan mukanya
menjadi merah sekali.
"Apa?"
teriaknya keras sehingga terdengar sampai di luar kamar. "Si muka hitam
yang kurang ajar itu minta aku menjadi isterinya? Minta aku menjadi seperti cici
terhadap Ting twako? Gila! Dia gila, kurang ajar dan berani mati! Akan kutampar
mukanya yang hitam untuk kelancangannya itu!"
Eng Eng
marah sekali. Tanpa ia ketahui sebabnya, mendengar bahwa ia diminta menjadi
isterinya si muka hitam menimbulkan perasaan malu, jengah, terhina dan yang
bergabung menjadi perasaan hebat. Ia hendak melompat keluar dan memberi hajaran
kepada si muka hitam, akan tetapi nyonya Ting cepat mencegahnya dan berkata,
"Adik
Eng, jangan kau marah. Urusan ini dapat dibereskan dengan amat mudah. Kalau kau
tidak setuju, kau berhak menolak dan habis perkara! Mengapa mesti
marah-marah?"
"Tidak!
Aku harus memberi hajaran kepada monyet hitam itu, agar supaya ia dapat tahu
siapa aku dan tidak berani kurang ajar lagi!"
Sambil
berkata demikian, ia melompat keluar dari kamarnya. Akan tetapi, alangkah heran
dan kagetnya ketika melihat bahwa di luar kamarnya telah berdiri Lo Houw si
muka hitam itu sendiri! Pemuda ini nampaknya marah akan tetapi melihat Eng Eng,
kemarahannya itu mereda dan kembali mulutnya menyeringai membuat mukanya yang
sudah hitam itu semakin tambah memburuk.
"Nona
yang manis! Aku tidak merasa sakit hati melihat kemarahanmu, karena sudah
biasanya seorang gadis menjadi marah kalau dilamar orang. Kemarahan yang timbul
karena malu-malu. Betul tidak?"
"Monyet
hitam, kalau kau tidak lekas menutup mulut dan pergi dari sini, akan
kuhancurkan kepalamu!" Bentak Eng Eng dengan alis berdiri.
"Aduh
galaknya!" Lo Houw mengejek seakan-akan melihat seorang anak kecil yang
sedang marah. "Kau belum tahu siapa aku, nona. Aku Lo Houw dijuluki orang
Si Ruyung Maut, dan kalau baru menghadapi keroyokan sepuluh orang saja, aku
takkan mudah menyerah. Apa lagi seorang nona manis seperti engkau ini! Ha ha
ha! makin marah kau menjadi makin cantik saja!"
Eng Eng tak
dapat menahan kesabarannya lagi dan hendak menerjang, akan tetapi nyonya Ting
yang sudah keluar pula, segera menubruk dan membujuk.
"Eng
Eng jangan...! Jangan kau berkelahi didalam rumah, hal ini amat tidak baik.
Bersabarlah kau, adikku."
Kemudian ia
berpaling kepada Lo Houw dan berkata dengan suara kaku, "Adik Lo Houw,
kuharap kau suka berlaku sopan dan jangan mengganggu tamu kita."
Dengan muka
berubah gelap karena malu, Lo Houw hendak mengundurkan diri akan tetapi Eng Eng
sudah memberontak dari pelukan nyonya Ting dan berkata keras,
"Aku
tidak sudi mengalah begitu saja! Aku bukan tamu lagi! Hei, monyet hitam, kalau
kau memang gagah, keluarlah dan mari kita membuat perhitungan di luar!"
Sambil
berkata demikian. Eng Eng lalu berlari Keluar dari rumah itu dan berdiri di
halaman depan, menanti datangnya seorang yang dibencinya.
Mendengar
suara ribut-ribut ini, semua orang keluar pula dan kebetulan sekali ketika Eng
Eng keluar dari rumah itu, ia bertemu dengan Lo Beng Tat dan Ouw Tang Sin yang
masih berada di ruang depan, Ouw Tang Sin menjadi bingung mendengar dan melihat
kemarahan Eng Eng, akan tetapi Lo Beng Tat yang berwatak kasar, menjadi marah
sekali mendengar betapa puteranya dimaki-maki oleh Eng Eng. Ia bangkit berdiri
dan sekali ayun tubuhnya, ia telah berdiri di depan gadis itu.
"Nona
Suma!" Bentaknya sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah muka Eng Eng,
"Karena mendengar kata-kata anak perempuan dan mantuku bahwa kau adalah
seorang gadis baik-baik aku dengan sesungguh hati mengajukan pinangan padamu
untuk puteraku. Apakah salahnya hal ini? Mengapa kau menjadi marah marah tanpa
sebab? Misalnya kau tidak setuju, kau boleh menolak dengan sopan dan baik-baik,
tidak menjadi marah-marah seperti gadis gila!"
"Bangsat
tua bangka, apa kau kira aku takut kepadamu? Jangan banyak membuka mulutmu yang
kotor!"
Eng Eng
membalas dengan makian, karena ucapan Lo Beng Tat ini bagaikan minyak yang
menambah berkobarnya api kemarahan dalam hatinya.
Lo Beng Tat
adalah seorang kepala rampok yang ganas, kasar dan tak kenal takut. Ia terkenal
dengan ilmu golok kembar dan juga memiliki tenaga yang besar sekali. Tingkat
kepandaiannya, apabila dibandingkan dengan Ouw Tang Sin mantunya mungkin masih
menang setingkat terutama sekali dalam tenaga karena sesungguhnya raksasa tua
ini tenaganya amat mengejutkan orang.
Kini
mendengar makian seorang gadis muda kepadanya, tentu saja ia menjadi marah sekali.
Sekali ia menggerakkan tangan kanan, sepasang golok telah tercabut yang segera
dipegang olen kedua tangannya. Golok ini lebar dan tajam sekali berkilauan
menyilaukan mata.
"Kau
mencari mampus!" teriak Lo Beng Tat yang segera menyerang dengan sepasang
goloknya. la memutar sepasang goloknya bagaikan kitiran cepatnya, golok kanan
mengancam kepala, sedangkan golok kiri diputar menyerang pinggang lawan!
"Bagus,
tua bangka, perlihatkanlah keburukan ilmu silatmu!" Eng Eng mengejek dan
begitu tubuhnya berkelebat, ia telah dapat mengelak dari serangan dua batang
golok itu....
Terima kasih telah membaca Serial ini.
No comments:
Post a Comment